EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA
Disusun Oleh : MUKSIN NIM: 204033203111
Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1429 H / 2008 M
EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
MUKSIN NIM:204033203111
Pembimbing
Dr.Sirajudin Aly,MA NIP. 150 318 684
PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
Pengesahan Panitia Ujian
Skripsi berjudul “EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA”, telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Desember 2008. Skripsi ini telah ditetapkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada Program Studi Pemikiran Politik Islam. Jakarta, …. 2008 Sidang Munaqosyah Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Harun Rasyid, M.A NIP. 150 232 921
Drs. Rifqi Muchtar, M.A NIP. 150 282 120 Anggota,
Penguji I,
Penguji II,
Drs. Agus Nugraha, M. Si NIP. 150 299 478
Dr. Yusron Rozak,MA NIP. 150 216 359 Pembimbing,
Dr.Sirajudin Aly,MA NIP. 150 318 684
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata-1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan in telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 5 Desember 2008
MUKSIN
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbil alamin, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. skripsi ini merupakan salah satu Tugas Akhir dalam kurikulum jenjang pendidikan sarjana pada jurusan Pemikiran Politik Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, bantuan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi yang penulis beri judul “Eksistensi Pemuda Islam Dalam Perspektif Hasan Al Banna” Sebagai sebuah karya, rasanya skripsi ini akan tidak memiliki makna apa-apa apabila di dalamnya tidak merajut untaian terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini. Adapun ucapan terimakasih saya haturkan sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils dan Ibu Dra. Wiwi Sajaroh, M. Ag selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.A dan Drs. Rifqi Muchtar, M.A selaku Ketua dan Sekretaris Program Non Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dengan baik kepada penulis setiap apa yang penulis perlukan. 5. Bapak Dr.Sirajudin Aly,MA selaku Dosen Pembimbing atas semua dedikasi dan perhatiannya dalam memberikan masukan dan arahan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh dosen dan staff pengajar pada Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) yang telah sangat banyak mentransformasikan ilmu dan intelektualitas selama penulis duduk di bangku perkuliahan. 7. Seluruh jajaran, staff, dan petugas di Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Iman Jama’ Lebak Bulus yang banyak memberikan kemudahan penulis dalam mengakses seluruh literatur yang tersedia dan juga yang ikhlas membantu penulis. 8. Sebesar-besarnya kebanggaan ini penulis persembahkan kepada orang yang telah memberikan dan mengorbankan segala materi dan dukungan kepada penulis, Ayahanda Mashud dan Ibu tercinta Maryam, terimakasih atas segala curahan perhatian dan bantuannya serta do’a yang selalu menyertai penulis dalam setiap melangkah untuk berangkat . Dan mereka semua layak mendapat balasan surga dari Allah swt. Semoga Allah senantiasa memberikan kesabaran dan kemanfaatan dalam setiap jejak langkah yang akan ditempuhnya. 9. Adik ku Samuih Assalam, keponakan ku yang nakal tapi ngegemesin Ani Susilawati dan Agus Susilo mereka merupakan orang terdekat yang selalu membuat penulis tersenyum walaupun kadang suka menjengkelkan 10. Kepada mereka semua tak pernah lelah memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik, yang selalu memberikan kasih sayangnya, selalu memberikan motivasi belajar, mendo’akan, tak pernah bosan membantu.
11. Kepada seluruh teman-teman kelas PPI Angkatan 2004 Ahmad Hudori, Saiman, Sofian, Pujiono, Iskak, Tsani, Zulfikar, Indra, Isti, Buhari, Ucup, Sa’di, Aziz, Fadil, Galo, Iin Solihin, Asep, Awe, Surono, Hadi, dan semua sahabat, teman-teman seperjuangan. Keyakinan dan kesungguhan merekalah yang menjadi sumber inspirasi penulis. 12. Guru-guru ku di Al-Wasatiyah Cipondoh Indah yang sekarang ini menjadi tempat penulis mengabdi terutama kepada Drs.Imam Zarkasih,M.Pd, Drs.H.Sarudin Alfaqir, Drs. Akhmad Suja’I,MM, M.Saruan,S.Ag, S.Pd, yang selalu memberikan kemudahan kepada penulis. Latifah Ramli, Safrudin,S.Fil serta kawan-kawan staf dan guru yang tidak bisa penulis sebutkan tetapi tidak mengurangi rasa terima kasih penulis ucapkan yang selama ini memotivasi penulis untuk segera menjadi seorang sarjana . 13. Teman curhat ku Jesslyn, teman ku yang baru ku kenal tetapi selalu setia menemani dalam kesepian ku untuk bercerita dan bercanda. 14. Gemintang, rembulan, lampu-lampu jalan, hembusan angin, hujan, sinar matahari dan balutan semesta malam yang selalu setia menemani penulis selama menjalani perkuliahan di Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik-Nya, dan kita sebagai manusia sangat tidak layak untuk mengakui kesempurnaan itu. Begitu pula skripsi ini, yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap dari ketidaksempurnaan itu, akan hadir kebaikan untuk semua.
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………...
i
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………….
ii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………. iii LEMBAR MOTTO …………...……………………………………………... iv KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………. 11 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….. 12 D. Metode Penelitian ……………………………………………... 13 E. Sistematika Penulisan …………………………………………. 13 BAB II
BIOGRAFI HASAN AL BANNA A. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan ………………. 14 B. Pemikiran Politik dan Karya-karyanya ………………………... 21 C. Peranannya dalam Negara Mesir ...….………………………… 24 1. Dalam Bidang Agama …………………………………….. 24 2. Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial ……………………….. 25 3. Dalam Bidang Politik ……………………………………… 28
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMUDA ISLAM A. Konsep tentang Pemuda Islam ………………………………... 35 B. Sejarah Perkembangan Pemuda Islam di Dunia ………………. 42
1. Pemuda Islam pada era Permulaan Islam …………………. 42 2. Pemuda Islam pada Era Modern …………………………... 45 3. Pemuda Islam di Indonesia ………………………………... 46 BAB IV
PEMUDA ISLAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA A. Karakteristik Pemuda Islam ideal ……………………………... 59 B. Formulasi Pendidikan Pemuda Islam …………………………. 77 C. Peranan Pemuda dalam Politik Kenegaraan …………………... 81 D. Kontekstualisasi Pemuda Islam Ideal dalam Indonesia Modern 85
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………. 92 B. Saran …………………………………………………………... 94
LAMPIRAN-LAMPIRAN
== MOTTO == “Nilai hidup yang terbesar adalah hidup sedemikian rupa sehingga nilai hidup anda lebih besar dari pada hidup anda sendiri” “Daripda mencemaskan apa yang orang katakana tentang diri anda, bukanlah lebih baik menggunakan waktu anda untuk menyelesaikan sesuatu yang akan mereka kagumi” ( Mark R.Douglas. dalam buku “How to Make a Habbit of Ducceeding”: Bagaimana membangun kebiasaan untuk berhasil.)
“Kesuksesan adalah bukan ketika anda mengetahui apa yang disukai orang lain, tetapi ketika anda menerapkan langkahlangkah yang membuat anda bisa memperoleh simpati mereka” ( Dr.Muhammad Al-‘Areifi dalam buku “Enjoy Your Life”: Seni menikmati hidup )
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, pemuda selalu memiliki peran yang besar dan strategis, karena untuk menuju kebangkitan bangsa dibutuhkan energi yang kuat berupa keyakinan yang kuat, ketulusan, motivasi yang jujur, kesungguhan dalam kerja dan pengorbanan. Dalam hal ini, pemudalah yang berpotensi untuk itu, karena pemuda adalah simbol purifikasi gerakan moral sehingga memiliki keyakinan dan iman yang kuat, kejujuran yang memungkinkan untuk memiliki ketulusan dan keikhlasan dalam beramal serta agitasi yang menggelora. Semua itu mengindikasikan adanya peran yang cukup sentral dalam ranah perubahan, baik yang bersifat evolutif maupun revolusioner. Pemuda secara harfiah, kamus Webster Princeton mengartikan bahwa youth yang diterjemahkan sebagai pemuda adalah “the time of life between childhood and maturity, early maturity, the state of being young of immature or inexperienced, the freshness and vitality characteristic of a young person. Dari definisi ini, maka dapat diinterpretasikan pemuda adalah individu dengan karakter dinamis, penuh vitalitas bahkan bergejolak dan berpandangan optimistik, namun belum memiliki kontrol emosi yang stabil karena periode transisional psikologisnya. Pemuda juga menghadapi suatu periode perubahan yang signifikan dalam struktur sosial dan kultural yang terus berkembang dengan pesat. Dalam situasi psikologis seperti ini tidak jarang periode, -dalam perspektif psikologi perkembangan sebagai periode “pencarian jati diri”-, usia 1 muda yang kemudian terjerumus dalam pola hidup yang justru merusak
dirinya sendiri atau ada sebaliknya justru masa muda yang penuh vitalitas ini dimaknai secara lebih positif sehingga tidak sedikit anak-anak muda juga telah mengukir prestasi di usia yang masih dini.1 Pemahaman tentang Pemuda sebagaimana dijelaskan di atas sengaja dikemukakan untuk mempertegas betapa usia muda menjadi begitu menentukan perjalanan hidup seseorang di masa depan. Lalu, bagaimana Islam memandang Pemuda ? Pemuda memiliki rasa idealisme yang tinggi, berani menanggung resiko untuk keteguhan tujuannya, gesit, kuat, yang terpenting memiliki fitrah yang masih bersih. Sebagai produk generasi yang serba
ingin
tahu,
pemuda
selalu
menunjukkan
kebolehannya
dan
kemampuannya dalam mencapai cita-cita meraih izzah (kemuliaan ) di dunia maupun akhirat. Pemuda juga memiliki semangat tinggi dan kemampuan belajar, mudah menyerap kebaikan bahkan kemungkinan dapat terpengaruh oleh kejahatan. Islam sebagai agama yang tsumul sangat memperhatikan dan memuliakan para pemuda, al-Qur'an menceritakan tentang potret pemuda ashaabul kahfi sebagai kelompok pemuda yang beriman kepada Allah SWT dan meninggalkan mayoritas kaumnya yang menyimpang dari agama Allah SWT, sehingga Allah SWT menyelamatkan para pemuda tersebut dengan menidurkan mereka selama 309 tahun. Kisah pemuda ashaabul ukhdud dalam al-Qur'an juga menceritakan tentang pemuda yang tegar dalam keimanannya kepada Allah SWT sehingga menyebabkan banyak masyarakatnya yang beriman dan membuat murka penguasa. 1
Ubaidilah Badrun “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di Indonesia” artikel ini di akses pada tanggal 13 Mei 2008 dari http://Ubed-Centre.Blogspot.Com /2006/08/ Pemuda-islam-dan kontribusinya-bagi-html.
Karakteristik pemuda yang penuh dengan “elan vital” dan gairah perubahan yang membuncah setiap saat, menjadi parameter tersendiri dalam pemilihan individu yang tepat sebagai sosok ‘Pembawa Risalah Kenabian’. Ibnu abbas ra, berkata " tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah melainkan ia pilih dari kalangan pemuda saja (sekitar30-40 tahun) begitu juga seorang tidak alim pun yang diberi ilmu melainkan dari pemuda saja." (tafsir Ibnu Katsir III/63). Banyak pula yang tercantum dalam Al-Quran, kisah-kisah para pemuda , di antaranya: Nabi Yusuf, Musa, Ibrahim, dan lainnya. Dalam surat al-Anbiya 60" mereka berkata: kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." Selanjutnya kisah-kisah lainnya dapat kita lihat dan renungkan bagaimana Ibrahim menentang raja Nambrud yang sangat kejam, bagaimana Daud mengalahkan Raja Jalut yang bengis dan berpengalaman tempur terhebat kala itu, bagaimana Musa dan Harun melawan Raja Firaun yang dzalim dan sombong, yang tega membunuh semua bayi laki-laki yang lahir tanpa berdosa itu untuk kepentingannya sendiri. Masih banyak lagi contoh-contoh kisah para pemuda lainnya, di antaranya bahwa mayoritas dari assabiquunal awwaluun (orang-orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah SAW) adalah para pemuda. Ketika Nabi Muhammad SAW di utus Oleh Allah untuk menyampaikan risalah Islamiyah, yang mengimani saat itu diawali mayoritas oleh pemuda. Diantaranya Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam (masing-masing 8 tahun), Thalhah bin Ubaidillah ( 11 tahun), Al-Arqam bin Abi Al-Arqom (12 tahun), seorang ahli tafsir terkemuka,
Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), Saad bin Abi Waqqash (17 tahun), Ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), Zaid bin Haristah (20 tahun ), Mush’ab bin Umair (24 Tahun), Umar bin Khattab (26 tahun), Abu bakar Ash-Siddiq (37 tahun). Bahkan seringkali di antara mareka di tunjuk oleh Nabi Saw menjadi panglima yang memimpin tidak hanya kaum muda saja tetapi juga yang tua yang lebih berpengalaman. Selain kisah-kisah usia muda yang mengagumkan pada masa assabiquunal awwaluun, juga tidak sedikit kita menemukan kisahkisah usia muda yang mengagumkan pada periode salafus sholeh, semisal kisah Imam Syafii yang hafal al-Qur’an diusia tujuh tahun. Di penghujung abad 20, gerakan-gerakan pemuda Islam yang dipelopori oleh mahasiswa telah menjadi pemeran dalam menumbangkan rezim-rezim otoriter dan mendorong perubahan-perubahan mendasar di sejumlah negara. Kita bisa belajar dari perjuangan tokoh-tokoh pergerakan muda Islam seperti Hasan Al-Bana, Sayid Qutub, Abdullah Azzam, Said Hawa dan masih banyak lagi, ikut membangun kembali umat dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kisah-kisah muda para perintis perjuangan Islam di Indonesia juga tak lapuk untuk dikaji oleh para pemikir Islam dan ilmuwan sosial, sebut saja misalnya bagaimana kisah muda Agus Salim yang hanya lulusan setingkat SMA (Hoogere Burgerschool) namun mampu menjadi pemikir besar yang mewarnai perkembangan Islam Indonesia, mempengaruhi arah politik nasional di periode awal kemerdekaan, hingga turut memberikan khazanah keislaman secara internasional karena aktifitasnya di dunia jurnalistik dan diplomasi. Kisah-kisah perjuangan H.O.S Tjokroaminoto yang menjadi pelopor penting lahirnya Syarikat
Dagang Islam (SDI) dan kisah M.Natsir yang dengan prinsip Islamnya memberi warna tersendiri bagi perkembangan Dakwah Islam dan politik di Indonesia. Penjelasan yang bersifat eksploratif di atas tentang bagaimana Islam memandang pemuda dan bagaimana kisah-kisah pemuda Islam sejak para Nabi hingga beberapa catatan kisah pemuda di Zaman Rasulullah hingga kisah pergerakan pemuda Islam di belahan dunia lainya termasuk Indonesia sebagaimana dijelaskan di atas, kita bisa mengambil ibroh dari kisah-kisah yang mengagumkan itu. Bahwa betapa banyaknya pemuda-pemuda Islam di usianya yang masih muda telah memberi manfaat yang besar bagi kejayaan Islam, termasuk mampu memberi kontribusi bagi lahirnya model pergerakan politik Islam hingga saat ini.2 Ranah perpolitikan Indonesia telah menunjukkan bahwa generasi muda hampir selalu tampil sebagai penentu perubahan-perubahan yang besar yang terjadi dalam kehidupan bangsa. George Mc.Turnan Kahin bahkan menggunakan penamaan “Revolusi Kaum Muda” untuk menyebutkan pergerakan tokoh-tokoh yang mempelopori terjadinya perubahan yang melahirkan bangsa dan negara Indonesia modern.3 Perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masa Indonesia merdeka umumnya berupa upaya untuk merobohkan kekuasaan rezim-rezim totaliter dan keditaktoran yang membawa kehidupan bangsa jatuh pada kondisi kritis yang dapat membawa kehancuran.
2 Ubaidilah Badrun “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di Indonesia”…… 3 Rum Aly, Menyilang Jalan Kekuasaan Militter Otoriter (Jakarta : PT.Kompas Media Nusantara, 2004), h.3
Sejarah mencatat bahwa runtuhnya kekuatan-kekuatan totaliter Soekarno maupun Soeharto dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pemuda dalam hal ini mahasiswa sebagai penentu. Namun sayangnya kemudian di ambil alih dalam proses-proses berikutnya oleh kekuatan pemegang kekuasaan baru yang cenderung menjadi totaliter dan diktator sedang pemuda hanya di balik kampus dan jalanan. Tepatnya 20 Mei 2008, seratus tahun Kebangkitan Nasional hendaknya pemuda melakukan langkah cepat untuk dapat tampil kedepan, tidak hanya jadi orator dan menuntut perubahan. Perubahan yang dimaksudkan haruslah benar-benar
menjiwai totalitas kesadaran akan perbaikan di segala aspek
kehidupan, bukan bersifat parsial apalagi cenderung oportunistik. Proses perubahan adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, pemuda Islam yang menjadi mayoritas mampu mengambil peran yang konstruktif dalam mengusung proses tersebut. Proses maturitas dari gerakan pemuda Islam
dewasa
ini
sedang
mengalami
gerak
evolusi
yang
cukup
membanggakan. Gerak kebangkitan pemuda ini dapat kita lihat dari media massa maupun elektronik atas kemengangan Hermawan dan Dede Yusuf sebagai pemenang Pilkada Jawa Barat dan terpilihnya golongan muda di Sumatra Utara ini membuktikan saatnya pemuda bangkit. Bahkan banyak analisis politik di Indonesia, atas kontroversi dari hasil pilkada tersebut mengindikasikan bahwa pemuda mulai dapat menaiki tangga kekuasaan untuk secepatnya melakukan perubahan di Indonesia yang memang di liputi krisis moral yang sangat memprihatinkan.
Ada sebuah pepatah yang berbunyi “ negara yang tangguh salah satunya bisa dilihat dari sosok pemudanya” maka jika negara tidak membina pemudanya maka akan hilang satu generasi. Dari apa yang terjadi sekarang, terlihat pemuda tidak berada pada fitrahnya, bahwa pemuda merupakan reflika masa depan suatu bangsa, bahkan pemuda seakan terhipnotis dengan dunia hedonisme kepemudaanya. Inilah yang menjadi tantangan sebenarnya bagi seorang pemuda, bagaimana dia dapat melawan akan dirinya sendiri. Dan tantangan yang paling besar ada di pundak pemuda-pemuda Islam, mereka selalu dituntut untuk dapat bangkit membangkitkan dakwah Islam demi kebangkitan agama Islam yang memang selama ini terpinggirkan dengan budaya-budaya atau isme-isme yang dibuat oleh Barat. Jika dilihat dari uraian di atas, pemuda tidaklah seorang pemuda yang hanya mementingkan dirinya sendiri, pemuda yang didambakan adalah pemuda yang mempunyai karakter perjuangan yang kuat untuk membangun bangsa dan agamanya. Kemudian menjadi pertanyaan sudah benarkan jalur perjuangan pemuda Islam dalam kebangkitan negara dan agama untuk saat ini?. Sebagai penentu masa depan, pemuda haruslah mempunyai karakterkarakter yang kuat untuk menghadapi tantangan zaman. Seperti yang di katakan oleh pejuang pemuda Islam Hasan Al Banna mengatakan bahwa
untuk mencapai keberhasilan kebangkitan Islam pemuda harus mempunyai beberapa karakter yaitu iman yang kuat, keikhlasan , semangat dan amal.4 Dalam konteks pemikiran Hasan Al Banna selalu menempatkan pemuda pada posisi istimewa dalam setiap putaran roda sejarah. Pemuda baginya akan selalu hadir dalam setiap proses perubahan. Pesan tersebut dapat di tangkap melalui ungkapannya yang popular “ sejak dulu dan sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan setiap umat, rahasia kekuatan dalam setiap kebangkitan dan pengibar panji setiap fikrah”.5 Pemuda bagi Hasan Al Banna juga memandang bahwa generasi muda adalah rahasia kehidupan umat dan sumber mata air kebangkitannya.
6
Dari
ungkapan-ungkapan Hasan Al Banna ini mengindikasikan bahwa bagaimana pemuda sebagai objek perubah sejarah, sebagai tokoh-tokoh yang akan membangkitkan suatu bangsa atau umat. Tidak dapat di pungkiri, kebangkitan pemuda Ikhwanul Muslimin melahirkan satu gagasan baru bahwa pemuda tidak hanya menjadi pengikut sejarah akan tetapi perubah sejarah. Terminologi kebangkitan (renaissance) adalah paradigma utama perubahan yang digagas oleh kaum muda dalam wadah Ikhwanul Muslimin. Gerakan Ikhwanul Muslimin yang di pimpin seorang pemuda seperti Hasan Al Banna, menjadikan gerakan ini sebagai gerakan pemuda yang mampu membangkitkan semangat pemuda Mesir. Namun tidak hanya di 4
Hasan al Banna, Kumpulan Risalah Hasan al Banna. Terjemahan: Khojin Abu Faqih,LC. (Jakarta Timur: Al I’tshom Cahaya Umat, 2005), h.70 5 Hasan al Banna, Kumpulan Risalah Hasan al Banna, h.71 6 Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2. Terjemahan: Anis Matta, et.all.. (Surakarta : Era Intermedia,1999), h.127
negara Mesir sebagai negara asal berdirinya, gerakan kebangkitan pemuda ini pun sampai ke negara-negara sekitar yang memang saat itu sedang di jajah oleh negara-negara Barat untuk bangkit dan membela tanah air mereka untuk merdeka. Gerakan kebangkitan Islam di belahan Timur Tengah, terutama di Mesir yang dimotori oleh Al-Afghani dan Muhammad Abduh, kemudian diikuti oleh murid setianya Sayyid Qutb telah berimplikasi luas terhadap gerakan revivalisme dan purifikasi Islam pasca kolonial. Faktor kebangkitan gerakan pemuda Islam di Mesir pasca kolonial bertujuan untuk meng-counter hegemoni barat yang dianggap merusak tatanan nilai Islam. Kemudian dalam konteks kekinian, kita dapat menyaksikan bagaimana pemuda mulai terlihat menunjukkan kebangkitannya. Ini kita dapat saksikan bagaimana perdebatan golongan muda vs tua menjadi tema yang sangat ramai menuju pemilu 2009. Kesadaran
untuk memanfaatkan peluang ke arah
perubahan yang radikal hanya dapat diraih dalam gerakan struktural, yaitu mengambil alih peran-peran politik, terutama mekanisme meraih kekuasaan politis. Momentum kebangkitan nasional dan 80 tahun hari Sumpah Pemuda kiranya dapat menjadikan sebagai tahun kebangkitan pemuda Indonesia untuk tampil sebagai pemimpin bangsa. Siklus kebangkitan pemuda membutuhkan mainstream tersendiri guna menempatkan pemuda Islam tidak dalam menara gading, hidup dalam lokalitas mereka tanpa mau berinteraksi dengan realitas sosial. Panggilan hati nurani untuk membela kaum dlu’afa adalah
pertanggungjawaban moral ajaran agama yang harus dipikul secara simultan oleh pemuda. Kemudian tidak hanya di Indonesia, dengan slogan “ Harapan dan Perubahan” menjadi tema Barack Obama pada pemilihan Presiden Amerika Serikat7. Dengan tema ini Obama mampu membangkitkan histeria massa sehingga dukungan kepadanya begitu luar biasa. Tidak hanya di AS dukungan untuk Obama, Indonesia pun menjadikan Obama sebagai trendsetter untuk majunya pemuda dalam politik Indonesia dengan tema yang sama yaitu perubahan. Gaung kebangkitan peran pemuda Islam di awal milenium ketiga dapat dimaknai secara mendalam dengan menggunakan sudut pandang pemikiran Hasan Al-Banna. Alasan yang paling rasional dalam memilih tokoh pembaharuan politik Islam kontemporer asal Mesir ini adalah pergulatan pemikirannya yang mengeksplorasi potensi kepemudaan sebagai tokoh utama pembawa perubahan signifikan ke arah struktur politik yang berbasis Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari pemikirannya tentang konsep tarbawi (tarbiyah) dan ciri-ciri seorang muslim ideal dengan karakter keimanan yang kuat, keikhlasan (purifikasi amal dengan niat yang tulus), semangat yang dimanifestasikan dalam bentuk jihad, dan amal yang menjadi nilai praksis keimanan. Keempat karakteristik tersebut dalam pandangan psikologi kontemporer adalah ciri yang melekat pada diri pemuda.
7
Rama Pratama “Kaum Muda, Asa, dan Perubahan”, Republika, 23 Juli 2008. h.8
Proses perubahan yang dijalankan Hasan Al-Banna menggunakan pola pendidikan yang terstruktur rapi, dengan penanaman nilai-nilai religius pada diri pemuda. Cikal bakal perubahan melalui proses pendidikan yang dimaksudkan Al-Banna dapat dijalankan apabila pemuda termasuk bagian dari proses edukasi itu. Alasan-alasan di atas adalah bagian tak terpisahkan (integrated elements) dalam mengangkat tema yang cukup menarik tentang pemikiran Hasan Al-Banna tentang eksistensi pemuda Islam sebagai sebuah riset. Dengan demikian perlu kiranya penulis mengangkat tema pemuda yang sangat urgen ini dan dengan melihat seorang Hasan al Banna sebagai ulama, politikus, pejuang Islam yang sangat menginginkan mengembalikan kejayaan Islam melalui pemuda-pemuda yang mempunyai semangat kebangkitan. Untuk itu penulis mengambil judul skripsi ini yaitu “ Eksistensi Pemuda Islam Dalam Perspektif Hasan al Banna”
Pembatasan dan Perumusan Masalah Mengingat
kompleksitasnya permasalahan
yang akan dibahas
khususnya mengenai pemikiran Hasan Al Banna ini, maka penulis membatasi permasalahannya mengenai eksistensi pemuda Islam yang dikaitkan dengan gerakan-gerakan politik dan sosial (Social and Political Movement) saja menurut perspektif Hasan Al Banna. Dari pembatasan tersebut penulis merumuskan permasalahan : Bagaimana konsep pemuda Islam dalam berbagai perspektif?
Bagaimana sejarah pergerakan kaum muda di dunia dan di Indonesia? Apa bentuk tipologi pemuda ideal dalam perspektif Hasan Al Banna? Apa implikasi gerakan pemuda Islam terhadap perubahan di Indonesia? Bagaimana proses transformasi perubahan politik kontemporer Indonesia dengan menggunakan pendekatan dakwah kepemudaan dalam metode Hasan Al-Banna?
Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengeksplorasi konsep kepemudaan dalam perspektif Islam. Untuk mengetahui karakteristik pemuda Islam menurut Hasan Al Banna Untuk mengetahui formulasi pendidikan pemuda Islam menurut Hasan Al Banna Untuk Mengetahui kontekstualisasi pemuda Islam ideal di Indonesia modern b. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan oleh penulis agar memberikan manfaat, antara lain : 1. Untuk pengembangan ilmu politik kontemporer khususnya tentang peran pemuda Islam ideal dalam konteks pergumulan umat. 2. Bagi para pemuda Islam di Indonesia, diharapkan
penelitian ini mampu
menstimulasi kognisi intetelektualitas keislaman yang bersifat universal.
Metode Penelitian Dalam membahas skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penulis berusaha memperoleh data-data dan informasi melalui literature-literatur kepustakaan, majalah-majalah maupun artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah tersebut. Dalam pengolahan data ini penulis menggunakan metode deskripsi analisis. Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan ini, agar lebih terarah dan terperinci terbagi kedalam bab-bab dalam tiap sub-babnya dijelaskan secara global. Di dalam bab I yang diawali dengan pendahuluan, ini terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penelitian. Di dalam bab II terdiri dari Biografi Hasan Al Banna serta Peranannya dalam negara Di dalam bab III terdiri dari tinjauan umum tentang pemuda Islam dari era Islam sampai Indonesia. Di dalam bab IV terdiri dari karakteristik pemuda Islam, formulasi pendidikan pemuda Islam, peranan pemuda dalam politik kenegaraan menurut Hasan Al Banna serta kontekstualisasi pemuda Islam ideal dalam Indonesia Modern. Dan dalam bab V terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.
BAB II BIOGRAFI HASAN AL BANNA
Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan Di antara sunnatullah adalah adanya tokoh pada masa yang sesuai dengan kebutuhan zaman sehingga pada setiap penghujung abad Allah mengutus orang yang membangkitkan agama untuk umat ini dan mengembalikan vitalitasnya. Imam Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Bumi ini tidak sepi dari orang yang bangkit untuk Allah dengan hujjah”. Sedangkan Abu Al-Hasana An Nadavi memberi catatan dalam bukunya “ Rijal Al-Fikr wa Ad-Da’wah fi Al Islam” (Tokoh Pemikiran dan Dakwah dalam Islam) bahwa sejarah Islam pada setiap periode melahirkan tokoh-tokoh yang memang dibutuhkan oleh keadaan,
lalu
mereka
mengisi
kekosongan,
memenuhi
kebutuhan,
melaksanakan tugas yang di butuhkan masa dan tempat untuk membangkitkan umat, merehabilitasi kerusakan-kerusakan yang dialami oleh struktur bangunan umat ini8. Imam Syahid Hasan Al Banna merupakan tokoh yang dinantikan masyarakat Mesir saat itu
yang memang sedang mengalami
kemerosotan yang diakibatkan penjajahan. Hasan Al Banna di lahirkan di Mahmudiyah dekat Iskandariyah yaitu kota kecil yang terletak di sebelah Timur laut Kairo, Propinsi Buhairah, pada bulan Rabi’ul Awal tahun 1325 H/ Oktober 1906 M9. Imam Syahid tumbuh di 8
Yusuf Qardhawi. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad. Terjemahan: H.Mustofa Maufur dan H.Abdurrahman Husain (Jakarta Timur : Pustaka AlKautsar,1999), h.43 9 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan: Fachrudin. (Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001), h.19
14
bawah asuhan kedua orang tua yang mulia serta sifat yang terpuji kepada putra-putrinya. Ayah beliau Syeikh Ahmad Abd al-Rahman termasuk salah seorang ahli hadits besar yang sudah masyur, yang lebih dikenal dengan panggilan As Sa’ati karena pekerjaannya sebagai tukang reparasi jam. Imam Hasan Al Banna dididik oleh orang tua yang alim. Bimbingan dan arahan orang tuanya telah memberikan pengaruh yang besar sekali pada diri beliau sehingga menghasilkan buah dan manfaat yang sangat baik serta melimpah. Ketika hampir mencapai usia delapan tahun -yang merupakan batas minimal untuk masuk sekolah- orang tua Hasan Al Banna sudah memasukannya ke Madrasah Diniyah Ar Rasyad. Di madrasah ini beliau menghafal separuh Al Qur’an dan banyak hadis-hadis Rosul SAW. Mengenai hal ini beliau pernah menuturkan : “Saya ingat bahwa sebagian besar hadishadis yang saya hafal adalah sebagian dari hadis-hadis yang terekan kuat di dalam benakku sejak waktu itu”. Di madrasah ini pula beliau belajar kaidahkaidah bahasa Arab dan penerapannya serta sastra dan hafalan-hafalan syair dan prosa.10 Suatu hari ia dikejutkan dengan keputusan Majlis Daerah Bukhairah yang menghapuskan sistem pendidikan Madrasah I’dadiyah. Di depan beliau hanya ada dua alternatif yang harus di pilih : pertama, pergi ke Ma’had Diiniy di Iskandariah, atau kedua, melanjutkan ke Madrasah Mu’alimin
di
Damanhur. Dan pilihan beliau jatuh pada pilihan kedua yaitu Madrasah
10
Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.20
Mu’alimin
(Sekolah
guru)
di Damanhur.11
Di sekolah
ini beliau
menyelesaikan studinya selama 3 tahun sejak tahun 1923 hingga tahun 1927. Dalam mengisi hari-harinya
Al Banna muda sangat di sibukkan
dengan berbagai kegiatan di sekolahnya, sampai akhirnya ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Jam’iyah Man’il Muharramat (Perhimpunan Anti Haram ) dengan Hasan Al Banna sebagai ketuanya. Misi perhimpunan ini adalah menjaga aspek-aspek keagamaan dan memantau orang-orang yang menyepelekannya atau melakukan salah satu perbuatan dosa. Misi ini dijalankan dengan mengirimkan surat peringatan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran atau menyia-nyiakan kebaikan. Surat tersebut berisi larangan
berbuat kemungkaran dan
menunjukkan jalan kebaikan. Dan aktivitas ini menimbulkan kegoncangan di masyarakat, para pelaku kemaksiatan memberikan reaksi yang keras terhadap surat-surat yang ditujukan kepada mereka dan berusaha mencari tahu siapa dalang dibaliknya.12 Kesibukan berorganisasi tidak membuat Al Banna terlena dan lupa akan tugasnya sebagai pelajar, namun justru semakin membuat ia memiliki pengetahuan yang lebih disbanding para pelajar yang lain. Hal tersebut dapat terlihat dari diperolehnya predikat lulusan terbaik ke-5 untuk seluruh Sekolah Menengah Umum (SMU) di Mesir. Kecerdasan otak sang Imam yang sejak remaja sudah turut ambil bagian dalam tarekat sufi Hasyafiyah ini memang sudah tidak dapat diragukan 11 12
Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.22 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.29
lagi keabsahannya.
Hal tersebut kembali
dapat dibuktikan dengan
dinobatkannya sebagai mahasiswa yang berhasil lulus dengan yudisium pertama tingkat Universitas yang didirikan oleh Muhammad Abduh itu.13 Sesungguhnya disanalah kehidupan Hasan Al Banna mulai terasa semakin “hidup”, karena di kota besar itulah beliau benar-benar memahami arti kehidupan dengan banyak berkenalan dan berinteraksi dengan orangorang ternama disekitarnya. Mengenal Rasyid Ridha beserta gerakan Salafiyahnya merupakan awal pembentukan pola pikir Al Banna muda dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan di dunia. Apalagi hal tersebut didukung oleh rajinnya sang imam untuk membaca majalah Al Manar yang memang merupakan kumpulan beberapa tulisan tokoh-tokoh ternama seperti Jamaludin Al Afghani, Muhammad Abduh serta Rasyid Ridha. Tetapi yang paling berpengaruh pada pembentukan pandangan Hasan Al Banna muda adalah karya tulis Ridha tentang aspek politik dan sosial, tentang pembaharuan Islam, serta perlunya didirikan negara/pemerintahan Islam dan diberlakukannya hukum Islam. Dengan kata lain, dari tiga serangkai tokoh salafiyah, Al Afghani, Abduh, dan Ridha, yang terakhir itulah yang besar pengaruhnya pada Al Banna muda, terutama keyakinan Ridha bahwa Islam adalah agama sempurna dan lengkap dengan segala sistem yang dibutuhkan bagi kehidupan umat Islam, termasuk sistem politik, ekonomi dan
13
Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna (Jakarta : Harakah, 2002), h.4
sosial, dan bahwa untuk meraih kembali kejayaan umat Islam tidak perlu meniru Barat.14 Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Dar Al-Ulum yang sempat dimasyurkan oleh Muhammad Rasyid Ridha tersebut, pada September 1927 Al Banna mulai mengajar di sekolah dasar di Isma’iliyah. Di tengah kesibukan kegiatan barunya, ia masih tetap menjadi koresponden majalah Pemuda Muslim Kairo yang bernama Al Fath serta menjalin hubungan baik dengan kelompok maktabah Salafiyah atau penerbit
Al Manar pimpinan
Rasyid Ridha. Latar
belakang keluarga
yang penuh dengan
pengetahuan agama merupakan dasar
keilmuan dan
yang sangat dominan dalam
pembentukan diri sang imam Al Banna. Hal tersebut dapat terlihat pada perkembangan pribadi al Banna yang sangat mengagumkan. Ia tumbuh menjadi sosok yang sangat cerdas, kritis serta bersifat zuhud. Sejak kecil ia selalu menerapkan atau membiasakan diri unttuk shalat malam, puasa seninkamis dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Semua yang telah dilakukan Al Banna kecil bukanlah suatu pekerjaan yang main-main, karena dengan hasil kerja kerasnya itu ia mampu menghafal setengah Al Qur’an (15 juz) yang kemudian ia sempurnakan menjadi 30 juz ketika menginjak dewasa. Secara tidak langsung pengaruh Rasyid Ridha telah menginspirasi pemikiran tentang pembaharuan Islam terhadap diri Hasan Al Banna, dan hal ini barangkali wajar disebabkan menjelang Al Banna menginjak dewasa dan 14
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : ajaran, sejarah, dan pemikiran. (Jakarta : UI Press, 1993), h.147
lebih matang pengetahuannya, Al Banna lebih banyak bersinggungan dengan orang-orang salaf yang sufi tersebut. Namun setelah Al Banna mulai bergelut dengan urusan-urusan sosial, Al Banna sedikit demi sedikit mulai meregangkan diri dari aktivitas kesufian, walaupun tidak secara serta merta memutuskan diri dari pelaksanaan mistik sufi, tetapi dia mulai terpanggil dengan isu-isu dan wacana-wacana sosial politik di mesir saat itu, terutama responnya terhadap krisis politik Mesir pada tahun 1919. Besarnya dominasi Inggris di Mesir menjadikan Al Banna muda merasa terpanggil untuk membangun masyarakat Mesir yang dalam pandangannya mulai dirusak oleh budaya-budaya Eropa yang semuanya itu menurut pandangannya merupakan sebab-sebab terbesar bagi kelumpuhan dan kemunduran pihak muslim.Dan ia merasa tersinggung atas perlakuan Inggris terhadap
masyarakat
Mesir
yang
telah
memandang
hina
dengan
memperlakukan para pekerja selayaknya seorang budak. Hasan Al Banna melihat kebebasan dan kerusakan moral telah mewabah di seantero dunia Islam, khususnya saat runtuhnya Kekhalifahan Islam oleh Attaturk tahun 1924 M. Dia menilai bahwa Barat berupaya secara sungguh-sungguh untuk mencabut Islam dari akarnya dan menghilangkan eksistensinya di muka bumi. Fenomena yang terjadi di atas pada masyarakat muslim Mesir itu akhirnya membawa Hasan Al Banna kepada lima rekannya untuk menggagas sebuah proyek pergerakan perbaikan umat dan kejayaan Islam. Pada awalnya mereka hanya menamakan diri mereka dengan sebutan “ Muslimin” saja,
namun secara spontan mereka berseru “ kita adalah ‘Ikhwanul Muslimin’, yang berarti, “Para saudara dari kaum muslim”. Keberhasilan Ikhwanul Muslimin di awal pertumbuhannya menjadikan gerakan ini di anggap sebagai gerakan yang dapat membangun masyarakat Islam Mesir yang diawali dengan menjadikan masyarakat kelas bawah menjadi generasi yang teladan dalam memahami nilai-nilai agama islam. Namun perkembangan kelompok Ikhwanul Muslimin kian pesat menjadi ancaman bagi pemerintahan Raja Faruq pada saat itu, karena dengan peristiwa pada tahun 1947 ketika al Banna mengutus tentara sukarelanya ke Palestina untuk perang melawan Israel, Faruq benar-benar merasa telah menerima pelajaran pahit dari gerakan yang mempunyai kantor di ( Darul Ikhwan) di kota Kairo itu.15 Posisi kekuasaan Faruq yang kian tersudutkan oleh eksistensi Ikhwanul Muslimin merupakan konsekuensi dari kebijakan politik luar negeri yang pro Barat. Apalagi para mujahidin kian besar kekuatannya pasca kedatangan mereka dari Palestina. Melihat perkembangan yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Faruq, maka Raja Faruq menerapkan kebijakan represif dalam membendung pengaruh Hasan Al-Banna, sampai pada akhirnya terjadi konspirasi politik di Mesir dengan terbunuhnya Hasan Al-Banna pada tanggal 12 Februari 1949. Di sinilah awal dari sejarah kelam gerakan Ikhwanul Muslimin, ketika raja Faruq merasa khawatir mulai ditinggalkan dan dikhianati oleh para sekutu Arabnya, dan sehingga ia merasa sangat takut dengan kembalinya para 15
Rachilda Devina. “Konsep Syura’ Perspektif Hasan Al Banna”, ( Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta, 2007 ), h.14
mujahidin Ikhwanul Muslimin dari Palestina. Pemerintah mulai bergerak untuk melakukan penawaran-penawaran sampai akhirnya
pada peristiwa
pembunuhan sang Imam di depan kantor Pusat Pemuda Ikhwanul Muslimin ( Dar Asy-Syubban Al Muslimin) pada tanggal 12 Februari 1949 M / 1368 H. Sang Imam pun menyerahkan ruhnya untuk kembali keharibaan Sang Penciptanya dalam keadaan suci, Insya Allah, setelah menunaikan amanahNya dan tetap dalam keadaan teguh mengangkat bendera agama-Nya sampai napas terakhir.
Pemikiran Politik dan Karya-karyanya Islam menurut Hasan Al Banna merupakan agama universal yang melingkupi aspek kehidupan tak terkecuali bidang politik. Banna melihat bahwa eksistensi konsep Negara Islam telah dicontohkan oleh Rosulullah SAW dan para Khulafah Rasyidin di Madinah sekitar abad ketujuh Hijriyah. 16 Pemikiran tentang Islam dan politik ini dapat terlihat jelas dari karakteristik organisasi yang dia bangun “ Ikhwanul Muslimin”, Islam tidak dipahami seperti banyak orang, khususnya pada era kemunduran peradaban dan stagnasi pemikiran, di mana Islam dipandang sebagai kepercayaan dan ibadah ritual, tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan urusan negara, politik dan ekonomi, aliran kebudayaan dan pemikiran.17
16
Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna. (Telaah Gerakan Politik Ikhwanul Muslimin. ”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta,, 2004), h.28 17 Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, h.137
Islam sebagai satu sistem yang memiliki keunggulan universalitas zamani (waktu), makani (geografis), dan insani (kemanusiaan), ini dapat di lihat dari ungkapan Hasan Al Banna dalam makalahnya dengan judul Min wahy Hara’. Ia mengemukakan bahwa Islam adalah misi yang membentang panjang hingga mencakup keabadian zaman; membentang luas hingga mencakup jajaran ufuk bangsa-bangsa dan membentang dalam hingga meliputi urusan dunia akhirat.18 Pemikiran Al Banna mengenai agama dan politik, mencerminkan transisi dari penekanan pembaharu Islam seberlumnya bahwa Islam dan politik tak dapat dipisahkan. Al Banna menegaskan bahwa prinsip Islam dapat diterapkan pada keyakinan yang banyak di anut dalam politik dan lembaga politik. Al Banna menulis bahwa Islam memerlukan suatu pemerintah yang mencegah anarki, namun tidak menetapkan bentuk pemerintah tertentu. Islam hanya meletakan tiga prinsip pokok. Pertama, pernguasa bertanggung jawab kepada Allah SWT dan rakyat, bahkan dianggap sebagai abdi rakyat. Kedua, bangsa muslim harus bertindak secara bersatu, karena persaudaraan muslim merupakan prinsip Islam. Ketiga, bangsa muslim berhak memonitor tindakan penguasa, menasehati penguasa, dan mengupayakan agar kehendak bangsa di hormati.19 Dari ketiga prinsip di atas terlihat Al Banna tidak menekankan bagaimana bentuk pemerintahan Islam. Akan tetapi pemerintahan yang selalu
18 Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad , h.138 19 Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna, h.30. lihat Ali Rahmena dalam buku “Para Perintis Zaman Baru Islam”
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan selalu memegang akan syari’at Islam. Intinya Hasan Al Banna tidak memisahkan antara agama dan kehidupan masyarakat atau politik. Adapun pemerintahan Islam yang di maksud Hasan Al Banna adalah “pemerintahan yang para pejabatnya adalah orang-orang Islam yang melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dan tidak terangterangan melakukan kemaksiatan serta konstitusinya bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah, yakni menerapkan syari’at Islam. Secara tidak langsung pemikiran ini dilatar belakangi akan pemerintahan Mesir yang bersifat sekuler dan bukan mencerminkan pemerintahan Islam. Di antara karya-karya Imam Hasan Al Banna baik yang berupa tulisan maupun dalam bentuk kumpulan-kumpulan pesan masih terus selalu di kaji oleh para pengikutnya. Adapun di antara karya-karya tulis yang ditinggalkan oleh Imam Hasan Al Banna adalah : Ahaditsul Jum’ah (Pesan setiap Jum’at), Mudzakkiratud-Dakwah wad-Da’iah (Pesan-pesan buat Dakwah dan Dai), dan Al-Ma’tsurat ( Wasiat-wasiat). Karya-karya
yang
berupa
bentuk
kumpulan-kumpulan
pesan
(majmu’atur-Rasail) adalah : Da’watuna (Menuju Kecerdasan), Nahwan Nur (Kepada para Pemuda),bainal Amsi Wal Yaum (Antara Kemarin dan Hari ini ), Risalatul Jihad (Pesan Jihad), Risalatut Ta’lim (Pesan-pesan Pendidikan), AlMu’tamar Al-Khamis (Konfrensi Kelima), Nizhamul Usar (Sistem Kelompok Kecil Pergerakan), Al-‘Aqaid (Prinsip-Prinsip), Nizhamul Hukm (Sistem Pemerintahan), Al-Ikhwan Tahta Rayatil-Qur’an (Ikhwan di Bawah Bendera Al-Qur’an), Da’watuna fi Thaurin Jadid (Misi kita dalam Masa Baru), Ila
Ayyi Syai’in Nad’un Nas (Ke Arah Mana Kita Menyeru Manusia ?), dan AnNizham Al-Iqtishadi (Sistem perekonomian).
Peranannya Dalam Negara Mesir Dalam bidang Agama Al Banna berpijak di atas dasar-dasar agama Islam sebagai faktor yang aktif dan efektif untuk menciptakan perubahan dalam diri seorang individu. Jika yang dimaksud dengan kerusakan jiwa adalah akhlak yang bobrok, perilaku yang menyimpang dan dekadensi moral, maka sesungguhnya kunci untuk mengubah tidak lain kecuali faktor agama. Karena agama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Hasan Al Banna, “Menghidupkan jiwa dan memberikan pada setiap diri suatu pengontrol atau filter yang tidak pernah lalai dan senantiasa mendorongnya untuk berbuat baik dengan sangat kuat”. 20 Imam Hasan Al Banna juga menekankan, kepada para pemuda bahwa faktor yang paling efektif dalam memperbaiki diri semua bangsa adalah agama, dan mereka juga memandang bahwa Islam menghimpun segala aspek positif perubahan dan menjauhi segala aspek negatifnya. Dapat dikatakan di sini bahwa akidah Ikhwanul Muslimin yang dirancang oleh Al Banna disimpulkan dalam tujuh pasal. Langkah pertama, yaitu perbaikan diri yang berorientasikan pada kegiatan praktis di mana mereka –para Ikhwan- akan berusaha
20
mengembalikan vitalitas Islam dalam
Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, h.30
kerangka umum bagi proses perubahan yang dimulai dari perbaikan individu21. Sangat jelas pada garis besarnya bahwa metode ini memberikan ruang bagi ikhwan untuk menentang arus pemikiran dan politik kebaratbaratan yang berusaha untuk menjadikan Islam bergerak dalam lingkup pribadi saja dan berusaha pula melepaskannya dari segala peran sosial dan politik. Bahkan salah satu pasal menyerukan pentingnya menentang arus-arus
dengan terang-terangan
tersebut, dan memboikot
setiap
propagandanya dengan segala cara, seperti tertulis pada pasal keempat . “Dan saya berjanji untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran-ajaran Islam kepada setiap
individu di keluargaku, dan saya tidak akan
memasukkan anak-anakku ke sekolah yang tidak menjaga akidah dan akhlak mereka, dan saya akan memboikot setiap surat kabar, berita, buku, badan, klub, instansi yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam”. Keterangan di atas sangat jelas bagaimana Al Banna membangun Ikhwanul Muslimin dengan menekankan kepada menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Dengan cara membina para Ikhwan dengan menancapkan akidah Islam yang kuat dengan harapan untuk menegakkan syari’at Islam. Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial Gerakan pembaharuan Hasan Al Banna dalam organisasi Ikhwanul Muslimin merepresentasikan sebuah gerakan yang berusaha menyadarkan
21
Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, h.32
bahwa riba itu haram.22. Visi ekonomi Islam Hasan Al Banna mengandung unsur nasionalisme ekonomi. Menurut Banna Mesir perlu memutuskan hubungan dengan blok sterling Inggris dan mengeluarkan mata uangnya sendiri pada berstandar emas. Manajemen mata uang yang baik, akan mengendalikan inflasi Mesir yang tinggi, dan akan menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan keseimbangan perdagangan luar negeri Mesir. Segi lain nasionalisme ekonomi yang di kemukakan Al Banna adalah melakukan Mesiriasi atas perusahaan swasta di bidang real estate, transfortasi, dan keperluan umum. Untuk mewujudkan visi ekonomi Islam ini, Banna bersama dengan organisasi Ikhwannya mendirikan perusahaan pemintalan dari tenun, perusahaan perdagangan dan rekayasa, dan pers Islam.23 Perekonomian suatu bangsa akan menjadi sulit jika sistem ekonomi masyarakat
merupakan sistem yang asing bagi masyarakat, jati diri dan
budayanya. Oleh karena itu, Al Banna berpendapat mengenai ekonomi ini harus ada sebuah program ekonomi yang berprinsip pada Islam dan nilainilainya.
Pemikiran di atas secara tidak langsung merupakan
ketidakpercayaan Al Banna terhadap sistem ekonomi Barat yang di dikembangkan pemerintah Mesir saat itu. Al Banna menganggap sistem yang di bangun di masyarakat adalah penyebab kemunduran ekonomi masyarakat Mesir dan merusak kehidupan masyarakat muslim Mesir dengan budaya-budaya baratnya. 22
Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, h.144 23 Arifin. Pemikiran Pollitik Hasan Al Banna, h.35
Ekonomi dan sosial merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena dengan masyarakat yang sejahtera dalam bidang ekonomi suatu negara maka secara otomatis akan melahirkan manusia yang berjiwa sosial pula. Untuk itu pembenahan ekonomi dan sosial masuk ke dalam cita-cita pembaharuan Al Banna.24 Untuk itu Al Banna mengadopsi salah satu rukun Islam yaitu zakat. Ia mengatakan bahwa karena zakat diwajibkan dalam agama Islam untuk pembelanjaan sosial (menolong orang-orang yang pailit dan miskin), maka harus
diterapkan
pajak-pajak
sosial
secara
bertahap
dengan
memperhitungkan kekayaan bukan keuntungan. Pengelolaan zakat adalah salah satu tugas penguasa. Ia harus bekerja untuk mengumpulkan, mendata, dan membagikannya kepada para mustahiq (orang yang berhak) yang telah Allah SWT, tetapkan. 25 Hasan Al Banna selalu menekankan bahwa pentingnya penerapan sistem seraya mengatakan, “Menurut saya, tidak ada baiknya sama sekali apabila kita memilih salah satu dari sistem-sistem Barat (Kapitalisme dan Sosialisme). Setiap sistem tersebut mempunyai kelemahan di samping terlihat memiliki kebaikan. Sistem-sistem tersebut lahir bukan di negeri kita dan untuk diterapkan dalam situasi yang tidak sama dengan sistem kita serta untuk masyarakat yang tidak seperti masyarakat kita. Apalagi kita sendiri sudah memiliki sebuah sistem paripurna yang akan mengantarkan kita menuju perbaikan yang komprehensif di bawah bimbingan Islam yang hanif. Kita juga memiliki kaidah-kaidah integral dan fundamental yang ditetapkan oleh Islam dalam bidang ekonomi, yang apabila kita memahami dan menerapkannya dengan benar, maka kita akan mampu menyelesaikan semua problem ekonomi. Dengan demikian berarti 24 25
Rachilda Devina. Konsep Syura’ Persepktif Hasan Al Banna,. h.18 Hasan Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h.140
kita telah mendapatkan sisi-sisi kebaikan dari berbagai sistem buatan manusia dan menjauhkan diri dari semua sisi keburukannya. Kita bisa melihat bagaimana tingkat kesejahteraan hidup akan terangkat, kecemburuan sosial antar berbagai strata sosial akan hilang, serta kita bisa menemukan jalan terdekat menuju kemakmuran hidup”.26
Pemikiran Al Banna di atas merupakan sebuah pandangan yang fundamental tentang Islam, keyakinannya mengenai sifat ajaran Islam yang universal telah mengalirkan konsep ijtihad yang tinggi mengenai aspek perekonomian dalam Islam. Dalam Bidang Politik Pemikiran di bidang politik merupakan instrumen utama yang dikembangkan Hasan Al-Banna. Konstelasi bidang agama, ekonomi, dan sosial mengkerucut pada pergerakan politik yang cenderung bersifat revolusioner.
Hal
ini
adalah
bagian
dari
karakteristik
gerakan
pembaharuan di hampir sebagian besar negara-negara dunia ketiga, termasuk Mesir. Proses pergulatan intelektual Muslim ini adalah bentuk pencarian identitas kenegaraan pasca kolonial Inggris di Semenanjung Utara benua Afrika. Kesadaran sebagai individu yang terikat oleh persaudaraan karena persamaan akidah (brotherhood relationship) adalah landasan filosofis bidang politik yang dicetuskan Al-Banna27. Gerakan politik Al-Banna yang dinahkodai dalam institusi Ikhwanul Muslimin, tercetus oleh dua 26
Abdul Hamid Al Ghazali. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al Banna ( Jakarta Timur : Al I’tishom Cahaya Umat, 2001), h.198 27 Landasan persaudaraan bahkan menjadi nama organisasi yang disebut dengan Ikhwanul Muslimin yang didirikan secara resmi pada tahun 1941. lih. Fatih Yakan. Revolusi Hasan AlBanna: Gerakan Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Penerbit Harakah, 2002), h. 15.
tujuan utama: Pertama, menentang hegemoni Barat (westernisasi) yang telah mempengaruhi keyakinan, nilai-nilai keislaman, bahkan telah meracuni para pemuda Islam untuk mengikuti paradigma Barat, sehingga membuat Islam jauh tertinggal dari peradaban Barat. Perlawanan hegemonik yang dijalankan Al-Banna adalah perlawanan ideologis. Kedua, gerakan politik Al-Banna dalam bendera Ikhwanul Muslimin adalah upaya awal menentang kolonialisme Inggris yang telah bercokol sejak abad 18. Tentunya, tipologi gerakan Ikhwanul Muslimin bersifat revolusioner-agitatif dan konfrontatif.28 Gerakan Ikhwanul Muslimin menjadi corong utama perjuangan AlBanna dalam gerakan politik Mesir kontemporer. Bahkan sebagai mursyid al-‘aam,
Al-Banna
menuangkan
gagasan-gagasan
segar
yang
mengarahkan para anggota IM berjuang memperebutkan kekuasaan politik sebagai bentuk jihad di jalan Allah. Baginya, agama di satu sisi dan politik kekuasaan dan negara di sisi lain merupakan satu-kesatuan yang bersifat integralistik. Ia menamakan kesadaran adanya kesatuan agama dan politik sebagai politik Islam internal. Al-Banna memberikan komentar: “Ajaran Al-Qur’an tidak pernah lepas dari kendali kekuasaan, politik pemerintahan merupakan bagian dari agama, dan di antara kewajiban orang Muslim adalah harus memiliki kepekaan dalam memberikan solusi kepada pemerintah dalam permasalahan politik sebagaimana memberi jalan keluar dalam permasalahan ruhiah.” 29 Gerakan
politik
internal
Al-Banna
sesungguhnya
merepresentasikan bentuk kesadaran sejati tentang ajaran Islam yang 28 29
Fathih Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, .h. 49 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h. 72
bersifat menyeluruh (kaffah). Dalam hal ini Al-Banna menolak segala bentuk sekulerisme absolut yang berusaha memisahkan ajaran Islam dalam konstelasi politik. Al-Banna memberikan ilustrasi tentang totalitas ajaran Islam. Bagi Al-Banna, model-model perundang-undangan perdata dan pidana dengan pelbagai cabangnya telah diungkapkan oleh Islam. Islam- pada semua posisi- telah meletakkan diri pada suatu posisi yang menjadikannya sebagai sumber yang pertama dan rujukan yang paling suci. Tatkala melakukan itu, Islam telah menggariskan ushul30 yang integral, kaidahkaidah yang umum dan maqhasid31, yang melingkupi semuanya. Islam mewajibkan manusia untuk merealisasikannya dan membiarkan mereka untuk melaksanakan rincian sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, serta
berijtihad
dengan
apa
yang
lebih
memungkinkan
untuk
mendatangkan maslahat bagi umat. Kerangka teoretis Al-Banna tentang politik Islam dibuktikan dengan keberadaan kitab-kitab fikih klasik yang memuat secara mendalam tentang hukum imarah (kepemimpinan), syahadah (kesaksian), da’awaa (hukum tuduhan), al-bai’u (hukum jual beli), muamalah (hubungan personal dan sosial), hudud (eksekusi hukuman), dan ta’zir (pengasingan).
30
Dalam kajian ushul fikih dikenal dengan istilah ushul yang secara harfiah berarti asal, sumber, pokok, berakar, asas, fondasi dasar. (Kamus Al-Munawwir, terbitan PonPes Krapyak Yogyakarta, h. 30). Berarti ushul adalah pokok ajaran Islam yang memiliki cabang-cabang syar’I dalam kehidupan kongkrit. 31 Maqhasid adalah bentuk plural dari al-qhasdu yang diambil dari kata qashada yang bermakna maksud, tujuan, mengikuti, kehendak, memaksa, dan menyusun (lihat kamus AlMunawwir . h. 1208).
Ini semua merupakan serangkaian hukum yang bersifat amaliah (operasional) dan ruhiah (spiritual).32 Al-Banna juga mencetuskan politik Islam yang bersifat eksternal. Baginya, politik eksternal bermakna menjaga kebebasan dan kemerdekaan umat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju sasaran –sasaran yang mulia, yang dengan itu umat akan memiliki harga diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsa-bangsa lain, membebaskannya dari imperialisme dan campur tangan bangsa lain dalam urusannya, dengan menetapkan pola interaksi bilateral dan multilateral yang menjamin hak-haknya, serta mengarahkan semua negara menuju perdamaian internasional. Koridor hukum yang berlaku dalam membalut perdamaian dunia disebut Hukum Internasional.33 Kesadaran akan totalitas Al-Banna tentang makna ajaran Islam yang mengantarkan pada konsep politik internal dan eksternal telah berimplikasi pada pandangan politik yang sangat eksentrik, yaitu pandangan bahwa partai politik tidak dibutuhkan dalam konstelasi politik moderen pada level negara.34 Al-Banna memprioritaskan persatuan atas dasar keimanan kepada Allah semata, bukan berdasarkan segmentasi kepartaian. Kebaradaan partai membuat Islam terfragmentasi ke dalam 32
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. h. 72 Hasan Al-Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h. 73 34 Pandangan Al-Banna sangat bersebarangan dengan mayoritas ilmuwan barat ataupun Islam di Negara-negara lain yang menganut paham demokrasi, dan juga komunisme. Mayoritas politikus menganggap partai politik adalah representasi suara rakyat yang akan menyederhanakan pola-pola relasi kekuasaan. Partai politik adalah suatu keniscayaan dari demokrasi itu tersendiri. Partai juga yang akan menjalankan kontrol kekuasaan atas penyalahgunaan kekuasaan. (lihat Karl Mannheim, Freedom, Power and Democratic Planning. (London: Routledge and Keegan Paul Ltd., 1951), h. 108 33
perpecahan,
konflik
berkepanjangan,
permusuhan,
bahkan
saling
membunuh antar umat Islam. Padahal itu semua dilarang keras oleh ajaran Islam yang hakiki. Atas dasar inilah Al-Banna membentuk lembaga yang bersifat universal, komprehensif, dan inklusif yang melewati batas-batas ideologis dan geografis dalam wadah Ikhwanul Muslimin.35 Meskipun bersifat kosmopolit bukan berarti Al-Banna menegasikan nasionalisme dan patriotisme Mesir. Dalam hal ini Al-Banna mengungkapkan: ‘Adalah kesalahan besar bagi mereka yang menyangka bahwa Ikhwanul Muslimin apatis terhadap masalah tanah air dan nasionalisme. Kaum muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas berkorban bagi tanah air mereka, mau berkhidmat kepadanya, dan menghormati siapa saja yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya.”36 Nasionalisme Al-Banna berbeda dengan nasionalisme yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pembaharuan Islam lainnya, seperti Ali Jinnah khusus wilayah Pakistan, Musthofa Kemal Attaturk untuk wilayah Turki, Muhammad Ibn Abdul Wahab khusus wilayah Saudi Arabia, Soekarno untuk Indonesia, dan masih banyak tokoh lainnya. Namun, AlBanna dengan jelas menyatakan bahwa nasionalisme Ikhwanul Muslimin adalah berdasarkan persamaan akidah bukan teritorial wilayah negara, sehingga melampaui dimensi nation-state.37 Boleh dikatakan bentuk 35
Ikhwanul Muslimin secara etimologis berarti persaudaraan orang-orang Islam. Lembaga ini adalah akumulasi kesadaran politik Al-Banna yang bersifat kosmopolitan, anti partai politik, dan lebih mengutamakan persaudaraan sebagaimana yang selalu diungkapkan AlBanna dalam Al-Qur’an Ali Imran ayat 103: “dan berpegang teguhlah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai”. 36 Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al-Banna, h. 157 37 Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al-Banna, h.158
“nasionalisme” bukanlah nasionalisme yang dipahami oleh sebagian besar pemikir politik barat ataupun Islam, melainkan sebuah spiritisme religiusitas dalam sebuah pemahaman keagamaan yang mengidealisasikan negara yang berasaskan “Piagam Madinah” sebagai bentuk ideal konstitusi negara modern. Spiritisme religiusitas tersebut melampaui dimensi teritorial dan kesukuan (‘ashabiyah), tetapi berlandaskan kesamaan akidah. Inilah makna internasionalisme religiusitas yang dikembangkan Hasan Al-Banna (Pan-Islamisme). Pandangan Al-Banna tentang nasionalisme juga berbeda dengan para pemikir Mesir kontemporer seperti Ahmad Luthfi Sayyid (18721963) dan Thaha Husein (1889-1973).38 Keunikan konsep nasionalisme yang diimplementasikan dalam wadah gerakan Ikhwanul Muslimin dapat disebutkan dalam karakteristik sebagai berikut: 1. Rasa bangga terhadap loyalitas kebangsaan dan kesejahteraan serta sikap keteladanan generasi baru kepada generasi pendahulu. 2. prioritas antusiasme kebangsaan dan hak untuk menerima kebaikan dan kebajikan. 3. Memerangi kebanggaan terhadap ras, suku, dan tradisi jahiliah. 4. Keberpijakan kebangsaan kaum muslimin pada loyalitas mutlak kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman.39
38
Mereka berdua berpandangan bahwa nasionalisme Mesir didasarkan pada pengklaiman tiada tanah air kecuali Mesir. Asas kebangsaan Mesir didasarkan pada fakta histories dan imperialisme Inggris (lihat. John J. Donohue dan John L. Esposito dalam Islam In Transition: Muslim Perspectives (New York: Oxford University Press, 1982), h. 70-73 39 Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat, h. 161.
Dimensi politik Al-Banna mencitrakan suatu pergerakan Islam baru (The New Islamic Movement)40. Dimensi tersebut berangkat dari kepercayaan yang sepenuhnya terhadap ajaran Islam yang mampu menawarkan tatanan sosial alternatif yang dibutuhkan bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Islam. Proses pergerakan politik diawali pada tahapan reformasi individu, kemudian terintegrasi pada perbaikan pada level keluarga. Setelah kedua institusi terkecil tersebut diislamisasikan secara total, maka dapat ditempuh langkah perbaikan di tingkat masyarakat. Dampak reformasi sosial mendeterminasi kekuatan suatu bangsa untuk terbebas dari kolonialisme dan imperialisme. Bagi Al-Banna, pasca kemerdekaan maka langkah berikutnya adalah reformasi di bidang pemerintahan untuk menciptakan tata pemerintahan yang berhati Islami – bahasa politik modern disebut “clean government”. Cita-cita Al-Banna mulai mengekspansi ke dunia luar dengan sebuah tujuan mengembalikan keberadaan dunia Islam ke panggung dunia internasional41. Model Khilafah Islamiyah barangkali menjadi grand design bagi keterwujudan aspek ini. Pada akhirnya kaum muslimin menjadi pihak yang menentukan dalam percaturan dunia internasional.
40
Sebagai sebuah pergerakan Islam Baru Al-Banna menawarkan pandangan baru bagi persoalan kemasyarakatan di dunia Islam pada umumnnya dan masyarakat Mesir khususnya. Seperti yang diungkapkan oleh Abu Baker A. Bagader sebagai berikut: Al-Banna presented a new vision of the role and function of Islam in the modern-state without losing sight of the dream pan-Islamism. (lihat Abubaker A. Bagader dalam Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan (ed.) Islam, Globalization and Postmodernity. (London: Routledge, 1994), h. 117. 41 Fathi Yakan, Revolusi Hasan Al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin, h. 150-151
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMUDA ISLAM
Konsep Pemuda Islam Mustafa Al-Rafi’ie menggambarkan masa muda dengan mengatakan bahwa pemuda adalah kekuatan, sebab matahari tidak dapat bersinar di senja hari seterang ketika di waktu pagi. Pada masa muda ada saat ketika mati dianggap sebagai tidur, dan pohon pun berbuah ketika masih muda dan sesudah itu semua pohon tidak lagi menghasilkan apa pun kecuali kayu.42 Secara sosial, definisi pemuda adalah generasi antara umur 20 sampai 40 tahun. Sedang referensi lain juga ada yang menyebutkan usia 18 hingga 35 tahun. Sementara, dalam kajian ilmu sosial, puncak kematangan peran publik seorang manusia berkisar antara umur 40-60 tahun.43 Sebenarnya konsep tentang pemuda bukanlah sebuah gagasan-gagasan yang hanya dibatasi oleh persoalan umur semata. Pemuda sebagai sebuah konsep juga memiliki dimensi politis. Benedict Anderson, misalnya menggambarkan pemuda di masa revolusi dan di awal kemerdekaan Indonesia menyebut bahwa pemuda sebelum Orde Baru selalu dikaitkan dengan dimensi politis. Pemuda adalah kelompok umur tertentu yang menghabiskan sebagian besar
42 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam Rekontruksi Dunia Kontemporer. (Jakarta : Media Dakwah, 1991), h.63 43 Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. (Jakarta : PT.Wahana Semesta Intermedia, 2008), h.8
35
-atau kalau tidak malah semua- waktu longgar mereka dalam kegiatan yang sifatnya politis.44 Pemahaman tentang hakikat pemuda dapat dimaknai dalam perspektif psikologis. Artinya, seorang yang berusia 20 tahun tetapi lebih suka berpikir mapan, pro status quo, dan tidak tergerak untuk melakukan perubahan, maka status “kepemudaan”-nya patut di ragukan. Karena, posisi pemuda yang paling ideal adalah selalu menjadi garda terdepan “avan garde” dari perubahan. Berbicara masalah pemuda, tentunya kita tidak boleh melupakan dari sosok pribadi penyokong dari idealisme pola pikir pemuda itu sendiri. Selain itu, perlu pula pemahaman tentang makna realitas kehidupan bagi mereka. Pemuda merupakan istilah yang ditunjukkan bagi orang-orang yang berada pada suatu tahap kehidupan tertentu dalam rangka perjalanan kehidupan mereka mencapai kedudukan usia dewasa. Bagi komunitas pemuda, realitas kehidupan yang dihadapinya sehari-hari sering kali dipersepsikan sebagai kenyataan-kenyataan yang membatasi idealisme dan hasrat (bersifat muluk) yang mendominasi pikiran mereka. Berbeda dengan orang dewasa, dimana tipikal orang dewasa cenderung untuk melihat kenyataan itu sebagai bagian dari suatu dunia nyata yang mapan. Dari uraian diatas, tentunya pemuda dapat dipandang dalam arti sempit dimana pemuda merupakan masa seseorang mengalami perubahan dari masa remaja menuju masa dewasa perubahan ini dapat dilihat dari perubahan
44
Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia..h.8
fisik mereka. Elizabet B. Hurlock, mengistilahkan pemuda menjadi dewasa dikatakan sebagai individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. 45 Kemudian Elizabet B. Hurlock , membagi masa dewasa dengan tiga tahapan yaitu Masa dewasa dini yaitu masa dimana usia 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan refrodukif. Kemudian masa dewasa madya, masa ini dimulai pada usia 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Serta masa dewasa lanjut (usia lanjut) yaitu masa usia 60 tahun sampai kematian. Bagaimana Islam mendefinisikan pemuda. Islam merupakan suatu sistem yang menyeluruh dan sempurna. Islam bukan hanya agama. Ia juga merupakan sistem sosial, sebuah kultur dan peradaban. Karena itu ia mempunyai nilainilai, ide-ide, dan tujuan-tujuan yang dipandangnya sebagai kulminasi dari kesempurnaan manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Islam memandang masa muda sebagai masa yang menjadi dasar bagi pembentukan kepribadian dan kesuksesan seorang pemuda di masa depan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar dalam masa ini potensi-potensi fisik, intelektual dan mental pemuda ditumbuh-kembangkan dengan baik, sehingga kelak ia dapat menimba ilmu pengetahuan, memiliki moral dan keterampilan dengan sempurna. Pemuda merupakan kekuatan, kekuasaan, vitalitas dan energik. Tidak dapat disangkal, masa pemuda secara universal, baik fisik, mental, intelektual, moral, maupun potensialitasnya mencapai tingkat perkembangan dan pemanfaatan yang optimum. Ia adalah masa ketika pikiran menunjukkan kapasitas dan kapabilitas invensif dan imaginatifnya dalam bentuk yang terbaik. Al Qur’an memang tidak menyebut langsung bagaimana pemuda itu, akan tetapi Al Qur’an menggambarkan melalui kisah-kisah seorang pemuda yang 45
Elizabet B. Hurlock. Psikologi Perkembangan.terjemahan dari “Developmental Psyclology A Life-Span Approach” oleh : Dra.Istiwidayanti. ( Jakarta ; Erlangga, 1994) cet. Ke4, h. 246
dapat menjadi teladan (ibroh) bagi pemuda-pemuda Islam. Seperti yang di kisahkan dalam surat Al Anbiya ayat 60 yang mengisahkan keberanian seorang pemuda dalam menentang kezaliman raja yang kejam agar tidak sombong dan menyembah Allah SWT ini dapat kita lihat dalam kisah Nabi Ibrahim AS. Ayat terbut berbunyi :
( ٦٠ : ﻥ! ء# ) ا.َُُِا ََِْ ًَ َْآُُهُْ َُلُ َ ُ اِ َْاه Artinya : Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim” (QS. Al Anbiya :60) Kemudian kisah seorang pemuda yang lari kedalam gua kisah ini disebut dengan ashhab al kahfi kisah ini didasari dengan kekuatan iman dan demi mempertahankan keimanan mereka, mereka menyelamatkan diri dan masuk ke dalam goa dan tertidur selama ratusan tahun. Mereka itu disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Kahfi ayat 10. yang berbunyi:
ْ َِ ءَاﺕَِ ﻡ0 َِ ََُا ر2ْ3َ4ُْ اَِ ا5َ ِْ(ْاِذَ أَوَى ا : 234ًا )ا6َ7َْ أَﻡِْﻥَ ر-ِْ ََ ﻡ89ًَ وَه5َْ:َُﻥْ;َ ر6َ (١٠ Artinya : Ingatlah tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung kedalam gua lalu mereka berdo’a : “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan ini”. (QS.Al Kahfi : 10)
ٌ اَﻡَُا5َ ِْ ُْ30 اِﻥ9=َ>ِْ َُْ@َ ْ;َ ﻥَ!َ?َهA BCَُُ ﻥ-ْ>َﻥ ( ١٣ :234ًا )ا6ُِْ وَزِدْﻥَهُْ ه39 َِ Artinya : “Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemudapemuda yang beriman pada Tuhan mereka dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk” (QS. Al Kahfi:13) Dari kisah-kisah dalam Al Qur’an tersebut, Sayyid Quthb memberikan interpretasi bahwa pemuda adalah manusia yang memiliki tingkat keimanan kepada Allah yang sangat kuat, mereka juga mempunyai
bentuk fisik yang prima, dan berani mengingkari tradisi yang bertentangan dengan nilai ketauhidan. Kekuatan dan keimanan mereka senantiasa dipertahankan dengan segala resiko, sehingga mereka berani untuk meninggalkan kampung halaman, berpisah dengan keluarga, meninggalkan kenikmatan harta dan kehormatan yang selama itu mereka sandang.46 Nabi Muhammad SAW pun sangat memperhatikan masa muda seperti dalam sebuah hadits di bawah ini Rasulullah menegaskan47:
“Saya wasiatkan para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka berhati tulus. Ketika Allah mengutus diriku untuk menyampaikan agama yang bijaksana ini, maka kaum mudalah yang pertama-tama menyambut saya, sedangkan kaum tua menentangnya”. Dalam hadits lain juga beliau bersabda : “Raihlah lima perkara sebelum datangnya lima : masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum datang sakitmu, kayamu sebelum datang miskinmu, kesempatanmu sebelum datangnya kesempitanmu dan hidupmu sebelum engkau mati” Dari hadits diatas dapatlah kita ambil kesimpulan bagaimana Rosulullah menegaskan masa pemuda adalah masa yang harus di jaga dan di manfaatkan sebaik-baiknya. Sebab masa muda merupakan gambaran masa depan. Sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW. Adalah pemuda yang memainkan peran utama serta penentu dalam memperjuangkan wahyu dan Syari’ah Allah. Abdullah Abbas Ra, berkata : Allah tidak menunjuk Nabi kecuali ia seorang pemuda, dan tidak ada sarjana atau ulama memperoleh ilmu pengetahuannya kecuali dalam masa pemudanya.48 Periode atau masa kemampuan optimum dalam kehidupan manusia ini disebut dalam Al Qur’an dengan sebutan “bulugh al ashudd” mencapai usia matang dan ia berada antara usia tujuh belas hingga empat puluh tahun. Kemudian di sebutkan juga dalam surat Yusuf ayat 22, yang artinya: “Setelah Yusuf mencapai kedewasaanya, maka Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Dan demikianlah Allah memberi pahala terhadap orang-orang yang berbuat baik” 46
Al Eurqon Hasan. “Pemuda Dalam Al Qur’an (Studi Atas Penafsiran Sayyid Quthb)” (Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003), h. 29-31 47 Hasan Al Banna, et.all., Pemuda Militan.Terjemahan: Abu Ahmad Al Wakidy dan SA Zemool.. (Solo : Pustaka Mantiq, 1992), h.61 48 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.66
Sangat jelaslah Al Qur;an menggambarkan masa usia pemuda yang di gambarkan dengan kedewasaannya untuk dapat menerima keilmuan dan amanat yang sangat besar serta ia juga dianggap sebagai usia ketika seseorang mencapai kematangan secara penuh dan menjadi qualified untuk memikul dan menerima tugas-tugas dan tanggung jawab yang tertinggi dan paling diperlukan. Sejumlah Nabi diangkat ke dalam kenabian ketika mereka mencapai usia ashud termasuk Nabi Muhammad SAW yang mencapai kenabiannya pada usia empat puluh tahun. Dikarenakan pentingnya masa muda untuk kebangkitan dan masa depan agama Islam oleh karena itu para ulama pun tidak lupa selalu menyerukan kepada pemuda untuk tidak terlena dengan kemewahan hidup dan tantangan lainnya. Seperti sahabat Umar bin Khattab, pernah berkata kepada para pemuda : “Wahai kaum muda, hindarkanlah dirimu dari kemewahan hidup. Janganlah bertindak seperti bangsa Ajam (bangsa asing selain Arab). Usahakanlah berjemur di bawah sinar matahari, karena cara seperti itu adalah kebiasaan bangsa kita. Bertindaklah dengan tegas, kendarailah kuda dan lemparkanlah panah” Kemudian Ibnu Syihab Az-Zuhry memberikan nasihat kepada kaum muda : “Jangalah kamu merasa rendah diri karena usia mudamu. Sahabat Umar bin Khattab selalu memberi peranan para pemuda jika menghadapi peristiwa penting. Kemudian beliau bermusyawarah dengan mereka untuk memperoleh masukan dan pendapat pikiran mereka. Dari uraian di atas, sangat jelaslah bagaimana perhatian Al Qur’an terhadap pemuda yang dikisahkan dengan keberanian dalam menegakkan agama Allah. Kemudian Rasulullah juga menegaskan bahwa memanfaatkan masa muda merupakan perintah Rasulullah SAW. Tidak hanya Allah dan Rasulullah memberikan perhatian penuh kepada pemuda, para sahabat Rasulullah pun memberikan perhatian khusus kepada pemuda untuk tampil membela agama Allah. Tidak mengherankan jika di abad 20 seorang Mujahid seperti Hasan Al Banna menginginkan pemuda seperti yang dikisahkan dan diperintahkan Rasulullah untuk tampil membela dan membangkitkan umat Islam demi kebangkitan Agama Allah SWT, sebab di tangan pemudalah masa depan agama Islam dapat ditegakkan.
Sejarah Perkembangan Pemuda Islam di Dunia Pemuda Islam Pada Era Permulaan Islam Pada awal uraian diatas telah dikemukakan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bahwa pertama-tama penyambut kedatangan agama yang dibawa beliau adalah para pemuda, sedang kaum tua menentangnya. Timbul pertanyaan mengapa kaum tua menantang dakwah Islamiyah ? seorang Fisioterapi bangsa Perancis mencoba mengungkapkan tabir pertanyaan ini. katanya : “Perbedaan mendasar antara kaum muda dengan kaum tua adalah terletak pada daya pikirnya. Orang yang sudah tua telah mengalami kelemahan otak sehingga menjadi lemah dan tidak dapat mengikuti perkembangan zaman yang sudah maju”.49 Dalam menanggapi hadits Nabi Muhammad yang menyatakan : “Perkembangan Islam semula disambut oleh kaum muda,” Montgomeri Watt dalam bukunya “ Muhammad di Makkah” memberikan pendapatnya. Menurut dia, ketika Nabi Muhammad membawa risalah suci di kalangan bangsa Arab, maka pertama-tama beliau disambut oleh para pemuda dari kalangan keluarga terhormat. Kemudian diikuti pula oleh para pemuda lainnya yang berasal dari kabilah suku-suku terkenal. Dari kenyataan ini dia menyimpulkan bahwa pada asasnya Islam adalah gerakan kaum muda.50 Untuk mendukung kebenaran pendapatnya, Montgomeri Watt mencatat beberapa nama pemuda 49 50
Hasan Al Banna, et.all., Pemuda Militan, .h.67 Hasan Al Banna, et.all., Pemuda Militan, h.68
yang mendukung
perjuangan
Rasulullah SAW. Mereka antara lain : Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam (masing-masing 8 tahun), Thalhah bin Ubaidillah ( 11 tahun), AlArqam bin Abi Al-Arqom (12 tahun), seorang ahli tafsir terkemuka, Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), Saad bin Abi Waqqash (17 tahun), Ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), Zaid bin Haristah (20 tahun ), Mush’ab bin Umair (24 Tahun), Umar bin Khattab (26 tahun), Abu bakar Ash-Siddiq (37 tahun). Peranan pemuda dalam sejarah awal perkembangan Islam dicatat dengan tinta emas ketika Rasulullah menunjuk Usamah bin Zaid bin Haritsah untuk memimpin pasukan ke wilayah Syam. Padahal usia Usamah pada saat itu belum mencapai 20 tahun.51 Tentu saja keputusan Nabi ini mendapat banyak protes oleh sebagian besar sahabat yang sudah terlebih dahulu masuk Islam. Alasan penunjukkan Usamah oleh Nabi dimaksudkan untuk menempati tempat ayahnya yang sudah gugur dalam pertempuran di Mu’tah dulu. Ini akan membawa kemenangan yang akan dapat dibanggakan sebagai alasan atas gugurnya ayahnya, di samping sebagai semangat yang akan timbul dalam hati pemuda-pemuda, juga untuk mendidik mereka membiasakan diri memikul beban tanggung jawab yang besar dan berat. Gagasan perubahan yang diusung Nabi dari zaman jahiliyah ke zaman peradaban Islam sangat membutuhkan instrumen kekuatan pemuda. Selain Usamah, barangkali yang paling menonjol peran kepemudaan pada 51
Kisah kepahlawanan Usamah sebagian besar dicatat dalam sejarah hidup Muhammad SAW. Lihat Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terjemahan oleh Ali Audah. Jakarta: Lentera Hati, 2008, h. 570-571.
masa awal Islam adalah Ali bin Abi Thalib, keponakan sekaligus menantu kesayangan Rasulullah. Salah satu peran yang dicatat dalam sejarah adalah keberaniannya menggantikan posisi Rasulullah di waktu malam sebelum hijrah ke Madinah. Sederet peran tidak cukup dimuat dalam skripsi ini, namun tak ayal lagi peran pemuda pada masa awal Islam memegang peranan yang signifikan.
Pemuda Islam Pada Era Modern Konsep pemuda Islam pada era moderen memiliki kompleksitas teoretik, terutama ketika bersinggungan dengan pemikiran barat. Konteks modernitas dalam perspektif barat dimulai sejak akhir abad ke-17 sampai pada masa sekarang ini. Tema yang menjadi narasi besar modernitas barat adalah rasionalitas. Semua unsur kehidupan harus bersentuhan dengan paham rasionalisme, dan proses pembaharuan harus pula berasaskan rasionalitas.52 Konstruksi ideologis pemuda Islam pada masa Moderen dimulai ketika Al-Afghani dan muridnya Muhammad Abduh menggunakan kaca mata rasionalitas dalam mendeteksi penyakit umat. Dengan mengusung reformasi teologis dan jurisprudensi Islam, kedua tokoh ini mendapat sambutan luar biasa dari para pemuda Mesir, India, Afghanistan, Turki, 52
Paham rasionalitas berdasarkan pada pemikiran filsuf Perancis, Rene Descartes yang dinggap sebagai Bapak Filsafat Modern, dengan ungkapan yang terkenal: Cogito Ergo Sum (aku berpikir maka aku ada)
Pakistan, dan terus menjalar ke wilayah Asia Tenggara. Sebut saja tokohnya antara lain: Sayyid Qutub, Musthofa Kamal Attaturk, Hasan AlBanna, Muhammad Iqbal, Ali Abdul Razik, Abul A’la Al-Maududi, Rasyid Ridha, Fazlur Rahman, dan sederet pembaharu lainnya. Ada sisi kesamaan di antara tokoh pembaharuan ini yaitu pada masa muda sebagian besar dari mereka berbasis pada pendidikan formal yang meniru gaya barat. Mereka juga menggeluti dunia jurnalistik yang menjadi corong penyebaran gagasan pembaharuan Islam ke seluruh pelosok dunia.53 Meskipun berbasis pendidikan sekuler generasi muda Islam masa moderen tetap menggunakan landasan historis dan ajaran klasik sebagai menu awal untuk melakukan otokritik. Konvergensi antara landasan normativitas-klasik dengan kreativitas-rasionalitas menghasilkan pemuda Islam yang ideal guna menghadapi hegemoni barat. Gerakan pemuda Islam pada zaman modern sesungguhnnya ingin melenyapkan imperialisme dan kolonialisme Barat. Mereka tak hanya merevitalisasi ajaran Islam dalam
konteks perpolitikan nasional,
melainkan juga berupaya menjadikan ajaran tersebut sebagai ideologi perjuangan guna membela kebenaran yang substansial. Gerakan ini cenderung bersifat radikal-revolusioner. Ada sebuah elan vital yang menjadikannya demikian, yakni gerakan berbasis syariat Islam, atau mensekulerisasikan ajaran Islam ketika bersentuhan dengan negarabangsa.
53
Akbar S. Ahmed dan Ziauddin Sardar. Islam, Globalization, and Postmodernity,.h. 190
Pemuda Islam di Indonesia Dalam sebuah bangsa, kaum muda adalah aset yang tak ternilai harganya. Bahkan, kemajuan sebuah bangsa sangat tergantung kepada kemampuan kaum mudanya untuk membuat perubahan-perubahan yang signifikan. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ortega G. Yasset, pemuda adalah the agent of change, agen perubahan yang pada pundaknya dibebani harapan-harapan sebuah bangsa. Bila kaum muda memiliki kababilitas, visi, dan kinerja yang memuaskan, maka sebuah bangsa akan menuai keberhasilannya. Dalam konteks sejarah Indonesia, peran pemuda dapat di bagi ke dalam beberapa periode, yaitu periode Kebangkitan Nasional, periode Sumpah Pemuda, periode, Proklamasi 1945, periode Revolusi, dan periode Pembangunan. Setiap periode itu menggambarkan bahwa pemuda secara ideologis merupakan kelompok yang optimis, kritis, adaptif, dan mampu melahirkan gagasan baru yang diinginkan masyarakat. Selain itu, secara kultural mereka adalah produk dari sebuah sistem nilai sosial kultural yang telah mengalami proses aktualisasi kesadaran dan kematangan identitas sebagai agent of change. Periode awal atau dapat di sebut juga era Kebangkitan Nasional ini di mulai sejak awal abad 20. Eskalasi terus meningkat hingga ke tahuntahun berikutnya seiring dengan tekanan imperialisme yang begitu kuat terhadap warga pribumi. Era kebangkitan nasional merupakan titik tolak
dimulainya sejarah baru dalam perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Rakyat pribumi yang pada masa-masa sebelumnya tidak pernah menyadari dan mengenali terhadap situasi sebenarnya yang dihadapi, melalui gerakan itu semangat dan kesadaran itu berhasil ditularkan kepada hampir seluruh masyarakat Indonesia. Hal yang menarik dari peristiwa kebangkitan nasional itu adalah para pelaku yang berada di baliknya adalah kelompok muda atau pemuda. Untuk lebih fokus dalam penulisan skripsi ini, kami lebih menekankan bagaimana kiprah pemuda Islam dalam proses kebangkitan nasional. Walaupun memang tidak dapat di pungkiri hampir seluruh elemen masyarakat berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia. Bung Karno salah seorang tokoh pergerakan yang pernah melontarkan gagasan agar perlawanan perlu ditingkatkan dan diefektifkan. Perlawanan tersebut perlu disusun secara rapih dalam bentuk organisasi (partai). Organisasi inilah yang menurutnya dapat mendidik rakyat jelata ke dalam ke-bewust-an54 dan keadilan. organisasi dapat menuntun rakyat jelata ke dalam perjalanannya ke arah kemenangan. organisasi menjadi pelopor rakyat jelata menuju kepada maksud dan cita-cita. organisasilah yang memegang obor, organisasilah yang berjalan di muka. organisasilah yang memimpin massa di dalam perjuangannya organisasilah
54
yang
bewust berarti kesadaran
memegang
kendali
merobohkan musuh,
komando
barisan
massa.
organisasilah yang harus memberikan ke-bewust-an pada pergerakan massa, memberi kesadaran dan memberikan keradikalan.55 Bila kita lebih jauh memperhatikan pendapat Sukarno maka gagasan ini dapat kita artikan bahwa Sukarno melihat kegagalan perjuangan perlawanan dengan cara sporadis sering kali mengalami kegagalan secara fisik pada masa sebelumnya. Untuk itu terlihat Sukarno menginginkan agar perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara terorganisir. Politik etis56 yang
diterapkan oleh Pemerintah Belanda secara
tidak langsung berimplikasi timbulnya para pelajar dari golongan bawah. Mereka di didik secara barat akan tetapi mereka tetap masih memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Sementara terjadi kulturisasi Barat dalam bidang pendidikan dengan adanya pengiriman pelajar-pelajar ke Eropa atau memasukan orang-orang pribumi ke dalam sekolah-sekolah dengan sistem pendidikan Barat di Indonesia, pendidikan Islam yang berbasis madrasah/surau masih berkembang. Banyak pelajar-pelajar dan guru-guru agama misalnya di Minangkabau pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah, serta bermukim di sana untuk menuntut ilmu agama bertahun-tahun lamanya. Hal ini terjadi semenjak abad ke 19.
55
Dwi Purwoko, Pemuda Islam di Pentas Nasional (Jakarta : Bonaciptama, 1993) cet.1.
h.48 56
Politik etis dapat di sebut juga politik balas jasa yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda terhadap negara jajahannya.
Sepulangnya mereka ke Indonesia, mereka menyebarkan ilmu agama dan bahasa Arab yang diperolehnya di Mekkah kepada anak didiknya di surau-surau57 di tanah air. Di surau inilah para santri muda yang umumnya adalah orang kampung dan desa memecahkan masalah sosial budaya termasuk membahas perkembangan politik yang melanda tanah airnya. Yudi Latif menyatakan Kaoem Moeda Islam memainkan peran penting dalam memperluas ruang publik modern melampaui milieu priayi. Para intelektual organik dari komunitas ini merupakan kombinasi antara ulama-intelek reformis (clerical-intelligentsia) dan intelek-ulama modernis (intelligentsia), yang keduanya merupakan produk sampingan dari politik “asosiasi” yang diterapkan pihak kolonial. Terekspos secara luas terhadap wacana
mengenai
memprioritaskan
isu-isu
agenda
keagamaan,
“reformasi
ulama-intelek
Islam”
untuk
cenderung mereformasi
masyarakat Hindia melalui jalan kembali ke ajaran Islam murni. Sementara itu, karena terekspos secara luas terhadap wacana mengenai isu-isu sekuler, intelek-ulama dari generasi pertama ini cenderung lebih mengutamakan “modernisme Islam” dengan memprioritaskan agenda memodernisasi masyarakat Islam.58
57
Istilah surau itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Melayu. Secara harfiah kata surau dalam bahasa Melayu berarti bangunan kecil untuk tempat sembahyang bagi pemeluk agama Islam. Di samping itu surau juga dapat digunakan sebagai tempat belajar (mengaji) Al Qur’an bagi anak-anak Islam serta tempat pengajian untuk orang-orang dewasa.Namun perkembangan selanjutnya surau di gunakan sebagai lembaga-lembaga pendidikan atau disebut juga dengan Pesantren (Dwi Purwoko, Pemuda Islam di Pentas Nasional (Jakarta : Bonaciptama, 1993) cet.1. h.53) 58 Yudi Latif, Intelegensia Muslim dan Kuasa, .h.174
Dalam perkembangan selanjutnya, terkadang antara tokoh-tokoh pergerakan yang mempunyai latar belakang pendidikan Barat dan pesantren menimbulkan konflik di antara mereka. Konflik itu muncul karena adanya perbedaan persepsi sebagai produk dari latar belakang pendidikan yang berbeda. Namun mereka sama-sama menentang penjajahan Belanda. Situasi hingar bingar munculnya organisasi-organisai perlawanan secara terorganisir seperti Sarekat Islam (SI). Budi Utomo (BU) Persatuan Muslimin Indonesia (Permi), Partai Islam Indonesia (PII) Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyah, serta Persatuan Islam (Persis) menimbulkan semangat pemuda Islam turut mendirikan organisasi kepemudaan. Salah satu organisasi pemuda Islam yang sangat menonjol pada masa pergerakan nasional adalah Jong Islamieten Bond (JIB) pada akhir tahun 1925.59 Kelahiran JIB tidak terlepas dari keprihatinan dan kritik H.Agus Salim (tokoh pergerakan nasional dari kalangan Islam) terhadap pemudapemuda Indonesia yang terdidik secara Barat. Selain itu kaum reformis maupun koservatif untuk beberapa lamanya sama-sama merasa gelisah terhadap meluasnya westernisasi terutama dalam dunia pendidikan. Ketua JIB adalah R.Syamsurijal dan H.Agus Salim diangkat sebagai penasehat.Adapun tujuan dirikannya JIB adalah untuk memajukan pengetahuan tentang Islam, hidup secara Islam dan persaudaraan dalam Islam terutama ditujukan untuk pemudanya. Maksimal umur untuk
59
Dwi Purwoko, Pemuda Islam di Pentas Nasiona, h.57
menjadi anggota JIB adalah 30 tahun dan bersifat terbuka. Diharapkan terbentuknya JIB dapat memperkuat ke-Islam-an antar kaum terpelajar Islam Indonesia. Sedangkan cita-cita JIB adalah ingin mempersatukan organisasi-organisasi pemuda Islam. JIB bukanlah organisasi yang bersifat politik karena tidak mencampuri urusan politik praktis. Akan tetapi mereka di bebaskan untuk masuk ke organisasi-organisasi politik di luar JIB atau ikut terlibat dalam salah satu partai politik pada masa pergerakan nasional. Untuk menggalang persatuan di antara organisasi pemuda Islam yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, maka mereka sepakat untuk membentuk federasi yakni Pemuda Muslimin Indonesia. Federasi ini salah satunya bertujuan
untuk membentuk langkah yang satu dalam
menghadapi penjajah Belanda. Sementara itu organisasi-organisasi pemuda yang cenderung berdasarkan diri pada nasionalisme dan yang bersifat kedaerahan membentuk federasi yang diberinama Indonesia Muda (IM). Organisasi ini dibentuk pada tanggal 31 Desember 1930 di Solo.60 Gerakan yang banyak diluncurkan oleh organisasi-organisasi kepemudaan pada masa itu membuat gerah pemerintahan Hindia-Belanda. Untuk
memendam gerakannya semakin meluas, pemerintah kolonial
mengeluarkan regulasi yang kemudian dikenal sebagai pasal-pasal karet
60
Dwi Purwoko, Pemuda Islam di Pentas Nasiona, .63
dan Exorbitance Rechten Gubernur Jenderal.61
Regulasi ini mengatur
larangan penyebaran informasi berbentuk tulisan atau gambar yang memungkinkan mengganggu keamanan. Pada saat yang sama, politik Devide Et Impera yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda yang bermaksud untuk memecah belah kekuatan politik pribumi tidak kalah menjadi tantangan sangat serius bagi gerakan pemuda pada masa itu. Pemerintah kolonial melakukan adu domba atas pemimpin-pemimpin politik tanah air. Kebijakan politik ini dibuat agar pemerintah Hindia Belanda dapat melemahkan gerakan separatis yang dilakukan oleh pemuda di tanah air. Kebijakan politik yang dilakukan Hindia Belanda terasa tidak laku diakibatkan timbulnya kesadaran dari para pemimpin politik tanah air. Hingga akhirnya pemuda-pemuda Indonesia yang tadinya terpecah belah belah sepakat untuk menggalang persatuan guna mencapai cita-citanya. Sumpah pemuda adalah jawaban tegas terhadap politik Devide Et Impera pemerintah kolonial Belanda. Dan yang perlu di catat bahwa pemuda Islam dan organisasi pemuda lainnya mendukung Ikrar Sumpah Pemuda. Organisasi
pemuda
Islam
yang
mendukung
sepenuhnya
dalam
pendeklarasian Sumpah Pemuda adalah Jong Islamieten Bond (JIB) dan federasi organisasi Islam dalam wadah Pemuda Muslimin Indonesia. Deklarasi Sumpah Pemuda memiliki arti yang sangat mendalam bagi cikal bakal ide terwujudnya negara kesatuan dan persatuan Indonesia.
61
Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia..h.34
Sumpah Pemuda merupakan momentum yang berhasil menyatukan pemuda se Indonesia dalam satu ikatan kebangsaan. Dapat disebut deklarasi Sumpah Pemuda sebagai wujud dari gelombang nasionalisme tahap kedua. Perbedaannya, bila pemuda pada 20 tahun sebelumnya (1908) disebut sebagai tahap angkatan perintis, pada tahun 1928 gerakan kelompok pemuda lebih disebut sebagai tahap angkatan penegas. Yaitu antara tahun 1927-1934.62
Disebut penegas
karena manifestasi nasionalismenya semakin terwujud nyata melalui kesepakatan di antara pemuda dalam deklarasi Sumpah Pemuda, di samping sifat politiknya yang digulirkan secara terbuka dan terangterangan terhadap Belanda. Periode selanjutnya adalah periode masa revolusi, di mana pemuda mempunyai peran sangat besar dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia. Dengan desakan kaum mudalah akhirnya Soekarno-Hatta berani membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Onghokham mengkategori golongan pemuda pada tahun 1945 sebagai pejuang. Mereka (pemuda) secara terang-terangan menyatakan berperang angkat senjata terhadap pendudukan penjajah kolonial Belanda. Perjuangan yang diperlihatkan dengan sangat gagah berani oleh para pemuda melawan penindasan Belanda.63
62 63
Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia, h.41-42 Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia,h.43
Aksi-aksi penyerangan terhadap Belanda tidak henti dilakukan, bahkan terus meningkat. Bersamaan dengan itu, menyusul keluarnya informasi kekalahan Belanda atas Jepang dalam peperangan yang terjadi hingga beberapa bulan. Sejarawan Benedict Anderson menyebut apa yang terjadi ketika memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945 sebagai gejala PemudaRevolution.64 Kesadaran pemuda yang sudah ada secara tradisionil di pesantren-pesantren dan murid-murid di sekitar guru yang juga memainkan peranan pada pemberontakan abad-abad yang lalu. Perpindahan pemerintahan Belanda ke Jepang menandai babak baru perjuangan pemuda Islam. Jepang melihat bahwa para pemuda, khususnya pemuda Islam merupakan kelompok yang perlu diwaspadai, oleh
karenanya
Jepang
dalam
upayanya
membangun
dan
mempertahankan kekuasaan serta keberadaannya di dunia Internasional, Jepang mengalihkan perhatiannya pada kalangan Islam.65 Di zaman Jepang ini pula diaktifkan kembali organisasi pesantren Islam yang sejak zaman Belanda sudah ada yakni Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI). Dalam perkembangan selanjutnya yakni tanggal 22 Nopember 1943 MIAI diubah menjadi Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia). 66 Sementara itu Jepang juga mendorong dibentuknya organisasi lain. Di kalangan Islam dibentuk barisan pemuda yang dinamakan Hizbullah. 64
Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia, h.45 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.70 66 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.71 65
Hizbullah dibentuk pada bulan Desember 1944. Menurut terminologi bahasa, Hizbullah artinya Tentara Allah. Organisasi ini bersifat semi militer. Hizbullah dibentuk Jepang atas permintaan dari pihak Indonesia. Di bentuknya Hizbullah awalnya diharapkan dapat membantu tentara Jepang dalam melawan sekutu. Dan Hizbullah mempunyai peranan penting setelah Jepang kalah dalam perang tanda syarat terhadap sekutu. Pasukan Hizbullah yang berpusat di Cibarusa (Jawa Barat) merupakan kekuatan hasil sikap dan siasat dari pemuda Islam untuk mendapatkan latihan militer dari Jepang. Pada akhir masa pendudukan Jepang, muncul kembali organisasiorganisasi pemuda. Para pemuda yang telah mengetahui kekalahan Jepang berdasarkan informasi yang diberikan pemuda bawah tanah, menjadikan mereka mempunyai kepercayaan pada diri sendiri akan upayanya mencapai kemerdekaan. Pada bulan Mei 1945 sejumlah pemuda mengadakan pertemuan yanag di pimpin BM. Diah dengan mengambil tempat di Gedung Asia Raya (sekarang jalan Hayam Wuruk, Jakarta) . BM. Diah menganjurkan agar para pemuda Indonesia lebih berani lagi terhadap Jepang. 67 Pertemuan para pemuda diadakan kembali pada tanggal 6 Juni 1945 bertempat di Gedung Djawa Hokokai (Gambir Selatan No.6, Jakarta). Pertemuan ini menghasilkan kebulatan tekad untuk meraih kemerdekaan sekarang juga dengan kekuatan sendiri.
67
Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.81
Selain itu akan dibentuk organisasi Gerakan Angkatan Baru Indonesia. Dalam rencana pembentukan organisasi ini pemuda Islam turut pula memberi dukungannya. Hal ini terlihat dari keikutsertaan yang aktif dari Harsono Tjoktoaminoto (pemuda Islam) dalam keanggotaana Gerakan Angkatan Baru Indonesia. Gerakan Angkatan Baru Indonesia ini mempunyai prinsip yang tegas. Ketua gerakan ini dengan tegas menyatakan : “Kami menghendaki agar kemerdekaan segera dapat di capai menjadi kenyataan. Kekalahan Jepang sudah jelas..”68 Ternyata apa yang dilakukan pemuda Islam dan kekuatan-kekuatan rakyat lainnya telah menghantarkan raakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan yang diiringi dengan ridho dari Allah SWT. Proklamasi pun berhasil dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masa revolusi penuh dengan gejolak. Adalah Bung Karno yang berpendapat
bahwa
revolusi
belum
selesai.
Kalaulah
demikian
pendapatnya, negara akan selalu digoncang oleh kekuatan-kekuatan ideologi yang ada. Pada masa revolusi terbentuk beberapa organisasi pemuda Islam yang baru diantaranya HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia), sebuah organisasi mahasiswa muslim yang dibentuk pada tanggal 5 Februari 1947 di Yogyakarta, Jawa Tengah oleh Lafran Pane.69 Dalam perkembangan selanjutnya HMI menjadi salah satu organisasi pemuda Islam yang 68 69
Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.82 Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam, h.111
mengimbangi dominasi kekuatan organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1948, HMI berhasil mendirikan Yayasan Pendidikan Mahasiswa Islam, sebuah lembaga yang bertugas menyediakan bantuan baik keuangan maupun barang bagi anggotanya yang berniat menjadi mahasiswa sepenuhnya. Dalam bidang kegiatan politik praktis HMI terlihat tidak terlalu bergairah, ini terlihat dari tidak mendukung partai Islam tertentu termasuk Masyumi pada pemilu 1955. Selain HMI, berdiri pula Perhimpunan Mahasiswa Muslim Indonesia (PMII) yang menjadi underbow NU. Ada pula Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang berafiliasi ke Muhammadiyah. Secara umum, gerakan mahasiswa pada era Orde Baru bertujuan mempertegas citra ke-Islam-an kaum muda meskipun berwawasan modern. Menjelang kejatuhan rezim Orde Baru, gairah keberagamaan mahasiswa Muslim bertambah semarak, yang menurut Yudhi Latief berkat gelombang Islamisme revolusi Iran.70 Di sebagian kampus-kampus sekuler seperti UI, UGM, ITB, dan lain sebagainya banyak dijumpai pengajian, halaqah, yang mengkerucut pada Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang berbasis masjid kampus. Generasi muda inilah yang mempengaruhi perkembangan sejarah kebangsaan Indonesia, terutama peran Kesatuan
70
Yudi Latief, Intelegensia Muslim dan Kuasa, h. 550.
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dalam menjatuhkan Soeharto dari tampuk kekuasaanya.
BAB IV PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA
Karakteristik Pemuda Islam Ideal Pemuda dengan tenaga yang masih segar ditambah semangat yang menyala adalah beruntung jika potensinya itu digunakan untuk mengabdi kapada Allah SWT : Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad : 7) Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari yang tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya (satu di antaranya ialah) pemuda yang sejak kecil selalu beribadah kepada Allah. (HR. Syaikhani). Sabda Rasulullah : “Perjuangan Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu berilah wasiat yang baik untuk mereka”. Menurut Hasan Al-Banna, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan individu, yang dalam hal ini adalah pemuda. Perbaikan individu (pemuda) tidak akan sukses kecuali dengan perbaikan jiwa. Perbaikan jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Yang dimaksud dengan pembinaan adalah membangun dan mengisi akal dengan ilmu yang berguna, mengarahkan hati lewat do’a, serta memompa dan menggiatkan jiwa lewat instropeksi diri. Dr. Syakir Ali Salim AD berpendapat, Pemuda Islam merupakan tumpuan umat, penerus dan penyempurna misi risalah Ilahiah. Perbaikan pemuda berarti adalah perbaikan umat. Oleh karena itu, eksistensinya sangat menentukan di dalam masyarakat. Beberapa ulama menggolongkan peranan pemuda Islam seperti di bawah ini : 1. Pemuda sebagai Generasi Penerus 59 Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka. (QS. Ath-Thur : 21) 2. Pemuda sebagai Generasi Pengganti Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya.(QS. AlMaidah:54
3. Pemuda Sebagai Generasi Pembaharu (Reformer) Ingatlah ketika ia (Ibrahim-pen) berkata kepada bapaknya : wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikitpun. (QS. Maryam : 42)..71 Tidak berlebihan jika kita mengatakan : “Sesungguhnya Allah SWT telah memilih di penghujung abad 20 seorang laki-laki yang cerdas, seorang da’i yang shalih; Imam Hasan Al-Banna yang telah berhasil melakukan pembaharuan Islam, dan membawa panji-panji Islam sebelum ruuntuh di tangan musuh, beliau pun membekali diri pada iman dan mentarbiyah orang-orang yang berada dalam naungannya, menyebarkan risalah pada sekalian alam, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi saw: “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini disetiap penghujung 100 tahun orang yang memperbaharui agamanya”. (HR. Abu Daud). Imam
Syahid
Al-Banna
mampu
membentuk dirinya
dan
ikhwannya melalui halaqoh bagi warga Mesir, Arab dan Islam kontemporer, seakan seperti ruh baru yang berjalan di dalam tubuh umat, hidup dengan Al-Quran secara segar, sekalipun para musuh berkumpul dan berusaha melemahkan perannya melalui penjajahan. Dan dengan cahaya iman ini eksistensi umat kembali menjadi baru, berjuang dengan gigih di jalan Allah untuk mengembalikan kebebasan dan kehormatannya, membawa panji tauhid, dalam lingkup konsep syar’iyyah Islamiyah yang elastis, konstruktif, mendalam, kokoh dan visioner. Dalam buku
kumpulan dakwah Hasan Al Banna, beliau
mengatakan bahwa “Sesungguhnya, sebuah pemikiran akan meraih sukses manakala keimanan kepadanya kuat, tersedia keikhlasan di jalannya, semangat untuk
memperjuangkannya semakin bertambah, dan ada
kesiapan untuk berkorban serta beramal dalam mewujudkannya.
71
Data diambl dari internet Yahoo.co.id. ”Pemuda Islam” pukul 10.00 WIB tanggal 15 Oktober 2008.
Sepertinya keempat instrumen kepribadian yakni iman, ikhlas, semangat, dan amal merupakan karakter pemuda. Sebab sesungguhnya dasar keimanan adalah hati yang cerdas, dasar keikhlasan adalah nurani yang jernih, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Dan, itu semua tidak terdapat kecuali pada diri pemuda”.72 Dari kutipan di atas sangat jelas bagaimana Imam Hasan Al Banna memandang bahwa pemuda merupakan sosok yang dapat melaksanakan semua itu. Oleh karena itu Imam Hasan Al Banna menyatakan bahwa “sejak dulu dan sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan setiap umat, rahasia kekuatan dalam setiap kebangkitan, dan pengibar panji setiap fikrah”.73 Oleh karena itu, di tangan pemudalah terdapat tanggung jawab yang besar. Masa depan bangsa dan umat tergantung dari semangat mereka. Di pundak merekalah kebangkitan Islam akan tercapai. Perbedaan yang paling substansial antara Hasan Al-Banna dengan para pemikir Islam lainnya yang berkenaan dengan konsep pemuda Islam adalah pemberian atribusi terhadap sosok pemuda yang menjadi harapan masyarakat banyak. Bagi Al-Banna, pemuda harus memiliki kekuatan iman yang berdasarkan pada sumber otentik (Al-Qur’an dan Sunah Rasul), disertai ketulusan dalam mengimplementasikan ruh keberagamaan (Keikhlasan), dengan semangat revolusioner (jihad) dalam proses
72 Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna (Jakarta : Al-I’Tishom Cahaya Umat, 2005), h.70. terjemahan dari Majmu’atu Rasail karangan Hasan Al-Banna terbitan Darud Dakwah, Iskandariyah, Mesir. 73 Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna, h.71
pengamalan, dan yang paling hakiki adalah pengamalan dari kesadaran spiritual yang didapat dalam Al-Qur’an dan Sunah Nabi. Proses tersebut harus
melalui
pendidikan
tarbawi
yang
dijalankan
secara
berkesinambungan (continous process). Dari karakter-karakter yang disebutkan di atas, Hasan Al Banna menitipkan kepada para pemuda. Dan untuk itu akan dijelaskan karakter pemuda Islam, menurut Hasan Al Banna. 1. Iman Keimanan merupakan aspek terpenting dalam pendidikan Ikhwanul Muslimin yaitu organisasi yang di pimpinnya. Aspek keimanan ini sangat besar artinya dan sangat dalam pengaruhnya, apalagi mengingat tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk manusia mukmin. Menurut ajaran Islam, iman itu bukan sekedar omongan dan pengakuan belaka. Tetapi iman merupakan hakekat yang apabila cahayanya menembus ke dalam akal pikiran, ia akan menyadarkan, apabila menembus perasaan akan mengokohkannya dan apabila menembus ke dalam kemauan akan menjadi dinamis dan akan mampu bergerak. 74 Iman merupakan landasan spiritual dalam berperilaku, baik dalam konteks keluarga, bermasyarakat maupun dalam bernegara. Betapa pentingnya iman, menurut Al-Banna harus ditanamkan sedini mungkin melalui tarbiyah –pendidikan keagamaan. Tujuannya tak lain adalah menghindari generasi muda Islam dari pengaruh westernisasi yang 74
Yusuf Qardhawi, Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin terjemahan dari At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Madrasah Hasan Al-Banna ( Solo : CV.Pustaka Mantiq, 1993), h.21.
memiliki ideologi yang berbeda dari Islam. Jalan keimanan menurut perspektif Hasan Al-Banna adalah jalan yang telah dirintis dan ditempuh oleh Nabi saw, sahabat-sahabat dan pelanjut perjuangan beliau.75 Mereka itulah yang patut diteladani karena telah memberikan arah yang terang , lurus dan benar. Mereka membangun peradaban manusia atas dasar nilainilai ilahiah dengan tatanan masyarakat yang kuat. Allah SWT berfirman: !"#
/0⌧2 )*+,-. $%&'( 5☺( 34+& :;<=
7"+8# 9 D @AB&'&C 7"+? 9 /G? )AE# & Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburukburuk tempat kembali. (QS. An-Nisaa’ : 115) Bagi kaum muslimin yang telah beriman kepada Allah, hendaknya menyerahkan seluruh keadaan pribadi seseorang tanpa terkecuali. Sebagai konsekuensi logis dari nilai keimanan, maka wajib hukumnya bagi Muslim masuk Islam secara komprehensif. Sehingga seluruh bagian anatomi tubuh baik hati, akal, telinga, tangan, dan sebagainya terlibat dalam aktivitas keimanan kepada sang kholik. Bahkan seluruh aktivitas dalam konteks keluarga,
lingkungan
kerja,
bermasyarakat,
urusan-urusan
politik
pemerintahan harus senantiasa dilandasi oleh keyakinan agama Islam.
75
Hasan Al-Banna, Abdullah Nashih Ulwan dan Ahmad Muhammad Jamal, Pemuda Militan, terj: Abu Ahmad AlWakaidy dan SA.Zemool. Solo; Pustaka Mantiq, h. 77.
Akidah Islam yang sudah dianut sebagai jalan hidup (way of life) merupakan ketetapan hati untuk berhubungan dengan Allah (hablum min Allah). Dari relasi vertikal tersebut, dilanjutkan dalam relasi horisontal antar umat manusia (hablum min annas). Hasan Al-Banna menjelaskan keimanan yang murni dan bersih, ibadah yang benar dan terbebas dari berbagai bid’ah, serta mujahadah yang jauh dari sikap berlebih-lebihan mempunyai pengaruh yang amat baik bagi pelakunya. Pengaruh-pengaruh tersebut dibagi dua: 1. Allah swt memberikan cahaya kepada pemiliknya (keimanan, ibadah dan mujahadah), dengan cahaya itu ia dapat mengetahui apa yang tidak dapat diketahui oleh orang lain dan ia dapat membedakan hal-hal yang samar (mutasyabihat) serta rancu. 2. Allah swt menganugerahkan kelezatan iman kepada pemiliknya hingga ia merasakan kebahagiaan dalam hidup.76
2.
Ikhlas Dalam Risalah Ta’limnya, Imam Hasan Al Banna menjadikan keikhlasan sebagai ba’iat ke dua sedangkan yang pertama adalah pemahaman yang benar terhadap Islam yang tercantum dalam dua puluh prinsip.77 Dan ikhlas diartikan oleh Al-Banna dengan perkataan : “yang kami kehendaki dengan sikap ikhlas adalah pemuda Islam dalam setiap
76 Muhammad Abdullah Al Khatib dan Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, h. 40. 77 Yusuf Qardhawi, Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin terjemahan dari At-Tarbiyah, h.31
kata, aktivitas, dan jihadnya harus
dimaksudkan semata-mata
untuk
mencari ridho Allah dan pahala-Nya, tanpa mempertimbangkan aspek kekayaan, penampilan, pangkat, gelar, kemajuan, atau keterbelakangan. Dengan itulah.
Firman Allah
ّ َ اِن ََِ وَُُِ وَََْيَ وَََِ ِ ِ ر,ُْ ب .ُْت#َُِ ا$َِ%ِ&ََ َ'ُ و$ِْی#َ) َ* .َََِْ ِْا “Katakanlah, Sesunggunya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah karena Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu baginya dan dengan itulah aku diperintahkan. “ (Q.S. Al-An’Am : 162-163).
Dengan berpedoman pada ayat di atas, Hasan Al-Banna mengekspresikan bentuk slogan perjuangan di jalan Allah dengan semboyan: “Allah tujuan kami, Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah”.78 Ikhlas79 adalah menginginkan keridhoan Allah dengan melakukan amal dan membersihkan amal dari berbagai debu duniawi.80
78
Ikhlas
Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna, h. 301. lihat juga Sa’id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid (Solo : Era Intermedia, 2005) cet. Ke-5. h.162 79 Ikhlas berasal dari kata khuluushon atau kholaashon artinya jernih dan bersih dari pencemaran. Dikatakan kholashosy artinya sesuatu menjadi murni. Kholashtu ilaa syai-in artinya aku sampai pada sesuatu. Kholaashus samini artinya samin murni. Lafaz ikhlas menunjukkan pengertian jernih, bersih, murni dari campiran dan pencemaran. Sesuatu yang murni artinya bersih tanpa ada campuran. ( Lihat Muhammad bin Shalih Al-Munajid, Silsilah Amalan Hati. (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006), h.14-15)
merupakan istilah tauhid. Orang yang ikhlas adalah mereka yang mengesakan Allah dan merupakan hamba-hamba-Nya yang terpilih. Adapun pengertian ikhlas menurut istilah syara’ adalah seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim sebagai berikut : “Mengesakan Allah Yang Hak dalam berniat melakukan ketaatan, bertujuan hanya kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun”.81 Orang-orang yang bijaksana (arif) terhadap penyakit batin akan menyadari bahwa bahaya yang acap kali diterima oleh orang-orang yang bergelut di bidang dakwah ialah perasaaan ingin popular, ingin menduduki jabatan, cinta kemewahan dan kedudukan. Karena itu Rasulullah telah memperingatkan mereka agar waspada terhadap cinta pangkat, harta, dan terjerumus ke lembah syirik yang tersembunyi yaitu riya’. Dengan demikian, seseorang ketika berjuang dalam dakwah Islamiyah amalnya tidak tercampuri oleh keinginan-keinginan jiwa yang bersifat sementara, seperti menginginkan materi, kedudukan, harta, ketenaran, tempat di hati manusia, pujian dari mereka, menghindari cercaan mereka, mengikuti bisikan nafsu, atau ambisi-ambisi lainnya yang dapat dipadukan dalam satu kalimat yaitu melakukan amal untuk selain Allah, apapun bentuknya.
80
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan. terj: dari Nazharat Fi Risalatut-Ta’lim oleh Ustdz.Mustafa Masyur. (Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001), h.127 81 Muhammad bin Shalih Al-Munajid, Silsilah Amalan Hati. (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006), h.15
Ikhlas merupakan syarat diterimanya amal. Amal shaleh mempunyai dua rukun yang menjadi syarat diterimanya amal tersebut oleh Allah SWT, yaitu : pertama, keikhlasan dan lurusnya niat. kedua, sejalan dengan sunah dan syari’at.82 Firman Allah dalam surat Luqman ayat 22, yang berbunyi : KL M&')C 0A+IJ H ⌦GJ(S Q P# ;N=+O &UVJ)☺W OT :;Z([\( Y0!(
+ ]U^O_! P# ;N=+O $ `!ab “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbut kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh” Yang dimaksud menyerahkan diri kepada Allah adalah mengikhlaskan niat dan amal hanya kepada Allah, mencapai ihsan dalam melakukannya dan mengikuti Sunah Rosulullah SAW dalam pelaksanaannya. Fudhail bin ‘Iyadh berkata tentang Firman Allah SWT : “Supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (QS.Al Mulk, 67:2). Yang di maksud lafal “Ahsannu ‘Amalan” adalah yang paling ikhlas dan paling tepat. Ditanyakan kepadanya, “Apa yang di maksud paling ikhlas dan paling tepat itu wahai Abu ‘Ali (nama panggilan Fudhail)?” Ia menjawab, “ sesungguhnya, suatu amal itu bila dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak tepat, maka tidak diterima (oleh Allah), dan bila dilakukan secara tepat tetapi tidak ikhlas, maka tidak diterima (oleh Allah). Amal tidak diterima sehingga dilakukan dengan ikhlas dan tepat. 82
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, .h.128
Yang di maksud dengan ikhlas adalah menjadikan amal untuk Allah, sedangkan tepat adalah sesuai dengan Sunah (Rasulullah SAW).” Kemudian Fudhail membaca firman Allah SWT 83: D!C0. c ⌧ &☺T D 7M+N` E# O
☯+I_Vf a⌧d! 03&☺4TIT Y&l U+ j+/)k gh ☺N" K7M+N` “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.”(QS.Al Kahfi,18:110)
Dengan penjelasan di atas kita dapat mengetahui, bahwa keikhlasan niat dalam beramal tidak cukup bagi diterimanya sebuah amal, bila amal tersebut tidak sejalan dengan apa yang diajarkan oleh syari’at dan dibenarkan oleh Sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana suatu amal yang telah di ajarkan oleh syari’at, ia tidak akan diterima Allah kecuali bila dilakukan dengan ikhlas dan hanya mengharapkan keridhoan Allah SWT. Hal-hal inilah yang sangat ditekankan dalam pendidikan Ikhwanul Muslimin, dan sangat berwaspada agar jangan sampai terjangkit penyakit gila popularitas, yang akan membahayakan diri mereka. Karena itu, pendidikan Ikhwanul Muslimin berhasil melahirkan prajurit-prajurit tangguh yang tidak di kenal. Berapa banyak anggota Ikhwanul Muslimin
yang telah
memberikan harta benda dan mengerahkan segenap jiwa raga, tanpa di 83
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.129
sebutkan nama mereka, atau tanpa di abadikan kepahlawanan mereka. Berapa banyak dari kalangan pemuda-pemudanya yang telah berjuang di Palestina dan Terusan Suez. Mereka telah menampilkan kepahlawanan yang menawan, tanpa mencari balasan dari seorang pun atau ucapan terima kasih. Mereka tanpa mengumumkan diri, atau menyebutkan apa yang telah diperbuatnya karena dibayangi rasa takut kalau-kalau amal mereka rusak lantaran ujub (bangga diri).84 Karakter inilah yang di jadikan ciri seorang pemuda yang dapat membangkitkan Islam. Dengan keikhlasan seorang tidak menjadi buta akan popularitas yang dapat membawa rusaknya amal mereka. 3. Semangat Semangat merupakan instrumen utama yang menjadi karakteristik pemuda Islam. Dalam literarur Barat, semangat secara etimologis berasal dari kata “motivation”, atau dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan “ghirah”. Tentang manhaj semangat ini, Hasan Al-Banna berkomentar: “kekuatan sendiri merupakan syi’ar Islam dalam perundang-undangan dan syariatnya. Oleh karenanya, Ikhwanul Muslimin harus kuat dan harus bekerja dengan semangat yang besar pula”.85 Konsep semangat diimplementasikan secara jelas berupa kekuatan dan gerakan revolusi dalam mewujudkan cita-cita islami. Revolusi itu dimungkinkan sebagai sebuah keniscayaan situasi yang pelik dan tekanan kekuatan eksternal agar berfungsinya perangkat perbaikan. Pendekatan Al-Banna tentunya tidak bersifat sporadis, melainkan 84 85
Yusuf Qardhawi, Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin, h.34 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, h. 117
melalui analisis yang matang dalam melihat keadaan, faktor-faktor penentu,
sehingga
dimungkinkan
perjuangan
jihad
dapat
direalisasikan. Jihad adalah mencurahkan potensi dalam rangka meninggikan kalimat Allah, dan membentuk masyarakat Muslim. Sedang mencurahkan tenaga dengan melakukan perang adalah salah satu jenis jihad. Tujuan jihad adalah membentuk masyarakat yang islami, dan membentuk negara Islam yang benar.86 4. Amal Dalam Risalah Ta’lim, Imam Hasan Al Banna menyatakan : Maksud dengan amal (aktivitas) adalah buah dari ilmu dan keikhlasan. Firman Allah : %/@VJT DI&☺)! 3 L!"#` 0E$NIn⌧o m# D c!5☺( ^[I_! :;N=+O pqrl/Es& Y&_]8tu ^I(4( xEy5E
&☺+ E$!v+MUw!4T cI&☺ “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amal kalian itu, dan kalian akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yanag gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian amalkan”. (QS.At-Taubah,9:105).87
Amal shaleh itu selalu menyertai keimanan dan sebagai bukti kebenarannya. Kedua hal tersebut merupakan penyebab datangnya kemenangan, kemantapan di muka bumi, dan kebahagiaan serta kenikmatan di ahirat nanti. Dalam rangka meneguhkan agama Allah, serta
86 87
M Abdullah Al Khatib dan Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan, h.148 Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna, h.302
untuk menegakkan daulah (negara) Islam adalah amal shaleh yang paling mulia dan paling utama. Sejak pertama kali mendirikan jama’ah, Imam Hasan Al Banna menginginkan seluruh anggota Ikhwanul Muslimin menjadi para aktivis, bukan orang-orang yang mahir dalam berteori dan berdebat belaka. Karena itu, Hasan Al Banna selalu memotivasi mereka untuk beramal secara serius, melakukan hal-hal yang berat dan beraktivitas dalam berbagai bidang.88 Imam Hasan Al Banna menjelaskan nilai sebuah amal, ia menyatakan bahwa amal merupakan buah dari ilmu dan keikhlasan. Sebuah ilmu tetap akan menjadi cacat dan sangat dangkal bila tidak dapat mendorong pemiliknya untuk melakukan amal yang positif dan konstruktif. Ilmu dan keikhlasan yang tidak disertai amal nyata adalah ibarat pohon besar dan rindang yang tidak berbuah. Oleh karena itu, pengamalan terhadap nilai-nilai dakwah yang bersifat persuasif dilandaskan pada konsep keikhlasan adalah fondasi keberhasilan dalam menarik seruan ilahi. Setelah proses keberamalan sangat di determinasikan oleh daya implementasi kaum muslim, sebagaimana pernyataan dari Allah SWT :
DI&☺)! 3 0E$NIn⌧o m# %/@VJT L!"#` D c!5☺( :;N=+O pqrl/Es& 88
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.138
^I(4( ^[+I_! Y&_]8tu
&☺+ E$!v+MUw!4T cI&☺ xEy5E “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amal kalian itu, dan kalian akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yanag gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian amalkan”. (QS.At-Taubah, 9:105).
Muatan dakwah benar-benar mengandung makna yang substansial, bukan sekedar slogan semata yang hanya bermain kata-kata. Hal tersebut termaktub dalam hikmah sebagai berikut :
Janganlah menjadi budak angan-angan Sebab,ia adalah modal orang-orang merugi89 Penjelasan rinci dan amat menarik tentang sifat-sifat Pemuda Islam yang tulus, yang diutarakan oleh Imam Hasan Al Banna memberikan argumen dan dorongan kepada para murobbi dan anggota Ikhwan untuk beramal dan memfokuskan perhatian pada amal. Imam Hasan Al Banna telah menetapkan cara beramal yang harus di tempuh oleh Pemuda Islam muslim. Ia juga telah menjelaskan langkahlangkah dan tingkatan-tingkatan amal tersebut. Di bawah ini penulis sebutkan beberapa komentar tentang hal tersebut : •
Urutan-urutan amal tersebut sangat cermat dari awal hingga akhir. Sebab amal-amal yang di tuntut dari umat Islam sangat agung serta
89
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.138
mulia, dan amanat yang harus di pikul umat sangat berat. Oleh karena itu, agar umat dapat melaksanakan amal-amal tersebut, maka sangat diperlukan adanya individu muslim yang tulus, yang terdidik secara benar, integral, seimbang, bersih, kreatif, dan rabbani. •
Konsentrasi pada individu muslim dengan menyebutkan sifat-sifat yang harus dimilikinya, agar ia menjadi batu bata yang kuat bagi kemegahan istana Islam yang diidamkan. 90
Imam Hasan Al Banna sangat memperhatikan masalah amal. Karena itu, beliau menjadikannya sebagai salah satu dari sepuluh rukun bai’at, bahkan saat berbicara mengenai perangkat umum Ikhwanul Muslimin, beliau mengatakan, “Perangkat umum kita adalah Iman yang mendalam, pengkaderan (takwin) yang cermat, dan amal yang berkesinambungan”
Dan untuk memperjelas kedudukan dan nilai amal, beliau mengatakan : “Mengkhayal adalah pekerjaan mudah yang dapat dilakukan oleh banyak orang. Akan tetapi tidak semua khayalan yang terlintas dalam pikiran seseorang dapat dipahami dalam bentuk kata-kata dengan lisan. Banyak orang yang mampu berkata namun sedikit dari mereka yang mampu memikul beban-beban jihad dan amal yang melelahkan. Para mujahid dari kalangan para pendukung yang jumlahnya sangat sedikit itu terkadang salah jalan dan tidak mencapai sasaran, bila tidak mendapatkan pertolongan dan bimbingan dari Allah. Kisah Thalut adalah bukti nyata dari apa yang telah kukatakan. Oleh karena itu, persiapkanlah jiwa kalian, perhatikanlah jiwa kalian dengan memberikan tarbiyah yang benar dan pengujian yang teliti, ujilah ia dengan amal, yaitu amal yang berat dan tidak disukainya, serta 90
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.139
sapihlah ia dari syahwatnya, kebiasaannya, dan tradisinya.” (Risalah Mu’tamar Khamis, hal.128. dari ‘Majmu’atur Rasail’.)91
setelah menjelaskan rukun amal yaitu buah dari ilmu dan keikhlasan, beliau menjelaskan urutan-urutan amal yang harus di lakukan oleh Pemuda Islam yang tulus adalah 92: Pertama, memperbaiki diri sendiri, sehingga ia menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat akidahnya, benar ibadahnya, melakukan mujahadah terhadap diri sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya, dan bermanfaat bagi orang orang lain. Itu semua adalah kewajiban bagi setiap Pemuda Islam. Kedua, membentuk keluarga muslim, yaitu dengan mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrahnya, memelihara etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya, baik dalam memilih istri dan memposisikan istri sesuai hak dan kewajibannya, baik dalam mendidik anak-anak dan pembantu, serta membimbing mereka dengan dasar Islam. Itu semua juga merupakan kewajiban masing-masing Pemuda Islam. Ketiga, membimbing masyarakat, yaitu dengan menyebarkan seruan kebaikan di tengah-tengahnya, memerangi berbagai perilaku kerendahan dan kemunkaran, mendukung berbagai perilaku mulia, melakukan amar ma’ruf, segera melakukan kebajikan, menggaet opini umum untuk 91
Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.140 92 Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna, h.302-306. lihat juga Muhammad Abdullah Al Khattib dan Muhammad Abdul Halim Hamid, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan, h.141-143
mendukung fikrah Islam dan mewarnai segala aspek kehidupan umum secara terus menerus dengannya. Itu semua menjadi tanggung jawab masing-masing Pemuda Islam dan juga tanggung jawab jama’ah sebagai institusi yang dinamis. Keempat, memerdekaan tanah air, yaitu dengan membebaskan dari setiap penguasa asing nonmuslim, baik secara politik, ekonomi, maupun mental. Kelima, membenahi pemerintah sehingga menjadi pemerintahan yang benar-benar Islami. Dengan begitu ia dapat melaksanakan tugasnya sebagai pelayan umat, karyawan umat, dan bekerja untuk kemaslahatan mereka. Pemerintah yang anggota-anggotanya terdiri dari kaum muslimin, yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan oleh Islam, tidak melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, dan menerapkan hukum-hukum Islam serta ajaran-ajarannya. Menerima bantuan terhadap pihak non muslim tidak dipermasalahkan, asalkan bukan pada jabatan-jabatan yang menangani urusan publik. Hasan Al-Banna juga tidak terlalu mementingkan bentuk pemerintahan yang diambil, selama sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam sistem pemerintahan Islam. Keenam, mengembalikan eksistensi kenegaraan (al-kayyan ad-dauli) bagi umat Islam,
yaitu dengan memerdekakan negeri-negerinya,
menghidupkan kembali kejayaannya, memadukan peradabannya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga itu semua dapat mengembalikan khilafah yang telah hilang dan persatuan yang diidam-idamkan.
Ketujuh, kepeloporan internasional (ustadziyatul ‘alam), yaitu dengan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Setelah itu, Imam Hasan Al Banna mengakhiri penjelasannya mengenai rukun amal ini, ia berkata : “Keempat terakhir ini menjadi kewajiban jama’ah secara bersama dan juga menjadi tanggung jawab setiap Pemuda Islam sebagai anggota dalam jama’ah tersebut. Sungguh betapa luhurnya tugas ini. orang lain melihatnya sebagai utopia, sedangkan Pemuda Islam melihatnya sebagai kenyataan. Kita tidak akan pernah berputus asa, dan kita memiliki harapan besar kepada Allah SWT. Firman Allah : “Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya,
tetapi
kebanyakan
manusia
tidak
mengetahuinya”.
(QS.Yusuf:21). Dari penjelasan di atas, karakter pemuda Islam menurut Hasan Al Banna merupakan kombinasi antara aspek psiko-teologis dengan aspek praksis perbuatan, atau mengandung unsur ushuliyah (asas keimanan) dengan unsur furu’iyyah (asas perilaku). Dengan demikian, karakter pemuda Islam tersebut menjadi manusia sempurna di sisi Allah (insan kamil) dimana kesempurnaan tersebut sebagai perwujudan nilai-nilai ilahiah pada konteks historisitas kemanusiaan itu sendiri.
Formulasi Pendidikan Pemuda Islam Imam Al-Banna juga memiliki perhatian yang besar terhadap tarbiyah sehingga beliau membuat berbagai sarana dan metode yang berkaitan dengan penyiapan individu muslim agar terbentuk yang berada pada jalan yang benar,
karena setiap jiwa hidup diatas bumi namun hatinya tetap memiliki hubungan yang erat dengan langit; karena dengan tarbiyah menjadikan kaum muslimin memiliki sifat amanah dan kapabilitas; sesuai dengan firman Allah : “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As-sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (Al-Jumu’ah : 2) Nabi Muhammad SAW telah menghidupkan Dar el Arqom, sebagai cikal bakal dalam melakukan pembentukan dan pembinaan sehingga ketika keluar darinya menjadi pribadi yang memiliki keyakinan dan kepastian. Dan tarbiyah menurut al-ikhwan adalah jalan satu-satunya –kemarin, hari ini dan hari esok- untuk membangun generasi yang penuh tanggungjawab dan bertaqwa, dan sebagai jalan satu-satunya untuk menghadirkan sosok muslim mujahid, seorang hakim yang memberikan keputusan secara adil, yang berkata dengan penuh kejujuran. Dan imam Al-Banna sadar bahwa hal tersebut merupakan jalan panjang yang berat dan penuh dengan rintangan dan hambatan, yang tidak akan mampu diemban oleh banyak orang kecuali sedikit, dan tarbiyah merupakan jalan satu-satunya guna mencapai tujuan dan tidak ada alternatif lainnya; karena hal tersebut merupakan jalan yang pernah ditempuh oleh seorang makhluk yang mulia –nabi Muhammad saw- maka beliau melakukan pembentukan, mentarbiyah orang yang nantinya menjadi pemimpin negeri dan pembimbing umat. Dan tentunya melalui tarbiyah umat mampu menghadapi berbagai macam rintangan dan tantangan; karena pohon yang tinggi dan memiliki buah yang berlimpah, menjulang tinggi hingga menembus angkasa, tidak mampu tegak kecuali setelah memiliki akar yang kokoh dan kuat menghunjam di bawah tanah yang dalam dipermukaan bumi, jika tidak, maka tidak akan mampu menahan kerasnya tiupan angin dan topan yang begitu dahsyat. Jika
tidak ada tarbiyah maka al-ikhwan tidak akan mampu menghadapi pasukan zionis di Palestina dan Inggris di terusan Suez, dan tidak akan menghadapi banyak ujian, penjara, siksaan dan penderitaan yang meliputi mereka. Imam Al-Banna telah memberikan ilham tentang sendi-sendi Islam yang agung dan mulia dimulai dari teori-teori dalam kitab-kitab hingga pada realita yang kasat mata dan konkrit; yang mana prinsip-prinsip tersebut –pada awalnya- hanya tertulis di dalam kitab beberapa saat lamanya, kemudian datanglah imam Al-Banna yang menyampaikan tentang kebangkitan Islam yang membawa berkah di tubuh jamaah al-ikhwan al-muslimun, dan kemudian mengalir ke tubuh umat dan bangsa, hingga berpindah keberbagai daerah di seluruh pelosok dunia. Praktek pendidikan sebagai sebuah sistem yang komprehensif mengandung dua pilar pokok: 1. Pilar tarbawi (pembinaan) Hal ini terdiri dari pola belajar-mengajar dengan ragam perangkatnya yang bertujuan untuk menyempurnakan potensi pribadi muslim yang terpelajar dengan mengubahnya ke potensi yang lebih baik agar mampu berinteraksi dengan hidup dan kehidupan. 2. Pilar Tanzhimi (institusional) Pilar ini terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Institusi internal masyarakat. Ia bertugas meletakkan aturan dan kode etik, di samping menetapkan batasan-batasan hubungan yang harus
terjalin sesama muslim di setiap waktu dan tempat dalam naungan hak dan kewajiban. 2.
Institusi eksternal. Ia bertugas menetapkan batasan-batasan hubungan antara negara Islam dan lainnya, perihal aturan perang, damai, dakwah, kekuasaan, serta bagaimana menjadikan Islam sebagai penutup bagi seluruh sistem nilai dan agama manapun.93 Adapun tujuan dari tarbiah islamiyah yang dikembangkan oleh Hasan
Al-Banna memiliki beberapa tujuan yang bersifat global, yaitu: pertama, ibadah kepada Allah semata sesuai dengan syari’at-Nya; Kedua, tegaknya khilafah Alla di muka bumi ini; Ketiga, saling mengenal sesama muslim; Keempat, kepemimpinan dunia; Kelima, menghukum dengan syari’at.94 Pada tataran praksis, model pembelajaran dengan menggunakan metode tarbiyah islamiyah dapat dijabarkan secara:
1. Tujuan-tujuan permanen tarbiyah dalam Jamaah Ikhwanul muslimin berupa penerapan terhadap lima tujuan di atas. 2. Tujuan-tujuan kontekstual tarbiyah disertai dengan penerapan berbagai arus nilai yang terdiri dari: a. Arus pemikiran dan peradaban b. Arus sistem nilai sosial dan politik c. Arus politik dan ekonomi d. Sarana-sarana kehidupan dan polanya
93 94
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah, h.24 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah, h. 27-28
3. Peletakkan kurikulum untuk proses tarbiyah individu, keluarga, dan masyarakat. 4. Mengamati realitas dunia Islam kontemporer, meliputi: a. Sistem nilai sosial yang berbahaya b. Institusi politik yang destruktif c. Institusi ekonomi yang bertentangan dengan Islam.95
Peranan Pemuda dalam Politik Kenegaraan Adalah sebuah panggilan suci apabila gerakan pemuda Islam dalam pandangan Hasan Al-Banna bersentuhan dengan dimensi politik. Gaung pergerakan Ikhwanul Muslimin (IM) yang bersifat revolusioner karena bersinggungan dengan dunia politik, terutama sikap anti-kolonialisme, antiimperialisme, anti-zionisme, anti-barat, dan anti-ketidakadilan. Semua itu merupakan aktivitas utama IM sebagai sebuah organisasi pergerakan modern di Mesir. Oleh karena itu, peranan pemuda memainkan isntrumentasi yang cukup signifikan. Tanpa disadari, peranan pemuda akan memudar apabila tujuan organisasi IM hanya sebatas gerakan moral belaka, tetapi sebaliknya gairah kepemudaan membucah secara eksplosif apabila diekspresikan dalam gagasan-gagasan politik modern dan aktivitas-aktivitas politik praktis. Kedua ranah perjuangan pemuda Islam itu mengisyaratkan adanya keanggotaan pemuda yang berkualitas dalam mencapai tujuan “masyarakat yang berbasis pada syari’at Islam”.
95
Konsep dan apliksi dari model Tarbiyah lebih terperinci dapat dibaca karangan Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, h. 31- 105.
Berdasarkan suatu analisis yang mendalam, ada keterpautan antara konsep iman, amal, ikhlas, dan jihad di satu sisi dengan politik kenegaraan dan syariat Islam di lain pihak. Semua konstruksi epistemologis yang dibalut dengan unsur ideologis menjadi corong pemuda Islam untuk bersosialisasi secara sistematis sekaligus upaya menyadarkan penguasa –baca: pemerinta— agar selalu mengambil kebijakan politik yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Pada suatu kesempatan Hasan Al-Banna menggambarkan sosok pemuda Islam sebagai seorang yang berkepribadian mulia, yang berhati jernih, yang bercita-cita tinggi, yang berjiwa terhormat, yang cinta bekerja, dan menjadi tumpuan harapan.96 Deskripsi idealis yang dieksplanasikan Al-Banna mengisyaratkan tugas yang besar dalam menjalankan peran di bidang politik kenegaraan. Saluran perjuangan yang diamanatkan Al-Banna dapat dijalankan melalui medan dakwah.97 Dengan mekanisme dakwah, para pemuda Islam dapat meneyerukan pesan-pesan moral yang diamanatkan dalam Al-Qur’an dan Sunah Nabi. Dakwah ini bersifat militansi, tak kenal menyerah, bermuatan religius sebagai upaya penyadaran masyarakat untuk tidak tercerabut dari nilai-nilai Islami. Meskipun tujuan awal dakwah tersebut adalah memperbaiki akhlak masyarakat, anggota usroh, dan konteks yang lebih luas negara, dan juga menyadarkan akan bahaya penyakit hati, namun muara dari dakwah sistemik itu berdampak politis di mata pemerintah. 96 97
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul, h. 117. Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul, h. 118.
Proses pembaharuan melalui medan dakwah adalah memperbaharui mentalitas dan membangun jiwa kembali dengan bentuk bangunan yang bukan sekedar konstruksi lama, yang telah lapuk dimakan usia. Rekonstruksi peradaban Islam oleh kalangan pemuda Islam untuk merubah mentalitas masyarakat dengan cara pembinaan umat dalam perspektif Hasan Al-Banna disebut tarbiyah shahihah.98 Pembaharuan pertama yang harus dilakukan dalam konteks politik adalah memperbaiki tatanan usroh. Usroh adalah sistem kekeluargaan (ukhuwah) yang paling kecil dan sederhana, dalam terminologi Indonesia disebut keluarga. Usroh adalah unsur yang paling fundamental yang harus direformasi dalam menanamkan nilai-nilai keislaman. Inilah konsep awal Hasan Al-Banna memberikan ilustrasi politik yang panjang tentang langkahlangkah memformulasikan gagasan negara yang berdasarkan syari’at Islam. Usroh menurut pemahaman Hasan Al-Banna merupakan batu bata pertama dalam struktur bangunan jamaah. Ia juga merupakan landasan bagi pembentukan kepribadian anggota dan perangkat paling tepat untuk mentarbiyah mereka secara integral menyentuh seluruh sendi kepribadian, untuk selanjutnya memformat mereka dengan format Islam sesuai dengan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya.99 Dalam metode tarbiyah ini, segala keterampilan diberikan bagi masing-masing anggota Jamaah, yang pada umumnya masih berusia remaja. Cikal-bakal gerakan revolusioner yang dicanangkan kaum muda mendapat 98 99
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanu, .h. 129. Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 123.
momentum tepat dalam mekanisme usroh. Setiap pemuda yang di didik memiliki modal yang cukup untuk melakukan perubahan pada level yang lebih tinggi. Oleh karena itu dalam struktur jamaah, dibentuk organ baru yang disebut katibah, yaitu pola yang spesifik dalam mentarbiyah sekelompok anggota Ikhwan.100 Pola tersebut bertumpu pada tarbiyah ruhani, pelembutan hati, penyucian jiwa, dan membiasakan fisik beserta seluruh anggota badan untuk melaksanakan ibadah secara umum, juga untuk bertahajjud, dzikir, tadabur, dan berpikir secara khusus. Setelah terbentuk proses katibah, dimulai langkah baru dalam mempersiapkan pemuda Islam untuk berkecimpung di dunia politik. Perangkat tarbiyah berikutnya adalah rihlah. Wadah ini bersifat kolektif. Di dalamnya para peserta diberi kebebasan untuk bergerak, berolahraga, berlatih, bersabar untuk bekerja secara sungguh-sungguh, serta menahan rasa haus dan lapar.101 Setelah proses tarbiyah dalam wadah rihlah terbentuk, barulah dilakukan proses pembentukan ideologi pergerakan politik bagi kalangan pemuda Islam dalam wadah mukhayam atau mu’asykar. Sistem ini merupakan pengembangan
dari
metode
rihlah.
Mu’asykar
adalah
mekanisme
pembentukan karakter pemuda yang memiliki semangat jihad yang tinggi, dimana Hasan Al-Banna melihat bahwa jihad dalam Islam harus dimunculkan dalam bentuk yang kongkret. Yakni dengan menyiapkan para pemuda yang haus akan aktivitas dan gerakan demi memperjuangkan Islam, agar mereka 100 101
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 250. Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 280
menjadi anggota group mukhayam, yang di tangan mereka inilah ide tentang jihad dalam Islam dapat terwujud.102 Peran pemuda menjadi lebih menonjol dalam pergerakan politik pada konteks negara. Proses penggembelengan yang sangat panjang menjadi sebuah pelatihan yang menghasilkan pemuda Islam dengan karakter jihad. Jihad yang dilakukan anggota mu’asykar tidak hanya sebatas dakwah, melainkan upaya melawan segala gelombang pemikiran yang menentang Islam. Di antara aliran yang dilawan oleh pemuda Islam ini meliputi zionisme, zending, orientalisme, kapitalisme
dengan
segenap
ragamnya,
atheisme,
dekadensi
moral,
sekularisme, kebangkitan Islam, ekstrimisme, westernisasi, ghazwul fikri wat tsaqafi, komunisme, eksistensialisme, dan anarkisme.103 Gerakan pemuda dalam wadah Ikhwanul Muslimin menggoncang kekuasaan pemerintahan Gamal Abdul Nasser, yang dianggap oleh sebagian besar anggota jamaah lebih berkiblat pada kapitalisme barat.
Kontektualisasi Pemuda Islam Ideal dalam Indonesia Modern Setelah mengeksplorasi pemuda Islam dalam pandangan Mursyid Al‘Aam
Hasan
Al-Banna,
maka
konsep
pemuda
ideal
tersebut
dikontekstualisasikan secara kritis dalam struktur kebangsaan Indonesia modern. Barangkali kita memaklumi statemen salah seorang founding father Indonesia, Bung Karno: “Berikan aku sepuluh pemuda yang revolusioner, maka aku akan merubah tatanan dunia”. 102 103
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 298 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul, h. 305
Pernyataan demikian mengafirmasikan gagasan-gagasan Hasan AlBanna, tentang peran pemuda dalam konteks pembangunan, khususnya di Indonesia. Sosok pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam pergolakan sejarah. Dalam setiap pergantian peradaban, di belakangnya selalu ada “darah muda” yang mempeloporinya. Indonesia sebagai sebuah bangsa mengalami pergolakan sejarah berkali-kali. Mulai sejak bangsa ini berbentuk kerajaan (kesultanan), hingga sejak zaman kolonialisme Belanda dan Jepang. Bahkan, kiprah kepemimpinan sosok muda dalam sejarah Indonesia sudah bisa diruntut jauh sebelum kemerdekaan terjadi. 104 Kiprah kepemimpinan kaum muda semakin diakui dalam fase sejarah pembentukan nasionalisme kebangsaan, terutama pemikiran kaum muda untuk memulai memikirkan pola-pola perjuangan model baru. Pola tersebut dimanifestasikan dalam pembentukan organisasi-organisasi modern seperti Budi Utomo, Jong Sumatera, Jong Java, Jong Islamieten Bond, dan lain sebagainya. Akumulasi peran kepemudaan memuncak padah Sumpah Pemuda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928. Pasca kemerdekaan, kaum muda bergumul dengan gagasangagasan besar tentang ide hubungan agama dengan negara. Persoalan ini akibat pergesekan ideologis antara kaum nasionalisme-sekuler yang diwakili Soekarno dengan kaum sosialisme-religius yang dinahkodai oleh tokoh Masyumi Mohammad Natsir. Polemik yang berkepanjangan di antara tokohtokoh tua menginspirasi pemuda Muslim memainkan peran tersendiri dalam 104
Aziz Syamsuddin, Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia, (Jakarta: PT.Wahana Semesta Intermedia,2008,), h. 1
pergerakan kepemudaan. Barangkali konsep membumikan syari’at Islam – meminjam terminologi Quraish Shihab “membumikan Al-Qur’an”- berangkat dari gagasan-gagasan pemikir Mesir modern, termasuk Hasan Al-Banna. Sebagaimana pandangan Hasan Al-Banna yang melembagakan gerakan pemuda Islam dalam wadah Ikhwanul Muslimin, pemuda Islam Indonesia juga memerlukan sebuah wadah organisasi independen yang tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu, atau bahkan bersinggungan dengan kekuasaan negara. Maka, pada tahun 1949 tokoh Islam dari Yogakarta Raflan Pane membentuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebuah wadah yang memadukan nasionalisme dengan agama. Baru setelah HMI berdiri, bermunculan beberapa organisasi pemuda Islam lainnya yang terjadi pada dekade awal Orde Baru. Pada saat naiknya Orde Baru, lahirlah PMII dan IMM yang berafiliasi ke NU dan Muhammadiyah pada ruang publik. Meskipun demikian kedua organisasi ini masih berada di bawah bayang-bayang HMI dan masih kuatnya patron politik tokoh tua NU maupun Muhammadiyah. Kelahiran beberapa organisasi tersebut menjadi embrio terhadap lahirnnya intelektual generasi keempat inteligensia muslim.105 Pola embrionisasi intelektual muda muslim yang ditempa dalam organisasi HMI, PMII, IMM, dan sejenisnya hampir mirip dengan kaderisasi anggota yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin melalui konsep tarbiyah. Walaupun kader-kader generasi keempat tersebut lebih condong berkiblat ke
105
Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa, h. 508.
Barat, akan tetapi proses kaderisasi yang dijalankan merupakan konsep dasar Hasan Al-Banna. Tokoh-tokoh nasional yang dilahirkan dari HMI, IMM, dan PMII merupakan orang yang berpengaruh dalam pemerintahan Orde Baru. Mereka antara lain: Akbar Tanjung, Nurkholis Madjid, Muhaimin Iskandar, Amien Rais, Habibie, Hatta Radjasa, dan sederet tokoh lainnya. Kematangan berpolitik mereka pada umumnya diasah dalam pendidikan yang berjenjang, pelatihan-pelatihan,
pengembangan konsep
kepemimpinan,
penanaman
ideologi, dan sebagainya. Mekanisme itu tak lain adalah model dakwah yang dikembangkan Hasan Al-Banna. Justru pada akhir kejatuhan rezim orde baru, intelektual muda muslim mengalami kematangan berorganisasi yang didapatkan melalui metode
dakwah
kampus.
Gairah
keberagamaan
generasi
1990-an,
sebagaimana yang ditelusuri oleh Yudi Latif berawal dari halaqah-halaqah di wilayah kampus, pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh masjidmasjid kampus, seperti Masjid Salman-nya ITB, Masjid Jamaah Shalahuddinnya UGM, dan beberapa kampus sekuler lainnya. Aktivitas keberagamaan mereka juga dipengaruhi oleh gerakan-gerakan pemuda muslim di belahan Timur Tengah, khususnya Mesir yang menjadi kiblat mahasiswa Indonesia mendalami ilmu-ilmu keislaman.106 Gairah keberagaman di kalangan mahasiswa sekuler adalah fenomena yang menarik untuk diperhatikan oleh kaum dakwah. Ketertarikan 106
Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa, h. 563.
orang-orang yang berlatar kelas menengah atas dan kalangan mahasiswa terhadap sufisme Islam tampaknya menjadi semacam kompensasi bagi perasaaan dekadensi spiritual mereka di tengah kehidupan metropolitan yang materialistis dan konsumeristis. Mereka ternyata mengunakan konsep-konsep dasar Hasan Al-Banna dalam proses kaderisasi. Termasuk proses pembai’atan yang harus dilakukan sebagai wujud menanamkan loyalitas dan nilai jihad pada diri anggota. Faktor lain yang menyebabkan generasi kelima lahir dalam percaturan intelektual muda Islam di Indonesia adalah akibat pembatasan yang dilakukan rezim Orde Baru dalam aktivitas politik, sehingga mereka lebih memfokuskan pada kajian-kajian, studi, halaqah, jam’iyyah, dan sebagainya. Penetrasi asing dalam modernisasi kehidupan dalam negeri mempercepat proses perubahan yang terjadi di kalangan pemuda Islam. Ketertarikan terhadap ajaran Islam kian memuncak setelah dekade 1970-an, para elit sekuler dan ideologi sekulernya untuk menawarkan sebuah penyelamatan yang efektif bagi penderitaan sosio-ekonomi kaum muslim mengalami kegagalan.
Sejak
itu,
kemujaraban
ideologi-ideologi sekuler
seperti
sosialisme, liberalisme, dan Arabisme mulai dipertanyakan, dan banyak aktivis Islam Indonesia menyerukan kepada umat muslim untuk kembali kepada sumber autentik dari nilai-nilai Islam. Teks-teks barat digantikan dengan karangan-karangan tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Sayyid Qutub dan Hasan Al-Banna.
Gerakan Ikhwanul Muslimin yang dikembangkan di Indonesia dipelopori oleh Dewan Dakwah Islam Indoneisa (DDII) yang didirikan oleh Mohammad Natsir, pasca pembubaran Masyumi oleh rezim pemerintah Orde Lama. Bagi DDII, konsep Hasan Al-Banna tentang tarbiyah sangat dimungkinkan untuk diaplikasikan di Indonesia dalam dunia dakwah, terutama di kalangan terpelajar. Pemikiran Hasan Al-Banna semakin berpengaruh setelah beberapa bukunya diterbitkan oleh penerbit Islam seperti Era Intermedia, Gema Insani Press, yang mengilhami kelahiran metode dakwah dan sangar mempengaruhi para aktivis kampus di masjid-masjid kampus dan dengan segera diadopsi oleh program training dan mentoring Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Untuk memperkokoh gerakan mahasiswa muslim di universitas sekuler, berdiri sebuah organisasi yang sangat militan dan kuat hubungannya antar sesama anggota meskipun berbeda universitas, yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). KAMMI sendiri merupakan jalinan LDK-LDK dari universitas sekuler yang ada di Indonesia yang di bentuk pada bulan Maret 2008 di Masjid Universitas Muhammadiyah Malang dengan Fahri Hamza sebagai ketua yang pertama.107 Justru peran dari KAMMI ini sangat menonjol pada gerakan mahasiswa menuntut reformasi di tahun 1998. Bahkan, KAMMI mampu menggeser peran HMI yang begitu dominan pada gerakan mahasiswa di tahun
107
Penjelasan lebih lengkap tentang kelahiran KAMMI yang berasal dari LDK dikupas panjang lebar dalam Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa, Bandung: Mizan,
1966. KAMMI berada di garda terdepan dalam menggulingkan rezim Suharto yang secara resmi mngundurkan diri pada 21 Mei 1998.
BAB V PENUTUP Kesimpulan Setelah mengeksplorasi konsep pemuda Islam dalam pandangan Hasan Al-Banna, maka pada bagian akhir ini diberikan beberapa kesimpulan mengenai pemikiran Hasan Al-Banna tentang konsep pemuda Islam. Pemuda Islam dalam pandangan Hasan Al-Banna adalah sosok pemuda yang memiliki iman, ikhlas, semangat, dan amal yang menyatu sebagai karakter dirinya dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Sebab sesungguhnya dasar keimanan adalah hati yang cerdas, dasar keikhlasan adalah nurani yang jernih, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Pemuda memiliki peran sebagai generasi penerus, generasi pengganti, dan generasi pembaharu. Ketiga peran tersebut senantiasa melekat kuat pada diri pemuda dalam melakukan perubahan di setiap sejarah pergolakan bangsa. Proses beramal menjadi bagian utama dalam menanamkan karakter pada diri pemuda melalui tujuh tahapan yaitu: memperbaiki diri sendiri, membentuk keluarga muslim, membimbing masyarakat, memerdekakan tanah air, membenahi pemerintahan sehingga terbentuk pemerintahan yang Islami, mengembalikan eksistensi negara bagi umat Islam, dan terakhir kepeloporan internasional dengan melakukan dakwah di seluruh negara. Formulasi pendidikan pemuda Islam dalam pandangan Hasan AlBanna dapat ditempuh dengan metode tarbiyah. Metode tarbiyah adalah jalan
92
satu-satunya –kemarin, hari ini dan hari esok- untuk membangun generasi yang penuh tanggung jawab dan bertaqwa, dan sebagai jalan satu-satunya untuk menghadirkan sosok muslim mujahid, seorang hakim yang memberikan keputusan secara adil, yang berkata dengan penuh kejujuran. Peran pemuda Islam dalam politik kenegaraan menurut Hasan AlBanna dimulai dari pengkaderan yang berkesinambungan, agar tertanam semangat dan jihad dalam menegakkan agama Allah. Proses kaderisasi meliputi usroh, kaatibah, rihlah, dan mukhayam atau mu’asykar. Usroh merupakan batu bata pertama dalam struktur bangunan jamaah. Ia juga merupakan landasan bagi pembentukan kepribadian anggota dan perangkat paling tepat untuk mentarbiyah mereka secara integral menyentuh seluruh sendi kepribadian, untuk selanjutnya memformat mereka dengan format Islam sesuai dengan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya. Kaatibah yaitu pola yang spesifik dalam mentarbiyah sekelompok anggota Ikhwan. Rihlah dalamnya para peserta diberi kebebasan untuk bergerak, berolahraga, berlatih, bersabar untuk bekerja secara sungguh-sungguh, serta menahan rasa haus dan lapar. Dan mukhayam atau mu’asykar adalah mekanisme pembentukan karakter pemuda yang memiliki semangat jihad yang tinggi, dimana Hasan Al-Banna melihat bahwa jihad dalam Islam harus dimunculkan dalam bentuk yang kongkret. Gerakan Ikhwanul Muslimin yang dikembangkan di Indonesia dipelopori oleh Dewan Dakwah Islam Indoneisa (DDII) yang didirikan oleh Mohammad Natsir, pasca pembubaran Masyumi oleh rezim pemerintah Orde
Lama (ORLA). Bagi DDII, konsep Hasan Al-Banna tentang tarbiyah sangat dimungkinkan untuk diaplikasikan di Indonesia dalam dunia dakwah, terutama di kalangan terpelajar. Pemikiran Hasan Al-Banna semakin berpengaruh setelah beberapa bukunya diterbitkan oleh penerbit Islam seperti Era Intermedia, Gema Insani Press, yang mengilhami kelahiran metode dakwah dan sangat mempengaruhi para aktivis kampus di masjid-masjid kampus dan dengan segera diadopsi oleh program training dan mentoring Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Saran Adapun saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: 1. Hendaknya diperlukan kajian yang mendalam guna mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang pemikiran Hasan Al-Banna, khususnya berkaitan tentang kepemudaan. 2. Hendaknya proses pengkaderan yang dilakukan oleh Hasan Al-Banna dalam Ikhwanul Muslimin dijadikan pola pembentukan karakter di setiap organisasi
kepemudaan ataupun
partai politik.
Tujuannya
untuk
mendapatkan anggota dengan tingkat militansi yang tinggi, bukan seorang oportunis sejati. 3. Konsep
tarbiyah
sepatutnya
menjadi bahan
pertimbangan untuk
diaplikasikan pada sistem pendidikan di sebuah organisasi pemuda, sehingga tercipta karakter pemuda yang memiliki concern terhadap permasalahan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA Alam, Mohammad Manzoor. Peran Pemuda Islam dalam Rekonstruksi Dunia Kontemporer.Jakarta : Media Dakwah, 1991 Al Banna, Hasan. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin.Terjemahan: Anis Matta,LC, et.all. Surakarta : Era Intermedia,1999 ________________. Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna Jilid 1. Terjemahan: Khojin Abu Faqih,LC. Jakarta : Al-‘Itishom,2005 ________________. et.all., Pemuda Militan. Terjemahan: Abu Ahmad AlWakidy dan SA.Zemool. Solo : Pustaka mantiq, 1992 Al Ghazali, Abdul Hamid. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaharuan Hasan Al Banna. Jakarta Timur : Al I’tishom Cahaya Umat, 2001 Al Khathib, Muhammad Abdullah dan Hamid, Muhammad Abdul Halim. Konsep Pemikiran
Gerakan
Ikhwan.Terjemahan:
Ustdz.Musthafa
Masyur.
Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001 Al-Munajid, Muhammad bin Shalih. Silsilah Amalan Hati. Terjemahan:Bahrun Abubakar Ihzan Zubaidi,LC. Bandung:Irsyad Baitus Salam, 2006 Al-Wakil, Muhammad Sayyid. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. terjemahan :Fachrudin. Bandung : As Syamil Press & Grafika, 2001 Aly,
Rum.
Menyilang
PT.Kompas,2004
Jalan
Kekuasaan
Militer
Otoriter.
Jakarta
:
Arifin. “Pemikiran Politik Hasan Al Banna. (Telaah Gerakan Politik Ikhwanul Muslimin).”
Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2004 Badrun, Ubaidilah. “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di Indonesia” Artikerl di akses pada tanggal 13 Mei 2008, dari http://UbedCentre.Blogspot.Com/2006/08/Pemuda-islam-dan
kontribusinya-bagi-
html. Bagader, Abubaker A. dalam Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan (ed.) Islam, Globalization and Postmodernity. London: Routledge, 1994 Devina, Rachilda. “Konsep Syura’ Perspektif Hasan Al Banna.“ Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta,2007 Donohue, John J dan. Esposito, John L dalam Islam In Transition: Muslim Perspectives. New York: Oxford University Press, 1982 Hasan, Al Furqon. “Pemuda Dalam Al-Qur’an (Studi Atas Penafsiran Sayyid Qutb)”. Skrisi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003 Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Terjemahan : Ali Audah. Jakarta : Lentera Hati,2008 Hawwa, Sa’id. Membina Angkatan Mujahid, Studi Analisis atas Konsep Dakwah Hasan Al Banna Dalam Risalah Ta’alim.terjemahan : Hawin Murtadho. Solo : Era Intermedia, 2005 Hawwa, Sa’id. Memoar Hasan Al-Banna untuk Dakwah dan Para Dainya. Surakarta : Era Intermedia, 2004 Hurlock, B.Elizabet. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga, 1994 Latif, Yudi. Intelegensia Muslim dan Kuasa, Geneologi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Bandung : PT.Mizan Pustaka, 2005
Mahmud, Ali Abdul Halim. Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Terjemahan : Wahid Ahmadi, et.all. Solo:Era Intermedia,1999 Manheim,Karl. Freedom, Power and Democratic Planning. London :Routledge & Faul LTD, 1951 Munawir, A.W. Kamus Al Munawwir Arab Indonesia terlengkap, Yogyakarta: Badan Wakaf PonPes Al Munawir, 1984 Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara ; Ajaran, sejarah, dan pemikiran. Jakarta : UI Press, 1993 Thahan, Musthafa Muhammad. Risalah Pergerakan Pemuda Islam. Jakarta : VISI,2002 Syamsudin, Aziz. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. Jakarta ; PT.Wahana Semesta Intermedia, 2008 Pratama, Ratna. “Kaum Muda, Asa, dan Perubahan”. Republika, 23 Juli 2008 Purwoko, Dwi. Pemuda Islam di Pentas Nasional. Jakarta : Bonaciptana, 1993 Qardhawi, Yusuf. Sistem Kaderisasi Ikhwanul Mulimin . Solo : CV.Pustaka Mantiq, 1993 Qardhawi, Yusuf, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, dan Jihad. Terjemahan :H.Mustofa Maufur dan H.Abdurrahman Husain. Timur : Pustaka Al-Kautsar, 1999 Yakan, Fathi. Revolusi Hasan Al Banna. Jakarta : Harakah, 2002
Jakarta