NEGARA ISLAM DALAM PANDANGAN POLITIK AKTIVIS PEREMPUAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh: Nor Qomariah NIM : 104045201519
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
NEGARA ISLAM DALAM PANDANGAN POLITIK AKTIVIS PEREMPUAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh : Nor Qomariah NIM: 104045201519
Di Bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag.
Khamami Zada, M.A.
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M /1429 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul NEGARA ISLAM DALAM PANDANGAN POLITIK AKTIVIS PEREMPUAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Konsentrasi Ketatanegaraan Islam). Jakarta, 14 Juni 2008. Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma, SH,MA,MM. NIP. 150 210 422 PANITIA UJIAN 1. Ketua
: Asmawi, M.Ag.
(…………………………........)
NIP. 150 282 394 2. Sekretaris
: Sri Hidayati, M.Ag.
(……………………………...)
NIP. 150 282 403 3. Pembimbing I : Dr.H.Mujar Ibnu Syarif, M.Ag. (…………………………….) NIP. 150 275 509 4. Pembimbing II : Khamami Zada, M.A.
(.……..……………………..)
NIP. 150 326 892 5. Penguji I
: Dr. Rumadi, M.A.
(…………………………….)
NIP. 150 283 352 6. Penguji II
: H. Zubir Laini, S.H. NIP. 150 094 301
(…………………………….)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah, Rabb al-‘izzati, Dzat Yang Maha Rahman dan Rahim, yang senantiasa mendengarkan keluh kesah penulis selama belajar untuk meraih cita-cita. Salawat dan salam dimohonkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul, serta para sahabatnya yang telah memberikan inspirasi bagi penulis untuk belajar politik ketatanegaraan Islam. Skripsi yang berjudul “Negara Islam dalam Pandangan Politik Aktivis Perempuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)” ini adalah penelitian tentang bagaimana aktivis perempuan PKS memandang negara Islam terkait dengan implementasi ajaran Islam di Indonesia mulai dari bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan platform partai mereka serta posisi dan peran mereka dalam struktural partai. Oleh karena itu, sudah seharusnya kalau penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. DR. Komaruddin Hidayat, MA sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ucapan terimakasih juga untuk Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih juga kepada Bapak Asmawi, M.Ag sebagai Ketua Jurusan/Program Studi Jinayah Siyasah, begitu pula kepada Ibu Sri Hidayati, M.Ag sebagai Sekretaris Jurusan/Program Studi Jinayah Siyasah di mana ikut mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menghaturkan doa dan ucapan terimakasih setinggi-tingginya kepada Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag dan Khamami Zada, MA. Sebab skripsi ini
nyaris tidak akan selesai tanpa bimbingan mereka yang penuh kesabaran. Pembimbing juga yang membimbing penulis untuk teliti, cermat dan akurat dalam menulis skripsi ini, hingga berkali-kali harus direvisi. Secara khusus penulis juga tidak lupa untuk menyampaikan terimakasih banyak kepada Bapak-Bapak Penguji, Dr. Rumadi, MA dan H. Zubir Laini, SH yang telah memberikan kritik konstruktifnya demi kesempurnaan skripsi ini. Ucapan terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan untuk para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan. Kepada Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh karyawannya yang telah menyediakan berbagai literatur yang mendukung penyusunan skripsi ini. Kepada narasumber Ustadz Nurhasan Zaidi, S.Sos.I, Dr. Nursanita Nasution, SE.ME., Ledia Hanifa, S.Si, M.PSi, Dra. Sri Utami, MM, Dra. Herlini Amran, MA yang dengan ikhlas meluangkan waktunya untuk mau diganggu oleh penulis untuk wawancara dan teman-teman DPP PKS yang membantu proses penulisan skripsi ini. Demikian juga ucapan terimakasih kepada Ibu Ciciek Farha dan keluarga, Ibu Masrucha dan Ibu A.D. Eridani, Bapak ‘Kyai’ Helmi Ali Yafie dan teman-teman Rahima yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, atas segala perhatiannya dalam penyusunan skripsi ini.
Kepada keluarga besar Bapak Hudjali, SH dan keluarga, Bapak Titik Budi Santoso, S.Pd.I, Ibu Titik Mardliyah dan keluarga, SH, Bapak Yudha Morthi Satya, SE dan keluarga, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan waktu dan menjadi tempat bernaung penulis selama belajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kepada teman-teman kelas Program Studi Siyasah Syar’iyyah, Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Persatuan Umat Islam (PUI), Serumpun Mahasiswa Riau (SEMARI) UIN Jakarta, teman-teman Keluarga Mathali’ul Falah (KMF) Jakarta, teman-teman Malaysia, teman-teman Indonesia, serta sahabat-sahabat terbaik penulis, terimakasih atas segala jalinan persahabatan yang telah memberikan warna bagi kehidupan penulis. Last but not least, ucapan terimakasih dan doa kepada yang terhormat, Ayahanda Kyai Muhammad Sarpin dan Ibunda Siti Mahmudah, Kakanda Qodir, Adinda Qomaruddin dan Azizah, terimakasih atas ‘senyum’ motivasinya serta dukungan moral maupun material kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas segala kebaikan untuk semuanya yang jauh lebih baik. Akhir kalimat, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam khazanah keilmuan bagi kita semua. Jakarta, 14 Juni 2008.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai negara Islam tentu tidak lepas dari perdebatan panjang. Hal ini ditandai dengan adanya pemikiran politik Islam yang pada masa awal hanya memfokuskan pada bagaimana menegakkan dan menjalankan negara.1 Pada perkembangan selanjutnya, pembicaraan ini berkembang dengan dinamika pemikiran mengenai konsep negara Islam dengan konteks bagaimana hubungan Islam dengan negara. Pertama, Islam diposisikan sebagai agama yang lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk bernegara. Hal ini sebagaimana yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Kedua, Islam tidak memiliki hubungan apapun dengan kenegaraan. Ketiga, dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.2 Tulisan ini ingin menegaskan bahwa konsep negara Islam dimulai dari konteks hubungan agama dan negara, seperti pada pendapat pertama dalam arti Islam diposisikan sebagai pengatur kehidupan bernegara dalam kehidupan manusia. Jika demikian dapat dikatakan bahwa eksistensi negara dalam pandangan pendapat pertama adalah Islam harus menjadi sebuah keniscayaan yang mengatur negara, mulai dari pemimpin, wilayah, penduduk sampai dengan kedaulatan, politik, sosial,
1 2
Abu al-Hasan al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, (Beirut: Dar el-Fikr, 1960), h 5. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1993), h 1-2.
ekonomi, budaya dan hubungannya dengan dunia internasional. Semuanya itu
BAB II MENGENAL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) Partai Keadilan (PK) yang kemudian bermetamorfose menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), adalah fenomena menarik dalam kehidupan kepartaian selepas orde baru. Di pemilu 1999, PK memang tidak berhasil meraih suara dan kursi yang signifikan, namun pada pemilu 2004 raihan suaranya menjungkirbalikkan prediksi banyak kalangan, apalagi PK memang secara ideologis dan praksis politiknya bukan dari massa yang frustasi.3 PKS bahkan memperoleh suara sebanyak 8,3 juta (7,4 persen) dan menempati rangking ke-6. Sebanyak 45 kader PKS berhasil meraih kursi di lembaga legislatif, 157 kader di DPRD Provinsi dan 900 kader di DPRD Kota/Kabupaten . selain itu PKS juga berhasil mengusung Hidayat Nur Wahid menjadi ketua MPR RI periode 2004-2009 setelah mengalahkan Sutjipto, pesaing kuatnya dari PDIP.4 Oleh karenanya bab ini akan membahas sejarah PKS, bagaimana proses kelahirannya sampai dengan visi, misi dan program serta platform-nya dalam kancah politik nasional. Kemudian akan dibahas juga agenda politik PKS pada pemilu 2009.
3
Furkon, Partai Keadilan Sejahtera (Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer), (Jakarta: Teraju, 2002), sampul buku bagian belakang. 4 Untung Wahono, dkk., Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Sekjen Bidang Arsip dan Sejarah DPP PKS, 2007), h 18-20.
A. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pada dekade 1980-1990, di Indonesia terjadi perlawanan latens dari gerakan politik Islam terhadap Orde Baru yang pada saat itu dinilai represif dalam melahirkan kebijakan dan menjadikan Islam sebagai ancaman. Bentuk perlawanan tersebut diantaranya melalui peristiwa,5 Pertama, peristiwa berdarah Tanjung Priok. Peristiwa ini terjadi setelah presiden Soeharto menyampaikan pidato kenegaraan 16 Agustus 1982, di mana presiden meminta agar Pancasila menjadi satu-satunya asas bagi partai politik dan organisasi kemasyarakatan yang mendapat tanggapan pro dan kontra dari umat Islam. Pada saat itu kondisi Jakarta memanas, para dai dan mubaligh mengkritik keras kebijakan yang dianggap pemaksaan negara terhadap kehidupan privat warga negara yang akhirnya membawa para dai dan mubaligh ini selalu dicekal setiap selesai menyampaikan ceramah. Akan tetapi sebenarnya yang dikritik adalah kediktatoran orde baru karena Pancasila dianggap tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kedua, tekanan terhadap para mubaligh. Peristiwa ini terjadi kemudian tanggal 13 September 1984, empat orang mubaligh vokal ditangkap, Abdul Qadir Djelani, Tony Ardi, A. Rani Yunsih dan Mawardi Noor. Penangkapan ini masih terus berlanjut sampai dengan akhir bulan.
5
Furkon, Partai Keadilan Sejahtera (Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer), h 117-121.
Ketiga, kasus usrah. Kasus ini terjadi di Jawa Tengah, khususnya di Solo, di mana seseorang yang bernama Tubagus Muhammad Jiddan dari Banaran-Kulon Progo-Yogyakarta dijatuhi hukuman 6 tahun penjara karena mengikuti kegiatan usrah pada tahun 1986. Gerakan usrah saat itu masih jarang ditemukan. Saat itu kegiatan yang terdiri dari tujuh hingga lima belas orang yang melakukan kajian keagamaan yang bersifat ibadah mahdlah ini dituduh sebagai antek PKI oleh Jenderal Harsudiono yang saat itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro. Sayangnya gerakan ini belum diketahui sejak kapan mulai tumbuh dan berkembang di masyarakat. Keempat kasus jilbab. Kasus ini muncul pada tahun 1980-an, yang merupakan imbas revolusi Iran melalui media-media nasional dan internasional. Semangat pemakaian jilbab adalah simbol perlawanan terhadap budaya yang hedonis di kalangan remaja. Akan tetapi pemakaian jilbab ini justru dilarang oleh pemerintah. Meskipun dilarang, justru pemakaian jilbab yang semula hanya menjadi identitas anak pesantren, malah menjadi marak di kalangan siswi SMAN. Yang mengejutkan, semakin dilarang pemakaian jilbab di sekolah umum malah semakin tumbuh perlawanan yang dilakukan siswi berjilbab. Namun kemudian perlawanan ini membuat sekolah berang, dan membawa kasus ini sampai ke meja hijau, seperti halnya SMAN 68 Jakarta6 yang sebelumnya telah mengeluarkan 6 siswinya. Penindasan ini berlangsung sampai dekade 1982-1991.
6
Alwi Alatas dan Fifrida Desliyanti, Revolusi jilbab (Kasus Pelarangan Jilbab di SMA Negeri Se-Jabodetabek, 1982-1991), (Jakarta: al-I’tishom, 2002), h 55-66
Kelima, kasus Lampung. Peristiwa ini dikenal dengan “Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) Warsidi”, namun beberapa kalangan LSM menyebut peristiwa Talangsari atau peristiwa Cihideung. Peristiwa berdarah pada 6 Februari 1989 berawal dari disharmoni hubungan antara komunitas Cihideung sebagai jamaah Warsidi dengan pihak Koramil Way Jepara. Peristiwa ini oleh kalangan LSM dinilai sebagai konspirasi politik antara pelaku, pihak pemerintahan sipil bahkan intelijen.7 Jika melihat kondisi diatas, hampir semua ruang Islam telah ditutup oleh pemerintah. Namun justru perlawanan Islam terhadap tindakan represif pemerintah orde baru bukan berakhir, tetapi malah menjadi kekuatan politik. Hal ini disebabkan karena agama mempunyai vitalitas (daya hidup) yang berbeda dengan politik. Jika tidak di permukaan, agama akan ‘bergerilya’ di bawah.8 Perlawanan yang dilakukan oleh umat Islam ini dimulai dengan transformasi gerakan Tarbiyah secara pribadi melalui M. Natsir dan secara kelembagaan melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang dibentuk pada 26 Februari 1967 untuk melakukan tugas-tugas dakwah yang akhirnya diperbolehkan memiliki perwakilan di daerah sampai dengan tingkat II. Dengan ini, Natsir kemudian membentuk poros ’pesantren-masjid-kampus’, sebuah jaringan yang integral antara satu sama lain. Karena itu, Natsir kemudian mendirikan pesantren yang berdekatan dengan kampus diantaranya Pesantren Darul Falah di Bogor yang dekat dengan
7
Furkon, Partai Keadilan Sejahtera (Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer), h 117-121. 8 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Jakarta: Mizan, 1997), h 198.
Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Pesantren Ulil Albab di lingkungan kampus Ibnu Khaldun Bogor yang dibina oleh Dr. Didin Hafiduddin.9 Apa yang digagas oleh Natsir dengan membentuk poros ’pesantren-masjidkampus’ ternyata berhasil. Hal ini terlihat dari semakin membesarnya kader tarbiyah yang kemudian menamakan diri sebagai Lembaga Dakwah Kampus (LDK) di setiap kampus. Nah dari LDK-LDK ini, mereka kemudian sepakat untuk membentuk Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) dan melalui wadah inilah para aktifis masjid berkumpul dan berdiskusi tentang berbagai hal yang menyangkut dakwah. Forum ini mengadakan pertemuan dua tahun sekali di berbagai kampus. Pada pertemuan ke X, di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), tangal 25-29 Maret 1998, seusai acara silaturahim dan diskusi, mereka mendeklarasikan sebuah lembaga aksi yang diberi nama KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Berdirinya KAMMI bukan tanpa alasan, karena ketika tekad KAMMI didirikan, tentu para aktifis dakwah ini memiliki tujuan yang jelas. Setelah lahirnya KAMMI yang menunjukkan prestasi dalam kancah perpolitikan Indonesia, mulailah proses pembuatan partai yang melalui musyawarah yang cukup panjang. Musyawarah untuk membentuk partai di kalangan Aktivis Dakwah Kampus (ADK) terjadi setelah DDII gagal membuat satu partai politik yang berasaskan Islam. Pada saat itulah para ADK dan sebagian jamaah DDII menunggu DDII yang akan membidani lahirnya partai Islam.
9
Furkon, Partai Keadilan Sejahtera (Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer), h 124-125.
Karena musyawarah yang tak kunjung mencapai mufakat, maka diperbesar lagi dengan mengadakan jajak pendapat berupa polling yang ditujukan kepada para ADK maupun mantan ADK. Pertanyaan survei lebih difokuskan untuk mengetahui sejauh mana ADK dalam menyikapi arus reformasi yang terjadi pada saat itu. Pertanyaan disebarkan sebanyak 6000 orang/responden pada seluruh komponen aktifis dakwah, sebanyak 5800 pertanyaan kembali. Dari 5800 responden, 86% lebih menginginkan untuk mendirikan partai politik. Dan 27% sisanya menginginkan untuk mendirikan organisasi masyarakat, dan sisanya menginginkan mempertahankan habitat semula yaitu dalam bentuk yayasan, LSM, kampus, pesantren dan berbagai lembaga lainnya.10 Berangkat dari temuan ini, maka berkumpullah 52 orang untuk membicarakan hasil polling tersebut dalam sebuah konferensi.11
10
Damanik, Fenomena Partai Keadilan (Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia), h 230. 11 DPP PKS, Sekilas Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: DPP Partai Keadilan, Cetakan Pertama, 1998), h 34. 52 orang yang mendirikan Partai Keadilan ini mayoritas adalah kalangan terpelajar yang terdiri dari 8 orang Doktor (S3), 9 orang Master (S2) dan 24 orang Sarjana (S1), sisanya adalah orang-orang yang belajar secara otodidak, bahkan salah satunya adalah warga Tionghoa yang mendapatkan gelar al-Hafidz. Semua ini dianggap memiliki kapasitas yang sama dalam keilmuan, berangkat bersama dari aktivis dakwah. Bahkan 5 diantaranya adalah perempuan yang terpelajar. Mereka adalah, Dr. Salim Segaf Aljufri, MA, Dr. Mulyatno, MEng, Dr. Ir. Nurmahmudi Ismail, Msc, Drs. Abu Ridho, A.S, H. Mutammimul Ula, SH, K.H. Abdul Hasib, Lc, Fahri Hamzah, SE, Dr. Daud Rasyid Sitorus, MA, Igo Ilham Ak, Chin Kun Min (Al-Hafiz), Drs. Arifinto, Nursanita Nasution, SE, MS, H. Rahmat Abdullah, Dr. H. Satori Ismail, H. Ir. Untung Wahono, Mashadi, H. Maddu Mallu, SE, MBA, H. M. Nasir Zein MA, K.H. Acep Abdul Syukur, Dr. Ahzami Samiun Jazuli, MA, K.H. Yusuf Supendi, Lc, Hj. Yoyoh Yusroh, K.H. Abdul Roqib, Lc, H. Abdullah Said Baharmus, H.M. Anis Matta, Lc, Dra. Zirlirosa Jamil, Drs. H. Suharna S.MT, H. M. Ihsan Arlansyah Tanjung, Syamsul Balda, SE. MM, H. Habib Abu Bakar Al-Habsyi, Sunmanjaya Rukmandis, Ahmad Heriawan, Lc, Drs. Erlangga Masdiana, Msi, Didik Ahmadi, Ak.M.Comm, Ir. H. Suswono, Ahmad Zainuddin, Lc, H. Ahmad Hatta, MA, PhD, H. Makmur Hasanuddin, MA, dra. Hj. Siti Zainab, Dra. Sri Utami, Nurmansyah Lubis, SE.Ak.MM, dr.H. Naharus Surur, Drs. Muhroni, H. Aus Hidayat, Ir. H. Tifatul Sembiring, Drs. Muzammil Yusuf, H. M. Tijar Zein, H. Fahmi Alaydrus, S..Psy. Ini membuktikan, betapa peran perempuan dibutuhkan dalam kancah politik, dan PK sebagai partai yang membuktikan
Hasil dari musyawarah tersebut dinyatakan dalam konferensi pers di Auditorium Masjid al-Azhar, Kebayoran Baru Jakarta, pada 20 Juli 1998 sebagai pendirian Partai Keadilan.12 Berikutnya adalah deklarasi Partai Keadilan pada 09 Agustus 1998 di lapangan Masjid Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta yang dihadiri oleh 50.000 massa dan Hidayat Nur Wahid sebagai Ketua Dewan Pendiri membacakan pernyataan yang dikenal dengan Piagam Deklarasi, yaitu; “Partai Keadilan didirikan bukan atas inisiatif seseorang atau beberapa orang aktivisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan yang diambil dari musyawarah yang aspiratif dan demokratis. Sebuah survey yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah, terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia dilakukan beberapa bulan sebelumnya untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. Survey ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkn aktivitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang. Survey ini mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap dikalangan sebagian besar aktivis dakwah yang dapat menjadi sebuah pola dinamis bagi pengendalian partai di kemudian hari. Terbukti setelah tekad mendirikan sebuah partai diputuskan maka kesatuan sikap secara menyeluruh menjadi kenyataan”.13
Dalam waktu singkat partai ini mengkonsolidasikan diri dan ikut meraih simpati dalam gelanggang politik termasuk 3 partai politik yang muncul Orde Baru.14 Dengan nomor 24, partai ini berhasil menempatkan kader-kadernya di 7 kursi DPR, 26 kursi DPRD Propinsi, 153 kursi di DPRD Kabupaten. Bahkan Kompas (20 Mei 2000) menilai bahwa PK adalah partai pemenang pemilu 1999, karena prestasi yang diraihnya tersebut. adanya keterlibatan perempuan secara umum didalamnya. Artinya keterlibatan mereka juga menunjukkan perilaku setara antara laki-laki dan perempuan meskipun tidak diukur dari jumlah massa, namun kapabilitas dari 5 perempuan inilah menjadi bukti bahwa mereka sebagai wakil dari perempuan 12 Sejarah PKS, http://www.pksanz.org/pkspedia/index.php?title=Sejarahsingkatpks, artikel diakses pada tanggal 15 Februari 2008. 13 DPP PKS, Sekilas Partai Keadilan Sejahtera, h 34. 14 Untung Wahono, dkk., Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Sekjend. Bidang Arsip dan Sejarah DPP PKS, Cetakan Pertama, 2007), h 12-23.
Bersama 41 partai lainnya PK memelopori tuntutan perubahan ketentuan UU Pemilu tentang electoral threshold. Upaya ini mengalami kebuntuan karena dihadang oleh kekuatan parti besar yang khawatir akan rivalitas dari kekuatan yang baru tumbuh. Dari PK ke PKS Perolehan pemilu pada tahun 1999 yang dibawah electoral threashold membuat masa empat tahun berikutnya digunakan PK untuk melakukan konsolidasi besar-besaran dengan memunculkan partai baru bernama “Partai Keadilan Sejahtera” (PKS) yang diharapkan membuka jalan bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan, ketakwaan, keindahan dan kebahagiaan. Keadilan yang menyediakan ruang bagi setiap orang untuk mendapatkan hak-hak asasinya dan menebarkan rasa aman serta membebaskan manusia dari semua bentuk intimidasi dan rasa takut.15 Partai ini berlambangkan dua bulan bernama kuning emas, dengan garis lurus diantara kedua bulan sabit, yang juga berwarna kuning emas. Bulan sabit dan garis lurus tersebut berada dalam satu kotak berwarna hitam dan dibawahnya terdapat tulisan “SEJAHTERA”. Diatas kotak hitam ada sebuah persegi panjang yang panjangnya sama dengan kotak dibawahnya, tetapi dengan ketinggian yang lebih pendek, didalamnya tertulis “PARTAI KEADILAN” dengan tulisan berwarna kuning emas. Antara kotak dan persegi panjang diatasnya dipisahkan oleh garis lurus warna putih. Secara keseluruhan kotakdan persegi panjang itu mensimbolkan Ka’bah, kiblat suci kaum muslimin yang melambangkan kesatuan umat. 15
DPP PKS, Sekilas Partai Keadilan, h 25-26
Partai ini juga memiliki karakteristik moralis, profesional, patriotik demokrat, reformis dan independen. Sedangkan prinsip dasar dari PKS adalah keadilan, persamaan dan keseimbangan, kesatuan nasional, kemajuan, khidmatul ummah demi persatuan dan kerjasama Internasional.16 Adapun landasan partai ini adalah al-Qur’an yang meliputi surat al-Syura: 13, al-Nur: 55, al-Shaf: 10-13 dan al-An’am: 153.17 Dasar pemikiran partai ini adalah syumuliyat al-Islam (kesempurnaan Islam; Islam agama dan negara) dengan menjadikan partai ini sebagai partai dakwah yang merefleksi ke seluruh sikap, perilaku dan aktifitasnya.
16
DPP PKS, Sekilas Partai Keadilan, h 40-46 Landasan al-Qur’an tersebut adalah; “Dia telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepadaNya)." (QS, al-Syura: 13), "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS, al-Nur: 55), "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga `Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orangorang yang beriman." (QS, al-Shaff: 10-13), "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (QS, al-An'am: 153) 17
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dideklarasikan oleh Drs. Al-Muzammil Yusuf yang menjabat sebagai Presiden PKS pada saat itu dengan dihadiri oleh 40.000 massa di Silang Monas Jakarta pada tanggal 20 April 2002.18 Selain rekruitmen keanggotaan, konsolidasi juga dilakukan dengan aksi-aksi dalam rangka solidaritas internasional untuk umat Islam, bantuan penanggulangan bencana, penolakan terhadap pornografi, narkoba, korupsi, kekerasan dan lain sebagainya. Selain itu juga banyak momentum besar yang digelar PKS, misalnya Gerak Jalan Keluarga, Gelar Sambut Ramadhan, Isra Mi’raj Fair di UI-Depok, PKS Expo dan Ramadhan Fair di Istora Senayan-Jakarta.19 Pada pemilu 2004, dengan kampanye yang meriah, kreatif, tertib dan santun, PKS yang mendapat nomor 16 ini, mengusung jargon Bersih dan Peduli, sebuah karakteristik yang harus diwujudkan dalam dakwah Islam. Kerja keras PKS untuk memenangkan pemilu membuahkan hasil yang fantastis dan fenomenal. Bagaimana tidak, dukungan rakyat kepada partai ini melejit hampir 700%, dengan perolehan suara sebanyak 8,3 juta (7,4%) dan menempati rangking ke-6. konsekuensinya sebanyak 45 kader diutus PKS untuk berjuang di DPR RI, 157 kader di DPRD Provinsi dan 900 kader di DPRD Kota/Kabupaten. Tidak itu saja, dalam pemilihan pimpinan MPR, Presiden PKS Muhammad Hidayat Nurwahid berhasil menjadi ketua MPR RI periode 2004-2009.
18
Sejarah Singkat PKS, http://pks-anz.org/pkspedia/index.php?title=Sejarah Singkat PKS, artikel diakses pada tanggal 07 Maret 2008. 19 Untung Wahono, dkk., Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, h 16-18.
Dalam pemilihan presiden pertama, PKS merekomendasikan calon presiden Amin Rais kepada kadernya. Namun dalam pemilihan presiden putaran kedua, PKS melakukan koalisi dengan Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang dan PKPI. Karena Susilo Bambang Yudhono menang dalam pemilu 2004 dengan pasangannya Jusuf Kalla (Partai Golkar), maka konsekuensi dari koalisi tersebut adalah PKS mendapat kesempatan untuk berbakti membela negara pada tiga kursi kabinet, yakni Menteri Pertanian (Anton Apriantono), Menteri Perumahan (Yusuf Asy’ari) dan Menteri Pemuda dan Olah Raga (Adhyaksa Dault). Duduknya Muhammad Hidayat Nur Wahid sebagai Ketua MPR, menjadi momentum keteladanan politik bagi bangsa ini. Alumni dari Pesantren Gontor dan doktor lulusan Universitas Madinah ini mundur dari jabatan Presiden PKS yang kemudian digantikan sementara oleh Tifatul Sembiring. Oleh karena itu, PKS kemudian menggelar Munas pertamanya pada akhir Juli 2005 di Hotel Century Senayan-Jakarta yang menetapkan Tifatul Sembiring sebagai Presiden PKS.
B. Visi, Misi Dan Program Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Setelah berganti nama dari Partai Keadilan (PK) menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), maka visi dan misi-nya pun mengalami perubahan redaksi sesuai dengan dinamika politik yang terjadi di Indonesia. Akan tetapi tentu tidak merubah
maknanya.20 Dan dengan visi dan misi baru ini nampaknya PKS lebih bersifat nasionalis dan akomodatif terhadap kebutuhan bangsa Indonesia secara universal. Visi Umum: "Sebagai partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan ummat dan bangsa."21 Visi Khusus: "Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam mewujudkan masyarakat indonesia yang madani". Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai; 1. Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.
20
Ketika masih bernama Partai Keadilan (PK), partai menjabarkan visi misinya dalam 10 poin yang terdiri dari; Visi PK 1. Menjadi unsur pertekat dan pengarah kesatuan bangsa. 2. Menjadi wadah pendidikan politik bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, sekaligus tangga menuju kepemimpinan nasional. 3. Menjadi pelopor pengembangan kultur pelayanan dalam tradisi politik Indonesia. 4. Menjadi dinamisator pembelajaran bagi bangsa Indonesia. 5. Menjadi akselerator bagi terwujudnya masyarakat madani di Indonesia. Misi PK 1. Berjuang mewujudkan masyarakat madani di Indonesia. 2. Menegakkan eksistensi politik umat Islam di Indonesia. 3. Berjuang untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. 4. Mengembangkan tradisi profesionalisme pengelolaan dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. 5. Ikut memberi kontribusi positif bagi pengembangan dan kemajuan peradaban dunia. Untuk lebih jelasnya, lihat DPP PKS, Sekilas Partai Keadilan, h 46-50. 21 Untung Wahono, dkk, Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, h 26.
3. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil 'alamin. 4. Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia. Misi PKS 1. Menyebarluaskan dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir taghyir. 2. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi. 3. Membangun opini umum yang islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat. 4. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya. 5. Menegakkan amar ma'ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam. 6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi.
7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kezhaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas. 22 Program PKS23 Setelah PKS menata diri menjadi partai politik dakwah yang solid sejkak tahun 2004, kini dengan program kerja yang baru diharapkan dapat mencapai cita-cita partai yakni memimpin dan melayani bangsa Indonesia. Beberapa intisari program itu adalah sebagai berikut: 1. Bidang Pembinaan Kader Bidang ini bertujuan untuk menumbuhkan kader yang mampu menjadi pemimpin yang kuat untuk masa depan, syabaabul yaum rijaalul ghad (pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan), mempunyai kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan intelektualitas (Bersih, Peduli dan Profesional). 2. Bidang Pembinaan Wilayah Bidang ini dimaksudkan untuk mengembangkan otonomi daerah yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan dan proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga kenegaraan ditingkat pusat, provinsi dan daerah. 22
Lihat Untung Wahono, dkk., Profil Singkat Partai Keadilan, h 28. Majelis Pertimbangan Pusat PKS (MPP-PKS), Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: MPP PKS, 2007), halaman pendahuluan, xvii-xxii 23
Selain itu dalam desain otonomi daerah, pembangunan daerah harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat luas dengan membangun sistem yang efektif untuk pelayanan publik, pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan antar daerah. 3. Bidang Kewanitaan Pada bidang ini, PKS ingin mewujudkan perempuan Indonesia yang sejahtera, cerdas, berdaya dan berbudaya melalui pemantapan peran di sektor domestik maupun publik dalam bingkai ketakwaan. 4. Bidang Kesejahteraan Rakyat Bidang ini secara khusus bertujuan untuk membangun sector riil yang kuat dan berdaya demi mengangkat derajat hidup rakyat yang terpinggirkan, terutama kaum tani, nelayan, buruh, dan pedagang kecil serta kelompok yang berada di bawah garis kemiskinan; melalui pengembangan unit usaha mandiri, pembentukan balai latihan kerja, dan pemantapan lembaga keuangan syariat sebagai alternatif solusi. 5. Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Bidang ini bertujuan untuk memelopori reformasi sistem politik, birokrasi, peradilan dan militer untuk berkomitmen terhadap penguatan demokrasi, penegakan hukum yang diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari perilaku yang bermasalah serta kapasitas kelembagaan. Selain itu juga menjadikan kekuatan rakyat sebagai modal dasar keamanan domestik dan ketertiban sosial dengan menempatkan polisi sebagai penegak hukum yang mengayomi masyarakat.
6. Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Teknologi Bidang ini merupakan bidang utama dalam mendorong program reformasi ekonomi sebagai pilar pemulihan perekonomian nasional dengan basis ekonomi syariah. Hal ini kemudian diperkuat dengan peningkatan industri nasional berbasis hemat SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) yang unggul melalui transfer kebijakan tekonologi dan pengembangan riset yang diikuti pembangunan pada sektor perbankan serta finansial demi menjaga stabilitas ekonomi. 7. Bidang Pembinaan Pemuda Sebagai partai kader,24 bidang pembinaan pemuda adalah bidang yang menempati posisi strategis. Bidang ini bertujuan untuk membina pemuda sebagai pilar pembangunan bangsa dalam mengatasi masalah sosial dan moral, serta menjadikan kaum muda yang mandiri, berdaya dan mempersiapkannya sebagai calon pemimpin bangsa.
C. Platform Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dengan visi sebagai partai dakwah, maka PKS dengan sendirinya memikul beban yang cukup berat. Partai ini tentu bukan didirikan semata-mata sebagai wadah agregasi dan artikulasi aspirasi politik umat, tetapi ia juga memiliki kewajiban
24
Partai kader adalah partai yang mengutamakan pengkaderan, ketaatan anggota dan disiplin kerja dari anggota. Pimpinan parpol biasanya menjaga ketat kemurnian doktrin politik dengan berbagai cara termasuk mengadakan seleksi calon anggota dan pemecatan anggota jika menyimpang dari garis partai. (Lihat Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h 166.
memberdayakan umat baik secara psikologis, sosiologis, ekonomis maupun politis. Ini menunjukkan kelanjutan dari partai ini adalah dakwah islamiyah. Dengan ini, maka platform PKS sesuai dengan AD/ART-nya adalah; 1. Partai yang berasaskan Islam 2. Memiliki tujuan dan kegiatan yang jelas; a) Terwujudnya cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. b) Terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridlai Allah SWT dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Platform Kebijakan Pembangunan PKS25 Sebagai wujud dari tanggungjawab Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera dan diridlai Allah SWT, maka platform ini dibentuk sebagai arah dan pedoman perjuangan. Platform kebijakan pembangunan ini terdiri dari; A. Bidang Politik Pertama, berkaitan dengan bentuk negara. Karena Indonesia adalah negara yang mengakui tauhid, Ketuhanan Yang Maha Esa dengan penduduk yang relijius dan mayoritas muslim, maka Indonesia adalah NKRI yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, berkaitan dengan dinamika politik nasional, PKS mendorong agar Indonesia baru ke depan berada pada kondisi politik yang sehat dan dinamis, di mana 25
MPP PKS, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, h 195-357.
terjadi pematangan dari kondisi transisi menuju konsolidasi demokrasi yang mantap yang ditandai dengan terbukanya ruang berekspresi masyarakat dalam koridor hukum dan tertib sosial. Dengan demikian muncul stabilitas politik yang diakibatkan oleh kedewasaan politik dalam berkontribusi bagi tegaknya keadilan dan kesejahteraan rakyat serta tingkat pendidikan politik masyarakat yang memadai. Karena stabilitas politik adalah prasyarat bagi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik untuk memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyalurkan aspirasi, ekspresi, tegaknya keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, berkaitan dengan model demokrasi. Dalam rangka menumbuhkan stabilitas politik yang sehat dan dinamis, bercermin dari pengalaman sejarah nasional PKS berkeyakinan bahwa sistem presidensial dengan jumlah partai yang sedikit tampak lebih mungkin dikembangkan. Penyederhanaan jumlah partai peserta pemilu secara bertahap adalah langkah yang rasional dan obyektif. Keempat, berkaitan dengan sistem ketatanegaraan. PKS berkeyakinan bahwa pemerintah harus efisien dan efektif dalam mengelola negara. Secara bertahap bersama tumbuhnya kekuatan negara, maka pemerintah harus mengambil posisi pada pengelolaan funsi minimal negara (dalam aspek pertahanan, keamanan, hukum, proteksi kepemilikan pribadi, manajemen makro ekonomi, pendidikan, kesehatan, program anti kemiskinan dan penanggulangan bencana) dan menyerahkan funsi lainnya bagi partisipasi masyarakat. Kelima, berkaitan dengan hubungan tata pemerintahan secara vertikal serta otonomi daerah, maka PKS berkeyakinan bahwa hubungan ini dilaksanakan dengan
menjalankan kewenangan pusat secara efektif dengan meningkatkan kualitas pelakasanaan kewenangan daerah melalui penguatan kelembagaan, pembinaan SDM (Sumber Daya Manusia) dan peningkatan kapasitas. PKS memandang perlunya otonomi daerah yang terkontrol dan terkoordinasi oleh pemerintahan pusat, namun tetap berorientasi pada semangat keadilan dan proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga kenegaraan di pusat, provinsi dan daerah. Oleh karenanya diperlukan transparansi dan akuntabilitas pada pelaksanaan dekonsentrasi untuk pembangunan daerah. Keenam, dalam kerangka implementasi dan eksekusi kebijakan politik negara secara efisien dan efektif, maka institusi birokrasi negara dan tata kelola pemerintahan yang baik untuk mendorong terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi yang dinamis. Birokrasi yang bersih, peduli dan profesional merupakan cermin tubuh bangsa refleksi ruh pengelolaan negara. Tata pemerintahan yang baik adalah kunci bagi tegaknya pemerintahan yang bersih-peduli-profesionaldalam pengelolaan birokrasi; tata pemerintahan berwawasan ke depan, akuntabel, transparan, kompetitif, prinsip meritokrasi dan mendorong partisipasi rakyat. Ketujuh, PKS meyakini bahwa strategi penegakan hukum harus diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari perilaku bermasalah dan koruptif , "hanya sapu bersih yang dapat membersihkan lantai kotor". Untuk itu, bukti dan contoh dari para kader PKS di lapangan legislatif dan eksekutif adalah bentuk konkret perjuangan ini.
B. Bidang Perekonomian Untuk mengatasi persoalan ekonomi dan meningkatkan pembangunan ekonomi bangsa, maka PKS mengusulkan langkah-langkah perbaikan penting yang terdiri dari; 1). Melipatgandakan produktivitas petani dan nelayan. 2). Meningkatkan daya saing sektor industri dan jasa. 3). Membangun sektor-sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan bangsa melalui harmonisasi dengan lingkungan hidup. Pertama, kemiskinan sebagai musuh kemanusiaan harus dibasmi dan upaya pengentasan kemiskinan harus menjadi prioritas pembangunan. Upaya ini dilakukan bersamaan dengan pelipatgandaan produktivitas sektor pertanian. Kedua, ketimpangan pendapatan yang tajam antar penduduk di sektor pertambangan dan pertanian serta ketertutupan antar sektor pembangunan menjadi sangat rawan terhadap gejolak sosial. Pemerataan pendapatan hanya dapat diatasi apabila koordinasi lintas sektoral dikelola secara baik dan membuat keterkaitan inputoutput antara sektor yang satu dengan yang lain dalam kerangka kerja integratif sehingga
memunculkan
kekuatan
sinergi
pembangunan
dan
menghasilkan
pemerataan pendapatan. Ketiga, untuk mengatasi tekanan global dan rendahnya daya saing produk industri nasional, maka PKS mengembangkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dan menguasai teknologi serta kemampuan inovasi melalui penelitian dan pengembangan.
Keempat, cepatnya laju sektor keuangan pasar modal untuk investasi jangka pendek membuat keuntungan jangka pendek telah melebihi realitas roda perputaran ekonomi. Untuk itu PKS melakukan perbaikan pada sektor riil dengan melakukan pengurangan terhadap tindakan spekulatif di sektor keungan dan menciptakan sistem yang mampu mengintegrasikan sektor keuangan dan sektor riil untuk meningkatkan investasi langsung. Untuk itu harus dilakukan upaya perbaikan infrastruktur pembangunan, reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi, menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk mendorong masuknya invesstasi asing dan menggerakkan sektor riil. Kelima, karena kerusakan lingkungan dan eksploitasi alam yang berlebihan telah mengakibatkan bencana bagi rakyat, maka PKS berupaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan meningkatkan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) dan teknologi yang bersih dan hemat SDA (Sumber Daya Alam). Keenam, PKS memandang bahwa program reformasi ekonomi harus dilandasi oleh semangat mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa dengan mengerahkan segenap potensi ekonomi nasional untuk kemakmuran rakyat dan menciptakan fundamental ekonomi yang kokoh. C. Bidang Sosial dan Budaya Platform dalam bidang ini adalah membangun kecerdasan manusia Indonesia, kesalehan sosial dan kemajuan budaya demi mengangkat martabat bangsa.
Pertama, memastikan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) meliputi sandang, pangan, papan, kendaraan dan simpanan/tabungan. Untuk itulah pemerintah harus menciptakan infrastruktur pelayanan yang lebih baik. Kedua, peningkatan partisipasi pendidikan yang bermutu. Upaya yang diambil adalah mencanangkan peningkatan pendidikan yang berkualitas dengan biaya terjangkau sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing, bahkan diupayakan gratis untuk fasilitas kewajiban belajar masa 9-12 tahun, sampai tingkat sekolah menengah atas. Begitu juga penetapan anggaran pendidikan sebesar 20% dari anggaran negara sesuai ketentuan konstitusi perlu dilakukan secara bertahap dengan memperhatiakn aspek-aspek strategis. Ketiga, terwujudnya status kesehatan paripurna bagi semua sehingga dapat membangun bangsa dan negara dalam kerangka beribadah kepada Allah SWT. Untuk itu perlu diupayakan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dengan: peningkatan kuota anggaran kesehatan, perbaikan sistem pembiayaan kesehatan, peningkatan peran serta masyarakat, peningkatan sumber daya kesehatan profesional yang ber-akhlakul karimah, perbaikan sistem manajemen kesehatan, penyediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang berkualitas dan mudah diakses bagi masyarakat, peningkatan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan serta kebijakan kesehatan yang berkeadilan. Keempat, penanaman nilai kemandirian dan kesetiakawanan sosial. Dengan ini diharapkan kelak akan terbentuk pembentukan karakter (character building) pada
sikap dan perilaku yang beradab sehingga secara sosial akan membentuk komunitas yang mencintai kebajikan. Kelima, gerakan kebudayaan yang progresif dalam hal pengkaderan seniman dan budayawan yang tercerahkan, pembentukan komunitas budaya di wilayah kota dan desa, serta perakitan jaringan kebudayaan lokal, nasional dan global. Untuk itu diharapkan kebudayaan baru Indonesia sangat menghargai warisan budaya lokal/tradisional serta bersikap selektif/adaptif terhadap arus budaya global/modern.
D. Agenda Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tahun 2009 Pada pemilu 2009 yang akan datang, PKS telah menetapkan target dan sasaran utamanya yaitu: menjadi 3 besar, memperoleh 20% kursi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan mendapatkan suara pemilih 24 juta suara untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam Musyawarah Nasional PKS harus mampu memobilisasikan seluruh potensi yang dimilikinya secara modern, efektif dan efisien di seluruh sektor kehidupan yang ada, baik di sektor ketiga (supra dan infrastruktur jaringan partai), di sektor publik (existing aset di lembaga eksekutif, legislatif yang ada di pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah) serta di sektor privat (para profesional dan pengusaha).26 26
MPP PKS, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, halaman pendahuluan xxiii. Hal ini juga diakui oleh Nurhasan Zaidi, Wakil Sekjen VI DPP PKS, yang mengatakan bahwa "Dengan target itu PKS ingin membangun bangsa menempatkan kadernya diberbagai elemen masyarakat. Paling tidak kita bisa menempatkan kader sampai dengan 100-120 kursi di DPR serta mampu merekrut 1000 kaum profesional yang siap ditempatkan diberbagai bidang kebutuhan negara untuk saat ini. Sekarang ditempatkan orang yang potensial diberbagai bidang dan mempersiapkan regenerasi kader. 10 tahun ke depan Indonesia akan memiliki kader yang bersih-
Strategi PKS sebagai partai dakwah (khuthuth 'aridhah) dalam transformasi bangsa ini adalah gerakan kultural (ta'biah al-afaqiyah) dan gerakan struktural (ta'biah al-amudiyah). Mobilitas vertikalnya adalah penyebaran kader dakwah ke berbagai lembaga yang menjadi mashadirul qarar (pusat-pusat kebajikan), agar mereka dapat menterjemahkan konsep dan nilai-nilai Islam kepada kebijakan publik. Sedangkan mobilitas horizontalnya adalah penyebaran kader dakwah ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat agar mereka menerima manhaj (metodologi) Islam serta produk kebijakan yang Islami. Untuk menunjang grand strategy ini, PKS membuat falsafah dasar perjuangan yang merupakan pemikiran mendasar (al-Fikru al-Asasi), berupa kumpulan konsep bersistem yang menjadi arah dan tujuan kelangsungan hidup, meliputi; akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Konsep ideologi yang aplikatif menjadi peta jalan (road map) menuju solusi bagi krisis multidimensi yang terjadi di Indonesia. PKS ke depan (Hasil Mukernas Bali) Dengan penuh semangat PKS akhirnya berhasil menggelar Mukernas (Musyawarah Kerja Nasional) tahun 2008 di Bali dengan tema “Bangkit Negeriku! Harapan itu Masih Ada” yang merupakan salah satu kegiatan partai untuk melebarkan jangkauan dakwah partai.
peduli-profesional". Lihat wawancara Nurhasan Zaidi, S. Sos. I, Wakil Sekjen VI DPP PKS, pada tanggal 05 Maret 2008.
Mukernas PKS kali ini diwarnai pro dan kontra dari kadernya. Mengapa? Hal ini disebabkan oleh;27 Pertama, daerah Bali yang dikenal sebagai “Pulau Dewata” itu adalah berpenduduk mayoritas Hindhu. Kedua, melihat komposisi umat Islam Indonesia yang mayoritas dengan 87 persen, akan lebih strategis dan menguntungkan bagi PKS untuk menggarap obyek dakwah yang mayoritas. Dengan kata lain menjadikan Bali sebagai sarana pengembangan dakwah partai dianggap tidak signifikan untuk meningkatkan jumlah simpatisan dan konstituen partai. Rangkaian event ini berhasil dilaksanakan mulai Jum’at-Ahad (1-3 Februari), bertempat di hotel Inna Grand Bali Beach. Ketiga, hasil Mukernas yang kemudian juga membawa PKS menjadi partai terbuka untuk tahun 2009. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keputusan PKS pada tahun 2009 menjadi partai terbuka bukan tanpa alasan, akan tetapi keterbukaan ini semata-mata untuk melihat beberapa hal yang diantaranya; Pertama, peluang dakwah yang besar diberbagai wilayah yang minoritas Islam seperti Papua, dan NTT (Nusa Tenggara Timur) di Indonesia termasuk Bali. Kedua, grand strategy ke depan yang menginginkan partai kader ini menggunakan konsep kultural dan struktural mengharapkan agar berbagai lembaga
27
Ijtihad Politik PKS Menjadi Partai Terbuka, lihat diakses http://alinur.wordpress.com/2008/02/24/ijtihad-politik-pks-menjadi-partai-terbuka/, tanggal 08 Maret 2008.
di pada
yang menjadi pusat kebijakan publik dapat menterjemahkan nilai-nilai Islam didalamnya. Ketiga, dengan keterbukaan ini diharapkan kepentingan umat Islam lebih terakomodir, mengingat pendekatan secara politik merupakan salah satu metode dakwah yang cukup efektif. ”Yang penting adalah bagaimana melakukan penyadaran tentang Islam kepada masyarakat”, tegas Nurhasan Zaidi, Wakil Sekjen VI DPP PKS, kepada peneliti.28 Keempat, menghilangkan stigma negatif PKS sebagai partai inklusif yang pada akhirnya akan memunculkan optimisme baru bahwa partai ini akan semakin besar. Kelima, keterbukaan dalam diri PKS merupakan wujud komitmen PKS dengan slogan ‘bersih-peduli-profesional’ untuk membangun bangsa dengan berbagai eleman masyarakat dan jaringan partai maupun organisasi masyarakat “Ini adalah strategi partnership, new lux new image. PKS ke depan tidak cukup hanya menjadi partai kader, tetapi juga harus menjadi partai massa29 dengan harapan dapat menjadi partai besar yang berkualitas. Prinsipnya adalah yakhtalithu walakin laa yatamayyazu, yassiru wa la yu’assiru, bassyiruu wa la tunaffiru (bercampur tetapi tidak terwarnai, memudahkan dan tidak menyulitkan, menyenangkan dan tidak menakut-nakuti)”,30
28
2008.
29
Wawancara Nurhasan Zaidi S.Sos.I, Wakil Sekjen VI DPP PKS, pada tanggal 05 Maret
Partai massa adalah partai yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota. Biasanya terdiri dari pendukung yang berasal dari berbagai elemen masyarakat yang sepakat untuk bernaung dibawahnya. Kelemahannya partai ini cenderung mementingkan kepentingan masingmasing yang dapat menghilangkan soliditas partai, terutama pada masa-masa krisis. (Lihat, Budardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h 166). 30 Wawancara Nurhasan Zaidi S.Sos.I, Wakil Sekjen VI DPP PKS, pada tanggal 05 Maret 2008.
BAB III NEGARA ISLAM Biasanya setiap negara didasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai agama mayoritas penduduknya. Dalam pengertian ini, adalah tafsiran formulasi “Islam adalah agama dan negara” yang menunjukkan bahwa negara dan masyarakat harus sama-sama memiliki nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan yang sama. Ini mensyaratkan bahwa masyarakat dan masing-masing anggotanya bekerja dengan serius dan ikhlas, baik dalam ucapan maupun perbuatan untuk merealisasikan nilainilai tersebut. Nilai-nilai dan aturan-aturan moral harus mengalir dari struktur dan praktik kehidupan sosial; ini tidak bisa dipaksakan dari atas. Karena sesungguhnya, pemerintah menggambarkan rakyatnya yang pada gilirannya, “mempunyai pemimpin yang berguna bagi mereka”. Oleh karenanya negara Islam selalu dipandang sebagai pemersatu dari berbagai entitas yang terpisah dari pemerintahan yang merdeka.
A. Definisi Negara Islam Kata negara, yang dalam bahasa Arab merupakan padanan kata dawlah, sebenarnya merupakan kata asing. Artinya, kata ini tidak dikenal sebelumnya oleh orang-orang Arab pada masa Jahiliyah maupun pada masa datangnya Islam. Wajar, jika kata tersebut yang dipadankan dengan kata negara dalam bahasa Indonesia-tidak ditemukan dalam al-Quran maupun Sunnah. Ibn al-Mandzur (w.711H/1211M), yang mengumpulkan seluruh perkataan orang Arab asli di dalam kamusnya, Lisân al-
’Arab, juga membuktikan bahwa kata dawlah tidak pernah digunakan oleh orangorang Arab dengan pengertian negara. Ia hanya mengatakan bahwa kata dawlah atau dûlah sama maknanya dengan ( اﻟﻌﻘﻮﺑﺔ ﻓﻰ اﻟﻤﺎل واﻟﺤﺮبperputaran kekayaan dan peperangan); artinya suatu kumpulan secara bergilir menggantikan kumpulan yang lain. Kata dawlah dan dûlah memiliki makna yang berbeda. Di antaranya ada yang berarti ( اﻹداﻟﺔ اﻟﻐﻠﺒﺔkemenangan), ( ﻋﺪﻟﻨﺎ اﷲ ﻣﻦ ﻋﺪوﻧﺎAllah telah memenangkan kami dari musuh kami) merupakan arti dari kata dawlah.31 Kepastian tentang kapan kata dawlah digunakan oleh orang Arab dengan pengertian negara tidak diketahui secara pasti. Namun demikian, di dalam Muqaddimah-nya Ibn Khaldun (779H) terdapat kata dawlah dengan pengertian negara. Kata ini tercantum dalam bab fî ma’nâ al-khilâfah wa al-imâmah.32 Ibn Khaldun juga menggunakan kata Dawlah Islâmiyyah (Negara Islam). Artinya, kata dawlah disifati dengan kata islamiyyah untuk menyebut al-khilâfah.33 Ia memberikan sifat islamiyah (Islam) terhadap kata dawlah (negara) karena kata dawlah (negara) memiliki arti umum, mencakup negara Islam dan bukan Islam. Akan tetapi, jika kata dawlah digandengkan dengan kata islamiyyah, maka artinya sama dengan al-khilâfah. Oleh karena itu, kata Dawlah Islamiyyah (Negara Islam) hanya memiliki satu makna, yaitu Khilafah. Di luar itu (selain negara Islam), Ibn Khaldun sendiri cenderung menggunakan istilah al-mulk (kerajaan) atau ad-dawlah (negara) saja.
31
Ibn al-Mandzur, Lisân al-’Arab, jilid XI,(Beirut: Dar-al-Fikr, TT), h. 252. Ibn Khaldun, Muqaddimah, (Beirut: Dar al-Fikr, TT), h 170-210 33 Ibid, h. 180-211. 32
Selain istilah yang telah disebutkan, ada beberapa istilah lain yang juga dipakai dalam terminologi yang sama, diantaranya adalah; Khilafah, yaitu pemerintahan Islam yang tidak dibatasi teritorial sehingga meliputi berbagai suku dan bangsa dan diikat dengan agama Islam. Di sisi lain, ada juga yang menyebutnya dengan istilah Khilafah berdasarkan syura, yaitu menggunakan musyawarah sebagai paradigma kekuasaan. Istilah ini juga mengalami perjalanan, sehingga ada yang menambahkannya dengan istilah Khilafah monarkhi yaitu sistem pemerintahan yang memberikan hak kepada pemimpin untuk menganggap negara sebagai milik individu yang bisa diwariskan seperti pada zaman Bani Abbasiyah dan Umayyah.34 Selain Khilafah, ada juga yang menyebutnya dengan istilah Imamah, yaitu sistem pemerintahan dalam negara Islam di mana pemimpinnya dilantik secara ilahiyah. Istilah ini digunakan oleh kalangan Syiah.35 Istilah lain dalam penyebutan negara Islam adalah Imarah, yaitu pemerintahan yang dipilih oleh Tuhan tanpa melibatkan “kaum Mukmin” dalam keputusannya. AlAsymawy menggunakannya dengan merujuk pemerintahan Islam masa Nabi.36 Bahkan Ahli fikih kenamaan yakni Imam Abul Hasan 'Ali al-Mawardi ketika
34
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fikih Siyasah, h 55-58, naskah tidak diterbitkan. Ibid, h 58 36 Muhammad Said Al-Asymawy, Menentang Islam Politik, (Terj. Islam and the Political Order, oleh Widyawati), (Bandung,: Alifya, Cet.I, 2004), h 18. 35
mengulas jenis-jenis kewenaangan kepala negara dalam negara Islam juga menyebut "imarah" yang pejabatnya disebut "amir" berdasarkan QS.al-Nisa:59.37 Istilah lain adalah Daarul Islam, yaitu negara yang berdasarkan Islam. Istilah ini digunakan oleh Soekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, untuk wilayah Indonesia yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (12 Syawal 1368) di desa Cisampah, kecamatan Ciawiligar, kawedanan Cisayong Tasikmalaya, Jawa Barat sebagai Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara dengan proklamasinya bahwa; "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam".38
B. Negara Islam dalam Berbagai Perspektif Banyak sekali tokoh yang mendefinisikan negara Islam dalam berbagai literatur. Akan tetapi dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan kepada pemikir politik Islam yang dianggap dapat mewakili sekian banyak tokoh yang mendefinisikan negara Islam. Dalam melihat negara Islam, para pemikir ini terdiri dari dua kelompok; Pertama, para pemikir yang melihat bahwa Islam adalah al-din wa al-dawlah, karena negara merupakan bagian integral dalam Islam untuk menegakkan hukum Islam. 37
38
2008.
Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah,h 30. DI/TII, http://id.wikipedia.org/wiki/Darul_Islam, artikel diakses pada tanggal 24 April
Kedua, para pemikir yang melihat bahwa tidak ada kaitan antara agama dan negara, karena Islam adalah kode etik moral untuk kehidupan manusia. Adapun tokoh yang berpihak pada pendapat pertama adalah; 1. Abul A’la al-Maududy Abul A’la al-Maududy mendefinisikan bahwa negara Islam adalah negara yang memberlakukan Islam sebagai dasar negara dan syari’at Islam sebagai qanunnya untuk melindungi masyarakat.39 2. Khalid Muhammad Khalid Khalid Muhammad Khalid juga turut menyumbangkan definisi. Menurutnya negara Islam telah dimulai oleh Rasulullah yang telah mempraktikkan sebuah sistem kenegaraan di Madinah dengan berbagai kebijakan yang menempatkan Rasulullah sebagai Nabi sekaligus kepala negara.40 3. Muhammad Khayr Haekal Muhammad Khayr Haekal mendefinisikan negara Islam dengan Dar al-Islam yang juga didefinisikan sebagai dâr (daerah/negeri) yang di dalamnya dijalankan hukum-hukum Islam, sementara sistem keamanan di dalamnya berada dalam sistem keamanan Islam, baik mereka itu muslim ataupun ahlu dzimmah.41
39
h 22-26.
40
Abu al-A’la Al-Maududy, Al-Hukuumat Al-Islamiyat, (Cairo: al-Mukhtar al-Islamy, 1976),
Ibid.,h 29-30. Dr. Muhammad Khayr Haykal, Al-Jihâd wa al-Qitâl fî as-Siyâsah As-Syar’iyyah, (Beirut: Dar al-Fikr, jilid I, TT), h. 666 41
4. Dr. Yusuf al-Qardlawi Menurut ulama besar yang dikenal sebagai aktivis Ikhwanul Muslimin, Yusuf al-Qardlawi mendefinisikan negara Islam sebagai negara yang berbasis akidah, pemikiran dan sistem yang menjaga umat dari agresi eksternal dan internal. 5. Zainal Abidin Ahmad Adapun negara Islam dalam pandangan Zainal Abidin Ahmad adalah negara yang dibangun dengan sistem khilafah sebagai lapangan politiknya yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat Dar al-Islam atau baldatun thayyibatun wa rabbun Ghafuur sebagai lapangan sosial dan ekonomi berdasarkan pada al-Quran (QS. Yunus: 25) dan Sunnah.42 6. Muhammad Natsir Bagi Muhammad Natsir, tokoh penting Masyumi, negara Islam adalah negara yang berdasarkan pada nilai dasar Islam, karena urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian integral risalah Islam, seperti dalam QS. al-Dzariyaat:56; “Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi pada-Ku”.43 Sedangkan tokoh yang berpihak pada pendapat kedua, Islam tidak terkait dengan kenegaraan adalah;
42
16
43
Zainal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, (Yogyakarta: Pustaka Iqra, 2001), h 14-
Ahmad Suhelmi, M.A, Polemik Negara Islam: Soekarno versus Natsir, (Jakarta: Teraju, 2002), Cet I, h 87-89
1. P.J. Vatikiotis P.J. Vatikiotis mendefinisikan bahwa negara Islam adalah negara yang lebih menekankan pada dinasti atau berdasar pada keturunan raja dalam hubungannya terhadap kekuasaan politik pada ikatan perasaan dan/atau identitas. Betapapun umat Muhammad atau masyarakat Islam adalah komunitas yang terikat pada keimanan, yang pastinya bukanlah seperti bangsa Eropa atau perasaan kebangsaan semata.44 Bahkan ia juga mengungkapkan bahwa dalam sejarahnya, negara dalam Islam adalah bangsa yang selalu terikat pada kekuatan religius. 2. Ali Abdul Raziq Ali Abdul Raziq secara eksplisit berpendapat bahwa tidak ada hubungan antara Islam dengan kenegaraan, karena Islam adalah sekadar mengurusi agama saja. Agama bukanlah negara. Sedangkan Nabi Muhammad SAW adalah utusan yang disuruh untuk menyebarkan agama Islam. Dan Muhammad memang ‘raja’ atas umatnya, akan tetapi peran besar Muhammad sebenarnya lebih pada menyebarkan dan mengajarkan agama untuk keselamatan manusia meskipun ia berhak untuk disebt sebagai hakim yang memiliki jiwa membangun masyarakat yang berperadaban dengan kecerdasan politiknya sehingga layak disebut dengan negarawan, sultan dan sebagainya.45
44
h 37.
45
P.J. Vatikiotis, Islam and The State, (New York: Routledge, Chapman and Hall, Inc, 1987),
Ali Abdu Al-Raziq, Al-Islam wa Ushul Al-Ahkam, (Mesir: Muthabi’ al-Haiat al-Ammah lil Kutub, 1993), h 70.
3. Muhammad Sa’id al-Asymawy Sebagai
seorang
pemikir
politik
Islam,
al-Asymawy
juga
turut
menyumbangkan pemikirannya mengenai negara Islam. Menurutnya negara Islam adalah pemerintahan Tuhan yang didasarkan pada nilai-nilai agama dan prinsipprinsip moral. Pemerintahan itu tidak pernah berubah menjadi persoalan ketentuan perilaku politik belaka. Ia menegaskan, bahwa pemerintahan seperti itu hanya ada manakala ada seorang Nabi, namun sayangnya tidak ada Nabi setelah Muhammad.46 4. Asghar Ali Engineer Asghar Ali Engineer dalam hal ini juga turut menyumbangkan pemikiran kritisnya mengenai negara Islam yang diawali dan didirikan oleh Muhammad SAW di Madinah. Negara Islam adalah negara yang dibangun berdasarkan prinsip dasar yang bersifat umum47 tanpa dibatasi ruang dan waktu yang memungkinkan dibangunnya sebuah negara untuk kesejahteraan masyarakat, karena tujuan al-Qur’an adalah membentuk masyarakat. Bahkan Muhammad sebagai pendirinya hanya mewariskan struktur kenegaraan yang sangat sederhana dan dibatasi pada tradisi lokal dan etos masyarakat Arab selama beliau hidup.48 5. Soekarno Menurut Soekarno, Presiden RI ke-1, tidak ada keterkaitan antara agama dan negara. Justru agama dapat dan harus dipisahkan dari negara dan pemerintahan, sebab 46
Muhammad Sa’id Al-Asymawy, Menentang Islam Politik, (Terj. Islam and the Political Order, oleh Widyawati), h 18-19 47 Prinsip dasar bersifat umum yang dimaksud adalah, musyawarah, keadilan, toleransi, kesetaraan dan lain sebagainya. 48 Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, (Yogyakarta,: Pustaka Pelajar, 2000), h 58
agama merupakan aturan-aturan sipiritual (akhirat) dan negara adalah masalah duniawi (sekular). .49 Dari beberapa definisi negara Islam di atas, penulis berpendapat bahwa tidak ada bentuk dan sistem yang baku dalam negara Islam. Secara umum negara Islam hanya digambarkan apa yang telah dipraktikkan Nabi dan sesudahnya sampai dengan runtuhnya Turki Utsmani yang memiliki berbagai sistem, mulai dari bentuk negara kesatuan seperti gambaran Nabi ketika di Madinah dengan mempersatukan semua unsur dan elemen masyarakat dan kekuasaan berada di tangan pusat sampai negara federal, pada zaman Khalifah Mansur (Abbasiyah) yang menerapkan desentralisasi50 dan bahkan nation-state seperti masa sekarang. Sedangkan sistem negara Islam diantaranya adalah demokrasi, khilafah, monarkhi dan lain sebagainya. Hal ini tentu menggambarkan dinamisasi Islam yang selalu layak untuk dikaji tanpa batas ruang dan waktu.
C. Bentuk-bentuk Negara Islam Muhammad sebagai pendiri negara Islam, memiliki kedudukan sebagai dewan pelaksana. Bahkan dalam prakteknya beliau adalah eksekutif, yudikatif sekaligus legislatif (dengan berpegang pada wahyu ilahi, keputusan pribadi tau tindakantindakan beliau yang kemudian dijadikan sunnah oleh kaum muslim).51
49
Ahmad Suhelmi, MA, Polemik Negara Islam: Soekarno versus Natsir, h 80-85. Zainal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, h 182-183 51 Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, h 56 50
Sejak wafatnya Rasulullah SAW, Islam telah tampil dalam bentuk yang nyata sebagai institusi negara. Dalam banyak hal, bisa ditemukan kenyataan-kenyataan sejarah yang menunjuk pada eksistensi Negara, terutama semenjak berdirinya Daulat Bani Umayyah hingga hancurnya Khilafah Turki Utsmani. Pada abad ke-7 hingga abad ke-21 M, umat Islam juga telah mempraktikkan kehidupan politik yang begitu kaya yang meliputi bentuk negara dan sistem pemerintahan. Lebih-lebih sejak terbebasnya dunia Islam dari kolonialisme Barat, dunia Islam telah mempraktikkan sistem politik yang berbeda dengan masa lalunya. Jika dilihat dari kenyataan sejarah, umat Islam telah mempraktikkan berbagai bentuk negara yang hidup dalam konteks sejarah yang berbeda, sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Adapun bentuk negara Islam yang pernah dipraktikkan umat Islam sesuai dengan konteks yang dialaminya, umat Islam pernah mempraktikkan beberapa bentuk negara Islam yang meliputi; negara Islam dalam bentuk Khilafah (Khilafah berdasarkan syura dan Khilafah monarkhi), Imamah, Imarah, Nation-State yang mengadopsi demokrasi serta negara Islam dalam bentuk kerajaan. 1. Negara Islam dalam Bentuk Khilafah Khilafah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh teritorial, sehingga kekhalifahan Islam meliputi berbagai suku dan bangsa. Ikatan yang mempersatukan kekhalifahan adalah Islam sebagai agama. Khalifah merupakan kepemimpinan umum yang mengurusi agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi Muhammad SAW. Jabatan ini merupakan pengganti Nabi Muhammad, dengan
tugas yang sama, yakni mempertahankan agama
dan menjalankan tugas
kepemimpinan dunia. Lembaga ini di sebut dengan “Khilafah” (Kekhalifahan). Orang yang menjalankan tugas itu di sebut “Khalifah.”52 Dalam praktik sejarah politik umat Islam, tampak bahwa Islam dipraktikkan dalam ketatanegaraan sebagai negara Islam dalam bentuk khilafah, di mana kekuasaan negara terletak pada pemerintahan pusat, gubernur-gubernur dan panglima-panglima diangkat serta diberhentikan oleh khalifah. Hal ini berlangsung sampai jatuhnya Daulah Umawiyah di Damaskus. Model pemerintahan khilfah dalam negara Islam diklasifikasikan dalam dua bentuk, pertama khilafah berdasarkan syura, yaitu pada masa Khulafa al-Rasyidun, ketika mereka memimpin umat Islam di beberapa kawasan yang berdasarkan pada sistem musyawarah sebagai pradigma kekuasaannya. Empat khalifah: Abu Bakar alSiddiq, Umar bin al-Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib telah menjalankan sistem pemerintahan dengan dilandasi semangat musyawarah.. Ciri yang menonjol dari pemerintahan yang mereka jalankan adalah terletak pada mekanisme musyawarah, bukan dengan sistem keturunan. Tidak ada dari seorang khalifah pun dari keempatnya yang menurunkan kekuasaanya kepada sanak kerabatnya. Bentuk yang kedua adalah khilafah berdasarkan monarkhi yang dimulai pada masa berakhirnya masa al-Khulafa al-Rasyidun, yang dilanjutkan oleh Dinasti Bani Umayah oleh Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai khalifah pertama. Sejak itu sistem 52
Ibn Khaldun, Muqaddimah, h 191.
khilafah yang semula menggunakan sistem syura, berubah menjadi sistem keturunan dan menjadi negara kerajaan (monarkhi) mengikuti sistem yang diberlakukan di Persia dan Romawi.53 Sistem monarkhi merupakan sistem pemerintahan yang menjadikan raja sebgai sentral kekuasaan. Seorang raja berhak menetapkan aturan bagi rakyatnya. Perkataan raja adalah undang-undang yang tertinggi yang harus ditaati. Raja memiliki hak khusus yang tidak dimiliki oleh rakyat, memiliki kekebalan hukum dan kekuasaan kenegaraan yang tak terbatas. Terkadang raja hanya berfungsi sebagai simbol negara saja. Sedangkan urusan pemerintahan diserahkan dan diatur oleh orang lain, seperti halnya raja-raja di Eropa. Namun ada juga yang bukan sekedar simbol negara, tetapi memegang kekuasaan mutlak dan mengendalikan rakyat, seperti raja Maroko, Saudi Arabia dan Yordania.54 Berubahnya khilafah berdasarkan syura menjadi khilafah monarkhi ini terjadi ketika Muawiyah melantik puteranya Yazid sebagai khalifah atas saran Mughirah bin Syu’bah. Lebih lanjut, Hasan Basri mengatakan, karena rencana inilah, kepala negara menjadikan pemerintahan turun temurun kepada putera-puteranya. Jika bukan karena hal ini, tentu sistem pemerintahan Islam tetap musyawarah dan republik sampai hari
53
Ketika itu, golongan Khawarij tidak mengakui Khilafah Umayah dan mereka terus menerus menentang penguasa-penguasanya. Demikian juga orang-orang Mu’tazilah. Sedangkan golongan Syi’ah sejak semula memang sudah menolak, sebab bagi mereka yang sah adalah “imamah”. Dinasti ini memerintah di Damaskus sejak 14 J/661 M hingga 132 H/750 M. (Lihat, Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fikih Siyasah, h 56, naskah tidak diterbitkan). 54 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fikih Siyasah, h 57.
kiamat. Khilafah monarkhi berlangsung terus meskipun kekuasaan Bani Umayyah habis.55 Sistem khilafah monarkhi terus berlanjut hingga kekuasaan Islam dipegang oleh Turki Utsmani yang timbul di Istambul pada 669 H/1299 M yang dipimpin oleh Utsman I yang kemudian dikenal dengan Dinasti Utsmaniyah. Dinasti ini memerintah hingga 1342 H/1924 M dengan khalifah terakhir Abdul Hamid II.56 Maka dari itu dapat disimpulkan mulai dari kekuasaan Dinasti Umayah sampai dengan Dinasti Utsmani, sistem pemerintahan yang semula berbasis syura menjadi khilafah monarkhi. 2. Negara Islam dalam Bentuk Imamah Pada awalnya, imamah adalah istilah yang netral untuk menyebut sebuah negara. Dalam literatur klasik, istilah imamah dan khalifah disandingkan secara bersamaan untuk menunjuk pada pengertian yang sama, yakni negara dalam sejarah Islam. Tetapi dalam perkembangannya, imamah kemudian menjadi istilah khusus yang dipergunakan di kalangan Syiah yang dikontekstualisasikan dalam bentuk wilayah al-faqih.57 Kunci utama sistem imamah dalam politik Syiah terletak pada posisi imam. Karena status politik dari para imam adalah bagian yang esensial dalam madzhab Syiah Imamiyah, mereka dianggap sebagai penerus yang sah dari Nabi Muhammad SAW dan mereka percaya bahwa setiap penerus harus ditunjuk oleh Allah SWT 55
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fikih Siyasah, h 57. Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h 166. 57 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fikih Siyasah, h 57 56
melalui Nabi-Nya. Para imam dianggap sebagai penerus Nabi SAW dan pewaris yang sah dari otoritasnya. Hal ini bukan dikarenakan mereka adalah keluarganya, tetapi karena mereka merupakan orang-orang saleh, taat kepda Allah SWT dan mempunyai karakteristik yang menjadi prasyarat untuk mengemban tingkat kepemimpinan politik agama. Demikian juga mereka tidak ditunjuk dengan konsensus rakyat.58 Konsep politik Syiah yang berpusat kepada imam (yang kemudian diterjemahkan menjadi wilayat al-faqih) diterjemahkan dalam periode modern dalam bentuk negara Iran sejak revolusi Islam Iran 1979 yang dipimpin oleh Imam Khomeini.59 Dengan diterimanya konstitusi Iran melalui referendum tanggal 2 dan 3 Desember 1979, Iran melangkah ke arah normalisasi hukum politik. Konstitusi yang terdiri dari 175 artikel ini dibuat berdasarkan hukum Islam yang ditafsirkan oleh Dewan Ahli dan telah disetujui oleh Imam Khomeini. Ada lima lembaga penting didalamnya; faqih, presiden, perdana menteri, parlemen, dan dewan pelindung konstitusi. Kekuasaan terbesar dipegang oleh faqih yang dipilih oleh Dewan Ahli dengan syarat-syarat tertentu. Seandainya tidak ada yang memenuhi syarat, maka wewenang faqih akan dipegang oleh sebuah dewan yang beranggotakan 3-5 fuqaha.60 3. Negara Islam dalam Bentuk Imarah Negara Islam dalam bentuk Imarah adalah negara yang wewenang kekuasaannya diserahkan kepada kekuasaan federal. Bentuk negara inilah yang 58
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fikih Siyasah, h 58. Ibid. 60 Ibid. 59
dahulu juga pernah dipraktikkan Nabi (imarah khasshah) dan Umar (imarah ‘ammah). Istilah ini tergolong istimewa karena digunakan dalam al-Quran, imaarahadalah pemerintahan Tuhan yang sangat istimewa, sesuai dengan wahyu Ilahi.61 Kata imarah berasal dari Kata: “al-amr". Kata ini biasa diartikan"penguasa.". Kata "amr" biasa dibunyikan "amar" yang berarti: perintah atau suruhan (misalnya: dengan ‘amar raja’ diartikan: atas perintah raja). Dari akar kata "amr" ini, timbul bentuk-bentuk kata "amir," "amiral" (admiral), "amiralay (brigadir jendral), amirul mukminin
(khalifah),
"imarah"
(sifat
keamiran, atau markasnya, atau
wilayahnya).62 Dalam sejarah Islam, muncul dua model bentuk negara Islam imarah, yaitu: imarah ‘ammah tingkat istila’, yakni negara-negara bagian dalam satu pemerintahan Islam yang memiliki status negara terbatas. Kepala negara bagian ini dinamakan “amir”, dan imarah ‘ammah tingkat istimewa, yang memiliki hak-hak negara yang sangat luas, keluar dan ke dalam. Kepala negaranya dinamakan “sultan”.63 Dalam praktiknya, bentuk negara Islam Imarah dimulai pada zaman khalifah Mansur (Abbasiyah) dengan model ‘desentralisasi’. Kebetulan di zaman Mansur ini muncul suatu daerah yang ingin menjadi negara, yaitu negara Andalusia, yang didirikan Abdurrahman bin Mu’awiyah dari Bani Umayyah pada 139 H/756 M. namun dinasti Umayyah di Andalusia masih belum berani melepaskan diri dari 61
Muhammad Sa’id Al-Asymawi, Menentang Islam Politik, h 18 Ali Yafie, Pengertian Wli al-Amr dan Problematika Hubungan Ulama dan Umara, http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/Ulama-Umara2.html, diakses pada tanggal 26 April 2008 63 Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah, h 30. 62
wilayah Abbasiyah, yang terbukti dari panggilan penguasa negaranya “amir” yang berarti ‘negara bagian’.64 Selanjutnya pada zaman khalifah Harun al-Rasyid (170-193 H/789-809 M) dimulai rencana pembentukan negara federasi (imarah). Dia menghadapi persoalan serupa kakeknya Mansur, yakni negara Idrisiyah (Adarisah) di Maroko pada 177 H. Pada awalnya peristiwa itu disambut dengan kemarahan. Tetapi kemudian pemerintahan sendiri mengadakan rencana pembentukan negara-negara bagian dengan menyetujui berdirinya negara Aglabiyah (Agalibah) di Tunis pada 184 H, yang didirikan oleh Ibrahim bin Aglab. Negara ini berdiri selama satu abad lebih, dari 184 H/800 M-296 H/908 M. 65 Rencana ini dilanjutkan kembali oleh khalifah Makmun (198-218 H/813-833 M). Diperintahkan kepada wazir yang tercakap, Tahir bin Husen, untuk mendirikan suatu negara bagian sebagai percobaan (model) di Khurasan dengan nama “Thahiriyah”. Negara ini dapat berjalan setengah abad, dari 205 H/820 -259 H/872 M. Percobaan ini penting sekali, bukan saja karena kepala negaranya orang pilihan yang ditunjuk dari pusat, tetapi lebih karena daerah percobaan itu dilakukan di Khurasan, tempat tumbuh dan berdirinya organisasi Abbasiyah yang pertama.66 Pada perkembangannya, istilah ‘imarah’, sering disebut dengan ‘emirat’. Istilah ini digunakan oleh Uni Emirat Arab (Al-Imārāt al-‘Arabīyah al-Muttahidah), sebuah negara persatuan dari tujuh ‘emirat’ yang terletak di sepanjang pesisir pantai 64
Zainal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, h 183. Ibid. 66 Ibid. 65
Teluk Persia, yang terdiri dari Abu Dhabi, Ajman, Fujairah, Sharjah, Dubai, Umm alQaiwain dan Ras al-Khaimah. Uni Emirat Arab menganut sistem pemerintahan monarkhi konstitusional dengan Presiden Khalifa bin Zayed Al-Nahayan dan Perdana Menteri Sheikh Mohammed bin Rashid Al-Maktoum.67 4. Negara Islam dalam Bentuk Nation-State Disamping bentuk negara Islam diatas, ada lagi bentuk yang dipakai oleh umat Islam, yaitu negara bangsa (nation-state) dengan sistem pemerintahan demokrasi yang sekarang ini banyak dipraktikkan oleh sejumlah negara-negara muslim. Perubahan bentuk negara yang pada awalnya trans-nasional menjadi nationstate adalah perubahan yang mengikuti kondisi sejarah, mulai dari faktor religio linguistik, antara negara-negara bagian dalam kekaisaran Ottoman, sampai dengan faktor internal Ottoman sendiri yang dianggap feodalistik. Tantangan ini mulai bermunculan setelah kolonialisme Barat membangun dominasi mereka atas berbagai negara muslim yang menjadi bagian dari kekaisaran Ottoman yang pada akhirnya membawa kekaisaran ini terpecah-belah.68 Peristiwa ini terjadi pada abad ke-15 hingga abad ke-18, seperti aneksasi Perancis terhadap Algeria yang kemudian diikuti oleh Inggris Raya yang merupakan awal dari pembentukan hegemoni Barat di
67
Yerri Niko, Pemilu Parlemen Pertama Uni Emirat Arab, http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=3512&lang=, artikel diakses pada tanggal 26 April 2008. Uni Emirat Arab dibentuk pada tahun 1971 di bawah kekuasaan Britania Raya dan merupakan sekutu Amerika Serikat. Ia adalah salah satu penghasil minyak terbesar di dunia.. 68 Ali Asghar Engineer, Devolusi Negara Islam, h 148.
sepanjang pesisir Mediaterania. Karena peristiwa inilah, dua jenis gerakan kemerdekaan pun berkembang; Pertama, berorientasi liberal yang didasarkan pada nilai-nilai tradisi humanis, dengan menekankan pendidikan dan prinsip-prinsip demokrasi dan persamaan. Kedua, berorientasi ekstrem dan aktivis yang menyerukan perbaikan khilafah, yang telah dihapus pada tahun 1924, dan pendirian suatu pemerintahan Islam secara autentik.69 Sekarang, beberapa negara yang mayoritas penduduknya muslim cenderung pada model pertama, yaitu menganut sistem demokrasi dengan mendasarkan pada nilai-nilai humanis dan egaliter dalam menjalankan pemerintahan dengan bentuk negara nation-state. Model ketatanegaraan ini oleh umat Islam dipraktikkan di beberapa negara di Timur Tengah, misalnya di Irak, Syria (Hafez al-Assad), Mesir (Hosni Mubarak), Pakistan (Pervez Musharraf), Repblik Islam Iran (Mahmoud Ahmadinejad) yang beraliran Syiah dan Republik Afghanistan (Hamid Karzai) yang beraliran Sunni. Bentuk negara Islam nation-state dengan sistem demokrasi ini tentunya adalah demokrasi yang menadapatkan pengaruh Islam. 5. Negara Islam dalam Bentuk Kerajaan Negara Islam dalam bentuk kerajaan adalah negara yang dipimpin oleh raja. Dan yang berhak menggantikannya adalah keturunannya. Rakyat tidak memiliki hak untuk menggantikan kekuasaan. Titah raja harus diikuti oleh rakyatnya, sehingga ada
69
Muhammad Sa’id Al-Asymawy, Menentang Islam Politik, h 84.
ketundukan penuh dari rakyat yang diperintah. Bentuk negara seperti ini biasanya menggunakan sistem monarkhi atau monarkhi konstitusional. Di zaman klasik, pemerintahan seperti ini cenderung monarkhi yang dicirikan dari wilayah kekuasaannya yang luas karena diikat oleh Islam. Maka, monarkhi di zaman sekarang ini menggunakan bentuk nation-state (negara bangsa). Yakni monarkhi dalam bentuk kebangsaan; kekuasannya tidak lagi seluas di zaman klasik. Biasanya dalam satu suku bangsa. Contoh konkret adalah kerajaan Arab Saudi yang masih menggunakan sistem monarkhi murni dengan al-Quran sebagai Undangundang Dasar negara dan syariat sebagai hukum dasar yang dilaksanakan oleh mahkamah-mahkamah syariah. Kepala Negara adalah seorang raja yang dipilih oleh dan dari keluarga besar Saud.70 Tetapi ada bentuk lain dari monarkhi, yaitu monarkhi konstitusional yang secara jelas dalam konstitusinya disebutkan sebagai negara kerajaan. Maroko dan Yordania adalah contoh nyata dari monarkhi konsitusional. Maroko sebagaimana dalam konstitusinya adalah negara yang demokratis. Didalamnya juga ditegaskan bahwa menganut sistem multi partai. Maroko mendasarkan sistem politiknya atas prinsip kedaulatan rakyat. Di Yordania juga hampir sama. Sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi, Yordania adalah kerajaan yang berparlemen. Kekuasaan eksekutif berada di tangan raja yang dilaksanakan oleh para menteri, sedangkan kekuasaan
70
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h 221-222.
kehakiman
dipercayakan
kepada
berbagai
mahkamah
yang
mandiri
yang
menjatuhkan keputusan-keputusan atas nama raja.71
D. Syarat Berdirinya Negara Islam Seperti halnya negara pada umumnya, negara Islam juga memiliki syarat tertentu dalam mendirikan negara Islam. Secara umum syarat berdirinya sebuah negara memiliki empat unsur yaitu; 1. Wilayah (Wilayah teritorial Tempat dengan batasan tertentu di bumi, yaitu tanah, laut disekelililingnya dan angkasa diatasnya). 2. Penduduk (Orang yang bernaung dalam wilayah yang telah ditentukan batas teritorial sebuah negara). 3. Pemerintah (Organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk dalam wilayahnya. Keputusan-keputusan ini antara lain berbentuk undang-undang dan peraturan-peraturan lain. Dan kekuasaan pemerintah biasanya dibagi atas legislatif, eksekutif dan yudikatif). 4. Keadaulatan (Kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melasanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia. Negara mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memaksa semua penduduknya agar mentaati undang-undang (internal sovereignty). Selain itu negara juga harus mempertahankan kemerdekaannya dari 71
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h 221-222.
negara
lain
dan
mempertahankan
kedaulatan
keluar
(external
sovereignty).72 Menurut
Taqiyuddin
an-Nabhani
bahwa
suatu
tempat/negeri
dapat
digolongkan sebagai Dar al-Islam jika memenuhi dua syarat: (1) Diterapkannya sistem hukum Islam; (2) Sistem keamanannya berada di tangan sistem keamanan Islam, yaitu berada di bawah kekuasaan mereka.73 Beliau menambahkan lagi bahwa jika salah satu syarat dari kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, secara otomatis, tempat/negeri tersebut tidak bisa digolongkan sebagai Dar al-Islam. Imam Abu Hanifah juga menjelaskan syarat berdirinya negara Islam (dar alIslam), yaitu: (1) Di dalamnya diterapkan sistem hukum Islam; (2) Bertetangga (dikelilingi) dengan negeri Islam; (3) Kaum muslim dan non-muslim (dari kalangan ahlu dzimmah) memperoleh jaminan keamanan dengan keamanan Islam.74 Jika diawal, bentuk dan sistem pemerintahan dalam Islam mengalami perkembangan yang cukup dinamis, maka dalam konteks syarat berdirinya negara Islam, sama dengan syarat negara pada umumnya, hanya saja pada otoritas hukum yang diterapkan dalam negara Islam adalah hukum Islam yang bersumber dari alQuran dan Sunnah. 72
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h 42-45. Taqiyuddin Al-Nabhani, Syakhshiyah Islâmiyah, jilid II, Beirut Dar- al-Fikr, TT, h. 260. Memang benar, negara-negara tersebut menerapkan hukum Islam, tetapi secara parsial, yakni terbatas pada hukum hudûd, jinâyat, dan al-ahwâl as-syakhshiyyah (hukum perdata). Sebaliknya, negaranegara tersebut tidak menjalankan hukum-hukum di bidang ekonomi, pemerintahan, politik dalam dan luar negeri, militer, pergaulan sosial, pendidikan, dan lain-lain. Apalagi negara seperti Arab Saudi, sistem keamanannya sangat bergantung pada AS dan sekutunya. Bahkan, saat ini, tidak ada satu negeri Islam pun yang terkategori sebagai Daulah Islamiyah (Negara Islam), Khilafah Islamiyah, atau Dar alIslam. Yang ada hanyalah negeri-negeri Islam (bilâd Islamiyah). 74 Muhammad Khayr Haykal, Al-Jihâd wa al-Qitâl fî as-Siyâsah asy-Syar’iyyah, h. 662 73
Sifat-sifat Negara Islam Sifat sebuah negara bukanlah sifat yang tetap selamanya, namun sifatnya ada yang dapat berubah berdasarkan kekuasaan yang mendominasi atasnya dan hukumhukum yang berlaku di dalamnya. Adakalanya sebuah negera menjadi negara kafir pada suatu waktu kemudian berubah menjadi negara Islam. Dan adakalanya sebuah negera itu sebagai negara Islam kemudian berubah menjadi negara kafir sebagaimana Andalus dan Palestina. Menurut Ibnu Taimiyah :”Keberadaan wilayah sebagai Daarul Kufri atau Daarul Islam dan Iman, Daar Silmy atau Harb, Daar Tho’ah atau Maksiah, Daarul Mukiminin atau Fasiqin merupakan sifat-sifat yang temporal bukan paten. Bisa jadi negeri tersebut berpindah dari satu status ke status yang lain sebagaimana seseorang berpindah dari kafir kepada Iman dan Ilmu. Demikian pula sebaliknya.75 Selain itu, sifat negara Islam juga digambarkan dalam; 1. Kekuasaan dipegang oleh orang Islam 2. Agama Islam menjadi dominan serta undang-undang Islam dilaksanakan. 3. Suasana keamanan yang terjamin.76 Dari semua sifat ini, penulis melihat bahwa sifat sebuah negara yang dikatakan ‘negara Islam’ bersifat sementara dan tentu dinamis. Disinilah mengapa
75
Ibnu Taymiyah, Majmu’ Fatawa, Jilid 27, (Maktabah al-Mukarramah Dar al-Bazli wa alNasyr, TT), 45 dan beliau ulang masalah ini pada juz 18/282-284, juz 27/143-144. 76 Ibid.
kemudian agama Islam memegang peranan penting untuk mempertahankan sifatnya sebagai ‘negara Islam’, Pertama, mampu memberi daya tahan penganutnya terhadap guncangan perubahan. Kedua, memberikan teologi inklusif menawarkan kebaikan untuk seluruh penduduk, karena dalam suatu negara tentu penduduknya bukan Islam saja, namun terdiri dari berbagai agama yang lumrah diistilahkan ‘kafir dzimmi’. Ketiga, mampu menggerakkan etos kerja, etos ekonomi, dan etos ilmu pengetahuan, sebab ketiga etos itu untuk saat ini adalah penggerak utama globalisasi dunia. Keempat, mendorong umat muslim untuk mengembangkan intelektual (áqilat) dan hati nurani (syá’irat) secara seimbang untuk menjadi pribadi muslim yang tangguh dalam membangun negara. Kelima, memberi kesadaran kepada penduduk muslim pada posisinya sebagai Khálífaţ Allāh fĭ al-Ardh (wakil Allah di permukaan bumi) yang diberi tanggung jawab untuk menjaga dunia, terutama menjaga bumi sebagai wilayah negara dari krisis lingkungan.
E. Urgensi Negara Islam Seiring berjalannya waktu, di mana Islam yang dianut oleh penduduk di berbagai belahan dunia mengalami kemajuan dan kemunduran. Sekarang era abad 20-
an, dikatakan oleh Asghar Ali Engineer sebagai abad kebangkitan Islam.77 Islam di berbagai negara menjadi agama yang diidolakan dan dapat mengentaskan dari berbagai persoalan yang muncul. Untuk itu beberapa negara di belahan dunia kemudian menjadikan Islam sebagai dasar negara, bahkan tidak tanggung-tanggung, beberapa negara mengklaim dirinya sebagai negara Islam, diantaranya adalah, Iran, Pakistan, Saudi Arabia, Syria dan lain sebagainya. Padahal negara-negara ini hanya menerapkan hukuman-hukuman tertentu dalam syariat Islam, misalnya hukum jinayat. Mengapa Islam menjadi begitu urgen dalam membangun negara? Menurut Dr. Yusuf al-Qardlawi, kebangkitan Islam menjadi ideologi negara dan membangun negara menjadi negara Islam adalah urgen karena; 1. Untuk menjaga akidah dan menghindarkan Islam dari hal-hal yang merusaknya. 2. Islam meniscayakan negara untuk melaksanakan syiar dan ibadahnya serta untuk mendakwahkannya di masyarakat. 3. Islam membutuhkan negara untuk menancapkan akhlak yang diusungnya melalui sistem pendidikan, pengetahuan dan informasi. 4. Islam mempunyai aturan dan perundang-undangan yang mengatur seluruh aspek kehidupan (politik, ekonomi, akhwal al-syakhsiyah (undang-undang hukum keluarga), perdata dan pidana.
77
Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, h 156.
5. Islam
meniscayakan
jihad
uantuk
menjaga
dakwah
Islam
dan
menyampaikan risalah Islam ke seluruh dunia.78 Selain itu, negara Islam juga bertujuan untuk; 1. Menegakkan keadilan dengan penuh kesempurnaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, pemerintahan dan politik, serta keadilan dalam sistem. Menegakkan keadilan merupakan faktor yang paling penting dalam kesinambungan sebuah negara, dan dalam Islam ia merupakan tugas yang paling utama bagi seorang Khalifah. 2. Memberikan (Pemerintah,
kemaslahatan Kahlifah)
kepada
mestilah
masyarakat,“Tindakan
didasarkan
kepada
Imam
kemaslahatan
(kepentingan) rakyat”. Dan kemaslahatan manusia keseluruhannya berada dalam syariat Allah SWT.79 Urgensi negara Islam memang sering disebut dengan likhiratsati al-din wa siyasat al-dunya, untuk memelihara agama dan menjaga dunia. Secara tersirat, ini menegaskan bahwa, sekali lagi urgensi negara Islam adalah untuk memelihara agama dan menjaga dunia. Selain mereka yang memiliki antusiasme memperjuangkan urgensi Islam dalam sebuah negara, tentu George Bernard Shaw, pantas dicatat pendapatnya mengenai peran Islam terhadap masa depan dunia. Menurutnya, agama Islamlah
78
Dr. Yusuf al-Qardhawi, Konsep Islam Solusi Utama Bagi Umat, Jakarta, Senayan Abadi Publishing, 2004, h 61-65. 79 Sistem-pemerintahan-islam-siri, http://tasekpauh.blogspot.com/2007/11/-1.html, artikel diakses pada 25 Maret 2008.
satu-satunya agama yang memiliki kapasitas untuk berasimilasi terhadap perubahan tahap eksistensi manusia, yang membuatnya tetap memiliki daya tarik yang kuat dalam setiap abad. Agama ini adalah agama masa depan.80 Dan pada dasarnya Islam memang menawarkan ketenangan dalam menghadapi setiap guncangan perubahan (QS. al-Baqarat:61), mengandaikan kebahagiaan
dunia
mengedepankan
dan
konsep
akhirat kebaikan
bagi
pemeluknya
untuk
semua
(QS. (QS.
Al-Baqarat:201), Ali
Imran:110),
mengembangkan toleransi positif dalam kehidupan yang pluralistik (QS. Al-Kafirun: 1-6) dan menekankan daya etos kerja agar setiap orang mengembangkan hidupnya (QS. Al-Jumu’at:10).81
80
George Bernard Shaw, The Genuine Islam, Singapore, Vol.8, tahun 1936, sebagai dikutip Khurshid Ahmad dalam Islam: Its Meaning and Message, (London: Islamic Council of Europe, 1976), h 33. 81 M. Quraish Shihab, Islam Dinamis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996, h 18-20.
BAB IV NEGARA ISLAM DALAM PANDANGAN POLITIK AKTIVIS PEREMPUAN PKS Di kalangan umat Islam, wacana mengenai negara Islam, bukanlah hal yang asing. Bahkan perkembangan mengenai bagaimana format negara Islam saat ini juga berkembang di berbagai wilayah. Banyak negara juga mengklaim bahwa dirinya adalah negara Islam, misalnya Iran, Pakistan, Syria, Saudi Arabia dan lain sebagainya dengan memasukkan beberapa ajaran Islam secara formal misalnya pemberlakuan syariat Islam. Akan tetapi untuk sementara, ruang gerak bagi perempuan dalam mengembangkan kapasitas dibidang politik masih terbatas. Di Indonesia, wacana ini juga selalu menjadi menarik, ketika tahun 1998, di mana kran reformasi mulai dibuka, yang ditandai dengan semangat demokrasi, banyak partai politik berdiri, mulai dari partai politik yang bersifat nasionalis, modernis maupun religius. Nuansa ini sangat kental, terutama dengan munculnya Partai Keadilan (PK) yang sejak kemunculannya telah berhasil membuka dunia baru dalam politik yang tidak identik dengan kekuasaan, bahkan PK di awal kemunculannya juga diidentikkan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang dipimpin oleh Hassan al-Banna dengan secondline-nya, Zaynab al-Ghazali yang memimpin gerakan perempuan Ikhwanul Muslimin dengan nama Jamaa’at alSayyidaat al-Muslimat. Hal ini ditunjukkan oleh PK, saat deklarasi pertama pada 9 Agustus 1998, di lapangan Masjid al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta yang dihadiri oleh 50.000 massa dengan penampilan konstituen yang sangat rapi, santun dengan
baju koko, atupun baju berlengan pendek yang dimasukkan, tidak ada asap rokok, rata-rata berjenggot untuk laki-laki dan jilbab yang serba putih lebar serta busana muslimah lengkap dengan kaus kaki untuk perempuan, bahkan deklarasi ini diawali dan diakhiri dengan doa. Apa yang dilakukan oleh PK saat itu sangat jauh berbeda dengan partai politik lain saat berkampanye. Gambaran inilah yang oleh beberapa kalangan dinilai bahwa PK yang sekarang menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kelak akan mewarnai gelanggang politik dengan etika yang santun bernuansa Islam. Dimanakah posisi perempuan? Tentu sebagai partai politik yang memiliki integritas, perempuan dalam PKS juga memiliki andil yang luar bisaa dalam membangun bangsa, bahkan mereka juga mampu menjadi anggota legislatif pada pemilu 2004 yang lalu. Tentu saja, wacana negara Islam kembali menyeruak di tengah-tengah pergolakan politik, di mana seringkali diisukan jika ada negara Islam, maka perempuan tidak akan mendapatkan hak dalam ranah publik, karena syariat membatasinya dalam ranah domestik. Apalagi dalam konteks Indonesia saat ini yang begitu kompleks dengan berbagai kultur, agama, etnis, dan sebagainya. Dan tentunya, ini akan terus menjadi wacana yang menarik, mengingat kondisi saat ini di mana PKS menjadi partai politik terbuka, bahkan menyepakati bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah final untuk Indonesia.
A. Ideologi Negara Islam PKS Intelektual Barat, Daniel Bell usai Perang Dingin menyatakan bahwa inilah “the end of ideology”.82 Namun, di Indonesia, tampaknya diktum tersebut tidak berlaku. Beberapa tahun mendatang panggung politik kita tampaknya akan diwarnai oleh haru birunya konflik ideologi seperti yang pernah kita alami di masa lalu. Dan itu semua, sudah terlihat gejalanya, mulai dari tampilnya partai-partai Islam seperti PKS, PPP, PBB dan lain sebagainya pada pemilihan tahun 2004. PKS, partai Islam (ideologis) yang sangat terinspirasi oleh Ikhwanul Muslimin Mesir tampil percaya diri. Hal ini terbukti dengan visi 2009 PKS yang menjelma menjadi partai dakwah yang kokoh untuk melayani dan memimpin bangsa.83 Logika terminologi partai dakwah, sejak berdiri PKS pada awalnya dipertanyakan publik. Antara logika partai, dakwah dan kekuasaan adalah logika yang sepertinya memiliki ‘dunia’ berbeda. Sebetulnya istilah partai Islam atau partai dakwah punya esensi yang sama. PKS menyebut dirinya partai dakwah untuk menunjukkan tidak adanya dikotomi antara politik, dakwah dan kekuasaan.84 Munculnya gerakan baru dalam PKS yang telah menetapkan diri sebagai partai dakwah ini juga dinilai oleh Mochtar Mas’oed disebut “Islamisasi Negara”. Yakni perjuangan politik demi berlakunya syariat Islam secara formal dalam sebuah 82
Alfanny, Pilkada Jakarta: Konflik Ideologi dan Dilema Pemilih, http://www.gusmus.net/page.php?dinamis&sub: =11&id=723, artikel diakses pada tanggal 05 April 2008. 83 Nur Hasan Zaidi, Masa Depan PKS, Republika, 01 Maret 2007. 84 Ibid.
negara Islam dengan cara-cara konstitusional, paradigma yang dianut adalah berangkat dengan agama untuk menyelesaikan masalah bangsa dan agenda Islamisasi negara demi Islamisasi masyarakat.85 Pendapat ini tentu tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah. Karena pada dasarnya ideologi negara Islam PKS bukanlah membentuk negara Islam dalam konteks formal “Negara Islam”, melainkan sebatas memasukkan nilai-nilai Islam baik dalam aras hukum nasional maupun dalam konteks perilaku masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh Nursanita Nasution, Anggota DPR RI F-PKS 2004-2009; ”Tidak perlu memakai nama negara Islam secara formal. Menurut saya masyarakat madani, justru itu bagus. Karena masyarakat madani adalah masyarakat modern, masyarakat yang menghargai waktu, tidak korupsi, itu yang hendak diwujudkan dalam nilai-nilai Islam. Dalam realisasinya di masyarakat, tidak perlu ada slogan. Yang penting bagaimana nilai itu diaplikasikan, karena bukan dari slogan, simbol atau jargon. Masyarakat madani ini memang mengadopsi dari kultur Nabi di Madinah”.86
Sama halnya dengan apa yang diungkapkan oleh Herlini Amran, untuk menuju sebuah negara Islam, Negara yang memakai tatanan Islami, harus menyiapkan perangkatnya dulu. ”Untuk itu sebenarnya tidak perlu memakai label negara Islam, yang penting adalah bagaimana kita memasukkan nilai-nilai Islam ini kepada masyarakat. Apalagi kita tahu masalah hukum saja, baru 2% yang memasukkan nilai-ilai Islam dalam hukum yang ada di negara kita. Selebihnya hukum umum semua, mau nikah, waris maupun hukum yang lain. Apa arti sebuah nama? Tidak perlu, yang penting adalah nilai-nilai Islam yang harus dibangun, mau negaranya berbentuk NKRI atau kerajaan. Jadi kita ingin nilai-nilai Islam itu masuk ke dalam masyarakat, menjadi masyarakat yang berkualitas, dan kemudian muncul bungkusnya. Pada dasarnya berdakwah tidak dalam bentuk nama”.87
85
M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia), (Jakarta: Erlangga 2005), h 136 86 Wawancara dengan Nursanita Nasution, Anggota DPR-RI F-PKS 2004-2009, pada tanggal 01 April 2008 87 Wawancara dengan Herlini Amran, Anggota Dewan Syari’ah Pusat PKS 2005-2010, pada tanggal 29 Maret 2008
Adapun ideologi negara Islam yang dianut PKS sebenarnya adalah sesuai dengan strategi dakwah Rasulullah di Madinah Dalam hal ini kita mengikuti dakwah model Rasulullah, mulai dari akidah. Dakwah kita mengacu Nabi. Dan kita tahu bahwa Nabi 13 tahun mempersiapkannya baru kemudian ada dawlah.88 Memang dilihat dari visi, misi manifesto maupun tujuannya yang termaktub pada Anggaran Dasar-nya, PKS tidak menyebutkan akan mendirkan negara Islam. Meskipun partai ini yakin bahwa Islam dan negara (politik) tak bisa dipisahkan, namun sepertinya mereka memandang bahwa mendirikn negara Islam adalah persoalan lain. Demikian juga dengan penerapan syariat Islam, bukan sesuatu yang harus menjadi ”dagangan politik”, tapi dilaksanakan sesuai kemampuan. Keberadaan partai Islam di Indonesia selalu distigmatisasikan oleh media massa dengan cita-cita ingin mendirikan negara Islam. Adanya stigmatisasi ini bisaanya direfleksikan dengan perjuangan politik Islam (Masyumi dan NU) dalam perdebatannya di konstituante yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Dasar stigmatisasi ini menurut Aay Muhammad Furkon sudah out of date, saat itu Masyumi dan NU bersikeras menginginkan Islam sebagai dasar negara dikarenakan Partai Komunis Indonesia (PKI) menginginkan Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan interpretasi kalangan komunis.89
88
Wawancara dengan Herlini Amran, Anggota Dewan Syari’ah Pusat PKS 2005-2010, pada tanggal 29 Maret 2008. 89 Furkon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, h 233.
Kini zaman telah berganti, komunis sebagai partai juga sudah tidak ada lagi bahkan umat Islam-pun wellcome terhadap Pancasila. Karena itu keinginan untuk mendirikan negara Islam baik dari partai maupun gerakan Islam lainnya nyaris tak terdengar lagi. PKS dalam berbagai publikasi tidak menyuratkan akan mendirikan negara Islam. Sebab menurut Hidayat Nur Wahid kata-kata negara Islam bukan sesuatu hal yang diutamakan. Pada masa pemerintahan Rasulullah, al-Khulafa al-Rasyidun, sampai Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, juga tidak menyebut itu dengan negara Islam.90 Dengan menyebutkan hal tersebut sama sekali tidak berarti kaum muslim diperkenankan membangun suatu negara sekularistis, yaitu negara yang sesuai dengan kemauan mausiawi dan terlepas dari ajaran-ajaran pokok (fundamental) agama Islam atau kehilangan dimensi spiritual dan menjurus pada kehidupan yang serba material, yang didalamnya petunjuk wahyu hanya disebut-sebut secara berkala dalam kesempatan-kesempatan tertentu.91 Yang dipentingkan menurut Hidayat dalah bagaimana kemudian nilai-nilai Islam itu hadir dalam kaidah kehidupan dan kemudian publik mengarahkan potensinya untuk tidak melakukan kezaliman pada apapun dan siapapun dan tidak menghabiskan waktu dengan perdebatan yang tidak berujung pangkalnya. Didirikannya partai ini adalah dalam rangka ”mewujudkan bangsa dan negara yang
90
Furkon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, h 234. 91 M. Amien Rais, Cakrawala Islam antara Cita dan Fakta, Cet. X, (Bandung: Mizan, TT), h 44.
adil dan makmur yang diridhai Allah SWT”. Dengan kata lain PKS ingin menciptakan negara berkeadilan dan berkesejahteraan (justice and welfare state).92 Pendapat Hidayat Nur Wahid juga dikuatkan oleh Anis Matta, jika substansi sudah mewakili nama, tidak perlu nama itu mewakili substansi, meski tidak menafikan nama. Alasannya begitu Rasulullah berkuasa di Madinah negara itu tidak diberi nama Al-Madînah Al-Islâmiyah Al-Munawwarah. Saudi Arabia yang dikenal sebagai negara Islam, tapi namanya al-Mamlakatu al-Arabiyah As-Su’ûdiyah. Karena itu, apa gunanya negara Indonesia yang besar dengan penduduk muslim mayoritas di seluruh dunia, perlu mendeklarasikan diri untuk negara Islam. Tanpa label itu, kita sudah ketahuan, apalagi kita masuk di Organisasi Konferensi Islam (OKI), ini semakin memperjelas identitasnya. Oleh karenanya tidaklah penting mengungkap wacana negara Islam atau bukan negara Islam, karena negara ini milik umat Islam. Sejak awal kita mengidentifikasi kalau kita bukan orang luar di negeri ini, tetapi sebagai bagian dari negeri ini. Dulu orang mengelola negara ini dengan cara sekular, sedangkan kita ingin menglola negara dengan cara Islam, karena itu PKS tidak pernah mengusung negara Islam ataupun syari’at Islam. Dan yang perlu dibangun adalah bagaimana menghadirkan Islam pada seluruh sektor kehidupan, membangun suatu pandangan fikih bernegara yang jauh lebih luas yang tidak berorientasu tekstual dan semangat yang lebih substansial. Misalnya bagaimana mengelola sistem pendidikan
92
Furkon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, h 234
dengan cara Islam, bagaimana mengelola sistem pertahanan dengan cara islami, dan tidak semuanya menyangkut wacana dan pemikiran tetapi justru ditingkat aplikasi.93 Dalam konteks negara Islam, pemikiran yang disampaikan oleh para tokoh PKS memang bukanlah hal baru. Karena hal tersebut telah ditulis oleh Zainal Abidin Ahmad, seorang pemikir Islam yang ikut berdebat tentang negara Islam di majelis konstituante. Dalam pemikiran Zainal, negara Islam tidak harus bergantung pada ”nama”, simbol ”Islam”, ”pangkat” yang disandang kepala negaranya atau ”rumusan” yang menjadikan seolah-olah negara yang kita miliki sekarang tidak cukup syarat untuk menjadi negara Islam. Negara Islam bukanlah masalah formalitas, tetapi masalah isi dan dasar yang dipakai. Republik Indonesia yang sudah hampir cukup syarat-syaratnya, hanyalah tinggal mengisinya dengan dasar dan jiwa Islam.94 Di sisi lain, Hasan al-Banna juga mengungkapkan pokok pemikirannya tentang negara Islam dengan dua istilah; negara Islam (daulah Islamiyah), dan memperbaiki negara (islâĥud daulah), kedua istilah ini digunakan secara resiprokal. Karena itu dalam memahami pemikiran Hasan al-Banna terjadi dwiinterpretasi. Mendirikan negara Islam, artinya mengganti pemerintahan yang ada dengan cara apapun dan mendeklarasikan sebagai negara Islam (seperti revolusi Iran). Kedua, karena negara ini milik umat Islam, dan dikendalikan oleh orang-orang Islam yang fâsiq (rusak), maka sudah sepatutnyalah negara ini diperbaiki dengan nilai-nilai
93
Furkon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, h 235. 94 Zinal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, h xi-xii.
Islam.95 Dan negara Islam menurut Hasan al-Banna adalah negara yang merdeka, yang tegak di atas syariat Islam, bekerja dalam rangka menerapkan sistem sosialnya, memproklamasikan prinsip-prinsipnya yang lurus, dan menyampaikan dakwahnya yang bijak ke segenap umat Islam.96 Negara Islam juga negara yang mempunyai keinginan untuk menegakkan misi, bukan sekedar bagan struktur, bukan pula pemerintahan yang materialistis dan gersang tanpa ruh didalamnya. Dalam konteks ini negara Islam memiliki tugas untuk menjaga keimanan. Bahkan lebih jauh Hasan al-Banna menegaskan, selama negara Islam belum tegak, maka seluruh kaum muslimin berdosa. Mereka bertanggungjawab dihadapan Allah SWT, karena pengabaian mereka untuk menegakkannya dan keengganan mereka untuk mewujudkannya.97 Negara Islam selanjutnya juga akan menjadi agen untuk mempromosikan Islam sebagai ideologinya.98 Adapun cara untuk mencapai negara Islam menurut al-Banna adalah melalui tahapan aktivitas politik yang terdiri dari ; Pertama, tahapan ta’rif (pengenalan). Pada tahap ini diharapkan masyarakat mengenal dengan baik fikrah dan muatannya. Karena itu pada tahap ini kegiatan difokuskan pada empat kegiatan. Pertama, menjelaskan pemikiran secara benar.
95
M. Amien Rais, Cakrawala Islam antara Cita dan Fakta, h 49. Furkon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, h 241. 97 Ibid. 98 Ibid. 96
Kedua, mengenalkan secara detail hakikat jamaah. Ketiga, revitalisasi ulama dalam politik. Keempat, meletakkan politik sebagai pengendali aktivitas.99 Kedua, tahapan takwîn (pembentukan), membentuk dan memilih lembaga yang efektif untuk dijadikan sarana perjuangan. Membentuk panitia konstitusi, membentuk tim perumus perundang-undangan, mempersiapkan program perbaikan yang integral, menganalisa realitas secara sistematis sistem yang telah ada. Ketiga, tahapan tanfîdz (pelaksanaan). Memasukkan program yang dapat diaplikasikan ke dalam parlemen, mobilisasi massa, meningkatkan tuntutan dan memakai cara yang konstitusional. Sedangkan hubungan antara pemimpin dan rakyat dalam negara Islam menurut al-Banna adalah hubungan kontrak sosial (aqd al-ijtimâ’i), di mana pemimpin diposisikan sebagai (’âmil) dan agen (âjir). Pemikiran ini sama halnya dengan konsep Jean Jacques Rousseau, baginya negara merupakan produk perjanjian sosial. Individu-individu dalam masyarakat sepakat untuk menyerahkan sebagian hak-hak, kebebasan dan kekuasaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama (common power).100 Dari pemaparan di atas peneliti melihat bahwa terjadi reformulasi pemikiran Hasan al-Banna. Meski bagi al-Banna mendirikan negara Islam adalah keharusan dan berdosa bagi yang tidak menegakkanya, namun pemikiran tersebut dipahami sebagai islâĥud daulah (memperbaiki negara). Dari konsep Munawwir Sjadzali dalam 99
Furkon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer., h 241. 100 Ibid., h 144.
konteks pemikiran PKS juga perlu ditambahkan bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap. Mereka menolak anggapan bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap. Mereka menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya mengatur ibadah saja, hubungan manusia dengan Tuhannya. Dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan, dan terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Walaupun mereka menganggap penamaan ’label’ terhadap sebuah negara dengan nama ’Islam’ sebagai sesuatu yang urgen. Substansi negara yang islami dibandingkan dengan negara Islam adalah letak keabadian wahyu Allah pada tiadanya perintah untuk mendirikan negara Islam. Mungkin negara Islam memang cocok untuk masa 14 abad silam, tetapi perlahanlahan ia akan menjadi usang (out of date) dan tidak dapat lagi memiliki kemampuan menanggulangi masalah-masalah modern yang timbul sejalan dengan dinamika masyarakat yang tentu tidak serasi dengan dinamika sejarah yang terus mengalami perubahan dan pertumbuhan sesuai dengan sunnatullah. Dunia melihat Indonesia ke depan sebagai negara dan bangsa yang menjadi salah satu aktor di dunia. Pada posisi ini kita harus memiliki harga diri dan posisi tawar yang bagus. Dan semua itu penentunya adalah stabilitas politik dalam negeri kita. Untuk itu, ideologi negara Islam dalam pandangan PKS adalah bagaimana menciptakan kehidupan yang islami, tetapi tidak secara serta merta mendirikan negara Islam dalam pengertian konvensional. Tetapi hal ini ditempuh dengan memasukkan unsur-unsur dakwah Islam dalam berbagai kebijakan yang ada menuju terwujudnya masyarakat madani yang adil, sejahtera dan bermartabat; ’Kami
mencitakan Indonesia menjadi negara yang kuat yang membawa misi rahmat keadilan bagi segenap umat manusia, agar bangsanya menjadi kontributor peradaban manusia dan buminya menjelma menjadi taman kehidupan yang tenteram dan damai’.101
B. Peran Politik Aktivis Perempuan PKS Dilihat dari sisi platform partai, PKS adalah salah satu partai yang sangat menghormati peran perempuan sebagaimana Islam telah mengangkat derajat perempuan ke tingkat lebih mulia. Dalam internal partai, PKS juga memberi ruang bagi perempuan untuk berkreasi dengan membentuk departemen khusus perempuan. Selain itu PKS juga melakukan kampanye dan program kerja yang pro-perempuan. PKS juga partai yang membebaskan perempuan untuk berekspresi bukan membatasi. Di sisi lain, PKS membebaskan perempuan untuk melawan hegemoni laki-laki secara elegan dan cerdas. Perempuan bukan hanya ibu anak-anak, istri sang suami tetapi lebih dari itu sebagai pelopor kebudayaan, aktivis HAM, praktisi sosial, anggota parlemen bahkan ibu negara. Inilah yang menjadikan mengapa kemudian PKS berbeda dengan partai politik lain di berbagai belahan dunia yang kebijakan perempuannya cenderung patriarkhi (pro-maskulin) meski sama-sama menggunakan asas Islam.
101
MPP PKS, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera; Jalan Keadilan Menuju Kesejahteraan, h iv.
Hal ini diungkapkan oleh Ledia Hanifa, Ketua Bidang Kewanitaan PKS 20052010, bahwasanya PKS tidak membatasi gerakan perempuan secara struktural. Artinya perempuan juga ditempatkan sesuai bidang yang menjadi kapasitasnya. Bahkan Bidang Kewanitaan, sangat mendorong pemeberdayaan perempuan mulai dari bidang pendidikan, kesehatan sampai kesejahteraan. Karena dari para ibu dan keluarga inilah akan kader-kader bangsa yang potensial.102 Secara tersirat, hal ini dimaknai oleh penulis bahwa perempuan secara struktural di PKS memiliki tanggungjawab yang besar, tidak hanya sebagai ibu dalam keluarga tetapi juga ibu negara. Namun dengan konteks perjuangan Zaynab al-Ghazali, secondline al-Ikhwan al-Muslimun (IM), secara struktural berbeda dengan bidang kewanitaan yang ada di PKS. Hal ini karena kondisi dan medan dakwah yang berbeda kultur antara Indonesia dengan Mesir. Selain itu ’IM bukanlah partai politik’, tetapi ia merupakan organisasi sosial masyarakat. Berbeda dengan PKS yang merupakan partai politik. Karena itu, bidang kewanitaan PKS tidaklah independen seperti halnya Jama’at al-Sayyidaat alMuslimat yang dipimpin oleh Zaynab al-Ghazali yang tidak masuk dalam garis struktural IM.103 Di sisi lain, data juga menunjukkan, PKS berhasil meningkatkan suara secara signifikan dari 1,4% dalam Pemilu 1999 menjadi 7,3% popular vote dalam Pemilu 102
Wawancara Ledia Hanifa, Ketua Bidang Kewanitaan PKS 2005-2010, pada tanggal 06
April 2008. 103
Wawancara dengan Ledia Hanifa, Ketua Bidang Kewanitaan PKS 2005-2010, pada tanggal 06 April 2008 dan Nursanita Nasution, Anggota DPR RI F-PKS 2004-2009, pada tanggal 01 April 2008.
2004. PKS berhasil merebut 45 kursi dari 500 kursi yang tersedia di parlemen pusat. Menurut Tifatul Sembiring, Presiden PKS, partainya memiliki 8,3 juta konstituen dan 500 ribu kader aktif di seluruh nusantara. Sedangkan, menurut Hidayat Nurwahid, mantan Presiden PKS, 57% dari kader aktif PKS adalah perempuan.
104
Di sisi lain,
dikatakan oleh Ledia Hanifa, Ketua Bidang Kewanitaan PKS 2005-2010; “Kondisi riil tahun 2004, Caleg (Calon Legislatif) perempuan di Indonesia 42%, padahal waktu itu, kuota baru 30%. Dan kita bersyukur, meskipun yang duduk di F-PKS DPR RI hanya 3 perempuan dari 45 anggota DPR RI, mereka ada yang menjadi ketua komisi, ada yang masuk di panitia anggaran dan BURT. Problemnya ini tidak terpublikasi. Kalau kuota 30%, yang lain ada yang 75%, di tingkat pusat 3%, ingat, kita berangkat dari 7%. Kan seharusnya kalau kita membandingkan dengan partai lain adalah people to people”.105
Ini menunjukkan secara konvensional, partisipasi politik kader perempuan PKS jelas tidak bisa dipungkiri, mengingat mereka tidak saja aktif di hari H pencoblosan, tapi juga berkampanye secara massif untuk menarik pemilih baru sesuai target yang ditentukan. Meminjam bahasa Nursanita Nasution, anggota parlemen perempuan dari PKS, setiap kader perempuan sadar betapa krusialnya waktu lima menit di dalam bilik suara, dan karenanya mereka diniscayakan untuk mempengaruhi masyarakat agar memilih partai dakwah ini.106 Secara internal, memang hanya 4 perempuan yang menjadi pengurus DPP PKS (dalam Badan Kewanitaan) dari total sekitar 56 pengurus. Komposisi perempuan di lembaga-lembaga internal partai seperti Dewan Syariah, Majelis Pertimbangan Partai, Dewan Pakar, pengurus DPW-DPW, dan lain-lain rata-rata 104
Burhanuddin, Islamisme, PKS dan Representasi Politik Perempuan, http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1080, diakses pada tanggal 06 April 2008. 105 Wawancara Ledia Hanifa, Ketua Bidang Kewanitaan PKS 2005-2010, pada tanggal 06 April 2008. 106 Burhanuddin, Islamisme, PKS dan Representasi Politik Perempuan, (http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1080, Diakses pada tanggal 06 April 2008
representasi mereka di bawah 10%. Namun demikian, dengan adanya program yang mengarah pada pemberdayaan perempuan, PKS menjadi salah satu Partai Islam di Indonesia yang ikut mendukung interpretasi progresif kebijakan-kebijakan hukum yang menyangkut hak-hak perempuan. Selain itu keyakinan yang mendasar terhadap Islam, membuat mereka percaya bahwa Islam bisa menjadi solusi bagi setiap persoalan, karena sudah jelas bahwa Islam diturunkan sebagai rahmatan lil alamin. Ini berarti sebuah konsep yang bisa diterapkan dan posistif untuk manusia. Tetapi tentu penerapan ini tergantung interpretasinya, garisnya adalah selama ada dalam fleksibilitas Islam dan tidak berbeda. Karena itu universalitas Islam yang tertuang dalam maqashid al-syariah107 menjadi penting untuk diterapkan di segala aspek kehidupan, terutama dalam aspek pendidikan dan hukum. Bahkan berangkat dari kedua aspek inilah kemudian kata kunci yang tepat adalah bagaimana kemudian menciptakan ‘keadilan’, karena dengan keadilan akan dapat mengeliminir tingkat kriminalitas di negara ini, selain itu dari keadilan-lah sebenarnya akan tercipta kesejahteraan.108 Secara garis besar hal ini juga ditegaskan oleh Yoyoh Yusroh, bahwa peran politik muslimah adalah hal yang melekat pada keberadaan muslimah itu sendiri yang sesuai dengan pemahaman syumuliyatul Islam. Setiap peran muslimah memiliki nilai, konsekuensi dan implikasi politik. Dan politik adalah sesuatu yang inheren dalam
107
Maqashid al-Syariah yang dimaksud adalah menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga harta, menjaga keturunan dan menjaga kehormatan. 108 Wawancara Sri Utami, Pendiri Partai Keadilan, pada 10 April 2008.
kiprah muslimah, karena terkait langsung dengan upaya melahirkan kebijakan yang membawa maslahat dan kemanusiaan sekaligus.109 Bahkan komitmen mereka sebagai aktivis PKS ke depan, mereka ingin agar PKS menegakkan keadilan untuk Indonesia, meningkatkan kesejahteraan dan membangun komunikasi dengan berbagai partai politik dan lainnya. PKS diharapkan nanti menjadi pemimpin dan melayani umat untuk seluruh masyarakat Indonesia.110 Untuk mendukung komiten ini, para aktivis perempuan juga meretas jalan dakwah melalui pos wanita keadilan sebagai wujud kepedulian terhadap kondisi perempuan dan komitmen untuk membuat perempuan lebih maju. Selain itu, mereka juga mengadakan kunjungan ke-100 tokoh mutiara bangsa sebagai wujud penghargaan terhadap jasa perempuan yang telah berhasil membangun dan memajukan bangsa, khususnya bagi kaum perempuan.111
C. Analisis Pandangan Politik Aktivis Perempuan PKS Terhadap Negara Islam Dalam Konteks Ke-Indonesia-an PKS telah menjelaskan berkali-kali baik dalam pernyataan para tokoh-tokoh kuncinya maupun dalam tujuan yang ada dalam AD/ART PKS serta visi-misinya, bahwa Pancasila, UUD 1945 (termasuk hasil amandemen) dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah final. PKS hanya berkeinginan ‘menjadi partai 109
Yoyoh Yusroh, Peran Politik Muslimah dan Legalitas Syariah dalam Muslimah Menuju Era Siyasah, DPP PKS, Jakarta, 2003, h 1. 110 Wawancara dengan Nursanita Nasution, Anggota DPR RI F-PKS 2004-2009, pada tanggal 01 April 2008. 111 Wawancara dengan Ledia Hanifa, Ketua Bidang Kewanitaan PKS 2005-2010, pada tanggal 06 April 2008.
dakwah yang kokoh untuk melayani dan memimpin bangsa dengan semangat pengabdian, pelayanan umat, pembinaan dan pembelaan umat serta pemberdayaan’, terwujudnya cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjadi bangsa yang berdaulat, adil dan makmur, sesuai dengan preambule UUD 1945, terwujudnya masyarakat madani yang adil, sejahtera dan bermartabat serta diridlai Allah dan sekali lagi dalam bingkai NKRI. Terlihat jelas bahwa garis besar perjuangan partai dakwah ini berwawasan nasional, lebih bersifat keindonesiaan dan tentu saja dengan nilai Islam. Sepertinya PKS tidak mau melihat umat Islam diadu dan dihadapkan dengan Negara. Karena Negara ini mayoritas muslim. PKS juga sepertinya menyayangkan ketegangan demi ketegangan yang terus terjadi, yang merugikan bangsa sampai terjadi disintegrasi antar golongan. Peneliti melihat, selama ini PKS memang selalu dihadapkan pada persoalan ideologi dan faktor diskriminasi yang seolah-olah membedakan PKS dengan partai politik lain baik dalam level strategi maupun kebijakan. Bahkan tak jarang, PKS sempat dituding sebagai lawan ideologis, seperti Orde Baru yang menuding kelompok-kelompok yang berseberangan dengan label komunis, ekstrim dan sebagainya. Tak jarang PKS juga dituduh sebagai partai yang berniat untuk membangun negara Islam di Indonesia. Setiap kali ada Perda yang bernuansa islami, PKS juga dituding ada di baliknya. Padahal realitanya, beberapa daerah yang menerbitkan perda bernuansa Islam justru bukan dari partai politik ini, melainkan dari partai yang cenderung berasaskan Pancasila seperti di Tangerang dan Lampung yang justru inisiatif dari Golkar.
Sebagai Partai Islam, PKS menjadikan Islam sebagai sistem nilai, oleh karenanya, PKS selalu aktif mengkampanyekan "pemerintahan yang sehat dan profesional". Jargon anti korupsi mengejawantah dalam performance para kadernya yang senantiasa hidup sederhana, santun tetapi profesional dalam kerja. Para Kader PKS senantiasa menjaga harmonisasi dalam "saleh ritual" maupun "saleh sosial". Kader PKS baik laki-laki maupun perempuan juga memiliki multitalenta dengan segudang pemikiran serta segudang keahlian. PKS tidak memandang kadernya harus tua atau muda, laki-laki atau perempuan, karena yang dibutuhkan adalah semangatnya yang energik, pantang menyerah dan bermental baja. Laki-laki, perempuan, tua dan muda-bagi PKS bukan masalah umur tetapi lebih ke-arah vitalitasnya. PKS tidak mengkultuskan satu figur pun, maka kader PKS diharapkan justru menjadi "figur" itu sendiri yang membawa perubahan di masyarakat. Dengan arah kebijakan yang berorientasi kader, maka PKS adalah Partai Kader. Para kader PKS karena merasa bagian dari rakyat maka segala tingkah-lakunya juga ditujukan untuk kemaslahatan rakyat, bukan hanya rakyat dalam pengertian umat Islam saja tetapi rakyat yang plural. PKS selama ini juga berusaha untuk mencoba menyelesaikan problematika bangsa, mencari akar permasalahan yang melanda Indonesia. Persoalan ini sebenarnya terletak pada ekonomi-politis, yaitu jeratan utang dan dominasi kekuatan asing. Untuk itu PKS mencoba mereformasi bidang politiknya dengan memperbaiki institusi negara, sistem politik, penegakan hukum, birokrasi dan otonomi daerah
dengan mengantisipasi perubahan yang cepat dan kesiapan diri untuk berubah menjadi good governance (tata pemerintahan yang berwawasan ke depan, transparan, akuntabel, menerapkan prinsip meritokrasi, kompetitif, mendorong partisipasi publik dan lain sebagainya. Dalam bidang ekonomi, PKS sangat concern untuk membidani lahirnya demokrasi ekonomi berkeadilan. PKS menjunjung tingi pemerataan ekonomi dan menentang monopoli negara oleh kepentingan korporasi baik domestik maupun asing, sehingga negara mampu independen bebas dari intervensi. Tanpa harus melabelkan ‘Ekonomi Syariah’, PKS menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam praktek ekonomi. Karenanya PKS harus mampu menciptakan iklim ekonomi yang sehat sehingga setiap warga-sekali lagi bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi. PKS menuntut negara untuk menjaga stabilitas ekonomi atau melahirkan kebijakan ekonomi yang selalu pro-rakyat. Dalam bidang sosial budaya, PKS mencoba membangun peradaban dengan masyarakat yang lebih sejahtera dan mendekatkannya pada keadilan, tentu dengan negara yang memiliki etika moral Islam. Pada bidang inilah unsur pembangunan keluarga menjadi penting, karena dari sinilah muncul generasi yang membawa corak peradaban bangsa. Keluarga dalam PKS juga menjadi
pilar utama bangunan
masyarakat yang diyakini dapat mewujudkan negara menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur, negara yang makmur di bawah ampunan Allah. Tentu keluarga ini adalah salah satu model pemberdayaan PKS bagaimana kemudian perempuan terlibat dalam pembangunan bangsa yang lebih luas. Dalam hal ini paradigma peran politik
muslimah PKS dimulai dari pemahaman politik secara utuh yang merupakan gerakan dakwah. Dalam
menjalankan
politiknya,
muslimah
juga
diwajibkan
untuk
meningkatkan kompetensinya dengan daya dukung keluarga, masyarakat dan organisasi (partai politik) dengan nilai-nilai Islam. Dan visi pemberdayaan muslimah adalah signifikansinya peran politik muslimah dalam membangun masyarakat yang islami. Misinya terbangunnya identitas perilaku dan budaya politik yang islami. Keterlibatan perempuan ini juga ditegaskan oleh Hilmi Aminuddin (Ketua Majelis Syuro PKS 2005-2010) dalam sambutannya di TMII, pada 3 Oktober 2003, bahwasanya Islam menggambarkan konsep egalitarianisme laki-laki dan perempuan dalam: 1) Melaksanakan misi Islam dan ubudiyah. 2) Melaksanakan funsi kekhilafahan. 3) Melaksanakan dakwah, amar makruf nahi munkar. 4) Membangun keterpaduan ibadah dan ketaatan kepada Allah. 5) Mendapatkan rahmat Allah. Selain agenda perbaikan di atas, PKS juga selalu menolak dengan tegas setiap usaha-usaha yang bertendensi memantik disintegrasi bangsa. Meski menghormati kebebasan, PKS tetap menyesuaikan diri dengan koridor Konstitusi. PKS lebih menyukai pendekatan dialog non kekerasan bukan pendekatan vonis, fatwa, atau penghakiman, karena hak mevonis yang berkuatan hukum tetap cuma ada dalam keputusan Pengadilan.
Tentunya tudingan bahwa PKS adalah lawan ideologis tentu tidak mendasar. Mengingat dalam berbagai momentum PKS bahkan menunjukkan dirinya sebagai partai terbuka untuk bekerjasama dengan kelompok manapun. PKS dan sikapnya tentang kelompok non-Muslim, selama mereka memang mewakili komunitasnya masing-masing, maka mereka sudah sepantasnya untuk diberi kesempatan melakukan hal tersebut. Indonesia ini adalah milik bersama, seperti juga planet bumi yang kita diami sekarang, bukan hanya untuk sekelompok orang tertentu. PKS mengaku siap menerima anggota non-Muslim untuk jadi anggota DPR. Di Papua, PKS bahkan pernah mencalonkan anggota legislatif Nasrani yang kemudian sukses menjadi anggota DPRD. Pilihan ini menunjukkan bahwa PKS menerima keberagaman yang di Indonesia. Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah mengungkapkan, partainya siap menerima anggota non-Muslim untuk dijadikan anggota DPR dari PKS dan hal itu merupakan konsistensi atas keterbukaan parpol tersebut. Sebab merekalah yang bisa mewakili komunitasnya dalam kancah perpolitikan di Indonesia. "Kami siap mencalonkan anggota non-Muslim sebagai anggota DPR dari PKS dan kami juga siap berkerja sama atau berkoalisi dengan partai apa pun dan lembaga mana pun, asalkan mereka itu mewakili komunitasnya."112
Langkah PKS menjadi partai yang terbuka terhadap semua kalangan dan agama di Indonesia itu juga telah disambut positif oleh Sebali Tianyar Arimbawa,
112
Sebagaimana diungkapkan oleh Fahri Hamzah dalam Mukernas PKS di Bali 2008 kepada Berita Antara yang dikutip kembali oleh Abasyah, dalam PKS Siap Terima Caleg Non Muslim. Artikel diakses pada tanggal 12 Juni 2008 dari http:// partai- politik- islam. blogspot. com/2008/02/ pks-siapterima- caleg- non- muslim-kafir. html.
tokoh pendeta Hindu di Bali yang biasa disebut Ida Pedanda dari Griya Tegeh Amlapura. Dukungan tokoh sepuh Hindu di Bali tersebut atas keterbukaan PKS itu dikemukakannya pada saat dialog kebangsaan dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKS di kawasan Pantai Sanur, dengan menyatakan bahwa dirinya siap diajukan sebagai calon legislatif (caleg) dari PKS. "PKS itu yang saya tahu sudah menjadi partai terbuka dari dulu. PKS memahami kemajemukan di negeri ini."113
Pernyataan ini diperkuat oleh Ketua DPW PKS Bali, Heri Sukarmini, tidak ada dalam ketentuan AD/ART PKS yang menyebutkan bahwa pengurus ataupun anggota PKS harus muslim.114
Dari beberapa pernyataan di atas menunjukkan,
bahwa PKS kini telah membuka dirinya menjadi partai yang lebih terbuka, mengakomodir kepentingan bangsa Indonesia tanpa memandang agama, meskipun masih dalam tataran politis dan cenderung pragmatis. Mengapa? Tentu sebagai partai politik, PKS tidak lepas dari berbagai kepentingan, seperti untuk meraih konstituen yang lebih besar. Karena selama ini PKS adalah partai kader yang cenderung eksklusif. Selain itu, PKS juga menjadikan hukum sebagai daulat tertinggi. PKS sangat menentang aksi kekerasan yang dilakukan kelompok sipil apalagi didalangi oleh
113
Diungkapkan oleh Sebali Tianyar Arimbawa dalam Dialog Kebangsaan pada Mukernas PKS di Bali 2008 yang dikutip oleh Hariyanto Kurniawan, dalam PKS Bali Siapkan Kader Non Muslim. Artikel diakses pada tanggal 13 Juni 2008 dari www.news.okezone.com. 114 Sebagaimana penuturan Heri Sukarmini, Ketua DPW PKS Bali, dalam Mukernas Bali 2008 yang dikutip oleh Hariyanto Kurniawan, dalam PKS Bali Siapkan Kader Non Muslim. Artikel diakses pada tanggal 13 Juni 2008 dari www.news.okezone.com.
sekelompok orang yang mengaku ulama. PKS menentang keras penutupan rumah ibadah agama lain, meskipun Islam adalah agama mayoritas di Indonesia, karena Indonesia bukanlah Islam itu sendiri. PKS akan sangat bangga melihat kemajemukan NKRI dalam harmoni yang alamiah. Adapun mengenai Piagam Jakarta yang sempat didengungkan oleh beberapa partai Islam seperti PPP dan PBB ketika sidang tahunan terakhir pada 2002 lalu yang membahas tentang amandemen perubahan UUD pasal 29 ayat (1), yang isinya “Negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, PK (PKS) justru termasuk partai yang tidak mengusulkan Piagam Jakarta. Bersama PAN, partai ini malah mengusulkan Piagam Madinah. Sebab bagi PKS, Piagam Madinah dianggap sebagai dasar dari pembentukan negara Islam dalam konteks kebangsaan (Islamic Nation State) pertama di dunia. Dan Nabi Muhammad dipercayai sebagai peletak dasar negara itu. Isi Piagam Madinah, diantaranya, bahwa seluruh penduduk Madinah, apa pun agama dan sukunya, adalah umma wahida (a single community) atau umat yang tunggal. Karena itu, mereka semua harus saling membantu dan melindungi, serta mereka semua berhak menjalankan agama yang dipeluknya masing-masing. Hal ini jelas terlihat dalam RUU usulan PKS yang isinya adalah “Negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan ajaran agama bagi masing-masing pemeluknya”, dengan catatan orang Kristen melakukan kewajiban Kristennya, orang Hindu melaksanakan ajaran Hindu, Begitu juga dengan
Buddha dan Islam. Salah satu ajaran Islam adalah syariat, sedangkan syariat menurut PKS bukanlah segala-galanya dalam ajaran Islam. Saat itu PKS telah menyatakan dasar sikap politiknya. Pertama, menjunjung nilai-nilai agama sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Kedua, memberi penekanan pada keadilan posisi agama-agama di Indonesia. Dalam penjelasan (bayanat) partai yang diedarkan saat itu, PKS mengilustrasikan betapa pada masa hidup Rasulullah Saw di Madinah, hukum-hukum Taurat dan Injil juga diberlakukan kepada para ahli kitab. Dengan rumusan "kewajiban menjalankan ajaran agama bagi para pemeluknya"-lalu rumusan ini dikaitkan dengan Piagam MadinahPKS memandang kehidupan spiritualitas keagamaan akan dihargai di Indonesia. PKS menjadikan Piagam Madinah sebagai referensi politik meski berbagai perkembangan penafsiran telah muncul dari dokumen yang disepakati kaum Muslim dan non- Muslim saat Nabi Muhammad Saw hidup di Madinah. Dalam konteks Indonesia, hal terpenting yang harus dihayati adalah penggunaan referensi politik tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh Untung Wahono (Ketua Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera DPR 2004-2009), bukan saja merupakan kewajaran proses, tetapi juga merupakan hak politik yang dihormati dan dijamin konstitusi. Demokratisasi referensi adalah produk proses reformasi Indonesia tahun 1998 yang ditandai dengan dihapusnya pakem asas tunggal Pancasila dan diberlakukannya undang-undang politik yang baru tahun 1999. Tradisi lama dalam politik yang diwarnai
"penyeragaman total" dan sikap-sikap apriori terhadap perbedaan pemikiran dan cara memperjuangkan kepentingan yang telah ditinggalkan.115 Dari paparan di atas menunjukkan, secara umum PKS tidak pernah berkeinginan untuk membangun ataupun mendirikan negara Islam. Namun di sini, peneliti melihat, mereka memandang bahwa negara Islam adalah labelling semata dan cenderung utopis. Yang penting adalah bagaimana memperbaiki Indonesia, mulai dari sistem hukum, pendidikan sampai dengan ekonomi. Mereka lebih senang dengan menyebut ’negara islami’ ketimbang ’negara Islam’. Bagi mereka banyak hal dalam syariat yang sesungguhnya berlaku umum, misalnya tentang ketertiban dan keamanan, serta hukum. Itu sudah di-cover hukum-hukum yang ada. Ada yang ibadah murni, karenanya tidak memerlukan undang-undang apa pun, seperti shalat, syahadat, dan sebagainya. Tapi ada beberapa lapisan masyarakat di tempat tertentu yang merasa perlu penegasan. Itu tak jadi masalah, asal dilakukan dengan mekanisme demokrasi dan jalur-jalur yang disepakati bangsa ini. Meskipun, tidak bisa dimungkiri, mayoritas penduduk di Indonesia beragama Islam dan sejarah menceritakan, sebelum Indonesia menjadi republik, negeri ini terdiri dari kerajaankerajaan Islam, di mana dalam kerajaan-kerajaan itu hukum syariat Islam diberlakukan. Mereka melihat, bahwa dalam konteks Indonesia, memang masih jauh, dari generasi ke generasi. Untuk dakwah di dalam satu hukum saja sangat berat. NKRI
115
Untung Wahono, Piagam Jakarta, PKS dan Demokratisasi Referensi. Artikel diakses pada tanggal 13 Juni 2008 dari http: //kompas. com/kompas-cetak/ 0412/14/ opini/1414873.htm.
final adalah strategi dakwah untuk mereformasi hukum. Indonesia juga dinilai tidak mungkin negara Islam lagi, tapi hukumnya, nilai-nilainya yang penting islami. ”Jangan sampai kita seperti negara Arab Saudi yang mengaku-ngaku Islam hanya dari luarnya saja, banyak perempuannya yang buka jilbab ketika di luar negeri. Apalah arti sebuah nama. NKRI adalah uslub dakwah saja. Kita ingin menggandeng seluruh komponen umat Islam, maka jangan membuat orang takut dulu”.116 ”Tentu penerapan ini tergantung interpretasinya, garisnya adalah selama ada dalam fleksibilitas Islam dan tidak berbeda”.117
Tetapi kemudian, dalam aplikasi negara Islam, mereka tidak menyetujui model negara Islam Timur Tengah yang dinilai cenderung monarkhi dan tidak bisa diterapkan di Asia, kecuali Brunei Darussalam. Berbeda dengan konteks Indonesia yang luas. ”Ketika kita berbicara tentang Negara Islam, kita mau, namun substansinya. Tetapi sebenarnya mulai dari mana? Kita belum memiliki kebijakan politik seperti mereka (Timur Tengah), dan mereka tidak paham, bahwa ini berbeda dengan Indonesia di mana yang perlu ditingkatkan terlebih dahulu adalah pendidikannya”.118
Kecenderungan untuk memaknai negara Islam dengan negara islami bagi kalangan aktivis perempuan PKS juga dinilai lebih pas untuk konteks negara pluralis, seperti halnya Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Bahkan figur negara Madinah cenderung moderat dan ada egalitarianisme serta toleransi yang tentunya tetap dalam bingkai keislaman. Karena nilai universal itulah semua golongan dapat ditemukan dalam bingkai kebangsaan tanpa harus formalitas dengan menyebut Khilafah Islamiyah. 116
Wawancara dengan Herlini Amran, Anggota Dewan Syariah Pusat (DSP) PKS 2005-2010, pada tanggal 29 Maret 2008. 117 Wawancara dengan Ledia Hanifa, Ketua Bidang Kewanitaan PKS 2005-2010, pada tanggal 06 April 2008. 118 Wawancara dengan Ledia Hanifa, Ketua Bidang Kewanitaan PKS 2005-2010, pada tanggal 06 April 2008.
”Negara Islam menurut saya adalah Negara yang mengimplementasikan nilai-nilai Islam, nilia-nilai Islam ini masih memungkinkan untuk dibagi, yang universal yang bisa dikompromikan untuk seluruh bangsa, seperti Indonesia yang 100% penduduknya bukan muslim saja, seperti termasuk Rasulullah ketika di Madinah yang mengakomodir semua kepentingan, bukan hanya ada Islam saja, tetapi ada Yahudi dan Nasrani. Saya lebih melihat Negara Islam pada esensinya saja, nilai-nilai Islam ini sendiri, jangan juga digiring pada halhal yang sekarang ini tidak tendensius, menakutkan, pertentangan, banyak hal-hal yang bisa kita sepakati bersama, iti menjadi landasan yang pokok, universal, yang menjadi titik temu, misalnya keadilan maupun kesejahteraan, ya seperti hal-hal yang universal tad. Pada zaman Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz, kriminalitas nyaris tidak ada. Jadi menurut saya kekuatan politik perlu duduk bersama. Dan sekarang sudah mulai ke sana. Jadi tidak perlu khilafah Islamiyah atau apa gitu, karena ini frontal yang justru nanti juga membuat takut”.119
Oleh karena itu, Indonesia tidak harus diubah menjadi Negara Islam tetap saja NKRI, tetapi esensinya. Ada yang menyuarakan nilai-nilai Islam yang tegak, penduduknya berakidah lurus, berakhlak yang baik dan dengan ini sudah cukup untuk diklaim sebagai negara Islam. Tentu akan berat jika kemudian para aktivis PKS ini berangkat dari hal-hal yang konfrontatif. Selain itu, menurut Nursanita Nasution, Anggota DPR RI F-PKS 2004-2009, untuk Indonesia juga belum waktunya menjadi negara Islam. ”Saya sendiri kurang sependapat dengan adanya negara Islam di dunia. Karena tergantung persepsi masing-masing. Misalnya RII (Republik Islam Iran) dan Arab Saudi yang berbentuk kerajaan, karena keduanya memakai struktur yang berbeda meski mengaku sebagai negara Islam. Bahkan dalam hal kerajaan, rakyat tidak memiliki apa-apa.120 Tidak perlu memakai nama negara Islam secara formal. Menurut saya masyarakat madani, justru itu bagus. Karena masyarakat madani adalah masyarakat modern, masyarakat yang menghargai waktu, tidak korupsi, itu yang hendak diwujudkan dalam nilai-nilai Islam. Dalam realisasinya di masyarakat, tidak perlu ada slogan. Yang penting bagaimana nilai itu diaplikasikan, karena bukan dari slogan, simbol atau jargon. Masyarakat madani ini memang mengadopsi dari kultur Nabi di Madinah”.121
119 120
Wawancara Sri Utami, Pendiri Partai Keadilan (PK), pada tanggal 10 April 2008. Wawancara Nursanita Nasution, Anggota DPR RI F-PKS 2004-2009, pada tanggal 01
April 2008. 121
April 2008.
Wawancara Nursanita Nasution, Anggota DPR RI F-PKS 2004-2009, pada tanggal 01
Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pandangan para aktivis perempuan PKS terhadap negara Islam adalah negara yang mengimplementasikan nilai-nilai
Islam
dalam
kehidupan
sehari-hari,
apapun
bentuknya,
sistem
pemerintahannya maupun ideologi negaranya. Strategi ini sama dengan model Islamisasi masyarakat dalam negara nasional. Strategi ini juga menjadi tawaran Islam sebagai alternatif, yang cukup signifikan akibat problem masyarakat yang sudah akut, mulai dari segi psikologis, psikososiologis, sosioantropologis sampai dengan ekonomi, politik, sosial dan budaya yang rentan dengan sistem sekuler. Negara dalam pandangan mereka juga merupakan sarana, bukan tujuan, meskipun merupakan institusi yang terkuat dan terbesar. Karena tujuan politik yang sebenarnya-meminjam istilah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah-adalah mendekatkan manusia kepada kemaslahatan dan menjauhkan dari kerusakan serta mengantarkan kepada keadilan. Karena itu penyebutan negara Islam adalah hal utopis, apalagi jika dikaitkan dalam
aras
internasional
(Khilafah
Islamiyah),
mengingat
Nabi
hanya
mempraktekkannya dengan model Negara islami dan bersifat kebangsaan (Islamic nation-state) ketika di Madinah yang terkenal dengan pluralistik. Oleh karenanya dalam konteks sekarang ini, penyebutan yang sesuai adalah ‘Negara islami’ dan bukan ‘Negara Islam’ yang seringkali menimbulkan konfrontasi. Begitu juga untuk Indonesia, sesuai dengan kondisinya yang pluralistik, maka yang ‘pas’ adalah bagaimana kemudian mengarahkannya menjadi masyarakat yang madani, adil, sejahtera dan bermartabat mulai dari segi hukum, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya sehingga menjadi negara yang islami dalam konteks kebangsaan Indonesia
(Islamic nation-state), tanpa perlu mengklaim diri sebagai ’Negara Islam’ secara formal.
SURAT KETERANGAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Nor Qomariah
Pekerjaan
: Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Konsentrasi Ketatanegaraan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Benar-benar telah melakukan wawancara pribadi dengan Herlini Amran, M.A. (Anggota Dewan Syari’ah Pusat (DSP) PKS 2005-2010), untuk bahan data skripsi dengan tema “Negara Islam dalam Pandangan Politik Aktivis Perempuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)”, pada tanggal
Bekasi,
Herlini Amran, M.A.
2008
2008.
Hasil Wawancara Herlini Amran, M. A (Anggota Dewan Syariah Pusat PKS) Bekasi, 29 Maret 2008 1. Bagaimana pengalaman anda selama di PKS? Saya ingin memulai cerita dari awal, ketika PK terkena electoral treshold, tidak bisa mengikuti pemilu kemudian bermetamorfose menjadi PKS, saya adalah salah satu pendirinya. Di PKS inilah terdapat nilai-nilai Islam dan nilai-nilai dakwah. Dan berpolitik adalah salah satu cara dakwah. Dan dakwah bagi manusia, apapun profesi kita. Salah satu dakwah adalah politik. Karena dengan jalur politik inilah kita bias merubah sistem hukum dan memperbaikinya. Bagi saya di PKS dan di medan dakwah adalah sama. Saya dulu pernah dicalonkan sebagai anggota legislatif (DPR RI) untuk wilayah Kepulauan Riau (Kepri), akan tetapi tidak maju (menang) karena ada penggelembungan suara. Meski sudah di pengadilan hasilnya tetap sama, PKS tidak menang. 2. Mengapa lebih memilih PKS sebagai tempat menyalurkan aspirasi politik? Karena di PKS, basis massanya aktivis dakwah semua. Mereka berasal dari anak kampus yang rajin berdakwah. Bagi saya ini adalah partai politik yang tepat. 3. Dimanakah posisi dan peran perempuan secara struktural di PKS? Perempuan secara struktural di PKS merupakan bagian dari partai. Dan nilainilainya juga tidak jauh dari agama, di dalamnya ada Bidang Kewanitaan. Saya sendiri menjadi anggota DSP (Dewan Syariah Pusat). Di sana hanya ada dua orang perempuan. Anggota DSP 20 orang dan semuanya laki-laki kecuali dua. Buat apa banyak-banyak, dua saja sudah bisa mewakili perempuan. Perlu diketahui di PKS, perempuan tidak dinomorduakan (second class). Selain itu di keterwakilan perempuan juga ada di DPR-RI , 3 orang dari 45 anggota fraksi PKS. Akan tetapi ditingkat daerah banyak. Perempuan dalam hal ini
juga harus menjaga tawazun, yakni antara kewajiban domestik dan kewajiban publik. Ini merupakan bagian kerja dengan suami. Kakalau seperti ini bukan persoalan partai saja, tetapi juga persoalan suami. Partai ini sifatnya hanya mendukung jika dia memiliki kemampuan. Jadi selama perempuan memiliki kapasitas maka tidak ada masalah. 4. Bagaimana konteks pemikiran Zaynab al-Ghazali dalam hal ini? Menurut saya selama muslimah punya kemampuan dan punya daya dukung maka tidak masalah. Tidak ada penghalang. Zainab begitu juga, meskipun suaminya orang biasa, tapi dukungannya terhadap dakwah sangat luar biasa. Bahkan Gamal Abdul Nasser pernah menyarankan aagar ia menceraikan Zainab, tetapi ia tidak mau. 5. Bagaimana anda memaknai kehadiran anda dalam kancah perpolitikan di Indonesia? Kancah politik dengan kancah dakwah adalah sama. Tetapi harus dibedakan politik ‘ammah dan politik PKS. Politik ammah biasanya memakai cara-cara yang kotor hanya untuk mendapatkan kekuasaan semata. Politik ammah inilah politik ala Barat. Tapi kalau politik PKS adalah tentu tak akan memakai cara yang kotor, karena tujuannya adalah dakwah. Caranya dengan merebut kekuasaan untuk menerapkan nilai-nilai Islam. Misalnya untuk merubah masyarakat, kita bisa membuat Perda dulu. Seperti di Bekasi ini, setiap SD sudah ada Mushalla dan seragam sekolahnya pun memakai rok panjang. Jika kita bisa menguasai apa yang ada, maka kita bisa memasukkan nilai-nilai Islam. Kekuasaan ini merupkan metode dakwah yang cukup positif. Kita memang tahu, Perda SI mengandung nilai-nilai yang makruf
yang
semuanya bisa menerima dan tidak mengganggu umat yang lain. Seperti menutup aurat sebenarnya bisa meminimalisir kejahatan. Sebenarnya kalau ada Perda yang bermanfaat, ini dapat menolong. Prinsip kekuasaan PKS berbeda dengan umum, karena kalau umum mereka berjuang untuk mereka sendiri. Di PKS, siapa yang mengajukan maka akan di dorong oleh partai, dan tentunya akan diseleksi. Kalau yang lain yang penting adalah balik
modal. Maka pengangkatannya tidak ada yang mengajukan. Tujuannya memang sama-sama ingin berkuasa, namun jika PKS tujuannya untuk menegakkan nilai Islam. Kalau kita berkuasa, kita bisa membuat aturan untuk masyarakat. 6. Sebagai aktivis partai politik, bagaimana pandangan anda terhadap negara Islam? Menurut saya jika langsung terjun ke negara tanpa disiapkan dulu perangkatnya, maka keberhasilannya tentu akan sulit. Maka dari itu dalam hal ini yang perlu disiapkan dulu adalah menyiapkan pribadi, ibda’ binafsika, mulai dari pribadi, keluarga, masyarakat kemudian negara. Untuk itu sebenarnya tidak perlu memakai label negara Islam, yang penting adalah bagaimana kita memasukkan nilainilai Islam ini kepada masyarakat. Apalagi kita tahu masalah hukum saja, baru 2% yang memasukkan nilai-ilai Islam dalam hukum yang ada di negara kita. Selebihnya hukum umum semua, mau nikah, waris maupun hukum yang lain. Apa aarti sebuah nama? Tidak perlu, yang penting adalah nilai-nilai Islam yang harus dibangun, mau negaranya berbentuk NKRI atau kerajaan. Jadi kita ingin nilai-nilai Islam itu masuk ke dalam masyarakat, menjadi masyarakat yang berkualitas, dan kemudian muncul bungkusnya. Pada dasarnya berdakwah tidak dalam bentuk nama. 7. Bagaimana ideologi negara Islam menurut PKS? Dalam hal ini kita mengikuti dakwah model Rasulullah, mulai dari akidah. Dakwah kita mengacu Nabi. Dan kita tahu bahwa Nabi 13 tahun mempersiapkannya baru kemudian ada dawlah. 8. Apa urgensinya negara Islam menurut anda? Urgensinya jika masyarakat sudah islami, maka akan mentaati hukum, itu sebenarnya yang perlu. Tetapi ini perlu waktu panjang. Jangan sampai berbuat gamang, yang penting adalah mengajak orang lain. 9. Bagaimana posisi perempuan didalamnya? Posisi perempuan menurut saya tidak masalah. Bahkan dalam QS. AtTaubah:71 juga telajh dijelaskan: ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Posisi perempuan dalam Islam tidak masalah, karena sama-sama menegakkan nilai-nilai kebenaran. 10. Bagaimana dengan isu di luar, kalau PKS itu menomorduakan perempuan? Isu itu namanya black compaign, akan tetapi banyak akhwat yang tidak terpengaruh isu bahwa perempuan di PKS adalah second class. Sebenarnya kita juga banyak mengajukan caleg perempuan. Persoalan ini seringkali didominasi oleh perempuan sendiri, mereka tidak percaya diri dengan kemampuan mereka, bahkan tidak jarang pemilih perempuan malah memilih caleg laki-laki. 11. Bagaimana pandangan anda mengenai, a. Konsep kepala negara Mayoritas ulama tidak memperbolehkan perempuan menjadi imam kubra. Masalah kepala negara tidak sembarang orang. Oleh karenanya jika tak ada lagi laklaki yang sanggup, maka baru perempuan. b. Konstitusi Dalam konstitusi ini sebenarnya umat Islam juga memiliki andil yang luar biasa. Tetapi sayangnya, ketika berhasil merdeka yang menguasai justru sekulerBelanda. Maka kita perjuangkan konstitusi yang sesuai internal masyarakat dan bangsa kita. c. Kedaulatan negara Mengakui tanah air memang seharusnya. Dan kedaulatan ini perlu dipertahankan. d. HAM HAM memang diperlukan asalkan tidak melanggar hukum Allah. Perlu digarisbawahi, bahwasanya HAM terjadang bertabrakan dengan nilai-nilai Islam.
Film ”FITNA” misalnya, ini melewati batas wilayah seseorang. Persoalan lain misalnya RUU Pornografi, ini mencengangkan, karena apa? KDRT yang seharusnya persoalan intern, pribadi keluarga saja bisa bisa dituntut hukum. Ini tidak adil. Bagaimana standar HAM juga sebenarnya tidak jelas. e. Penegakan syari’at Islam Saya teringat kalimat ”Tegakkanlah Islam pada dirimu, maka Islam akan tegak di lingkunganmu”. Kalau menegakkan syariat Islam, masyarakatnya tidak sadar, maka akan sulit, misalnya kasus di Aceh. Ada Qanun, hukum cambuk bagi peminum khamr, tetapi karna belum sadar betul maka lama kelamaan hukum ini tidak berlaku. Apalagi mental pejabat diberbagai daerah juga belum benar. Kita tidak dulu dengan label sayriat Islam, yang kita fokuskan adalah substansi Islam itu sendiri. Karena ketika mereka belum sadar langkah kita adalah menyadarkaan mereka. 12. Bagaimana hubungan PKS dengan ormas lain, HTI misalnya? Kita masing-masing punya tugas baik untuk menegakkan kalimah Allah, Lii’la’i Kalimatillahi Hiyal Ulya, kita berjuang dalam sistem, mengambil ibrah dari diri baru mendandani sistem. Misalnya dulu Afghanistan menang dari Rusia, namun sayang yang menguasai sekuler, karena tidak memiliki SDM yang memadai. Maka perlu disiapkan pengalaman-pengalaman, butuh ilmu yang memang berada dalam sistem, mengamati lalu memperbaiki. Misalnya ada rumah mau roboh, kita lihat, kita masuk ke dalam, lalu menyadarkan mereka, mau diperbaiki atau dirobohkan. Oleh karenanya kalau sistem bagus, maka akan kita dukung. Kalau semuanya bergandeng tangan maka nanti akan bagus. Untuk itu langkahnya adalah sesuai dengan tahap tarbiyah, karena formalitas itu akan ikut dengan sendirinya. Orang tidak menyangka tetapi kemudian langsung tergiring dan kita nanti tetap dakwah. 13. Bagaimana dengan konteks Indonesia? Kalau untuk Indonesia, memang masih jauh, dari generasi ke generasi. Untuk dakwah di dalam satu hukum saja sangat berat. Adapun dengan NKRI final, itu adalah strategi dakwah dan masalah hukumnya yang harus kita perjuangkan. Kita
tidak mungkin negara Islam lagi, tapi hukumnya, nilai-nilainya yang penting Islami. Jangan sampai kita seperti negara Arab Saudi yang mengaku-ngaku Islam hanya dari luarnya saja, banyak perempuannya yang buka jilbab ketika di luar negeri. Apalah arti sebuah nama. NKRI adalah uslub dakwah saja. Kita ingin menggandeng seluruh komponen umat Islam, maka jangan membuat orang takut dulu.
Hasil Wawancara Dr. Nursanita Nasution, S.E., M.E. (Anggota DPR RI F-PKS 2004-2009) Jakarta, 01 April 2008
1. Bagaimana pengalaman anda selama di PKS? Saya di PKS sejak tahun 1998, satu dari enam perempuan yang menjadi deklarator. Pertamakali di PKS saya menjabat sebagai sekretaris Bidang Kewanitaan sampai tahun 2000, kemudian menjadi ketua Bidang Kewanitaan pada tahun 20002004. Dan pada tahun 2004 saya menjadi anggota DPR RI. 2. Mengapa lebih memilih PKS sebagai tempat menyalurkan aspirasi politik? Pertama, PKS merupakan partai baru yang mempunyai visi merekat bangsa, merubah iklim perpolitikan yang ada, membangun bangsa dan menegakkan keadilan. Kedua, PKS mempunyai keinginan untuk mewarnai politik di Indonesia. Karena dulu pada orde baru memang ada 3 partai, Golkar, PPP dan PDI, tetapi hakikatnya hanya satu partai. Hak-hak masyarakat tidak ada peluang. Karena itu PKS ada, harapannya dapat mewarnai perpolitikan di Indonesia. 3. Dimanakah posisi dan peran perempuan secara struktural di PKS? Di PKS semuanya menyatu dalam struktural, baik laki-laki maupun perempuan. Jadi bagian kewanitaan masuk dalam struktur partai. Tetapi sebenarnya perempuan boleh diposisikan di mana saja. Dan dalam strukturalnya telah ada 20%. 4. Bagaimana konteks pemikiran Zaynab al-Ghazali dalam hal ini? Menurut saya PKS dengan IM (Ikhwanul Muslimin) berbeda. PKS ada da;am konteks keindonesiaan, berada dalam kultur Indonesia. Tetapi tidak salah jika dikatakan PKS mengambil pemikiran yang ada di IM atau gerakan Islam lain. Hal-hal yang bagus dari gerakan yang ada diambil. Tetapi sekali lagi kultur PKS adalah
keindonesiaan. Berbeda dengan Zainab al-Ghazali yang terpisah secara struktural dari IM. Karena kalau di PKS pos kewanitaan dimasukkan dalam struktur. 5. Bagaimana anda memaknai kehadiran anda dalam kancah perpolitikan di Indonesia? Perempuan harus masuk ke politik, karena grakan politik dapat mewarnai politik yang ada. Apalagi jika kemuian perempouan ini memiliki kulaitas dan kapasitas yang bagus, maka generasi ke depan lebih bagus lagi. 6. Sebagai aktivis partai politik, bagaimana pandangan anda terhadap negara Islam? Untuk Indonesia belum waktunya menjadi negara Islam. Saya sendiri kurang sependapat dengan adanya negara Islam di dunia. Karena tergantung persepsi masingmasing. Misalnya RII (Republik Islam Iran) dan Arab Saudi yang berbentuk kerajaan, karena keduanya memakai struktur yang berbeda meski mengaku sebagai negara Islam. Bahkan dalam hal kerajaan, rakyat tidak memiliki apa-apa. 7. Bagaimana ideologi negara Islam menurut PKS? Tidak perlu memakai nama negara Islam secara formal. Menurut saya masyarakat madani, justru itu bagus. Karena masyarakat madani adalah masyarakat modern, masyarakat yang menghargai waktu, tidak korupsi, itu yang hendak diwujudkan dalam nilai-nilai Islam. Dalam realisasinya di masyarakat, tidak perlu ada slogan. Yang penting bagaimana nilai itu diaplikasikan, karena bukan dari slogan, simbol atau jargon. Masyarakat madani ini memang mengadopsi dari kultur Nabi di Madinah. 8. Apa urgensinya negara Islam menurut anda? Sesuai dengan konteks al-Quran, yang esensinya adalah menegakkan keadilan. Kalau Islam tegak tidak ada lagi mafia peradilan. Memang diakui, penyebutan negara Islam, dalam prosesnya tercipta image yang negative di dunia internasional. Masalahnya adalah negara Islam selalu dipandang subversif. Oleh karenanya jangan terjebak dengan hal-hal yang diperjuangkan. Bahkan dalam sejarahnya juga ketika Rasulullah menjadi raja, beliau tidak mau menerima dan lebih
memilih di jalur dakwah. Padahal jika menjadi raja, Rasulullah bisa berkuasa atas negara. Dan PKS lebih cenderung pada masyarakat madani. 9. Bagaimana sistem pemerintahan negara Islam menurut anda? Sistem pemerintahan juga yang tepat seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah ketika memimpin Madinah, yakni dengan syura. Karena dalam negara Islam tidak ada monarkhi, tapi syura. Misalnya, pada masa itu Rasulullah selalu berkumpul dengan para sahabat setiap kali menyelesaikan persoalan. 10. Bagaimana posisi perempuan didalamnya? Dasar Islam adalah keadilan. Adil untuk semua orang. Dan semua orang harus untuk mendapatkan haknya, diperlakukan dengan adil, tanpa ada marginalisasi. Perempuan diperlakukan pada posisi yang sama. 11. Bagaimana pandangan anda mengenai, f. Konsep kepala negara (perempuan menjadi pemimpin/berada di jabatn publik dalam pemerintahan Islam) Dalam Islam tidak ada diskriminasi. Konsepnya harus berbuat banyak untuk orang banyak. Pemimpin bagi semua orang untuk melakukan amal saleh. Perempuan dan laki-laki adalah sama kedudukannya dalam negara dan tergantung kultur negaranya. Misalnya Jepang, perempuan ditempatkan di bawah laki-laki, dan ini berbeda dengan Indonesia. Indonesia juga berbeda lagi, Indonesia Timur atau Indonesia Barat. Tergantung kultur masyarakat masing-masing. Masyarakat Jawa dengan Sumatera Barat misalnya juga berbeda. Sama-sama berpeluang. Yang penting ia punya skill untuk memimpin dan untuk kepentingan banyak orang. g. Konstitusi Konstitusi dalam negara Islam harus menggunakan al-Qur’an, jika tidak maka tidak bisa. h. Kedaulatan negara Sekali lagi, dalam negara Islam tidak ada monarkhi, tetapi syura. Karena itu dalam Islam juga tidak ada istilah kerajaan, tetapi sistem syura (kedaulatan rakyat). i. HAM
HAM dalam Islam juga ada dan diakui. Bahkan Rasulullah ketika ada jenazah lewat didepannya, beliau berdiri. Padahal jenazah itu adalah orang Yahudi. Kata Rasulullah; ”Ini adalah manusia dan manusia diciptakan Allah, Allah saja menciptakan dia, bagaimana kita tidak menmghormati ciptaan Allah”. j. Penegakan syari’at Islam Di Indonesia pengertian syariat Islam sudah salah, bahkan dalam panangan dunia internasional sekalipun. Apalagi terkadang Islam hanya dilihat dari sisi jinayahnya saja. Syariat membuat dunia menjadi aman. Dalam masalah Perda memang seringkali iributkan. Seperti di Padang misalnya, Perda di sana dibuat untuk melindungi perempuan, perempuan tidak boleh keluar pada malam hari. Konteks ini sesuai dengan kultur Bundo Kanduang, Ninik Mamak, ini yang seharusnya difahami, bukan kemudian menyalahkan Islamnya. Apalagi kita memakai sistem demokrasi. Seharusnya demokrasi ini tergantung rakyat. muslim di sana juga harus dihargai. Kultur di Padang adalah normatif. 12. Bagaimana dengan polemik RUU Pornografi kemarin? Ada yang salah sebenarnya RUU Pornografi ini, yaitu approach (pendekatan). Karena ia sifatnya nasional. Terkait dengan agama, yakni agama dalam arti batang tubuh. Cabagnya berbeda-beda. Pendekatan yang dipakai dalam RUU Pornografi ini tidak pas. Karena kultur daerah yang berbeda. 13. Apa agenda anda sebagai aktivis PKS ke depan? Menurut saya kita harus berdakwah. Dakwah bukan untuk orang muslim saja, tapi untuk masyarakat dan Indonesia. Akwah untuk DKI Jakarta yang cenderung modern, akan berbeda dengan dakwah di NTB dan ini wajar. Maka kita tidak boleh inklusif. Karena kita berdakwah untuk semua manusia. Sejauh mana kita memulai langkah yang kita lakukan bersama. Tidak bisa dakwah ini hanya sekedar dengan simbol target, misalnya tahun 2010, 50% perempuan di Indonesia harus memakai jilbab. PKS ke depan ingin menegakkan keadilan untuk Indonesia, meningkatkan kesejahteraan dan membangun komunikasi dengan berbagai partai politik dan
lainnya. PKS diharapkan nanti menjadi pemimpin dan melayani umat untuk seluruh masyarakat Indonesia. Untuk kader PKS juga perlu memahami kultur Indonesia jika ingin memulai perubahan, karena prinsipnya khairunnas anfauuhum linnas, bermanfaat untuk orang lain, dan berwawasan global, berfikir luas serta membangun masa depan Indonesia.
Lampiran I QUESTIONER SKRIPSI I 1. Bagaimana latar belakang berdirinya PKS? 2. Bagaimana pendapat anda mengenai hasil Mukernas yang menyatakan PKS menjadi partai terbuka? 3. Siapakah pendirinya? 4. Apakah PKS merupakan transformasi dari gerakan IM (Ikhwanul Muslimin) yang ada di Mesir? 5. Mengapa lebih memilih nama Partai Keadilan Sejahtera (PKS)? Apa maknanya? 6. Mengapa memilih asas Islam? 7. Bagaimana visi dan misi PKS ke depan? 8. Bagaimana programnya? 9. Apa platform yang dipakai oleh PKS? 10. Bagaimana proses rekruitmen dan kaderisasinya? 11. Mengapa PKS disebut partai kader? 12. Bagaimana PKS membangun komunikasi dengan organisasi massa, pelajar maupun partai politik yang lain? 13. Dimanakah peran dan posisi perempuan PKS secara struktural?
Lampiran II QUESTIONER SKRIPSI II 2. Bagaimana pengalaman anda selama di PKS? 3. Mengapa lebih memilih PKS sebagai tempat menyalurkan aspirasi politik? 4. Dimanakah posisi dan peran perempuan secara struktural di PKS? 5. Apa fungsi Badan Kewanitaan dalam PKS? 6. Bagaimana konteks pemikiran Zaynab al-Ghazali dalam hal ini? 7. Bagaimana anda memaknai kehadiran anda dalam kancah perpolitikan di Indonesia? 8. Sebagai aktivis partai politik, bagaimana pandangan anda terhadap negara Islam? 9. Bagaimana ideologi negara Islam menurut PKS? 10. Apa urgensinya negara Islam menurut anda? 11. Bagaimana sistem pemerintahan negara Islam menurut anda? 12. Bagaimana posisi perempuan didalamnya? 13. Bagaimana pandangan anda mengenai, a. Konsep kepala negara (perempuan menjadi pemimpin/berada di jabatn publik dalam pemerintahan Islam) b. Konstitusi c. Kedaulatan negara d. HAM e. Penegakan syari’at Islam 14. Apa agenda Badan Kewanitaan PKS ke depan?