PENINGKATAN BERWAWANCARA SEDERHANA DENGAN NARASUMBER MELALUI STRATEGI PEMODELAN SISWA KELAS V SDN II BESOLE KECAMATAN BESUKI KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Belliy Tulus Wicaksono Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada siswa kelas V di SDN II Besole kecamatan Besuki, kabupaten Tulungagung pada tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan 2 siklus. Data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa adalah wawancara siswa dan data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan proses pembelajaran adalah kegiatan siswa ketika proses belajar. Berdasarkan pengamatan proses belajar yang telah dilakukan pada siklus I dan siklus II kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berwawancara sederhana terjadi peningkatan. Pada siklus I, aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran memperoleh rata-rata sebesar 66. Pada siklus II aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran memperoleh ratarata 85. Pada kegiatan interaksi siswa dalam mengikuti pembelajaran dari siklus I sebesar 61,ke siklus II memperoleh rata-rata 82. Berdasarkan analisis data penelitian kemampuan berwawancara siswa dari siklus I ke siklus II menunjukkan peningkatan pada aspek isi maupun pada aspek bahasa. Pada aspek isi memperoleh rata-rata skor 63, pada siklus II meningkat menjadi 68. Pada aspek berbicara pada siklus I memperoleh rata-rata 78 dan pada siklus II memperoleh ratarata 83. Berdasarkan analisis kedua siklus tersebut, terlihat bahwa hasil pelaksanaan tindakan siklus II mengalami peningkatan bila dibandingkan siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan strategi pemodelan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam kemampuan wawancara Kata kunci: peningkatan, berwawancara sederhana, narasumber, strategi pemodelan PENDAHULUAN Berbicara sebagai salah satu bentuk keterampilan berbahasa merupakan salah satu kegiatan
berbahasa yang cukup dominan dalam kehidupan manusia. Ketika berinteraksi dengan orang lain, manusia cenderung melakukan kegiatan berbicara. Hal ini
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 454
menunjukkan bahwa berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Banyak hal yang dicermati dalam aktivitas berbicara, baik yang berhubungan dengan isi pembicaraan, pilihan bahasa, maupun lawan bicara. Menurut Tarigan (2008:16) berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang aktif produktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan. Secara garis besar keterampilan berbicara dibagi menjadi 3 kategori tujuan (Haryadi dan Zamzani.1996). Kategori tujuan pertama yaitu tingkat rendah, kategori tujuan kedua yaitu tingkat menengah, dan kategori tujuan ketiga yaitu tingkat tinggi atau tingkat lanjut. Sehubungan dengan keterampilan berbicara anak kelas 5 sekolah dasar (SD) maka kategori tujuan berbicara adalah kategori tujuan menengah. Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat (a) menyampaikan informasi, (b) berpartisipasi dalam percakapan (c) menjelaskan identitas diri (d) menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan (e) melakukan wawancara (f) bermain peran Sehubungan dengan salah satu keterampilan yang harus dikuasai siswa yaitu wawancara, maka penguasaan tentang wawancara juga harus dimiliki oleh siswa. Wawancara adalah tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber untuk memperoleh data, keterangan atau pendapat tentang suatu hal.
Pewawancara adalah orang yang mengajukan pertanyaan atau orang yang akan mencari informasi dari narasumber. Narasumber adalah orang yang memberikan jawaban atau pendapat atas pertanyaan pewawancara. Narasumber juga biasa disebut dengan informan. Orang yang bisa dijadikan sebagai narasumber adalah orang yang ahli di bidang yang berkaitan dengan informasi yang kita cari. Standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas 5 pada kurikulum KTSP SDN 2 Besole merujuk pada standart isi badan standart nasional pendidikan (BSNP). Salah satu kompetensi dasar dalam berbicara menurunkan standart kompetensi tentang wawancara dengan berbagai narasumber ( BNSP, 2006 : 113). Dari hal tersebut pokok bahasan wawancara merupakan materi yang harus dibelajarkan dan dikuasai oleh siswa kelas 5. Pembelajaran wawancara yang digunakan di kelas 5 pada SDN 2 Besole menggunakan teknik ceramah variasi. Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bagaimana melakukan wawancara. Sesekali guru membacakan contoh dialog wawancara. Dan tugas akhir siswa adalah membuat wawancara untuk dipresentasikan kedepan kelas. Dari hasil refleksi pembelajaran diperoleh data untuk kompetensi dasar Berwawancara sederhana dengan narasumber (petani, pedagang, nelayan, karyawan, dll.) dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa siswa kelas V SDN II Besole, kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur adalah siswa kurang
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 455
antusias mengikuti proses belajar. Hal ini terlihat adanya beberapa siswa yang masih beraktivitas dengan temannya ketika guru menjelaskan materi pembelajaran. Interaksi siswa juga terlihat belum baik. Hal ini Nampak dari jumlah siswa yang menanggapi permintaan guru masih sedikit, atau sekitar empat siswa. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa ketika berpresentasi wawancara memperoleh rata-rata kelas sebesar 71,4. Kriterria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran bahasa Indonesia adalah 75. Secara rinci perolehan nilai hasil wawancara siswa, siswa yang mendapat nilai dibawah 75 atau di bawah KKM adalah 9 siswa dan siswa yang mendapat nilai diatas 75 adalah 6 siswa. Pada hitungan persen siswa yang mendapat nilai diatas KKM sebesar 40%. Berdasarkan kondisi tersebut akhirnya dianalisis dan diperoleh faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya kegiatan berwawancara siswa adalah (a) Cara yang ditempuh guru untuk membelajarkan keterampilan berbicara kepada siswa adalah dengan menjelaskan bagaimana berbicara, teori tentang berbicara, menunjukkan tetapi masih sangat sedikit, dan menugaskan siswa berbicara dengan topik tertentu, (b) Pembicaraan yang dijadikan contoh dalam pembelajaran berbicara diambil dari buku paket tanpa dianalisis terlebih dahulu, (c) Pembelajaran berbicara cenderung teoritis dan dibelajarkan pada pertemuan dan pokok bahasan tertentu, (d) Pembelajaran berbicara masih jarang dilaksanakan, (e) Metode yang digunakan guru hanya menyampaikan tujuan dan kurang
memotivasi siswa, Siswa cenderung sebagai pendengar penjelasan guru dan pembelajaran menjadi teacher centered atau pembelajaran berpusat pada guru. Adanya permasalahan pembelajaran kelas seperti diatas perlu dilakukan sebuah penelitian. Penelitian yang berfungsi memecahkan masalah yang ada dikelas berdasarkan penyebabnya dan penyelesaiannya. Dari hal tersebut penelitian berfungsi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran wawancara pada kelas sehingga keterampilan siswa dalam berwawancara meningkat. Secara rinci penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta meningkatkan kualitas proses belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa meliputi peningkatan pada kelancaran berbicara, intonasi, pemilihan kata, dan gaya tubuh ketika berbicara. Peningkatan proses belajar meliputi peningkatan proses interaksi siswa dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Diharapkan dengan pemberian tindakan ini pengalaman siswa dalam belajar mengalami peningkatan kualitas. Penelitian ini mempunyai manfaat teoritis yaitu memberikan gambaran empiris tentang penggunaan sebuah teori untuk memperbaiki pembelajaran. Lebih rinci dari kajian tersebut, diharapkan penelitian ini mampu memberikan sumbangan berupa pengembangan strategi dan pemilihan metode pembelajaran yang dapat dijadikan referensi untuk pembelajaran dikelas yang lain. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 456
untuk dikembangkan ke penelitian yang lebih lanjut sehingga akhirnya akan menghasilkan penelitian yang lebih sempurna demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Manfaat praktis dari penelitian ini dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut: (a) manfaat bagi siswa adalah pemberian tindakan seperti pada penelitian ini dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih aktif atau lebih melibatkan siswa dalam proses pembelajaran berwawancara, sehingga diharapkan adanya peningkatan kualitas dalam pembelajaran berwawancara. (b) manfaat bagi guru adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan dalam merencanakan pembelajaran keterampilan berwawancara dengan lebih kreatif dan bervariasi. Disisi lain penelitian dapat membantu guru mengatasi pemebelajaran kelas yang kurang menjadi lebih baik. METODE PENELITIAN Terkait dengan uraian masalah yang dihadapi seperti paparan diatas, jenis penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Arikunto, (2008:58) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Sedangkan strategi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah strategi pemodelan. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk siklus berulang. Artinya jika masih dibutuhkan pengulangan
siklus untuk peningkatan pembelajaran dikelas maka akan dillanjutkan pada siklus berikutnya. Setiap satu siklus di dalamnya terdapat empat tahapan utama kegiatan, yaitu perencanaan (planning),diteruskan dengan pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi. Penelitian ini dimulai dari perencanaan yaitu merencanakan hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan pembelajaran. Terkait hal tersebut persiapan yang dilakukan adalah menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), rangkuman materi, menyiapkan peralatan yang diperlukan, membuat lembar kegiatan (LK), dan menyiapkan instrumen pengumpulan data berupa pedoman observasi dan tugas serta rubrik pensekoran. Tahap berikutnya adalah tindakan. Dalam tahap tindakan guru bekerja sama dengan kolaborator. Guru menjalankan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun. Tugas kolaborator mencatat semua proses kegiatan secara detail. Tahap ketiga adalah pengamatan. Tahap pengamatan terintegrasi dengan tahapan tindakan. Tahap pengamatan yaitu tahap pengumpulan data selama proses pembelajaran. Dalam penelitian ini data yang diambil adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari keaktifan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Data kualitatif berupa aktivitas siswa dan interaksi siswa selama proses pembelaran. Data kuantitatif diperoleh dari hasil belajar siswa berupa presentasi wawancara. Data kuantitatif ini
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 457
diperoleh dari aspek isi wawancara siswa dan aspek berbicara siswa dalam wawancara. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pratindakan Hasil pembelajaran yang diperoleh pada kegiatan studi pendahuluan pada kompetensi dasar berwawancara sederhana dengan berbagai narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa siswa kelas V SDN II Besole menunjukan nilai rerata kelas sebesar 68. Jika nilai rerata kelas tersebut diproyeksikan kedalam nilai KKM bahasa Indonesia sebesar 75 maka diperoleh arti bahwa nilai rerata kelas dibawah KKM. Sedang untuk data rinci siswa diperoleh data, ada beberapa siswa yang memperoleh nilai kurang dari 75 atau di bawah KKM. Beberapa kendala yang ditemukan dari hasil obervasi pada pembelajaran studi pendahuluan yaitu: (1) siswa kesulitan memilih kata yang tepat untuk menggali informasi dari narasumber karena kurangnya motivasi sehingga kreativitas siswa lemah, (2) siswa kesulitan dalam memahami topik gambar karena masih asing bagi siswa, dan (3) siswa masih canggung dalam berkomunikasi utamanya wawancara karena belum mampu melantumkan kalimat tanya dengan baik. Hasil Tindakan Siklus I Kegiatan perencanaan merupakan suatu tindakan mempersiapkan segala sesuatu agar pelaksanaan dan proses penelitian dapat berjalan tanpa menemui kendala dalam pelaksanaanya.
Terkait dengan hal tersebut perencanaan pada tindakan siklus I meliputi kegiatan berikut. (a) Menyiapkan rencana pembelajaran yang sudah disusun sebelumnya, rencana pembelajaran memuat standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi, strategi, sumber belajar dan evaluasi. Rencana pembelajaran dibagi menjadi tiga kategori tindakan. Tiga kategori tersebut yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan awal berfungsi sebagai jembatan pengalaman siswa dengan apa yang akan siswa pelajari. Selain hal tersebut kegiatan awal juga sebagai pembangkit motivasi siswa. Kegiatan inti digunakan untuk memberikan pengalaman belajar yang baru. Terakhir adalah kegiatan akhir. Kegiatan akhir sebagai refleksi dari pemebelajaran yang telah siswa ikuti. (b) Mempersiapkan media pembelajaran berupa gambar model, gambar model disini difungsikan untuk memotivasi siswa agar mampu mengkonkritkan fikiran siswa terhadap nara sumber. Gambar model berupa foto kepala sekolah, foto penjaga kantin, foto guru olah raga, foto wali kelas 5, dan foto penjaga sekolah. Pemilihan foto model tersebut dengan pertimbangan siswa sudah terbiasa berinteraksi dengan model sehingga siswa dapat
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 458
menggali informasi yang mereka fokuskan. (c) Mempersiapkan segala instrument yang akan di pakai, instrument digunakan untuk mengungkapkan fakta menjadi sebuah data. Dari data tersebut yang dikaji untuk menjawab masalah dalam penelitian. (d) Membagi tugas antara kolaborator dan peneliti, pembagian tugas ini mempunyai tujuan agar masing-masing individu memahami tugas yang harus dikerjakan. Lebih dari hal itu agar selama proses penelitian tidak ada salah kewenangan dalam mengemban tanggung jawabnya. (e) Menyiapkan kelas beserta perangkatnya. Persiapan ini meliputi data kelas, jurnal, alat tulis, papan tulis, meja kursi siswa dan sebagainya. Persiapan ini bertujuan agar selama proses pembelajaran atau pengambilan data dapat berjalan lancar sehingga waktu yang digunakan oleh penelitian benar-benar efisien. Tindakan siklus I dilaksanakan dalam satu kali pertemua dengan alokasi waktu 3 x 35 menit. Pertemuan pertama pembelajaran berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa dengan menggunakan strategi pemodelan dengan media gambar dilakukan pada hari Senin, 02 September 2013 pukul 07.35-9.20 WIB setelah jam pembelajaran upacara pengibaran bendera.
Kegiatan pembelajaran pada siklus I adalah membuat dialog wawancara antara narasumber dengan pewawancara. Guru telah menentukan gambar model narasumber. Gambar model tersebut mempunyai topik yang akan mengarahkan siswa pada informasi. Informasi tersebut harus siswa gali dengan cara berwawancara. Sebelum kegiatan membuat wawancara, siswa diminta menyimak contoh wawancara yang dibacakan oleh guru. Guru menunjukan wawancara dua gambar model. Gambar model ini terdiri dari satu gambar guru dan satu gambar siswa. Setelah guru selesai memperagakan dialog dua gambar tersebut, siswa diajak untuk berdiskusi tentang pemilhan kata yang digunakan pada wawancara. Pertama siswa diajak mengkaji tentang pemilihan kata yang digunakan oleh pewawancara. Kedua siswa diajak mengkaji penggunaan kata yang digunakan oleh narasumber. Setelah siswa memahami tentang pemilihan kata yang digunakan dalam berwawancara, guru memberikan tugas membuat wawancara. Tujuan pokok pada kegiatan ini adalah siswa dapat berwawancara untuk mencari informasi dari nara sumber. Siswa bebas memilih gambar model narasumber sesuai dengan topik yang mereka inginkan. Siswa juga bebas membuat daftar pertanyaan untuk ditanyakan kepada narasumber. Siswa yang sangat aktif berinteraksi dalam kegiatan pembelajaran sebanyak 4 siswa atau 27%. Siswa yang aktif berinteraksi pada kegiatan awal siklus I sebanyak 3 siswa atau setara dengan 20%.
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 459
Siswa yang cukup berinteraksi dalam kegiatan awal siklus I sebanyak 5 siswa atau 33%. Siswa yang tidak mempunyai interaksi dalam pembelajaran awal siklus I sebanyak 3 siswa atau 20%. Dari data tersebut peneliti melakukan konsultasi dengan kolaborator untuk memperbaiki siklus berikutnya. Setelah kegiatan awal selesai proses pembelajaran memasuki kegiatan inti. Pada kegiatan inti guru membacakan contoh teks wawancara dengan narasumber. siswa menyimak teks wawancara yang dibacakan oleh guru. Setelah kegiatan menyimak selesai siswa diberi lembar kerja berupa gambar model narasumber. Siswa diberi waktu 30 menit untuk menyusun wawancara sesuai dengan gambar narasumber yang siswa terima. Pada kegiatan ini siswa menyelesaikan tugas secara kelompok. Satu siswa mempunyai tugas sebagai narasumber dan satu siswa bertugas sebagai pewawancara. Pertanyaan dan jawaban antara pewawancara dan narasumber harus sesuai dengan topik yang sudah ditentukan. Topik tersebut termuat pada gambar model yang diterima oleh siswa. Tiap-tiap kelompok mengerjakan tugas sesuai dengan gambar yang diterimanya. Fungsi guru dalam kegiatan ini adalah sebagai fasilitator. Guru memfasilitasi kelompok yang kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya, seperti menentukan tujuan, topik, pemilihan kata dll. Selain hal tersebut guru memberikan bimbingan secara Pada kegiatan inti pada siklus I, siswa yang sangat aktif mengikuti proses kegiatan dan mendapat skor
20 atau setara dengan 20% dari jumlah siswa. Siswa yang aktif mempunyai jumlah skor 6 atau 13% dari jumlah siswa. Siswa yang cukup aktif mengikuti kegiatan inti mempunyai jumlah skor 9 atau 13% dari jumlah siswa, dan siswa yang tidak aktif mengikuti pembelajaran kegiatan inti sebanyak 5 siswa atau 30%. Hasil pengamatan dari kolaborator untuk kegiatan inti adalah sebagai berikut: (1) masih ada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. (2) Ada kelompok yang masih pasif dalam bekerja sama atau kelompok masih didominasi oleh seorang siswa saja. (3) Guru cenderung memberi contoh berupa kalimat kepada siswa, hal ini menyebabkan banyak siswa yang bertanya tentang kalimat yang harus ditulis. Dampak akhirnya guru kewalahan dalam memberikan contoh ke siswa.Dari catatan kolaborator tersebut digunakan oleh peneliti untuk kajian pada siklus berikutnya. Pada siklus I kemampuan siswa berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa pada aspek isi sebagai berikut. Siswa yang mencapai nilai ketuntasan sebanyak 9 siswa. Pada sub aspek kesesuaian siswa yang mendapat skor 4 sebanyak 8 siswa, siswa yang mendapat skor 3 sebanyak 6 siswa, sedangkan sisanya mendapat skor 2 yaitu 1 siswa. Siswa yang mendapat skor 4 pada sub aspek santun berbahasa sebanyak 3 siswa, 8 siswa mendapat skor 3, dan 4 siswa mendapat skor 2 Hasil Tindakan Siklus II
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 460
Perbaikan untuk rencana siklus II didasarkan hasil penelitian siklus I. Modifikasi rencana pembelajaran pada siklus II tidak jauh berbeda dengan rencana pembelajaran pada siklus I. Tujuan dari rencana pembelajaran siklus II adalah mengatasi permasalahan yang ditemukan pada siklus I mulai dari prosess pembelajaran kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Mengacu pada temuan di siklus I rencana perbaikan yang perlu dilaksanakan adalah pada alat pembelajaran. Salah satunya adalah rencana pelaksanaan pembelajaran(RPP). Modifikasi yang dilakukan di RPP adalah pada kegiatan pendahuluan. Dalam siklus I kegiatan pendahuluan banyak disominasi oleh guru. Hal ini akan mendapat perubahan pada siklus II. Dalam siklus II kegiatan pendahuluan mengoptimalkan interaksi dan aktivitas siswa dalam mengikuti poembelajaran. Pada kegiatan inti juga mengalami perbaikan proses yaitu lebih banyak memberikan motivasi ke siswa dari pada memberikan contoh.pada kegiatan akhirpun juga mengalami penyempurnaan untuk meningkatkan interaksi dan aktivitas siswa. Hal yang dilakukan guru adalah memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengapersepsi pembelajaran. Penggunaan media pada siklus II juga mengalami modifikasi. Pada siklus I siswa mengalami kesulitan dalam memahami gambar media. Pada siklus II media gambar yang digunakan adalah gambar model yang ada disekitar siswa. Kegiatan dalam siklus II direncanakan dengan penyusunan
rencana perbaikan pembelajaran, pemilihan gambar model yang relevan dengan pengalaman siswa. Kegiatan siklus II dilaksanakan pada hari Rabu, 05 September 2013. Kegiatan pembelajaran siklus II dilaksanakan dengan menggunakan alokasi waktu 3 X 35 menit mulai dari jam pertama yaitu 07.00-09.20 WIB. Pada kegiatan awal, guru melakukan apersepsi dengan menggali pengetahuan siswa terhadap pembelajran siklus I. pada kegiatan awal ini guru banyak bertanya terhadap siswa yang daya simaknya kurang. Beberapa pertanyaan guru seputar berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa. Siswa dibawa untuk mengingat halhal yang harus diperhaatikan dalam berwawancara. Setelah selesai melakukan apersepsi guru menunjukan sebuah gambar model yaitu foto penjaga kantin sekolah. Guru menunjukan foto tersebut ke siswa dan meminta siswa untuk mencari informasi yang mereka inginkan. Pada kegiatan ini siswa bertindak sebagai pewawancara dan guru sebagai model narasumber yaitu penjaga kantin sekolah. Pembelajaran lebih menarik perhatian siswa. Dari catatan kolabolator jumlah siswa yang terlibat dalam kegiatan bertanya meningkat dibandingkan dengan siklus I. Selaian terlihaat ada peningkaatan pada hal aktivitas siswa dalam pembelajaran, interaksi siswa pun juga terlihat ada peningkatan. Siswa yang memperoleh skor 1 atau siswa yang
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 461
tidak berinteraksi terhadap pembelajaran sejumlah 0%. Siswa yang cukup aktif sejumlah 3 siswa atau setara dengan 20%. Siswa yang aktif dalam pembelajaran sejumlah 4 siswa atau setara dengan 27%. Dan siswa yang sangat aktif dalam berinteraksi dalam pembelajaran sejumlah 8 siswa atau setara dengan 71%. Setelah selesai kegiatan apersepsi guru menunjukan foto petugas kantin sekolah. Pada kesempatan itu guru memberi tugas kepada siswa untuk menggali informasi seluas mungkin. Penekanan pada aktivitas ini adalah untuk memotivasi siswa membuat kalimat yang santun dalam bertanya. Setelah kegiatan awal selesai guru melanjutkan pada kegiatan inti. Pada kegiatan inti ini guru membagi kelas menjadi 5 kelompok. Tiap-tiap kelompok beranggotakan 3 orang. Setiap kelompok mendapat satu gambar model narasumber. Pembagian tugas dalam kelompok meliputi, satu siswa sebagai narasumber atau siswa yang memerankan tokoh seperti gambar, satu siswa sebagai pewawancara atau yang bertugas bertanya dan satu siswa sebagai penulis percakapan. Pada kegiatan ini guru terlihat aktif membantu kelompok untuk memilih diksi. Ddalam siklus I guru banyak memberikan contoh tetapi padda siklus II guru mengajak siswa untuk berdiskusi dalam membuat pertanyaan dan memilih informasi yang haarus dicapai siswa pembelajaran terlihat aktif dan transaksional. Keaktifan siswa pada kegiatan inti siklus II lebih baik daripada keaktifan pada siklus I. Pada siklus I, sebagian besar siswa masih mengharapkan contoh
pemilihan diksi dari guru, tetapi pada siklus II guru lebih mengajak siswa untuk berdiskusi. Terlihat keaktifan siswa pada kegiatan inti seperti terangkum dalam tabel 4.11. siswa yang tidak aktif sebanyak 1 siswa atau setara dengan 6%, siswa yang cukup aktif sebanyak dua siswa atau setara dengan 13%, siswa yang aktif sebanyak 4 siswa atau setara dengan 40%, dan siswa yang sangat aktif sebanyak 8 siswa atau setara dengan 53%. Interaksi siswa dalam kegiatan inti memiliki kualitas yang sama dengan data pada proses aktivitas siswa dalam kegiatan inti. Pada kegiatan akhir siswa dan guru membuat refleksi tentang pelajaran yang sudah mereka jalani hari itu. Selain hal itu guru dan siswa membuat kesimpulan-kesimpulan dari materi yang masih siswa bingungkan. Terakhir guru memberi penguatan terhadap siswa agar siswa lebih termotivasi untuk membuat wawancara sendiri ketika di rumah. Kondisi pembelajaran akhir pada siklus II ini berdasarkan catatan pembeljaran dari kolaborator mengalami peningkatan. Jumlah siswa yang sangat aktif pada kegiatan akhir pembeljaran sebanyak 11 siswa, hal ini setara dengan 73%. Untuk siswa yang aktif berjumlah 2 siswa atau setara dengan 13%. Siswa yang cukup aktif sebanyak 2 siswa atau setara dengan 13%, seddangkan siswa yang tidak aktif sejumlah 0 atau setara dengan 0%. Hal ini menunjukan bahwa pada pembelajaran di kegiatan akhir ini semua siswa terlibat aktif dalam aktivitas belajar.
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 462
Begitu juga untuk kegiatan interaksi siswa dalam pembelajaran di kegiatan akhir. Semua siswa terlibat dalam interaksi pembelajaran. Aktivitas siswa pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup diperoleh rata-rata aktifitas siswa sebesar 10 dan ratarata nilai aktivitas siswa sebesar 85. Dilihat hasil rata-rata skor siswa pada kegiatan awal, kegiatan akhir, dan kegiatan inti memperoleh ratarata skor 9,9. Untuk rata-rata nilai interaksi siswa pada siklus II pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir memperoleh nilai sebesar 82. Pada siklus II kemampuan siswa berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa pada aspek isi sebagai berikut. Siswa yang mencapai nilai ketuntasan sebanyak 14 siswa. Pada sub aspek kesesuaian siswa yang mendapat skor 4 sebanyak 8 siswa, siswa yang mendapat skor 3 sebanyak 7 siswa, sedangkan sisanya mendapat skor 2 tidak ada. Siswa yang mendapat skor 4 pada sub aspek santun berbahasa sebanyak 5 siswa, siswa mendapat skor 3, dan 1 siswa mendapat skor 2. Siswa yang mencapai standar nilai ketuntasan pada aspek bahasa sebanyak 10 Siswa. Nilai ketuntasan pada aspek berbicara diperoleh dari empat subaspek, yaitu pengucapan, intonasi, kelancaran, dan kinestik. Skor perolehan siswa pada keempat subaspek bahasa memiliki rincian berikut.Pada subaspek pengucapan, 9 siswa mendapat skor 4. Sebanyak 4 siswa mendapat skor 3, dan 1 orang mendapat skor 2. Subaspek intonasi diketahui 6 siswa mendapat skor 4. Sebanyak 6 orang
mendapat skor 3, 3 siswa mendapat skor 2. Pada subaspek kelancaran, 9 siswa mendapat skor 4, 3 siswa mendapat skor 3, dan 3 siswa mendapat skor 2. Subaspek selanjutnya adalah kinestik atau gerak tubuh. Sebanyak 7 siswa mendapat skor 4, 4 siswa mendapat skor 3, dan 3 siswa mendapat skor 2. Jumlah siswa yang mendapat nilai antara 91—100 pada aspek isi siklus I sebanyak 7 siswa atau sebesar 47%, siswa yang mendapat nilai antara 81—90 sebanyak 2 siswa atau sebesar 13%, siswa yang mendapat nilai antara 75—80 sebanyak 1 siswa atau sebesar 6%, dan 5 siswa atau 30% untuk siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan minimal. Pada siklus II, jumlah siswa yang memperoleh nilai antara 91—100 menurun menjadi 5 siswa atau sebesar 30%, 3 siswa atau 20% untuk siswa yang mendapat nilai antara 81—90, 6 siswa atau 25% untuk siswa yang mendapat nilai antara 75—80, dan 1 siswa atau 6% untuk siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan. Sejumlah 4 siswa yang mendapat nilai antara 91—100 pada aspek bahasa siklus I, siswa yang mendapat nilai antara 81—90 sebanyak 4 siswa atau sebesar 26%, siswa yang mendapat nilai antara 75—80 sebanyak 1 siswa atau sebesar 6%, dan 6 siswa atau 40% untuk siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan. Pada siklus II, jumlah siswa yang memperoleh nilai antara 91—100 meningkat menjadi 7 siswa atau sebesar 47%, 2 siswa atau 13% untuk siswa yang mendapat nilai antara 81—90, 1 siswa atau 6% untuk siswa yang mendapat nilai antara 75—80, dan 5 siswa atau 32% untuk siswa
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 463
yang belum mencapai nilai ketuntasan. Berdasarkan hasil observasi dan tes berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa melalui strategi pemodelan dengan menggunakan media gambar pada siklus II dapat disimpulkan bahwa sudah ada peningkatan. Mulai dari kegiatan proses pembelajaran awal, inti, dan akhir. Juga hasil kemampuan siswa ddalam berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa mengalami peningkatan baik dari aspek isi maupn dari aspek berbicara Temuan penelitian peningkatan kemampuan berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa melalui penggunaan media gambar meliputi temuan proses pembelajaran berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa dan temuan hasil kemampuan berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa. Temuan proses pembelajaran berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa melalui penggunaan media gambar meliputi temuan proses pembelajaran siklus I dan temuan proses pembelajaran siklus II. Temuan selengkapnya dijelaskan sebagai berikut. Temuan proses pembelajaran pada siklus I adalah beberapa siswa masih kurang aktif, kurang berinteraksi, dan kurang tertarik
dengan pembelajaran karena masih belum mampu mengikuti dan melibatkan siswa secara maksimal. PEMBAHASAN Strategi pemodelan dapat meningkatkan proses pembelajaran berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa. Berdasarkan persentase pengamatan aktivitas dan interaksi siswa saat mengikuti pembelajaran berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa pada siklus I dibandingkan dengan kegiatan studi pendahuluan. Walaupun demikian, peningkatan ini masih belum signifikan bila dibandingkan dengan peningkatan pada siklus II. Ini disebabkan pada siklus I siswa belum mengetahui pembelajaran seperti apa yang akan dilakukan. Pada siklus II aktivitas dan interaksi siswa lebih baik daripada siklus I karena siswa telah memiliki pengalaman dari pembelajaran pada siklus I. Selain itu, siswa merasa senang mengikuti pembelajaran karena penggunaan strategi belum pernah digunakan sebelumnya pada saat pembelajaran di sekolah. Siswa juga merasa senang mengikuti pembelajaran karena dapat menyimak contoh-contoh langsung berwawancar sehingga menjadi lebih paham. Pembahasan hasil peningkatan kemampuan berwawancara sederhana pada aspek isi meliputi subaspek kesesuaian dan bahasa yang santun. Pada siklus I, kemampuan siswa belum banyak mengalami peningkatan
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 464
dibandingkan dengan sebelum tindakan. Siswa yang belum mencapai standar ketuntasan sebanyak 6 orang. Kesulitan yang dialami siswa terjadi akibat pembelajaran belum mengoptimalkan ketrlibatan siswa. Selain hal tersebut penggunaan strategi belum melibatkan siswa dalam pembelajaran secara maksimal. Dari situ siswa mendapat kesulitan untuk mencari informasi yang akan diperoleh. Masih ditemukan kekurangan pada aspek berbicara. Pada siklus I diperoleh rata-rata skor untuk subaspek pengucapan sebesar 3,4. Pada subaspek intonasi memperoleh rata-rata skor 2,9, hal ini karena siswa lebih sering menjadi pembicara pasif setiap hari dalam kontek kelas. Untuk subaspek kelancaran berbicara siswa mendapat rata-rata skor sebesar 3,4. Pendukung dalam keterampilan siswa untuk subaspek kelancaran berbicara adalah seeringnya komunikasi dikelas dengan guru menggunakan bahasa Indonesia. Subaspek kinestik memperoleh rata-rata skor yang paling rendah yaitu 2,8. Ketika siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya ke depan kelas, siswa cenderung berdiri tegak dengan posisi siap. Hal ini terpaku karena siswa belum pernah belajar tentang bahasa kinestetik. Pada siklus II siswa yang mencapai nilai sesuai dengan standar ketuntasan minimal sebanyak 10 siswa. Peningkatan tersebut terjadi karena perbaikan yang berhasil, pemberian materi, penggunaan media pembelajaran, dan narasumber yang dipahami oleh siswa. Pada siklus II, kemampuan berwawancara
sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa isi telah baik, hal ini karena siswa memahami gambar model yang mereka terima sebagai narasumber. Hasil rata-rata untuk nilai siswa pada siklus II sebesar 88. Rata-rata ini diatas nilai KKM mata pelajran Bahasa Indonesia. Peningkatan berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa pada aspek isi dapat dilihat dari peningkatan persentase rata-rata nilai pada tiap subaspek. Pada siklus I, rata-rata kemampuan berwawancara sederhana dengan narasumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa pada subaspek kesesuaian sebesar 3,3 dan meningkat pada siklus II sebesar 3,5. Pada subaspek santun berbahasa, rata-rata kemampuan siswa pada siklus I sebesar 2,9 dan belum banyak mengalami peningkatan pada siklus II yaitu sebesar 3,3. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renika Cipta BSNP. 2006. Standar Isi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan Haryadi dan Zamzani.1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Depdikbud Dirjen Dikti bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan. Bandung: Aksara.
NOSI Volume 3, Nomor 3, Agustus 2015____________________________________________Halaman | 465