PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR DALAM PENGENALAN MEMBACA PERMULAAN ANAK KELOMPOK A DI TK ISLAM TERPADU HARAPAN INSAN KECAMATAN MEJAYAN KABUPATEN MADIUN TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Agustin Hariyani Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Pembelajaran kemampuan membaca permulaan TK, seharusnya dilakukan dalam suasana menyenangkan dan siswa terlibat secara aktif, sementara yang terjadi pembelajaran masih mengadopsi pola-pola pembelajaran di sekolah dasar. Siswa cenderung pasif. Untuk itu perlu adanya perubahan yang melibatkan siswa secara aktif. Cara tersebut ditempuh dengan menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media gambar. Penelitian ini bertujuan menggambarkan pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan media gambar secara klasikal maupun secara kelompok dan dalam proses terjadi peningkatan kemampuan membaca siswa. Hasil pembelajaran kelas ini menunjukkan bahwa pembelajaran membaca permulaan dengan media gambar. Yang meliputi: pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran, senantiasa disusun berdasarkan kebutuhan belajar anak yaitu dengan metode belajar melalui bermain. Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran banyak dilakukan dengan medioa gambar sehingga memudahkan anak untuk mengingat tulisan dengan bantuan gambar. Dari hasil penilaian yang dilakukan mayoritas anak suka dengan gambar dan memudahkan mengenal tulisan sehingga kemampuan membaca anak mengalami peningkatan. Kata kunci: membaca permulaan, media pembelajaran, media gambar Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak panah berhenti bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki daya perhatian
yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial untuk belajar. Pemahaman yang benar tentang hakikat dan landasan penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini hendaknya dimiliki oleh setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung akan berhubungan dengan anak usia dini. Dimulai dari lingkungan keluarga dalam hal ini adalah orang tua dan atau pihak lain yang terdekat dengan anak, pendidik di berbagai lembaga pendidikan yang memberikan layanan pada anak usia dini, masyarakat dan juga para pemegang kebijakan mulai dari pemerintah pusat sampai daerah. Diharapkan melalui pemahaman yang
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 503
benar, para pihak akan dapat memberikan layanan yang seoptimal mungkin bagi anak usia dini. Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak. Pendidikan bagi anak usia dini merupakan sebuah pendidikan yang dilakukan pada anak yang baru lahir sampai dengan delapan tahun. Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini maka penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Upaya PAUD bukan hanya dari sisi pendidikan saja, tetapi termasuk upaya pemberian gizi dan kesehatan anak sehingga dalam pelaksanaan PAUD dilakukan secara terpadu dan komprehensif (Depdiknas, 2002:5). Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Oleh karena anak merupakan pribadi yang unik dan melewati berbagai tahap perkembangan kepribadian, maka lingkungan yang diupayakan oleh pendidik dan orang tua yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman dengan berbagai suasana, hendaklah memperhatikan keunikan anak-anak dan disesuaikan dengan tahap perkembangan
kepribadian anak. Contoh: jika anak dibiasakan untuk berdoa sebelum melakukan kegiatan baik di rumah maupun lingkungan sekolah dengan cara yang paling mudah dimengerti anak, sedikit demi sedikit anak pasti akan terbiasa untuk berdoa walaupun tidak didampingi oleh orang tua ataupun guru mereka. Berkaitan dengan PAUD, terdapat beberapa masa yang secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi bagaimana seharusnya seorang pendidik menghadapi anak usia dini, antara lain masa peka, masa egosentris, masa meniru, masa berkelompok, masa bereksplorasi dan masa pembangkangan. Taman kanak-kanak sebagai sekolah awal untuk melanjutkan ke tingkat lebih tinggi sudah tentu siswa-siswanya harus diberikan pengetahuan yang lebih, khususnya dalam pembelajaran keterampilan berbicara, sehingga bisa diaplikasikan ke jenjang selanjutnya. Pembelajaran berbicara di taman kanakkanak belum memuaskan dan belum memenuhi tuntutan berbicara seperti yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyoto (2003:32) menyebutkan bahwa “Pembelajaran berbicara di sekolah belum dapat memenuhi tuntutan kegiatan berbicara yang dibutuhkan masyarakat. Pembelajaran berbicara di sekolah umumnya kurang mendapatkan simpati dari para siswa”. Jika demikian, wajarlah kalau siswa taman kanak-kanak belum memiliki bekal yang memadai untuk terampil berbicara. Hal ini sangat memengaruhi keberanian siswa untuk menyampaikan ide, gagasan atau pendapat mereka kepada guru secara lisan. Hal senada juga dikatakan oleh Bukian (2004:1) dalam penelitiannya tentang metode pengajaran berbicara di kelompok A TK IT Harapan Insan Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun, menyebutkan bahwa buku ajar yang digunakan guru taman kanakkanak memperlihatkan bahwa
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 504
pembelajaran keterampilan membaca dan menulis lebih banyak porsinya dibandingkan dengan keterampilan berbicara. Melihat kondisi sekarang, kegiatan di luar jam pelajaran masih diangap suatu aktivitas yang menyenangkan oleh sebagian siswa. Sementara dalam proses belajar-mengajar di kelas, sekolah adalah aktivitas yang membebani. Belum ada penelitian khusus yang menyajikan tentang hal tersebut, tetapi sepanjang pengamatan peneliti, jika para siswa berada di dalam kelas, mereka ingin keluar kelas atau pulang. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan metode yang monoton, sehingga siswa merasa tidak betah jika berada di dalam kelas. Ada pepatah Yunani (dalam Sumantri, 2002:1) menyatakan bahwa non scolae sed vitae discamus yang bisa diartikan secara bebas bahwa sekolah itu tujuannya bukan mencari skor atau angka-angka, tetapi sekolah itu belajar untuk kehidupan, bahkan hidup itu sendiri. Hal serupa juga sering terjadi para guru. Peneliti sering mendengar keluhan guru bahwa pergi ke sekolah rasanya bukan lagi sebagai kegiatan yang diidam-idamkan ketika pertama kali melamar menjadi guru, tetapi sudah cenderung menjadi rutinitas. Apa yang peneliti amati sepertinya cocok dengan karakter guru yang dikemukakan Zamroni, bahwa ada lima karakter kerja guru. Kelima karakter tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, pekerjaan guru bersifat individualistic non collaborative; kedua, dilakukan dalam ruang terisolir dan menyerap seluruh waktu; ketiga, kemungkinan terjadinya kontak akademis antarguru rendah; keempat, tidak pernah mendapatkan umpan balik; dan kelima, pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung kerja di ruang kelas (Zamroni, 2000:76). Jadi, keadaan tersebut memungkinkan kurang maksimalnya penyampaian, dan kurang berhasilnya proses belajar-mengajar.
Senada dengan itu, Suparno mengemukakan alasan tentang kesulitan guru sulit melakukan perubahan. Pertama, guru sering tidak mengerti isi kurikulum baru ataupun perubahan yang diinginkan. Kedua, banyak guru yang meragukan perubahan atau pembaharuan yang ada. Ketiga, banyak guru lama yang bertahun-tahun terbiasa dengan cara mereka yang mapan dan sudah merasa enak. Keempat, moral guru sebagai tukang yang pasif dan menanti. Kelima, penghargaan terhadap guru sangat kecil. Keenam, pendidika guru yang statis. Ketujuh, tugas guru dipahami sebagai konservatif. Kedelapan, menjadi guru karena terpaksa (Suparno, 2002:4). Pada sisi lain, peneliti melihat kelemahan atas kondisi kemampuan berbicara siswa taman kanak-kanak. Menurut Sudjana (2002:2), belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dari berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah lakunya, berubah keterampilan, kecakapan dan kematangannya, daya reaksi, daya penerimaan, dan lain-lain aspek yang ada dalam diri individu. Anak didik akan berhasil dalam belajar pada dirinya ada keinginan untuk belajar. Hal ini merupakan prinsip dan kaidah pertama dalam kegiatan belajar. Keinginan untuk belajar ini disebut dengan motivasi. Sardiman, (1990:94) menyatakan bahwa pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau akses yang penting di dalam interaksi belajarmengajar. Bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang dimiliki manusia. Melalui bahasa manusia dapat mengungkapkan
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 505
keinginannya, ide, gagasan, informasi kepada orang lain. Pada prinsipnya pembelajaran kemampuan berbahasa di TK itu terdiri atas 4 keterampilan, yaitu menyimak (latihan pendengaran), berbicara (dalam berkomunikasi atau bicara secara lisan), pramenulis (membuat gambar dan coretan/tulisan), pramembaca (membaca gambar yang memiliki kata/kosakata sederhana). Berangkat dari rendahnya kemampuan membaca anak yang rendah yang disebabkan dari beberapa hal diatas, apakah kami bisa meningkatkan kemampuan anak didik, untuk itu kami mencoba membuat inovasi pembelajaran. Cukup banyak metode yang bisa dipilih oleh guru, namun demikian masih banyak guru yang kurang tepat dalam memilih permainan dan alat peraga sebagai sarana untuk membangkitkan motivasi anak untuk berkreasi dalam proses belajarmengajar. Sehingga pembelajaran kurang menarik dan membosankan yang dapat menyebabkan hasil belajar anak didik kurang optimal. Oleh karena itu kami mencoba untuk meningkatkan kemampuan membaca anak kelompok A. TK merupakan lembaga pendidikan pra-skolastik atau pra-akademik. Itu artinya, TK tidak mengemban tanggungjawab utama dalam membelajarkan keterampilan membaca dan menulis. Substansi pembinaan kemampuan skolastik atau akademik ini haruslah menjadi tanggungjawab utama lembaga pendidikan taman kanak-kanak dasar. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang terdapat di jalur pendidikan sekolah (PP No. 27 Tahun 1990). Sebagai lembaga pendidikan prasekolah, tugas utama adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap perilaku, keterampilan dan intelektual agar dapat melakukan
adaptasi dengan kegiatan belajar yang sesungguhnya di Sekolah Dasar. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa Pendidikan anak usia dini merupakan lembaga pendidikan prasekolah atau pra-akademik. Dengan demikian Pendidikan anak usia dini tidak mengemban tanggung jawab utama dalam membina kemampuan akademik anak seperti kemampuan membaca dan menulis. Substansi pembinaan kemampuan akademik atau skolastik ini harus menjadi tanggung jawab utama lembaga pendidikan Sekolah Dasar. Alur pemikiran tersebut tidak selalu sejalan dan terimplementasikan dalam praktik kependidikan TK dan Sekolah Dasar di Indonesia. Pergeseran tanggung jawab pengembangan kemempuan skolastik dari Sekolah Dasar ke TK terjadi di mana-mana, baik secara terang-terangan maupun terselubung. Banyak Sekolah Dasar seringkali mengajukan persyaratan atau tes “membaca dan menulis”. Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar seperti ini sering pula di anggap sebagai lembaga pendidikan “berkualitas dan bonafide”. Peristiwa praktik pendidikan seperti itu mendorong lembaga pendidikan TK maupun orang tua berlomba mengajarkan kemampuan akademik membaca dan menulis dengan mengadapsi pola-pola pembelajaran di Sekolah Dasar. Akibatnya, tidak jarang TK tidak lagi menerapkan prinsipprinsip bermain melaluibelajar atau belajar melalui bermain, sehingga TK tidak lagi taman yang indah, tempat bermain dan berteman banyak, tetapi beralih menjadi “Sekolah”. Mengajarkan membaca dan menulis di TK dapat dilaksanakan selama batasbatas aturan pengembangan pra-sekolah serta mendasarkan diri pada prinsip dasar hakiki dari pendidikan anak usia dini sebagai sebuah taman bermain, sosialisasi, dan pengembangan berbagai kemampuan pra-skolastik yang lebih
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 506
substansi yaitu bidang pengembangan kemampuan dasar yang meliputi kemampuan berbahasa atau membaca kognitif, fisik-motorik dan seni. Mencermati kondisi kegiatan pembelajaran membaca dan menulis di TKyang berlangsung sebagaimana digambarkan di atas, perlu dilakukan penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu yang direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi. Dengan serangkaian tindakan itu diharapkan dapat mengubah suasana pembelajaran ke arah pembelajaran yang lebih memungkinkan siswa terlibat secara aktif dan menyenangkan. Hal itu dapat dicapai dengan melalui pembelajaran menggunakan media gambar. Media gambar adalah penyajian visual 2 dimensi yang dibuat berdasarkan unsur dan prinsip rancangan gambar, yang berisi unsur kehidupan sehari-hari tentang manusia bendabenda, binatang, peristiwa, tempat dan sebagainya (Taufik Rachmat, 1994:15). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Hal ini didasarkan pada (1) dari data yang diperoleh, penelitian ini dilakukan secara induktif selama pembelajaran berlangsung sehingga dapat memberikan makna dan informasi sesuai tujuan penelitian, (2) data diperoleh dalam latar atau setting alamiah yakni pembelajaran membaca permulaan dengan bantuan media gambar di kelompok A TKIT Harapan Insan, (3) hasil kegiatan disampaikan dalam bentuk teks bukan perhitungan angka-angka yang bersifat statistik, (4) berangkat dari masalah fakta yang ditemui dalam pembelajaran, (5) adanya tindakan-tindakan untuk merupakan proses pembelajaran. Jelas bahwa penelitian pembelajaran kelas didasarkan atas upaya peningkatan kualitas pendidikan dengan pendekatan pemecahan masalah pada pembelajaran, sedangkan yang dianggap paham benar
akan permasalahan dikelas tentu saja guru. Sehingga apabila guru yang mengadakan upaya pemecahan masalah yang dihadapi melalui penelitian, maka berarti guru berperan aktif dalam peningkatan pembelajaran. Desain pembelajaran kelas menggunakan langkah-langkah berdasarkan tindakan dari beberapa desain dari pembelajaran kelas yang dicontohkan, peneliti memilih desain yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart. Desain atau model tersebut memiliki empat tahapan yaitu untian kegiatan tersebut dipandang sebagai suatu tindakan. Penelitian ini direncanakan dengan tiga tindakan, setiap tindakan dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi setelah dilaksanakan suatu tindakan. Dengan maksud agar peneliti dapat memperbaiki tindakan dan memperbaiki kesalahan, menyingkirkan hambatan dalam setiap tindakan. Sehingga dapat ditemukan formulasi yang paling efektif dan efisien dalam proses pembelajaran. Pada tindakan pertama, peneliti melakukan tindakan atau pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan waktu dengan sesuai jadwal kegiatan harian agar pelaksanaan penelitian tidak mengganggu PBM. Pada tindakan pertama ini kegiatan yang dilaksanakan adalah menceritakan pengalaman atau kejadian dan menceritakan kembali isi cerita bergambar yang sebelumnya telah dibacakan guru. Kemudian menganalisis apa yang terjadi atau menganalisis berbagai kekurangan sebagai acuan dalam tindakan berikutnya. Dalam putaran tindakan berikutnya peneliti berupaya memperbaiki kekurangan dengan berbagai penyempurnaan baik dalam penggunaan teknik maupun media pembelajaran berdasarkan hasil yang didapat dari observasi dan evaluasi pada tindakan sebelumnya, kemudian menganalisis hasil dan merefleksi sebagai acuan pada tindakan berikutnya.
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 507
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini bertempat disebuah taman kanak-kanak, tepatnya TK IT Harapan Insan Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun yang terletak di wilayah Kecamatan Mejayan Kabupaaten Madiun. TK IT Harapan Insan ini berdiri sejak tahun 2002 di bawah Yayasan Harapan Insan Kecamatan Mejayan dan TK IT Harapan Insan merupakan lembaga taman kanak-kanak yang berada di Kelurahan Bangunsari di Kecamatan Mejayan. Latar belakang sosial ekonomi siswa sangatlah beragam, dikarenakan orang tua siswa memiliki pekerjaan yang beragam pula, dimana ada yang pedagang, petani, wiraswasta, dan lainlain. Dengan realita yang demikian itu menyebabkan masing-masing anak juga memiliki kemampuan berbicara yang berbeda-beda karena dirumah mereka memiliki pola asuh yang berbeda dan kecenderungan masyarakat pedesaan bahwa segala pembelajaran itu hanya dilakukan disekolah saja. Akibatnya, tidak ada pembiasaan dirumah dan kurang memperhatikan perkembangan anak karena orang tua sibuk di pasar atau di sawah sehingga kemampuan membaca anak usia dini masih sangat rendah. Pemilihan TK IT Harapan Insan Bangunsari sebagai tempat penelitian didasarkan pertimbangan bahwa, (1) TK IT Harapan Insan Bangunsari ini merupakan tempat bekerja peneliti, (2) kemampuan berbahasa anak dalam hal membaca masih kurang. Oleh karena itu, perlu tindakan kelas sebagai upaya untuk peningkatan kemampuan berbahasa dalam hal ini kemampuan membaca, (3) penelitian tentang kemampuan membaca di sekolah ini belum pernah dilaksanakan, sehingga hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang berharga bagi peningkatan pembelajaran di TK IT Harapan Insan Bangunsari khususnya peningkatan kemampuan berbahasa
anak usia dini dalam hal kemampuan membaca. Subjek dari penelitian ini adalaah anak Kelompok A TK IT Harapan Insan Bangunsari Kecamatan Mejayan yang berjumlah 16 siswa, 11 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan. Subjek penelitian ini mempunyai beberapa sifat, yaitu anak mempunyai kemampuan ratarata di dalam hal penguasaan bahasa, keterampilan, sikap atau tingkah laku dalam berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya, anak mempunyai rentang usia antara 4 sampai 5 tahun. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penilaian pembelajaran membaca permulaan dengan media gambar yang digunakan guru, yakni evaluasi proses dan produk. Evaluasi proses mencakup minat, antusias, respon, aktivitas dan kerjasama dalam kelompok, interaksi guru/siswa, keberanian unjuk kerja dan toleransi. Evaluasi proses mengajar pada langkahlangkah setiap kegiatan pembelajaran. Evaluasi hasil mengacu pada masingmasing indikator pembelajaran. Dari hasil pengamatan aktivitas guru saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung maka peneliti dapat mengambil kesimpulan yaitu: (1) guru kurang bisa menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga kurang bisa menarik perhatian anak untuk mendengarkan; (2) sarana prasarana atau media pembelajaran kurang menarik siswa sehingga siswa cenderung pasif dalam kegiatan tersebut; (3) penjelasan dan motivasi belajar kurang tearah sehingga anak tidak mengerti akan tugas yang harus dikerjakan oleh anak; (4) pada kegiatan akhir pembelajaran tidak ada evaluasi dari kegiatan-kegiatan seluruh pada hari itu, sehingga anakanak tidak tertarik dengan kegiatan yang akan datang.
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 508
Secara khusus perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung dalam beberapa tahap sebagai berikut: (1) tahap fantasi, (2) tahap pembentukan konsep diri, (3) tahap membaca gambar, (4) tahap pengenalan bacaan, (5) tahap membaca lancar (Depdiknas, 2000:7-8). Media gambar adalah penyajian visual dua dimensi yang dibuat berdasarkan unsur dan prinsip rancangan gambar yang berisi unsur kehidupan sehari-hari tentang manusia, benda-benda, binatang, peristiwa, tempat dan lain sebagainya (Taufik Rahmad, 1994:3). Gambar banyak digunakan guru sebagai media dalam proses belajarmengajar sebab mudah diperoleh tidak mahal dan efektif. Di dalam buku-buku, majalah, surat kabar, banyak terdapat gambar yang setiap saat dapat digunakan dan dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Pada tahap membaca gambar, anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna bagi dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenali serta sudah mengenal abjad. Pada tahap ini juga guru membacakan sesuatu pada anak-anak, sehingga menghadirkan kosa kata pada lagu atau puisi. Berdasarkan tahapan-tahapan diatas maka pada proses membaca permulaan akan bisa mendapatkan hasil yang maksimal ketika tahap membaca gambar bisa dilalui oleh anak. Sebelum masuk pada tahap pengenalan membaca. Pada tahap pengenalan membaca anak mulai menggunakan tiga sistim isyarat. Anak tertatik pada bacaan mulai mengingat kembali cetakan pada konteknya berusaha mengenal tanda tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi atau papan tulis.
Pengalaman belajar yang diperoleh siswa TK Islam Terpadu Harapan Insan setelah mengikuti membaca permulaan dengan media gambar meliputi (1) kemampuan anak untuk mencoba membaca ada, (2) kemauan anak untuk belajar membaca dengan kartu dengan baik, (3) anak sangat tertarik untuk belajar membaca dengan media gambar. Kriteria penilaian terhadap keberhasilan atau peningkatan pembelajaran membaca permulaan dengan media gambar sangat disikapkan pada sejumlah aspek. Pertama, aspek psikologi anak, pada saat kegiatan ini berlangsung anak melakukannya dengan gembira karena hal ini sesuai dengan karakter anak bahwa mereka akan belajar melalui permainan. Kedua, ada perubahan pada kemampuan membaca permulaan yang sebelumnya anak banyak yang belum bisa mengeja buku kata setelah dengan kartu gambar anak akan mudah mengeja buku kata. Berbagai model pengembangan kurikulum bagi PAUD sangat diperlukan ketika seseorang ataupun dalam tim akan mengembangkan lembaga pendidikan yang sesuai dengan situasi dan kondisi alam, budaya dan kebiasaan yang ada di masyarakat. Untuk di Indonesia model pengembangan kurikulum akan sangat berguna bagi pengembangan potensi kedaerahan yang cenderung berbeda satu dengan lainnya. Sudah semestinya terdapat perbedaan model pembelajaran pada masing-masing daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan yang berbeda. Pengembangan kurikulum anak usia dini hendaknya dikembangkan berdasarkan tiga pilar, yaitu: (1) Penataan lingkungan di dalam dan di luar kelas (in-door dan out-door); (2) Kegiatan bermain dan alat permainan edukatif dan (3) interaksi yang ditunjukkan oleh guru dan anak serta orang-orang yang terdapat di lembaga pendidikan tersebut.
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 509
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan dengan media gambar siswa Kelompok A TK Islam Terpadu Harapan Insan dapat ditingkatkan. Peningkatan tersebut dilakukan melalui pelaksanaan pembelajaran kelas dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1) pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran, senantiasa disusun berdasarkan kebutuhan belajar anak yaitu dengan metode belajar melalui bermain. (2) pada tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran banyak dilakukan dengan medioa gambar sehingga memudahkan anak untuk mengingat tulisan dengan bantuan gambar. (3) dari hasil penilaian yang dilakukan mayoritas anak suka dengan gambar dan memudahkan mengenal tulisan sehingga kemampuan membaca anak mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil dan temuan peneliti, pembahasan kesimpulan peneliti sampaikan beberapa saran. Pertama, (1) kepada guru Taman Kanakkanak, salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan kemampuan siswa tersebut adalah keterlibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Untuk itu kepada guru taman kanak-kanak untuk, (a) merancang rencana pembelajaran dengan menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas pembelajaran, (b) memadukan tahapan-tahapan membaca permulaan dengan kegiatan permainan, (c) menggunakan media gambar yang sesuai dengan usia, kematangan, kepribadian, pengetahuan dan pengalaman siswa, (d) memberikan saran dan masukan baik yang berkaitan dengan kesalahan maupun kelebihan pada siswa, (e) memberikan kebebasan siswa untuk menyampaikan ide/gagasan, selama pembelajaran membaca permulaan tentang benda-benda disekitar dengan bahasa yang baik
dengan media gambar, (f) memberikan arahan dan motifasi selama siswa melakukan pembelajaran. Kedua, siswa Taman Kanak-kanak, dengan hasil pembelajaran kelas ini siswa dapat (a) membaca permulaan dengan media gambar merupakan kegiatan yang menyenangkan, (b) membaca akan lebih mudah jika dilakukan dengan bantuan media gambar. Ketiga, penyusun buku ajar Taman Kanak-kanak hendaknya (a) menceritakan langkah-langkah membaca permulaan tentang benda-benda di sekitar dengan media gambar dengan bahasa yang runtut, sesuai dengan tahapan-tahapan membaca, (b) memanfaatkan lingkungan sekitar buku belajar, (c) memberikan contoh media gambar yang sesuai dengan usia anak untuk dipakai membaca permulaan. Kempat, penyusun kurikulum Taman Kanak-kanak, disarankan agar (a) mengalokasikan waktu yang lebih untuk belajar membaca permulaan, (b) menyatakan perangkat dasar pembelajaran membaca permulaan tentang benda-benda di sekitar dalam bentuk instrumen, sehingga siswa dan guru memiliki arah yang sama dalam memahami hakikat proses dan kegiatan dan (c) menekankan orientasi proses pembelajaran membaca permulaan bukan semata-mata bagaimana hasil membaca permulaan. Kelima, pembelajaran ini merupakan langkah awal pencarian alternatif strategi untuk memecahkan permasalahan membaca permulaan dengan media gambar di Taman Kanak-kanak. Latar belakang dan subjek terbatas pada siswa kelompok A TKIT Harapan Insan, Madiun. Dengan demikian, disarankan kepada peneliti lain untuk menindaklanjuti hasil yang diperoleh dengan cara (a) memperluas jangkauan latar dan subyek, (b) memperdalam pembahasan yang menyangkut komponen-komponen pembelajaran yang lain, dan (c) melakukan penelitian serupa dalam konteks pembelajaran
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 510
membaca lainnya.
permulaan dengan
media
DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Taman Kanak-Kanak dan Roudlatul Athfal. Jakarta Indriana Dina. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pembelajaran. Jakarta: Diva Press. Nurani Musta’in, 2004. Anak Islam Suka Membaca, Surakarta: Penerbit Pusaka Anamah Semiawan R. Conny, dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran praSekolah dan Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Indeks. Sujiono Yuliani Nurani, 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks. Sukardi, dkk. 2012. Modul Pengembangan Bidang Studi Pendidikan Anak Usia Dini. Malang: PSG Rayon 115. Sutama Wayan I, 2012. Model Pembelajaran PAUD. Malang: PSG Rayon 115. Wahyuni Sri. 2002. Cepat Bisa Baca. Malang: PT. Gramedia Utama Pustaka. Wina Sanjaya, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Penerbit Kencana Prenada Media
NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 511