BAB II MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR, dan KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN A. Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Menurut Arief S. Sadiman, dkk. dalam bukunya yang berjudul Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya disebutkan kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara ataua pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.1 Dan didalam buku Media Pembelajaran karya Asnawir dan M. Basyiruddin Usman bahwa media memiliki arti “perantara” atau “pengantar”. Association for Education and Communication Technology (AECT)
mendefinisikan media yaitu
segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi.2 Sedangkan menurut Hamdani dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medius yang secara harfiah mempunyai arti antara, perantara, atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan. Media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional dilingkungan siswa, yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Adapun media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksu-maksud pengajaran. 1
Arif S. Sadiman, Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007), hlm. 6 2 Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran ( Jakarta: PT Ciputat Press,2002), hlm. 11
16
17
Menurut para pakar, media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaika isi materi pengajaran yang terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televise, dan computer. Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegioatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa.3 Sedangkan menurut Azhar Arsyad dalam bukunya yaitu Media Pembelajaran, mengatakan bahwa media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara ( wasail) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi,atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli yang sebagian diantaranya akan diberikan berikut ini. AECT ( Association of Education and Communication Technology) memberi batasan tentang nedia sevagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Disamping sebagai system penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut 3
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar ( Bandung:CV Pustaka Setia, 2011), hlm. 244
18
Fleming adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajarsiswa dan isi pelajaran. Disamping itu, mediator dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan yang paling canggih, dapat disebut media. Ringkasnya, media
adalah
alat
yang
menyampaikan
atau
mengantarkan
pesan-pesan
pembelajaran.4 Agak berbeda dengan semua itu adalah batasan lain yang diberikan oleh asosiasi Pendidikan Nasional ( National education association/NEA). Dikatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat didengar, dilihat, dan dibaca.5 Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan-persamaan diantaranya yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang, fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa. Demikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
2. Landasan Teoritis Penggunaan Media Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat si penerima pesan. Di dalam proses penyampaian informasi ini dengan 4 5
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 3-4 Arif s. Sadiman, Op. Cit, hlm. 6
19
menggunakan saluran (media) maka komunikan akan menerima informasi/pesan tersebut melalui kelima panca inderanya (penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecap). Ada beberapa tinjauan tentang landasan penggunaan media pembelajaran, antara lain landasan filosofis, psikologis, teknologis, dan empiris. a. Landasan Filosofis Ada suatu pandangan, bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi. Akan tetapi, siswa dihargai harkat kemanusiaannya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai anak manusia yang memiliki kepribadian, harga diri,motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan humanis. b. Landasan Psikologis Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping
20
memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut, perlu: (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya, (2) bahan pembelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa. Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinuum konkrit-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, Jerome Bruner, mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbul, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation). Menurut Bruner, hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak. Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siwa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol.
21
Salah satu gambaran yang paling banyak digunakan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam pembelajaran adalah kerucut pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience). Dalam proses pembelajaran, media memiliki kontribusi dalam meningkatkan mutu dan kualitas pengajaran. Kehadiran media tidak saja membantu pengajar dalam menyampaikan materi ajarnya, tetapi memberikan nilai tambah pada kegiatan pembelajaran.
Kerucut
pengalaman
Dale
diatas
mengklasifikasikan
media
berdasarkan pengalaman belajar yang akan diperoleh oleh peserta didik, mulai dari pengalaman belajar langsung, pengalaman belajar yang dapat dicapai melalui gambar, dan pengalaman belajar yang bersifat abstrak. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan peserta didik dapat menguasainya disebut sebagai pesan. Guru sebagai sumber pesan menuangkan pesan-pesan dalam simbol-simbol tertentu (encoding) dan peserta didik sebagai penerima menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding).6 3. Urgensi Penggunaan Media Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri dimana guru atau dosen dan siswa/mahasiswanya bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan pengertian.
Dalam
komunikasi
sering
timbul
dan
terjadi
penyimpangan-
penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien, antara lain di sebabkan
oleh
adanya
kecenderungan
verbalisme,
ketidakpastian
siswa/mahasiswanya, kurangnya minat dan kegairahan, dan sebagainya.
6
Hamdani, Op. Cit., hlm. 255-256
22
Salah satu usaha untuk mengatasi keadaan demikian ialah penggunaan media secara terintergrasi dalam proses belajar mengajar, karena fungsi media dalam kegiatan tersebut di samping sebagai penyaji stimulus informasi, sikap, dan lain-lain, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam hal-hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkah-langkah kemajuan serta untuk member umpan balik. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut: a. Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa atau mahasiswa. Pengalaman masing-masing individu yang beragam karena kehidupan keluarga dan masyarakat sangat menentukan macam pengalaman yang dimiliki mereka. Dalam hal ini media dapat mengatsi perbedaaperbedaan tersebut. b. Media dapat membatasi ruang kelas. Banyak hal yang sukar untuk dialami secara langsung oleh siswa/mahasiswa didalam kelas, seperti; objek ytang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan yang diamati terlalu cepat atau lambat. Maka dengan media dapat diatasi kesukaran-kesukaran tersebut. c. Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya. Gejala fisik dan social dapat diajak berkomunikasi dengannya. d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Pengamatan yang dilakukan siswa dapat secara bersama-sama diarahkan kepada hal-hal yang dianggap penting sesuia dengan tujuan yang ingin dicapai.
23
e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis. Penggunaan media seperti: gambar, film, model, grafik, dan lainnya dapat memberikan konsep dasar yang benar. f. Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru. Dengan menggunakan media, horizon pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam, dan konsep-konsep dengan sendirinya semakin lengkap, sehingga keinginan dan minat baru untuk belajar timbul. g. Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar. Pemasangan gambar di bulletin, pemutaran film dan mendengarkan program audio dapat menimbulkan rangsangan tertentu ke arah keinginan untuk belajar. h. Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang konkrit sampai kepada yang abstrak. Sebuah film tentang benda atau kejadian yang dapat dilihat secara langsung oleh siswa, akan dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang wujud, ukuran, dan lokasi. Disamping itu dapat pula mengarahkan kepada generalisasi tentang arti kepercayaan suatu kebudayaan dan sebaginya.7 4. Macam-macam Media Pembelajaran Media yang telah dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi sudah lebih dari itu. Klasifikaisnya dapat dilihat dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan serta dari cara pembuataannya. Semua ini akan dijelaskan pada pembagian sebagai berikut.
7
Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Op. Cit., hlm.13-15
24
1. Dilihat dari Jenisnya, media dibagi ke dalam a. Media Auditif Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio. Cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran. b. Media Visual Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip ( film rangkai), slidea ( film bingkai) foto, gambar, atau lukisan, cetakan. Ada pula media visual yang menampilakn gambar atau symbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun. c. Media Audiovisual Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi lagi ke dalam : 1) Audiovisual Diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara.
25
2) Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilakn unsure suara dan gambar yang beregerak seperti film suara dan video-cassette. Pembagian lain dari media ini adalah : a) Audiovisual Murni yaitu baik unsure suara maupun unsure gambar berasal dari suatu sumber seperti film video-cassette, dan b) Audiovisual Tidak Murni, yaitu suatu unsure suara dan unsure gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsure gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsure suaranya berasal dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film strip suara dan cetak suara. 2. Dilihat dari daya liputnya, media dibagi dalam a. Media dengan daya liput luas dan serentak Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama. Contoh : radio dan televisi. b. Media yang daya liput terbatas ruang dan tempat Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus, seperti film, sound slides, film rangkai, yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan gelap. c. Media untuk pengajaran individual
26
Media ini penggunaannya hanya untuk seorang diri. Termasuk media ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui Komputer. 3. Dilihat dari bahan pembuatannya, media dibagi dalam : a. Media sederhana Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit. b. Media kompleks Media ini adalah media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan ketrampilan yang memadai. Dari jenis-jenis dan karakteristik media yang sebagaimana disebutkan diatas, kiranya patut menjadi perhatian dan pertimbangan bagi guru ketika akan memilih dan mempergunakan media dalam pengajaran. Karakteristik media mana yang menunjang pencapaian tujuan pengajaran, itulah media yang seharusnya dipakai.8 Jadi kesimpulannya adalah media pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan cirri-ciri tertentu yang menjadikannya beraneka ragam. Media kartu kata bergambar ini termasuk kedalam jenis media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan saja.
5. Kriteria Pemilihan Media Media merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Karena beraneka ragamnya media tersebut, maka masing-masing
8
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 140-143
27
media mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Untuk itu perlu memilihnya dengan cermat dan tepat agar dapat digunakan secara tepat guna. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain; tujuan yang ingin dicapai, ketepatgunaan, kondisi siswa/mahasiswa, ketersediaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), mutu teknis dan biaya. Oleh sebab itu, beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan antara lain: a) Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Masalah tujuan pembelajaran inimerupakan komponen yang utama yang harus diperhatikan dalam memilih media. Dalam penetapan media harus jelas dan opersional, spesifik, dan benar-benar tergambar dalam bentuk perilaku(behavior). b) Aspek materi menjadi pertimbangan yang dianggap penting dalam memilih media. Sesuai atau tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil pembelajaran siswa. c) Kondisi audien (siswa) dari segi subjek belajar menjadi perhatian ynag serius bagi guru dalam memilih media yang sesuai dengan kondisi anak. Factor umur, intelegensi, latar belakang pendidikan, budaya, dan lingkungan anak menjadi titik perhatian dan pertimbangan dalam memilih media pengajaran. d) Ketersediaan media di sekolah atau memungkinkan bagi guru mendesain sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan seorang guru. Seringkali suatu media dianggap tepat untuk digunakan di kelas akan tetapi di sekolah tersebut
28
tidak tersedia media atau peralatan yang diperlukan, sedangkan untuk mendesain atau merancang suatu media yang dikehendaki tersebut tidak mungkin dilakukan oleh guru. e) Media yang dipilih seharusnya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada audien ( siswa) secara tepat dan berhasil guna, dengan kata lain tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal. f) Biaya
yang akan dikeluarkan dalam pemanfataan media harus
seimbang dengan hasil yang akan dicapai. Pemanfataan media yang sederhana mungkin lebih menguntungkan daripada menggunakan media yang canggih (teknologi tinggi) bilamana hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.9 Selain kriteria pemilihan media yang sudah disebutkan diatas, Nana sudjana dan Ahmad Rivai berpendapat dalam buku karangan mereka yang berjudul Media Pengajaran mengatakan, bahwa dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut: a) Ketepatannya dengan tujuan pengajaran; artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan instruksional yang berisikan unsure pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis lebih memungkinkan digunakannya media pengajaran. b) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep, dan generelisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa. 9
Asnawir dan M. Basyirudin Usman, Op. Cit., hlm. 15-16
29
c) Kemudahan memperoleh media; artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya medah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. d) Keterampilan guru dalam menggunakannya; apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pengajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya , tetapi dampak dari penggunaan oleh guru pada saat terjadinya interaksibelajar siswa dengan lingkungannya. e) Tersedia waktu untuk menggunakannya; sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung. f) Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung didalamnya dapat dipahami oleh para siswa. Dengan kriteria pemilihan media di atas, guru dapat lebih mudah menggunakan media mana yang di anggap tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Kehadiran media dalam proses pengajaran jangan dipaksakan sehingga mempersulit tugas guru, tapi sebaliknya yakni mempermudah guru dalam menjelaskan bahan pengajaran. Oleh sebab itu media bukan keharusan melainkan sebagai pelengkap jika dipandang perlu untuk mempertinggi kualoitas belajar dan mengajar.10
10
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran ( Bandung: CV. Sinar Baru, 1991), hlm. 3-4
30
6. Kegunaan Media Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber ( guru) menuju penerima (siswa). Fungsi media dalam proses pembelajaran ditunjukkan pada gambar 1.1 berikut. Gambar 1 fungsi Media dalam proses pembelajaran
Guru
Media
Pesan
Siswa
Secara umum, media pembelajaran memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai berikut. a) Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan perantara gambar, film, video, atau media yang lain, siswa dapat memeroleh gambaran yang nyata tentang benda atau peristiwa sejarah. b) Mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang. Misalnya, video tentang kehidupan harimau di hutan, keadaan, dan kesibukan di pusat reactor nuklir, dan sebagainya. c) Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda atau hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya yang terlalu besar atau terlalu kecil. Misalnya, dengan perantara slide, siswa dapat memperoleh gambaran mengenai bakteri, amuba, dan sebagainya.
31
d) Mendengar suara yang sukar ditangkap telinga secara langsung. Misalnya, rekaman suara denyut jantung dan sebagainya. e) Mengamati secara langsung binatang-binatang yang sukar diamati karena sukar ditangkap. f) Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati. Dengan film, slide, atau video siswa dapat mengamati pelangi, gunung meletus, perang, dan sebagainya. g) Mengamati secar jelas benda-benda yang mudah rusak atau sukar diawetkan. Dengan menggunakan model atau benda tiruan, siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang organ-organ tubuh manusia. h) Dengan mudah membandingkan sesuatu. i) Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat. j) Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat k) Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu objek secara serempak. l) Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat, dan temponya masing-masing.11 Sedangkan dalam skripsi Nesthi Ari Estuti yang mengutip pendapat Abu bakar Muhammad dalam buku Ilmu Pendidikan Islam karya Ramayulis berpendapat bahwa kegunaan media adalah:
11
Hamdani, Op. Cit., hlm. 245-248
32
a) Mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dan memperjelas materi pelajaran yang sulit. Misalnya, mempelajari materi tentang bakteri dengan menggunakan mikrosof. b) Mampu mempermudah pemahaman dan menjadikan pelajaran lebih hidup dan menarik. c) Merangsang anak untuk bekerja dan menggerakkan naluri kecintaan menelaah (belajar) dan menimbulkan kemauan keras untuk mempelajari sesuatu. d) Membantu pembentukan kebiasaan, melahirkan pendapat, memperhatikan dan memikirkan suatu pelajaran. e) Menimbulkan kekuatan perhatian (ingatan) mempertajam indera, melatihnya, memperhalus perasaan dan cepat belajar.12 Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan penggunaan media sangatlah penting bagi pemahaman siswa, jika media yang digunakan itu sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa, maka siswa akan dengan mudah memahami pelajaran. Selain itu siswa juga dapat mengembangkan kreatifitas mereka dengan berfikir secara realistis sesuai dengan kehidupan yang nyata. 7. Media dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Tujuan utama penggunaan media pembelajaran membaca permulaan adalah untuk mempermudah tercapainya kemampuan membaca dan menulis huruf alphabet dengan baik dan benar. Pembelajaran membaca permulaan dapat 12
Nesthi Ari Astuti, “ Penggunaan Media Kartu Huruf untuk Peningkatan Kemampuan Membaca Huruf Hijaiyah di TPQ Miftahul Ulum Kabundelan Kecamatan Batang”, Skripsi Sarjana Pendidikan ( Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2012), hlm. 34-35
33
menggunakan dengan beberapa media, misalnya media visual, media audio, dan media audiovisual tergantung penyampai informasi yang menentukan. Contoh-contoh media visual yang bisa digunakan dalam media pembelajaran membaca permulaan misalnya dengan menggunakan kartu huruf alphabet ynag kemudian dirangkai menjadi kata, poster huruf alphabet, puzzle, atau guru bisa member tulisan pada benda-benda yang ada disekitar lingkungan pembelajaran bersama siswa. Untuk pembelajaran anak usia dini pembelajaran membaca permulaan dengan media visual dua dimensi guru bisa menggunakan Overhead Proyektor (OHP) melalui pengenalan huruf alphabet yang dipaparkan dilayar, dari yang perhuruf kemudian dirangkai menjadi kata. Contoh pembelajaran membaca permulaan dengan media auio dapat dilakukan misalnya dengan mendengarkan kaset lagu anak menghafal huruf alphabet. Contoh-contoh media audio-visual dalam pembelajaran membaca permulaan misalnya dengan melihat Compact Disk (CD) cara membaca, atau melihat televisi yaitu dengan melihat acara tertentu yang menayangkan tentang pembelajaran membaca. Seperti yang telah dipaparkan diatas banyak media yang telah dikenal, tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi lebih dari itu. Klasifikasinya bis dilihat dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan serta cara pembuaatannya. Namun dalam skripsi ini penulis hanya akan mengemukakan pengertian media visual; kartu kata bergambar dilihat dari jenisnya dan bahan. Yang mana media ini hanya mengandalkan indra penglihatan saja.
34
B. Media Kartu Kata Bergambar 1. Pengertian Kartu Kata Bergambar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kartu adalah kertas tebal berbentuk persegi panjang. Sedangkan kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Gambar merupakan media yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati di manamana.13 Menurut Zainudin arif dan Napitulu dalam buku Pedoman Baru Menyusun Bahan Belajar, media kartu adalah bahan belajar cetak bukan buku yang cocok untuk menyajikan pesan atau materi secara efektif kepada sejumlah warga belajar dengan secara visual yang sangat menarik. 14 Kartu kata atau Flashcard atau Education Card adalah kartu-kartu bergambar yang dilengkapi kata-kata, yang diperkenalkan oleh Glenn Doman, seoarang dokter ahli bedah otak dari Philadelphia Amerika Serikat.gambar-gambar pada flashcard dikelompok-kelompokkan antara lain seri binatang, buah-buahan, pakaian, warna, bentuk-bentuk angka, dan sebagainya. Tujuan dari metode ini adalah melatih kemapuan otak kanan untuk mengingat gambar dan kata-kata, sehingga perbendaharaan kata dan kemapuan membaca anak dapat dilatih dan ditingkatkan.15
13
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), hlm. 290 14 Zainudin Arif dan Napitulu, Pedoman Baru Menyusun Bahan Belajar ( Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), hlm. 48 15 Arifah Wardhani, Keefektifan Media Kartu kata Bergambar dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Siswa Kelas 1 SD N Kradegan Bayan Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012, Skripsi sarjana Pendidikan (Yogyakarta: UNY Yogyakarta, 2012), hlm. 16
35
Pemilihan kartu adalah sarana yang berguna untuk membantu siswa mempersempit rangkaian opsinya, menjelaskan kriterianya atau menetapkan prioritasnya.16 Sedangkan huruf alphabet adalah sebuah sistem tulisan yang berdasarkan lambang fonem vokal dan konsonan yang terdiri dari huruf (a) sampai huruf (z). Jadi kartu kata bergambar adalah kartu yang berisi kata-kata dan terdapat gambar. Contoh:
ayam betina
Gambar 2 Ayam Betina Kartu kata bergambar ini akan menjadi media yang nantinya saat pembelajaran, siswa akan menemui macam-macam kartu yang berbeda tulisan serta gambarnya. Dan dalam penggunaannya bisa divariasikan dengan kartu kalimat dan kartu huruf. Jadi berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa media kartu kata bergambar adalah media peraga pada pembelajaran baca tulis huruf alphabet yang berbentuk kartu bergambar yang berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang berupa huruf vocal dan konsonan dan bagaimana cara
16
Ronal L. Pratin, Kiat Nyaman Mengajar Didalam Kelas ( Jakarta: PT Indeks, 2009), hlm. 179
36
membaca yang baik dan benar serta menstimulasi siswa, memperkuat daya ingat dan kemampuan berfikir siswa. 2. Kegunaan dan Kelebihan Kartu Kata Bergambar Masing-masing media mempunyai kegunaan dan kelebihan. Begitu juga dengan media yang digunakan dalam pembelajaran baca tulis huruf alphabet. Media kartu kata bergambar juga mempunyai kegunaan dan kelebihan, kegunaan dan kelebihannya sebagai berikut: a) Kegunaan daripada media kartu kata adalah: 1) Dapat membaca pada usia dini. 2) Mengembangkan daya ingat otak kanan. 3) Melatih kemampuan konsentrasi balita. 4) Memperbanyak perbendaharaan kata dari balita.17 b) Sedang kelebihannya adalah: a) Mudah dibawa ke mana-mana. Dengan ukuran yang kecil sehingga membuat media kartu dapat disimpan dimanapun, sehingga tidak membutuhkan ruang yang luas, dan digunakan dimana saja. b) Praktis dalam membuat dan menggunakannya, sehingga kapan pun anak didik bisa belajar dengan baik menggunakan media ini. Ketika kita akan menggunakan tinggal menyusun urutan kata sesuai keinginan kita. Selain itu biaya pembuatan media ini juga sangatlah murah, karena dapat menggunakan barang-barang bekas seperti kardus sebagai kartunya.
17
Maimunah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini (Jogjakarta: Diva Press, 2011), hlm. 66
37
c) Gampang diingat karena kartu ini bergambar yang sangat menarik perhatian. Sehingga kartu ini akan memudahkan siswa untuk mengingat dan menghafal bentuk huruf-huruf tersebut. d) Menyenangkan sebagai media pembelajaran, bahkan bisa digunakan dalam permainan. Misalnya siswa secara berlomba-lomba mencari satu kartu kata yang disusun secara acak yang kemudian harus dipasangkan sesuai antara tulisan (kata) dengan gambarnya. Cara seperti ini juga bisa mengasah aspek kognitif dan motorik kasar anak.18 Dengan adanya kegunaan dan kelebihan yang telah disebutkan diatas diharapkan anak menjadi pintar dalam memahami huruf alphabet sehingga dapat dijadikan sebagai metode cara belajar membaca permulaan yang tepat. 3. Karakteristik Media Kartu Kata Menurut Rahadi Ansto dalam bukunya Media Pembelajaran menyebutkan ada beberapa karakteristik media kartu: 1) Harus Autentik, artinya dapat menggambarkan objek atau peristiwa seperti jika siswa melihat langsung. Misalnya, siswa akan mempelajari gunung meletus, setelah diberi gambaran bagaimana gunung meletus, maka akan tahu bahwa pada saat gunung meletus mengeluarkan larva dan debu panas dari kawahnya, dan hal tersebut bisa berbahaya. 2) Sederhana, komposisinya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam gambar tersebut.
18
Nesthi Ari Estuti, Op. Cit., hlm. 39-40
38
3) Ukuran gambar proposional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran yang sesungguhnya benda atau objek yang digambar. 4) Memadukan antara keindahan dengan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan pembelajaran. 5) Gambar harus message. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.19
4. Langkah-langkah yang Harus digunakan dengan Media Kartu Kata Bergambar Dalam menggunakan kartu kata bergambar sebagai media pembelajaran baca tulis, ada langkah-langkah khusus yang harus dilakukan. Secara umum dapat dikelompokkan menjadi tempat langkah, yaitu: langkah pertama mengenal huruf alphabet yaitu dengan menunjukkan satu demi satu kartu huruf atau poster antara huruf “a” sampai “z” yang diacak dan ajari bagaimana cara bunyinya. Langkah kedua; mengenal perbedaan antara huruf konsonan dengan huruf vocal bagaimana cara membacanya jika ada huruf konsonan digabung dengan huruf vocal dengan menggunakan kartu huruf. Langkah ketiga; anak membaca huruf alphabet yang sudah dirangkai menjadi kata oleh peneliti. Langkah keempat; anak merangkai huruf menjadi kata yang sesuai dengan gambar. Agar proses pembelajaran lebih efektif, tiap-tiap huruf diaplikasikan dengan benda-benda yang ada disekitar kita dan disesuaikan dengan tema pembelajaran yang sedang berlangsung.
19
Ibid. hlm. 40-41
39
5. Macam-macam Kartu Kata Bergambar kartu kata bergambar yang biasa digunakan sebagai media pembelajaran baca tulis banyak macam dan jenisnya. Berikut ini beberapa materi dalam Flash card atau Dots card dan cara penggunaannya: I.
Flash Card Benda Perkenalkan gambar-gambar benda, mulai dari yang ada di sekitar anak, seperti hewan, buah-buahan, dan sebagainya, sehingga perbendaharaan benda yang dilihat semakin banyak. Contoh:
II.
Flash card Abjad Pada bagian ini, anak diperkenalkan dengan 26 huruf sejak dini. Contoh:
40
Sebenarnya masih banyak jenis flash card yang perlu diperkenalkan kepada anak sejak usia dini, missal huruf hijaiyah ( dasar-dasar huruf arab, huruf cina), dan jenis gambar yang lain. Flash card bisa dibuat sendiri, seperti contoh dibawah ini, dengan cara memotong gambar kemudian ditempelkan di atas kertas buffalo dan dapat juga dibeli di toko buku.20 Contoh Flash card diantaranya:
20
Maimunah Hasan, Op. Cit., hlm. 68-70
41
C. Kemampuan Membaca Permulaan 1. Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan Kemampuan dapat diartikan kesangupan; kecakapan; kekuatan untuk mencapai sesuatu.21 Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,tidak hanya sekedar melafatkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus. Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada katakata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. Decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis kedalam kata-kata. Proses recording dan decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal yang dikenal dengan istilah membaca permulaan. Penekanan membaca pada tahap ini adalah proses perseptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses memahami makna (meaning) lebih ditekankan dikelas-kelas tinggi SD. Sedangka Klein, dkk. mengemukakan bahawa definisi membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, dan (3) 21
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), hlm. 560
42
membaca
merupakan
interaktif.
Membaca
merupakan
suatu
proses
yang
dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna.22 Menurut Samsu Somadayo dalam Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca mengatakan bahwa membaca adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik sert memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tulis. Disamping itu, membaca juga merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahan tulis. Gilet dan temple dalam Syafi’e menyatakan bahwa membaca adalah kegiatan visual, berupa serangkaian gerakan mata dalam mengikuti baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada kata dan kelompok kata, melihat ulang kata-kata dan kelompok kata untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan. Membaca
juga merupakan proses pengembangan
keterampilan, mulai dari keterampilan memahami kata-kata, kalimat-kalimat, paragraph-paragraf dalam bacaan sampai dengan memahami secara kritis dan evaluative keseluruhan isi bacaan. Sedang Godman menyatakan bahwa membaca adalah suatu kegiatan memetik makna atau pengertian yang bukan hanya dari deretan kata yang tersurat (reading the lines), melainkan makna di balik deretan yang terdapat di antara baris (reading between the lines), bahkan juga makna yang terdapat dibalik deretan baris tersebut (reading beyond the lines). Menurutnya, kegiatan membaca ini merupakan proses yang aktif dan tidak lagi merupakan proses yang pasif, membaca merupakan 22
Farida Rahim, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 2
43
proses yang katif bukan proses yang pasif artinya seorang pembaca harus dengan aktif berusaha menangkap isi bacaan yang dibacanya, tidak boleh hanya menerima saja. Menurut Nurhadi membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit. Kompleks berarti dalam proses membaca terlibat berbagai factor internal dan factor eksternal pembaca. Factor internal berupa factor intelegensi, imat, sikap bakat, motivasi, tujuan membaca dan sebagainya. Factor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan, factor lingkungan atau factor latar belakang social ekonomi, kebiasaan, dan tradisi membaca. Sedangkan Harjasujana menyatakan bahwa membaca adalah suatu kegiatan komunikasi interaktif yang memberikan kesempatan kepada pembaca dan penulis untuk membawa latar belakang dan hasrat masing-masing. Podek dan Saracho dalam Rofi’uddi dan Zuhdi mengungkapkan bahwa membaca merupakan proses memperoleh dari barang cetak. Menurutnya,ada dua cara yang dapat dilakukan oleh pembaca dalam memperoleh makna dari barang cetak (1) langsung, yaitu menghubungkan cirri penanda visual dari tulisan dengan makna, (2) tidak langsung, yaitu mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkan dengan makna. Cara pertama digunakan oleh pembaca lanjut dan cara kedua digunakan pembaca pemula.23
23
7
Samsu Somadoyo, Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 4-
44
Membaca permulaan sering disebut dengan istilah membaca lugas atau membaca dalam tingkat elementer. Kegiatan membaca pada tingkat ini belum sampai pada pemahaman secara komplek. Dalam kegiatan membaca permulaan, materi yang dibicarakan juga masih sangat sederhana. Biasanya materi meliputi sekitar pengalaman anak serta aktivitas kehidupan sehari-hari dalam keluarga maupun lingkungan. Membaca permulaan termasuk membaca teknik. Guntur Tarigan berpendapat untuk dapat membaca teknik dengan baik diperlukan keterampilan-keterampilan antara lain ucapan yang tepat, mempergunakan frase yang tepat, mempergunakan intonasi yang wajar, memiliki sikap yang baik terhadap buku bacaan.24 Membaca permulaan merupakan tahap tahapan proses belajar membaca bagi siswa kelas awal. Menurut Darmiyati Zuhdi dan Budiasih, “kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut.” Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru, membaca permulaan
merupakan pondasi bagi pengajaran
selanjutnya. Sebagai pondasi haruslah kuat dan kokoh, oleh karena itu harus dilayani dan dilaksanakan secara berdaya guna dan sungguh-sungguh. Kesabaran dan ketelitian sangat diperlukan dalam melatih dan membimbing serta mengarahkan siswa demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
24
Agus Supriatna, Pendidikan Ketrampilan Berbahasa (Jakarta: Direktorak Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islam: 2001) , hlm. 99-100
45
Menurut Darmiyati dan Budiasih, yang perlu diperhatikan dalam evaluasi dalam membaca permulaan meliputi ketepatan menyuarakan tulisan, kewajaran intonasi, kelancaran, kejelasan suara, dan pemahaman isi bacaan. Menurut Rukayah, anak atau siswa dikatakan berkemampuan membaca permulaan jika dia dapat membaca dengan lafal dan intonasi yang jelas, benar dan wajar, serta lancar dalam membaca dan memperhatikan tanda baca. Pengajaran membaca permulaan lebih ditekankan pada pengembangan kemampuan dasar membaca. Siswa dituntut untuk dapat menyuarakan huruf, suku kata, kata dan kalimat yang disajikan dalam bentuk tulisan ke dalam bentuk lisan. Contoh: Huruf a dibaca a b dibaca be, misal becak c dibaca ce, misal ceret Suku kata ba dibaca ba bukan bea bu dibaca bu bukan beu Kata baju dibaca baju bukan beajeu batu dibaca batu bukan beateu Kalimat itu buku dibaca itu buku bukan iteu bekeu Itu Budi dibaca itu Budi bukan iteu beudei Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan adalah kesanggupan siswa membaca dengan lafal dan intonasi yang jelas, benar dan wajar serta memperhatikan tanda baca.25
25
Arifah Wardhani, Op. Cit,. hlm. 21
46
Jadi
kemampuan
membaca
permulaan
yaitu
kapasitas
seseorang
menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan hanya saja belum sampai pada tingkat pemahaman secara komplek. Yang dalam penelitian ini siswa hanya diajari mengenal huruf alphabet, bagaimana cara membacanya jika dirangkai dalam kata yang disesuaikan dengan anak taman kanak-kanak. 2. Manfaat Membaca Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca. Masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang semakin meningkatkan kecerdasaanya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang. Burns, dkk. mengemukakan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Namun, anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Belajar membaca merupakan usaha yang terus menerus, dan anak-anak yang melihat tingginya nilai membaca dalam kegiatan pribadinya akan lebih giat belajar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menemukan keuntungan dari kegiatan membaca.26 Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting di samping tiga keterampilan berbahasa lainnya. Hal ini karena membaca merupakan sarana untuk mempelajari dunia lain yang diinginkan sehingga manusia bisa memperluas pengetahuannya, bersenang-senang, dan menggali pesan-pesan tertulis
26
Farida Rahim, Op. Cit., hlm. 1
47
dalam bahan bacaan. Walaupun demikian, membaca bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Membaca adalah sebuah proses yang bisa dikembangkan dengan menggunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tujuan membaca tersebut. Menurut Syafi’ie bahwa
sebagai bagian dari keterampilan berbahasa,
ketrampilan membaca mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis karena melalui membaca, orang dapat memahami kata yang diutarakan seseorang. Selain itu, melalui membaca seseorang dapat mengetahui berbagai peristiwa secara cepat yang etrjadi ditempat lain, misalnya peristiwa-peristiwa yang terjadi disuatu daerah dapat diketahui melalui membaca buku, surat kabar, majalah, dan internet. Karena itu program pembelajaran membaca perlu disajikan.27 Selain itu dilakukan di sekolah, ada baiknya jika setiap hari orang tua setiap hari selalu meluangkan waktu untuk mengajari membaca dengan membacakan buku atau memperkenalkan kata-kata dengan suarayang cukup keras tapi tetap dengan nada-nadaintonasi yang lembut kepada anak. Ketika orang tua membacakan bukubuku cerita, anak-anak akan belajar melihat dari huruf-huruf yang tercetak dalam buku dan berkaitan dengan kata-kata dalam kosakata bahasa lisan. Setiap anak dibacakan cerita atau memperlihatkan kata-kata sebenarnya itu sedang mengirimkan pesan yang menyenangkan ke otak anak. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak penelitian yang mengungkapkan fakata bahwa membacakan buku kepada anak-anak yang masih kecil berdampak sangat positif bagi perkembangan otaknya. Penelitian juga mengungkapkan bahwa anak-anak cepat sekali belajar dan senang belajar. Semua anak dalam masa tumbuh kembangnya ingin menyerap informasi apa saja yang ada di sekeliling mereka. Membaca adalah salah satu cara untuk 27
Samsu Somadayo, Op. Cit., hlm. 3
48
mendapatkannya. Dengan mengajari anak membaca, artinya orang tua menumbuhkan minat membaca sejak dini. kebiasaan membaca akan memperkaya wawasan anak yang bermuara pada jati diri manusia yang lebih berkualitas. Semakin dini seorang anak belajar membaca, maka akan memupuk kebiasaan kecintaannya pada kegiatan membaca.28
3. Tujuan Membaca Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai atau dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa itu sendiri. Tujuan membaca mencakup: 1) Kesenangan; 2) Menyempurnakan membaca nyaring; 3) Menggunakan strategi tertentu; 4) Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik; 5) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya; 6) Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis; 7) Mengkonfirmasi atau menolak prediksi;
28
Maimunah Hasan, Op. Cit., hlm. 323
49
8) Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang truktur teks; 9) Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.29 Membaca merupakan serangkaian kegiatan pikiran yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memahami suatu informasi melalui indra penglihatan dalam bentuk symbol-simbol yang rumit, yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti dan makna. Membaca bukan hanya sekedar membaca. Tetapi aktivitas ini mempunyai tujuan, yaitu untuk mendapatkan sejumlah informasi baru. Menurut galuh Wicaksana dalam sripsi Nesthi Ari Astuti disebutkan bahwa tujuan membaca antara lain: a) Membaca sebagai suatu kesenangan tidak melibatkan proses pemikiran yang rumit. Aktivitas ini biasanya dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Aktivitas yang termasuk dalam kategori ini adalah novel, surat kabar, majalah, dan komik. b) Membaca untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan, seperti membaca buku pelajaran atau buku ilmiah. c) Membaca untuk dapat melakukan suatu pekerjaan atau profesi. Misalnya, membaca buku keterampulan teknis yang praktis atau buku pengetahuan umum (ilmiah popular).30
29 30
Farida Rahim, Op. Cit. hlm. 11-12 Nesthi Ari Astuti, Op. Cit., hlm. 49-50
50
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca, baik membaca permulaan maupun membaca lanjut ( membaca pemahaman). Factor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan menurut Lamb dan Arnold ialah factor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis. a) Faktor Fisiologis Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca. Beberapa ahli mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu factor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca mereka. Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar anak. Analisis bunyi, misalnya, mungkin sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada alat bicara dan alat pendengaran. Guru harus waspada terhadap terhadap beberapa kebiasaan anak yang sering mmenggosok-gosok matanya. Dengan kata lain guru harus menyarankan orangtua untuk membawa anak kepada yang lebih ahli. b) Factor Intelektual Istilah intelegensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponnya secara tepat. Terkait penjelasan Heinz diatas, Wechster mengemukakan bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk
51
bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif untuk lingkungan. Penelitian Ehansky dan Muehl dan Forrell yang dikutip oleh Harris dan Sipay menunjukkan bahwa secara umum ada hubungan positif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai yang dikemukakan oleh Rubin bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan tidak semua siswa yang mempunyai intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik. Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya mempengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam membaca permulaan. Factor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak. c) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup:
1) Latar belakang dan pengalaman anak dirumah Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi dirumah mempengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu anak, dan dapat juga menghalangi anak belajar membaca. Anak yang tinggal di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh cinta kasih , yang orang tua memahami anak-anaknya, dan
52
mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam membaca. Rubin mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis, bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berpikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang mempunyai sikapyang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah. Kualitas dan luasnya pengalaman anak di rumah juga penting bagi kemajuan belajar membaca. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan
yang
bermakna.
Pengalaman
masa
lalu
anak-anak
memungkinkan anak-anak untuk lebih memahami apa yang mereka baca. 2) Faktor Sosial Ekonomi Factor sosioekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga merupakan factor yng membentuk lingkungan rumah siswa. Beberapa penelitian memperlihatkan
bahwa
sosioekonomi
siswa
mempengaruhi
kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi status sosioekonomi siswa semakin tinggi kemampuan verbal siswa. Anak-anak yang mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa dan orang tua yang berbicara
dan
mendorong
anak-anak
mereka
berbicara
akan
mendukung perkembangan bahasa dan intelegensi anak. Begitu juga dengan kemampuan membaca anak yang berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang
53
penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi. d) Faktor Psikologis Factor lain juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah factor psikologis. Factor ini mencakup (1) motivasi, (2) minat, dan (3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri. 1. Motivasi Motivasi adalah factor kunci dalam belajar. Eanes mengemukakan bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktik pengajaran yang relevan dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan. Tindakan membaca bersumber dari kognitif. Ahli psikologi pendidikan seperti
Bloom
dan
Piaget
menjelaskan
bahwa
pemahaman,
interpretasi, dan asimilasi merupakan dimensi hierarki kognitif. Namun, semua aspek kignitif tersebut bersumber dari aspek afektif seperti minat, rasa percaya diri, pengontrolan perasaan negative, serta penundaan dan kemajuan untuk mengambil resiko. 2. Minat Minat baca adalah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk medapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri.
54
Frymeir dalam Crawley dan Mountain berpendapat bahwa seorang guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap membaca, akan mempunyai minat yang tinggi pula terhadap kegiatan membaca. 3. Kematangan sosio dan emosi serta penyesuaian diri Ada dua aspek kematangan emosi dan sosial yaitu; a. Stabilitas emosi; seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak-anak yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapat sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca. Sebaliknya, anak-anak yang lebih mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak-anak dalam memahami bacaan akan meningkat. b. Kepercayaan diri; percaya diri sangat dibutuhkan anak-anak. Anak-anak yang kurang percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga tidak bisa mengikuti
55
kegiatan mandiri dan selalu meminta untuk diperhatikan guru.31
5. Masa Balita/Anak Mulai Belajar Membaca Membaca merupakan pintu dan jendela dunia untuk membuka wawasan anak. Mereka bisa terbang kebelahan benua lain, melihat lumba-lumba, hutan tropis, bunga tulip yang berwarna-warni, dan lain-lain, hanya dengan membaca buku. Akan tetapi, kapan sebaiknya balita mulai belajar membaca dan bagaimana cara balita belajar membaca? Berikut beberapa penjelasan dan kutipan para ahli. Hampir seratus tahun yang lalu, yakni sekitar tahun 1920-1930, sudah dilakukan penelitian tentang pendidikan anak. Penelitian yang dilakukan saat itu memfokuskan tentang kapan usia yang tepat bagi si kecil untuk mulai belajar membaca. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa si kecil mulai belajar membaca jika sudah mencapai umur mental, yakni usia 5 atau 5 ½ tahun. Penemuan ini menemukan bahwa anak-anak yang sudah mencapai umur mental lebih mudah belajar membaca dibandingkan anak yang belum mencapai umur mental. Menurut Piaget, anak sudah mulai belajar saat mereka sudah masuk fase operasional konkret, yaitu ketika fase anak-anak sudah dianggap bisa berpikir terstruktur, yaitu berusia 7 tahun. Akan tetapi, karena tuntutan zaman, kedua teori itu semakin disimpangi bahkan ditolak oleh para kritikus. Akan tetapi, penelitian itu hanya mencakup anakanak berusia 6 tahun ke atas, yang diajarkan membaca denga metode visual dalam suasana kelas. Para kritikus berpendapat bahwa sebaiknya anak berusia 3 tahun lebih 31
Ibid. hlm. 16-30
56
diberikan wahana untuk berinteraksi dengan orang lain, terutama dengan temanteman sebayanya, karena anak berusia 3 tahun baru mengoptimalkan kemampuan sosialisasinya. Kegiatan belajar membaca termasuk bagian dari sosialisasi karena belajar membaca untuk balita diberikan dalam suasana bermain. Permainan selalu menyenangkan, sehingga bukan suatu paksaan. Menurut Glenn Doman, Direktur dari The Institutes for the Achievement of Human Potential, berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan para ahli bidang kedokteran dan psikologis anak menyatakan perlunya anak (balita) diajari membaca karena hal-hal berikut ini: 1. Anak berusia di bawah lima tahun dengan mudah dapat menyerap informasi dalam jumlah ynag sangat banyak. Pada anak berusia di bawah empat tahun, hal ini lebih mudah dan efektif. Di bawah usia tiga tahun, bahkan lebih mudah lagi dan jauh lebih efektif. 2. Anak berusia di bawah lima tahun dapat menangkap informasi dengan kecepatan yang luar biasa. 3. Semakin banyak informasi yang diserap oleh seorang anak berusia di bawah lima tahun, maka semakin banyak pula yang dapat diingatnya. 4. Anak berusia di bawah lima tahun mempunyai energy yang sangat luar biasa. 5. Anak berusia di bawah usia lima tahun dapat mempelajari sesuatu bahasa secara utuh dan dapat belajar hamper sebanyak yang diajarkan kepadanya.
57
Menurut Dr. Leon Eisenberg, psikolog anak dari Hopkins University, otak seorang bayi ibarat sebuah computer. Semakin banyak input yang dimaksukkan, maka semakin baik dan semakin banyak output-nya. Hal ini berarti bila bayi diberi kesempatan semakin banyak untuk memprogram otaknya, yaitu dengan memberi masukan sensorik dan motorik, maka kecerdasannya akan jauh berkembang. Inilah uniknya otak manusia. Semakin banyak uang diisi, semakin banyak yang ditampungnya. Antara usia 9 bulan hingga usia 4 tahun, kemampuan untuk menyerap informasi tidak ada bandingnya. Anak-anak usia ini mempunyai keinginan belajar yang paling besar seumur hidupnya. A. Belajar Tanpa Beban Perlu diketahui bahwa belakangan ini banyak SD, khususnya SD favorit, yang menerapkan persyaratan masuk SD harus bisa membaca. Hal ini mengakibatkan banyak TK yang memaksa muridnya belajar membaca. Padahal, di TK tidak ada kewajiban anak belajar membaca, kecuali hanya ajang sosialisasi prasekolah. Sehatkah situasi semacam ini? Kondisi tersebut, mengisyaratkan pelajaran membaca sudah menjadi kurikulum sekolah TK. Ironisnya, syarat yang dibebankan pada calon siswa SD tersebut membuat guru TK sibuk. Mereka sedikit memaksa mengajarkan anak didiknya untuk membaca sejak usia TK. Mereka khawatir jika lulusan TK-nya tidak bisa diterima di SD favorit. Padahal, jika salah menangani para bocah, bisa berakibat buruk pada perkembangan psikologis mereka. Sebenarnya, tidak hanya guru TK yang dibuat sibuk, para orang tua pun ikut kelimpungan Karena sangat mengharap anaknya bisa diterima di SD unggulan.
58
Seringkali, orang tua yang memaksakan putra-putrinya untuk membaca. Hal ini seakan menjadi tuntutan zaman dan cenderung berkembang belakangan ini. Dari sini, mungkin timbul pertanyaan, “Apakah
sehat, mengajarkan
membaca pada usia balita/ anak TK?” sebenarnya, hal itu tergantung darai mana melihatnya. Jika anak diharapkan memiliki kemampuan membaca dengan cara pemaksaa, maka hal itu tidak sehat. Hal ini karena pemaksaan terhadap anak akan berdampak negative. Dampak yang paling buruk adalah akan menuurunkan IQ pada anak usia produktif. Sebenarnya, anak usia balita yang belajar membaca tidak bisa dikatakan sepenuhnya salah. Hal ini boleh-boleh saja asalkan orang tua mampu melihat minat dan kemampuan anak. Kalau anak itu mampu dan berminat, maka hal itu menjadi tidak masalah. Oleh karena itu, para pengajar atau orang tua yang membimbing balita hendaknya menjauhkan cara mengajar yang bersifat pemaksaan. Kegiatan belajar anak balita harus bersifat kegiatan yang menyenangkan. Metode pengajaran membacanya itu tidak membebaninnya, sehingga tidak membuat anak Nampak murung dan bingung. Jadi, sifatnya adalah “belajar tanpa beban”. Pengenalan huruf sejak usia TK atau sejak usia 3 tahun, sebenarnya bukan hal yang aneh. Hal yang penting adalah metode pengajarannya melalui proses sosialisasi. Artinya, anak mengenal huruf dari benda yang sering dilihat dan ditemui. Misalnya, anak sering minum susu, maka orang tua mulai mengenenalkan huruf kepada anaknya stu per satu pada kemasan susu. Dengan sambil bermain, anak mulai mengenal huruf S, U, S, U atau menuliskan kata “buku” pada jilid buku. Dengan
59
cara ini, anak mengenal benda sambil belajar huruf yang membentuk nama benda tersebut. B. Balita/ Anak Belajar Membaca 1. Belajar di usia dini Telah disebutkan bahwa anak pada usia golden age, mempunyai keinginan belajar yang luar biasa. Karena anak senang belajar apa saja, maka ia pun senang belajar membaca. Para ahli yang mendukung pembelajaran membaca sejak dini mempunyai beberapa alasan mengapa program pembelajaran bisa dilakukan sedini mungkin, bahkan bisa dilakukan pada bayi yang baru lahir. Hal ini karena masa ini merupakan periode brain growth spurt. Otak merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai pusat control dan kendaliu atas semua system di dalam tubuh. Pusat kecerdasan atau pusat kemampuan berpikir ini mulai dibentuk selang beberapa saat setelah terjadinya proses peleburan inti sel telur dan inti sel sperma. Proses pertumbuhan otak berjalan sesuai dengan pertumbuhan badan. Ketika seorang anak berusia 5 tahun, pertumbuhan otaknya sudah 80% sempurna. Saat usia 6 tahun, proses pertumbuhan otaknya bisa dikatakan sudah sempurna. 2. Belajar dalam suasana menyenangkan Memberikan pelajaran pada anak tidak ada kurikulum tertentu, tidak ada ikatan, serta tidak ada target. Memberikan pelajaran membaca kepada anak masih dalam taraf pemberian stimulasi. Oleh karena itu, kegembiraan dan suasana yang menyenangkan adalah kunci keberhasilan kegiatan belajar membaca. Jadi, guru dan orang tua harus menciptakan suasana yang membuat
60
nyaman dan senang anak. Suasana hati orang tua dan guru juyga harus dalam suasana yang nyaman. Suasana yang nyaman akan menumbuhkan semangat anak belajar. Perlu diketahui bahwa sebenarnya anak-anak sangat senang belajar dan mereka melakukannya dengan cepat. Memilih ruangan yang tepat juga menjadi bahan pertimbangan. Jangan menggunakan ruangan yang terdapat banyak benda-benda yang dapat memecah konsentrasi anak. Perlu diketahui bahawa belajar membaca pada anak berarti menstimulai perkembangan visualisasinya. 3. Membaca dan bermain Usia anak adalah usia bermain, sehingga belajar pun juga harus dalam bentuk permainan. Bahkan, tidak hanya permainan pada umumnya karena kegiatan sehari-hari pun bisa dipakai sebagai arena belajar membaca bagi si kecil. Seorang anak akan belajar dengan lebih semangat bila ia merasa senang. Oleh karena itu, orang tua dan guru hendaknya selalu mencari cara yang kreatif untuk mengajari si kecil dan dalam suasana yang membuat si kecil merasa senang. Salah satunya dengan permainan, misalnya mencari kata, mewarnai kata, puzzle kata, kata kembar, papan pesan, menyusun kata. Kebiasan membaca yang tumbuh sejak kecil, selain baik untuk perkembangan otaknya, juga membuat anak bisa bisa lebih berpikir rasional dan lebih mampu mengendalikan diri. Intinya adalah kebiasaan membaca sejak kecil akan memperkaya wawasan anak yang bermuara pada jati diri manusia yang lebih berkualitas. Semakin dini seorang anak belajar membaca, maka akan memupuk kebiasaan dan kecintaannya pada kegiatan membaca.
61
Beberapa penelitian menyebutkan beberapa alasan anak harus diajarkan membaca sejak usia dini: a. Hiperaktivitas seorang anak atau balita usia prasekolah ternyata diakibatkan oleh kehausan akan pengetahuan. b. Kemampuan anak usia prasekolah untuk menyerap informasi tidak akan pernah terulang lagi. c. Lebih mudah mengajar membaca pada anak usia pra sekolah dari pada di usia yang lebih tinggi. d. Anak-anak yang diajarkan membaca pada usia sangat muda, akan menyerap lebih banyak infomasi.32
6.
Metode-metode dalam Pembelajaran Membaca Permulaan Menurut Akhadiah
dalam Darmiyati Zuhdi dan Budiasih menjelaskan
bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain: a. Metode abjad dan Metode bunyi Dalam penerapannya, kedua model tersebut sering menggunakan kata lepas. Misalnya: 1. Metode abjad (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai dengan abjad “a”, “be”, “ce”, “de”, dan seterusnya). Contoh: bo – bo
32
Maimunah Hasan, Op. Cit., hlm. 309-342
62
bobo 2. Metode bunyi (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai dengan bunyinya a, beh, ceh, deh, dan seterusnya). Contoh: beh – o – bo – beh – o – bo bobo Perbedaan antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf. b. Metode kupas rangkai suku kata dan Metode kata lembaga Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. 1. Metode kupas rangkai suku kata, penerapannya guru menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Guru mengenalkan huruf kepada siswa. (2) Merangkaikan suku kata menjadi huruf. (3) Menggabungkan huruf menjadi suku kata. Misalnya: ma – ta m–a–t–a ma – ta 2. Metode kata lembaga, penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Membaca kata yang sudah dikenal siswa.
63
(2) Menguraikan huruf menjadi suku kata. (3) Menguraikan suku kata menjadi huruf. (4) Mengabungkan huruf menjadi suku kata. (5) Menggabungkan suku kata menjadi kata. Misalnya: bola bo – la b–o–l–a bo – la bola
c. Metode global Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a) Mengkaji salah satu suku kata. b) Menguraikan huruf menjadi suku kata. c) Menguraikan suku kata menjadi huruf. d) Menggabungkan huruf menjadi suku kata. e) Merangkaikan kata menjadi suku kata. f) Merangkaikan kata menjadi kalimat.
Misalnya: andi bermain catur bermain
64
ber – ma – in b–e–r–m–a–i–n bermain andi bermain catur d. Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) Menurut
Momo
dalam
Darmiyati
Zuhdi
dan
Budiasih,
dalam
pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap yakni: (1) Tanpa buku. (2) Menggunakan buku. Pada tahap tanpa buku, pembelajarannya dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: a) Merekam bahasa siswa. Bahasa yang digunakan oleh siswa dalam percakapan, direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan. b) Menampilkan gambar sambil bercerita. Guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita sesuai gambar tersebut. Misalnya: ini budi budi duduk di kursi budi sedang belajar menulis Kalimat tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan cerita. c) Membaca gambar
65
Misalnya: guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat “ini ibu ani.” d) Membaca gambar dengan kartu kalimat Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Untuk memudahkan pelaksanaan dapat digunakan media berupa papan flannel, kartu, kalimat, kartu kata, kartu huruf dan kartu gambar. Dengan menggunakan media tersebut untuk menguraikan dan menggabungkan akan lebih mudah. e) Membaca kalimat secara strukutural (S) Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, gambar dikurangi sehingga siswa dapat membaca tanpa dibantu dengan gambar. Dengan dihilangkannya gambar maka yang dibaca siswa adalah kalimat (tulisan). Misalnya: ini bola ini bola budi ini bola amir f) Proses analitik (A) Sesudah siswa dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf. Misalnya: ini bola ini – bola i – ni – bo – la
66
i–n–i–b–o–l–a g) Proses sintetik (S) Setelah siswa mengenal huruf-huruf dalam kalimat, huruf itu dirangkai lagi menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat seperti semula. Misalnya: i–n–i–b–o–l–a i – ni – bo – la ini – bola ini bola Secara utuh proses SAS tersebut sebagai berikut: ini bola ini – bola i – ni – bo – la i–n–i–b–o–l–a i – ni – bo – la ini – bola ini bola Menurut Darmiyati Zuhdi dan Budiasih materi yang diajarkan dalam membaca permulaan adalah: 1) Lafal dan intonasi kata dan kalimat sederhana.
67
2) Huruf-huruf yang banyak digunakan dalam kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal siswa (huruf-huruf diperkenalkan secara bertahap sampai dengan 14 huruf). (a) a, i, m dan n, misalnya kata: ini, mama, kalimat: ini mama (b) u, l, b, misalnya kata: ibu, lala, kalimat: ibu lala (c) e, t, p, misalnya kata: itu, pita, ema, kalimat: itu pita ema (d) o, d, misalnya kata: itu, bola, didi, kalimat: itu bola didi (e) k, s mislanya kata: kuda, papa, satu, kalimat: kuda papa satu 3) Kata-kata baru yang bermakna (menggunakan huruf-huruf yang sudah dikenal), misalnya: toko, ubi, boneka, mata, tamu. 4) Lafal dan intonasi kata yang sudah dikenal dan kata baru. 5) Puisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan usia siswa. 6) Bacaan lebih kurang 10 kalimat (dibaca dengan lafal dan intonasi yang wajar).33
33
Arifah Wardhani, Op. Cit.,hlm. 24-29