40
BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH 4.1. Kota Padang Panjang 4.1.1. Kondisi Administratif dan Gografis Kota Padang Panjang secara geografis terletak antara 100º 20’ dan 100º 30’ Bujur Timur serta 0º 27’ dan 0º 32’ Lintang Selatan. Kota ini memiliki luas 2.300 Ha atau sekitar 0,05% dari luas Sumatera Barat, dengan jumlah penduduk ± 42.000 jiwa. Secara administratif kota ini terdiri dari dua kecamatan yaitu Padang Panjang Barat dengan luas 975 Ha dan Padang Panjang Timur dengan luas 1.325 Ha, dimana masing-masing kecamatan memiliki delapan kelurahan. Kab. Tanah Datar
No Scale
No Scale
Sumber: Bappeda Kota Padang Panjang (2005) dan Olahan Penulis
Gambar 11. Peta Kota Padang Panjang
Kota Padang Panjang berbatasan dengan beberapa kecamatan di Kabupaten Tanah Datar, adapun batas-batas wilayah administrasinya adalah: •
Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Sepuluh Koto
•
Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Batipuh
•
Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sepuluh Koto
•
Bagian Barat berbatasan dengan Kecamatan Sepuluh Koto. Kota Padang Panjang memiliki topografi bergelombang dan dikelilingi
oleh tiga gunung yaitu Gunung Merapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikat. Posisinya yang terletak pada dataran tinggi dan dikelilingi oleh gununggunung membuat daerah ini terkenal dengan iklim sejuknya dan tanahnya yang subur. Kota Padang Panjang terletak pada ketinggian antara 650 sampai 850 mdpl.
41
4.1.2. Kondisi Iklim Kota Padang Panjang secara klimatologi memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Curah hujan rata-rata pertahun mencapai 3.650 mm-4.625 mm dengan jumlah hari hujan pertahun rata-rata 235-265 hari hujan. Temperatur udara bulanan di wilayah ini memiliki suhu udara maksimum 29ºC dan suhu udara minimum 19ºC. Tabel 6 memperlihatkan data iklim Kota Padang Panjang dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. Tabel 6. Data Klimatologi Kota Padang Panjang Tahun 2000 - 2010 Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*
Curah Hujan Bulanan (mm) 322.0 345.7 297.8 372.9 270.6 289.5 290.1 357.6 317.3 307.7 264.6
Suhu (o C) 18.6 21.9 22.4 22.5 22.0 22.2 22.2 22.0 26.8 26.8 26.9
Kelembaban Udara (%) 87.7 88.6 87.2 88.2 89.2 87.0 88.7 88.1 88.0 88.0 87.2
Penyinaran Matahari (%) 46.6 47.2 57.6 51.1 50.1 39.9 44.5 41.9 48.3 48.7 51.2
Kec. Angin (Knot) 4.1 8.4 7.6 3.9 3.3 2.7 2.9 3.9 4.4 3.9 2.9
Arah Angin (o) 225.0 210.0 240.0 225.0 185.0 255.0 270.0 210.0 253.0 248.0 210.0
Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, 2010 * Khusus untuk tahun 2010 data merupakan rekapitulasi dari bulan Januari hingga Maret 2010.
Kelembaban udara relatif tahunan berkisar antara 87,0% sampai dengan 89,2%. Penyinaran matahari bulanan rata-rata berkisar antara 32% sampai 59%. Evaporasi rata-rata harian berkisar antara 2,02 mm/hari di musim hujan dan 4,20 mm/hari di musim kemarau. Sementara itu kecepatan angin bulanan maksimum berkisar antar 9 knot sampai dengan 12 knot dan minimum berkisar antara 3 knot sampai dengan 5 knot.
4.1.3. Kondisi Tanah Secara umum jenis tanah yang dominan di Padang Panjang adalah tanah andosol dan podsolik (RTRW Kota Padang Panjang, 2005). Jenis tanah yang terdapat di Kota Padang Panjang merupakan jenis tanah yang tergolong subur, sehingga hasil pertanian merupakan salah satu komoditi unggulan dari Kota Padang Panjang. Adapun beberapa kriteria dari kedua tanah tersebut disajikan pada Tabel 7.
42
Tabel 7. Data Tanah Kota Padang Panjang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Andosol Hasil dari pelapukan bahan organik Kedalaman efektif >90 cm Tekstur pasir berlempung, lempung, dan lempung berpasir Struktur remah dan konsistensi rendah Erodibilitas : sedang – tinggi Morfologi pedataran dan bergelombang (lereng < 40%) Drainase baik
Podsolik Terbentuk dari batuan karbonat Kedalaman efektif 30 – 60cm Tekstur liat, liat berlempung, dan liat lempung berpasir Struktur pejal dan konsistensi tinggi Erodibilitas tinggi Morfologi perbukitan (lereng >40%) Drainase baik
Sumber: Bappeda Kota Padang Panjang, RTRW 2005-2014
4.1.4. Kondisi Geologi Struktur geologi yang dapat dijumpai di sekitar daerah Kota Padang Panjang adalah kekar, pelapisan batuan dan sesar (garis patahan). Pelapisan batuan dapat dijumpai pada batuan berumur tua, berupa batu gamping serta batuan malihan seperti batu sabak dan kuarsit yang dapat dijumpai di Bukit Jarat dan jalan raya antara Kota Padang Panjang ke Batang Anai (perbatasan kota). Struktur pelapisan ini terlihat berkemiringan landai hingga tegak (10º-85º). Sedangkan struktur kekar dapat dijumpai umumnya pada batuan tua sebagai kekar tarik dan kekar gerus (Pusat Geologi dan Bappeda, 2006). Urutan dan jenis batuan lokal Kota Padang Panjang terdiri atas sembilan jenis batuan dari tua ke muda, yaitu: 1. Batuan Malihan Batuan ini dijumpai di bagian barat dan selatan Kota Padang Panjang yang membentuk Bukit Jarat dan Bukit Tilabung, terdiri dari batu gamping, kuarsit dan batusabak. Secara keseluruhan batuan ini mempunyai sifat fisik sangat keras dan kompak sehingga mempunyai kerentanan rendah terhadap bahaya goncangan gempa bumi. 2. Batuan Andesit Batuan ini terdiri dari lava andesit dan breksi laharik yang terdapat di sebelah utara Kota Padang Panjang dan membentuk Bukit Patisandi, Sikudung serta Pagu-pagu. Secara keseluruhan batuan ini telah mengalami pelapukan sehingga tidak terlalu keras dan kompak bila dibandingkan dengan Batuan Malihan. Batuan ini cukup rentan terhadap goncangan gempa.
43
3. Batupasir Tufaan (Jatuhan Piroklastika) Batuan ini berupa batu pasir tufaan, mengandung lapili tuff dan batu apung yang dapat dijumpai menempati hampir seluruh Kota Padang Panjang. Berdasarkan sifat fisiknya yang tidak terlalu padu maka batuan ini mempunyai kerentanan yang cukup tinggi terhadap goncangan gempa bumi. 4. Breksi Tufaan I (Aliran Piroklastika) Batuan ini dijumpai berupa breksi tufaan mengandung fragmen batuan gunung api berupa kerikil batuan beku andesit dan basaltis, batu apung, lapili tuff. Secara keseluruhan batuan ini tampak bersifat tidak terlalu padu, sehingga mempunyai kerentanan cukup tinggi terhadap bahaya goncangan gempa bumi. 5. Breksi Tufaan II (Aliran Piroklastika) Batuan ini dijumpai berupa breksi tufaan mengandung fragmen batuan gunung api berupa bingkahan batuan andesit dan basaltis, breksi dan tufa. Secara keseluruhan batuan ini bersifat agak padu sehingga mempunyai kerentanan bahaya sedang terhadap goncangan gempa bumi. 6. Lava Andesit-Basaltis (Bukit Padang Sibandaro) Batuan ini berupa lava berkomposisi andesit-basaltis, dijumpai sebagai pembentuk Bukit Padang Sinbandaro. Batuan ini sangat masif sehingga mempunyai kerentanan rendah terhadap bahaya gempa bumi. 7. Lahar Lahar ini terdiri dari campuran breksi, batupasir tufaan, bongkah lava, andesit dan basalt. Dapat dijumpai di daerah Tiga Suku, Batu Banyak, Rao-Rao, Pitalah dan Gunung Rajo. Berdasarkan sifat fisiknya batuan ini mempunyai kerentanan tinggi terhadap goncangan gempa bumi. 8. Endapan Alluvium Sungai Endapan ini dapat dijumpai secara setempat-setempat pada aliran Sungai Batang Anai. Endapan ini terkonsentrasi pada kelokan-kelokan sungai (meandering) dan membentuk pedataran. Umumnya daerah yang disusun oleh batuan tersebut merupakan persawahan penduduk yang rentan akan goncangan gempa bumi.
44
9. Endapan Kipas Endapan kipas sesar berupa rombakan dari batuan induk yang mengalami penyesaran. Di Kota Padang Panjang ini endapan kipas sesar dapat dijumpai di lereng Bukit Jarat di sebelah selatan Kota Padang Panjang. Selain itu dapat dijumpai berupa aliran masa gunung di Kelurahan Guguk Malintang, Kecamatan Padang Panjang Timur. Endapan kipas ini mempunyai sifat fisik yang lepas dan tidak stabil pada lerengnya, sehingga sangat rentan terhadap goncangan gempa bumi. Berbagai struktur geologi batuan ini dapat dilihat lebih jelas pada peta geologi pada Gambar 12. Selanjutnya beralih ke struktur geologi lainnya/sesar aktif, struktur geologi sesar yang dapat dijumpai di sekitar Kota Padang Panjang dikenal sebagai Sesar Sumatera dan Sesar Bukit Jerat. Selain sesar-sesar utama tersebut dapat dijumpai sesar berukuran lebih kecil yang disebut sebagai sesar sekunder. Sesar Sumatera ini terletak di sebelah timur hingga tenggara Kota Padang Panjang yang melintang dari arah barat laut-tenggara di kaki Gunung Merapi, melalui Desa Koto Baru, Paninjauan, Batang Gadis dan Batipuh. Di wilayah ini sesar tersebut mempunyai panjang 15 km, dengan jarak terdekat ke pusat Kota Padang Panjang lebih kurang 5 km. Berdasarkan mekanisme gerak sesarnya, sesar ini disebut sebagai sesar geser menganan. Blok barat sesar bergerak ke utara dan blok sebelah timur bergerak ke selatan. Ciri sesar ini di lapangan dapat diamati berupa kelurusan telaga sepanjang jalan di daerah Koto Baru, perbukitan yang terjal membentuk lembah-lembah dan bukit-bukit terpotong yang disebut sebagai gawir segitiga. Sesar Bukit Jarat dapat dijumpai melalui Kota Padang Panjang dengan arah barat laut-tenggara mulai dari Bukit Sidukung, Bukit Padang Setumpuk, Bukit Surungan, Padang Panjang, Koto Panjang, Batu Tagak serta Gunung Rajo. Sesar ini mempunyai panjang 12,5 km melewati pusat Kota Padang Panjang. Struktur sesar ini dicirikan oleh tebing yang terjal pada bukit batu gamping di sebelah selatan Kota Padang Panjang serta kelurusan lembah sungai di sebelah selatan Desa Tanjung serta Bukit Padan Setumpuk. Selain itu dijumpai adanya zona hancuran sekitar bukit gamping di Lubuk Simata Kucing. Berdasarkan kinematika gerak sesarnya, sesar ini merupakan sesar geser mengiri (kekiri),
45
46
dengan blok sebelah timur begerak relatif turun dibandingkan blok sebelah baratnya. Sesar sekunder Bukit Jarat berupa sesar-sesar turun yang membentuk sudut lancip terhadap sesar utama, dijumpai memotong Bukit Jarat dengan arah hampir utara-selatan dan membentuk celah-celah bukit. Beragam kondisi geologi ini membuat Kota Padang Panjang menjadi salah satu kota di Sumatera bagian barat yang mempunyai resiko tinggi berkaitan dengan bencana alam gempa bumi dan bahkan letusan gunung api. Karena letak dan kondisi geologinya yang dilalui oleh lajur sumber gempa bumi sesar aktif Sumatera, maka sewaktu-waktu kondisi ini dapat menimbulkan bahaya bencana gempa bumi di Kota Padang Panjang. Gambar 13 menampilkan peta zonasi resiko bencana gempa bumi atau potensi bencana gempa bumi di Kota Padang Panjang. Dari peta tersebut dapat dijelaskan Zona I merupakan daerah dengan kerentanan bahaya goncangan tanah tinggi. Zona ini berada pada lajur bentang alam dengan struktur gunung api dan lereng 2-15%. Batuannya merupakan Batu pasir Tufaan yang bersifat tidak padu. Zona II merupakan daerah dengan kerentanan bahaya goncangan tanah tinggi-sedang. Zona ini berada pada lajur bentang alam dengan struktur gunung api dan lereng 0,2% dan 2-15%. Batuannya merupakan Batu pasir Tufaan, Lahar, yang bersifat tidak padu. Sedangkan untuk Zona III merupakan daerah dengan kerentanan bahaya goncangan sedang-rendah. Zona ini berada pada lajur bentang alam dengan struktur gunung api, karst dan struktur sesar. Batuannya merupakan Batu Pualam, Batu pasir Tufaan, Batu Gamping, Kuarsa dan Lahar. Lebih lanjut peta zonasi resiko bencana gempa bumi dapat dilihat pada Gambar 13 dan Tabel 8.
47
Tabel 8. Matriks Resiko Bencana Goncangan Gempa Bumi di Kota Padang Panjang Deskripsi Zona
Lajur Bentang Alam
Batuan dan Sifat Fisik
Kegempaan
I
Bahaya goncangan tanah sangat tinggi
Struktur gunung api, lereng 2%15%
Batupasir Tufaan; bersifat tidak padu
Intensitas maksimum VII MMI, Perioda dominan tanah > 0.4 detik
IA
Bahaya goncangan tanah tinggi
Struktur gunung api, lereng 2%15%
Batupasir Tufaan, Breksi, Bongkah Lava; bersifat tidak padu
Intensitas maksimum VI MMI, Perioda dominan tanah > 0.4 detik
IB
Bahaya goncangan tanah tinggi - sedang
Bentukan asal gunung api, lereng 0-2% dan 2%-15%, setempat > 40%
Lahar Campuran Breksi, Batupasir Tufaan, Bongkah Lava; tidak padu
Intensitas maksimum VI MMI, Perioda dominan tanah > 0.4 detik
90% Sawah, 10% pemukiman penduduk (Kel. Guguk Malintang, Ganting)
II
Bahaya goncangan tanah sedang
Batupasir Tufaan, Lahar, (Breksi, Batupasir Tufaan, Lava); tidak padu
Intensitas maksimum V MMI, Perioda dominan tanah 0.2-0.4 detik
III
Bahaya goncangan tanah rendah
Bentukan struktural gunung api, lereng 0-2% dan 2%-15%, setempat > 40% Karst, struktural gunung api dan struktur sesar
Pualam, Kuarsa, Batu Sabak, Batugamping, Batupasir Tufaan dan Lahar
Intensitas maksimum IV MMI, Perioda dominan tanah < 0.2 detik
90% Sawah dan hutan, 10% pemukiman penduduk (Kel. Bukit Surungan, Silaing Bawah, Tanah Palambiak, Ganting, Sigando dan Ekor Lubuk) 50% Hutan, 40% sawah, 10% pemukiman
Sumber: Bappeda Kota Padang Panjang, (2006)
Tata Guna Lahan
Resiko Bencana
90% Pemukiman penduduk, 10% sawah dan kebun (Kel. Silaing Bawah, Silaing Atas, Pasar Usang, Pasar Baru, Balaibalai dan Tanah Paklambiak 30% Pemukiman, 20% kebun, 50% sawah (Kel. Ganting, Sigando dan Ekor Lubuk
Goncangan tanah kuat, retakan, pelulukan dan sesar gempa/kerusakan rumah penduduk dan infrastruktur
Bangunan tahan gempa maksimum dua lantai, lahan terbuka untuk penyelamatan dan sosialisasi
Goncangan tanah kuat, retakan, pelulukan dan sesar gempa/kerusakan rumah penduduk dan infrastruktur Goncangan tanah kuat, retakan tanah, kerusakan rumah penduduk
Bangunan tahan gempa maksimum dua lantai, lahan terbuka untuk penyelamatan, sosialisasi dan komplek pemerintahan terpadu
Goncangan tanah kuat, retakan tanah, kerusakan rumah penduduk
Goncangan tanah kuat, retakan tanah, longsor
Rekomendasi
Bangunan tahan gempa maksimum dua lantai, lahan terbuka untuk penyelamatan, komplek pemerintahan terpadu, tidak membangun pada lereng > 40% Bangunan tahan gempa maksimum tiga lantai, lahan terbuka untuk penyelamatan, komplek pemerintahan terpadu, tidak membangun pada lereng > 40% Bangunan tahan gempa > tiga lantai, lahan terbuka untuk penyelamatan, komplek perkantoran terpadu, tidak membangun di lereng > 40%
47
Zona
48
49
4.1.5. Kondisi Sosial Kependudukan Berdasarkan data BPS Kota Padang Panjang tahun 2004, jumlah penduduk Kota Padang Panjang adalah 44.669 jiwa. Lima tahun kemudian pada tahun 2008 berdasarkan hasil proyeksi penduduk tercatat jumlah penduduk Kota Padang Panjang adalah 54.218 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.357 jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk selama lima tahun terakhir adalah 21,37% atau 4,27% pertahun. Beberapa komposisi penduduk Kota Panjang disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Komposisi Penduduk Kota Padang Panjang Tahun 2008 No. 1.
Aspek Kompisisi Penduduk Umur
2.
Agama
3.
Pekerjaan
Jenis Komposisi 0 - 14 tahun 15 - 64 tahun 65 - >75 tahun Islam Kristen Katolik Budha Hindu Pedagang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Angkutan dan Komunikasi Lainnya
Persentase 31,49% 63,09% 5,24% 98,55% 0,60% 0,70% 0,15% 0,0% 36,50% 30,20% 10,92% 22,38%
Sumber: Bappeda Kota Padang Panjang, Padang Panjang Dalam Angka (2008)
Komposisi penduduk Kota Padang Panjang menurut umur tercatat pada tahun 2008 mayoritas beragama Islam. Selain itu penduduk Kota Padang Panjang mayoritas bersuku bangsa Minangkabau dengan sosial kemasyarakatannya yang khas dan identik dengan keislaman, sehingga Kota Padang Panjang juga dikenal dengan sebutan Kota Serambi Mekah. Kemudian jika dilihat dari jumlah penduduk 15 tahun keatas, terlihat bahwa lapangan usaha sektor perdagangan paling banyak menyerap tenaga kerja dan urutan berikutnya adalah sebagai PNS.
4.1.6. Kondisi Ekonomi Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau
50
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi, seperti terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. PDRB Kota Padang Panjang Tahun 2004-2007 (dalam jutaan rupiah) No.
Sektor
2004
1. 2.
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
2005
2006
2007
42.863,98 4.339,40
53.172,55 2.484,72
61.204,37 3.019.23
65.049,09 2.466,68
36.824,45 12.101,02
41.674,67 14.786,50
49.426,12 17.196,08
54.724,57 19.175,18
28.704,31 44.928,77
36.919,21 50.070,87
45.817,27 56.279,46
51.798,51 63.921,67
83.054,63
108.817,90
135.791,92
146.518,21
37.002,93
44.457,62
51.506,74
64.476,17
103.566,05
115.839,61
128.948,64
154.505,09
393.385,54
468.223,65
549.189,83
622,635,17
Sumber: Bappeda Kota Padang Panjang, Padang Panjang Dalam Angka (2008)
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. Selain itu angka ini juga digunakan untuk memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi penduduk.
4.1.7. Kondisi Sosial Budaya Minang (seringkali disebut Orang Padang) adalah suku yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal karena adatnya yang matrilineal, walau orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam. Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah (adat bersendikan hukum, hukum bersendikan AlQur’an) merupakan cerminan adat Minang yang berlandaskan Islam. Suku Minang menonjol dalam bidang pendidikan dan perdagangan. Kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan di kota-kota besar di Indonesia. Dalam Etnik Minang terdapat banyak suku. Beberapa suku besar adalah Suku Piliang, Bodi Caniago, Tanjuang, Koto, Sikumbang, Malayu, Jambak. Kadang beberapa keluarga dari suku yang sama, tinggal dalam suatu rumah yang disebut Rumah Gadang.
51
Di masa awal Minangkabau mengemuka, hanya ada empat suku dari dua lareh atau kelarasan (laras), yaitu Lareh Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan yang menganut sistem budaya aristokrasi dan Lareh Bodi Caniago yang digagas oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang yang menganut sistem budaya demokrasi. Dalam masa selanjutnya, muncullah satu kelarasan baru bernama Lareh Nan Panjang yang diprakarsai oleh Datuk Sakalok Dunia Nan Bamego-mego. Sekarang, suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan suku. Sosial kemasyarakatan daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap Nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin-pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan KAN (Kerapatan Adat Nagari). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan. Budaya pola keturunan dan pewarisan adat suku Minang menganut pola matrilineal. Hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh Suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan Suku Minang, dikenal harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam. Meskipun menganut pola matrilineal, masyarakat Suku Minang mendasarkan adat budayanya pada syariah Islam. Sampai saat ini, adat masih dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan berbagai keputusan. Kearifan lokal yang telah diwariskan turun temurun masih cukup terjaga, namun dampak dari globalisasi tidak dapat dielakkan. Untuk itu dibutuhkan kesinergian antara adat dan berbagai elemen lainnya di Sumatera Barat, khususnya Kota Padang Panjang.
52
4.2. Kondisi Umum Tapak Terpilih Penelitian taman kota untuk evakuasi bencana di Kota Padang Panjang ini berlokasi di Lapangan Anas Karim dan Lapangan Bancah Laweh. Kedua tapak ini mewakili dua kecamatan yang ada di Kota Padang Panjang, yaitu Kecamatan Padang Panjang Barat yang diwakili oleh Lapangan Anas Karim dan Kecamatan Padang Panjang Timur yang diwakili oleh Lapangan Bancah Laweh. Gambar 14 memperlihatkan lokasi kedua tapak. A.
Sumber: Bappeda Kota Padang Panjang (2005), Wikimapia.com (2010) dan Olahan Penulis
Gambar 14. Peta Kedua Tapak (A. Lapangan Anas Karim dan B. Lapangan Bancah Laweh) Secara umum Kecamatan Padang Panjang Barat merupakan daerah pusat kota yang dikelilingi oleh pemukiman penduduk yang padat. Sebagian besar penduduk Kota Padang Panjang berada di Kecamatan Padang Panjang Barat, sehingga ketersediaan ruang terbukanya semakin berkurang. Sedangkan
53
Kecamatan Padang Panjang Timur merupakan daerah pusat kota sekunder dengan jumlah penduduk tidak terlalu padat dan masih memiliki banyak ruang terbuka hijau yang luas. Jika dilihat dari kondisi geologi pada Gambar 15, kedua tapak memiliki keragaman terhadap kerentanannya akan bahaya goncangan gempa bumi. Kondisi ini membuat kedua tapak menjadi penting untuk direncanakan karena di sekitar tapak merupakan area pemukiman padat penduduk. Kedua tapak ini direncanakan dengan pertimbangan berbagai potensi dan kendala, di antaranya: 1. luasan tapak, kedua tapak memiliki luasan cukup untuk peletakan fasilitas evakuasi dan rekreasi serta mampu menampung penduduk sekitar tapak saat evakuasi berlangsung, 2. letaknya di pusat kota primer (utama) dan pusat kota sekunder (pengikat), 3. aksesibilitas menuju kedua tapak relatif mudah, 4. kondisi geologi atau kerentanan terhadap bencana dapat ditanggulangi dengan ketersedian ruang terbuka yang cukup dan utilitas serta struktur tahan gempa, 5. topografi dan kemiringan mayoritas datar dan landai, 6. tata guna lahan pada kedua tapak yang dikelilingi pemukiman padat penduduk, dan diapit beberapa sarana penting. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8. pada zona dengan kerentanan gempa tinggi, sebanyak 90% pemukiman penduduk berada di zona ini, sehingga hal ini menjadi pertimbangan penting yang membuat kedua tapak terpilih terkait ketersediaan ruang terbukanya sebagai ruang evakuasi dan ruang rekreasi. Namun pertimbangan paling penting adalah karena letaknya yang dikelilingi oleh pemukiman yang padat dan berada di pusat Kota Padang Panjang. Keberadaan dua taman ini paling mewakili sesuai dengan kebutuhannya yang dekat dengan pemukiman padat. Selain itu, kedua tapak ini memang telah menjadi tempat pengungsian bagi masyarakat saat bencana gempa bumi terjadi. Keduanya direncanakan sebagai taman kota dengan fungsi evakuasi dan rekreasi.
54
55
Perencanaan kedua lokasi ini akan menjadi contoh bagi perencanaan taman-taman kota berbasis bencana lainnya di Kota Padang Panjang. Gambar 16 dan Gambar 17 merupakan gambaran suasana dan kegiatan evakuasi masyarakat pada saat terjadinya gempa bumi Maret 2007 lalu. Pada gambar tersebut terlihat semua unsur masyarakat membaur jadi satu dan terjun secara langsung demi lacarnya kegiatan evakuasi.
a.) Korban luka akibat gempa
b.) Suasana makan di tenda pengungsi
c.) Suasana di dalam tenda pengungsian
d.) Tenda di lapangan Anas Karim
Sumber: Dinas Sosial Kota Padang Panjang (2007)
Gambar 16. Kondisi dan Suasana Evakuasi Bencana di Lapangan Anas Karim Saat Gempa 6 Maret 2007 yang Berpusat di Kota Padang Panjang
56
a.) Penyaluran bantuan bencana
b.) Korban luka dalam tenda PMI
b.) Suasana posko koordinasi gempa
d.) Suasana penyerahan bantuan
Sumber: Dinas Sosial Kota Padang Panjang (2007)
Gambar 17. Kondisi dan Suasana Evakuasi Bencana di Lapangan Bancah Laweh Saat Gempa 6 Maret 2007 yang Berpusat di Kota Padang Panjang