53
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Keberadaan Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan data BPS (2010), bahwa usia kota DKI Jakarta (484 tahun) merupakan usia yang tidak lagi muda untuk ukuran sebuah kota, banyak hal telah dialami sebagai ibukota negara. Provinsi DKI Jakarta, memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus berdasarkan Undang-undang No. 29/2007. Sebagai penyandang status khusus, dimana seluruh kebijakan mengenai pemerintahan maupun anggaran ditentukan pada tingkat provinsi karena lembaga legislatif hanya ada pada tingkat provinsi. Wilayah provinsi dibagi dalam 5 wilayah kota dan 1 kabupaten administrasi yaitu Kepulauan Seribu yang tertera pada Tabel 8. Tabel. 8. Jumlah wilayah kecamatan dan kelurahan serta luas wilayah provinsi DKI Jakarta. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Wilayah kota dan kabupaten Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Kep. Seribu (Daratan) Jumlah
Luas wilayah (km2 ) 141,27 188,03 48,13 129,54 146,66 8,70 662,33
Jumlah kecamatan 10 10 8 8 6 2 44
Jumlah kelurahan 65 65 44 56 31 6 267
Keterangan : SK Gubernur KDH DKI Jakarta No. 171 Tahun 2007. Sumber : BPS (2010).
4.2. Geografi dan Topografi Jakarta sebagai ibukota negara republik Indonesia yang berada di dataran rendah pantai Utara bagian Barat Pulau Jawa. Berdasarkan BPS (2010), bahwa kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata +7 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12′ Lintang Selatan dan 106°48′ Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, adalah berupa daratan seluas 662,33 km2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km2. Wilayah DKI memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 buah sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan, pertanian dan usaha perkotaan lainnya. Berdasarkan bentang alam, maka di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang ±35 km yang menjadi tempat
54
bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal. Batas wilayah DKI Jakarta yakni di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan provinsi Jawa Barat, sebelah Barat berbatasan dengan provinsi Banten, sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa. Wilayah DKI Jakarta bertopografi bentuk datar dan agak datar dengan kelerengan 0 – 2,5 %, 2,5 - 5 %, dan 5 - 7 %. Wilayah DKI Jakarta merupakan rendah dengan ketinggian tempat berkisar antara 0 - 2,5 - 5 - 7 m dpl. Sebagian besar (39.13%) mempunyai relief datar dengan lereng < 1 – 3 %.
4.3. Sosial dan Ekonomi 4.3.1. Kondisi Penduduk Kondisi penduduk DKI Jakarta mengalami pertambahan setiap waktu, menyebabkan tingkat kepadatan penduduk meningkat. Kondisi ini menjadikan kota sebagai yang terpadat di Indonesia. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 dan tahun 2010 terjadi penambahan kepadatan penduduk dari 12.603 jiwa/ km2 pada tahun 2000 menjadi 14.476 jiwa/ km2 di tahun 2010, berarti penambahan kepadatan adalah sebesar 1.873 jiwa/km2. Data menunjukkan bahwa sebaran penduduk dan laju pertumbuhan meningkat setiap tahunnya. Laju pertumbuhan terlihat di wilayah kota Jakarta Timur, mengalami jumlah penduduk tertinggi namun laju pertumbuhannya rendah dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan per wilayah kota dan kab. adm. di DKI Jakarta Tahun 2010. No.
Wilayah kota dan kab.adm
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Kep. Seribu (daratan) Jumlah
Jumlah penduduk (Jiwa) 2.057.080 2.687.027 898.883 2.278.825 1.645.312 21.071 9.588.198
Laju pertumbuhan (%) 1,43 1,36 0,27 1,81 1,49 2,02 8,38
Sumber : BPS (2010) Berdasarkan hasil sensus penduduk sementara 2010, maka jumlah penduduk dan perbandingan laki-laki dan perempuan wilayah propinsi DKI Jakarta
55
menunjukkan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki pada setiap wilayah kota. Keberadaan penduduk berdasarkan umur, dimana didominasi oleh umur 25 – 35 tahun yang mengindikasikan bahwa wilayah DKI didominasi oleh umur angkatan kerja yang produktif terlihat pada Gambar 10.
(a)
(b)
Gambar 10. Jumlah penduduk (ribu orang) menurut wilayah (a) dan piramida pertumbuhan berdasarkan umur (b) di provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan persentase keberadaan penduduk diantara wilayah kota memperlihatkan bahwa wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat mendominasi jumlah penduduk terbanyak yang disusul oleh Jakarta Selatan seperti pada Tabel 10. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi pergeseran penduduk seperti Jakarta Pusat jumlah penduduk berkurang, namun di wilayah Jakarta Barat terjadi pertambahan yang sangat signifikan. 4.3.2. Kondisi Sosial Kondisi sosial tentang permasalahan lapangan kerja dan masih terdapat masalah penduduk miskin, merupakan hal sangat penting untuk diperhatikan. Data menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2007 - 2010 telah menunjukkan penurunan. Kondisi tahun 2007 penduduk miskin di DKI Jakarta sebanyak 405,7 ribu jiwa dan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 312,2 ribu jiwa. Penurunan penduduk miskin tertinggi terjadi pada periode 2008-2009. Periode tersebut penduduk miskin turun sebanyak 56,4 ribu jiwa dan angka kemiskinan turun sebanyak 0,67 poin dapat dilihat pada Gambar 11.
56
Tabel 10. Persentase penduduk menurut wilayah kota dan kab. administrasi provinsi DKI Jakarta. No Wilayah kota dan kab. adm. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Kep. Seribu DKI Jakarta
1971 23,12 17,64 27,72 18,05 13,47 100,00
% terhadap penduduk 1980 1990 2000 24,38 23,14 21,37 22,48 25,07 28,01 19,08 13,07 10,65 19,00 22,12 22,78 15,06 16,39 17,01 0,21 100,00 100,00 100,00
2010 21,45 28,02 9,37 23,77 17,16 0,22 100,00
Sumber : BPS (2010).
Gambar 11. Kecenderungan jumlah dan persentase peduduk miskin selang tahun 2007 – 2010 di wilayah DKI Jakarta Komposisi penduduk usia 15-64 tahun yang bekerja menurut lapangan pekerjaan dan jenis kelamin pada setiap jenis pekerjaan, memperlihatkan bahwa tenaga kerja bidang pertanian sangat rendah terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Komposisi lapangan pekerjaan menurut jenis kelamin di DKI Jakarta No
Lapangan pekerjaan
1. 2. 3. 4. 5.
Pertanian Industri pengolahan Perdagangan, restoran & hotel Jasa-jasa Lainnya Jumlah
Sumber : BPS (2010).
Laki-laki 0,89 15,60 33,95 27,96 21,59 100,00
Perempuan ....... (%) ......... 0,19 17,18 41,34 36,45 4,84 100,00
Jumlah 0,63 16,19 36,69 31,11 15,38 100,00
57
Berdasarkan data BPS (2010) kondisi sosial bila dilihat dari lapangan pekerjaan dan tingkat pendidikan masyarakat di wilayah DKI Jakarta, maka didominasi oleh PNS baik di Pemda DKI maupun pada instansi pemerintah pusat. Kondisi sosial terhadap kesehatan masyarakat, memperlihatkan bahwa penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama 3 tahun terakhir, cenderung meningkat. Tahun 2007 sebanyak 32,16 %, naik menjadi 36,17 %, dan tahun 2009 sebesar 36,81 %. Keluhan kesehatan utama penduduk adalah penyakit batuk dan pilek serta ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Penyakit ini terutama diduga disebabkan oleh perubahan iklim dan cuaca, peningkatan partikel debu di udara yang cenderung tidak menentu. Selama ini Pemda DKI Jakarta terus melakukan upaya untuk menyusun tata ruang perkotaan yang tepat dan memikirkan bagaimana memberi ruang hidup, makanan, air bersih, pelayanan kesehatan, obat-obatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan dan prasarana transportasi serta berbagai kebutuhan lainnya kepada penduduk DKI Jakarta. Sementara upaya transmigrasi penduduk juga terus-menerus dilakukan. Pada tahun 2009 sebanyak 100 kk atau sekitar 369 jiwa diberangkatkan ke provinsi Kalimantan Selatan, Bengkulu, Sumatera Utara, dan Sulawesi Tenggara dengan alokasi berturut-turut 25 kk, 28 kk, 25 kk, dan 22 kk. 4.3.3. Kondisi Ekonomi Pertumbuhan ekonomi; Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2009 tumbuh sebesar 5,01%, angka ini lebih lambat bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008 yang tumbuh 6,22%. Sektor-sektor yang menunjukkan pertumbuhan tinggi pada periode tersebut adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (15,63 %), sektor jasa (6,49 %), dan sektor bangunan (7,67 %) (BPS 2010). Sementara dari sisi pengeluaran pada tahun 2009, konsumsi rumah tangga masih mampu tumbuh 6,15 % dan konsumsi pemerintah bahkan terakselerasi hingga 10,24%. Seiring dengan membaiknya perekonomian global, perekonomian Jakarta dalam tahun 2010, menunjukkan kinerja ke arah yang positif. Semester I tahun 2010 perekonomian Jakarta kembali tumbuh 6,35%. Perekonomian yang bergerak lebih cepat ini dipicu oleh meningkatnya laju pertumbuhan komponen ekspor dan impor yang terakselerasi hingga 3,73% dan 4,09%. Dari sisi produksi pada semester I/2010 pertumbuhan tercepat dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu sebesar 14,80%.
58
Setelah itu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, restoran yang tumbuh 6,95 % dan sektor jasa yang tumbuh 6,68 %. Struktur ekonomi lapangan usaha; Pada tahun 2008 PDRB atas dasar harga berlaku mencapai Rp.677,41 triliun dan pada tahun 2009 nilainya mencapai Rp.757,02 triliun. Sektor-sektor dengan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB tahun 2009 adalah sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (28,18%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (20,62%), serta sektor industry pengolahan (15,65%). Dominasi ketiga sektor tersebut masih berlanjut hingga semester awal tahun 2010 dengan kontribusi 27,72% dari sector keuangan, real estate, dan jasa perusahaan, kemudian 20,72% dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta 15,76 % dari sektor industri pengolahan (BPS 2010). Perkembangan PDRB menurut komponen penggunaan; Berdasarkan data BPS 2010, ditinjau dari sisi penggunaan pada tahun 2009, sebanyak 55,37% PDRB DKI Jakarta digunakan untuk konsumsi rumah tangga, kemudian yang digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebanyak 34,80 %, dan untuk konsumsi pemerintah sebanyak 8,19%. Pada awal semester pertama 2010, kontribusi konsumsi rumah tangga meningkat menjadi 56,85%, sedangkan komponen PMTB sedikit menurun menjadi 34,40%, dan konsumsi pemerintah sedikit bertambah menjadi 8,27 %. Perkembangan PDRB dan pendapatan regional per kapita; Berdasarkan BPS 2010, bahwa PDRB per kapita secara tidak langsung bisa dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah. Angka yang dihasilkan disini sifatnya makro karena hanya tergantung dari nilai PDRB dan penduduk pertengahan tahun tanpa memperhitungkan kepemilikan dari nilai tambah setiap sektor ekonomi yang tercipta. Data pada tahun 2009 PDRB per kapita penduduk DKI Jakarta atas dasar harga berlaku naik sebesar 10,62% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni dari sebesar Rp.74,20 juta menjadi Rp 82,08 juta. Namun demikian nilai PDRB per kapita riil DKI Jakarta adalah dengan melihat nilai PDRB per kapita berdasarkan harga konstan 2000, dimana nilainya meningkat dari Rp 38,74 juta pada tahun 2008 menjadi Rp 40,27 juta pada tahun 2009.
59
4.4. Tanah, Iklim dan Air Kondisi tanah yang terletak di bagian Barat-Utara pulau Jawa yang terliput peta geologi skala 1:100.000 lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu (Puslitbang Geologi 1992). Berdasarkan hasil interpretasi tersebut, daerah kajian dikelompokkan kedalam 3 Grup landform, yaitu: aluvial, marin, dan fluvio marin. Tanah tersebut berasal dari bahan tufa andesit dan diklasifikasikan kedalam Typic Udorthents (BBSDL 2006). Berdasarkan data BPS (2010) kota Jakarta dan pada umumnya wilayah di seluruh daerah di Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim penghujan. Data pada tahun 2009 suhu udara yang diamati di empat stasiun pengamat tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata walaupun suhu udara sangat tergantung pada tinggi rendahnya stasiun pengamat terhadap permukaan air laut. Suhu rata-rata tahunan mencapai 27OC dan iklim dipengaruhi oleh angin Muson. Tinggi curah hujan setiap tahun rata-rata 2.000 mm dengan maksimum curah hujan tertinggi pada bulan Januari, sedang temperatur bervariasi antara 23,42 OC (minimum) sampai 34,2OC (maksimum) terlihat pada Gambar 12. Secara umum kota Jakarta beriklim panas pada siang hari pada bulan September dan suhu minimum pada malam hari terjadi pada bulan Januari, Suhu maksimum tercatat di stasiun pengamat Pondok Betung, sedangkan kelembaban udara maksimum rata-rata di kota Jakarta sebesar 85,17% dan rata-rata minimum sebesar 64,58%.
Gambar 12. Suhu udara (OC ) maksimum/minimum dan rata-rata menurut stasiun pengamatan 2009.
60
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 547,9 mm, demikian juga hari hujan tertinggi yaitu selama 23 hari terjadi pada bulan Januari. Kota ini mengalir sekitar 13 (tiga belas) sungai baik alami maupun buatan. Sungai-sungai besar yang ada di kota Jakarta adalah sungai Ciliwung, sungai Moorkervart dan sungai Cipinang. Kondisi ini, pada bulan Januari-Februari, dimana sebagian wilayah di DKI Jakarta dilanda banjir. Peluang terjadinya banjir Jakarta secara periodik, dimana terjadi curah hujan tahunan terlampaui terlihat pada Gambar 13. PELUANG CURAH HUJAN TAHUNAN TERLAMPAUI 100%
Data Pengamatan Data Simulasi
90% 80%
Peluang Terlampaui
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1000
1200
1400
1600
1800
2000
2200
2400
2600
Curah Hujan Tahunan (mm)
Gambar 13. Peluang curah hujan terlampaui setiap tahunnya. Neraca sumberdaya air di wilayah DKI Jakarta (air permukaan dan air tanah) yang merupakan sumber atau cadangan air serta eksploitasi atau pemanfaatan terlihat pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12. Neraca sumberdaya air permukaan provinsi DKI Jakarta. Aktiva Cadangan Sumber : 1. Mata air 2. Air sungai 3. Bendungan/ irigasi/waduk/dam
Jumlah Sumber: BPLHD (2010)
Pasiva Satuan m3
Rp
Eksploitasi
Satuan m3
132.105.240
Pemanfaatan : 1. Domestik 2. Industri
230.339.789
3. Pertanian
16.400.000
4. Lain-lain Degradasi sumberdaya air :
29.591.351
362.445.029
Jumlah
304.083.108 12.370.570
362.445.029
Rp
61
Tabel 13. Neraca sumberdaya air tanah provinsi DKI Jakarta. Aktiva
Pasiva Satuan
Cadangan
3
m
Sumber: 1. Air tanah dangkal/air tanah bebas 2. Air tanah dalam/semi tertekan/semi artesis 3. Air tanah sangat dlm/air tanah tertekan/ air tanah artesis
Rp
330.802.484 -
Satuan
Eksploitasi
m3
Pemanfaatan: 1. Domestik 2. Industri 3. Pertanian 4. Lain-lain
Rp
329.191.478 4.542.804 7.732.855
10.664.653
Degradasi sumberdaya air : Saldo akhir : Jumlah Sumber
341.467.137
Jumlah
341.467.137
: BPLHD (2010)
Sebagian besar penduduk provinsi DKI Jakarta sampai saat ini masih menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih maupun air minum, hal ini disebabkan masih terbatasnya penyediaan air bersih disediakan oleh PD. PAM Jaya, sehingga air tanah merupakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan manusia disamping air sungai dan situ. Kualitas air tanah di Provinsi DKI Jakarta umumnya tergantung pada kedalaman ”aquifer”-nya, kedalaman 40 meter, umumnya masih baik/memenuhi persyaratan air bersih yang ditetapkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jumlah konsumsi air berdasarkan kebutuhan tertera pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah konsumsi air berdasarkan kebutuhan per wilayah kota DKI Jakarta No
Wilayah
1
Jakarta Selatan
2
Jakarta Timur
3
Pertanian
Industri
Juta m3
Juta m3
Rumah tangga/ industri Juta m3
Konsumen lain Juta m3
Jumlah Juta m3
-
1.01
155.56
9.95
166.52
8.03
4.86
203.33
12.31
228.53
Jakarta Pusat
-
0.61
67.92
4.63
73.16
4
Jakarta Barat
3.89
5.43
172.40
10.56
192.28
5
Jakarta Utara
8.36
8.28
124.56
7.84
149.04
20.28
20.19
1.59 725.36
0.09 45.38
1.68 811.21
6
Kep. Seribu Jumlah Sumber : BPS (2010)
62
4.5. Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang lahan dan ruang (landscape) yang meliputi lingkungan fisik, termasuk di dalamnya iklim, topografi/relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Secara garis besar penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi: ladang, tegalan, sawah, perkebunan, sarana perhubungan, hutan, industri, permukiman dan penggunaan lainnya. Pada umumnya, penetapan penggunaan lahan didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung lingkungannya. Bentuk penggunaan lahan yang ada dapat dikaji melalui proses evaluasi sumber daya lahan, sehingga dapat diketahui potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Pengelolaan lahan yang ramah lingkungan dan penyusunan tata ruang yang tepat, dapat mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan antara lain banjir, kekeringan dan longsor lahan. Sumberdaya lahan menurut penggunaannya diklasifikasikan menjadi 11 jenis, yaitu sarana permukima, pertanian lahan kering, pertanian lahan sawah, perkebunan, perikanan, perhubungan, areal berhutan, tanah kritis, padang, industri, pertambangan terbuka dan perairan. Lahan permukiman adalah tempat tinggal dan halaman sekitarnya dan tempat kegiatan penduduk serta fasilitas pelayanan jasa seperti perdagangan, perkantoran, perpasaran, peribadatan, pendidikan, olahraga, pemakaman dan taman. Ke 11 jenis klasifikasi penggunaan lahan tersebut, 4 jenis (perkebunan, tanah kritis, padang dan pertambangan terbuka) tidak ada di DKI Jakarta. Lahan perairan adalah lahan yang ditutupi berbagai jenis air permukaan seperti sungai, danau, waduk dan rawa. Menurut status pemilikan, maka penggunaan lahan digolongkan menjadi 6 jenis, yaitu tanah negara, hak pakai, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pengelolaan dan tanah milik. Berdasarkan inventarisasi sumberdaya lahan menurut klasifikasi penggunaan lahan di DKI Jakarta untuk tahun 2010 belum terinventarisir, tetapi pergeseran penggunaan lahan tidak akan terlalu jauh atau dengan kata lain hampir sama dengan keadaan tahun 2009. Adapun perkiraan penggunaan lahan sampai dengan tahun 2010 oleh tim SLHD. Inventarisasi sumberdaya lahan menurut klasifikasi penggunaan lahan tertera pada Tabel 15. Peranan lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal, media atau tempat tumbuh tanaman atau wadah bahan galian/mineral menunjukkan bahwa lahan mempunyai
63
kedudukan yang sentral dalam menunjang keberhasilan pembangunan. Khusus di DKI Jakarta, tingginya nilai lahan sebagai akibat pertumbuhan sektor bisnis yang cukup pesat mengakibatkan terjadinya mutasi penggunaan lahan yang cukup berarti dari sektor yang kurang produktif seperti pertanian ke sektor-sektor lainnya yang lebih menguntungkan, seperti sarana permukiman, perdagangan, perkantoran, pariwisata dan lain-lain. Hal ini membawa permasalahan yang cukup kompleks sehingga peletakan perencanaan di bidang sumberdaya lahan sering mengalami pergeseran. Tabel 15. Inventarisasi sumberdaya lahan menurut klasifikasi penggunaan lahan wilayah DKI jakarta No 1. 2.
Klasifikasi penggunaan lahan Pemukiman penduduk dan lainnya Pertanian lahan kering Ladang Tegalan Kebun campuran 3. Pertanian lahan sawah Sawah irigasi Sawah tadah hujan 4. Perkebunan besar dan rakyat 5. Perikanan Tambak air payau Kolam air tawar 6. Perhubungan Lapangan udara Pelabuhan laut Jalanan Jalan dan jalur kereta api Terminal bis Perparkiran 7. Areal berhutan Hutan alami Hutan sejenis atau hutan kota 8. Tanah kritis dan tandus 9. Padang rumput, alang-alang dan semak belukar 10. Industri Kawasan Non-kawasan 11. Perairan Waduk atau rawa Sungai Floodway Jumlah Sumber : BPLHD (2010) Keterangan : Estimasi tim SLHD
Jumlah (ha) 61.993,00 1.135,00 25,00 949,00 161,00 1.215,00 1.184,00 31,00 237,00 93,00 144,00 5.542,30 177,27 541,45 4.164,92 595,09 57,12 6,45 809,00 232,78 571,82 4.213,23 825,34 3.387,89 1.147,19 390,99 532,50 223,70 66.233,00
64
4.5.1. Kondisi lahan dan hasil pertanian pangan Meskipun DKI Jakarta bukan daerah agraris, namun bidang pertanian masih dapat dijumpai di kota metropolitan ini. Berdasarkan Diskeltan (2010), masih terdapat lahan pertanian pada lahan basah dan kering, dimana perkembangannya semakin sempit/terbatas akibat lajunya konversi lahan menjadi area terbangun. Lahan sawah masih terdapat di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Perkembangannya lahan pertanian menurut klasifikasi penggunaan lahan wilayah DKI Jakarta tertera pada Tabel 16 dan 17. Tabel 16. Luas wilayah menurut penggunaan lahan utama di DKI Jakarta Luas lahan (ha) No
Wil.kota/kab.
1
Jakarta Selatan
Non pertanian 11,452.45
2
Jakarta Timur
17,118.09
325.00
3
Jakarta Pusat
4,667.42
-
4
Jakarta Barat
10,841.50
297.00
5
Jakarta Utara
13,165.72
593.00
-
200.00
877.00
14,835.72
6
Kep. Seribu
-
-
63.00
1.00
933.00
1,135.00
809.00
5,197.00
66,470.18
Jumlah
869.00
Hutan
Lainnya
Jumlah
-
Lahan kering 741.00
394.00
1,545.00
14,132.45
109.00
121.00
1,129.00
18,802.09
2.00
13.00
130.00
4,812.42
283.00
18.00
1,515.00
12,954.50
Sawah
58,114.18 1,215.00
Sumber : BPS (2010)
Luas lahan pertanian selama tahun 2010 relatif tidak mengalami perubahan yang berarti. Total luas lahan sawah masih terdapat seluas 1.180 ha terdiri dari lahan sawah irigasi dan tadah hujan. Lahan sawah tersebar di tiga wilayah kota, yaitu Jakarta Timur seluas 325 ha, Jakarta Barat 297 ha dan Jakarta Utara seluas 593 ha. Penanaman tanaman padi pada lahan sawah irigasi, sangat tergantung pada keberadaan air irigasi. Banyaknya air irigasi mempengaruhi jumlah musim tanam yang bisa dilakukan. Rata-rata persediaan air irigasi lahan sawah yang ada sebanyak dua kali musim tanam. Tabel 17. Perkembangan luas dan jenis lahan pertanian DKI Jakarta No 1 2
Jenis Lahan Basah/sawah Darat/kering Jumlah
2004 2.691 10.911 13.602
Sumber : Diskeltan (2010).
2005 2.516 10.054 12.570
Tahun (ha) 2006 2007 1.446 1.221 8.878 8.589 10.324 9.810
2008 1.152 8.461 9.614
2009 1.187 8.330 9.518
2010 1.180 8.364 9.544
65
Produksi tanaman padi tahun 2009 sebesar 11.013 ton dan ketela pohon 345 ton. Luas panen padi tercatat 1.974 ha dan ketela pohon 26 ha. Rata-rata produksi padi tahun 2009 naik menjadi 55,79 kw/ha dari 50,93 kw/ha tahun 2008 (Diskeltan 2010). Luas panen tanaman padi selama tahun 2010 diperkirakan mencapai 2.015 ha. Bila dilihat dari rata-rata, diperkirakan dalam 1 ha sawah yang ditanam padi memerlukan air untuk pengairan selama 1 kali musim tanam sebanyak 10.000 m 3 sehingga total air yang digunakan untuk pengairan sebanyak 20.150.000 m 3. Selama ini, air pengairan untuk Jakarta berasal dari irigasi waduk Serbaguna Jatiluhur. Melihat produksi tanaman pangan tahun 2010 meliputi padi diperkirakan mencapai 11.164 ton, jagung sebanyak 31 ton, ubi kayu sebanyak 290 ton dan kacang tanah sebanyak 10 ton. Produksi jauh dari cukup untuk mencukupi kebutuhan penduduk DKI Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan, maka pemerintah banyak mengimpor kebutuhan pangan dari daerah lain. Untuk produksi sayuran di DKI Jakarta yang paling banyak adalah kangkung. Selama tahun 2010 produksi kangkung diperkirakan mencapai 17.579 ton, sawi 12.441 ton dan bayam mencapai 5.607 ton. Untuk produksi buah yang paling banyak adalah belimbing, dan selama tahun 2010 produksinya diperkirakan mencapai 4.885 ton dan mangga mencapai 3.308 ton. Buah-buahan yang lain dalam satu tahun produksinya masih dibawah 800 ton. Pada tahun-tahun mendatang akan sulit bagi DKI Jakarta untuk meningkatkan produksi, baik tanaman pangan, sayur maupun buah. Untuk membandingkan produksi atau hasil pertanian pangan di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Lampiran 4,5,6,7 dan 8. Keterbatasan lahan pertanian merupakan penyebab utamanya. Pada saat ini permasalahan yang masih ada dilingkungan para petani adalah penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida yang berlebihan yang dapat mencemari tanah, air, tanaman, sungai atau badan air. 4.5.2. Sub sektor perikanan
Secara geografis lebih dari setengah wilayah Jakarta terdiri dari lautan dengan luas 6.997,5 km2 dan wilayah pesisir Utara, sehingga sub sektor perikanan memiliki potensi secara ekonomi. Di wilayah pesisir Utara Jakarta, sebagian besar penduduknya hidup dari hasil penangkapan ikan. Pada tahun 2008 terjadi penurunan
66
produksi sebesar 1,15 % yaitu dari 146.240 ton di tahun 2007 menjadi 144.552 ton di tahun 2008. Akan tetapi pada tahun 2009 kembali mengalami peningkatan sebesar 0,98 % karena penangkapan ikan meningkat hingga 145.969 ton. Untuk budidaya ikan, baik budi daya laut, budi daya tambak, dan budi daya kolam selama 3 tahun cenderung meningkat. Peningkatan hasil budi daya laut tersebut dari 1.344 ton di tahun 2007 meningkat menjadi 1.902 ton pada tahun 2009, sedangkan budi daya tambak dari 1.751 ton menjadi 2.405 ton, dan budi daya tambak dari 2.682 ton menjadi 3.417 ton. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya konversi lahan tambak di pesisir dan kolam ikan di wilayah daratan menjadi area terbangun (BPS, 2010). Grafik hasil perikanan terlihat pada Gambar 14.
(a)
(b)
Gambar 14. Hasil budidaya, tangkapan dan produksi ikan (ton) (a) dan hasil tangkapan menurut tempat pelelangan (b) di DKI Jakarta 4.5.3. Sub sektor peternakan
Berdasarkan BPS (2010) bahwa ternak besar dan kecil maupun ternak hobi masih cukup banyak dipelihara di wilayah kota, walaupun lahan untuk pemeliharaannya makin sempit atau terbatas. Ternak sapi perah menempati lahan usaha seluas kurang lebih 4,67 ha, dengan sapi perah sejumlah 2.920 ekor. Jakarta Selatan dan Jakarta Timur merupakan wilayah yang masih cukup potensi dalam pemeliharaan sapi perah ini. Di Jakarta Selatan lahan usaha peternakan sapi perah yang tersedia mencakup sekitar 2,50 ha dan Jakarta Timur sekitar 2,05 ha, sisanya di Jakarta Pusat seluas 1,3 ha. Secara umum usaha ternak unggas tahun 2009 populasinya mengalami penurunan, seperti ayam ras turun 45,44%, sedangkan dan itik manila naik 7,88%. Usaha unggas ini menempati total lahan 2,02 ha. Kebutuhan akan daging yang terus meningkat menyebabkan produksi lokal yang mencapai 11,004 ribu ton belum
67
mencukupi, sehingga masih harus mengimpor sebanyak 87,11 ribu ton. Jumlah pemasukan daging hewan menurut asal dan jenisnya tertera pada Gambar 15.
Gambar 15. Jumlah pemasukan daging hewan menurut asal dan jenisnya. 4.5.4. Sub sektor perhutanan
Luas lahan untuk hutan lindung dan cagar alam di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2009 masih sekitar 1.454,30 ha, sementara luas kawasan hutan kota pada tahun 2009 ini masih tetap yaitu 578,82 ha (BPS, 2010) yang tersebar di lima wilayah kota. 4.6. Kondisi Lingkungan Hidup Status lingkungan hidup daerah provinsi DKI Jakarta tahun 2010 adalah suatu gambaran secara umum mengenai kondisi lingkungan dan sebuah jabaran dari segala aktifitas manusia atau masyarakat dalam mengelola lingkungan dan pengaruhnya pada permasalahan sosial, ekonomi dan kesehatan. Berdasarkan BPLHD (2010), bahwa kota Jakarta dengan jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi, keterbatasan lahan dan laju pembangunan yang tinggi, menyebabkan menurunnya daya dukung, fungsi dan kualitas lingkungan hidup kota yang juga memberi dampak serius pada kesehatan penduduk dan terdegradasinya lingkungan dan sumber daya alam. Pencemaran lingkungan yang menonjol diantaranya: (1) pencemaran air (sungai, waduk atau situ, pantai, teluk, laut dan air tanah) yang disebabkan oleh pembuangan limbah domestik dan limbah industri. (2) pencemaran udara yang disebabkan antara lain oleh sektor industri, transportasi dan aktivitas manusia sehari-hari. (3) pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pengelolaan sampah dan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang belum optimal.
68
Menurut Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2009), bahwa kota Jakarta menghasilkan 28.286 m3 sampah per hari, sebanyak 55,37% adalah sampah organik. Sampah organik antara lain seperti sampah sisa makanan, daun pohon, bangkai hewan dan sebagainya. Sementara sampah anorganik mencapai 44,63% dan yang paling dominan adalah sampah kertas sebanyak 20,57% dan plastik sekitar 13,25%. Dari total sampah tersebut diatas hanya sekitar 85,99 % atau sekitar 24.322 m3 yang dapat terangkut per hari. Saat ini Jakarta hanya mempunyai 1 (satu) TPA, yaitu TPA Bantargebang yang letaknya di wilayah Bekasi, dan 1 (satu) PDUK (pusat daur ulang dan kompos) milik swasta. Kondisi ini sangat mempengaruhi kelancaran pengelolaan sampah di DKI Jakarta. Adapun isu utama lingkungan hidup yang terjadi di tahun 2010 tidak berbeda jauh dengan tahun 2009 walaupun sudah banyak dilakukan pembenahan secara signifikan dalam hal pengelolaan lingkungan di wilayah provinsi DKI Jakarta tetapi masalah banjir, pencemaran (situ, sungai, laut, udara), limbah padat dan cair, transportasi, selain itu dalam hal penulisannya juga memuat kebijakan pembangunan daerah berkelanjutan, yang meliputi kebijakan pembangunan lingkungan hidup, kebijakan tata ruang dan kebijakan sosial, ekonomi dan budaya.
4.7. Infrastruktur dan Sarana Lainnya 4.7.1. Kondisi rawa atau situ di wilayah DKI Jakarta
Kondisi alam wilayah kota Jakarta terdapat rawa/situ dengan total luas mencapai 390,90 ha (Lampiran 11). Luas situ atau rawa di Jakarta direncanakan akan mencapai luas 649,39 ha. Wilayah di sebelah Selatan dan Timur Jakarta cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah penduduk. Adapun wilayah Jakarta Barat masih tersedia cukup lahan untuk dikembangkan sebagai daerah perumahan. Kegiatan industri lebih banyak terdapat di Jakarta Utara dan Jakarta Timur sedangkan untuk kegiatan usaha dan perkantoran banyak terdapat di Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. 4.7.2. Kondisi irigasi pengairan dan sungai
Berdasarkan BPLHD Jakarta (2009), hasil pemantauan di beberapa titik pengamatan Sungai Buaran (TPSB1 dan TPSB2) dan Cakung Drain (TPCD1 dan TPCD2) yang meliputi catchment area akhir/hilir adalah wilayah persawahan Jakarta
69
Timur (Cakung) dan Jakarta Utara (Rorotan). Titik pengamatan kali Blencong (TPB1 dan TPB2) meliputi catchment area akhir atau hilir adalah wilayah lahan basah kelurahan Marunda dan sebagian utara kelurahan Rorortan. Indeks pencemar DAS terlihat pada Gambar 16. 40
30 25
28
27
Agustus
B1
14
TP
CD 2 TP
CD 1 TP
2 SB TP
TP
SB
1
16
April
23
20
12
B2
34 30
TP
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Nopember
Keterangan : 0 < IP < 1,0 = Kondisi baik. 1,0 < IP < 5,0 = Cemar ringan 5,0 < IP < 10 = Cemar Sedang. IP >10 Cemar Berat Gambar 16. Indeks pencemar DAS Buaran, Cakung Drain dan Blencong wilayah Jakarta Utara. Data di atas menunjukkan bahwa
sungai Buaran, Cakung Drain dan
Blencong pada status cemar berat dan sedang (indikator warna hitam dan kecoklatan), kecuali pada pemantauan bulan Nopember di bagian tengah dan hulu DAS dalam kondisi ringan. Diduga bahwa terjadinya pencemaran oleh hasil pembakaran kendaraan bermotor, oli bekas dan deterjen yang mengalir sepanjang waktu ke wilayah DAS. Kondisi ini perlu diwaspadai untuk kebutuhan air pertanian dan dapat dikategorikan tercemar sedang dan ringan untuk pertanian lahan basah. Mengamati karakter hidrologi wilayah lokasi kajian, maka sebagian besar merupakan rawa yang dipengaruhi oleh air pasang laut dan merupakan daerah hilir. Wilayah kajian terdapat saluran irigasi dari sungai Bekasi yang dibagi dengan beberapa saluran kuarter dalam hamparan lahan. Mencermati lokasi kajian merupakan wilayah pemukiman dan industri yang padat, maka kualitas airnya sangat dipengaruhi oleh limah industri dan rumah tangga. Di samping itu, air pasang laut sangat mempengaruhi kualitas air untuk budidaya pertanian. Kondisi saluran yang ada umumnya sudah terjadi pendangkalan dan perlu rehabilitasi agar berfungsi optimal. Melihat kenyataan dilapangan bahwa, kondisi debit air untuk pengairan
70
telah menurun dari rencana irigasi semula pada kondisi musim kering debit rendah (minimum) dan debit tinggi (maksimum) pada kondisi musim hujan yang sering mengakibatkan kebanjiran. Kondisi debit air sungai untuk irigasi dikategorikan tidak stabil lagi serta kondisi irigasi dan aliran yang mengalami kerusakan sedang dan ringan, sehingga yang menjadi permasalah utama untuk usaha tani lahan sawah perikanan budidaya. Kondisi volume ketersediaan air pada kondisi musim kemarau, tidak mencukupi lagi yang mengakibatkan pola dan jadwal tanam tidak teratur sebagai lahan sawah beririgasi teknis yang diharapkan 3 kali musim tanam per tahun.