91
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya mempunyai kedudukan geografis pada 07012’ - 07021’ lintang selatan dan 112036’ - 112054’ bujur timur. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, sebelah barat dengan Kabupaten Gresik, dan sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Madura. Topografi Kota Surabaya meliputi Kota pantai, 80% berupa dataran rendah dengan ketinggian 3-6 meter di atas permukaan laut dan kemiringan kurang dari 3%, sedangkan 20% wilayah berupa perbukitan dengan gelombang rendah dengan ketinggian lebih dari 20 - 30 meter dan kemiringan 515% (Bapedal Kota Surabaya 2006). Suhu Kota Surabaya cukup panas, yaitu rata-rata antara 22.60 – 34.10 0C, dengan tekanan udara rata-rata antara 1005.2 – 1013.9 milibar dan kelembaban antara 42 - 97%. Kecepatan angin rata-rata per jam mencapai 12 – 23 km, curah hujan rata-rata antara 120 – 190 mm. Secara administrasi luas daratan wilayah Kota Surabaya ± 32,636.68 Ha dan lautan ± 19039 ha yang terbagi dalam 31 kecamatan, 163 wilayah kelurahan, 1298 Rukun Warga dan 8338 Rukun Tetangga. Urbanisasi merupakan salah satu isu lingkungan Kota Surabaya, tingginya mobilisasi penduduk di Kota Surabaya tiap tahunnya seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian Kota Surabaya, seperti meningkatnya jumlah industri, jumlah hotel, serta jumlah pasar. Peningkatan aktivitas perekonomian ini membuat penduduk dari luar daerah migrasi ke Kota Surabaya. Urbanisasi ini menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk, jumlah pemukiman, jumlah limbah yang akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan peningkatan kebutuhan air bersih serta fasilitas sanitasi lingkungan Kota Surabaya.4.2 Kondisi Iklim Berdasarkan data iklim Surabaya tahun 2008 dapat dianalisa bagaimana kondisi iklim di Kota Surabaya. Kota Surabaya tercatat sebagai kota terpanas kedua setelah Jakarta, disusul Semarang pada peringkat ketiga. Suhu rata-rata minimum 22.6 oC dan maksimum 34.8 oC. Semakin memanasnya suhu Kota
92
Surabaya disebabkan tingginya gas emisi yang dilepas ke udara. Menurut data BLH (2009), sumber emisi terbesar berasal dari gas CO 2 5,480,000 ton/tahun, partikulat (Pb, Zn, Cu dan Cd) 622,560 ton/tahun, dan hidrokarbon 310,000 ton/tahun. Suhu rata-rata bulanan di Kota Surabaya tidak mengalami fluktuasi yang besar. Pada bulan Mei, nilai rata-rata suhunya paling dingin dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain dalam satu tahun, yaitu 20.8 oC. Bulan Agustus, September, dan Oktober tercatat sebagai bulan yang paling panas dalam satu tahun, dengan suhu 35.4 – 36.7 oC. Kelembaban rata-rata di Kota Surabaya minimum 43% dan maksimum 95%. Kelembaban udara tersebut menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Tekanan udara rata-rata minimum adalah 1,005.6 Mbs dan maksimum 1,013.8 Mbs. Data suhu, kelembaban udara, dan tekanan udara selengkapnya, ditunjukkan pada Tabel 22. Tabel 22 Suhu, kelembaban, dan tekanan udara Kota Surabaya tahun 2008 Suhu (oC) Bulan
Maks
Min
Kelembaban (%) Maks
Min
Tekanan Udara (Mbs) Maks
Min
Januari
34.6
23.0
97
48
1,013.4
1,004.8
Februari
33.4
22.8
95
55
1,012.4
1,004.8
Maret
33.7
21.9
98
56
1,013.6
1,004.4
April
34.6
22.6
95
46
1,013.4
1,004.9
Mei
34.8
20.8
94
35
1,014.8
1,006.8
Juni
34.6
21.5
93
39
1,014.3
1,007.2
Juli
33.6
21.4
92
35
1,014.8
1,007.8
Agustus
35.4
22.0
96
40
1,014.2
1,006.7
September
36.2
23.0
89
32
1,015.0
1,006.9
Oktober
36.7
24.4
93
35
1,014.2
1,005.3
November
34.9
24.6
95
49
1,013.2
1,003.4
Desember
34.8
23.7
98
49
1,012.1
1,004.6
Rata-rata
34.8
22.6
95
43
1,013.8
Sumber : Stasiun Meteorologi Perak I Surabaya (2008)dalam BPS (2009).
1,005.6
93
4.3 Tata Guna Lahan Penggunaan lahan Kota Surabaya saat ini didominasi permukiman yang berkembang sangat pesat terutama di Surabaya bagian timur dan barat. Keseluruhan kawasan permukiman menempati lebih dari 42% dari luas kota keseluruhan. Kegiatan perdagangan dan jasa juga cenderung terus bertambah. Pada Tabel 23 ditampilkan komposisi penggunaan lahan Kota Surabaya. Tabel 23 Penggunaan lahan Kota Surabaya No
Penggunaan
Luas (ha)
Persentase
1
Permukiman
13,711.00
42.01
2
Sawah
3,506.19
10.74
3
Tegalan
1,808.90
5.54
4
Tambak
4,982.71
15.27
5
Jasa
2,982.06
9.14
6
Perdagangan
573.32
1.76
7
Industri/Gudang
2,370.38
7.26
8
Tanah Kosong
1,784.90
5.47
9
Lain-lain
918.29
2.81
Sumber: RTRW Kota Surabaya dalam BLH Kota Surabaya (2009).
Perkembangan permukiman yang sangat pesat terutama terjadi di Lakarsantri, Benowo, Wiyung, Sukolilo, dan Rungkut, yang pada umumnya merupakan pengembangan perumahan baru berskala besar. Perkampungan lama umumnya berada di Surabaya bagian tengah. Kawasan Surabaya bagian tengah lebih didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa. Kawasan terbangun di bagian tengah kota dan pada poros utara-selatan juga cenderung berkembang secara intensif, dicirikan dengan semakin banyaknya bangunan bertingkat yang dimanfaatkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa. Kegiatan industri tetap berkembang pada lokasi yang ada, seperti kawasan industri SIER di Rungkut, kawasan dan lokasi industri di Margomulyo, serta kegiatan industri individual yang cenderung berlokasi dengan pola urban sprawl di seluruh penjuru kota, seperti yang terjadi di sepanjang Jalan Mastrip Karang Pilang dan Jalan Kalirungkut.
94
4.4 Kondisi Hidrolis dan Debit Air Kali Surabaya Pada setiap segmen, penampang Kali Surabaya tidak seragam. Terdapat dua faktor penting yang merupakan bagian dari sifat hidrolika Kali Surabaya, yaitu kedalaman dan kecepatan air. Menurut Dinas PU Pengairan Jawa Timur (2004), profil memanjang dan profil melintang Kali Surabaya bervariasi. Bagian hulu mulai dari Mlirip sampai Driyorejo, lebar Kali Surabaya berkisar 30 – 35 m, kedalaman di tengah 2 – 3 m, dan kedalaman di tepi 0.5 – 1.0 m. Bagian hilir mulai Driyorejo sampai Jagir, lebar Kali Surabaya sekitar 50 – 60 m, kedalaman di tengah 3.5 – 7.0 m, dan kedalaman di tepi 1.0 – 1.5 m. Kondisi hidrolisis Kali Surabaya dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Kondisi hidrolis Kali Surabaya Km 42.3 – 36.9
Kedalaman Sungai Rata-rata (m) 3.54
Lebar Sungai Rata-rata (m) 32.22
Kecepatan Aliran Rata-rata (m/detik) 0.36
36.9 – 31.6
3.05
43.82
0.39
31.6 – 21.7
3.19
39.32
0.41
21.7 – 11.9
2.96
42.22
0.41
11.9 – 5.6
4.31
47.14
0.22
5.6 – 2.6
3.95
51.18
0.18
2.6 – 0.0
3.66
52.73
0.20
Sumber : PU Pengairan Jatim (diacu dalam PJT I 2008).
Debit air Kali Surabaya dipengaruhi oleh curah hujan. Secara kuantitas, Kali Surabaya menunjukkan pola perubahan debit yang seragam sepanjang tahun. Pada bulan Desember sampai Mei, debit air Kali Surabaya di beberapa titik pantau/pengukuran menunjukkan nilai yang besar, antara 50 – 100 m3/detik, sedangkan pada bulan Juni sampai November angka debit berkisar 20 – 40 m3/detik. Pola perubahan debit yang konsisten pada bulan-bulan di atas, dapat dibedakan debit Kali Surabaya karena pengaruh musim hujan dan musim kemarau. Debit Kali Surabaya menjadi besar karena pengaruh jumlah hujan di daerah tangkapan hujan. Rata-rata debit aliran Kali Surabaya karena pengaruh musim hujan dan musim kemarau disajikan pada Tabel 25.
95
Tabel 25 Debit aliran Kali Surabaya Debit air (m3/det) Musim hujan Musim kemarau 29.2 21.2
Lokasi Dam Mlirip
Rata-rata (m3/det) 24.18
Jemb Perning
63.2
33.5
48.34
Dam Gunungsari
50.2
16.2
32.69
Sumber: Pemantauan PJT I 2003-2007.
Perum Jasa Tirta I melakukan pengukuran debit air Kali Surabaya secara periodik harian pada empat lokasi pengukuran, yaitu Dam Mlirip, Jembatan Perning, Dam Gunungsari, dan Dam Jagir. Sebagai gambaran, disajikan grafik debit bulanan dan rata-rata tahunan aliran Kali Surabaya (hasil olahan) di Dam Gunungsari selama enam tahun (Gambar 11). Gambar 11, menunjukkan bahwa debit air Kali Surabaya berfluktuasi setiap tahunnya dan terdapat perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau.
(a)
(b)
Gambar 11 (a) Pola perubahan debit aliran Kali Surabaya (Dam Gunungsari) (b) Debit rerata tahunan di Dam Gunungsari (diolah dari data PJT I). 4.5 Kondisi Sosial Ekonomi 4.5.1 Kependudukan Jumlah penduduk Kota Surabaya pada tahun 2008 mencapai 2,902,507 orang terdiri atas 1,453,135 jiwa penduduk laki-laki (50.06%) dan 1,449,372 jiwa penduduk perempuan (49.94%), dengan tingkat kepadatan 86.7 jiwa/ha dan pertumbuhan rata-rata sekitar 1.67 persen per tahun. Menurut BLH Kota Surabaya (2009), populasi penduduk yang bersifat administratif ini berbeda dengan kondisi yang sesungguhnya. Pada kenyataannya pada siang hari jumlah
96
penduduk Surabaya diperkirakan bertambah sekitar 30% dari jumlah tersebut. Perkembangan pembangunan Kota Surabaya yang cukup pesat menimbulkan daya tarik bagi daerah sekitar untuk datang ke Kota Surabaya, sehingga mengakibatkan jumlah penduduk Kota Surabaya menjadi semakin bertambah. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin tiap kecamatan di Kota Surabaya pada tahun 2008 diperlihatkan pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Bubutan Simokerto Tegalsari Genteng Semampir Pabean Cantikan Krembangan Kenjeran Bulak Gubeng Tambaksari Sukolilo Mulyorejo Rungkut Tenggilis Mejoyo Gunung Anyar Wonokromo Sawahan Wonocolo Jambangan Gayungan Karang Pilang Wiyung Dukuh Pakis Tandes Asemrowo Sukomanunggal Benowo Pakal Lakarsantri Sambikerep Jumlah
Laki-Laki 57 960 52 896 59 422 34 308 97 330 47 552 63 138 59 088 17 614 77 827 110 930 49 779 39 608 45 786 27 754 23 312 93 637 111 140 40 359 21 689 22 665 34 939 29 944 30 104 47 232 19 579 48 923 21 363 18 537 23 333 25 387 1 453 135
Perempuan 57 918 53 634 60 049 35 383 95 856 46 303 62 021 57 659 17 501 79 427 112 219 49 583 39 771 45 716 27 726 23 315 93 176 112 117 40 268 21 272 22 484 34 470 29 846 29 826 47 015 18 908 48 440 21 220 18 180 22 956 25 113 1 449 372
Jumlah 115 878 106 530 119 471 69 691 193 186 93 855 125 159 116 747 35 115 157 254 223 149 99 362 79 379 91 502 55 480 46 627 186 813 223 257 80 627 42 961 45 149 69 409 59 790 59 930 94 247 38 487 97 363 42 583 36 717 46 289 50 500 2 902 507
Sumber: BPS (2009), Dinas Kependudukan dan Capil Kota Surabaya, 2009.
Berdasarkan komposisi kelompok umur/struktur usia pada tahun 2008 proporsi terbanyak penduduk Kota Surabaya adalah pada kelompok usia 26 – 40 tahun sebanyak 804,235 jiwa (28.32%) dan 41-59 tahun 624,356 jiwa (21.99%), sedangkan proporsi terkecil adalah kelompok umur 17 tahun sebanyak 49,079 jiwa (1.73%) dan 6 – 9 tahun 185,481 jiwa (6.53%). Komposisi penduduk
97
berdasarkan profesi yang terbanyak adalah pegawai swasta (23.34%), selanjutnya adalah sebagai ibu rumah tangga (18.21%) dan sebagai pelajar/ mahasiswa (18.00%). Persentase penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, pembantu, petani, dan buruh berturut-turut adalah 0.09, 0.14, 0.27 dan 0.44%. Berdasarkan data penduduk tahun 2003 – 2009, jumlah penduduk Kota Surabaya cenderung mengalami peningkatan dari 1.21 – 2.58 % dengan rata-rata pertumbuhan 1.67 %. Tabel 27 memperlihatkan keadaan penduduk Kota Surabaya menurut jenis kelamin tahun 2003 – 2009. Tabel 27 Keadaan penduduk Kota Surabaya tahun 2003-2009 Tahun 2003
Penduduk Laki-laki 1 337 982
Penduduk Perempuan 1 321 584
Jumlah 2 659 566
2004
1 353 886
1 337 780
2 691 666
2005
1 377 951
1 362 539
2 740 490
2006
1 399 385
1 384 811
2 784 196
2007
1 421 573
1 407 979
2 829 552
2008
1 453 135
1 449 372
2 902 507
2009
1 474 874
1 463 351
2 938 225
Sumber : Dinas Kependudukan dan Capil Kota Surabaya ( 2009) dan ILPPD (2009).
Peningkatan jumlah penduduk di Kota Surabaya akan menimbulkan berbagai dampak berantai dan saling berkaitan dengan yang lain, misalnya pertambahan penduduk akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan sumber daya alam dan
lingkungan, air bersih, sanitasi lingkungan, ketersediaan
pendidikan, lapangan kerja dan fasilitas lainnya, yang pada akhirnya akan menimbulkan beban bagi lingkungan hidup dan secara otomatis daya dukung lingkungan akan semakin berat sehingga pada akhirnya akan terjadi degradasi lingkungan dan dampak sosial ekonomi. Menurut Bapedal Kota Surabaya (2007), kendala yang dihadapi akibat pertumbuhan penduduk adalah : a. Peningkatan penggunaan sumber daya alam (sumber daya air) b. Peningkatan kuantitas limbah hasil kegiatan (limbah padat, cair) c. Peningkatan kebutuhan sosial ekonomi. 4.5.2 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan utuk melihat perkembangan kota, termasuk tingkat kecerdasan masyarakat. Komposisi
98
penduduk kota Surabaya berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2008 terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SD sebanyak 777,801 (27.49%) kemudian SLTP sebanyak 753,881 jiwa (26.64%) serta tidak sekolah berjumlah 601,740 (21.27%). Data komposisi (%) penduduk Kota Surabaya tahun 2008 berdasarkan tingkat pendidikan selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 12.
Pascasarjana, 0.67 Universitas, 8.38 Akademi, 1.64 Tidak sekolah, 21.27
SD, 27.49
SLTA, 13.91
SLTP, 26.64
Gambar 12 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan. (Sumber: BPS 2009) 4.5.3 Kondisi Ekonomi Kondisi ekonomi Kota Surabaya secara umum dapat dilihat dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), pendapatan per kapita, tingkat investasi, dan perkembangan sektor industri dan jasa serta perdagangan. Struktur ekonomi Surabaya ditopang oleh sektor tersier. Terdapat tiga sektor terbesar yang menjadi leading sector perekonomian Surabaya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pada tahun 2009 ketiga sektor tersebut telah memberikan kontribusi sebesar 76.72% terhadap keseluruhan produk domestik bruto Surabaya. Kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap total PDRB Surabaya pada tahun 2009 sebesar 39.13% dan menempati posisi pertama untuk konstribusinya dalam perekonomian Surabaya. Diikuti oleh sektor industri pengolahan, sebagai kontributor kedua sebesar 28.77%. Kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8.81%. Sektor lain memiliki tingkat kontribusi lebih kecil dibanding ketiga sektor di atas. Sektor kontruksi dan sektor jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 6.56% dan 6.64%. Kontribusi sektor keuangan, persewaan dan
99
jasa perusahaan sebesar 5.63%. Kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 4.36%, sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian masing-masing sebesar 0.09% dan 0.01%. Berdasarkan data BPS Kota Surabaya (2009), PDRB Kota Surabaya mengalami peningkatan dari Rp 123,792,042 juta (tahun 2007) menjadi Rp 149,792,615 juta pada tahun 2008, sedangkan menurut ILPPD (2009), pada tahun 2009 PDRB Kota Surabaya mencapai Rp 154,242,136 juta (Atas Dasar Harga Berlaku, ADHB). PDRB Kota Surabaya disumbang oleh sembilan sektor ekonomi yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik gas dan air bersih; sektor konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Dari kesembilan sektor tersebut sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang menyumbang PDRB paling besar yaitu sebesar Rp 60,349,244 juta. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua yaitu mencapai Rp 44,382,834 juta (ADHB). Pendapatan perkapita Kota Surabaya juga menunjukkan peningkatan dari Rp 38,804,700 (tahun 2007) menjadi Rp 46,945,340 pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 pendapatan per kapita mencapai Rp 53,186,943. Besarnya pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya tahun 2009 sebesar 5.51% masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar (4.77%) dan Nasional (4.50%) (ILPPD 2009), namun lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya pada tahun 2006 dan 2007 yang masingmasing mencapai 6.31% dan 6.23% (BPS 2009).