BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI PENJUALAN DAN PENGELOLAAN PIUTANG USAHA PADA PT MOTO PRIMA Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai pelaksanaan audit operasional pada PT. Moto Prima, dimana pembahasan tersebut akan dibatasi pada fungsi penjualan baik penjualan kredit maupun penjualan tunai dan pengelolaan piutang usaha perusahaan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dalam melaksanakan audit operasional diperlukan persiapan dan perencanaan yang baik sehingga pada akhirnya dapat mengatasi masalah yang dihadapi perusahaan. Pelaksanaan audit operasional atas penjualan dan pengelolaan piutang usaha ini harus dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam melaksanakan audit operasional ini antara lain survey pendahuluan dan evaluasi (penelaahan dan pengujian) atas sistem pengendalian manajemen perusahaan. Penulis juga akan menyusun audit program untuk tahap audit rinci yang merupakan kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan audit. IV.1. Tujuan Audit operasional atas Fungsi Penjualan dan Pengelolaan Piutang Usaha Tujuan audit operasional atas fungsi penjualan dan pengelolaan piutang usaha pada PT. Moto Prima adalah sebagai berikut :
55
1. Untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan penjualan kredit dan penjualan tunai perusahaan sudah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. 2. Untuk menilai apakah fungsi penjualan dan pengelolaan piutang usaha perusahaan sudah efisien dan efektif. 3. Untuk mendeteksi adanya kelemahan dalam kegiatan penjualan kredit, penjualan tunai dan pengelolaan piutang usaha perusahaan serta mengembangkan rekomendasi guna mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam kegiatan fungsi penjualan dan pengelolaan piutang usaha. IV.2. Program Kerja Audit Program kerja audit atas fungsi penjualan dan pengelolaan piutang usaha yang akan dilaksanakan yaitu : 1. Survey Pendahuluan, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi umum mengenai auditan, tentang kegiatan operasi auditan khususnya penjualan kredit, penjualan tunai dan pengelolaan piutang usaha. 2. Evaluasi
sistem
pengendalian
manajemen,
tujuannya
adalah
untuk
mengidentifikasi adanya kelemahan pada sistem pengendalian manajemen dan dampaknya terhadap perusahaan serta untuk mengembangkan TAO (Tentative Audit Objective) menjadi FAO (Finding Audit Objective). 3. Pengembangan hasil temuan dan menetapkan unsur-unsur temuan seperti kondisi, kriteria, sebab, akibat dan rekomendasi.
56
IV.3. Survei Pendahuluan Dalam tahap survey pendahuluan ini, dapat diperoleh informasi mengenai kegiatan penjualan perusahaan sebagai sumber pendapatan perusahaan dan bagaimana pencatatan dan pengelolaan piutang yang dilakukan di perusahaan karena tahap survey pendahuluan ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kegiatan usaha perusahaan. Prosedur Pemeriksaan 1. Mengumpulkan data dan informasi mengenai struktur organisasi perusahaan, uraian tugas dari setiap bagian yang terkait dengan fungsi penjualan dan piutang usaha serta prosedur penjualan dan penagihan piutang usaha. 2. Mempelajari struktur organisasi dan job description perusahaan. 3. Melakukan wawancara lisan terhadap pejabat perusahaan, yaitu dengan Manajer Pemasaran dan Manajer Keuangan dan Akuntansi serta bagian terkait lainnya. 4. Mempelajari prosedur proses penjualan tunai dan penjualan kredit, pengelolaan piutang usaha beserta proses penagihannya. 5. Mengamati pelaksanaan fungsi penjualan tunai dan penjualan kredit dan pengelolaan piutang usaha yang berjalan dalam perusahaan. Hasil Pemeriksaan Dalam melaksanakan survey pendahuluan ini, penulis memperoleh beberapa informasi mengenai kondisi dan keadaan perusahaan secara fisik, yaitu : 1. Kondisi kantor pusat yang berlokasi di Jl. RS. Fatmawati No. 15 A, Gandaria Selatan Cilandak – Jakarta Selatan sangat memadai, dimana terdiri dari 3 lantai untuk showroom, gudang dan ruang kantor. Juga terdapat beberapa showroom
57
lain, yakni di Auto Mall – Soedirman dan di Banjarmasin – Kalimantan Selatan, dimana masing-masing showroom memiliki gudang dan bengkel. PT. Moto Prima juga memiliki 1 buah gudang utama yang berkawasan di Kawasan Industri dan Pergudangan BSD sektor 1 – Tangerang. 2. Produk-produk yang dijual oleh perusahaan adalah berupa kendaraan bermotor (mobil dan motor) built-up, aksesoris dan suku cadang dari kendaraan bermotor tersebut. 3. Setiap bulannya, tiap-tiap showroom dapat menjual lebih dari 30 motor, 2-3 penjualan mobil, dan puluhan penjualan aksesoris dan suku cadang kendaraan bermotor. 4. Jumlah karyawan dari PT. Moto Prima adalah kurang lebih 100 orang karyawan. IV.4. Penelaahan dan Pengujian Sistem Pengendalian Manajemen Tujuan dari tahap penelaahan dan pengujian sistem pengendalian manajemen ini adalah untuk menguji dan mengevaluasi efisiensi dan efektifitas pengendalian yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Prosedur Pemeriksaan Dalam tahap ini penulis menggunakan suatu daftar pertanyaan mengenai pengendalian internal yaitu Internal Control Questionnaires (ICQ). Daftar pertanyaan untuk pengendalian internal atas fungsi penjualan dan piutang usaha pada PT. Moto Prima adalah sebagai berikut :
58
PT MOTO PRIMA INTERNAL CONTROL QUESTIONNAIRES No. Pertanyaan
Y
T
TR
Penjualan 1.
Apakah perusahaan membuat target penjualan?
2.
Apakah perusahaan menggunakan daftar harga (price list)?
3.
x
Apakah penyimpangan dari daftar harga harus disetujui x
oleh manajer pemasaran? 4.
Apakah perusahaan mempunyai pedoman pemberian x
potongan secara tertulis? 5.
x
Apakah untuk setiap penjualan dibuat sales confirmation x
kepada pelanggan dan ditandatangani? 6.
Apakah order pembelian dari pelanggan harus disetujui oleh manajer pemasaran mengenai harga, syarat kredit x
dan syarat lainnya? 7.
Apakah digunakan formulir pesanan penjualan yang x
diberi nomor urut cetak (prenumbered)? 8.
Apakah setiap pengiriman barang didasarkan pada surat x
jalan – SJ (delivery order – DO)? 9.
Apakah SJ : a. Terkontrol dengan pemberian nomor urut tercetak
59
x
(prenumbered)? b. Hanya orang tertentu yang berhak mengotorisasi?
x
c. Barang yang dikirim terlebih dahulu dicocokkan x
dengan SJ? d. Bagian akuntansi cukup mengawasi urutan SJ dan
x
isinya? e. Langsung dikirim kepada pembuat faktur?
x
f. Dikaitkan dengan faktur untuk menjamin SJ telah x
dibuatkan fakturnya? 10.
Apakah faktur penjualan : a. Terkontrol dengan pemberian nomor urut tercetak x
(prenumbered)? b. Bagian akuntansi cukup mengawasi urutan faktur?
x
c. Bagian akuntansi memeriksa ketepatan : -
Jumlah kuantitas yang dikirim?
x
-
Harga?
x
-
Perhitungan?
x
-
Syarat kredit?
x
11.
Apakah faktur yang batal tersimpan untuk pemeriksaan?
12.
Apakah fungsi penjualan terpisah dari :
x
-
Bagian keuangan?
x
-
Bagian akuntansi?
x
60
13.
-
Bagian penyimpanan?
-
Bagian kredit?
x x
Apakah perusahaan selalu melakukan survey terhadap pelanggan yang baru melakukan transaksi pertama kali x
dengan perusahaan? 14.
Apakah
penyelesaian
pesanan
pelanggan
selalu x
diselesaikan tepat waktu? 15.
Apakah perusahaan selalu melakukan pengecekan fisik x
barang sebelum dikirim? 16.
Apakah pengiriman barang selalu disetujui oleh manajer x
keuangan dan akuntansi? 17.
Apakah dibuat surat kontrak kerja dengan perusahaan jasa x
Pengiriman untuk pesanan pelanggan? 18.
Apakah penjualan tersebut di bawah ini prosedurnya sama dengan penjualan kredit : x
a. Penjualan tunai?
19.
b. Penjualan Cash on Delivery (COD)?
x
c. Penjualan kepada karyawan?
x
d. Penjualan barang rusak?
x
Apakah nota kredit : a. Terkontrol
dengan
pemberian
nomor
x
tercetak?
urut
61
x
b. Diotorisasi oleh orang tertentu? c. Blanko yang belum digunakan terkontrol dengan
x
baik? 20.
Apakah dibuat daftar formulir-formulir : a. Pesanan penjualan?
x
b. Surat jalan?
x
c. Faktur?
x
d. Nota kredit?
x
21.
Bila “Ya”, apakah dicatat secara up-to-date?
22.
Retur penjualan :
x
a. Apakah harus mendapatkan persetujuan manajer x
pemasaran? b. Apakah dibuat berita acara penerimaan kembali
x
barang? c. Apakah barang yang dikembalikan dibukukan dalam : -
Kartu gudang?
x
-
Buku persediaan?
x
d. Apakah bagian akuntansi mencocokkan nota kredit dengan berita acara penerimaan kembali x
barang? 23.
Apakah sistem informasi penjualan meliputi :
62
a. Anggaran penjualan?
x
b. Grafik tren penjualan?
x
c. Laporan tertulis penjualan?
x
d. Penjelasan atas penyimpangan-penyimpangan?
x
24.
Apakah bagian penagihan terpisah dari fungsi akuntansi?
x
25.
Apakah terdapat pengawasan terhadap pelaksanaan x
prosedur penjualan oleh internal auditor? 26.
Apakah prosedur penjualan tampak cukup efisien?
x
Piutang Usaha 27.
x
Apakah dibuat kartu piutang? Bila “Ya” : a. Apakah secara bulanan atau kuartalan diadakan pencocokkan buku besar piutang dengan kartu
x
piutang?
28.
29.
b. Apakah pengamanan fisik kartu piutang cukup?
x
c. Apakah hanya orang tertentu yang memegangnya?
x
Apakah pencatatan di kartu piutang : a. Sering bergilir?
x
b. Terpisah dari yang mengerjakan buku besar?
x
Apakah akun piutang piutang per pelanggan secara periodic diteliti mengenai : x
a. Pelanggan yang sering terlambat?
63
30.
b. Bukti adanya salah pembebanan?
x
c. Bukti adanya pelunasan sebagian-sebagian?
x
d. Bukti adanya penghapusan yang tidak dilaporkan?
x
e. Sesuatu ketidaklaziman?
x
Apakah
setiap
bulan
dikirimkan
rekening
koran x
(statement of account) kepada pelanggan? 31.
Apakah piutang yang telah dihapuskan masih tetap x
dilakukan usaha-usaha penagihannya? 32.
Apakah proses penagihan piutang telah dilakukan x
sebagaimana mestinya? 33.
Apakah perselisihan dengan pelanggan ditangani oleh bagian kredit atau atasan atau orang lain yang dikuasakan dan tidak dilakukan oleh kasir atau petugas administrasi x
piutang? 34.
Bila perusahaan memberikan potongan yang lebih besar dari biasanya, apakah harus mendapatkan persetujuan khusus dari manajer pemasaran dan bagian penjualan?
35.
Apakah koreksi atas faktur dan penghapusan piutang harus disetujui manajer keuangan dan akuntansi?
36.
selalu
diamankan
untuk
mencegah x
penyalahgunaan?
x
Apakah bukti untuk penagihan atas piutang yang telah dihapuskan
x
64
37.
Apakah secara periodic dibuat analisis umur piutang (aging analysis) dan yang sudah lama jatuh tempo ditindaklanjuti?
x
38.
Apakah catatan piutang di-update setiap hari?
x
39.
Apakah
terdapat
kebijakan
manajemen
tentang x
penghapusan piutang? 40.
Apakah surat pernyataan piutang dibuat oleh orang yang x
tidak menangani catatan penerimaan kas? 41.
Apakah surat pernyataan piutang dikirimkan oleh orang yang tidak berhubungan dengan bagian piutang?
42.
43.
x
Apakah faktur dan surat jalan diikutsertakan dalam melakukan penagihan piutang?
x
Apakah untuk penagihan dibuatkan bukti kuitansi?
x
Bila “Ya” : a. Apakah kuitansi tersebut memiliki nomor urut x
tercetak? b. Apakah kuitansi dibuat setelah diperiksa lebih dahulu ke masing-masing saldo piutang?
x
c. Apakah bagian akuntansi memperhatikan urutan x
nomornya? 44.
Apakah penerimaan berupa cek mundur/giro (post dated x
cheque) diberikan ke bagian akuntansi?
65
45.
Apakah hasil penagihan langsung diserahkan kepada kasir dalam waktu yang tidak terlalu lama dan dalam jumlah yang seharusnya diterima?
46.
x
Apakah pelanggan melunasi hutangnya dengan cek/giro selalu tepat waktu?
47.
x
Apakah pelanggan yang tidak melunasi piutang pada saat jatuh tempo dikenakan sangsi pinalti?
48.
x
Apakah dibuat penyisihan atas piutang yang tidak dapat ditagih?
49.
x
Apakah sering dilakukan perputaran jabatan pada bagian piutang?
50.
Apakah
x pada
cek
mundur
yang
diterima
telah
dicantumkan nama perusahaan/klien? 51.
x
Apakah bagian akuntansi mengadakan jurnal khusus untuk penerimaan cek mundur?
x
Tabel IV. 4. Internal Control Questionnaires (ICQ) IV.4.1. Hasil Temuan Audit operasional atas Fungsi Penjualan dan Pengelolaan Piutang Usaha Berdasarkan hasil dari wawancara, hasil dari internal control questionnaires (ICQ) dan program pemeriksaan atas penjualan kredit dan piutang usaha dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern perusahaan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari :
66
1. Penjualan dilakukan berdasarkan atas order penjualan yang telah diotorisasi oleh manajer pemasaran, dan terdapat kebijakan dan prosedur penjualan serta pengelolaan piutang usaha secara tertulis. 2. Telah digunakan formulir-formulir yang cukup memadai, misalnya : -
Bernomor urut tercetak sehingga dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
-
Nama formulir sudah tercantun dengan jelas. Hal ini mempermudah untuk mengidentifikasikannya.
-
Tembusan dari setiap formulir sudah memiliki warna yang berbeda sehinggan mempermudah pendistribusian antara bagian di perusahaan.
3. Setiap pengiriman barang selalu berdasarkan pada delivery order sehingga menjamin tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari manajer keuangan dan akuntansi. 4. Setiap mendapat pesanan dari pelanggan, dilakukan pengecekan baik terhadap status kredit maupun ketersediaan barang di gudang. 5. Bagian akuntansi melakukan rekonsiliasi bank setiap bulannya sehingga perusahaan dapat melakukan koreksi dengan segera jika terjadi kesalahan serta dibuatnya laporan keuangan dan laporan penjualan olah bagian akuntansi secara periodik kepada pimpinan dan pemegang saham perusahaan. 6. Dilakukan pengecekan fisik terhadap laporan tertulis (stock opname) secara berkala, baik di kantor maupun di gudang. Walaupun sistem pengendalian intern perusahaan sudah cukup baik, dapat diperoleh pula kelemahan-kelemahan atas pengendalian intern yang masih perlu
67
mendapat perhatian dan penyempurnaan dari pihak manajemen perusahaan. Kelemahankelemahan yang masih terdapat pada PT. Moto Prima antara lain : 1. Sales confirmation (SC) tidak ditanda tangani oleh pelanggan ketika dealing hanya dilakukan melalui telepon. Ketika dilakukan observasi, penulis menemukan bahwa seringkali bagian penjualan melakukan dealing dengan pelanggan melalui telepon dan sales confirmation yang sudah disetujui oleh manajer pemasaran tidak ditanda tangani oleh pelanggan. Setelah dilakukan wawancara kepada bagian penjualan tersebut untuk memastikan kondisi tersebut, ternyata hal ini sudah sering dilakukan dalam menerima pesanan pelanggan. Menurut prosedur penerimaan pesanan yang telah ditetapkan perusahaan, SC harus disetujui oleh pelanggan dengan cara membubuhkan paraf pada kolom yang sudah tersedia. SC yang sudah diparaf tersebut digunakan sebagai bukti kesepakatan tertulis antara pelanggan dengan perusahaan. Kondisi ini dapat terjadi karena karyawan di bagian penjualan merasa prosedur terlalu rumit dan bertele-tele. Mereka sama sekali tidak memahami apa yang ingin dicapai control. Bagi mereka tanpa ada tanda tangan dari pelanggan, penjualan tetap akan terjadi dan akan jauh lebih efektif bila tidak menunggu SC untuk diparaf. Tentunya, pengendalian yang baik akan gagal diterapkan karena aspek perilaku karyawan di bagian penjualan. Hal ini menyebabkan terjadinya salah penanganan pesanan atau pesanan pelanggan bersangkutan tidak diproses. Dari 10 Sales Confirmation yang diperiksa, terdapat 2 transaksi yang terjadi salah penanganan (kesalahan bagian penjualan dalam
68
meng-input spesifikasi barang) dan tidak diproses, yang membuat krisis kepercayaan dari pelanggan. Dampak negatif lainnya adalah dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan seperti piutang tak tertagih karena adanya penyimpangan yang dilakukan oleh bagian penjualan. Penyimpangan tersebut dapat berupa adanya penjualan fiktif. Sebaiknya setiap dealing yang dilakukan melalui telepon juga harus disertai dengan dokumen tertulis. Sales confirmation harus disetujui oleh manajer pemasaran dan harus dikirimkan ke pelanggan untuk diparaf dan difax kepada bagian penjualan. Ini merupakan salah satu bentuk pengendalian yang dijalankan perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan melalui menejemennya harus mengkomunikasikan kepada karyawan mengenai pelaksanaan control dan tujuannya. 2. Pimpinan perusahaan seringkali melakukan transaksi penjualan. Dalam melakukan pemesanan barang, biasanya pelanggan lama yang sudah mengenal para pemegang saham langsung melakukan transaksi penjualan dengan pimpinan perusahaan. Transaksi tersebut tidak dibuatkan faktur penjualan dan hanya disertai dengan pembuatan SPK (Surat Pesanan Kendaraan). Hal ini tentu saja mengakibatkan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan tidak berjalan dengan efektif, sehingga tidak ada pengawasan dalam transaksi tersebut. Berdasarkan prosedur yang ada di dalam perusahaan, transaksi penjualan harus dilakukan oleh bagian penjualan dengan persetujuan dari manager pemasaran. Sedangkan salah satu tugas dari pimpinan perusahaan adalah menjaga kelancaran kegiatan operasional perusahaan dalam mengawasi proses terjadinya penjualan dan kelengkapan dokumen dari transaksi tersebut.
69
Hal ini disebabkan karena pimpinan perusahaan tidak ingin mengecewakan pelanggan yang sudah melakukan pembicaraan langsung mengenai barang yang akan dipesan, sehingga pimpinan langsung memberikan harga dan besarnya potongan penjualan yang akan diberikan. Akibatnya, pengawasan dalam melakukan penjualan menjadi berkurang dan hal ini juga menyulitkan bagian penjualan dalam membuat rekapitulasi penjualan di akhir periode, karena bagian penjualan tidak mempunyai dokumen mengenai transaksi penjualan tersebut. Pimpinan perusahaan tentu saja dapat menerima pesanan secara langsung dari pelanggan, akan tetapi sebaiknya pesanan tersebut di konfirmasikan kembali ke bagian penjualan agar pesanan tersebut dapat dicatat dan kemudian dibuat semua dokumen yang diperlukan. Dengan demikian prosedur dan kebijakan yang telah dibuat, dapat dilakukan dengan sebagaimana mestinya. 3. Bagian penjualan tidak dipisahkan dari bagian kredit. Dalam hal ini, diketahui bahwa bagian penjualan merangkap sebagai bagian kredit dalam melaksanakan suatu transaksi penjualan. Seharusnya ada pemisahan tugas antara bagian penjualan dan bagian kredit, dimana kedua bagian tersebut mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing. Hal
ini
disebabkan
karena
perusahaan
menginginkan
dalam
aktifitas
operasionalnya dapat lebih efisien dengan penghematan biaya tenaga kerja sehingga dilakukannya perangkapan tugas antara kedua bagian ini. Selain itu, perusahaan menganggap bahwa bagian penjualan lebih mengetahui kondisi pelanggan, sehingga kedua bagian ini digabungkan begitu saja.
70
Akibat dari tidak terpisahnya kedua bagian ini adalah masing-masing bagian tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Untuk memperbaiki keadaan ini, penulis menyarankan untuk melakukan pemisahan tugas antara bagian penjualan dan bagian kredit. Karena, dalam melakukan transaksi penjualan fungsi penjualan mempunyai kecenderungan untuk melakukan penjualan sebanyak-banyaknya yang biasanya mengabaikan kemungkinan dapat ditagih atau tidaknya piutang yang akan timbul. Oleh karena itu diperlukan pengecekan status kredit pelanggan oleh bagian kredit sebelum dilakukan transaksi penjualan. Dengan dipisahkannya kedua fungsi tersebut, kemungkinan risiko tidak tertagihnya piutang dapat dikurangi. 4. Perusahaan tidak mengirimkan surat pernyataan piutang (statement of account) secara periodik kepada pelanggan. Berdasarkan dari hasil wawancara, diketahui bahwa perusahaan tidak mengirimkan surat pernyataan piutang secara periodik kepada setiap debiturnya. Praktik yang sehat dapat diciptakan dengan cara memeriksa secara periodik ketelitian dan kebenaran catatan akuntansi yang diselenggarakan oleh perusahaan dengan catatan akuntansi yang diselenggarakan oleh pihak di luar perusahaan. Untuk dapat mengecek ketelitian catatan piutang perusahaan secara periodik perusahaan harus membuat dan mengirimkan surat pernyataan piutang kepada setiap debiturnya 2 (dua) bulan sekali sehingga debitur dapat mengetahui besar hutangnya kepada perusahaan. Kondisi ini disebabkan karena perusahaan menganggap bahwa data yang dimiliki telah mencerminkan saldo piutang yang sebenarnya tanpa harus melakukan pencocokkan catatan akuntansi piutang dengan setiap debiturnya.
71
Hal ini mengakibatkan pada saat dilakukan penagihan piutang, terjadi perbedaan saldo piutang antara perusahaan dengan pelanggan. Dan juga hal tersebut menimbulkan keterlambatan pembayaran piutang perusahaan. Dari sampling 15 transaksi, 9 transaksi ditemukan bahwa pelanggan selalu terlambat membayar piutang sampai 3 bulan dari tanggal jatuh tempo, sehingga berakibat terdapat penumpukkan penagihan kepada pelanggan dan tidak dibayarnya piutang perusahaan yang akan sangat merugikan perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang dapat terganggu. Sebaiknya perusahaan melalui bagian piutang mengirimkan surat pernyataan piutang secara periodik kepada pelanggan minimal 2 (dua) bulan sekali dengan mencantumkan saldo piutang beserta rincian faktur. Dengan dikirimkan surat pernyataan piutang secara periodik kepada pelanggan akan memberikan keuntungan kepada perusahaan yaitu catatan piutang akan memiliki tingkat keandalan yang tinggi dan memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan perusahaan. 5. Proses penagihan piutang seringkali dilakukan oleh bagian penjualan. Dalam pelaksanaan kegiatan, penagihan piutang yang seharusnya dilakukan oleh bagian penagihan dilakukan oleh bagian penjualan. Hal ini diperbolehkan oleh perusahaan, karena dianggap lebih efektif dan efisien apabila dilakukan oleh tenaga penjualan, karena tenaga penjualan dianggap lebih mengetahui kondisi para pelanggan. Untuk dapat menghasilkan kinerja yang baik di dalam perusahaan, seharusnya terdapat pemisahan fungsi antara bagian penagihan dan bagian penjualan agar dapat meminimalisasi kerugian-kerugian yang mungkin akan terjadi, seperti penggelapan uang
72
kas di perusahaan serta penumpukan beban kerja pada karyawan di masing-masing bagian. Perusahaan membiarkan hal ini dikarenakan perusahaan menganggap bahwa bagian penjualan bertanggung jawab terhadap pelanggan, walaupun terdapat bagian penagihan sendiri. Tetapi, bagian penjualan dan tenaga penjualan dianggap sebagai “ujung tombak” perusahaan yang dapat memajukan maupun merugikan perusahaan. Semua itu dengan pertimbangan sejauh tidak ada campur tangan dari karyawan di bagian lain. Akibat dari seringnya bagian penjualan merangkap jadi bagian penagihan adalah terjadi kecurangan yang material terhadap perusahaan, dimana setelah ditagih oleh bagian penjualan tanpa sepengetahuan bagian penagihan, piutang tersebut tidak dilaporkan dan tidak dicatat dan uangnya diambil untuk kepentingan pribadi tanpa disetor ke kasir. Jadi piutang yang bersangkutan tidak terdapat pelunasannya sehingga menyebabkan perusahaan mengalami kerugian dan krisis kepercayaan dari pelanggan. Oleh karena itu, sebaiknya bagian penagihan lebih memfokuskan terhadap fungsinya di perusahaan, tanpa melibatkan bagian lain agar dapat mencegah terjadinya kecurangan dan agar dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. 6. Perusahaan tidak mempunyai kebijakan yang memadai dalam hal penjualan kredit terutama dalam proses pengelolaan piutang perusahaan. Di dalam perusahaan tidak terdapat kebijakan yang memadai untuk mendukung kegiatan penjualan kredit terutama dalam proses penanganannya. Perusahaan memang tidak mempunyai masalah untuk mencari dan mendapatkan pelanggan, tetapi perusahaan
73
tidak mempunyai kebijakan yang begitu detail pada tahap pengelolaan piutang, hanya merupakan prosedur secara luas. Perusahaan seharusnya memiliki kebijakan yang cukup untuk setiap kegiatan operasionalnya agar semua kegiatan dapat diawasi dan dikendalikan oleh manajemen perusahaan dan dari kebijakan tersebut manajemen perusahaan dapat mengevaluasi apakah kegiatan operasional perusahaan sudah berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena perusahaan menganggap hal tersebut dapat menyebabkan
perusahaan
kesulitan
untuk
mendapatkan
dan
mempertahankan
pelanggan. Hal ini menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan ketika harus melakukan penagihan piutang kepada pelanggan, akibatnya banyak pelanggan yang terlambat membayar piutangnya (kira-kira sebanyak 10% dari seluruh pelanggan per-bulan), tertunggaknya piutang perusahaan lebih kurang 1 (satu) bulan dari waktu pembayaran yang ditentukan sehingga banyak pelanggan yang melunasi piutangnya lewat dari jatuh tempo. Perusahaan sebaiknya membuat kebijakan-kebijakan yang memadai untuk setiap kegiatan operasionalnya agar perusahaan terhindar dari kerugian yang material. Penulis juga menyarankan agar perusahaan melakukan pemeriksaan khusus yang difokuskan kepada penanganan piutang perusahaan. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada kecurangan dalam penanganan piutang perusahaan.
74
7. Pelanggan tidak menjalankan sangsi atas keterlambatan pembayaran piutang yang telah jatuh tempo secara efektif. Perusahaan memiliki kebijakan pemberian sangsi atas keterlambatan pembayaran piutang yang telah jatuh tempo. Tetapi seringkali tidak diterapkan oleh bagian penagihan. Bagi perusahaan yang melakukan transaksi penjualan kredit, umumnya memiliki kebijakan mengenai syarat pembayaran yang mencakup sistem punishment didalamnya, karena hal tersebut diberlakukan dengan tujuan supaya pelanggan dapat segera melunasi hutangnya pada saat jatuh tempo. Hal ini disebabkan karena perusahaan beranggapan bahwa keterlambatan dalam pembayaran piutang merupakan hal yang masih dapat diterima selama pelanggan menunjukkan itikad baik untuk tetap memenuhi kewajibannya. Pemberlakuan punishment dianggap dapat menyulitkan perusahaan dalam mempertahankan pelanggan. Hal ini menunjukkan lenturnya kebijakan penagihan piutang perusahaan dalam menyikapi penundaan pembayaran piutang oleh pelanggan. Akibatnya, terdapat pelanggan yang belum melunasi piutangnya. Setelah dilakukan sampel akan hal tersebut dan hasil terhadap 15 kuitansi transaksi yang diperiksa, setidaknya ada 3 (tiga) lembar kuitansi yang pembayarannya telah melebihi jatuh tempo dalam periode 1 bulan pemabayaran yang memiliki jangka waktu keterlambatan antara 2 sampai 3 bulan. Kwitansi I berisi transaksi sebesar Rp. 32.150.000,- dengan uang muka sebesar Rp. 10.000.000,- , kwitansi II dengan nilain transaksi sebesar Rp. 36.000.000,- dengan uang muka Rp. 18.750.000,- dan kwitansi III dengan transaksi sebesar Rp. 64.300.000,- dengan uang muka sebesar Rp. 20.000.000,-.
75
Untuk menyiasati banyaknya keterlambatan pembayaran piutang ini, perusahaan seharusnya memberlakukan sangsi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan yang berupa pembayaran denda keterlambatan sebesar 0,5% per hari atau apabila lebih dari 1 (satu) bulan akan ada penarikan unit kendaraan bermotor yang telah dibeli oleh pelanggan. Bisa juga, perusahaan dapat menetapkan kebijakan baru mengenai syarat pembayaran piutang untuk memancing customer untuk segera melunasi hutangnya. Dengan diberlakukannya kebijakan sangsi tersebut, diharapkan tidak ada lagi keterlambatan pembayaran piutang dan pelanggan membayar hutangnya tepat waktu sehingga dapat meningkatkan kolektifitas piutang perusahaan. 8. Tidak dibuatnya penyisihan atas piutang yang tidak dapat ditagih. Berdasarkan hasil wawancara dan ICQ, diketahui bahwa perusahaan tidak membuat penyisihan atas piutang yang berpotensi tidak dapat ditagih. Piutang harus disajikan di dalam laporan keuangan dengan nilai tunai yang dapat direalisasi, sebesar jumlah bruto tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat diterima. Sebagian besar perusahaan menetapkan jumlah piutang dagangnya yang diestimasikan akan tidak tertagih. Perusahaan dapat membentuk akun penyisihan atas piutang tidak tertagih agar perusahaan mengakui kerugian yang akan mungkin terjadi. Alasan tidak dibuatnya penyisihan piutang yang berpotensi tidak dapat ditagih karena perusahaan menganggap bahwa pelanggan mampu membayar setiap piutangnya sehingga akun penyisihan atas piutang tak tertagih tidak perlu dibentuk dan bila ada pelanggan yang dianggap akan tidak membayar piutang, manajemen tetap mengusahakan untuk tetap menagih piutang tersebut.
76
Dengan tidak dibuatnya penyisihan piutang yang berpotensi tidak dapat ditagih, mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian yang cukup material dan piutang yang tercantum dalam laporan keuangan belum tentu dapat direalisasikan sepenuhnya. Akibatnya, ketika dana yang seharusnya dapat dialokasikan untuk pembayaran hutang dan kebutuhan operasional perusahaan dari pelunasan piutang tidak diperoleh, perusahaan jadi menggunakan kas-nya sehingga modal kerja perusahaan menjadi berkurang. Perusahaan hendaknya membuat penyisihan atas piutang yang tidak tertagih agar dapat dilakukan penilaian atas piutang sehingga perusahaan dapat meminimalkan kerugian dengan adanya akun penyisihan atas piutang tak tertagih dan juga dapat mengetahui pelanggan yang tingkat kolektifitasnya kurang baik. Estimasi jumlah akun penyisihan ini dapat didasarkan jumlah piutang dagang yang dimiliki perusahaan pada akhir periode dikalikan dengan persentase tertentu. 9. Tidak ada kebijakan mengenai perputaran jabatan. Perusahaan tidak melakukan perputaran jabatan. Karyawan yang menangani penagihan piutang dan melakukan input ke dalam kartu piutang selama kurang lebih 3 (tiga) tahun dilakukan oleh orang yang sama, demikian juga dengan bagian yang lainnya. Perputaran jabatan yang dilakukan secara rutin tentunya dapat menjaga independensi dari setiap karyawan dalam menjalankan tugasnya, sehingga dapat menghindari persekongkolan di antara karyawan. Perusahaan menganggap bahwa perputaran jabatan dapat mempersulit kegiatan operasional perusahaan karena waktu yang dibutuhkan dalam merekrut karyawan baru
77
dan belum tentu juga karyawan itu memiliki loyalitas seperti karyawan yang sudah ada dan sudah bekerja di perusahaan selama bertahun-tahun. Walaupun sejauh ini tidak ditemukan adanya kecurangan (fraud) yang dilakukan karyawan oleh manajemen, tidak dipungkiri dengan tidak adanya perputaran jabatan ini menimbulkan kejenuhan dalam situasi kerja sejumlah karyawan di bagian penjualan. Dan karyawan jadi hanya dapat melakukan satu jenis pekerjaan saja, jadi sewaktu terjadi ketidakhadiran karyawan, lowongan dan pengunduran diri, karyawan yang lain tidak dapat menggantikan posisi tersebut sehingga kegiatan operasional perusahaan menjadi tidak efisien dan efektif. Perusahaan sebaiknya melakukan perputaran jabatan untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan dalam bekerja. Dalam perputaran jabatan ini, setiap karyawan pasti akan mendapatkan pelatihan dan orientasi mengenai pekrjaannya yang baru. Jadi saetiap karyawan tidak hanya selalu mengerjakan pekerjaan yang monoton dan dapat melakukan pada ragam atau tingkat pekerjaan tertentu. 10. Tidak adanya internal auditor di perusahaan. Perusahaan tidak memiliki bagian internal audit yang independen untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap laporan keuangan dan pelaksanaan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan. Dalam setiap pengendalian intern yang baik, harus ditunjuk sebuah tim internal audit yang independen yang memiliki otoritas untuk melakukan penilaian atas kebijakan manajemen dan untuk menilai apakah prosedur yang telah ditetapkan perusahaan telah dilakukan sebagaimana mestinya.
78
Hal ini disebabkan karena perusahaan beranggapan bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan oleh setiap karyawan sudah sangat baik dan apabila ada kesalahan hanya perlu dikoreksi dan diperiksa oleh masing-masing atasannya. Bila setiap pemeriksaan tidak dilakukan oleh pihak yang independen, dapat menyebabkan diragukannya kebenaran dari laporan yang dibuat karena data-data yang ada bisa saja dimanipulasi dan akhirnya merugikan perusahaan. Dengan tidak adanya internal audit di perusahaan, manajemen akan mengalami kesulitan dalam mengetahui apakah kegiatan operasional perusahaan telah sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Perusahaan sebaiknya menunjuk bagian internal audit yang bertugas untuk membantu manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan melakukan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai setiap kegiatan yang diperiksanya, sehingga setiap kebijakan yang benar-benar ada dapat terkendali. Karena sudah pernah terjadi kecurangan yang dilakukan karyawan, yaitu tidak disetornya uang hasil penjualan ke bank oleh bagian kasir. Tetapi setelah dilakukan konfirmasi dengan pelanggan, bagian penjualan dan bagian akuntansi, telah dilakukan pembayaran ke bagian kasir. IV.5. Prosedur Pemeriksaan Rinci atas Fungsi Penjualan dan Pengelolaan Piutang Usaha Prosedur audit dalam suatu pemeriksaan akuntansi merupakan langkah-langkah audit yang harus direncanakan dan dilaksanakan dengan baik guna mendapatkan buktibukti audit yang diperlukan auditor dalam melakukan pemeriksaan. Berdasarkan temuan hasil evaluasi pengendalian intern diatas, dapat disajikan prosedur audit atas fungsi
79
penjualan dan pengelolaan piutang usaha yang dapat digunakan dalam pelaksanaan audit terinci, sebagai berikut : IV.5.1. Prosedur Pemeriksaan atas Penerimaan Pesanan Tujuan Pemeriksaan Untuk mengetahui apakah semua pesanan dari pelanggan sudah ditangani menurut prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, mulai dari tahap penerimaan pesanan sampai pemenuhan pesanan tersebut. Prosedur Pemeriksaan 1. Dapatkan informasi mengenai kebijakan dan prosedur penerimaan pesanan pelanggan baik secara tertulis maupun tidak tertulis. 2. Pelajari kebijakan tersebut apakah pengelolaan dan pemrosesan data pesanan pelanggan tersebut telah berjalan secara efektif dan efisien. 3. Periksa apakah selalu dilakukan pengecekan keberadaan barang di gudang sebelum penjualan dilakukan. 4. Memeriksa apakah setiap pesanan dilengkapi dengan surat pesanan dari pelanggan dan periksa apakah data yang diperlukan sudah lengkap dan jelas mengenai : a. Nomor dan tanggal surat pesanan. b. Nama barang, jenis barang, harga dan jumlah barang yang dipesan. c. Nama, alamat dan tujuan pengiriman. d. Tanggal pengiriman pesanan dan status pembayaran. e. Ruang untuk paraf pihak yang berwenang atau yang bertanggung jawab atas transaksi tersebut.
80
5. Memeriksa apakah semua pesanan akan diproses apabila sudah mendapat persetujuan kredit. 6. Memeriksa transaksi pesanan pelanggan untuk mengetahui adanya pesanan yang sudah dipenuhi atau belum atau terdapat pesanan yang terlambat diproses. 7. Jika ada pesanan pelanggan yang belum diproses, selidiki alasan penundaan proses pesanan pelanggan. 8. Bila ada, pastikan terdapat pihak yang bertanggung-jawab atas permasalahan yang terjadi. 9. Membuat rekomendasi atas hasil pemeriksaan. IV.5.2. Prosedur Pemeriksaan atas Persetujuan Kredit Tujuan Pemeriksaan 1. Untuk mengetahui apakah semua transaksi penjualan kredit yang terjadi mendapatkan persetujuan kredit dari manajer pemasaran dan persyaratan apa yang harus dipenuhi oleh pelanggan. 2. Untuk mengetahui apakah perusahaan mempunyai kebijakan dan prosedur tertulis mengenai pengelolaan piutang dan penagihannya sehinnga dapat diketahui apakah jangka waktu pelunasan piutang sudah cukup baik yang berhubungan dengan tingkat kolektivitas piutang perusahaan. Prosedur Pemeriksaan 1. Mempelajari dengan cermat pedoman persetujuan kredit dan batas kredit yang ditetapkan oleh perusahaan. 2. Selidiki apakah penanganan atas persetujuan kredit diotorisasi dengan baik dan benar.
81
3. Memeriksa apakah persetujuan kredit dari semua sales order yang ada telah diotorisasi oleh manajer pemasaran. 4. Memeriksa apakah persyaratan pelanggan telah diidentifikasikan dengan jelas. 5. Memeriksa apakah perusahaan memiliki bagian kredit tersendiri. 6. Membuat rekomendasi atas hasil pemeriksaan. IV.5.3. Prosedur Pemeriksaan atas Pembuatan Surat Jalan dan Faktur Tujuan Pemeriksaan Untuk memastikan bahwa pembuatan faktur dan surat jalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan dan sales order yang ada. Prosedur Pemeriksaan 1. Mempelajari dengan seksama setiap ketentuan pelaksanaan prosedur pembuatan surat jalan dan faktur. 2. Periksa apakah surat jalan dan faktur tersebut dibuat berdasarkan sales order yang telah diotorisasi dan didalamnya beberapa hal, yaitu : -
Nama dan alamat pelanggan
-
Harga satuan produk, jumlah produk dan total harga.
-
Nomor dan tanggal pembuatan surat jalan dan faktur.
3. Memeriksa apakah harga jual dan syarat pembayaran yang tercantum dalam faktur penjualan sesuai dengan kebijakan perusahaan. 4. Memeriksa penomoran faktur. 5. Memeriksa apakah faktur penjualan sudah diotorisasi oleh manajer akuntansi dan keuangan. 6. Memeriksa apakah surat jalan bernomor urut tercetak.
82
7. Memeriksa apakah surat jalan tersebut sudah diotorisasi oleh bagian keuangan dan bagian gudang serta telah ditanda tangani oleh pelanggan. 8. Membuat
kesimpulan
hasil
pemeriksaan
dan
saran-saran
yang
akan
dikemukakan. IV.5.4. Prosedur Pemeriksaan atas Pengiriman Pesanan Tujuan Pemeriksaan 1. Untuk mengetahui apakah pesanan yang dikirimkan sesuai dengan surat jalan dan faktur penjualan yang telah diotorisasi. 2. Untuk mengetahui apakah pesanan pelanggan telah dikirimkan tepat waktu dan diterima pelanggan dalam keadaan baik. 3. Untuk memastikan bahwa perusahaan jasa pengiriman dan pengangkutan yang digunakan telah memenuhi persyaratan hukum dan perusahaan. Prosedur Pemeriksaan 1. Dapatkan dan mempelajari dengan teliti mengenai prosedur pengiriman pesanan perusahaan. 2. Periksa apakah sebelum dilakukan pengiriman barang, dilakukan pengecekan terhada barang yang akan dikirim. 3. Periksa apakah pengiriman yang dilakukan telah sesuai dengan surat jalan dan faktur penjualan. 4. Periksa apakah surat jalan telah diotorisasi sebagai bukti bahwa barang telah dikeluarkan dari gudang dan telah siap untuk dikirimkan. 5. Memeriksa apakah terdapat surat kontrak kerja jangka panjang dengan perusahaan jasa pengangkutan dan pengiriman.
83
6. Memeriksa apakah surat jalan telah ditandatangani oleh pelanggan sebagai bukti bahwa pesanan telah diterima dan periksa apakah pengiriman telah dilakukan dengan tepat waktu. 7. Periksa apakah ada pengiriman yang mengalami kesalahan atau tidak lengkap dokumen pengirimannya. 8. Pastikan terdapat pihak yang bertanggung-jawab atas kesalahan tersebut. 9. Membuat rekomendasi atas hasil pemeriksaan. IV.5.5. Prosedur Pemeriksaan atas Pencatatan Piutang Tujuan Pemeriksaan 1. Untuk mengetahui apakah pencatatan piutang telah sama dengan jumlah pesanan yang dipesan oleh pelanggan dan dicatat sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 2. Untuk menilai apakah pemrosesan dan pencatatan piutang tersebut sudah berjalan dengan efektif dan mengetahui apakah ada kesalahan pencatatan piutang. Prosedur Pemeriksaan 1. Mempelajari dengan teliti mengenai prosedur pencatatan piutang perusahaan. 2. Memeriksa bahwa pencatatan piutang perusahaan jumlahnya sama dengan jumlah yang terdapat pada purchase order dari pelanggan. 3. Memeriksa dokumen yang mendukung timbulnya piutang (faktur penjualan, memo kredit dan dokumen lainnya). 4. Periksa apakah dibuat aging schedule secara berkala dan selalu melakukan pemeriksaan setiap periodenya.
84
5. Memeriksa apakah bagian piutang membuat daftar piutang dan mengirimkan tagihan secara rutin ke palanggan. 6. Mengevaluasi hasil pemeriksaan dan memberikan rekomendasi. IV.5.6. Prosedur Pemeriksaan atas Penagihan Piutang Tujuan Pemeriksaan Untuk mengetahui apakah penagihan piutang telah dilakukan secara efektif sesuai dengan prosedur dari perusahaan dan memastikan apakah semua piutang pelanggan telah dibayarkan dengan tepat waktu dan sebagaimana mestinya. Prosedur Pemeriksaan 1. Mengetahui dan mempelajari ketentuan dan prosedur penagihan piutang yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 2. Periksa apakah faktur dan invoice telah dikirimkan sesuai waktu yang telah ditentukan. 3. Pastikan ada bagian khusus yang bertugas melakukan penagihan piutang ke pelanggan. 4. Memeriksa apakah ada sangsi yang dikenakan oleh perusahaan jika terjadi keterlambatan atas pembayaran hutangnya. 5. Memastikan jika tanda terima pembayaran baik berupa uang atau cek/giro maupun bukti pelunasan telah diterima sebagaimana mestinya. 6. Periksa apakah bagian penagihan piutang sudah menyetorkan seluruh pembayaran pelanggan ke kasir perusahaan. 7. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan.
85