AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI PENJUALAN PADA PT. SATYA GALANG KEMIKA Adeline
[email protected] Pembimbing Almatius Setya Marsudi, SE., Ak., M.Si
ABSTRAK Persaingan usaha yang semakin ketat dan kompleks mendorong setiap perusahaan berlombalomba untuk menjaga kelangsungan hidupnya agar dapat terus maju dan berkembang. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan fungsi penjualan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kegiatan audit operasional atas penjualan agar kegiatan operasional penjualan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Audit operasional dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan operasional atas fungsi penjualan, mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang memungkinkan menyebabkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan, serta untuk memberikan rekomendasi perbaikan guna meningkatkan kinerja fungsi penjualan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan melalui observasi, wawancara, dan kuesioner. Hasil penelitian dan analisa menunjukan bahwa fungsi penjualan sudah berjalan cukup baik, namun masih terdapat beberapa kelemahan seperti perusahaan belum memiliki job description dan prosedur penjualan secara tertulis, formulir sales order belum bernomor urut tercetak, bagian penjualan merangkap dengan bagian kredit, penagihan piutang seringkali dilakukan oleh sales, belum mengenakan sanksi bagi pelanggan yang telat membayar piutang, dan belum memiliki kebijakan penyisihan piutang tak tertagih. Saran yang diberikan atas setiap kelemahan tersebut adalah perusahaan perlu membuat job description dan prosedur penjualan secara tertulis, perusahaan perlu memberikan nomor urut tercetak untuk formulir sales order , perlu adanya pemisahan tugas antar bagian penjualan dengan bagian kredit, perusahaan perlu memperketat kontrol penagihan piutang yang seringkali dilakukan oleh bagian penjualan, perusahaan perlu mengenakan sanksi atau penalti bagi pelanggan yang telat membayar, dan perusahaan perlu membuat kebijakan mengenai penyisihan piutang tak tertagih. Kata kunci: audit operasional, penjualan, pengendalian internal, efektif, efisien.
PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya dunia sekarang ini (era globalisasi), semakin banyak individu yang membuka usaha baru dan banyak pula perusahaan yang semakin giat mengembangkan usahanya. Persaingan usaha yang semakin ketat dan kompleks menyebabkan cukup banyak perusahaan harus menutup usahanya, karena
ketidakmampuan perusahaan dalam menghadapi hal tersebut. Untuk itu, setiap perusahaan harus mampu menjaga kelangsungan hidupnya agar dapat terus maju dan berkembang. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya harus memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi dan efektifitas. Efesiensi dan efektifitas tersebut dapat tercapai apabila terdapat manajemen yang baik. Manajemen perusahaan dituntut agar dapat mengorganisasikan semua sumber daya secara baik dan mengoptimalkan setiap fungsinya. Oleh karena itu, manajemen perusahaan memerlukan saran yang dapat membantu dalam menilai efisiensi dan efektivitas perusahaan. Saran tersebut dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan operasional atau yang lebih dikenal dengan audit operasional. Hasil dari audit operasional diharapkan dapat membantu manajemen untuk menciptakan serta meningkatkan suatu kinerja (performance) yang baik dalam perusahaan. Berdasarkan keadaan-keadaan di atas dan pentingnya fungsi penjualan pada suatu perusahaan dagang, penulis melakukan audit operasional atas fungsi penjualan pada PT. Satya Galang Kemika untuk menilai efektifitas dan efisiensi kegiatan operasional penjualan, mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang memungkinkan terjadinya ketidakefektifan dan ketidakefisiensian, serta untuk memberikan rekomendasi perbaikan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi fungsi penjualan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksploratoria dengan pendekatan case study. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode studi pustaka dan metode penelitian lapangan. Penulis melakukan penelitian secara langsung ke perusahaan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan, anatar lain dengan melakukan observasi atau pemantauan kegiatan secara langsung kelapangan, wawancara dengan pejabat perusahaan terkait fungsi penjualan, serta melalui kuesioner yang dijawab langsung oleh pejbata perusahaan terkait. HASIL DAN PEMBAHASAN Penulis menemukan beberapa kelemahan pada fungsi penjualan yang terdappat pada PT. Satya Galang Kemika. Temuan audit ini diperoleh dengan melakukan serangkaian program audit, dilmulai dari Survey Pendahuluan ( Preliminary Survey), Penelaahan dan Pengujian Atas Sistem Pengendalian Manajemen Fungsi Penjualan, Pemeriksaan terinci atas fungsi penjualan, serta melaporkan hasil periksaan Operasional atas fungsi penjualan tersebut. Beberapa kelemahan yang ditemukan adalah: 1. Perusahaan tidak memiliki job description secara tertulis. Kondisi: Perusahaan tidak memiliki job description secara tertulis. Perusahaan menyampaikan rincian tugas secara lisan kepada setiap karyawan tanpa adanya pedoman tertulis. Kriteria:
Salah satu pengendalian internal yang baik ditandai oleh adanya pedoman atau job description secara tertulis. Job description merupakan panduan dari perusahaan untuk para karyawan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pedoman ini perlu disajikan secara tertulis untuk menghindari adanya perangkapan tugas dan untuk membatasi wewenang setiap fungsi. Sebab: Perusahaan beranggapan bahwa job description dapat lebih efektif dan mudah dimengerti jika diberitahukan secara lisan kepada para karyawan. Selama ini setiap bagian dalam penjualan dapat berjalan dengan baik walaupun tidak terdapat job description secara tertulis. Akibat: Pengendalian internal dalam perusahaan dapat berjalan kurang efektif. Batas tanggung jawab kurang jelas dan dapat mengakibatkan perangkapan tugas. Hal ini dapat mengakibatkan perusahaan sulit menentukan pihak yang bertanggung jawab apabila ada kesalahan yang terjadi. Rekomendasi: Perusahaan sebaiknya membuat job description secara tertulis, sehingga setiap karyawan dapat mengerti dengan jelas tugas dan tanggung jawabnya masingmasing. Selain itu, dengan adanya pedoman secara tertulis akan menghindari adanya perangkapan tugas. 2. Perusahaan tidak memiliki prosedur penjualan secara tertulis. Kondisi: Perusahaan tidak memiliki prosedur dan kebijakan secara tertulis. Semua prosedur dan kebijakan yang berlaku dalam penjualan dikomunikasikan secara lisan. Kriteria: Prosedur dan kebijakan penjualan harus dibuat secara tertulis dan di perbaharui secara berkala (jika ada perubahan). Hal ini bertujuan agar ada kejelasan fungsi-fungsi yang ada dalam menjalankan tugasnya dan sebagai dasar perusahaan untuk melakukan pengecekan apakah prosedur yang berjalan telah sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebab: Perusahaan tidak membuat prosedur secara tertulis, karena prosedur yang ada akan lebih dimengerti jika disampaikan secara lisan dan langsung di praktekan oleh karyawanya. Selama ini prosedur penjualan dapat berjalan dengan baik, walupun tidak terdapat prosedur secara tertulis. Akibat: Kegiatan operasional penjualan dapat berjalan kurang efektif, karena tidak ada kebijakan dan prosedur secara tertulis. Untuk karyawan baru tentu akan sulit untuk mengerti seluruh prosedur dan kebijakan yang ada, sehingga memperbesar peluang terjadinya kesalahan yang akan mengakibatkan kerugian. Selain itu, dapat terjadi kesalahan pendistribusian dokumen.
Rekomendasi: Perusahaan sebaiknya menuangkan seluruh prosedur dan kebijakan penjualan secara tertulis agar kegiatan operasional penjualan dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Dengan adanya prosedur secara tertulis akan menghindari kesalahan dalam pendistribusian dokumen, penyimpangan atas prosedur yang berlaku, dan bagi karyawan baru tentunya akan lebih memudahkan mereka dalam memahami prosedur dan kebijakan penjualan yang terdapat dalam perusahaan. 3. Perusahaan tidak menggunakan formulir (Sales Order) bernomor urut tercetak / prenumbered. Kondisi: Formulir Sales Order tidak bernomor urut tercetak/ prenumbered. Nomor formulir beserta kelengkapan isinya diisi secara manual oleh admin penjualan. Kriteria: Salah satu ciri pengendalian internal atas penjualan adalah digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut tercetak. Penggunaan nomor urut tercetak ditujukan agar tidak ada dokumen yang hilang atau disobek atau dibuang. Hal ini juga menghindari terjadinya penggandaan atau penyimpangan dalam penggunaan formulir, kesalahan dalam pemberian nomor dan memudahkan dalam pencarian dokumen tersebut apabila sewaktu-waktu diperlukan. Sebab: Sales Order hanya merupakan dokumen pendukung yang tidak memerlukan nomor urut tercetak, karena nomor urut tidak berhubungan dengan dokumen lain. Akibat: Tidak adanya nomor urut tercetak dapat mengakibatkan perusahaan sulit mengidentifikasi atau mencocokkan barang yang terdapat di faktur dengan yang ada di surat order apabila ada masalah. Tidak adanya nomor urut tercetak dapat memperbesar kemungkinan hilangnya dokumen atau disobek/ dibuang oleh karyawan. Jika dokumen sales order hilang, maka ada kemungkinan ada order pelanggan yang tidak terlayani. Selain itu, pengisian formulir dan pemberian nomor urut secara manual dapat mengakibatkan kesalahan penulisan. Misalnya, penomoran ganda, nomor yang terlewat, dan kesalahan penulisan order dari pelanggan. Rekomendasi: Sebaiknya perusahaan juga memberikan nomor urut tercetak untuk formulir Sales Order-nya dan mengisi data secara elektronik, sehingga perusahaan dapat menghindari terjadinya kehilangan dokumen, kesalahan dalam pemberian nomor urut, menghindari kesalahan penulisan order dari pelanggan yang jumlahnya banyak, penyimpangan dalam penggunaan formulir, dan mempermudah proses identifikasi jika terjadi masalah. 4. Tidak ada pemisahan tugas antara bagian penjualan dengan bagian kredit Kondisi: Perusahaan tidak melakukan pemisahan tugas antara bagian penjualan dengan bagian kredit. Bagian penjualan yang melakukan penilaian terhadap kelayakan pemberian kredit kepada pelanggan.
Kriteria: Seharusnya bagian pemberian kredit terpisah dari bagian penjualan. Bagian kredit yang akan menganalisa status kredit pelanggan dan memberikan penilaian atas kelayakan pelanggan untuk diberikan kredit.
Sebab: Perusahaan menganggap bahwa bagian penjualan merupakan bagian yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Dari tahap awal survey hingga melakukan memberikan penilaian terhadap kondisi pelanggan dilakukan oleh bagian penjualan, sehingga bagian penjualanlah yang lebih memahami kondisi pelanggan tersebut. Akibat: Mengingat bagian penjualan sering dihadapkan pada suatu target penjualan tertentu yang harus dicapai, bagian penjualan akan cenderung melakukan penjualan sebanyak-banyaknya tanpa terlalu memperhatikan tingginya piutang yang dimiliki pelanggan, hal ini akan memperbesar risiko piutang tak tertagih. Rekomendasi: Perusahaan perlu memisahkan tugas antara fungsi penjualan dengan fungsi yang memberikan kredit. Bagian kredit yang terpisah tentu akan lebih fokus dan independen dalam menganalisa dan memberikan penilaian terhadap kelayakan pelanggan, tanpa harus tertekan oleh adanya target penjualan yang ditetapkan. 5. Penagihan piutang seringkali dilakukan oleh bagian penjualan Kondisi: Dalam melakukan penagihan piutang pelanggan, seringkali bagian penjualan merangkap sebagai bagian penagihan. Kriteria: Transaksi penjualan kredit melibatkan berbagai fungsi yang saling berkaitan di dalamnya. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi lain yang menyangkut penjualan secara kredit, seperti fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Setiap fungsi memiliki batasan tugasnya masing-masing. Tidak ada transaksi penjulan yang dilaksanakan secara lengkap oleh suatu fungsi. Sebab: Terkadang penagihan dilakukan oleh bagian penjualan yang sedang berada dilokasi pelanggan yang akan ditagih, sehingga akan lebih efisien jika langsung ditangani oleh sales person tersebut. Akibat: Perangkapan tugas ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh sales person atau bagian penjualan lain yang melakukan penagihan ke pelanggan, apabila tidak ada kontrol yang baik. Selain itu, tanggung jawab bagian penagihan (collection) menjadi terbagi dengan bagian penjualan. Rekomendasi:
Perusahaan hendaknya menetapkan kebijakan yang jelas mengenai pembagian tanggung jawab antara bagian penjualan dengan bagian penagihan. Namun, dalam kasus ini bagian penjualan hanya bertindak sebagai perantara (agar efisien).Untuk itu, rekomendasi yang dapat diberikan adalah, agar perusahaan meningkatkan kontrol atas penagihan yang dilakukan oleh bagian lain, selain bagian penagihan yang sudah ada. Kontrol dapat dilakukan dengan pengendalian yang lebih diperketat atas penerimaan pembayaran dari pelanggan, yaitu pelanggan harus menyerahkan uang atau cek atau giro yang dibayarkan di dalam amplop yang disegel, sehingga orang yang menerima tidak melihat isi dan tidak dapat mengambilnya, Serta harus menggunakan bukti dengan rincian pembayaran yang jelas. Selain itu, bagian lain yang menagih harus menyerahkan tanda terima yang bernomor urut tercetak baik tertagih ataupun belum tertagih. 6. Pelanggan tidak dikenakan sanksi atau penalti atas keterlambatan pelunasan piutang Kondisi: Pelanggan yang telat melakukan pembayaran atau melebihi tanggal jatuh tempo tidak dikenakan sanksi atau penalti oleh perusahaan. Perusahaan akan terus melakukan penagihan secara baik-baik hingga 6 bulan. Pelanggan akan ditagih baik melalui telepon maupun berdiskusi langsung mengenai alasan kerterlambatan pembayaran/ pelunasan piutangnya tersebut. Kriteria: Seharusnya perusahaan memberikan sanksi atau penalti bagi pelanggan yang pembayarannya tidak lancar atau melebihi tanggal jatuh tempo. Sehingga pelanggan dapat membayar piutangnya tepat pada waktu yang telah disepakati. Sebab: Berdasarkan pengalaman yang sebelumnya, keterlambatan pembayaran atau pelunasan piutang oleh pelanggan terjadi karena cash flow pelanggan sedang tidak stabil atau sedang mengalami kesulitan ekonomi. Karena itu, perusahaan hanya melakukan diskusi secara baik-baik dan tidak mengenakan sanksi atau penalti apapun ke pelanggan, kecuali sudah lebih dari 1 tahun, maka perusahaan akan menempuh jalur hukum. Selain itu, hal ini disebabkan juga oleh rasa percaya kepada pelanggan yang sudah lama bekerja sama dan untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Akibat: Tidak adanya sanksi atau penalti bagi pelanggan yang telat membayar atau melunasi piutangnya dapat mengakibatkan pelanggan terus melakukan pemesanan dan mengundur waktu pelunasan piutangnya. Hal ini semakin lama akan mengganggu arus kas perusahaan. Dan jika sampai tidak tertagih, maka akan merugikan perusahaan dan merugikan sales person yang menangani pelanggan tersebut. Rekomendasi: Perusahaan hendaknya membuat kebijakan pengenaan sanksi atau penalti bagi pelanggan yang telat membayar atau melewati tanggal jatuh tempo. Sanksi tersebut, misalnya dapat dilakukan dengan menghentikan pemesanan barang yang
dilakukan oleh pelanggan tersebut. Pelanggan tidak boleh melakukan pemesanan hingga 50% dari piutangnya dilunasi. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan keterlambatan pembayaran piutang dan kemungkinan tidak tertagihnya piutang dapat diperkecil. 7. Perusahaan belum memiliki kebijakan penyisihan piutang tak tertagih Kondisi: Perusahaan belum memiliki kebijakan penyisihan piutang tak tertagih. Piutang akan terus ditagih hingga akhirnya dilunasi, atau jika benar-benar tidak dapat ditagih perusahaan akan menghapus piutang secara langsung, yang dibebankan kepada sales person yang menangani pelanggan tersebut sebesar 1/3% dari total piutang dan perusahaan menanggung 2/3% dari total piutang. Kriteria: Penyisihan piutang merupakan upaya untuk menyajikan akun piutang yang mendekati kebenaran kemampuan konversinya menjadi kas. Seharusnya perusahaan tetap mengukur/ mengestimasi besar piutang yang kemungkinan tidak dapat tertagih. Sehingga, perusahaan dapat melakukan antisipasi atas kerugian yang besar karena piutang yang tidak tertagih tersebut. Selain itu, perusahaan dapat merefleksikan nilai piutang yang lebih wajar pada laporan keuangannya. Sebab: Perusahaan menganggap bahwa penjualan secara kredit dilakukan kepada pelanggan yang dapat dipercaya, dan piutang yang ada pasti dapat tertagih, dan sekalipun melebihi jatuh tempo biasanya akan dicicil. Berdasarkan diskusi dengan pelanggan biasanya piutang yang macet dikarenakan cash flow pelanggan sedang tidak stabil. Akibat: Hal ini akan mengakibatkan akun piutang pada laporan keuangan perusahaan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Penghapusan piutang secara langsung menyebabkan pengakuan biaya mejadi tidak terjadi di periode yang sama dengan pendapatan. Rekomendasi: Hendaknya perusahaan dapat membuat kebijakan mengenai penyisihan piutang tak tertagih, agar akun piutang dalam laporan keuangan dapat mencerminkan nilai piutang yang wajar. Nilai piutang yang disajikan merupakan nilai piutang yang memang mendekati kebenaran kemampuannya dikonversi menjadi kas. Selain itu, juga dapat membantu perusahaan memperkecil risiko kerugian akibat tidak tertagihnya piutang.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan operasional atas fungsi penjualan yang terdapat pada PT. Satya Galang Kemika masih terdapat beberapa kelemahan yang dapat memungkinkan terjadinya ketidakefektifan dan ketidak efisiensian, dan kelemahn tersbut perlu ditindak lanjuti dengan diberikan beberapa
rekomendasi perbaikan yang dapat menjadi pertimbangan manajemen dalam meningkatkan kinerja fungsi penjualannya. Rekomendasi tersebut antara lain adalah agar perusahaan membuat job description dan prosedur penjualan secara tertulis, untuk menghindari perangkapan tugas dan untuk menghindari kesalahan fatal akibat tidak menjalankan prosedur penjualan dengan benar, perusahaan perlu memberikan nomor urut tercetak untuk formulir sales order untuk menghindari penggandaan atau kesalahan penulisan, perlu adanya pemisahan tugas antar bagian penjualan dengan bagian kredit, perusahaan perlu memperketat kontrol penagihan piutang yang seringkali dilakukan oleh bagian penjualan, perusahaan perlu mengenakan sanksi atau penalti bagi pelanggan yang telat membayar, dan perusahaan perlu membuat kebijakan mengenai penyisihan piutang tak tertagih. REFERENSI Agoes, S. (2004). Auditing : Pemeriksaan Akuntan Oleh Kantor Akuntan Publik jilid 1 dan 2 .(Edisi ke- 3) Jakarta : Lembaga Penerbitan FEUI. Agoes, S. (2011). Auditing : Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik buku 1. (Edisi ke- 4) Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Arens, A.A., Loebbecke, J.K. (2003). Auditing an Integrated Approach. (8th ed.) Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Arens, A.A., Loebbecke, J.K. (2003). Auditing : Pendekatan Terpadu buku 1 dan 2. (Alih bahasa Yusuf, A.A.) Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Asikin, B. (2006). Pengaruh Sikap Profesionalisme Internal Auditor Terhadap Peranan Internal Auditor Dalam Mengungkapkan Temuan Audit. Jurnal Bisnis, Manajemen, dan Ekonomi, 7(3): 792-810. Bayangkara, IBK. (2008). Audit Manajemen Prosedur dan Implementasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Boynton, W.C., Johnson, R. N. (2006). Modern Auditing : Assurance Service And The Intergrity of Financial Reporting. (8th ed.) John Wiley & Sons, Inc. NewJersey, Amerika Serikat. Boynton, W.C., Johnson, R.N., Kell, W.G. (2002). Modern Auditing. (Edisi ke-7, jilid 1). (Alih Bahasa Rajoe, P.A., Gania, G., Budi, I.S.) Jakarta : PenerbitErlangga. Ikatan Akuntan Publik Indonesia. (2011). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Mulyadi. (2001). Sistem Akuntansi. (Edisi ke-3) Jakarta: Penerbit Salemba Empat. _______ (2002). Auditing. (Edisi ke-6) Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Supardi. (2010). Audit Manajemen. http://syopian.net/blog/?p=2319. Diakses tanggal 28 Mei 2011. Tunggal, A.W. (2008). Dasar – dasar Audit Operasional. Jakarta: Penerbit Harvarindo. Warren, Reeve, & Fess. (2006). Accounting buku 1. (Edisi ke-1). (Alih Bahasa Farahmita, Amanugrahani, dan Hendrawan) Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Wijaya, Selvy. (2011). Pemeriksaan Operasional Atas Fungsi Penjualan dan Penerimaan Kas Untuk Mencapai Efisiensi dan Efektifitas pada PT. Argo Pantes. Tesis S1 tidak dipublikasikan, Universitas Tarumanagara.
RIWAYAT PENULIS Adeline lahir di kota Jakarta pada 19 Juni 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Bina Nusantara University dalam bidang ekonomi pada tahun 2012.