BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan hasil dari proses simulasi yakni tahap penginputan nilai distribusi laplace yang terdiri dari tiga faktor yaitu longitudinal, vertikal dan lateral , tahap penginputan skenario simulasi yang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu routes / airways, no flights per hour, traffic distribution factor, tahap pengolahan hasil output yakni menghitung total jam terbang, menghitung jarak antar pesawat dan menghitung nilai Level of Safety (TLS) dari hasil simulasi.
4.1
Tahap Penginputan Distribusi Pada tahap ini, distribusi laplace yang digunakan sebanyak tiga faktor
yaitu Longitudinal, Lateral dan Vertical.
Gambar 4. Input Distribusi Laplace
47
48
Faktoor longitudinnal untuk m menentukan besarnya b sim mpangan pessawat yang t terjadi ketik ka mengalaami turbulennsi di udarra, nilai innputan ini yang y akan m menentukan n seberapa besar b pergesseran pesaw wat apabila terjadi t turbuulensi atau h hambatan daalam penerbbangan baikk yang diseb babkan oleh keadaan cuuaca, angin d sebagainya maupunn pilot error. Pesawat yang mengaalami pergeseran akan dan k kembali ke jalurnya secaara otomatis.
Gambar G 4. V Visualisasi Longitudinal Faktoor vertical untuk u menenntukan seberaapa jauh pennyimpangan ketinggian y yang terjadi selama perjjalanan yangg dapat diseebabkan kareena turbulennsi maupun p pilot error, apabila terjaadi penyimpangan sejauuh 100 kaki aatau lebih maka m sesuai r regulasi Inteernational Civil C Aviationn Organizatiion (ICAO) kkejadian terssebut harus d dicatat sebaggai Large Heeight Deviattion (LHD).
48
49
Gambar 4. Visualisasii Vertikal Faktoor lateral unntuk menenttukan seberaapa optimal penerapan separation s standard yanng dilakukann pada jalur tersebut untuk melihat nilai optimaal okupansi d jalur teersebut dalam dari m hal ini khususnya k jaalur A756. Nilai N inputaan ini akan m mempengaru uhi
kecepaatan
pesaw wat
selam ma
penerbaangan
darii
bandara
k keberangkat tan hingga baandara tujuaan.
Gambar 44. Visualisasi Lateral
49
50
Penulis memilih penggunaanmetode transformasi Laplace sebagai suatu metode
pendekatan
untuk
menyelesaikan
estimasi
sebaran
secara
literatur.Penggunaan transformasi Laplace sering digunakan dalam penyelesaian distribusi khususnya distribusi untuk data yang di urut. Nilai yang digunakan dalam distribusi longitudinal, lateral, dan verticalseharusnya berasal dari data real yang diperoleh dari radar, perhitungan ini akan menghasilkan nilai mean danscale yang terjadi. Mengingat keterbatasan data dan kevalid-an data yang dicatat secara manual dari sistem radar maka penginputan nilai mean dan scale di atas dilakukan dengan melihat histori LHD yang terjadi selama tahun 2009 hingga 2010 dengan asumsi bahwa data real di lapangan akan digantikan dengan data TSD yang diperoleh dari simulasi dengan pemakaian nilai mean dan scale yang sama. Gambar 4.5 Kejadian LHD
Kejadian LHD dalam ruang udara Indonesia A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
6 4
4
3 1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
50
51
Nilai parameter lateral di tetapkan dengan menggunakan asumsi bahwa rute A576 menggunakan Required Navigation Performance (RNP) 10 yang mengharuskan pesawat untuk mempunyai akurasi dalam 10 NM dari flight path seharusnya dalam 95% waktu terbang di rute RNP tersebut.Secara mudah RNP adalah keharusan untuk sebuah pesawat untuk terbang akurat di jalurnya, sebagai gambaran RNP adalah lebar jalan yang bisa dilalui sebuah kendaraan. Untuk bisa menjaga keakuratan navigasi untuk terbang di tengah-tengah jalur RNP, maka pesawat harus mempunyai navigasi yang cukup canggih. Kesalahan navigasi karena human error sangat tinggi di sini antara lain salah memasukkan koordinat, memutuskan autopilot dengan perangkat Area Navigation (RNAV) padahal autopilot tidak terhubung dengan navigasi perangkat RNAV dan terakhir penerbang tidak menyadari bahwa perangkat RNAV atau sensornya tidak berfungsi dengan normal. Dengan begitu nilai parameter lateral menjadi krusial saat mempengaruhi jalur suatu pesawat dan diberikan nilai dua. Untuk parameter longitudinal digunakan data TSD dari FIR Ujung Pandang untuk menghitung kecepatan rata-rata pesawat, dengan pertimbangan data kecepatan ini lebih akuran dibandingkan data TSD dari FIR Jakarta yang masih menggunakan teknologi radar konvensional sedangkan FIR Ujung Pandang telah menggunakan teknologi radar ADS-B. Dengan kecepatan pesawat rata-rata 439.2 kts (JAK) dan 435.6 kts (UJU) perbedaan yang tidak signifikan menandakan kecepatan pesawat relatif stabil dan tidak terlalu mempengaruhi perubahan jalur pesawat sehingga diberikan nilai satu.
51
52
Dari pengamatan histori LHD pada gambar 4.1 diketahui bahwa terdapat dua faktor utama yang terjadi di ruang udara Indonesia yaitu angka untuk kategori E tertinggi yaitu sebesar enam kejadian tercatat selama durasi 17 menit.Yang kedua yakni terjadi selama durasi 28 menit yang disebabkan oleh kegagalan peralatan yang tergolong dalam kategori M. Dengan analisa di atas maka penulis menentukan nilai vertikal paling tinggi yaitu tiga. Nilai mean memiliki nilai nol dengan asumsi pesawat adalah kontinu dengan fungsi bernilai real yang didefinisikan pada interval yang berubah-ubah maka nilai nol menganggap bahwa pesawat selalu konstan.Oleh karena itu dalam simulasi ini digunakan angka distribusi sebagai berikut : Tabel 4. Nilai Distribusi yang dipakai dalam simulasi Distribusi Mean Scale Lateral 0 2 Longitudinal 0 1 Vertikal 0 3
4.2
Tahap Penginputan Skenario Simulasi Sebelum simulasi dijalankan, tahap ini memegang peranan penting untuk
membantu menciptakan kondisi penerbangan yang akan diuji atau di simulasikan yang ditentukan oleh tiga faktor yaitu routes / airways dimana penentuan jumlah rute dan pesawat yang dikehendaki untuk diuji, no flights per hour untuk menentukan seberapa banyak pesawat yang akan melewati jalur tersebut selama simulasi berlangsung yang ditujukan untuk menguji tingkat kepadatan / stress test di jalur tersebut dan traffic distribution factor yang menentukan seberapa lama
52
53
simulasi akan berlangsung dalam hal ini apakah pengujian simulasi untuk mempresentasikan waktu penerbangan dalam jangka waktu yang dibutuhkan.
Gambar 4.6 Skenario Simulasi
Keterangan setiap input diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Lama simulasi Inputan ini menunjukkan berapa lama simulasi akan berlangsung. Yaitu simulasi dilakukan selama satu bulan dengan data yang diambil dengan jarak waktu selama lima menit, lima belas menit dan tiga puluh menit. 2. Spawn setiap Inputan ini akan menentukan jadwal keberangkatan pesawat untuk menentukan tingkat kepadatan dalam jalur penerbangan yang akan disimulasikan 3. Interval Data Inputan ini digunakan untuk menentukan seberapa sering data simulasi yang di catat selama proses simulasi berlajalan. 4. Air Flight Leve (AFL) Inputan ini menentukan titik Flight Level yang digunakan dalam regulasi penerbangan sesuai dengan RNP type yang dipakai. Dalam hal ini RNP type 10 dengan standard ketinggian dari singapura sebesar 400 NM dan dari bali sebesar 390 NM. 53
54
Setelah skenario simulasi telah diatur, maka aplikasi Simulasi Tabrakan Pesawat (STP) selanjutkan akan otomatis menjalankan proses simulasi mengikuti inputan dari skenario yang telah ditentukan dengan target menghasilkan data penerbangan atau Traffic Sample Data (TSD) ke dalam database. Dimana data ini memiliki kemiripan dengan data radar pada kondisi yang sesungguhnya sehingga memungkinkan dilakukannya penilaian angka insiden kecelakaan per jam terbang seperti yang diakukan oleh Australian Airspace Monitoring Agency (AAMA) untuk melihat nilai TLS di ruang udara Indonesia, dalam hal ini khususnya pengukuran pada jalur A576.
Gambar 4.7 Simulasi sedang berjalan
54
55
Pada gambar di atas terlihat dua titik bandara yakni yang berwarna hijau adalah Bandar Udara International Ngurah Rai – Bali dan titik bewarna merah adalah Bandar Udara International Changi – Singapura.Point bintang yang bewarna biru merupakan pesawat yang sedang terbang yang ditunjukkan dengan posisi lat, lon pada masing-masing pesawat.Data yang dihasilkan dari simulasi ini ditunjukkan pada gambar 4.7. Selama perjalanan dari Singapura menuju Bali terdapat Sembilan waypoint yang akan dilewati oleh pesawat yaitu aktod, sanos, liana, apari, apaga, akula, sabil, sumbu dan siput. Pencatatan data dari hasil simulasi dikelompokkan menjadi dua bagian yakni data murni simulasi dan data TSD yang menyesuaikan data yang diperoleh dari menara Air Traffic Control (ATC) di bandar udara internasional Soekarno-Hatta dimana posisi pesawat hanya dicatat pada saat titik terdekat dengan waypoint yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Gambar 4.8Pengumpulan data saat simulasi berlangsung
Gambar di atas memperlihatkan data realtime yang diperoleh selama
simulasi berlangsung yang menunjukkan :
55
56
•
Kode Pesawat Kode ini menunjukkan arah posisi pesawat yang mempresentasikan tujuan dan asal pesawat tersebut, untuk GA_East menunjukkan pesawat tersebut menuju ke Bali dari Singapura sebaliknya GA_West menunjukkan pesawat tersebut menuju ke Singapura dari Bali.
•
Koordinat X Memperlihatkan posisi latitude pesawat selamasimulasi berlangsung.
•
Koordinat Y Memperlihatkan posisi longitude pesawat saat simulasi berlangsung.
•
Kecepatan Memperlihatkan kecepatan pesawat dengan satuan ukuran km/jam..
•
Ketinggian Memperlihatkan ketinggian pesawat dengan satuan feet / kaki.
Setiap data yang dihasilkan oleh aplikasi STP akan langsung dimasukkan ke dalam database dalam format TSD (ICAO APANPIRG Conclusion 16/4) untuk memenuhi kebutuhan pemantauan wilayah keamanan udara. Untuk hasil data kemudian dikelompokkan menjadi dua kategori yakni data simulasi dan data TSD, data simulasi merupakan data yang langsung dimasukkan ke database dari hasil simulasi sedangkan data TSD merupakan data simulasi yang telah disaring berdasarkan posisi yang terdekat dengan waypoint, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
56
Tabel 4. Data murni simulasi
id
callsign
aircraft_type
dof
fixes
lat
lon
1
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
0.3866270236
104.9706596850
2
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
0.3554858185
3
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
4
GA_East_0
FA99X
5
GA_East_0
6
afl
speed
9/11/2011 23:00:28
400.00
936.000
104.9988285432
9/11/2011 23:00:29
400.27
929.577
0.3253958206
105.0260465293
9/11/2011 23:00:30
406.32
932.408
9/11/2011
0.2948062207
105.0537164316
9/11/2011 23:00:31
401.94
919.958
FA99X
9/11/2011
0.2642143447
105.0813883927
9/11/2011 23:00:32
400.66
952.897
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
0.2336233768
105.1090595325
9/11/2011 23:00:33
390.82
936.000
7
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
0.1963217285
105.1418305102
9/11/2011 23:00:34
399.29
936.000
8
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
0.0971911505
105.2217887601
9/11/2011 23:00:35
406.83
921.906
9
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
-0.0035944214
105.3030819202
9/11/2011 23:00:36
396.04
924.963
57
eto
Tabel 4. Data TSD
id
callsign
aircraft_type
dof
fixes
lat
lon
eto
afl
speed
1
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
AKTOD 0.1963217285
105.1418305102
9/11/2011 23:00:34
399.29
936.000
2
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
SANOS
0.0971911505
105.2217887601
9/11/2011 23:00:35
406.83
921.906
3
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
LIANA
0.3866270236
104.9706596850
9/11/2011 23:00:28
400.00
936.000
4
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
APARI
0.3866270236
104.9706596850
9/11/2011 23:00:28
400.00
936.000
5
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
APAGA
-0.3059307519
105.5469449578
9/11/2011 23:00:39
400.27
929.577
6
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
AKULA -0.3059307519
105.5469449578
9/11/2011 23:00:39
400.27
929.577
7
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
SABIL
0.0971911505
105.2217887601
9/11/2011 23:00:35
406.83
921.906
8
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
SUMBU 0.3866270236
104.9706596850
9/11/2011 23:00:28
400.00
936.000
9
GA_East_0
FA99X
9/11/2011
SIPUT
105.1418305102
9/11/2011 23:00:34
399.29
936.000
0.1963217285
58
59
Gambar 4. 9 Grafik niilai AFL (Air Fllight Level) dataa lima menit
Gambbar 4. 10 Grafik nilai AFL (Air Flight F Level) daata 15 menit
59
60
Gambbar 4. 11 Grafik nilai AFL (Air Flight F Level) daata 30 menit
Ketiga grafik di atass menunjukkan n intensitas peruubahan ketinggian pesawat terrbang dalam sim mulasi berdasarrkan rentan waaktu ma lima menit, 115 menit dan 300 menit. Turbuleensi / pilot errorr di kategorikann berdasarkan tittik radar sepanjang spawn yang ddiuji yaitu selam jalur A576 yyaitu AKTOD, AKULA, APA AGA, APARI, LIANA, SABIL, SANOS, S SIPUT dan SUM MBU, dimana berdasarkan leetak geografisnya terdapat tiga tittik yang memiliki penyimpanggan ketinggian terbesar t yaitu A AKULA yang dii tunjukkan den ngan warna kuniing, GA yang ditunjuukkan dengan w warna biru, sem makin besar frek kuensi kejadiann nya APARI yangg ditunjukkan deengan warna hiijau dan APAG maka semakin besar pula kem mungkinan terjaadinya tabrakan.
60
61
Gambar 4. 12 Grafik nilai keccepatan data 5 menit
61
62
Gambar 4. 13 G Grafik nilai keceepatan data 15 menit m
Gambar 4. 14 G Grafik nilai keceepatan data 30 menit m
62
63
Ketiga grafik di atas menunjukkan intensitas perubahan kecepatan pesawat terbang dalam simulasi berdasarkan rentan waktu spawn yang diuji yaitu selama lima menit, 15 menit dan 30 menit. Dimana kemungkinan besar terjadinya turbulensi / error pada kecepatan dengan rentan 900 – 940 km/h, di sini semua titik radar mengalami rawan perubahan yang meningkatkan kemungkinan terjadinya tabrakan apabila kecepatan pesawat tidak dimonitor dan melebihi batas yang telah di tentukan pada jalur A576.
63
64
4.3
Tahap Pengolahan Hasil Output Dalam tahap ini, data yang telah dihasilkan dari simulasi STP ini
kemudian akan di sortir kembali untuk mem-filter data-data yang dinilai tidak valid untuk memperkecil kesalahan perhitungan jika ada. Selanjutnya dilakukan perhitungan total jam terbang pesawat selama simulasi berlangsung, yaitu dengan menghitung waktu tempuh pesawat dari titik awal keberangkatan hingga titik akhir kedatangan selama simulasi berlangsung.Dengan skala perbandingan waktu antara
simulasi
dan
sebenarnya,
yakni
satu
menit
dalam
simulasi
mempresentasikan satu jam dalam waktu sebenarnya.
Tabel 4. Hasil perhitungan total jam terbang Data Simulasi
Total Jam Terbang (dalam jam)
Pertama (5 menit)
23761.5
Kedua (15 menit)
9898
Ketiga (30 menit)
5029.5
Setelah diketahui nilai total jam terbang pesawat maka selanjutnya dilakukan perhitungan jarak antar pesawat berdasarkan waktu EstimatedTimeOver (ETO) yang dapat dilakukan melalui menu perhitungan dalam aplikasi STP, satuan ukur secara standart yang dipilih adalah Nautical Milesseperti yang ditunjukkan pada gambar 4.8
64
65
Gambar 4. 15Menu Perhitungan Alur perhitungan jarak pesawat ditunjukkan pada gambar 4.9 di bawah, dimana aplikasi akan melakukan perhitungan berdasarkan waktu ‘eto’ dengan mengelompokkan pesawat dalam tiap-tiap waktu. Setelah dikelompokkan maka selanjutnya dilakukan perhitungan jarak pesawat dengan formula haversin dan dilakukan looping sebanyak jumlah pesawat yang terdapat dalam kelompok tersebut yang telah dijelaskan pada subbab 3.1.10.
Gambar 4. 16Alur perhitungan jarak pesawat
65
66
Gambar 4.17Hasil perhitungan jarak antar pesawat Langkah terakhir adalah menghitung nilai TLS dari hasil simulasi, dengan menggunakan formula TLS dengan data TSD dengan menggunakan formula Collition Risk Model (CRM) yang telah dijelaskan pada subbab 2.8.Tidak semua komponen-komponen dalam CRM dapat dihitung dengan data simulasi dikarenakan terbatasnya data yang dihasilkan dan masih banyak komponen yang diambil dari asumsi AAMA sebab belum sepenuhnya komponen-komponen rumus CRM dapat ditelusuri asal datanya. Oleh karena itu penulis membagi komponen-komponen tersebut menjadi dua bagian yakni komponen yang dihitung melalui data TSD dan komponen yang diambil dari data laporan AAMA.Komponen-komponen CRM yang dapat dihitung dari data TSD adalah :
66
67
Tabel 4. Komponen CRM dari data simulasi Komponen
Data 1 (5 menit)
Data 2 (15 menit)
Data 3 (30 menit)
0.008147094
0.001997732
0.000387985
0.235713028
0.115597392
0.022450494
502.6 knots
497.3 knots
500.6 knots
Komponen-komponen CRM yang diambil dari data AAMA adalah : Tabel 4. Komponen CRM dari data AAMA Komponen
Nilai 0.0259 0.0234 0.0076 0.0000000186 121.6 30.22 13
ż
1.5
Data pada tabel 4.6 di atas diambil dari laporan AAMA untuk periode Oktober 2009 hingga September 2010, dengan pertimbangan nilai dari komponen tersebut yang digunakan untuk menghitung nilai TLS sebelumnya berdasarkan data TSD untuk FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang dan masih terbatasnya data yang dapat dikumpulkan untuk mengetahui perhitungan nilai tersebut.
67
68
Setelah komponen-komponen untuk perhitungan formula CRM di atas lengkap, maka dihitung nilai TLS untuk FIR Jakarta yang dihasilkan dari data TSD oleh simulasi yang telah dijalankan sebelumnya. Nilai TLS ini akan digabungkan dengan nilai TLS dari FIR Ujung Pandang. Nilai Total Technical Risk (*) merupakan gabungan nilai TLS dari dua FIR di Indonesia yakni FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang, untuk FIR Jakarta nilai TLS didapat dari hasil simulasi sedangkan FIR Ujung Pandang didapat dari data ADSB yakni sebesar 9.01952
4.4
.
Hasil Perhitungan Estimasi Resiko Tabrakan Untuk mengetahui estimasi resiko tabrakan yang terjadi, dilakukan
perhitungan seperti yang telah dijelaskan pada poin dua dalam subbab 3.1.10 dengan menggunakan data TSD.Dalam analisis ini, penulis memeriksa lebih dari 22.108 penerbangan pada jalur A576 yang dibagi menjadi tiga data yang dikategorikan berdasarkan waktu pemunculan pesawat. Tabel 4. Hasil perhitungan estimasi resiko tabrakan Jumlah Penerbangan Data pertama Data kedua Data ketiga
13.578 5.656 2.874
Spawn setiap (menit)
Restimasi resiko 5 15 30
18.838 2.225 203
Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa resiko tabrakan akan semakin besar jika kepadatan bertambah, data perhitungan di atas menggunakan data TSD dengan pemisahan standart sebesar 1000 kaki sesuai dengan penerapan RVSM. 68
69
Tentu estimasi ini dapat berubah jika terjadi penyesuaian skenario dan standart pemisahan di kemudian hari, resiko ini menunjukkan bahwa pada data pertama dengan kepadatan 13.578 penerbangan terdapat risiko tabrakan sebesar 138.7% yang disebabkan jarak antar pesawat melebihi dimensi pesawat sehingga kemungkinan akan terjadi tabrakan.
4.5
Hasil perhitungan rumus CRM Setelah data komponen-komponen formula CRM selesai dikumpulkan,
penulis akan menghitung nilai TLS dari masing-masing data simulasi yang dijalankan selama sehari penuh untuk mendapatkan data selama satu bulan penuh dalam waktu simulasi. Penulis akan melihat nilai Technical Risk sebagai pengukur tingkat risiko tabrakan dalam wilayah FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang dan Total Risk sebagai pengukur tingkat risiko tabrakan bagi lajur A576 yang merupakat target dalam penelitian ini. Tabel 4. Hasil perhitungan nilai TLS data pertama Indonesian RVSM Airspace – estimated annual flying hours = 23.761,5hours Source of Risk Risk Estimation TLS Remarks Below Technical TLS Technical Risk 2.5 x10 2.44 x10 Operational Risk 3.03 x10 Meets Overall TLS Total Risk 5.0 x 10 3.27 x 10
Tabel 4. Hasil perhitungan nilai TLS data kedua Indonesian RVSM Airspace – estimated annual flying hours = 9.898hours Source of Risk Risk Estimation TLS Remarks Below Technical TLS Technical Risk 2.5 x 10 2.10 x 10 Operational Risk 3.03 x 10 Meets Overall TLS Total Risk 5.0 x 10 3.24 x 10
69
70
Tabel 4. Hasil perhitungan nilai TLS data ketiga Indonesian RVSM Airspace – estimated annual flying hours = 5.029,5hours Source of Risk Risk Estimation TLS Remarks Below Technical TLS Technical Risk 2.5 x 10 1.84 x 10 Operational Risk 3.03 x 10 Meets Overall TLS Total Risk 5.0 x 10 3.21 x 10
Dari tabel hasil perhitungan formula CRM di atas, dapat disimpulkan
bahwa aplikasi STP berjalan dengan baik dalam mensimulasikan kondisi lalu lintas pada lajur A576 dengan nilai TLS yang wajar berbanding dengan total jam terbang yang terjadi dan nilai distribusi yang di input.Nilai untuk data pertama sebesar 2.44 2.70
tidak terlalu jauh dengan perhitungan tim BPPT yaitu sebesar
. Dari hasil perhitungan ini aplikasi STP melalui diskusi dengan ahli dari
tim BPPT, aplikasi ini dinilai mampu untuk merefleksikan kondisi penerbangan yang sebenarnya dengan ketepatan mendekati kenyataan dengan asumsi-asumsi secara empiris sehingga distribusi probabilitas secara teoritis cocok dengan observasi dan digunakan sebagai input untuk model simulasi yang telah diuji dengan pembuatan grafik pada gambar
4.6
Validasi output simulasi Untuk menentukan seberapa representative output simulasi, penulis
memvalidasi model simulasi dengan partisipasi analis, pengambil keputusan dan manajer system. Dengan uji validasi model apakah pengambil keputusan dapat mempercayai model yang digunakan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan, karena tidak ada teknik tunggal untuk melakukan validasi model maka 70
71
berdasarkan sistem yang sedang dimodelkan dan lingkungan pemodelan penulis menerapkan metode perbandingan output simulasi dengan system nyata yang ditunjukkan pada gambar 4.18
Gambar 4. 8Validasi data hasil simulasi
Perbandingan antara model dan system nyata merupakan perbandingan
statistic dan perbedaan dalam performa harus diuji untuk signifikansi statistiknya. Perbandingan ini tidak bisa dilakukan dengan sederhana itu, karena peforma yang diukur menggunakan simulasi didasarkan pada periode waktu yang sangat lama, dalam thesis ini simulasi dilakukan selama satu bulan waktu simulasi atau 720 jam waktu sebenarnya. Kinerja yang diukur dalam system nyata sebaliknya didasarkan pada periode waktu yang singkat, dalam kasus ini penilaian yang dilakukan oleh tim BPPT hanya mengambil data TSD dari bulan Desember saja yang dianggap dapat mewakili kondisi lalu lintas yang terpadat. Kendala kedua, semua kondisi awal system yang mempunyai pengaruh pada peforma system secara umum tidak diketahui pada sistem nyata.
71
72
Permasalahan lainnya dalam membuat perbandingan statistical antara sistem nyata dengan model simulasi adalah bahwa peforma yang diukur dalam sistem nyata mungkin merefleksikan banyak elemen atau pengaruh dalam sistem yang dikeluarkan dari sistem. Contohnya ukuran penyimpangan pesawat baik untuk ketinggian maupun kecepatan dimasukkan pengaruh nilai distribusi laplace, tipe pesawat dan jadwal pesawat. Pengaruh ini lebih disukai dikeluarkan dari model simulasi karena pengaruhnya akan konstan untuk sembarang alternative model simulasi yang diharapkan untuk dievaluasi. Untuk membandingan data output sistem, maka diambil hasil pemrosesan data TSD dari menara ATC di bandara Soekarno-Hatta yang ditunjukkan pada tabel4.11 dengan data TSD dari model simulasi yang ditunjukkan pada tabel 4.3 lalu melihat hasil perhitungan Technical Riskpada tabel 4.8. Table 4.11 Tabel hasil perhitungan Hasil perhitungan Sistem nyata Technical Risk
2.55
Sistem model simulasi
2.44
Tim BPPT
2.70
Sistem nyata pada tabel di atas menunjukkan hasil perhitungan Technical Risk dari laporan AAMA dengan data TSD yang diambil dari Bandara SoekarnoHatta pada bulan Desember 2010. Perhitungan ini dilakukan secara independen dengan menggunakan modul CRM, data yang dipakai pada system ini dapat dilihat pada table 4.12. Pada Sistem model simulasi menunjukkan hasil perhitungan dari aplikasi simulasi STP dengan data TSD yang sama dengan yang
72
73
dipakai oleh AAMA, dimana pada simulasi STP data yang dihasilkan dibuat dari input yang diambil dari data TSD sehingga dapat mempresentasikan kondisi lalu lintas penerbangan untuk bulan Desember 2010. Dari kepadatan pada bulan itu ditentukan pemakaian data simulasi dengan waktu spawn setiap lima menit yaitu data hasil simulasi pada table 4.8. Untuk Tim BPPT menunjukkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPPT dengan referensi data TSD dari simulasi. Ketiga perhitungan di atas dilakukan dengan dasar data yang sama yaitu berlandaskan pada traffic bulan Desember 2010. Dari hasil perhitungan ini hasil simulasi dinilai valid dengan melihat perbandingan hasil pengukuran tidak lebih besar dari 0.5, dengan asumsi plot distribusi yang digunakan sama dan diambil berdasarkan data yang diperoleh dari bandara Soekarno Hatta yang digunakan oleh ketiga perhitungan di atas. Langkah validasi ke dua yaitu berdasarkan Robert G. Sargent dalam papernya menyatakan bahwa untuk memvalidasi dan memverifikasi suatu simulasi dibutuhkan beberapa tehnik atau bahkan kombinasi dari tehnik tersebut yang dapat ditunjukkan dengan tabel 4.13.
73
74
Table 4.12Evaluation Table for Conceptual Model Validity
Category/Item
Technique(s)
Justification for Technique Used
Used Teori
Animation
Reference to
Result / Conclusion
Supporting Report - Tehnik animation digunakan untuk
Gambar 4.7
Confidence in Result
Animasi menunjukkan
Asumsi
melihat model CRM berjalan saat
prilaku representasi lalu
Representasi
simulasi dilakukan.
lintas pesawat terbang.
Good
Model Face Validity
- Tehnik Face Validity digunakan
Sub Bab 4.6
Tim BPPT melihat sistem
untuk memverifikasi kepada orang
simulasi berjalan dengan
yang ahli di bidangnya untuk
baik
Good
melihat apakah system sudah berjalan reasonable.
Event Validity
- Tehnik Event Validity digunakan
Table 4.11
Perbandingan tidak lebih
untuk melihat apakah kejadian
dari 0.5 dalam perhitungan
dalam simulasi mendekati kejadian
Techical Risk menunjukkan
sebenarnya apabila dibandingan
hasil simulasi yang baik
Good
74
75
dalam aplikasi ini data yang
untuk mempresentasikan
dibandingkan adalah resiko
kondisi penerbangan yang
tabrakan.
sesungguhnya.
Gambar 4.1
Parameter distribusi
Parameter
- Tehnik Parameter Variability
Variability
digunakan untuk melihat pengaruh
Laplace dan Skenario
atas input yang diberikan kepada
penjadwalan penerbangan
model simulasi dan melihat efeknya
sangat mempengaruhi
terhadap hasil simulasi tersebut.
environtment simulasi yang
Good
akan dilakukan.
Good Table 4.1
- Nilai parameter distribusi
Historical Data
- Tehnik HistoricalData Validation
Validation
digunakan sebab data historis
Laplace berdasarkan data
digunakan sebagai dasar penentuan
LHD dinilai mampu
parameter simulasi dalam hal ini
membantu menciptakan
distribusi Laplace.
kondisi penerbangan mendekati kenyataan.
75
76
Table 4.12 Data sistem nyata
CALLSIGN COUNTER AIRCRAFT_TYPE DOF FIXES_NUM FIXES LAT LON ETO AFL 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 10 ELANG -0.92667 114.8341 30155 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 11 BPN -1.24556 116.9402 32017 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 12 -1.25 118.25 33210 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 13 DORIA -0.96639 119.2366 34124 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 14 ZCUC -0.93777 119.4681 34324 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 15 PAL -0.885 119.8947 34704 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 16 DILAM -0.89361 120.3772 35207 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 17 TAPIR -0.88667 123 41322 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 18 TELES -0.90667 126.565 44116 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 19 GUGUS -0.90667 127.1633 44652 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 20 -0.91085 127.6171 45026 406 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 21 -0.9212 128.7684 45931 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 22 ZCUE -0.92476 129.1683 50239 348.23 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 23 GOBAL -0.92667 129.3847 50420 314.4 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 4 0.65587 105.501 14434 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 5 GOBIK 0 108.1016 20542 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 6 PNK -0.07917 109.375 21546 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 7 OMEGA -0.38333 111.12 23046 410 3AMGA 390133 F900 12/5/2010 8 ROTAN -0.53083 112.2855 24000 410
76