BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Perubahan Strategi Pemerintah yang diwakili oleh BPH Migas dan Pertamina dari Pasar Monopoli ke Pasar bebas. Sebelum tahun 2001 kondisi industri minyak dan Gas bumi di Indonesia masih menganut sistem monopoli yang memberikan Kuasa Pertambangan (KP) kepada Pertamina disektor hulu sekaligus menempatkan Pertamina sebagai Regulator dan sekaligus sebagai pemain/pelaksana lapangan pada industri hulu tersebut. Disektor hilir Pertamina diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan pengadaan dan pendistribusian BBM diseluruh wilayah Indonesia. Adanya tingkat persaingan Global dan semakin menipisnya cadangan minyak nasional mendesak Pemerintah untuk merubah kebijakan dalam merubah mekanisme pemasaran BBM dari sistem Monopoli menjadi pasar bebas melalui UU No : 22 tahun 2001. Dengan dikeluarkannya UU tersebut maka ada 3 (tiga) komponen strategi Pemerintah yang perlu kita ketahui adalah sebagai berikut :
4.1.1. Strategi Pemerintah pada Masa Pasar Monopoli Pada masa awal kemerdekaan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan sistem monopoli pada industri Minyak dan Gas bumi dikarenakan berdasarkan UUD 45 pasal 33 seluruh sumber kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar –
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk itu Pemerintah menunjuk P.N. Pertamin dan P.N. Permina untuk melakukan tugas mengatur dan mengelola bisnis BBM di Indonesia. Beberapa tahun kemudian BUMN tersebut dilebur menjadi satu dengan nama Pertamina. P.N Permina sempat membeli aset dan operasi PT Shell Indonesia di tahun 1966 dengan harga yang disepakati. Setelah dilebur Pertamina kemudian mendapatkan tugas kerja untuk mendistribusikan BBM ke seluruh wilayah Indonesia, dan hasil produksi sesudah dikurangi kebutuhan domestik sebagian dijual keluar negeri sebagai penyumbang devisa negara. Disamping itu, pengawasan terhadap kegiatan eksplorasi minyak dan Gas bumi juga masih sepenuhnya dikontrol dan dimonitor sepenuhnya oleh Pertamina
4.1.2. Strategi Pemerintah dalam Transisi Menuju Pasar Bebas Dengan diberlakukannya UU no: 22 tahun 2001 maka Pemerintah perlu melakukan langkah- langkah strategis untuk meratakan jalan dari pasar monopoli menuju pasar bebas. Perubahan status Pertamina menjadi Persero serta menjadi salah satu produsen minyak disamping para PSC produsen minyak dan Gas bumi lainnya membuat Pertamina harus bersaing baik dalam penyediaan maupun pendistribusian. Namun Pertamina tetap memiliki keunggulan yang sudah berlangsung cukup lama ketimbang pemain – pemain baru yang belakangan ini menunjukkan eksistensinya untuk bermain di hilir sesuai dengan UU no.22 tahun 2001, karena memiliki kilang yang secara kuantitatif terbilang besar, depot yang tersebar hampir seluruh wilayah
penyaluran ditanah air dan memiliki pelabuhan BBM sendiri. Pemerintah berupaya untuk merubah pola berpikir masyarakat luas yang terbiasa dengan kebijakan subsidi menuju ke suatu pola berpikir pasar bebas.. Pemerintah tetap harus melihat perubahan strategi ini sebagai bagian dari perubahan paradigma pelayanan masyarakat dengan mengacu pada daya beli masyarakat pada umumnya.
4.1.3. Strategi Pemerintah pada Masa Pasar Bebas Kondisi yang diharapkan Pemerintah dengan diberlakukannya UU no: 22 tahun 2001 adalah adanya pertumbuhan usaha hulu yang meliputi : 1. Peningkatan usaha dengan exploration campaign untuk perluasan resource base dan reserve replacement. 2. Meningkatkan laba melalui peningkatan volume dan produksi. 3. Melakukan restrukturisasi dan revitalisasi Pertamina. 4. Meningkatkan sosialisasi strategi – strategi migas kepada masyarakat luas secara konsisten. 5. Membentuk suatu badan regulator tersendiri yang dinamakan BP Migas untuk mengatur seluruh kegiatan Hulu agar terwujud independensi dalam pengambilan kebijakan. Disadari sepenuhnya bahwa tanpa hulu yang sehat maka hilir pun tidak mungkin sehat apabila kita lihat korelasi dari kedua industri yang sangat erat kaitannya tersebut. Sedangkan pada Industri Hilir Pemerintah mengharapkan sebagai beikut :
1. BBM dapat terdistribusi dengan baik di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Terjadinya persaingan yang sehat di dalam industri hilir sehingga industri ini dapat berkembang dengan baik, baik itu dari sisi kualitas produk maupun pelayanan. 3. Masuknya investasi asing dalam industri hilir dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat 4. Pertamina diharapkan mampu membenahi dirinya dalam industri ini agar menjadi pemain yang professional. 5. Dibentuk suatu badan regulator tersendiri yang mengatur industri Hilir yang dinamakan BPH Migas 4.2 Pembentukan BPH Migas Industri Minyak dan Gas bumi merupakan unsur penting dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri maupun sebagai penghasil devisa negara sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin. Dalam upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan Gas bumi yang mandiri, handal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional sehingga mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, telah ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi.
Undang-undang tersebut memberikan landasan hukum bagi pembaharuan dan penataan kembali kegiatan usaha Migas nasional mengingat peraturan perundangundangan sebelumnya (UU No.44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas bumi dan UU No.8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas bumi Negara) sudah tidak lagi sesuai dengan keadaan sekarang maupun tantangan yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 22 Tahun 2001, Kegiatan Usaha Hilir Migas berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Namun Pemerintah tetap berkewajiban menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mengatur kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai dan mendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Didalam melaksanakan tanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa guna menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM di seluruh wilayah NKRI dan mendorong peningkatan pemanfaatan Gas bumi dalam negeri. Pemerintah sesuai amanat Undang- undang No. 22 Tahun 2001 telah membentuk suatu badan independen yaitu Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha
Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa (Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2002 Keputusan Presiden No. 86 Tahun 2002), yang selanjutnya Badan ini disebut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Untuk melaksanakan ketentuanketentuan dalam UU No.22 Tahun 2001 khususnya yang menyangkut kegiatan usaha hilir Migas, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. VISI BPH Migas : Terwujudnya penyediaan dan pendistribusian BBM di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatnya pemanfaatan gas bumi di dalam negeri melalui persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat MISI BPH Migas : Melakukan pengaturan dan pengawasan secara independen dan transparan atas pelaksanaan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan peningkatan pemanfaatan Gas bumi di dalam negeri Dasar Hukum BPH Migas: :UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi Peraturan Pemerintah : •
PP No 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas bumi Negara ( PERTAMINA ) menjadi perusahaan perseroan ( PERSERO )
•
PP No 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas bumi
•
PP No 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas bumi Melalui Pipa
•
PP No 1 tahun 2006 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran Badan Usaha Dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas bumi melalui Pipa Peraturan Presiden :
Kepres No. 86 Tahun 2002 Tentang pembentukan badan pengatur penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan kegiatan usaha pengangkutan Gas bumi melalui pipa
Perpres No. 55 Tahun 2005 Tentang harga jual eceran bahan bakar minyak dalam negeri Lampiran Perpres No. 55 Tahun 2005
Perpres No. 71 Tahun 2005 Tentang penyediaan dan pendistribusian jenis bahan bakar minyak tertentu
Perpres No. 09 Tahun 2006 Tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 55 tahun 2005 tentang harga jual eceran bahan bakar minyak dalam negeri
Peraturan Menteri : Peraturan MESDM No. 0007 Tahun 2005 Tentang persyaratan dan pedoman pelaksanaan izin usaha dalam kegiatan usaha hilir minyak dan Gas bumi
Peraturan MESDM No. 0044 Tahun 2005 Tentang penyelenggaraan penyediaan dan pendistribusian jenis bahan bakar minyak tertentu
Keputusan MESDM No. 1065 tahun 2003 Tentang organisasi dan tata kerja sekretariat dan direktorat pada badan pengatur penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan kegiatan usaha pengangkutan Gas bumi melalui pipa
Keputusan MESDM No. 1088 K/20/MEM/2003 Tentang pedoman pelaksanaan pembinaan, pengawasan, pengaturan, dan pengendalian kegiatan usaha hulu minyak dan Gas bumi dan kegiatan usaha hilir minyak dan Gas bumi
Keputusan MESDM No. 1321 K/20/MEM/2005 Tentang rencana induk jaringan transmisi dan distribusi Gas bumi nasional
Keputusan MESDM No. 2048 Tahun 2005 Tentang wilayah usaha niaga jenis \ bahan bakar minyak tertentu
Peraturan BPH Migas : No: 01/P/BPH Migas/XII/2004 Tentang pedoman pemberian hak khusus pengangkutan Gas bumi melalui pipa pada ruas tertentu pipa transmisi Gas bumi
No: 02/P/BPH Migas/XII/2004 Tentang pedoman pemberian hak khusus pengangkutan Gas bumi melalui pipa pada wilayah tertentu jaringan distribusi Gas bumi
No: 03/P/BPH Migas/I/2005 Tentang pedoman penetapan harga Gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil
No: 04/P/BPH Migas/II/2005 Tentang pedoman penetapan tarif pengangkutan Gas bumi melalui pipa
No: 05/P/BPH Migas/III/2005 Tentang pedoman lelang ruas transmisi dan wilayah jaringan distribusi Gas bumi
No: 06/P/BPH Migas/III/2005 Tentang pedoman pemanfaatan bersama fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar minyak serta fasilitas penunjangnya milik badan usaha
No: 07/P/BPH Migas/IX/2005 Tentang pengaturan dan pengawasan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak
No: 08/P/BPH Migas/X/2005 Tentang kewajiban pendaftaran bagi badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha bahan bakar minyak
No: 09/P/BPH Migas/XII/2005 Tentang penugasan badan usaha untuk penyediaan dan pendistribusian jenis bahan bakar minyak tertentu
No: 10/P/BPH Migas/II/2006 Tentang pedoman penetapan wilayah distribusi niaga jenis bahan bakar minyak tertentu
Tugas-tugas BPH Migas antara lain: 1. Badan Pengatur melakukan pengawasan terhadap Badan Usaha yang melakukan penyediaan dan pendistribusian BBM sejak mulai perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan realisasi. 2. Badan Pengatur dapat melakukan inspeksi langsung terhadap kelancaran pendistribusian BBM sampai titik serah di konsumen akhir. 3. Badan Pengatur menetapkan dan me mberikan sangsi kepada Badan Usaha yang melakukan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku dalam melaksanakan kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM. 4. Badan Pengatur dapat mengadakan usulan kepada Menteri untuk menggunakan cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional, jika terjadi kelangkaan BBM yang disebabkan oleh adanya gangguan keamanan dan/atau kahar (force majeure). 5. Badan Pengatur menetapkan Wilayah Distribusi Niaga jenis BBM tertentu untuk Badan Usaha pemegang izin Usaha Niaga Umum. 6. Badan Pengatur menetapkan alokasi volume jenis BBM tertentu kepada Badan Usaha yang mendapat penugasan dari Pemerintah. 7. Badan Pengatur menetapkan lokasi, jumlah, dan jenis Bahan Bakar Minyak bagi Badan Usaha yang ditunjuk oleh Menteri untuk memenuhi Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional; 8. Badan Pengatur dalam menetapkan lokasi, jumlah, dan jenis cadangan Bahan Bakar Minyak nasional mempertimbangkan:
a. Kebijakan Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah; b. Penyediaan Bahan Bakar Minyak; c. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Nasional dan Daerah; d. Kondisi geografi, demografi, dan ketersediaan energi alternatif; e. Politik, sosial, dan ekonomi serta keamanan nasional; f. Besarnya Cadangan Operasional Badan Usaha. 9. Badan
Pengatur
melakukan
pengaturan
dan
pengawasan
terhadap
pemanfaatan bersama fasilitas pengangkutan, fasilitas penyimpanan, dan fasilitas penunjangnya yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Badan Usaha. 10. Pada daerah yang mengalami Kelangkaan disebabkan oleh kegagalan pasokan, Badan Pengatur menugaskan Badan Usaha lain untuk mengatasinya dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Badan Usaha yang mengalami kegagalan pasokan, baik biaya pemanfaatan maupun biaya penyediaan dan pendistribusiannya dibebankan kepada Badan Usaha yang mengalami kegagalan pasokan.
4.3. Strategi Bisnis BBM dalam Menghadapi Pasar Bebas Kekuatan perusahaan dalam menghadapi pesaing menurut Porter (1980, 5) dapat ditinjau dari lima kekuatan persaingan yaitu ancaman pendatang baru, kekuatan tawar menawar pembeli, kekuatan tawar menawar pemasok, ancaman produk subsitusi dan persaingan di kalangan anggota industri. Kekuatan atau faktor
persaingan akan menentukan kemampuan untuk menciptakan suatu laba suatu industri dan merupakan faktor yang penting dalam perumusan strategi. BPH Migas sebagai regulator merumuskan beberapa target untuk meningkatkan daya saing pemain lokal yaitu sebagai berikut: •
Terlaksananya tugas strategi dalam pengaturan dan pengawasan penyediaan dan pendistribusian BBM yang selama ini ditangani PERTAMINA.
•
Teratur dan terawasinya penyediaan dan pendistribusian BBM Di seluruh wilayah NKRI.
•
Tersedianya BBM di daerah terpencil.
•
Tercapainya pasar terbuka niaga BBM secara bertahap.
•
Terlaksananya peningkatan inve stasi dalam penyediaan dan pendistribusian BBM dan Gas bumi serta pengembangan infrastruktur pengangkutan Gas bumi.
•
Mempertemukan kepentingan Pemerintah (penentu kebijakan), Badan Usaha (pelaku bisnis) dan Konsumen.
•
Terlindunginya masyarakat kurang mampu dan usaha kecil melalui penetapan harga Gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.
•
Tercapainya optimalisasi biaya pengangkutan Gas bumi melalui pipa dengan pengaturan dan penetapan tarif pengangkutannya sehingga diperolah harga Gas bumi yang wajar.
•
Terlaksananya peningkatan pemanfaatan Gas bumi dan pengurangan penggunaan BBM sehingga ekspor minyak bumi dapat dipertahankan dan
meningkatkan penerimaan negara. •
Terlaksananya pengaturan pemanfaatan bersama fasilitas pengangkutan dan penyimpanan
BBM
untuk
mengefisienkan
biaya
penyediaan
dan
pendistribusian BBM yang akan berpengaruh langsung pada harga BBM.
4.3.1. “Ancaman” Pendatang Baru Pendatang baru ke suatu industri membawa masuk kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar (market share), dan seringkali sumber daya yang cukup besar. Besarnya dampak mereka bergantung pada hambatan masuk yang ada dan pada reaksi dari peserta persaingan yang sudah ada menurut perkiraan calon pendatang baru. Selama ini dengan peraturan perundang-undanga n yang berlaku UndangUndang nomor 8 tahun 1971, memberikan hak monopoli pada Pertamina, sehingga pendatang baru tidak dapat masuk dalam kegiatan Pengolahan, Pengangkutan dan Penjualan Bahan Bakar Minyak. Disamping itu dengan harga BBM yang disubsidi oleh Pemerintah maka pendatang baru tidak dapat dersaing untuk jenis BBM yang masih disubsidi Pemerintah.
Maka sampai pada saat ini posisi Pertamina dalam
penjualan bahan bakar minyak cukup kuat dan seyogyanya belum merasa “terancam” oleh para pendatang baru. Undang-undang baru yang mengatur Minyak dan Gas bumi UU nomor 22 tahun 2001 tanggal 23 Nopember 2001, membuka peluang bagi pendatang baru untuk masuk pada kegiatan pengolahan, pengangkutan, niaga dan penyimpanan BBM.
Kondisi ini diperkuat dengan telah diberlakukannya harga beberapa jenis BBM secara bertahap mengikuti harga pasar yang di dasarkan pada harga MOP's (Mid Oil Plats) Singapura. Pendatang baru akan mencari pasar yang cukup baik terutama di kota-kota besar di Jawa yang infrastrukturnya memungkinkan dan pasarnya cukup besar. Untuk menghadapi pendatang baru Pertamina perlu mempersiapkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan dapat dibangun oleh perusahaan antara lain : A. Akses ke Saluran Distribusi Pertamina telah mempunyai jalur distribusi di seluruh wilayah Indonesia yang cukup besar dan selama ini telah ditangani dengan baik di dalam pemasaran bahan bakar minyak. Untuk mempertahankan Pertamina sebagai pemimpin di dalam pemasaran BBM maka sistem distribusi yang telah ada perlu dibenahi sehingga dapat menekan
biaya
distribusi
terutama
sistem
transportasi
melalui
laut
yang
membutuhkan biaya cukup tinggi. Pendatang baru akan sangat tertarik untuk melakukan kerjasama dengan Pertamina dalam distribusi BBM, karena membangun jalur distribusi baru akan memakan banyak waktu dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam distribusi BBM, Pertamina akan memiliki advantage diatas pesaing dan yang terpenting adalah Pertamina akan menjaga hubungan dengan dealer, pengecer dan konsumen agar outlet dari jalur distribusi tidak terganggu dan tidak direbut oleh pesaing.
B. Skala Ekonomis Pertamina telah memiliki kilang minyak dengan kapasitas mencapai lebih dari satu juta barrel perhari yang tersebar dibeberapa wilayah Indonesia, sehingga sekitar
80 % kebutuhan BBM domestik dapat dilayani dari kilang minyak dalam negeri, baru sisanya di impor baik berupa intermediate produk maupun produk jadi. Dengan jaminan pasokan BBM dari kilang yang dimiliki, akan memperkuat pemasaran BBM, untuk itu diperlukan integrasi yang cukup baik antara pengolahan dan pemasaran BBM Pertamina. Usaha menekan biaya dari harga pesaing dimungkinkan karena biaya transportasi akan dapat ditekan terutama untuk bersaing di Pulau Jawa dimana Pertamina mempunyai dua kilang minyak yang cukup besar di Balongan ( Jawa Barat ) dan di Cilacap ( Jawa Tengah ). Pesaing yang telah berpengalaman cukup lama dalam pemasaran BBM di negara sekitar Indonesia yaitu Caltex/CEVRON, Shell, BP, Total dan Esso mempunyai kelebihan kapasitas produk BBM yang akan dipasarkan, namun apabila Pertamina dapat menekan biaya tranportasi dan biaya operasi pengolahan BBM maka Pertamina masih akan dapat bersaing. Pertamina perlu menekan biaya melalui pengurangan aset yang bukan inti (non core asets) yang cukup besar sehingga biaya overhead Pertamina menjadi besar yang membebani biaya BBM. Usaha melepas aset yang tidak terkait dengan bisnis dapat melalui menyerahkan pengelolaannya pada perusahaan lain atau menjualnya. Hal lain yang dapat dilaksanakan oleh Pertamina adalah meningkatkan kemampuan SDM ataupun mengurangi jumlah SDM yang tidak terampil. Dengan kekuatan pasokan BBM Pertamina dan penguasaan jalur distribusi membuat pada awalnya pangsa pasar yang akan diambil oleh pendatang baru tidak akan besar. Namun pendatang baru akan mulai mempersiapkan sarana distribusi khususnya di Jawa yang berupa tangki penyimpanan atau Depot BBM dan sarana outlet BBM atau SPBU untuk segera bersaing dengan Pertamina dari segi kualitas dan pelayanan serta
promosi untuk menggunakan produk yang di pasarkan. Hal ini di tunjang dengan adanya kelebihan suplai dari kilang minyak di Singapura.
4.3.2. Daya Tawar Menawar Pembeli Pembeli atau pelanggan dapat juga menekan harga, menuntut kualitas lebih tinggi atau layanan lebih baik, dan mengadu domba sesama anggota industri, semua ini akan menurunkan laba industri. Bahan Bakar Minyak merupakan produk sangat dibutuhkan oleh seluruh kegiatan masyarakat pembeli, sehingga tawar menawar pembeli sering sangat terbatas. Untuk melindungi pembeli dari perilaku industri diperlukan peraturan Pemerintah yang mengamankan pengadaan BBM untuk dapat dibeli oleh masyarakat. Dalam peraturan perundang - undangan yang baru terdapat badan pengatur yang akan melindungi pembeli dari perilaku penyedia bahan bakar minyak. Pembeli mempunyai kekuatan tawar menawar apabila terdapat alternatif bahan-bakar lain sebagai subsitusi BBM, misalnya bahan bakar gas. Ini terjadi apabila bahan bakar subsitusi tersebut mempunyai kadar nilai yang sama atau lebih baik dari BBM dengan harga yang dapat lebih murah dari pada harga BBM.
Bahan Baku BBM yang berupa minyak mentah sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dunia dan tingkat kemampuan daya simpan (stock) BBM dari negara pembeli bahan bakar minyak. Harga minyak mentah selalu berubah dan sulit diperkirakan. Minyak mentah merupakan biaya tertinggi dalam memproduksi BBM
dan mencapai 80 % dari keseluruhan biaya BBM. Untuk Indonesia pengaruh nilai tukar rupiah terhadap US Dollar sangat besar dalam harga BBM dan bahan bakar subsitusi lainnya karena biaya pengadaan BBM dan harga bahan bakar subsitusi yang berupa Gas bumi ditentukan dengan mata uang US Dollar sehingga perubahan nilai tukar akan mempengaruhi biaya penyediaan dan harga. Dalam persaingan bisnis BBM pembeli sangat peka terhadap harga, pelayanan dan kualitas BBM maka untuk dapat bersaing, perusahaan harus dapat melakukan effisiensi dalam pelayanan bahan bakar minyak agar harga produk yang dijual dapat bersaing dan kualitas terjamin. Usaha ini telah dilakukan oleh produsen maupun pengecer bahan bakar minyak dengan mengurangi jumlah SDM dan menyediakan tempat yang nyaman bagi pelanggan dalam membeli BBM antara lain mengurangi tingkat
antrian
kendaraan
di
SPBU,
mempermudah
pembayaran
dengan
menggunakan kartu (card), menyediakan convenient store bagi pelanggan yang membutuhkan bahan kebutuhan lain sambil membeli BBM. Dengan banyak perusahaan yang akan ber bisnis bahan bakar minyak mengakibatkan daya tawar menawar pembeli menjadi tinggi. Untuk menjaga agar konsumen ( pembeli ) tidak beralih keperusahaan lain harus diberikan pelayanan yang cukup baik, harga yang bersaing dan kualitas produk yang cukup baik.
4.3.3. Daya Tawar Menawar Pemasok Pemasok dapat memanfaatkan kekuatan tawar menawarnya atas para anggota industri dengan menaikkan harga atau menurunkan kualitas barang dan jasa yang dijual. Pemasok yang kuat dapat menekan kemampulabaan suatu industri. yang tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya dengan menaikkan harganya sendiri. Pasokan bahan bakar minyak untuk kebutuhan dalam negeri sekitar 80 % di pasok dari kilang dalam negeri dan 20 % di pasok dari impor. Sebagian besar minyak mentah yang diolah berasal dari minyak mentah dalam negeri yang berupa produksi Pertamina, bagian Pemerintah dari kontrak bagi hasil dengan kontraktor, dan minyak mentah prorata. Minyak mentah dari kilang dalam negeri sekitar 80 % dan sisanya berasal dari minyak mentah impor. Harga minyak mentah dalam negeri didasarkan pada harga Indonesian Crude Pricing ( ICP ) dari berbagai jenis minyak mentah yang di produksi. Harga ICP mengikuti harga internasional yang selalu berubah. Perubahan harga minyak mentah ini akan sangat mempengaruhi harga BBM. Harga pasar BBM mengikuti harga MOP’S Singapura yang didasarkan pada kondisi suplai dan demand. Pada kondisi tertentu marjin kilang akan sangat rendah yang dapat merugikan produsen. Produsen akan sangat bersaing untuk menekan biaya operasi kilang minyak sehingga dapat mendapatkan margin yang baik dan memasok pembeli dengan harga yang bersaing. Pertamina mempunyai 7 kilang minyak dengan kapasitas lebih dari satu juta barel per hari. Kondisi kilang minyak Pertamina sangat bervariasi dari kilang tua yang biaya operasinya tinggi dan kilang yang biaya operasinya rendah. Kilang yang
mempunyai kapasitas besar dan mempunyai secondary processing umumnya akan lebih menguntungkan bila di bandingkan dengan kilang yang berkapasitas rendah dan tanpa secondary processing. Pemasok BBM dari impor selalu memanfaatkan kondisi suplai yang rendah akibat adanya kilang yang berhenti beroperasi karena pemeliharaan ataupun kerusakan. Untuk menjaga pengaruh dari pemasok maka diperlukan adanya cadangan BBM yang cukup sehingga daya tawar pemasok akan menjadi sedikit pengaruhnya. Cadangan BBM yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya penyimpanan yang meningkat sehingga diperlukan perhitungan cadangan yang optimal antara biaya dan keamanan pasokan.
4.3.4. ”Ancaman” Produk Subsitusi. Produk subsitusi untuk bahan bakar minyak akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan harga BBM. Produk subsitusi untuk BBM belum banyak berkembang, meskipun telah banyak penelitian yang dilaksanakan untuk menggantikan BBM sebagai bahan bakar. Subsitusi BBM akan berkembang apabila harga minyak mentah menjadi diatas 35 US Dollar terus menerus. Harga minyak mentah yang berfluktuasi mengakibatkan pesaing produsen BBM enggan untuk mengembangkan hasil penelitiannya menjadi produksi komersial. Subsitusi yang berjalan pada saat ini adalah bahan bakar gas dengan berkembangnya jaringan transmisi gas bumi akan menambah pasar dari Gas bumi. Meskipun perkembangan gas bumi terkadang tidak mengambil pangsa pasar BBM, akan tetapi akan menghambat laju pertumbuhan penggunaan BBM.
Subsitusi diantara jenis BBM tertentu mungkin akan terjadi, misalnya bahan bakar bensin dan solar yang dapat ditambah aditif tertentu yang dapat menghemat penggunaan bahan bakar. Persaingan melalui kualitas BBM tertentu dengan menambah aditif akan merupakan kekuatan bersaing dari produk subsitusi yang mendorong konsumen beralih kepada produk yang lain yang mempunya i kualitas lebih baik dan hemat di dalam penggunaannya dan menjaga mesin lebih bersih yang dapat menghemat biaya pemeliharaan mesin, meskipun harga BBM yang menggunakan aditif akan lebih tinggi dari harga BBM tanpa aditif. Pengalaman penggunaan aditif telah dimiliki oleh perusahaan besar yang akan masuk sebagai pesaing Pertamina disamping itu perusahaan pesaing pada umumnya telah dapat menyediakan aditif yang dibutuhkan sendiri, hal ini akan merupakan ancaman bagi Pertamina.
4.3.5.
Persaingan Di Antara Para Anggota Industri.
Persaingan di kalangan anggota industri terjadi karena berebut posisi, dengan menggunakan taktik seperti persaingan harga, introduksi produk, dan perang iklan. Persaingan di kalangan anggota industri didalam bisnis BBM berpeluang dengan dibukanya kesempatan bisnis BBM sesuai dengan UU nomor 22 tahun 2001. Perusahaan Minyak Internasional seperti Caltex, Esso, Shell dan BP telah memiliki kilang minyak dan pasar BBM di negara disekitar Indonesia antara lain Singapura, Thailand, Malaysia, Philipina dan Australia. Kapasitas kilang minyak yang dimiliki mempunyai kelebihan dan berpeluang untuk di pasarkan dinegara lain. Indonesia merupakan negara sasaran pasar BBM karena kebutuhannya yang cukup besar.
Perusahaan tersebut akan mencari posisi pasar di Indonesia yang pada saat ini hanya dikuasai oleh Pertamina. Pertamina telah menguasai posisi strategis bahan bakar minyak dan harus dipertahankan untuk menjadi pemimpin dalam bisnis BBM. Mempertahankan pasar dari pendatang baru yang sudah berpengalaman harus dilakukan dengan memberikan marjin yang menarik bagi distributor dan menjaga kualitas BBM serta memperbaiki sarana penjualan BBM sehingga menarik bagi konsumen. Usaha ini dapat dilaksanakan apabila Pertamina dapat menekan biaya dalam pengadaan BBM yang bersaing dibandingkan dengan biaya pendatang baru. Usaha promosi untuk membuktikan kesungguhan Pertamina di dalam penyediaan BBM yang sesuai takaran dan berkualitas sangat mendukung dalam usaha menghadapi persaingan.
4.4. Analisa SWOT terhadap BPH Migas dengan Keluarnya UU No.22 Tahun 2001 Kebijakan Pemerintah mengenai UU no.22 tahun 2001 merupakan kebijakan yang sangat vital dalam struktur ekonomi nasional karena Indonesia merupakan penghasil minyak dan memiliki penduduk yang sangat besar sehingga kebutuhan BBM cukup besar yang sangat mempengaruhi sendi-sendi ekonomi negara.
Oleh
karena itu kebijakan Pemerintah ini perlu di analisa cukup mendalam, apakah kebijakan ini tepat pada saat ini dan tepat untuk masa yang akan datang melihat kondisi masyarakat dan ekonomi negara ini
4.4.1. Kekuatan (Strength) 1.
BPH Migas menjadi sebuah badan regulasi yang lebih transparan, akuntabel, profesional dan mampu untuk menciptakan daya saing dalam negeri yang lebih baik.
2.
BPH Migas memiliki kewenangan untuk menunjuk langsung Public Service Obligation (PSO) atau melalui mekanisme lelang untuk turut berperan serta dalam industri hilir
3. BPH Migas memiliki wewenang dalam mengatur pendistribusian BBM keseluruh Indonesia. 4. BPH Migas dalam melakukan kegiatan operasionalnya dapat mengajukan anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga memiliki basis keuangan yang cukup kuat dan berkelanjutan.
4.4.2. Kelemahan ( Weakness ) 1. Belum ada sangsi atau perangkat Undang Undang yang jelas terhadap pemegang Public Service Obligation (PSO) apabila terjadi pelanggaran dalam proses bisnis. 2.
Ketidaksiapan / kekurangan sumber daya baik dari segi infrastrukur maupun sumber daya manusia yang dimiliki BPH Migas dalam menghadapi pasar bebas.
3. Minimnya tingkat pengawasan dalam setiap aspek dan sektor bisnis di industri hilir.
4. Belum jelasnya posisi hukum dari kebijakan / peraturan yang dikeluarkan oleh BPH Migas (apakah peraturan BPH Migas dapat menjadi landasan hukum di pengadilan dan dianggap Sah oleh DPR / MPR?)
4.4.3. Peluang ( Opportunity ) 1. Terbukanya peluang investasi dalam industri migas di sektor hilir akan mengundang banyak pemain sektor hilir sehingga peran BPH Migas akan semakin besar untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan Negara 2. BPH Migas berperan untuk menjadikan Pertamina menjadi perusahaan yang lebih kompetitif dan profesional di segala lini. 3. BPH migas dapat berpeluang untuk memposisikan dirinya seperti Bank Indonesia dalam bisnis perbankan dimana BPH migas mempunyai kekuasaan sebagai regulator, pembina dan pengawas bagi seluruh pemain dalam industri hilir 4.
Dengan adanya mekanisme pasar terbuka dan munculnya SPBU asing maka BPH Migas dapat mendorong para pemain hilir untuk meningkatkan mutu dan kualitas BBM.
4.4.4. Ancaman ( Threats ) 1. Luasnya wilayah distribusi nasional yang berupa Negara kepulauan mempunyai kesulitan yang cukup tinggi dalam pendistribusian Bahan Bakar Minyak secara merata di seluruh wilayah sampai kepelosok-pelosok, sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan yang sangat komprehensif untuk menanganinya .
2. Pola pikir masyarakat terhadap ketergantungan subsidi BBM perlu dirubah untuk mengurangi beban Pemerintah dan lebih memberikan rasa “fairness” dalam industri ini. 3. Posisi BPH Migas sangat strategis dalam industri BBM sehingga banyak menimbulkan kecemburuan dari instansi Pemerintah lainnya. Kondisi ini menimbulkan kecenderungan akan jatuhnya kewibawaan dari BPH Migas dengan “mengkebiri” kekuasaan ya ng dimiliki melalui perangkat hukum Figure 6 TABEL PENENTUAN STRATEGI BPH MIGAS DI ERA PASAR BEBAS Kekuatan (S)
Kelemahan W
1. BPH Migas sebagai Policy
1. Belum adanya sangsi /
Maker 2. BPH Migas berhak menunjuk lansung PSO atau melalui mekanisme lelang. 3. Wewenang untuk mengatur pendistribusian BBM 4. Anggaran operasional yang
perangkat undang – undang yang jelas terhadap PSO. 2. Minimnya tingkat pengawasan dalam setiap aspek dan sektor bisnis hilir
digunakan berasal dari APBN 3. Belum jelasnya posisi hukum dari setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh BPH Migas
4. Ketidaksiapan / kekurangan baik dari infrastruktur dan sumber daya manusia Peluang (O)
Strateqi S – O
Strateci W-O
1
1. BPH Migas diharapkan
1. BPH Migas harus
BPH Migas berperan untuk meningkatkan
mampu mengeluarkan
menerapkan kebijakan
perekonomian dan
kebijakan-kebijakan kondusif
serta sangsi yang jelas
pendapatan negara.
dan mengakomodir seluruh
agar industri hilir BBM
aspek dalam industri hilir
dapat tumbuh dan
untuk menjadikan
agar tercipta suasana
berkembang dengan baik
Pertamina sebagai
berusaha yang baik ,
sehingga negara
perusahaan yang
transparan, dan akuntabel
mendapatkan kontribusi
berdaya saing tinggi.
sehingga negara
pajak. ( W1 – O1 )
2. BPH Migas berperan
3. BPH Migas dengan
mendapatkan keuntungan
segala kewenangan
melalui pajak dan tercipta
Pertamina yang awalnya
akan mampu
lapangan pekerjaan (S1 – O1)
sebagai regulator menjadi
memposisikan
2. Dengan merubah fungsi
2. Dengan kemunculan pesaing
kontraktor akan membuat
dirinya seperti Bank
– pesaing baru membuat
Pertamina lebih fokus dan
Indonesia di
Pertamina menjadi lebih
BPH Migas perlu
perbankan
kompetitif dan profesional (
mengakselarasi kinerjanya
S2 – O2 – O4 )
agar lebih optimal ( W2 –
4. BPH Migas mampu mendorong para pemain sektor hilir
3. BPH Migas mempunyai kekuatan hukum yang cukup
O2 ) 3. Memperkuat basis hukum
untuk meningkatkan
besar karena dipayungi oleh
dan perangkat undang –
mutu.
Undang-Undang, Keputusan
undang yang ada agar
Presiden dan Keputusan
lebih terukur dan mampu
Menteri sehingga perannya
memperbesar tingkat
cukup sentral di industri hilir
kewenangan sehingga
tinggal bagaimana
kedepannya dapat menjadi
mengakselerasi kemampuan
sentral regulator ( W3 –
SDM agar BPH Migas
O3 )
mampu seperti BI dalam dunia Perbankan. ( S3 – O3 ) 4. Dengan kekuatan Financial
4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan melakukan
yang ditopang oleh negara
perekrutan dan pelatihan
maka operasional
sehingga produk kebijakan
pengawasan dari BPH Migas
dan pengawasan menjadi
akan terlaksana dengan baik
lebih optimal ( W4 – O4 )
yang dengan sendirinya akan meningkatkan mutu pelayanan dan produk dalam industri hilir ( S4 – O4 )
Dari analisa faktor strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT diatas maka dapat dijabarkan beberapa langkah strategi BPH Migas yang perlu dilaksanakan dalam mengatur industri hilir BBM dimasa pasar bebas yaitu :
A. BPH Migas diharapkan mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan kondusif dan mengakomodir seluruh aspek dalam industri hilir. Sebagai lembaga regulator dalam industri hilir BPH Migas sebaiknya turun ke lapangan untuk memperhatikan segala aspek yang terjadi di lapangan dan mau melakukan komukasi terhadap seluruh stakeholder dalam industri hilir Migas di Indonesia agar kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh BPH migas mampu mengakomodir segala kebutuhan dan masalah- masalah yang timbul dalam waktu yang cepat dan tepat sehingga industri hilir Migas dapat berjalan dalam situasi yang kondusif. Investor akan banyak menanamkan investasinya dalam industri ini apabila situasi industri ini berjalan dengan kondusif sehingga tercipta pasar yang efisien, banyaknya pemain dalam industri ini akan menambah lapangan pekerjaaan dan penadapatan bagi negara. B. Dengan kemunculan pesaing – pesaing baru membuat Pertamina menjadi lebih kompetitif dan profesional. Pertamina merupakan pemain tunggal dalam indusrti hilir migas pada masa sebelum UU No 22 tahun 2001, karena tidak adanya pesaing ( monopoli ) mengakibatkan pertamina menjadi perusahaan yang kurang profesional dimana mutu produk dan kualitas pelayanannya sangat rendah, dengan diberikannya ijin usaha untuk investor asing yang ingin bermain di industri hilir di Indonesia oleh BPH Migas maka terjadi persaingan untuk memperebutkan pasar, dimana kualitas produk dan pelayanan akan memegang peran penting untuk merebut konsumen. Untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanan maka Pertamina perlu merubah dirinya dengan melakukan restrukturisasi agar menjadi pemain industri
hilir yang kompetitif dan profesional. C. Operasional pengawasan dari BPH Migas dalam Industri Hilir akan terlaksana dengan baik karena ditopang oleh Anggaran Negara BPH Migas bukan merupakan suatu lembaga negara yang mencari profit sehingga struktur keuangannya merupakan struktur biaya, dan dalam melaksanakan operasionalnya BPH Migas memerlukan banyak biaya karena BPH Migas adalah lembaga Negara maka seluruh biayanya ditanggung oleh Negara, hal ini dapat menjamin kelangsungan hidup dari BPH Migas dimana BPH Migas tidak akan bangkrut kecuali di bubarkan oleh Negara. Agar tidak dibuabarkan maka BPH Migas harus memberikan output atau peran yang penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, dan untuk memberikan output dan peran yang penting itu diperlukan Sumber Daya Manusia yang handal, SDM yang handal akan mudah didapat apabila tempat kerjanya cukup menjanjikan dan akan sustainable, oleh karena itu BPH Migas akan lebih mudah untuk merekrut SDM yang handal karena ditopang oleh Anggaran Negara. D. BPH Migas harus menerapkan sangsi / punishment yang jelas agar industri hilir BBM dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sangsi / punishment sangat diperlukan dalam sebuah kebijakan, karena tanpa sangsi / punishment maka sebuah kebijakan itu tidak akan berjalan dengan baik, karena tidak ada yang takut untuk tidak menjalankannya, kalau perlu sangsi itu dibuat agak berat tapi jangan sampai membuat ketakutan yang berlebihan pada industri hilir karena hal itu akan membuat kondisi yang tidak kondusif pada industri hilir. Dengan adanya sangsi maka semua kebijakan akan bisa berjalan dengan baik dan pengawasan juga
perlu ditingkatkan sehingga iklim berusaha di industri hilir dapat tertata dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan dari kebijakan tersebut. E. Memperkuat basis hukum dan perangkat undang – undang yang ada agar lebih terukur dan mampu memperbesar tingkat kewenangan sehingga kedepannya dapat menjadi sentral regulator. BPH Migas perlu memperkuat basis hukum dari peraturan atau kebijakan yang dibuatnya, apakah peraturan / kebijakan dari BPH Migas sudah mampu menjadi dasar hukum di pengadilan ? dan apakah BPH Migas berwenang sampai mengaudit ke dalam dari perusahaan-perusahaan yang bermain di sektor hilir Migas ? hal ini perlu diperjelas dan diperkuat apabila BPH Migas ingin menjadi sentral regulator seperti Bank Indonesia di dunia perbankan. F. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan melakukan perekrutan dan pelatihan sehingga produk kebijakan dan pengawasan menjadi lebih optimal. Sumber Daya Manusia yang berkualitas merupakan hal penting dalam memajukan suatu organisasi karena SDM merupakan motor penggerak dari organisasi tersebut, BPH Migas yang merupakan suatu lembaga yang baru dibentuk harus mengakselerasi kinerjanya agar mampu mengimbangi pesatnya pertumbuhan industri hilir di Indonesia ini akibat dikeluarkannya UU no 22 tahun 2001.
Untuk itu BPH Migas
perlu melakukan perekrutan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan selalu melakukan pelatihan-pelatihan terhadap SDM yang dimiliki sehingga hambatanhambatan serta tantangan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik. G. Kebijakan-kebijakan BPH migas sebaiknya mengakomodir distributor yang
melayani wilayah-wilayah Indonesia yang jauh dan tidak mempunyai kilang minyak dengan insentif- insentif yang diberikan. Salah satu tugas dari BPH Migas adalah mengatur pendistribusian BBM ke seluruh wilayah Indonesia dimana Negara Indonesia adalah Negara Kepulauan yang memiliki pulau-pulau terpencil, hal ini perlu menjadi perhatian dari BPH Migas dalam membua t kebijakannya, sebaiknya BPH Migas memberikan insentif- insentif bagi distributor yang melayani penjualan BBM sampai ke daerah-daerah terpencil ini, baik itu insentif pajak ataupun insentif harga BBM yang di subsidi sehingga daerah-daerah terpencil tidak sulit dalam pengadaan BBM yang mengakibatkan perekonomian didaerah tersebut dapat tumbuh. H. Lebih banyak memberikan ijin- ijin POM Bensin kepada pihak asing yang menjual dengan harga pasar sehingga masyarakat mendapat pembelajaran mengenai harga BBM market
dan sekaligus untuk mengurangi konsumsi
BBM bersubsidi. Masyarakat Indonesia selama ini telah terbiasa dengan BBM murah yang di subsidi oleh pemerintah, karena kebiasaan ini sudah lama berlangsung sehingga cukup sulit untuk dihilangkan, dengan adanya UU no 22 tahun 2001 yang meliberalisasi industri hilir di Indonesia maka berdirilah pompa bensin-pompa bensin asing yang menggunakan harga pasar dunia dalam menjual produknya, hal ini berdampak positif sebagai pembelajaran masyarakat mengenai harga BBM dunia dan juga mengurangi konsumsi BBM bersubsidi dari masyarakat karena subsidi BBM sudah tidak lagi efektif dalam membangkitkan perekonomian Negara
sebab akan menimbulkan
penyelundupan dan sasaran dari subsidi juga sudah tidak mengena ke rakyat bawah
karena kebanyakan yang menikmati subsidi dari BBM adalah kalangan menengah atas, untuk itu sebaiknya BPH Migas memberikan ijin- ijin yang lebih banyak terhadap perusahaan asing yang ingin membuka pom bensin di Indonesia dan perlahan- lahan mencabut subsidi BBM. I. BPH Migas harus menjalankan Good Governance dan mempunyai Sistem Prosedur yang baik dalam operasionalnya sehingga tidak ada celah untuk menjatuhkannya Wewenang yang begitu besar yang dimiliki BPH Migas harus dibarengi dengan sistem prosedur yang lengkap, efektif dan efisien yang berlandaskan pada pedoman Good Governance ( Transparansi, Akuntability, Responsibility, Independensi dan Fairness ) sehingga dalam melakukan kegiatan operasionalnya ada panduan yang jelas sehingga kecil kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan. J. Membuat kantor cabang BPH Migas di beberapa wilayah sehingga memudahkan pelayanan dan pengawasan di daerah-daerah Kantor cabang perwakilan perlu di buat di daerah-daerah untuk memudahkan pelayanan dan pengawasan bagi seluruh stake holder dalam industri hilir migas di Indonesia karena nagara kita adalah negara kepulauan, dengan pelayanan yang cepat dan pengawasan yang menyeluruh di daerah-daerah membuat BPH Migas lebih akurat dan cepat dalam mengambil keputusan. K. BPH Migas membuka seluruh jalur komunikasi melalui berbagai media agar lebih transparan dan menunjuk Juru Bicara Lembaga agar tercipta komunikasi yang kondusif antara pembuat kebijakan, pelaku industri hilir dan masyarakat Komunikasi sangat perlu bagi regulator untuk mendapat masukan dan
memasyarakatkan kebijakannya karena kebijakan yang baik tidak akan terlaksana tanpa adanya komunikasi dari penyampaian kebijakan tersebut, untuk itu BPH Migas perlu membuka seluas- luasnya jalur komunikasi kepada mereka sehingga timbul interaksi dua arah yang positif dan perlu ditunjuk satu orang juru bicara dari BPH Migas sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran berita apabila semua orang boleh bicara.
4.5. Penentuan Strategi Bisnis Hilir BBM Pertamina di Indonesia untuk menghadapi era pasar bebas. Untuk menentukan strategi bisnis BBM di Indonesia diperlukan penjabaran dari faktor strategi SO, Strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan.
Figure 6 TABEL : PENENTUAN STRATEGI BISNIS BBM DI INDONESIA
Kekuatan (S)
Kelemahan W
1. Kapasitas Kilang yang dimiliki
1. Biaya operasi relatif
relatif besar (1,05 juta Barel/hari) 2. Minyak mentah diolah 80%
tinggi 2. Aset "Non Core" relatif besar
berasal dari dalam negeri
3. Desain kilang didasarkan
3. Kondisi fasilitas kilang cukup
minyak mentah dalam
baik 4. Mutu BBM yang dihasilkan memenuhi kebutuhan 5. Mampu memenuhi pangsa pasar dlm negeri sekitar 85 % 6. Posisi perusahaan dalam kondisi baik diantara pesaing. 7. Perusahaan mampu sebagai pemimpin pasar 8. Organisasi pemasaran BBM cukup effektif 9. Harga BBM sementara masih disubsidi 10. Memiliki fasilitas distribusi BBM cukup luas.
negeri 4. Minyak mentah produksi Pertamina hanya sedikit 5. Kemampuan investasi rendah 6. Pembelian BBM oleh pengecer harus kontan 7. Margin pengecer rendah 8. Jumlah SPBU milik Pertamina sedikit 9. Jaringan transportasi laut kurang 10. Komposisi SDM berpendidikan rendah relatif masih tinggi
11. Saluran distribusi yang ada dapat dipercaya 12. SDM cukup berpenga-laman dipasar domestic
Peluang (O)
Strateqi S – O
Strateci W-O
1. Permintaan produk
1. Memaksimalkan pangsa
1. Meningkatkan usaha
BBM tinggi /
pasar BBM. ( S1, S2, S5, S6,
integrasi vertikal
meningkat
S7, S10, S11 – O1, O4 )
antara pengolahan
2. Kesempatan beraliansi terbuka 3. Adanya undangundang migas baru 4. Banyak lokasi yang bisa dikembangkan
2. Mengembangkan kompetensi
dan pemasaran BBM. (
inti dalam infrastruktur
W1, W3, W4, W7, W8,
distribusi BBM. ( S3, S6, S7,
W10 – O1, O3 )
S8, S10, S11, S12 – O1, O3,
2. Melakukan aliansi
O4 )
atau joint venture dengan perusahaan yang berkemampuan
tinggi dalam bisnis BBM ( W1, W3, W5, W6, W8, W9 – O1, O2, O3, O4 ) 3. Divestasi aset “non core” yang tidak menguntungkan ( W1,
W2, W5, W9 - O2, O3 )
Ancaman (T)
Strategi S-T
Strategi W-T
1. Margin yang kecil
1. Melakukan modifikasi kila ng
1. Menjadikan perusahaan
dan berfluktuasi 2. Teknologi kilang berkembang
minyak yang ada ( S1, S2, S3
sebagai perusahaan yang
– T1, T2 )
mampu menciptakan laba
2. Mengoptimalkan Kilang
(profit center company)
mengolah minyak
minyak dan infrastruktur
( W1, W2, W5, W6, W7,
berat
distriusi BBM ( S6, S7, S11,
W8, W9 – T1, T6 )
3. Masuknya pesaing baru 4. Pesaing memiliki kelebihan kapasitas kilang BBM 5. pesaing mampu investasi 6. Hilangnya Subsidi BBM 7. Tuntutan konsumen atas kualitas produk yang lebih baik / berwawasan lingkungan
S12 – T3, T4 ) 3. Restrukturisasi perusahaan ( S8, S11, S12 – T9 ) 4. Meningkatkan kualitas mutu BBM ( S4, S11, S12 – T6, T7, T8 )
2. Cost effectiveness dalam penyediaan dan distribusi BBM ( W1, W5 – T1, T2, T3, T9 )
8.
Kemampuan pesaing memproduksi BBM berkualitas lebih baik.
9.
SDM yang berpengalaman Mengharapkan income yag lebih tinggi
Dari analisa faktor strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT diatas maka dapat dijabarkan beberapa langkah strategi perusahaan yang perlu dilaksanakan dalam bisnis BBM menghadapi pasar bebas yaitu : A. Memaksimalkan pangsa pasar BBM dalam negeri ya ng ada pada saat ini Pangsa pasar BBM saat ini seratus persen ditangan Pertamina sesuai UndangUndang Nomor 8 tahun1971, akan berubah dengan adanya Undang-Undang Minyak dan Gas bumi yang baru Nomor 22 tahun 2001 yang memberikan peluang badan usaha lain melaksanakan pemasaran bahan bakar minyak. Pangsa pasar Pertamina sebagian akan beralih kepada badan usaha lain. Untuk menjaga keekonomian dari produksi bahan bakar minyak dari kilang Pertamina yang mampu memproduksi
bahan bakar minyak untuk pasar dalam negeri sebesar 85 % dari kebutuhan dalam negeri, maka perlu adanya jaminan pasar yang akan menyerap produk kilang minyak pada pasar dalam negeri paling tidak 60 % dari pangsa pasar yang ada pada saat ini ( 0,60 x 56 juta KI = 33,6 juta KI ), sehingga paling tidak 80 % dari BBM yang di produksi di kilang ( 0,80 x 42 juta = 33,6 juta KI. ) dapat diserap di pasar dalam negeri. Untuk itu Pertamina perlu menggunakan segala upaya dalam penetrasi pasar baik melalui perbaikan pelayanan pada penyalur dan konsumen maupun dengan pemberian margin pada penyalur yang cukup. B. Mengembangkan kompetensi inti dalam infrastruktur distribusi. Kompetensi inti Pertamina dalam menghadapi persaingan yaitu dengan kepemilikan infrastruktur distribusi bahan bakar minyak yang cukup besar dan luas diseluruh wilayah Indonesia perlu dikembangkan melaui optimalisasi sistem distribusi BBM. Untuk itu pelayanan pada retailer dan konsumen perlu ditingkatkan, sehingga dapat merebut peluang pasar yang masih berkembang untuk menghadapi pesaing baru. C. Meningkatkan usaha integrasi vertikal antara pengolahan dan pemasaran BBM. Untuk menekan biaya operasi dalam pengolahan bahan bakar minyak, usahausaha efisiensi perlu dilakukan antara lain melalui integrasi vertikal dari penyediaan bahan baku sampai pada pemasaran bahan bakar minyak, sehingga terjaminnya pasokan dan pasar BBM. Integrasi vertikal yang ada didalam Pertamina saat ini perlu diperbaiki dari sistem yang ada sehingga menjadi suatu usaha integrasi korporat antara pengolahan dan pemasaran BBM maupun produk Non BBM. Dengan integrasi
vertikal yang baik antara pengolahan dan pemasaran akan membantu menyerap seluruh produk yang dihasilkan dari unit pengolahan dan meningkatkan marjin operasional bagi pengolahan dan pemasaran. Disamping itu perlu adanya integrasi dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan pasar bahan bakar minyak cukup baik sehingga adanya jaminan pasar dengan sistem yang optimal dan efisien. D. Melakukan aliansi atau joint venture dengan perusahaan yang berkemampuan tinggi dalam bisnis BBM. Didalam mengembangkan usaha produksi bahan bakar minyak dan jalur distribusi yang dimiliki oleh Pertamina akan diperlukan dana dan kemampuan melihat peluang bisnis serta jaminan usaha yang cukup baik. Melalui aliansi maupun joint venture dengan perusahaan yang sudah cukup berpengalaman dalam pasar bahan bakar minyak akan menambah kekuatan kondisi internal perusahaan sehingga mampu menghadapi pesaing lain yang akan mengambil pasar bahan bakar minyak. E. Divestasi aset "non core" yang tidak menguntungkan Aset "non core" yang menjadi beban Pertamina seharusnya dialihkan pada perusahaan lain untuk mengelolanya sehingga tidak mengganggu bisnis utama Pertamina. Sedangkan aset "non core" yang tidak ekonomis untuk dikelola oleh Pertamina dan menimbulkan biaya yang cukup besar bisa di divestasi sehingga mengurangi biaya pemeliharaan dan mengurangi beban biaya yang harus ditanggung oleh bahan bakar minyak. Berapa aset yang ada di Pertamina saat ini merupakan aset milik Pemerintah. Dengan reevaluasi aset akan dapat diketahui keseluruhan nilai aset milik Pertamina dan aset milik Pemerintah yang dapat merupakan penyertaan modal Pemerintah apabila Pertamina menjadi perusahaan persero. Pertamina harus dapat
memutuskan aset mana yang masih akan di kelola oleh Pertamina dan tidak menambah biaya pengelolaannya bahkan dapat menambah manfaat dan keuntungan dari pengelolaannya. F. Melakukan modifikasi pada kilang minyak yang ada. Usaha meningkatkan produksi dan peningkatan kualitas bahan bakar minyak masih banyak peluang untuk dilaksanakan pada kilang minyak yang ada dan menjadi milik Pertamina. Usaha itu antara lain dengan meningkatkan produksi bahan bakar minyak dari bahan residu yang masih diproduksi maupun usaha memproduksi bahan Non Bahan Bakar Minyak yang cukup baik pasarnya untuk menambah margin usaha pengolahan dan mengurangi beban biaya yang harus ditanggung oleh bahan bakar minyak. Kesulitan dana yang mungkin dihadapi oleh Pertamina dalam pengembangan kilang minyak dapat ditempuh dengan mengadakan joint venture ataupun aliansi dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan dana dan peluang memasarkan bahan bakar minyak di dalam negeri. Usaha memodifikasi kilang minyak Pertamina sering terkendala oleh masalah pendanaan, dengan pasar yang lebih terbuka merupakan kesempatan untuk Pertamina memasok perusahaan lain yang memasarkan BBM dengan produk yang standar sehingga perusahaan tersebut tidak perlu mendatangkan BBM dari Kilang Minyak yang dimiliki namun dapat di pasok dari kilang Pertamina. Keterbatasan dana dapat ditempuh dengan aliansi maupun dengan usaha patungan (joint venture ).
G. Mengoptimalkan Kilang Minyak dan Infrastruktur distribusi BBM. Pertumbuhan kebutuhan bahan bakar minyak yang mencapai 3 sampai dengan 6 % merupakan peluang untuk mengembangkan kilang minyak dan jalur distribusi yang dimiliki oleh Pertamina. Pertamina dapat mengoptimalkan operasi kilang minyak dan distribusi bahan bakar minyak sehingga biaya dapat ditekan dan dapat bersaing dengan pesaing yang akan membangun kilang minyak dan jalur distribusi, karena di beberapa lokasi yang strategis, Pertamina sudah memiliki infrastruktur yang memadai. Optimalisasi dari infrastruktur yang dimiliki oleh Pertamina dapat ditempuh pula dengan sistem menyewakan atau pemanfaatan bersama infrastruktur yang dimiliki oleh Pertamina kepada perusahaan yang akan berbisnis BBM di Indonesia pada pasar yang terbuka. H. Restrukturisasi perusahaan Didalam menangani usaha bisnis yang baru untuk Pertamina dari usaha tanpa pesaing menjadi usaha yang bersaing maka restrukturisasi perusahaan perlu segera dilaksanakan sehingga menjadi suatu perusahaan dengan sistem baru dan mampu bersaing, dengan struktur organisasi dan sumber daya manusia yang handal yang mampu mengembangkan Pertamina untuk menghadapi pesaing. Restrukturisasi yang telah dilaksanakan oleh Pertamina perlu di tinjau kembali setelah perusahaan menjadi perusahaan persero yang di syaratkan dalam undang-undang minyak dan Gas bumi nomor 22 tahun 2001.
I. Meningkatkan mutu BBM Kualitas bahan bakar minyak akan menjadi alat dalam persaingan sehingga perlu peningkatan dan jaminan kualitas pada konsumen agar memberikan kepercayaan bagi konsumen bahwa kualitas bahan bakar minyak yang digunakan cukup aman dan memberikan manfaat untuk digunakan pada mesin dan peralatan yang dimiliki oleh konsumen kualitas BBM Pertamina harus setara atau lebih dari kualitas BBM pesaing, sehingga konsumen dapat di pertahankan untuk tetap menggunakan BBM Pertamina dan tidak beralih pada BBM perusahaa pesaing. J. Menjadikan perusahaan sebagai perusahaan yang mampu menciptakan laba (Profit Centre Company) Dengan memperkuat kondisi internal melalui restrukturisasi dan efisiensi serta memanfaatkan peluang dengan memperhatikan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan maka perusahaan akan mampu menjadi perusahaan yang dapat menciptakan laba dari usahanya dalam memasarkan bahan bakar minyak yang merupakan kebutuhan utama bagi perekonomian masyarakat dan mempunyai pasar yang cukup besar. Usaha ini menjadi sangat penting pada kondisi bisnis BBM yang bersaing, karena menurunnya pangsa pasar akan dapat mengurangi laba perusahaan, kondisi ini tidak diperlukan pada perusahaan yang monopoli, namun sangat penting bagi perusahaan yang akan bersaing. K. Cost effektiveness dalam penyediaan dan distribusi BBM Biaya dalam penyediaan dan distribusi bafian bakar minyak harus ditinjau kembali untuk menghindari atau mengurangi biaya yang besar dalam kegiatan yang tidak diperlukan. Pertamina harus merubah system akuntansi biaya BBM yang pada
saat lalu keseluruhan biaya bahan bakar minyak menjadi tanggung jawab Pemerintah akan berubah menjadi tanggung jawab Pertamina. Efektivitas biaya penyediaan dan distribusi bahan bakar minyak harus mendapat perhatian untuk dapat menekan biaya dan pada akhirnya harga jual bahan bakar minyak dengan laba yang memadai bagi perusahaan dapat dinikmati oleh perusahaan. Langkah-langkah yang diperlukan:
a) Pengembangan Infrastruktur dalam negeri Mengedepankan perolehan produksi BBM dan Gas untuk konsumsi dalam negeri dengan menjaga stabilitas kuota BBM dan konsistensi pendistribusiannya ketimbang memanfaatkan dan mengeksploitasi hasil produksi untuk kepentingan eksport.
Untuk mengimplemetasikan strategi ini BPH Migas sebagai regulator
kebijakan hilir perlu meratifikasi UU yang telah ada mengenai distribusi dan memperbaiki perangkat undang – undang yang telah ada sebagai bagian dari perbiakan iklim investasi. Kerjasama strategis dengan investor asing akan mampu menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi.
b) Inovasi dan pengembangan teknologi dari proses refinery sampai ke end user Technology development dalam proses refinery akan mampu menciptakan BBM yang bermutu dan berkelas dunia. Seperti kita ketahui, Indonesia belum memiliki refinery station yang cukup handal sehingga masih memerlukan kerjasama berbiaya tinggi untuk mengolah produksi minyak mentah dan gas Indonesia menjadi minyak yang berdaya guna tinggi. Investasi dibidang pengolahan ini membutuhkan
biaya yang sangat mahal dan memerlukan subsidi yang proporsional dari Pemerintah Indonesia. Apabila Indonesia memiliki basis pengolahan yang baik dan memenuhi standar internasional maka kondisi ini dapat menjadi proses transformasi bagi Indonesia untuk menjadi hub petroleum sekaligus menjadi center trading dalam sektor hilir. Dalam rangka meningkatkan mutu dan memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui BPH Migas yaitu Pertamina sebagai pemegang mandat Public Service Obligation serta menciptakan peluang baru untuk memiliki hak yang sama dalam pendistribusian BBM bersubsidi, Pertamina dapat merangkul Shell untuk bekerjasama dan meningkatkan kadar oktan BBM jenis ini. Upaya yang dilakukan ini merupakan kerjasama strategis yang berbasis pada continuous improvement. Kemitraan ini sekaligus dapat memperkuat citra Pertamina yang selama ini merupakan satu – satunya pemegang hak PSO menjadi Perusahaan nasional yang memiliki visi global. Kondisi tersebut menggambarkan, bahwa perluasan usaha, peningkatan mutu dan kerjasama merupakan suatu syarat mutlak dalam menghadapi globalisasi industri hilir minyak dan gas. Menciptakan kebijakan kondusif dan akomodatif yang mampu menyerap investasi baru sehingga memungkinkan terbentuknya iklim industri yang dinamis dan berkesinambungan dalam persaingan yang positif. BPH migas belakangan ini mulai membuka akses dalam hak pendistribusian yaitu memberikan kuota di 2 (dua) wilayah distribusi dari 4 (empat) wilayah kerja yang ada yaitu wilayah I (Sumatra) dan wilayah II (Jawa dan Bali). Namun kewenangan ini dibatasi hanya untuk 1 (satu) tahun dimana setiap tahunnya akan dilakukan evaluasi kinerja dan penyediaan
infrastruktur (Receiving Terminal, Depo dan SPBU). Disini peranan BPH migas diuji, bagaimana badan yang mewakili Peme rintah ini bisa memberikan insentif pada dunia usaha agar bisa memberikan kontribusi secara luas bagi masyarakat serta memberikan patokan harga jual BBM (down price and selling price) yang lebih kompetitif dan diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar sehat dan transparan.