BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
IV.1.
Analisis Lingkungan Strategis (Eksternal) Analisis lingkungan strategis ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana faktor-faktor lingkungan organisasi perusahaan menunjang perkembangan bisnis secara keseluruhan, khususnya bidang usaha agribisnis. Dalam ilmu manajemen strategis, hal ini disebut tahapan environmental scanning (Pierce and Robinson, 2005), yang akan memudahkan kita dalam mengidentifikasi peluang dan ancaman yang potensial dihadapi oleh PT. BTL. Identifikasi terhadap peluang dapat membantu perusahaan dalam mencapai daya saing strategis, sedangkan identifikasi terhadap ancaman berguna untuk mengetahui apa yang menjadi hambatan bagi perusahaan untuk mencapai daya saing strategis. Hasil dari analisis lingkungan strategis ini akan menjadi landasan bagi tim penulis untuk menentukan strategi apa yang sebaiknya digunakan oleh PT. BTL sehingga dapat mengantisipasi ketidak pastian perkembangan di masa depan.
IV.1.1.
Tingkat Inflasi Tingkat inflasi yang terjadi tentunya sangat mempengaruhi kegiatan setiap
usaha, tidak terkecuali industri agribisnis. Dampak inflasi terhadap kegiatan utama operasional dari industri ini mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari adanya inflasi, terutama yang terjadi musiman (misalnya pada hari-hari raya),
akan berakibat pada naiknya harga jual produk-produk pertanian, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat pendapatan. Dampak negatifnya terasa pada kegiatan operasional sehari-hari, seperti biaya transportasi, harga bahan penunjang operasional (misalnya pupuk, pestisida) dan biayabiaya lainnya. Hal ini menyebabkan biaya operasional meningkat sehingga nilai keuntungan yang didapat menjadi menurun. Perkembangan tingkat inflasi bulanan untuk tahun 2004 dan 2005 sangat berfluktuasi; Secara lengkap dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 4.1 Perkembangan Inflasi Bulanan 2004 dan 2005 Sumber : Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional, Minggu Pertama September 2005, http://pustaka.fiskal.depkeu.go.id
Inflasi bulan Agustus ini lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan Juli yang sebesar 0,78%. Namun relatif tinggi jika dibandingkan dengan periode kalender sebelumnya (Januari – Agustus 2004) yang hanya sebesar 3,72%. Sementara itu, inflasi
bulan September atau bahkan selama sisa tahun 2005 diperkirakan masih akan cenderung tinggi, mengingat masih adanya kekhawatiran kenaikan harga yang disebabkan oleh adanya rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM, datangnya bulan puasa dan hari raya. Inflasi pada Agustus 2005 sebesar 0,55% yang dihitung dari Indeks Harga Konsumen (IHK) 45 kota. Sedangkan laju inflasi Januari – Agustus 2005 sebesar 5,66% dan tingkat inflasi year on year (y-o-y) Agustus 2005 terhadap Agustus 2004 sebesar 8,33%. Inflasi tertinggi terjadi di Banda Aceh sebesar 3,24% dan terendah di Palangkaraya 0,06%. Fluktuasi tingkat inflasi yang telah diuraikan di atas masih dalam toleransi yang dapat menunjang pertumbuhan industri agribisnis. Seperti diuraikan dimuka, akibat dari peningkatan tersebut tentu ada peningkatan biaya operasional. Meskipun demikian, peningkatan biaya operasional masih dapat tertutupi jika perusahaan berhasil meningkatkan pendapatan usaha. Pada akhirnya, jika biaya meningkat tetapi keuntungan juga meningkat, maka tingkat inflasi masih dapat dianggap kondusif.
IV.1.2.
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 6%
tetapi ternyata hal ini sulit dicapai dan kemungkinan hanya mencapai 5,8%. Meskipun demikian, hal ini masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2004. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga minyak dan pelemahan kurs rupiah memicu inflasi dan Bank Indonesia terpaksa menaikkan suku bunga. Investasi pun melambat. Padahal, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja. Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi ialah investasi. Namun, melonjaknya suku
bunga akan menahan laju investasi. Hal ini tidak saja dialami oleh Indonesia melainkan hampir terjadi di semua negara. Salah satu pemicu utama yaitu harga BBM, misalnya kenaikan BBM sebesar 30%, seperti pada bulan Maret 2005, mengakibatkan kenaikan tingkat inflasi sebesar 1.9% sedangkan jika kenaikan BBM meningkat menjadi 50% maka tingkat inflasi dapat mencapai 2,5%. Kinerja perekonomian Indonesia yang digambarkan oleh perkembangan PDB atas dasar harga konstan 2000, pada triwulan II tahun 2005 meningkat sebesar 1,01 persen bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini terjadi pada hampir semua sektor ekonomi kecuali sektor pertanian dan pertambangan-penggalian. Sektor pertanian pada triwulan II tahun 2005 mengalami sedikit penurunan, yaitu sebesar minus 1,63 persen setelah terjadi peningkatan yang sangat tajam sebesar 19,23 persen pada triwulan I tahun 2005. Pada triwulan II, pertumbuhan negatif sektor ini disebabkan oleh subsektor tanaman bahan makanan yang turun sebesar minus 14,51 persen dan subsektor peternakan dan hasil-hasilnya turun sebesar minus 3,60 persen. Perubahan tingkat perkenomian ini mempunyai dua dampak, yaitu positif dan negatif. Dampak positif adalah terjadinya kenaikan harga jual dari beberapa produk pertanian, yang pada akhirnya akan dapat mempertahankan atau menaikkan pendapatan. Tetapi, hal ini juga tergantung pada strategi yang akan diambil perusahaan, apakah kenaikan harga barang akan disesuaikan hanya untuk mempertahankan pendapatan dan menyamai biaya produksi ataukah sekaligus untuk meningkatkan keuntungan. Dampak negatif yang sudah pasti timbul adalah menurunnya daya beli masyarakat karena kenaikan harga barang sehingga alokasi dana untuk membeli barang-barang kebutuhan sekunder menjadi terbatas.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5.8% berakibat pada kenaikan daya beli masyarakat. Jika kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) masyarakat terpenuhi, orang akan berpindah untuk memenuhi kebutuhan rohani yang dapat berupa seni, keindahan, atau kualitas bahan pangan yang dikonsumsi. Pada akhirnya, hal ini akan menunjang perkembangan industri agribisnis di Indonesia, terutama industri tanaman hias, bahan pertanian berkualitas dan lebih lanjut, agrowisata.
IV.1.3.
Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada triwulan II tahun 2005
meningkat sebesar 1,01 % dibanding triwulan I tahun 2005. PDB Indonesia pada triwulan II tahun 2005 dibanding triwulan yang sama tahun 2004 mengalami pertumbuhan sebesar 5,54 %. Secara kumulatif, PDB semester pertama tahun 2005 dibandingkan dengan semester pertama tahun 2004 meningkat sebesar 5,86 %. Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun 2005 mencapai Rp 660,0 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan II tahun 2005 adalah Rp 434,3 triliun. Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan II tahun 2005 dibandingkan dengan triwulan I tahun 2005 meningkat secara riil sebesar 1,23 %. Sebaliknya ekspor pada periode tersebut menunjukkan penurunan masing-masing sebesar minus 0,33 %. Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, pada triwulan II tahun 2005 pengeluaran konsumsi rumah tangga secara riil meningkat sebesar 3,46 %. Demikian pula pembentukan modal tetap bruto (investasi fisik), ekspor dan
impor pada periode tersebut meningkat masing-masing sebesar 13,21 %, 7,29 %, dan 10,08 %. Dibandingkan dengan semester yang sama tahun 2004, pada semester pertama tahun 2005 hampir semua komponen PDB penggunaan mengalami peningkatkan terutama komponen investasi fisik, impor, ekspor dan konsumsi rumah tangga masingmasing sebesar 13,64%, 12,78%, 10,22% dan 3,34%. Kinerja perekonomian Indonesia yang digambarkan oleh perkembangan PDB atas dasar harga konstan 2000, pada triwulan II tahun 2005 meningkat sebesar 1,01 % bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini terjadi pada hampir semua sektor ekonomi kecuali sektor pertanian dan pertambangan serta penggalian. Sektor pertanian pada triwulan II tahun 2005 mengalami sedikit penurunan, yaitu sebesar minus 1,63 % setelah terjadi peningkatan yang sangat tajam sebesar 19,23 % pada triwulan I tahun 2005. Pada triwulan II, pertumbuhan negatif sektor ini disebabkan oleh subsektor tanaman bahan makanan yang turun sebesar minus 14,51 % dan subsektor peternakan dan hasil-hasilnya turun sebesar minus 3,60%.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun produk domestik bruto bidang pertanian menurun, namun industri yang berbasis produk-produk pertanian meningkat, sehingga nilai tambah yang dihasilkan yang berasal dari pertanian sesungguhnya terus meningkat. IV.1.4.
Pendapatan per Kapita di Indonesia Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 200 juta orang pada tahun
2004, World Bank mencatat tingkat pendapatan per kapita (Gross National Income, GNI per capita, Atlas-method) Indonesia mencapai USD 1.140 dengan GNI-purchasing power parity sebesar USD 3.460. Hal ini berarti terjadi kenaikan tingkat pendapatan per kapita
jika dibandingkan dengan tahun 2003 yaitu yang sebesar USD 810 dan tahun 2002 sebesar USD 710. Pemerintah, terutama berdasarkan data dari Bappenas, menargetkan pertumbuhan pendapatan per kapita hingga USD 6.000 pada tahun 2025, walaupun berdasarkan perhitungan rata-rata proyeksi pertumbuhan ekonomi yang konstan sebesar 4 persen per tahun, hal ini sulit dicapai, melainkan maksimal mencapai USD 4.000. Kesimpulan yang dapat diambil adalah kenaikan tingkat pendapatan per kapita akan meningkatkan daya beli masyarakat.
Masyarakat akan memiliki cukup
anggaran untuk membeli produk sekunder yang bukan merupakan kebutuhan pokok (sandang, pangan pokok, papan). Hal ini juga dapat membuka pasar baru bagi produkproduk pertanian berkualitas tinggi produksi dalam negeri.
IV.1.5.
Regulasi Pemerintah Tingkat perkembangan industri agribisnis di Indonesia sedikit banyak juga
dipengaruhi oleh ekonomi dunia dan kebijaksanaa pemerintah. Dengan adanya era pasar bebas, produk-produk Indonesia akan mengalami persaingan yang cukup ketat dari produk-produk negara lain yang juga menggeluti bidang agroindustri. Oleh karena itu, pemerintah berusaha melindungi dan mengembangkan produk agroindustri, terutama bagi perusahaan agroindustri skala kecil dan menengah, dengan mengeluarkan beberapa peraturan. Berikut adalah beberapa peraturan yang penting bagi usaha agroindustri kecil dan menengah : 1) Perizinan Investasi
a) Keppres RI Nomor 117 Tahun 1999 tentang perubahan kedua atas Keppres No. 97 tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal. (1) Permohonan penanaman modal dalam rangka Penananan Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) dapat dilimpahkan kepada Gubernur Kepala Daerah Propinsi. (2) Apabila permohonan tersebut mendapat persetujuan maka Menteri Negara investasi/Kepala BKPM atau Gubernur Kepala Daerah menertibkan surat persetujuan penanaman modal kepada calon penanam modal yang berlaku sebagai izin prinsip. (3) Penanam modal yang telah memperoleh surat persetujuan PMA dari Kepala Perwakilan RI wajib mengajukan permohonan perizinan pelaksanaan kepada Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM atau Gubernur. (4) Pemberian perizinan dilaksanakan melalui pelayanan satu atap sesuai dengan kewenangan masing-masing di bawah koordinasi Bupati dan khusus untuk daerah khusus Ibukota Jakarta di bawah koordinasi Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota. b) Keppres RI No. 120 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Keppres No. 33 tahun 1981 yang telah diperbaharui dengan Keppres No. 113 tahun 1998. (1) Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM dapat melimpahkan kewenangan pemberian
persetujuan
dan
fasilitas
serta
perizinan
pelaksanaan
Penanaman Modal dalam rangka PMDN dan PMA kepada Gubernur.
(2) Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM dapat melimpahkan kewenangan pemberian persetujuan Penanaman Modal dalam rangka PMA yang berlaku juga sebagai persetujuan prinsip kepada Menteri Luar Negeri. c) Keppres No. 122 Tahun 1999 tentang perubahan atas Keppres Nomor 26 tahun 1980 tentang pembentukan BKPMD sebagaimana telah dirubah dengan Keppres No. 116 Tahun 1998. BKPMD mempunyai tugas : (a) Membantu Gubernur dalam menentukan kebijaksanaan di bidang perencanaan Penanaman Modal Daerah. (b) Memberikan persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam rangka PMDN dan PMA sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan oleh Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM. (c) Melakukan pengawasan atas pelaksanaannya. d) Instruksi Presiden RI Nomor 22 tahun 1998 tentang Penghapusan Kewajiban Memiliki Rekomendasi Instansi terkait dalam Permohonan Persetujuan Penanaman Modal; menyatakan bahwa para calon penanam modal yang melakukan investasi di luar sektor perikanan tidak memerlukan rekomendasi dari masing-masing instansi tingkat pusat/Departemen teknis/sektor yang terkait. e) Instruksi Presiden RI Nomor 23 Tahun 1998 tentang Penghapusan Ketentuan Kewajiban memiliki surat persetujuan Prinsip dalam pelaksanaan realisasi penanaman modal di daerah sehingga penanam modal yang akan melaksanakan penanaman modalnya di daerah tidak perlu memiliki surat persetujuan prinsip dari Gubernur/KDH Tingkat I dan atau Bupati/Walikota/KDH Tingkat II. 2) Daftar Bidang Usaha yang Tertutup bagi Investor
a) Keppres RI No. 96 Tahun 2000 menyebutkan tentang daftar bidang usaha yang tertutup mutlak bagi penanam modal, khususnya untuk sektor pertanian, yaitu : budidaya pengolahan ganja dan sejenisnya. 3) Daftar Bidang Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan Menengah a) Keppres RI No. 99 Tahun 1998 menyebutkan tentang bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan, untuk sektor pertanian yaitu: i) Tanaman obat-obatan (kecuali jahe), peternakan ayam buras serta penangkapan ikan kembung, layang, selar dan sejenisnya, penangkapan udang, ikan karang (kerapu, lencan, kurisi, kakap dan sejenisnya) serta penangkapan cumi-cumi, teripang, ubur-ubur dan sejenisnya dan juga penangkapan ikan hias darat atau laut. ii) Bidang/Jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan dengan pengusaha kecil dan koperasi terdiri dari tanaman pangan (ubi kayu, jagung, sayur-sayuran, buah-buahan, jahe), peternakan ayam ras, sapi potong, domba, kambing, babi, itik, sapi perah, pati benih udang, budidaya sidat, katak, siput dan buaya. 4) Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah a) Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan menyebutkan bahwa hal kemitraan Usaha Besar dan atau Usaha Menengah dengan Usaha Kecil berlangsung dalam rangka sub kontrak untuk memproduksi barang dan atau jasa. Usaha Besar atau Usaha Menengah memberikan bantuan berupa kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen, kesempatan luas
dalam memperoleh bahan baku yang diproduksinya secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar, bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan dan pembiayaan. b) Instruksi Presiden RI No 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah menyebutkan bahwa pemerintah melaksanakan pemberdayaan usaha menengah menyusun skala prioritas dalam pemberdayaan usaha menengah terutama yang berkaitan dengan pengembangan ekspor, penyerapan tenaga kerja serta pemenuhan kebutuhan pokok. Kami
menyimpulkan
bahwa
regulasi
pemerintah
sangat
menunjang
tumbuhnya industri agribisnis yang dicerminkan dengan : 1.
Adanya petunjuk yang jelas terhadap bidang-bidang apa saja yang boleh mendapatkan penanaman modal baik domestik maupun asing.
2.
Secara jelas menyatakan urutan-urutan birokrasi yang harus ditempuh untuk mendapatkan izin usaha dan bahwa urutan tersebut sudah disederhanakan untuk bidang agribisnis.
3.
Pemerintah menunjang sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan menerapkan teknologi tepat guna seperti industri agribisnis.
IV.1.6.
Tingkat Nilai Tukar Rupiah di Indonesia Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka
tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia
usaha. Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997. Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Pada saat yang sama, nilai tukar juga terpengaruh oleh kebijakan dari luar negeri, seperti misalnya naik turunnya suku bunga The Fed. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan, misalnya seperti yang terjadi pada bulan Agustus 2005, saat nilai tukar menembus angka Rp 10.500. Pada saat ini, terjadi lonjakan permintaan dolar di pasar valuta asing dan harus terpenuhi berapa pun nilainya. Permintaan ini terjadi karena adanya kewajiban dari perusahaan BUMN dan swasta untuk memenuhi kewajiban pembayaran hutang, ditambah dengan masuknya spekulan dolar ke pasar valuta asing. Hal ini berakibat meningkatnya inflasi bulanan. Pada bulan Oktober 2005, terjadi penguatan nilai rupiah, terutama karena ada pelepasan obligasi global sebesar USD 1,25 miliar yang mengakibatkan cadangan devisa meningkat hingga mencapai USD 30,318 miliar. Bank Indonesia juga meningkatkan rate sebesar 11 persen. Berdasarkan hal tersebut, tercermin bahwa naik turunnya kurs rupiah selama dua bulan terakhir masih stabil dan dapat diprediksi serta masih terdapat campur tangan pemerintah untuk menjaga kestabilan kurs. Naiknya kurs rupiah akan menguntungkan
industri agribisnis yang berorientasi ekspor. Besarnya muatan lokal dalam komponen produksi akan menekan biaya. Sedangkan, penjualan dilakukan dalam mata uang asing sehingga nominal rupiah yang didapatkan meningkat seiring kenaikan kurs. Pada saat yang sama, industri agribisnis harus menekan komponen impor dalam proses produksi agar kenaikan kurs tidak mempengaruhi biaya produksi.
IV.1.7.
Tenaga Kerja Indonesia Masalah ketenaga kerjaan di Indonesia salah satunya terletak pada
pertumbuhan penduduk usia kerja yang jauh lebih cepat dari pada pertumbuhan penduduk secara keseluruhan sehingga terjadi tekanan kuat dalam sisi penyediaan tenaga kerja. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi secara nasional yang rendah tidak
dapat
menyediakan lapangan kerja baru secara memadai. Akibatnya, angka pengangguran terus meningkat mencapai 9,13 juta jiwa pada tahun yang sama. Tekanan demografis terhadap sisi penawaran tenaga kerja dapat digambarkan bahwa pertumbuhan penduduk usia kerja selama kurun 2000-2005 diperkirakan akan mencapai 1,7 persen per tahun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari pada pertumbuhan penduduk secara keseluruhan yang dalam kurun waktu 2000-2005 yaitu sebesar 1,3 persen dan 2005-2009 yang diperkirakan hanya 1,1 persen per tahun. Hal tersebut mengakibatkan strategi pengurangan penawaran tenaga kerja melalui penurunan laju pertumbuhan penduduk tidak akan efektif lagi. Selama 1996-2002, lapangan usaha pertanian mempunyai peran yang sangat strategis bagi ketenaga kerjaan Indonesia karena secara rata-rata, untuk setiap 10 orang
pekerja Indonesia, 4 hingga 5 diantaranya bekerja atau berusaha di lapangan usaha itu. Lapangan usaha pertanian terbukti paling lentur dan telah menjadi semacam katup pengaman bagi kelebihan tenaga kerja di sektor formal bukan pertanian. Sayangnya, kondisi produktivitas sektor pertanian di Indonesia sangat rendah. Tahun 2002, penduduk yang bekerja di sektor pertanian berjumlah 40,63 juta orang atau 44,34 persen dari seluruh penduduk yang bekerja, dengan produktivitas rata-rata per tahun sebanyak 1,69 juta rupiah. Tahun berikutnya, tahun 2003, sektor ini mempekerjakan sebanyak 42 juta orang atau 46,26 persen dari penduduk yang bekerja keseluruhan dan produktivitasnya turun menjadi 1,68 juta rupiah per tahun. Nilai produktivitas pekerja pertanian di Indonesia menempati urutan terakhir terendah di antara 9 sektor produktivitas. Yang tertinggi dicapai oleh sektor pertambangan, listrik, gas dan air senilai 54,94 juta rupiah per orang per tahun sedangkan urutan kedua terendah adalah sektor perdagangan senilai 4,21 juta rupiah per orang per tahun. Hal ini berarti, bahwa nilai produktivitas pekerja di sektor pertanian pada tahun 2003 hanya sepertiga-puluh-tiga dari produktivitas urutan tertinggi. Dibandingkan dengan nilai produktivitas kedua terendah pun, posisi sektor pertanian masih cukup jauh yakni kurang dari separuhnya. Kondisi produktivitas ini ternyata sudah menjadi sorotan pemerintah seperti tercantum dalam Executive Summary Rencana Tenaga Kerja tahun 2004-2009 dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Oleh karena itu, pemerintah sudah berusaha memperbaiki. Hanya perlu dikemukakan suatu catatan bahwa lapangan usaha pertanian tidak mudah dijangkau oleh kebijakan ketenaga-kerjaan secara langsung tetapi perlu ditempuh melalui sejumlah upaya tidak langsung termasuk pengaturan tata niaga produk pertanian dan harga input pertanian (pupuk, pestisida, dan sebagainya). Selain itu,
deregulasi perdagangan produk pertanian yang dilansir sejak tahun 1998 dan dimaksudkan untuk menghapuskan distorsi monopoli lokal, restriksi perdagangan serta hambatan-hambatan perdagangan lainnya, masih sangat relevan untuk tetap dilanjutkan. karena jika monopoli komoditi pertanian tidak dihentikan maka akan berdampak sangat luas dan serius terhadap kesejahteraan petani miskin dan petani serta pedagang berskala kecil serta akan memberikan dampak yang tidak baik pula bagi memburuknya peluang kerja pada musim panen ataupun musim tanam bagi buruh tani. Kendati produktivitas dan tingkat pendidikan rendah, lapangan usaha pertanian sangat dominan sehingga menjadi prioritas pemerintah dalam penyerapan kesempatan kerja dengan pola produksi yang sebagian besar masih mengikuti pola tradisional. Upah buruh yang bekerja di sektor ini juga cukup murah yaitu rata-rata nasional adalah sebesar Rp 332.664 (tahun 2003). Hal ini mendukung para pengusaha baik lokal maupun berbasis penanaman modal asing agar mempekerjakan petani Indonesia sebagai alternatif komponen biaya produksi yang murah.
Tabel 4.1 Perkiraan Penduduk, Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja 2003-2009
URAIAN
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Total penduduk (ribu jiwa)
213.734
216.3721
219.010
221.496
223.962
226.468
226.954
Penduduk Usia Kerja Total (ribu jiwa)
151.936
154858
157.780
160.550
163.320
166.090
168.880
103.416
105.678
107.940
110.064
112.228
114.372
116.516
92.057
94.048
96.310
99.984
101.941
105.254
108.969
40.309
40.591
40.995
41.372
41.730
42.054
42.356
642
654
688
707
729
752
776
12.148
12.451
12.880
13.346
13.852
14.403
15.006
Angkatan Kerja Total (ribu jiwa) Penduduk Bekerja Total (ribu jiwa) 1. Pertanian (ribu jiwa) 2. Pertambangan dan Penggalian (ribu jiwa) 3. Industri Pengolahan (ribu jiwa)
4. Listrik, Gas dan Air Minum (ribu jiwa) 5. Konstruksi (ribu jiwa) 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran (ribu jiwa) 7. Pengangkutan dan Telekomunikasi (ribu jiwa) 8. Bank/Lembaga Keuangan (ribu jiwa) 9. Jasa-Jasa
192
206
218
234
253
275
301
4.322
4.410
4.518
4.635
4.764
4.914
5.167
17.785
18.080
18.431
19.121
19.942
20.880
21.884
4.939
5.183
5.483
5.852
6.296
6.888
7.547
1.069
1.171
1.295
1.442
1.623
1.849
2.131
10.672
11.263
11.794
12.276
12.752
13.260
13.802
Sumber: Executive Summary, Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009, www.nakertrans.go.id
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas adalah bahwa kondisi tenaga kerja Indonesia saat ini masih cukup kondusif bagi tumbuhnya industri agribisnis dengan dasar-dasar sebagai berikut: 1.
Murahnya upah buruh tani menciptakan efisiensi biaya produksi.
2.
Jumlah tenaga kerja yang melimpah, dan disertai dengan harapan meningkatnya kualitas dan skills
tenaga kerja tersebut (terlihat dari
meningkatnya jumlah institusi pendidikan dan lulusan yang ada), akan menunjang percepatan penerapan teknologi tepat guna di industri agribisnis. 3.
Dukungan dari pemerintah terhadap perkembangan industri agribisnis mengingat besarnya tenaga kerja yang dapat diserap oleh industri ini.
IV.2.
Analisis Lingkungan Industri Prospek dan peluang industri agribisnis di Indonesia cukup cerah. Saat ini
pemerintah Indonesia harusnya sedang berupaya mengembangkan industri agribisnis karena salah satu kekuatan ekonomi nasional juga terletak pada sektor industri agribisnis seperti perikanan, perkebunan dan peternakan. Apabila industri agribisnis ini dapat dikembangan dengan baik, maka sektor ini dapat menyerap tenaga kerja sehingga
diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran yang saat ini terus bertambah. Upaya tersebut dapat dilakukan, misalnya, dengan meninjau ulang dan menghapus kebijakankebijakan yang dinilai dapat menghambat pertumbuhan industri ini. Dalam analisa kondisi agribisnis di Indonesia saat ini, kami membaginya kedalam 3 bagian, yaitu :
IV.2.1.
Analisis Industri Olahan Lidah Buaya Produk minuman sehat lidah buaya adalah minuman yang terbuat dari daging
daun lidah buaya memiliki tekstur kenyal dan rasa yang segar. Minuman sehat ini sudah mulai diminati masyarakat karena sangat bermanfaat bagi kesehatan. Minuman segar ini telah memiliki pasar tersendiri, misalnya di Indonesia, minuman segar dari lidah buaya sudah banyak dijumpai di pasar umum ataupun supermarket, tentu saja dengan harga yang cukup kompetitif. Pendistribusiannya saat ini telah memasuki pasar luar negeri seperti Amerika Serikat, Australia dan Eropa. Produksi minuman segar ini sangat bergantung kepada bahan baku utamanya yaitu lidah buaya. Saat ini, tanaman lidah buaya (Aloe Vera) merupakan salah satu komoditas pertanian daerah tropis yang memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai usaha agribisnis dengan prospek yang cukup menjanjikan. Hal tersebut mengingat potensi sumber daya alam Indonesia yang telah terbukti sesuai untuk budidaya tanaman lidah buaya tersebut. Pemerintah menilai bahwa prospek bisnis pengolahan lidah buaya ini menjadi minuman cukup baik dan menguntungkan dari sisi investasinya. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah menugaskan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mengkaji dan memproduksi bahan baku utama yaitu bibit lidah buaya komoditas
unggulan. Dalam hal ini, BPPT hanya bertugas untuk mengembangkan pembibitannya. Apabila selanjutnya ada pihak yang tertarik dengan potensi bisnis ini, mereka dapat menghubungi BPPT untuk melakukan pengembangan lebih lanjut dan kemudian mengolahnya menjadi barang konsumsi. Menurut BPPT, investasi pada perkebunan lidah buaya mengacu pada umur produktif dua tahun dan membutuhkan biaya sekitar Rp 40 juta untuk lahan seluas satu hektar, dengan keuntungan bersih dalam dua tahun dapat mencapai Rp 53,1 juta (sumber: www. Investor.com).
Walau potensinya cukup menarik, minat investasi ternyata tak setinggi keuntungan yang dijanjikan. Pihak BPPT mengungkapkan, saat ini hanya ada sekitar 20 perusahaan pengolah aloe vera yang tengah mencoba mengelola untuk mendapatkan keuntungan dari usaha ini.
IV.2.1.1. Pemain di Industri Olahan Lidah Buaya Kompetitor PT. BTL dalam memproduksi Avera diantaranya adalah : PT. Kavera Biotech PT. Kavera Biotech bekerja sama dengan Departemen Biologi FMIPA-UI dalam memproduksi minuman dari lidah buaya. Merek dagang dari produk ini adalah Kavera. Produk ini mendapatkan hak paten nomor ID 0 000 429 S dari Dirjen HAKI. Saat ini kavera sudah dipasarkan melalui jaringan took modern seperti Giant, Tip Top, Yogya, dll. Selain itu, produk kavera juga dijual melalui jaringan MLM antara lain MQNet. Pendistribusian kavera juga meliputi Jabotabek, Yogyakarta, Medan, Pekanbaru, Batam, Palembang dan
Kalimantan. Sementara untuk pemasaran ke luar negeri, PT. Kavera Biotech menggandeng jaringan hypermarket halal, Foodland dan menggunakan merek dagang Foodland Caravan. Negara yang menjadi target pemasaran utama PT. Kavera adalah Amerika Serikat, Kanada dan Timur Tengah. PT. Niramas Utama PT. Niramas Utama memproduksi minuman segar dari lidah buaya sejak tahun 1999 dengan label Inaco. Perusahaan ini juga memproduksi minuman segar dari sari kelapa dengan merek dagang yang sama. PT. Niramas Utama terbilang perusahaan yang pertama di Indonesia yang memproduksi minuman segar dari lidah buaya yang dikemas, dan sejak tahun 2003 perusahaan ini pun mulai memproduksi aloe vera yang dipasok ke industri kosmetik. Lidah buaya yang merupakan bahan baku utama ditanam pada lahan seluas 60 Hektar dan 70% dari total produksi dijual ke luar negeri. Bahan baku tambahan juga di datangkan dari Pontianak, Kalimantan Barat. CV. Bagus Datang Perusahaan ini merupakan produsen lidah buaya dengan label Aloe Fit. Dengan 6 tenaga kerja, CV. Bagus bisa menghasilkan minuman segar dalam kemasan berukuran 220 mililiter sebanyak 3.000 gelas per minggu. Untuk volume sebesar itu, CV. Bagus membutuhkan pasokan lidah buaya sebesar 700 kilogram. Saat ini, perusahaan masih mengalami kendala untuk mendapatkan pasokan secara rutin. IV.2.1.2. Persaingan di Industri Olahan Lidah Buaya Persaingan diantara pelaku bisnis (Rivalry Among Players) :
Perusahaan yang bergerak dibidang sejenis saat ini (kompetitor), yaitu minuman lidah buaya, belumlah terlalu banyak. Walaupun demikian, PT BTL masih termasuk pemain kecil (minor company). Beberapa pemain besar (dominant company) adalah seperti Inaco dari PT. Niramas Utama, Wong Coco dari PT. Keong Nusantara Abadi. Kompetitor lainnya adalah seperti Kavera dari PT Kavera Biotech, CV. Bagus Datang, dan AloeDesra dari CV Aldesra. Dari posisi yang ada saat ini, dapat dinilai bahwa posisi Avera dari PT BTL belum menempati posisi yang kuat, sehingga rivalry point untuk industri minuman lidah buaya ini adalah high. Ancaman masuknya pesaing baru (New entrance): Untuk memulai usaha dalam industri ini tidaklah mudah namun juga tidak terlalu sulit. Sebagaimana diketahui, dimana kunci untuk menjalankan industri ini adalah pengalaman dalam proses produksi, serta sistem distribusi yang memadai selayaknya produk consumer goods, maka dapat dinilai bahwa New Entrance point untuk industri ini adalah medium. Ancaman produk pengganti (Substitute Product): Sebagai minuman konsumsi biasa, produk pengganti minuman lidah buaya sangat banyak walaupun khasiat dari lidah buaya tersebut tidak dapat digantikan. Berbagai contoh produk substitusi tersebut adalah nata de coco, minuman rumput laut, sarang burung (agar-agar), dan minuman kaya serat seperti vegeta. Dalam hal ini dapat dinilai bahwa Substitute Product point untuk industri ini adalah high. Kekuatan tawar pemasok (Bargaining Position of Supplier):
Pemasok segala bahan dasar untuk industri ini, yaitu pelepah lidah buaya masih dapat cukup bersaing karena pabrik pengolahnya sendiri juga belum terlalu banyak (untuk dijadikan minuman). Pemasok untuk bahan-bahan lainnya seperti gula, botol dan kardus, sebagaimana barang komoditi lainnya, dapat dikategorikan normal. Dalam hal ini dapat dinilai bahwa supplier point industri minuman lidah buaya adalah medium. Kekuatan tawar konsumen (Customer): Perkiraan pangsa pasar/jumlah penduduk di Indonesia yang potensial untuk menjadi konsumen minuman lidah buaya, serta respon mereka terhadap minuman lidah buaya saat ini cukup tinggi. Dalam hal ini dapat dinilai bahwa Customer point industri minuman lidah buaya adalah low. Medium New Entrance
Medium Supplier
Low Rivalry among the Aloe Vera drink competitor
Customer
High
Substitute Product High
Gambar 4.2. Analisa Five Forces Industri Olahan Lidah Buaya (Porter, 1980)
IV.2.2.
Analisis Budidaya Bunga Krisan Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan tanaman hias
(bunga potong). Hal ini ditunjukan dengan tersedianya sumber daya ginetik tanaman tropis, sumber daya manusia, kondisi tanah dan iklim yang kondusif. Saat ini penggunaan
tanaman hias pun menjadi suatu kebutuhan seiring dengan berkembangnya trend budaya masyarakat modern, dan berkembangnya industri pariwisata. Peluang pasar tanaman hias sangatlah prospektif, karena permintaan pasar domestic dan pasar internasional yang cenderung meningkat. Saat ini tanaman hias telah menjadi komoditas perdagangan dunia dengan nilai mencapai lebih dari US$ 8 Milyar, dengan negara produsen utama Belanda, Columbia dan Italia. Beberapa negara produsen lain diantaranya adalah China, Taiwan, Thailand, Vietnam, Jepang, Kenya, Zimbabwe dan Tanzania. Sedangkan Indonesia saat ini berada di urutan ke 51 dengan nilai perdagangan mencapai US$ 10 juta. Peluang usaha tanaman hias di Indonesia cukup baik dengan pertumbuhan mencapai 15-20% dalam kondisi ekonomi normal. Produksi tanaman hias, diharapkan meningkat sekitar 3,11 – 5,81 % pertahunnya dengan sasaran volume ekspor meningkat 10% setiap tahunnya sampai dengan akhir tahun 2009. (sumber : Dr. Ir, Marwoto MS, Direktur Tanaman Hias, Membangun Industri Tanaman Hias Nasional Yang Tangguh dan Berdaya Saing).
Tabel 4.2. Sasaran produksi dan ekspor tanaman hias tahun 2005 - 2009
Sasaran Bunga Potong (ribu tangkai) Tanaman Hias Pot (pot) Tanaman Hias Daun (ton) Tanaman Hias Tanaman (ribu tanaman) Volume Ekspor (US$)
2005
2006
122.920
129.373
80.420
Tahun 2007
2008
2009
136.359
143.930
152.131
87.350
98.580
104.270
112.460
12.115
13.208
14.510
16280
17.039
4.470
5.340
6.820
7.590
8.640
12.449.865
12.698.862
12.952.839
13.211.896
13.476.134
(sumber : Dr. Ir, Marwoto MS, Direktur Tanaman Hias, Membangun Industri Tanaman Hias Nasional Yang Tangguh dan Berdaya Saing)
Krisan (Chrysanthemum sp) termasuk salah satu sub sektor komoditi holtikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, prospek yang cerah dan termasuk kedalam salah satu komoditas unggulan. Hal ini disebabkan budidaya yang terbatas sedang permintaan pasar yang cukup banyak baik baik pasar domestik ataupun pasar internasional. Bagi para produsen bunga potong di Indonesia, bunga Krisan merupakan salah satu pilihan utama untuk ditanam. Selain karena merupakan salah satu primadona bunga potong, bunga Krisan bersifat universal, artinya diminati oleh semua kalangan. Varietasnya pun beragam, baik dari segi bentuk maupun warna. Selain pemanfaatanya yang luas, dapat digunakan sebagai bunga utama dalam rangkaian bunga, kelebihan lainya adalah daya tahan yang lebih lama. Krisan bukanlah tanaman asli Indonesia melainkan berasal dari daratan Cina yang beriklim subtropis. Apabila tanaman tersebut dibudidayakan di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, maka banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah intensitas cahaya matahari dan curah air yang diperlukan oleh tanaman Krisan.
Dalam periode lima tahun terakhir bisnis tanaman hias, termasuk krisan, makin semarak diberbagai daerah yang ditandai dengan meningkatnya luas area tanaman, nilai transaksi penjualan, jangkauan pemasaran dan tumbuhnya industri jasa penunjang. Meningkatnya permintaan khususnya bunga Krisan di tingkat domestik dan internasional akibat dari meningkatnya pendapatan dan kebijakan pemerintah dalam mengelola lingkungan melalui tanaman bunga menyebabkan bisnis ini menarik untuk diusahakan. Meningkatnya bisnis bunga selain memacu perekonomian masyarakat pedesaan, meningkatkan devisa negara melalui ekspor, dan dapat membuka kesempatan kerja.
IV.2.2.1. Pemain di Budidaya Bunga Krisan PT. Alam Indah Bunga Nusantara PT. Alam Indah Bunga Nusantara didirikan tahun 1989. Perkebunannya terletak 760 m dpl, di Cipanas, Jawa Barat, Indonesia. Mulai beroperasi pada tahun 1992 dengan mengimport sumber bibit bunga dari CBA Holland, Fides, Cleangro. Bisnis utama kami adalah bunga potong krisan, baik krisan dalam pot poinsettia, baby rose, kalancoe carnation, snap dragon, fillers (caspea, ghypsophila, asparagus bintang, asparagus krisdoren, Philodendron selloum, Bunga balon, Lagostrum, Agapanthus, Sedap malam gladiol), dll. Bibit tanaman diproduksi dalam rumah kaca dengan irigasi yang baik, screen, top airing, gable wall, moveable table dan pencahayaan yang baik sehingga menghasilkan tanaman yang berkualitas baik. Bunga-bunga yang diproduksi ditanam di tunnels dan series greenhouse yang mempunyai exhause fan,
overhead irrigation, drip irrigation, cyclic lighting dan juga injection fertilization system. Pangsa pasar utama adalah pasar domestik dengan cakupan seluruh propinsi di Indonesia. Selain pasar domestik PT. Alam Indah Bunga Nusantara juga mengeksport bunga ke Singapura, Jepang, United Arab Emirates, Brunei Darussalam, Hongkong , dll. PT. Buana Nuansa Nusantara (BNN) PT. BNN telah dipercaya Badan Litbang Deptan melalui Kantor Pengelola Kekayaan Intelektual dan Alih Teknologi (KPKIAT) untuk memasarkan bunga krisan dan anyelir. PT BNN sendiri mempunyai tempat pembibitan dan budidaya tanaman hias di daerah Cianjur, Jawa Barat. Lahan perkebunan yang digunakan untuk pembibitan seluas 5.500 meter, lahan produksi seluas 5.000 m2, dan lahan kososng seluas 1,5 Ha. Kantor dan rumah dinas untuk karyawan semuanya berada di Warungkondang, Cianjur.
IV.2.2.2. Persaingan di Budidaya Bunga Krisan Persaingan diantara pelaku bisnis (Rivalry Among Players) : Pemain dalam industri penanaman bunga krisan berkualitas ekspor ini belum terlalu banyak karena memang memerlukan pengetahuan serta modal yang cukup untuk dapat bersaing, sehingga dapat dinilai bahwa rivalry point untuk industri minuman lidah buaya ini adalah low. Ancaman masuknya pesaing baru (New entrance): Seperti halnya menjalankan usaha dalam industri ini tidak mudah, untuk memulainya juga tidaklah mudah. Maksudnya adalah bahwa untuk memulai
usaha pengembangan bunga krisan diperlukan modal yang tidak kecil, terutama aset berupa lahan, infrastruktur serta sumber bibit yang unggul agar tahan penyakit. Didalam menjalankannya sangat diperlukan pengetahuan dari tenaga ahli sehingga hasil panen bisa maksimal dan memenuhi standard internasional. Dari perihal ini dapat dinilai bahwa New Entrance point untuk industri ini adalah low. Ancaman pengembangan produk pengganti (Substitute Product): Setiap jenis bunga adalah spesifik, namun didalam perangkaian karangan bunga, krisan tetap dapat digantikan beberapa jenis bunga lain yang ukurannya kurang lebih sama. Dalam hal ini dapat dinilai bahwa Substitute Product point untuk industri ini adalah medium. Kekuatan tawar pemasok (Supplier): Bahan dasar utama yang dipasok dalam industri ini adalah bibit yang baik. Bibit ini didapat dari pengembang lainnya atau meng-eksportnya dari negara lain. Dalam hal ini dapat dinilai bahwa supplier point industri minuman lidah buaya adalah medium.
Kekuatan tawar konsumen (Customer): Kebutuhan pasar baik dalam maupun luar negeri akan bunga krisan berkualitas eksport masih cukup tinggi. Dalam hal ini dapat dinilai bahwa Customer point industri bunga krisan adalah low. Low New Entrance
Medium Supplier
Low Rivalry among the Chrysant industry
Customer
Low
Substitute Product Medium
Gambar 4.3. Analisa Five Forces Budidaya Bunga Krisan (Porter, 1980)
IV.2.3.
Analisis Industri Pembibitan Kentang Sejak tahun 1989, peran Indonesia telah bergeser dari negara swasembada
pangan menjadi pengimpor pangan terbesar di dunia. Kondisi rawan pangan ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk, berkurangnya lahan sawah dan penurunan produktivitas pertanian. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, semakin membebani Pemerintah dan rakyat Indonesia dalam hal penyediaan pangan, menyebabkan banyak bidang usaha yang hancur dan tingat pengangguran meningkat dengan drastis sehingga daya beli masyarakat menjadi lemah. Pada tahun 2000 impor pangan Indonesia mencapai US$ 1.361.287.062 (± 11,8 trilyun) untuk 6 komoditi pangan. Pada tahun 2003, Indonesia mengimpor sekitar 2 juta ton beras (pengimpor
terbesar di dunia) ; 1,6 juta ton gula (terbesar kedua di dunia) ; 1,1 juta ton kedelai ; 4,5 juta ton gandum ; 1,2 juta ton jagung; 500.000 ekor sapi; dan 1 juta ton garam (sumber : www.kompas.coms, 3 Mei 2005).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis ekonomi sekaligus kerawanan pangan adalah dengan usaha agribisnis secara profesional dengan mengaplikasikan diversifikasi pangan. Pada kondisi ini upaya yang dilakukan harus mampu mendatangkan keuntungan ganda yaitu mampu meningkatkan penyediaan pangan sekaligus mampu pula meningkatkan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan pertanian harus diprioritaskan pada komoditas yang bercirikan memiliki nilai ekonomi tinggi, dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif, toleran pada kondisi lingkungan Indonesia, pemasarannya mudah, serta mampu diusahakan pada lahan kering sehingga tidak bersaing dengan tanaman pangan utama dalam penggunaan lahan (sumber : Jurnal Matematika, Sain dan Tekonologi, Vol.5 No.1,Maret 2004). Salah satu tanaman yang cocok dikembangkan untuk mengatasi masalah pangan dan ekonomi adalah tanaman kentang. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman pangan bernilai ekonomi tinggi yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pengusaha industri makanan olahan, pedagang dan petani yang membudidayakannya. Kentang tumbuh di dataran tinggi, 1.000 m dpl, sehingga dapat dikembangkan pada lahan kering di pegunungan. Kentang adalah makanan yang bernilai gizi tinggi, yang kaya akan karbohidrat. Di Indonesia kentang sudah digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Kentang juga merupakan salah satu makanan siap hidang (instant food) dan cepat hidang (fast food) di Indonesia saat ini.
Permintaan kentang terus meningkat sementara pasokannya masih kurang, sehingga perluasan budidaya kentang masih dapat terserap pasar. Menurut FAO pada tahun 1998 produksi kentang di dunia masih didominasi oleh Negara-negara subtropis seperti Amerika Serikat yang produktivitasnya sebesar 38,43 ton/ha, Belanda 37,80 ton/ha, Selandia Baru 35,21 ton/ha, dan Jepang 32,69 ton/ha. Sementara di Indonesia produktivitasnya masih tergolong rendah yaitu rata-rata 17,39 ton/ha, meskipun berdasarkan hasil penelitian potensi produksi di Indonesia bisa mencapai 30 ton/ha (sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat, 1993). Kendala utama yang dihadapi dalam agribisnis kentang di Indonesia adalah sulitnya memperoleh bibit bermutu. Penggunaan bibit tidak bermutu mengakibatkan produksi kentang masih rendah yaitu sekitar 15 ton/Ha, padahal menurut hasil penelitian, potensi produksinya dapat mencapai 30 ton/Ha. Departemen Pertanian (Deptan) mengungkapkan bahwa kebutuhan bibit kentang dalam negeri mencapai 120 ribu per tahun. Namun produksi bibit kentang dalam negeri sampai dengan saat ini baru sebesar 4% dari total kebutuhan tersebut. Untuk mencukupi kebutuhan bibit kentang dalam negeri, masih didatangkan dari luar negeri tertutama yang bermutu tinggi yakni sebesar 1.752 ton pada tahun 2004 (sumber : www. Mediaindo.co.id). Rendahnya volume impor bibit kentang, karena selama ini penggunaan
benih kentang bermutu di kalangan petani ditanah air masih rendah yakni sekitar 5 – 7 %. Ini disebabkan karena sebagian besar petani lebih memilih memanfaatkan bibit produksi sendiri. Petani umumnya memperoleh bibit dengan menyisihkan sebagian umbi dari hasil panennya yang berukuran kecil tanpa melakukan seleksi bibit, atau dari petani lain berupa bibit lokal yang tidak diketahui asal usulnya (tanpa sertifikat/non label).
Sementara itu bibit yang bermutu tinggi biasanya berasal dari kentang impor, tetapi harganya mahal mencapai 40-50 % dari total biaya produksi. Oleh karena itu, masih banyak petani kentang yang belum mampu untuk membeli bibit impor. Apalagi bibit impor sering tidak tepat waktu musim tanam dan tidak tepat umur fisiologis. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan petani kepada bibit impor, Pemerintah Indonesia dengan bantuan hibah dari Pemerintah Jepang (JICA) pada tahun 1992 telah mencanangkan program swasembada bibit kentang, dengan tujuan untuk memproduksi bibit kentang yang setara dengan bibit impor, tetapi harganya relatif murah dan rendah patogen, sehingga produksi dapat ditingkatkan, menghemat devisa dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Produk bibit kentang bermutu tersebut dijamin melalui bibit yang bersertifikat. Saat ini, sentra produksi bibit kentang bermutu dari dalam negeri terdapat di Pangalengan, Jawa Barat, dimana produknya tersebar di sejumlah wilayah seperti di Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jambi dan Sumatera Selatan. Untuk meningkatkan produksi bibit kentang dalam negeri, pemerintah merencanakan membangun sentra pembenihan kentang di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, dengan total anggaran sebesar 8 Milyar. Menurut data Departemen Pertanian (Deptan), kebutuhan kentang dalam negeri pada tahun 2004 sebanyak 917.562 ton, dimana 787.880 ton untuk dikonsumsi dan 15% dari kebutuhan konsumsi untuk memenuhi industri, ekspor dan benih. Sementara itu, pada tahun 2005 total kebutuhan kentang dalam negeri diperkirakan mencapai 1,02 juta ton dimana 888 ribu ton diantaranya untuk dikonsumsi. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa bisnis di bidang pembibitan kentang ini memilik peluang pasar yang sangat besar, mengingat produksi bibit kentang saat ini hanya mampu memenuhi 4% dari
kebutuhan dalam negeri. Hal ini berarti bahwa PT. BTL tetap memiliki peluang bisnis yang cukup besar dibidang penyediaan pembibitan kentang.
IV.2.3.1. Pemain di Industri Pembibitan Kentang Tabel 4.3. Luas Panen dan Produksi Bibit Kentang di Jawa Barat, 2002 Penangkar Bibit Petani Perusahaan : BBU Pengalengan PT. Mulyasari PD Hikmah BPBK Jumlah
Luas Panen (Ha) 68,4
Produksi (Ton) 1.203,8
Calon bibit (Ton) 830,9
Lulus Seleksi (Ton) 635,4
Persen Lulus (%) 52,8
10 13,5 22,6 1,1 115,6
288,1 241,9 694,7 29,9 2.458,4
282,7 194,2 593,7 29,6 1.931,1
186,1 134,3 450,5 24,3 1.430,6
64,6 55,5 64,8 81,2
Sumber : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Vol 7, No.2, Juli 2004
IV.2.3.2. Persaingan di Industri Pembibitan Kentang Persaingan diantara pelaku bisnis (Rivalry Among Players) : Pemain dalam industri penghasil bibit kentang ini sudah cukup banyak namun dengan tehnik kultur jaringan yang dimiliki, PT BTL dapat disimpulkan lebih unggul dibandingkan dengan rata-rata pemain lainnya. Dalam hal ini, rivalry point untuk industri kentang adalah low.
Ancaman masuknya pesaing baru (New entrance): Untuk memulai usaha pengembangan bibit kentang ini tidaklah sulit karena tidak memerlukan suatu keahlian khusus dalam merawatnya. Oleh karena itu dinilai bahwa New Entrance point untuk industri ini adalah high. Ancaman pengembangan produk pengganti (Substitute Product): Produk yang menggunakan kentang sebagai bahan baku tidak dapat menggunakan bahan lain sebagai penggantinya. Dalam hal ini, Substitute Product point-nya adalah low. Kekuatan tawar pemasok (Supplier): Bahan dasar utama yang dipasok dalam industri ini adalah bibit yang baik. Bibit ini mudah didapat karena memang kebutuhan pasar atas barang komoditi ini cukup tinggi. Dalam hal ini dapat dinilai bahwa supplier point industri pengembangan bibit kentang adalah low. Kekuatan tawar konsumen (Customer): Kebutuhan pasar baik dalam maupun luar negeri akan kentang berkualitas selalu tinggi. Dalam hal ini dapat dinilai bahwa Customer point industri kentang adalah low.
High New Entrance
Low
Low Rivalry among Potato industry competitor
Supplier
Customer
Low
Substitute Product Low
Gambar 4.4. Analisa Five Forces Pembibitan Kentang (Porter, 1980)
IV.3.
Peluang dan Ancaman Dari analisis lingkungan strategis dan analisis lingkungan industri yang telah
dilakukan sebelumnya, maka penulis dapat menganalisis beberapa peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh PT. BTL dalam menjalankan roda bisnisnya. Peluang dan Ancaman bisnis perusahaan ini dibagi kedalam 3 sub bagian berdasarkan bisnis masingmasing. Tabel 4.3. Peluang dan Ancaman PT Botani Tropical Lestari
Bisnis Unit
Peluang 1.
Industri Olahan Lidah Buaya 2.
Minuman Avera termasuk kedalam minuman sehat yang kaya akan zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Peluang pasar internasional dan domestik terus meningkat dari tahun ke tahun.
Ancaman 1.
2.
Saat ini, minuman sehat dengan berbagai macam khasiat, dan bermanfaat bagi tubuh manusia banyak terdapat di pasar. Pasar domestik memerlukan sosialisasi yang lebih tentang manfaat dan khasiat dari minuman lidah buaya.
3.
4. 5.
1.
2.
Memanfaatkan National Aloe Vera Center (Pusat Informasi Pengembangan Industri Lidah Buaya) yang berpusat di Pontianak untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan industri lidah buaya. Pemerintah berencana mengembangkan UKM berbasis agribisnis dan agroindustri Potensi sumber daya alam Indonesia sangat sesuai untuk mengembangkan industri lidah buaya. Permintaan pasar internasional semakin meningkat. Volume ekspor diperkirakan akan meningkat 10 % setiap tahunnya sampai dengan tahun 2009. Memperluas jaringan usaha di pasaran domestik.
3.
Teknologi yang digunakan harus didatangkan dari luar.
4.
Potensi masuknya para pemain baru di industri ini sangat besar.
5.
Tingginya inflasi membuat daya beli masyarakat berkurang.
1.
Kelembagaan usaha penyedia modal belum terbangun secara efektif, sehingga banyak pengusaha yang mengalami masalah kekurangan modal Biaya pemeliharaan lahan cukup tinggi. Tanaman Krisan memerlukan cahaya pada siang hari sebesar 32.000 lux untuk pertumbuhan optimal. Intensitas cahaya pada siang hari di dataran tinggi Indonesia (1000 m dpl) adalah sebesar 50.000 dpl. Untuk memperoleh intensitas cahaya yang sesuai bagi krisan maka diperlukan naungan seperti green house yang biayanya sangat tinggi. Kurangnya peran dan perhatian pemerintah terhadap sektor industri florikultura. Banyaknya restribusi yang menjadi hambatan bagi pengeskpor bunga krisan. Adanya ancaman hama dan penyakit
2.
Budidaya Bunga Krisan
3.
Pemain di industri ini belum terlalu banyak.
3.
4.
Meningkatkan kerja sama antar pelaku usaha dan produsen teknologi guna peningkatan kapasitas dan mutu produksi, efisiensi usaha, dan nilai tambah produk Mengembangkan perkebunan bunga menjadi daerah agrowisata Peluang pangsa pasar dalam negeri yang cukup besar. Saat ini produksi bibit kentang dalam negeri baru sebesar 4% dari total kebutuhan.
4.
5. 1. Pembibitan Kentang
5. 1.
Kompetitor yang diperkirakan meningkat setiap tahunnya Harga jual benih impor yang lebih murah (Rp 100 – Rp 150 per benih) dari benih dalam negeri (Rp 300 – Rp 400 per benih).
2.
3.
4.
5.
Kualitas bibit kentang lokal lebih baik jika dibandingkan dengan bibit impor. Sebagian besar bibit kentang yang diimpor merupakan produk second grade (kelas dua) dari negara asalnya. Pasaran kentang dalam negeri sangat besar. Saat ini makin banyak restoran siap saji yang menyajikan makan berbahan baku kentang. Pemerintah berencana untuk membangun sentra pembibitan kentang di Kab. Pasuruan, Jawa Timur, guna meningkatkan produksi bibit kentang dalam negeri. Mengandalakan hasil penelitian dari lembaga pemerintah.
IV.4.
Analisis Lingkungan Internal
IV.4.1.
Unit Usaha
2.
Masuknya hama cacing Globodera rostochiensis sebagai akibat masuknya benih kentang impor.
3.
Suku bunga bank yang terlalu tinggi untuk industri benih, yaitu sekitar 3 – 5 % per bulan.
4.
Penggunaan bibit kentang bermutu dikalangan petani masih relatif rendah.
5.
Peraturan Pemerintah yang kurang jelas dan sering berubah.
Dalam menjalankan binisnya, PT BTL mempunyai 4 unit usaha, yaitu: a.
Unit usaha Avera (Minuman segar dari Lidah Buaya) Unit usaha Avera adalah unit usaha PT BTL yang core business-nya bergerak dibidang minuman lidah buaya. Saat ini pemanfaatan lidah buaya sudah semakin berkembang. Produk makanan sejenis jeli sudah dapat dibuat dari lidah buaya, demikian pula jus lidah buaya sebagai minuman diet kini sudah sangat dikenal di Amerika. Minuman sehat Avera diproses dari bahan baku unggul dengan cara/teknologi yang tepat dan higienis. Secara umum minuman sehat Avera sangat bermanfaat bagi para olah ragawan, pekerja keras, entertainer, dan bagi mereka yang menginginkan kebugaran dan kecantikan. Minuman sehat Avera juga berfungsi untuk mendetoksifikasi berbagai zat
radikal bebas dari dalam tubuh, sehingga bermanfaat bagi para perokok berat, alkoholik, para pekerja yang rentan terhadap polutan. Kegiatan operational yang dilakukan yang dilakukan oleh PT. BTL dalam mengembangkan bisnis Avera ini adalah proses dari upstream sampai downstream-nya. Dimulai dari pengolahan bahan mentah menjadi bahan baku, proses bahan baku menjadi minuman jadi, proses bottling yaitu mengisinya kedalam media gelas atau botol, pengepakan kedalam dus isi 12 botol atau dus isi 24 gelas, serta distribusi kepada distributor ataupun customernya. b.
Unit usaha bunga Krisan (Tanaman Hias/Florikultura) Unit usaha Krisan adalah unit usaha PT BTL yang core business-nya bergerak dibidang penanaman dan pengembangan bunga krisan dari bibit sampai tanaman bunga siap panen. Unit usaha ini juga didukung oleh kerjasama dengan pengusaha asal Malaysia yang juga sudah berkompetensi dibidang penanaman bunga krisan. Sebagian besar hasil panen bunga krisan ini adalah komoditi yang kemudian diekspor ke negara jepang.
c.
Unit usaha pembititan Kentang. Unit usaha bibit Kentang adalah unit usaha PT BTL yang core business-nya bergerak dibidang pengembangan bibit kentang, dimana PT BTL melalui unit usaha kentang ini membeli bibit kentang, mengembangkannya dalam unit R&D-nya, dan melakukan pengembangan hortikultura di lahan dengan media coconut fiber.
d.
Unit yang lainnya adalah unit Research & Development (R&D)
Berfungsi untuk menunjang kegiatan operasional unit usaha krisan dan unit usaha kentang, serta mengembangkan penelitian serta menerapkan teknologi kultur jaringan terhadap bibit yang ada. Namun dalam hal ini, analisa akan difokuskan kepada 3 core business yang pertama, karena menurut PT. BTL ke 3 bisnis tersebutlah yang mendatangkan revenue bagi perusahaan, sementara bisnis yang terakhir tidak dijadikan prioritas karena hanya berfungsi sebagai penunjang dari industri pembibitan kentang dan industri budidaya krisan.
IV.4.2.
Visi dan Misi Perusahaan Pengembangan industri agribisnis sangatlah menjanjikan keuntungan, karena
merupakan salah satu sektor perekonomian yang sangat erat hubungannya dengan sumber daya alam. Pengembangan ini merupakan langkah awal untuk mengeksploitasi keunggulan alam Indonesia yang memiliki kesuburan tanah yang baik, tempratur dan iklim dataran tinggi lebih 700 m dari permukaan laut, suhu yang berkisar antara 180 – 270 Celcius dan didukung persediaan air yang cukup. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang baik, maka PT. BTL berupaya untuk berperan serta dalam meningkatkan pembangunan industri agribisnis di Indonesia. PT. BTL memiliki visi untuk memperkenalkan keunggulan “Alam Indonesia” serta mengajak masyarakat luas untuk turut serta dalam mengembangkan dan memajukan industri pertanian berkualitas ekspor. Untuk menunjang visi diatas, kami mengevaluasi 9 komponen misi yang ada di dalam teori Fred R. David sebagai berikut:
Tabel 4.4 Komponen Penyusunan Misi PT BTL No 1
Komponen Misi Pelanggan
2 3 4 5
Produk Pasar Teknologi Perhatian untuk bertahan hidup, bertumbuh dan mendatangkan laba
6
Falsafah
7
Konsep diri
8
Perhatian untuk citra publik
9
Perhatian untuk karyawan
Kondisi PT. BTL Individual, kiosk, kantin, minimarket, toko bunga, petani, distributor, importir dan industri. Minuman Lidah buaya, Bunga Krisan, Bibit Kentang DKI Jakarta, serta beberapa daerah di Indonesia. Kultur jaringan Perusahaan yang sehat secara finansial dan manajemen sehingga menciptakan kepastian dalam berusaha dan bekerja sama. Mengembangkan hasil bumi Indonesia hingga ke taraf internasional serta turut mensejahterakan masyarakat. Menjalankan agroindustri dan agribisnis dengan tenaga ahli serta hasil berkualitas premium/eksport. Menonjolkan keunggulan hasil bumi Indonesia di pasar Internasional, mengangkat citra bangsa Indonesia. Keberhasilan perusahaan adalah keberhasilan setiap individu dari karyawan perusahaan.
Dari 9 Komponen diatas maka pernyataan misi yang diformulasikan adalah sebagai berikut: •
PT Botani Tropical Lestari adalah perusahaan yang mengembangkan hasil bumi Indonesia, antara lain lidah buaya, bunga krisan dan kentang, menjadi produk berkualitas tinggi dengan menerapkan manajemen profesional dan transparan serta berkomitmen pada kepuasan dan kepercayaan pelanggan.
•
Keberhasilan perusahaan adalah keberhasilan tiap individu karyawan perusahaan. Kepercayaan yang diberikan investor maupun pelanggan kepada perusahaan adalah kepercayaan yang diberikan kepada tiap individu karyawan perusahaan.
•
Menjadi perusahaan yang dikenal, dicintai dan didukung oleh masyarakat dengan turut mensejahterakan serta meningkatkan citra bangsa Indonesia di dunia Internasional.
IV.4.3.
Struktur Organisasi Struktur organisasi PT BTL masih bersifat perusahaan keluarga dengan skala
manajemen yang kecil. Dengan adanya modal sendiri yang kurang lebih sebesar Rp 7 miliar, kelompok kami berpendapat bahwa struktur perusahaan masih perlu diubah. Struktur perusahaan PT BTL sekarang adalah sebagai berikut :
Dirut PT Botani Tropical Lestari
KaDiv Olahan Lidah Buaya
KaDiv Budidaya Bunga Chrysant
KaDiv Pembibitan Kentang
KaDiv R&D
Staff Marketing & Accounting
Staff Marketing & Accounting
Staff Marketing & Accounting
Staff Kultur Jaringan
Staff Operational
Staff Operational
Staff Operational
Staff Distribusi
Staff Distribusi
Staff Distribusi
Divisi Olahan Lidah Buaya (15 orang)
Divisi Budidaya Bunga Chrysant (41 orang)
Divisi Pembibitan Kentang (5 orang)
Divisi R&D (4 orang)
Gambar 4.5. Struktur Organisasi Perusahaan PT Botani Tropical Lestari (current)
Struktur perusahaan PT BTL yang kami rekomendasikan adalah sebagai berikut :
Commissioner
corpo rate
BOD
Dept
Mgr / Asst
Section
Section Head
Staff
Director
Production
Marketing
Financial
Potato
Aloe Vera
Chrysant
R&D
Potato
Aloe Vera
Chrysant
Procurement
GA
Staff
Process
Process & Packing
Monitorin g
Staff
Staff
Staff
Staff
Staff
Staff
Staff
Staff
Monitor ing
Monitor ing
Wareho use
Staff
Staff
Wareho use
Wareho use
Gambar 4.6. Struktur Perusahaan PT Botani Tropical Lestari (recommended)
Struktur organisasi yang disarankan adalah bentuk fungsional dimana tujuannya agar kontrol manajemen dapat menjadi lebih kuat. Bentuk organisasi ini hanya cocok apabila top manajemen perusahaan dilakukan oleh profesional yang kompeten dan berkualitas sehingga aliran perintah dari atas kebawah dapat dilaksanakan dan dikontrol dengan baik. Salah satu kunci dari keberhasilan menarik investor adalah kebijaksaan corporate governance dalam perusahaan dengan kunci TARIF (transparency,
accountability, responsibility, independency, fairness). Dalam PT BTL, terdapat beberapa indikasi yang perlu dibenahi sebagai berikut : 1.
Transparansi laporan keuangan terutama arus kas sangat penting. Walaupun bukan merupakan perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek, seyogyanya calon investor mendapatkan proyeksi arus kas tentang potensi keuntungan yang dapat dihasilkan suatu produk.
2.
Independensi dewan komisaris terhadap presiden direktur belum memadai karena adanya kedekatan hubungan relasi dan memungkinkan terjadinya kekurangan kontrol terhadap arah dan strategi perusahaan.
3.
Kekurangan sumber daya yang memadai di bidang penjualan dan human resource.
IV.4.4.
Strategi Pemasaran Strategi Pemasaran PT BTL saat ini dapat diuraikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.5. Strategi Pemasaran Masing-masing Unit Usaha
Unit Bisnis Industri Olahan Lidah Buaya
Bunga Krisan
Pembibitan kentang
Produk 1. Brand dan bentuk botol yang menarik (Avera) 2. Kualitas yang baik. 3. QC ketat. 1. Bibit unggul 2. Special treatment. 3. QC ketat 4. Brand (Botani Tropical Lestari) 1. Bibit Unggul 2. Special treatment. 3. Brand (Botani Tropical Lestari)
Tempat 1. Letak industri strategis. 2. Mobil Pickup.
1. Letak perkebunan strategis. 2. Mobil Pickup. 3. Ekspor 1. Letak perkebunan strategis. 2. Mobil Pickup.
Promosi
Harga
1. Penjualan langsung ke distributor & konsumen. 2. Iklan untuk calon distributor, lewat koran. 1. Penjualan langsung ke distributor.
1. Harga premium 2. Bayar bertahap.
1. Penjualan langsung ke distributor.
1. Harga Premium 2. Bayar bertahap.
1. Harga kompetitif 2. Bayar bertahap. 3. Discount.
IV.4.5.
Proyeksi Keuangan Perusahaan Proyeksi Keuangan PT BTL dapat dilihat di lampiran.
IV.5.
Kekuatan dan Kelemahan PT. Botani Tropical Lestari
Sebagai salah satu perusahaan agribisnis dengan modal (berupa aset) yang cukup, PT BTL tetap memiliki kekuatan dan kelemahan dari masing-masing produk yang dihasilkan. Hal ini dijabarkan dalam tabel berikut. Tabel 4.6. Kekuatan dan Kelemahan PT Botani Tropical Lestari
Bisnis Unit
Kekuatan
Kelemahan
1.
BTL dapat membudidayakan sendiri tanaman lidah buaya di lahan perkebunan miliknya.
1.
2.
PT BTL memiliki sertifikat halal di tiap botol produk sehingga dapat menjangkau masyarakat konsumen Indonesia dengan lebih luas.
2.
3.
Lahan luas sehingga dapat bekerja sama dengan warga sekitar, dimana mereka dapat memanfaatkan lahan PT. BTL untuk ditanami lidah buaya. Produk dapat terdiversifikasi (misalnya ada Avera gel dan kubus) sehingga menjangkau beberapa segmen konsumen.
3.
Industri Olahan Lidah Buaya
4.
4.
Pasokan bahan baku utama dengan kualitas yang baik, masih sulit didapatkan. Kualitas lidah buaya berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. PT. BTL belum menerapkan SPOS (Standar Prosedur Operasi Sanitasi) sebagai panduan agar dapat menghasilkan produk yang aman untuk di konsumsi, layak mutu dan tidak merugikan secara ekonomis bagi konsumen. Perjanjian yang dibuat seringkali dilanggar oleh para petani. Proses produksi masih manual dan berskala rumahan (1000 botol per hari) sehingga sulit untuk memenuhi permintaan dalam jumlah besar.
5.
1.
2.
BTL dapat melakukan inovasi untuk menghasilkan produk yang bermutu dan berbeda dengan produk lain. Dari hasil penelitian Departemen Biologi FMIPA-UI menyatakan bahwa limbah lidah buaya (sisa dari pembuatan minuman) dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan maupun kesehatan dan kecantikan. Pemilik memiliki lahan luas sekitar 100 hektar. Lahan subur dengan kontur yang berbukit-bukit sehingga dapat digunakan untuk kepentingan lain selain bercocok tanam, misalya untuk agrowisata. Kredibilitas perusahaan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat meyakinkan calon investor.
5.
PT BTL tidak memiliki divisi penjualan yang tangguh untuk mencapai pangsa pasar yang lebih konstan.
1.
Neraca arus kas belum transparan/lengkap. Hal ini akan menyulitkan perhitungan arus kas serta menimbulkan keraguraguan di benak calon investor
2.
Kekurangan modal. Hal ini secara menurunkan jumlah keuntungan yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan perusahaan. Strategi mengundang investor belum memadai misalnya belum adanya relationship manager yang mampu “menjemput bola” dengan cara mendatangi calon investor. Juga, belum adanya riset pasar tentang “kolam” tempat berkumpulnya para calon investor baik individual atau lembaga. Selama ini strategi yang dilakukan bersifat pasif misalnya memasang iklan atau mengikuti pameran. Proposal Usaha bagi Investor belum terfokus kepada satu produk saja yaitu krisan dan tidak ada potensi riil keuntungan yang akan didapat oleh investor. Selain itu, proposal menampakkan gambar lahan yang masih kosong sehingga timbul pertanyaan di benak calon investor. Segi administrasi belum tertata.
3.
Dengan adanya komitmen untuk ekspor, hanya ada 1 tingkat kualitas tanaman sehingga memudahkan proses monitoring pada saat produksi.
3.
4.
Divisi Riset dan Pengembangan yang kuat dapat menghasilkan varietas unggul. Di kemudian hari, pengembangan divisi ini dapat menghasilkan varietas baru untuk dipatenkan dan menghasilkan royalti.
4.
5.
PT. BTL dapat mengembangkan varietas tanaman berkualitas ekspor dengan efisiensi 90% dan sisanya tetap berdaya jual.
5.
Budidaya Bunga Krisan
1.
Bekerja sama dengan warga sekitar dengan menerapkan sistem bagi hasil, dimana mereka dapat memanfaatkan lahan PT. BTL untuk menanam kentang Memanfaatkan kinerja divisi R&D dengan membuat bibit kentang yang tahan hama dan berdaya jual tinggi.
1.
Pengetahuan dan keterampilan petani dalam bidang pembibitan kentang yang relatif rendah.
2.
3
Proposal Bisnis yang sudah terstruktur, simpel dan menarik. Hanya perlu pembenahan di bagian proyeksi keuntungan.
3
4
Pelanggan yang loyal
4
5
Kredibilitas perusahaan dalam produk bibit kentang dapat dipertanggungjawabkan.
5
Ketinggian lahan tidak memungkinkan untuk proses lebih lanjut berupa penanaman kentang sehingga mencegah potential revenue di masa depan Biaya produksi yang tinggi dengan pengembangan lahan yang belum maksimal menghasilkan revenue yang kurang maksimal. Business Development tidak memadai Segi administrasi belum tertata
2.
Pembibitan Kentang
IV.6.
Pemilihan Core Business
IV.6.1.
Penentuan Core Business Pada bagian ini, akan dianalisa bisnis inti yang sebaiknya dijalankan sebagai
produk unggulan dari PT BTL. Kelompok kami berpendapat bahwa berdasarkan hasil analisa dari peluang dan ancaman yang dihadapi masing-masing produk PT BTL, maka bisnis bunga krisan patut dijadikan produk unggulan yang akan menghasilkan keuntungan utama bagi perusahaan baik pada waktu sekarang maupun dalam jangka panjang. Tabel 4.7 adalah hasil pengukuran Key Success Factor dalam penentuan core business PT. BTL.
Tabel 4.7. Key Success Factor PT Botani Tropical Lestari
FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN
BOBOT
Industri Olahan Lidah Buaya PERINGKAT
NILAI
Pasar 0.1 4 0.4 Ekspansi Global 0.1 1 0.1 Loyalitas Pelanggan Retail 0.1 2 0.2 Modal 0.15 2 0.3 Lahan 0.05 1 0.05 Jaringan Usaha (Supplier + Reseller) 0.1 4 0.4 Business Development 0.2 3 0.6 Technology 0.1 2 0.2 Kualitas Produk 0.1 4 0.4 JUMLAH 1 2.65 (Bobot: 4=sangat baik; 3=baik; 2=kurang baik; 1=tidak baik)
Budidaya Bunga Krisan
Pembibitan Kentang
PERINGKAT
NILAI
PERINGKAT
NILAI
3 4 2 3 3
0.3 0.4 0.2 0.45 0.15
4 1 2 3 3
0.4 0.1 0.2 0.45 0.15
3 4 4 4
0.3 0.8 0.4 0.4
1 3 4 4
0.1 0.6 0.4 0.4 2.8
3.4
Berdasarkan pengukuran di atas, kami menyimpulkan bahwa faktor penentu terpenting adalah pengembangan bisnis, sedangkan pasar, modal dan faktor-faktor lainnya sebagai pendukung. Oleh karena itu, kami memilih krisan sebagai produk unggulan dari PT BTL, yaitu dengan nilai 3,4. Faktor penentu terbesar adalah business development dengan nilai 0,8 serta gabungan antara pasar dan ekspansi global yang mencapai nilai 0,7. Sedangkan untuk modal, posisi krisan memerlukan modal yang medium. Oleh karena itu, PT BTL memiliki core competence di bidang pengembangan dan pemasaran krisan sehingga produk ini patut menjadi tumpuan utama bisnis PT BTL.
IV.6.2. Pemetaan Matriks IFE Pada bagian ini, kami akan menganalisis keadaan lingkungan perusahaan terutama untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bunga krisan.
Tabel 4.8. Matriks IFE – Bunga Krisan
Faktor-faktor Internal Kunci
Bobot
Peringkat
Nilai Yang Dibobot
Kekuatan 1. Pemilik memiliki lahan yang luas (100 ha)
0.2
4
0.9
2. Kredibilitas perusahaan baik
0.05
3
0.15
3. Dengan adanya komitmen untuk ekspor, hanya ada 1 tingkat kualitas tanaman sehingga memudahkan proses monitoring pada saat produksi. 4. Divisi Riset dan Pengembangan yang kuat
0.1
4
0.4
0.1
2
0.2
5. Varietas unggul dengan efisiensi 90% dengan bagian yang terbuang masih dapat menghasilkan pendapatan tambahan
0.1
3
0.3
0.05
2
0.1
2. Strategi mengundang investor (business development) belum memadai 3. Proposal Usaha bagi Investor belum terfokus
0.15
2
0.3
0.05
2
0.1
4. Kekurangan modal
0.15
2
0.3
5. Segi administrasi belum tertata
0.05
1
0.05
Kelemahan 1. Neraca Arus Kas yang belum transparan
JUMLAH
1
2.7
Dari hasil Matriks IFE terhadap bunga krisan, didapatkan hasil sebesar 2,7 yaitu di atas nilai rata-rata. Hal ini berarti potensial yang ada di dalam usaha ini baik dan layak difokuskan.
IV.6.3.
Pemetaan Matriks EFE Pada bagian ini, kami akan menganalisis keadaan lingkungan perusahaan
terutama untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bunga krisan.
Tabel 4.9. Matriks EFE – Bunga Krisan
Faktor-faktor Eksternal Kunci Peluang 1. Permintaan pasar internasional semakin meningkat. 2. Memperluas jaringan usaha di pasaran domestik. 3. Pemain di industri ini belum terlalu banyak. 4. Meningkatkan kerja sama antar pelaku usaha dan produsen teknologi guna peningkatan kapasitas dan mutu produksi, efisiensi usaha, dan nilai tambah produk. 5. Mengembangkan perkebunan bunga menjadi daerah agrowisata. Ancaman 1.
Kelembagaan usaha penyedia modal belum terbangun secara efektif. 2. Biaya pemeliharaan lahan cukup tinggi. 3. Kurangnya peran dan perhatian pemerintah terhadap sektor industri florikultura (masih banyak retribusi- retribusi & pungli). 4. Adanya ancaman hama dan penyakit 5. Kompetitor yang diperkirakan meningkat setiap tahunnya. JUMLAH
Bobot
Peringkat
Nilai yang Dibobot
0.15
4
0.6
0.1
3
0.3
0.1 0.1
2 2
0.2 0.2
0.05
1
0.05
0.15
3
0.45
0.1 0.05
3 1
0.3 0.05
0.1 0.1
2 2
0.2 0.2
1
2.55
Dari hasil Matriks IFE terhadap bunga krisan, didapatkan hasil sebesar 2,55 yaitu di atas nilai
rata-rata. Sama seperti di sisi eksternalnya, hal ini memberikan
perspektif bahwa usaha ini baik untuk dikembangkan.
IV.7.
Perumusan & Pencocokan Strategi
IV.7.1. Pemetaan Strategi menggunakan Matriks IE
Matriks ini disusun berdasarkan hasil nilai pembobotan pada matiks IFE dan EFE. Matriks IE dari PT. BTL beserta strategi-strategi alternatif yang didapat pada matriks ini adalah sebagai berikut:
TOTAL NILAI IFE YANG DIBOBOT
T O T A L
Kuat 3.0-4.0
Rata-Rata 2.0-2.99
Lemah 1.0-1.99
Tinggi 3.0-4.0
I
II
III
Sedang 2.0-2.99
IV
V
VI
Rendah 1.0-1.99
VII
VII
IX
E F E Y A N G D I B O B O T
: Posisi BTL saat ini pada kuadran V (IFE : 2,7 EFE : 2,55)
Gambar 4.7 Matriks IE PT. BTL
Dari hasil matriks diatas terlihat bahwa posisi BTL saat ini terletak pada kuadran
V
dan
beberapa
strategi
alternatif
untuk
memelihara
dan
mempertahankan apa yang dimiliki perusahaan saat ini dan yang dapat dijalankan PT. BTL berdasarkan posisinya pada kuadran matriks IE adalah: Penetrasi Pasar
Memproduksi produk yang mampu bersaing tidak cukup, tetapi harus disertai oleh penetrasi pasar yang intensif. Penetrasi pasar dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya lewat temu bisnis, promosi dan ekshibisi. Keberadaan Badan Promosi Ekspor Nasional, yang disediakan oleh pemerintah, harus dimanfaatkan dengan baik oleh pengusaha agribisnis. Pengembangan Produk Pengembangan produk dapat dilakukan dengan cara melakukan inovasi dan memperbaiki kembali produk yang sudah ada. Dalam budidaya bunga krisan, hal yang mungkin dilakukan adalah mengembangkan varietas baru.
IV.7.2. Pemetaan Strategi menggunakan TOWS Matriks TOWS ini dibuat berdasarkan kekuatan-kelemahan, kesempatan dan ancaman dari lingkungan ekternal dan internal PT. BTL. Adapun bentuk matriksnya beserta strategi-strategi alternatif yang dapat dilakukan PT. BTL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10. Matriks TOWS – Bunga Krisan
Kekuatan (Strength) 1. Pemilik memiliki lahan yang luas (100 ha) 2. Kredibilitas perusahaan baik
1. 2. 3. 4.
Peluang (Opportunities) Permintaan pasar internasional semakin meningkat. Memperluas jaringan usaha di pasaran domestik. Pemain di industri ini belum terlalu banyak. Meningkatkan kerja sama antar pelaku usaha dan produsen teknologi guna peningkatan kapasitas dan mutu produksi, efisiensi usaha, dan nilai tambah produk.
3. Dengan adanya komitmen untuk ekspor, hanya ada 1 tingkat kualitas tanaman sehingga memudahkan proses monitoring pada saat produksi. 4. Divisi Riset dan Pengembangan yang kuat 5. Varietas unggul dengan efisiensi 90% dengan bagian yang terbuang masih dapat menghasilkan pendapatan tambahan STRATEGI SO
Kelemahan (Weakness) 1. Neraca Arus Kas yang belum transparan 2. Proposal Usaha bagi Investor belum memadai 3. Strategi mengundang investor (business development) belum memadai 4. Kekurangan modal 5. Segi administrasi belum tertata
STRATEGI WO
Mencari calon investor (S1,O1)
Transparansi keuangan (W1,O1)
Perluas jaringan distribusi lokal (S1, O2)
Perbaiki prospektus bisnis (W2,O1)
Perbanyak promosi dengan metoda aktif (S1,O3)
Perbaikan administrasi bisnis perusahaan (W1,O1)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Melakukan integrasi ke belakang (S5, T4)
Fokus pada core products (W4, T1)
5. Mengembangkan perkebunan bunga menjadi daerah agrowisata. 1. 2. 3.
4.
Ancaman (Threats) Kelembagaan usaha penyedia modal belum terbangun secara efektif. Biaya pemeliharaan lahan cukup tinggi. Kurangnya peran dan perhatian pemerintah terhadap sektor industri florikultura (masih banyak retribusiretsibusi & pungli). Adanya ancaman hama dan penyakit 5. Kompetitor yang diperkirakan meningkat setiap tahunnya.
Dari hasil matriks diatas terlihat bahwa beberapa strategi alternatif yang dapat dilakukan PT. BTL berdasarkan kekuatan-kelemahan yang dimiliki perusahaan dan kesempatan-ancaman yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1.
Strategi SO (Kekuatan – Peluang) Pada strategi Kekuatan – Peluang, alternatif yang diambil adalah mencari calon investor untuk memenuhi permintaan pasar internasional tetapi pada saat yang sama juga memperluas jaringan distribusi lokal dan memperbanyak promosi dengan metoda aktif. Alternatif ini diambil berdasarkan kekuatan PT BTL yaitu lahan yang luas serta adanya peluang untuk memperluas aliansi atau jaringan usaha lokal pada saat belum banyak pemain.
2.
Strategi WO (Kelemahan – Peluang) Pada strategi Kelemahan – Peluang, alternatif yang harus diambil adalah transparansi keuangan dan perbaikan administrasi bisnis perusahaan. Yang paling penting adalah perbaikan prospektus bisnis. Hal ini harus dikembangkan untuk menutupi kelemahan tidak adanya neraca keuangan yang transparan serta proposal bagi calon investor yang belum memadai, serta peluang berupa permintaan pasar internasional dan jaringan usaha lokal yang semakin meningkat.
3.
Strategi ST (Kekuatan – Ancaman) Pada strategi Kekuatan – Ancaman, alternatif yang diambil adalah integrasi ke belakang. Hal ini diambil karena adanya ancaman hama dimana varietas unggul sekali pun tetap harus dijaga dengan baik oleh segenap komponen PT BTL.
4.
Strategi WT (Kelemahan – Ancaman) Pada strategi Kelemahan – Ancaman, PT BTL harus berfokus pada core products atau produk utama yaitu krisan. Produk-produk lain dapat dikembangkan sebagai penghasilan tambahan atau penghasilan di masa depan.
IV.7.3
Pemetaan Strategi menggunakan Matriks SPACE Matriks SPACE ini dibuat berdasarkan kekuatan keuangan perusahaan,
kekuatan industri, stabilitas lingkungan dan keunggulan bersaing perusahaan PT. BTL. Adapun bentuk matriksnya beserta strategi-strategi alternatif yang dapat dilakukan PT. BTL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.11. Matriks SPACE – Bunga Krisan
Kekuatan Keuangan (FS) 1 Likuiditas rendah 2 Arus kas rendah Kekuatan Industri (IS) 1 Iklim di Indonesia memungkinkan produksi sepanjang tahun 2 Cost of labor yang ekonomis 3 Belum banyak pemain besar yang mendominasi pasar 4 Teknologi kultur jaringan Stabilitas Lingkungan (ES) 1 Dukungan pemerintah terhadap agribisnis 2 Tingginya tingkat kemiskinan yang menjadi ancaman Keunggulan Kompetitif (CA) 1 Bibit Unggul 2 Consultan untuk kualitas dan pemasaran 3 Pasar lokal dan eksport sudah terbangun 4 Lahan yang luas 5 Divisi R&D
Peringkat
Rata-rata
2 2 4
2
5 6 5 4 20
5
-2 -5 -7
-3.5
-1 -1 -1 -2 -2 -7
-1.4
X = (IS+CA)/2 = 1.8 Y = (FS+ES)/2 = -0.75
FS Konservatif
CA
-6
-5
Agresif
-4
-3
-2
6 5 4 3 2 -1 10
1
-1 -2 -3 -4 -5 -6
Defensif
2
x
3
4
5
6
IS
(1.8, -0.75)
Bersaing
ES Gambar 4.8. Matriks SPACE – PT. BTL
Dari hasil perhitungan matriks SPACE, dapat diketahui bahwa posisi PT BTL saat ini berada pada Kuadran Bersaing. Pada posisi saat ini, strategi diambil harus bersifat kompetitif seperti di bawah ini : integrasi ke belakang, ke depan dan horizontal penetrasi pasar pengembangan pasar pengembangan produk usaha patungan
IV.7.4
Pemetaan Strategi menggunakan Matriks Grand Strategy Matriks Grand Strategy berdasarkan pada dua penilaian yaitu posisi
persaingan dan pertumbuhan pasar. Strategi-strategi yang sesuai untuk sebuah organisasi dituangkan dalam urutan daya tarik di masing-masing kuadran matriks. Berdasarkan matriks grand strategy posisi PT. BTL berada dalam posisi strategis yang sangat baik, yaitu kuadran I. Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar, Pengembangan Produk, Integrasi ke Depan, Integrasi ke Belakang, Integrasi Horizontal, dan Diversifikasi Produk merupakan strategi yang paling tepat untuk perusahaan yang berada di kuadran ini. Dengan PT. BTL berkomitmen terhadap satu produk unggulan, yaitu budi daya bunga krisan, maka diversifikasi konsentris dapat mengurangi resiko yang berkaitan dengan lini produk yang sempit, dalam hal ini dilakukan dengan cara mengembangkan produk varietas unggulan yang sesuai dengan minat para konsumen. Selain itu, PT. BTL juga dapat memanfaatkan peluang-peluang eksternal di beberapa bidang. Pertumbuhan Pasar
II
I
Posisi Bersaing Lemah
Posisi PT. BTL Berada di Kuadran I
Posisi Bersaing Kuat III
IV
Pertumbuhan Pasar
Gambar 4.9. Matriks Grand Strategy PT Botani Tropical Lestari
IV.7.5
Pemetaan Strategi menggunakan Matriks QSPM Dari hasil matriks QSPM yang kami lakukan, pengembangan bisnis
merupakan strategi alternatif terbaik yang dapat dilakukan perusahaan pada saat ini. Matriks QSPM dapat dilihat pada matriks berikut ini.
.
Tabel 4.12. Matriks QSPM PT. BTL
Faktor-Faktor Kunci Peluang
Bobot
Penetrasi Pasar AS TAS
Strategi Alternatif Pengembangan Pengembangan Produk Bisnis AS TAS AS TAS
1
Permintaan pasar internasional semakin meningkat.
0.15
4
0.6
3
0.45
3
0.45
2 3 4
Memperluas jaringan usaha di pasaran domestik. Pemain di industri ini belum terlalu banyak. Meningkatkan kerja sama antar pelaku usaha dan produsen teknologi guna peningkatan kapasitas dan mutu produksi, efisiensi usaha, dan nilai tambah produk. Mengembangkan perkebunan bunga menjadi daerah agrowisata.
0.1 0.1 0.1
4 2
0.4 0 0.2
3 1 4
0.3 0.1 0.4
2 4 4
0.2 0.4 0.4
0.05
3
0.15
4
0.2
4
0.2
0.15
1
0.15
1
0.15
1
0.15
0.1
-
0
3
0.3
2
0.2
5
Ancaman 1 Kelembagaan usaha penyedia modal belum terbangun secara efektif.
2
Biaya pemeliharaan lahan cukup tinggi.
3
Kurangnya peran dan perhatian pemerintah terhadap sektor industri florikultura (masih banyak retribusi-retsibusi & pungli).
0.05
3
0.15
2
0.1
1
0.05
4 5
Adanya ancaman hama dan penyakit Kompetitor yang diperkirakan meningkat setiap tahunnya.
0.1 0.1
2 2
0.2 0.2
1
0.1 0
4
0 0.4
0.2 0.05 0.1
3 4
0.15 0.4
1
0.6 0 0.1
4 3 1
0.8 0.15 0.1
0.1 0.1
2
0 0.2
3 2
0.3 0.2
2
0.2 0
0.05 0.15
-
0 0
-
0 0
3 4
0.15 0.6
0.05 0.15 0.05 1
4 1
0 0.6 0.05
4 -
0 0.6 0
4 4 4
0.2 0.6 0.2
1
Kekuatan 1 2 3
Pemilik memiliki lahan yang luas (100 ha) Kredibilitas perusahaan baik
4 5
Divisi Riset dan Pengembangan yang kuat
Jaringan pemasaran berorientasi ekspor (Jepang) dengan pasar lokal sebagai pasar sekunder
Varietas unggul dengan efisiensi 90% dengan bagian yang terbuang masih dapat menghasilkan pendapatan tambahan
Kelemahan 1 Neraca Arus Kas yang belum transparan 2 Strategi mengundang investor (business development) belum memadai
3 4 5
Proposal Usaha bagi Investor belum terfokus Kekurangan modal Segi administrasi belum tertata
Jumlah Total Nilai Daya Tarik
3
3.45
3.9
5.45
Matriks QSPM di atas menunjukkan bahwa pengembangan bisnis merupakan strategi alternatif terbaik (5,45) dengan nilai tertinggi. Sedangkan strategi alternatif lainnya adalah Pengembangan Produk (3,9) dan Penetrasi Pasar (3,45).
IV.8.
Rencana Implementasi Lima Tahun Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, tim penulis menyarankan beberapa
strategi kepada PT. BTL, sesuai dengan strategi pengembangan bisnis
yang dapat
diterapkan dalam lima tahun mendatang, dapat dilihat pada time line strategy berikut ini. Tabel 4.13. Rencana Implementasi Lima Tahun PT Botani Tropical Lestari
NO 1
STRATEGI TAHAP 1 Konsolidasi a. Corporate
b. Keuangan
c. Proses Bisnis
2
TAHAP 2 Konsolidasi a. Corporate
b. Keuangan
c. Proses Bisnis
3
TAHAP 3 Pemantapan a. Corporate
I
TAHUN II
III
Meningkatkan kontrol manajemen Merestrukturisasi organisasi perusahaan Memperbaiki proposal bisnis Krisan Mencari investor/business partner Memantapkan jaringan pasar domestik Menjalin hubungan konstan dengan pasar internasional Meningkatkan transparansi Keuangan. Memperbaiki administrasi Perusahaan Fokus pada core business Memantapkan kerja sama dengan pemasok Meningkatkan promosi dengan proaktif
Meningkatkan kontrol perusahaan Mencari investor Mengoptimalkan kinerja R&D Memantapkan jaringan pasar domestic Pemisahan keuangan berdasarkan unit usaha Penerapan budgeting untuk pengembangan usaha Penerapan petty cashdengan pencatatan terkontrol Memantapkan core business Melakukan pendekatan kepada petani setempat untuk sistem plasma
Meningkatkan control perusahaan Mencari investor, ekspansi lahan &
Pengembangan bisnis avera. Mengoptimalkan kinerja R&D Pemisahan keuangan berdasarkan unit usaha. Penerapan budgeting untuk pengembangan usaha Penerapan petty cash dengan pencatatan terkontrol Memantapkan pasar internasional Menerapkan system plasma
b. Keuangan
c.Proses Bisnis
TAHUN NO 4
STRATEGI TAHAP 4 Ekspansi a. Corporate
b. Keuangan
c. Proses Bisnis 5
TAHAP 5 Ekspansi a. Corporate
IV
V
Meningkatkan kontrol perusahaan Mencari investor dan ekspansi lahan untuk kentang Memantapkan jaringan pasar domestic avera Menjalin hubungan konstan dengan pasar internasional Pemisahan keuangan berdasarkan unit usaha Penerapan budgeting untuk pengembangan usaha Penerapan petty cashdengan pencatatan terkontrol Memantapkan pasar internasional Menerapkan sistem plasma
Membuka pasar baru untuk Agrowisata Mencari investor Menjual bibit hasil kinerja R&D
Memantapkan jaringan pasar domestic Merambah pasar di negara baru Pemisahan keuangan berdasarkan unit usaha Penerapan budgeting untuk pengembangan usaha Penerapan petty cashdengan pencatatan terkontrol Menjaga kualitas produk Menerapkan sistem plasma
b. Keuangan
c. Proses Bisnis
Berikut ini penjelasan dari time line pelaksanaan strategi pada PT. BTL: a.
Tahap I Konsolidasi (periode tahun 2006) Berdasarkan kerangka waktu di atas, pada tahap ini strategi pengembangan bisnis dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan penjualan dari produk utama atau yang memiliki tingkat potensial tertinggi dibanding produk lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan. Bagi PT. BTL, pada tahap konsolidasi ini perusahaan dapat melakukan seperti di bawah ini: 1. Corporate Hal-hal yang harus dilakukan PT. BTL adalah sebagai berikut: Meningkatkan Kontrol Manajemen Perusahaan Peningkatan kontrol manajemen perusahaan sangat penting karena fungsinya
adalah
untuk
mempengaruhi/memastikan
agar
strategi
perusahaan benar-benar terlaksana di setiap proses/level dengan baik. Hal ini mencakup kontrol atas keuangan dan operasional. Kontrol yang dianggap paling penting dilakukan terutama adalah kontrol keuangan, yaitu arus kas dari usaha Krisan ini agar pengeluaran dan pemasukkan dapat terkontrol sesuai dengan proyeksi yang dibuat. Sedangkan untuk kontrol atas operasional, manajemen perusahaan
sebaiknya membuatkan sistem pencatatan secara rinci atas jumlah bahan baku dan hasil produksi yang ada, dan kemudian dapat dilakukan efisiensi sehingga dapat menurunkan harga pokok penjualan (HPP). Merestrukturisasi organisasi perusahaan. Mengingat banyaknya rangkap jabatan yang membuat sistem organisasi kurang efektif, maka perusahaan sebaiknya memisahkan fungsi-fungsi manajemen yang potensial saling bertabrakan kepentingan, misalnya bagian accounting dipisahkan dengan keuangan, atau bagian produksi dengan penjualan. Job deskripisi direview kembali sehingga penempatan SDM sesuai dengan kompetensinya. Penekanan pada tahap ini adalah untuk mendukung peningkatan kontrol manajemen diatas, serta penguatan divisi marketing yang dapat dilakukan secara outsource yang berprinsip comissioned-based sehingga tidak menjadi tambahan di biaya tetap (fix cost) operational. Memperbaiki proposal bisnis Perusahaan harus merevisi proposal bisnis yang akan diberikan kepada calon investor. Kunci penting dari proposal bisnis tersebut adalah berapa modal yang sudah ditanamkan perusahaan (serta laporan keuangan), gambar lokasi yang lebih menarik, detail rencana usaha dan proyeksi keuntungan dalam lima tahun yang dibandingkan dengan investasi pada bidang yang lain. Proposal ini juga dapat disertai dengan aspek sekuritisasi investasi, atau melibatkan fund management. Proposal harus simpel dan jujur, dan disarankan agar diserahkan pada profesional yang kompeten di
bidang pembuatan proposal ini daripada membuat sendiri atau diserahkan pada pihak yang memberi harga murah namun hasil tidak terlalu baik. Mencari investor Metoda yang digunakan oleh perusahaan adalah mengidentifikasi “kolam” tempat berkumpulnya calon investor dan melakukan temu bisnis dengan mereka. Perusahaan harus secara agresif membuat janji temu dan presentasi. Memantapkan jaringan pasar domestik Karena belum berhasil memenuhi kuota internasional, perusahaan harus terus memantapkan jaringan pasar domestik dengan distributor yang sudah dimiliki demi menampung krisan second grade, Avera dan kentang Menjalin hubungan konstan dengan pasar internasional Perusahaan tetap melakukan ekspor produk krisan first grade. 2. Keuangan Meningkatkan transparansi keuangan Transparansi keuangan di dalam perusahaan sendiri diperlukan agar setiap unit usaha mengetahui bagaimana kondisi keuangan perusahaan. Hal ini akan berakibat baik pada saat efisiensi dan budgeting. Memperbaiki administrasi perusahaan Penulis mendapati adanya kesulitan dalam melakukan proyeksi keuangan karena tidak adanya catatan yang exact tentang kondisi keuangan serta arus kas masuk dan keluar. Bagi perusahaan, hal ini akan menimbulkan kesulitan untuk mengetahui neraca keuangan perusahaan yang sebenar-
benarnya,
sebagaimana
dokter
memeriksa
pasien
tanpa
bantuan
pemeriksaan darah dan tensi. Dengan memperbaiki pencatatan keuangan akan memberikan gambaran yang jelas dari penggunaan dana serta kondisi perusahaan saat ini; terutama pada bagian yang adalah urat nadi utama perusahaan,
seperti
pembelian
bahan
baku/bibit,
penjualan
dan
sebagainya, sehingga dapat dianalisa serta dilakukan prioritas dalam melakukan efisiensi dan perubahan. 3. Proses Bisnis Fokus pada core business Perusahaan mengerahkan budget pengembangan untuk usaha budidaya krisan untuk mencapai kuota ekspor langsung. Meningkatkan promosi dengan proaktif Dengan semakin banyaknya pilihan jenis usaha kecil/menengah di Indonesia, promosi pasif dengan memasang iklan atau mengikuti pameran tidak akan memenuhi kebutuhan akan investor. Oleh karena itu, metoda pemasaran bisnis secara aktif harus dilaksanakan. b.
Tahap II Konsolidasi (periode tahun 2007) Selain tetap melakukan hal-hal pada tahap I, perusahaan melakukan hal-hal
baru pada tahap II konsolidasi sebagai berikut 1. Corporate Mengoptimalkan kerja R&D
Perusahaan memiliki satu divisi yang baik yaitu divisi R&D. Divisi ini harus dioptimalkan sehingga dapat menyokong proses produksi dengan lebih efisien. 2. Keuangan Pemisahan Keuangan berdasarkan unit usaha Perusahaan harus mulai menerapkan prinsip terpisah berdasarkan unit usaha agar lebih memudahkan kontrol pada saat proses budgeting, perhitungan biaya produksi serta revenue tiap unit. Pada akhirnya, hal ini akan memudahkan dalam perhitungan neraca rugi laba dan keuntungan di akhir tahun fiskal berjalan. Penerapan petty cash dengan sistem terkontrol Karena lahan cukup jauh dari kantor pusat, perusahaan harus menerapkan petty cash dengan sistem limit approval berdasarkan tingkat jabatan organisasi. Semua bon yang timbul dari proses ini harus dibukukan dengan baik. 3. Proses Bisnis Memantapkan core business Pada tahap ini, core business perusahaan harus tetap dimantapkan dan dikembangkan oleh segenap komponen perusahaan agar percepatan pemenuhan kuota ekspor tetap terjaga. Melakukan pendekatan kepada petani setempat untuk sistem plasma Perusahaan mempunyai lahan yang luas. Salah satu strategi untuk meminimalkan pengeluaran produksi, perusahaan dapat menerapkan
sistem plasma dengan bagi hasil keuntungan dan secara langsung mendapat pembeli produk-produk perusahaan secara kontinu. Pendekatan dapat dilakukan kepada kelompok tani setempat dengan penyuluhan dan seminar, serta temu langsung. c.
Tahap III Pemantapan (periode tahun 2008) Selain tetap melakukan hal-hal pada tahap sebelumnya, perusahaan
melakukan hal-hal baru pada tahap III pemantapan sebagai berikut. 1. Corporate Mencari investor dan ekspansi lahan & Avera Kegiatan mencari investor harus terus berlanjut secara agresif untuk memaksimalkan lahan yang belum tergarap. Selain itu, bisnis Avera juga dapat diusahakan untuk mencari investor agar tercapai kapasitas produksi yang maksimal. 2. Keuangan Penerapan budgeting untuk pengembangan usaha Pada tahap ini, budgeting mutlak diperlukan karena pasar Avera dan pembibitan kentang mulai mencapai momentum akselerasi untuk berkembang pesat. Perusahaan tidak diperbolehkan untuk mencampuradukkan keuangan pengembangan usaha antar tiap unit. 3. Proses Bisnis Memantapkan pasar internasional Pada tahap ini, perusahaan dapat diharapkan sudah hampir memenuhi kuota internasional dengan pasar di satu negara saja karena minimal 14 ha
lahan sudah tergarap di akhir tahun. Pasar yang sudah terpenuhi ini harus tetap dijaga kontinuitasnya dengan menjaga kualitas dan proses produksi. Menerapkan sistem plasma Pada tahap ini, hasil promosi, pendekatan dan penyuluhan terhadap petani sudah mulai menampakkan hasilnya. Oleh karena itu, sistem plasma sudah dapat diterapkan. Perusahaan mendapatkan tambahan kapasitas produksi bagi krisan dan pembibitan kentang dan calon investor merasa tertarik setelah meneliti besarnya kegiatan produksi di lahan perusahaan. d.
Tahap IV Ekspansi (periode tahun 2009) Selain tetap melakukan hal-hal pada tahap sebelumnya, perusahaan
melakukan hal-hal baru pada tahap IV ekspansi sebagai berikut. 1. Corporate Memantapkan jaringan pasar domestik Pada tahap ini, jaringan pasar domestik harus dimantapkan dengan menjalin hubungan kerja sama baru, misalnya dengan perusahaan lain yang membutuhkan produk perusahaan. Hal ini disebabkan adanya potensi kuantitas produk yang membesar sebagai akibat dari diterapkannya sistem plasma. Menjalin hubungan konstan dengan pasar internasional Di tahap ini, perusahaan harus menjalin hubungan pasar dengan pihak internasional sambil mencari peluang untuk melakukan ekspor produkproduk perusahaan yang lain. Langkah ini sangat penting agar perusahaan
tidak kehilangan pembeli karena pada tahap ini proses produksi sudah mulai menggapai momentum. 2. Keuangan Bagian keuangan tetap meneruskan hal yang sama dengan pada tahap III dengan menerapkan perbaikan proses. 3. Proses Bisnis Memantapkan pasar internasional Perusahaan harus terus menjalin hubungan dengan pasar internasional untuk menjual produk krisan dengan kuantitas yang lebih besar. e.
Tahap V Ekspansi (periode tahun 2010) Selain tetap melakukan hal-hal pada tahap sebelumnya, perusahaan
melakukan hal-hal baru pada tahap V ekspansi sebagai berikut. 1. Corporate Membuka pasar baru untuk agrowisata Dengan semakin banyaknya lahan yang digunakan, perusahaan dapat mulai
merancang
konsep
bisnis
agrowisata,
terutama
dengan
memanfaatkan fasilitas kebun bunga dan divisi riset yang ada. Pada tahap selanjutnya, perusahaan dapat mulai menghidupkan kembali bisnis Rumah Kebon. Menjual bibit hasil kinerja R& D Divisi riset dan pengembangan dapat mulai menghasilkan produk yang dapat dijual ke pasar bebas. Dengan kata lain, perusahaan mengubah divisi ini menjadi profit center.
Merambah pasar di negara baru Perusahaan dapat merambah pasar di negara baru untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. 2. Keuangan Bagian keuangan tetap meneruskan hal yang sama dengan pada tahap III dengan menerapkan perbaikan proses. 3. Proses Bisnis Menjaga kualitas produk Pada tahap ini, kualitas produk mutlak diperlukan agar ekspansi bisnis terjaga. Selain itu, karena divisi riset dan pengembangan mulai beralih sebagai profit center, kualitas produk yang dijual juga harus dijaga.