BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Komponen-komponen Dalam Rantai Suplai Susu Alam Definisi komponen rantai suplai (Supply Chain) secara umum adalah semua pihak yang memiliki kontribusi dalam arus barang dan arus informasi yang dimulai dari produsen bahan baku sampai ke pengguna barang jadi. Akan tetapi dalam kasus ini akan dibatasi hanya pada prinsipal pemegang merek susu Alam (PT. XYZ), tempat pengepakan/packager (PT. STU) dan distributor (PT. ABC). Peran komponen-komponen ini dalam rantai suplai susu Alam akan dijelaskan di bawah ini: Produsen bahan baku, yaitu XYZ pusat yang berkedudukan di Philipina. Perusahaan ini memproduksi bubuk coklat susu Alam. Perwakilannya di Indonesia, PT .XYZ bertindak sebagai wakil pemasaran susu Susu Alam di Indonesia. PT. XYZ yang memesan bubuk coklat tersebut ke XYZ pusat. Bubuk coklat ini kemudian dikirimkan ke PT. STU yang berada di Surabaya. Dari sini kemudian dikirimkan lagi ke tempat pengepakan yaitu di PT. STU cabang Gresik. Tempat pengepakan (Packager), yaitu PT. STU cabang Gresik. Di sini bubuk coklat susu Alam diisikan ke dalam kemasan-kemasan dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan yaitu kemasan sachet 14 gr, kemasan karton 150 gr dan 300 gr serta kemasan kaleng 300 gr, 800 gr dan 1200 gr. Setelah selesai, maka kemasan-kemasan
tersebut dikirimkan ke dua pusat distribusi PT. ABC. Pusat distribusi ini yang satu berada di Gresik juga dan yang lainnya berada di kantor pusat PT. ABC di Jakarta. Distributor, yaitu PT. ABC. Dari dua pusat distribusinya yang berada di Jakarta dan Gresik inilah kemasan-kemasan susu Alam tersebut dikirimkan ke cabang-cabang PT. ABC di kota-kota terdekat untuk kemudian disalurkan ke peritel seperti toko-toko, pasar, supermarket maupun hypermarket. Pusat distribusi Jakarta mendistribusikan susu Alam ke daerah Indonesia Bagian Barat dan Tengah seperti Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Sedang pusat distribusi Gresik mendistribusikan susu Alam ke daerah Indonesia Bagian Timur.
4.2. Pemetaan Arus Barang dan Arus Informasi •
Proses Pemesanan Bahan Baku Yang dimaksud bahan baku di sini adalah bubuk coklat yang diproduksi oleh
divisi Manufacturing dari perusahaan XYZ yang berkedudukan di Filipina. Proses pemesanan bahan baku ini dilakukan oleh PT. STU ke perusahaan XYZ melalui perwakilan XYZ di Indonesia yaitu PT. XYZ. Pemesanan ini berdasarkan prediksi target penjualan yang dibuat oleh PT. XYZ Indonesia dan diberikan ke PT. STU. Setelah persyaratannya telah dipenuhi maka XYZ mengirimkan bubuk coklat tersebut ke PT. STU. •
Proses Produksi / Filling
Setelah bahan baku bubuk coklat diterima, maka PT. STU kemudian memasukkan bubuk coklat tersebut ke dalam kemasan-kemasan karton dan kaleng dengan ukuran-ukuran tertentu yang telah ditentukan oleh PT. XYZ. Untuk kemasan karton ukurannya adalah 150 gr dan 300 gr. Sedang untuk ukuran kaleng ukurannya adalah 300 gr, 800 gr dan 1200 gr. Selain kemasan karton dan kaleng tersebut di atas masih ada lagi kemasan sachet 14 gr untuk sekali minum. Kemudian kemasan-kemasan tersebut dikirimkan ke PT. ABC untuk didistribusikan.
•
Proses Pengiriman Barang Jadi Kemasan-kemasan susu Alam yang telah jadi kemudian dikrimkan oleh PT.
STU ke dua pusat distribusi PT. ABC yang berada di Gresik dan Jakarta. Dari sanalah kemudian kemasan-kemasan susu Alam tadi dikirimkan ke gudang-gudang PT. ABC di kota-kota tertentu untuk kemudian didistribusikan ke peritel seperti pasar swalayan, hypermarket ataupun minimarket. Pusat distribusi Jakarta mendistribusikan susu Alam ke daerah Indonesia Bagian Barat dan Tengah seperti Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Sedang pusat distribusi Gresik mendistribusikan susu Alam ke daerah Indonesia Bagian Timur.
Gambar di bawah ini menunjukkan arus informasi dan arus barang dalam rantai
XYZ
STU
DC Jakarta
Peritel
DC Jakarta
Peritel
ABC
End Customer
suplai susu Alam.
Keterangan: Arus Informasi Arus Barang
Gambar 4.1. Arus Informasi dan Arus Barang dalam Rantai Suplai Susu Alam
4.3. Jenis Informasi yang Dipertukarkan antara MasingMasing Komponen dalam Rantai Suplai
•
PT. XYZ ke PT. STU dan Sebaliknya Jenis informasi yang dikirimkan oleh PT. XYZ ke PT. STU adalah yang
berhubungan dengan kuantitas dan jenis kemasan yang harus diproduksi oleh PT. STU. Sedangkan yang dikirim oleh PT. STU ke PT. XYZ adalah yang mengenai stok susu Alam yang masih berada di gudang PT. STU, data produksi susu Alam dan stok bahan baku yang masih berada di PT. STU.
Pertukaran informasi ini
menggunakan faksimil serta jasa pos. Akan tetapi untuk informasi yang tidak bersifat resmi bisa menggunakan e-mail maupun telepon.
•
PT. XYZ ke PT. ABC dan Sebaliknya Jenis informasi yang dikirimkan oleh PT. XYZ ke PT. ABC adalah mengenai
produk susu Alam yang harus didistribusikan ke pasar. Sedang dari PT. ABC ke PT.XYZ adalah informasi mengenai stok susu Alam yang masih berada di gudang PT. ABC dan data penjualan susu Alam ke peritel. Pertukaran informasi ini menggunakan faksimil, jasa pos atau bisa juga menggunakan e-mail untuk informasi yang tidak bersifat resmi. Selain itu PT. XYZ juga bisa mendapatkan data yang dibutuhkannya dengan men-down load nya dari situs PT. ABC. Akan tetapi data yang bisa diambil masih bersifat data mentah ( raw data ) yang harus diolah kembali oleh
PT. XYZ untuk menjadi informasi yang diinginkan. Sebetulnya PT. ABC bisa memberikan informasi dengan format yang dibutuhkan oleh PT. XYZ akan tetapi PT. ABC mengenakan biaya untuk proses tersebut dan PT. XYZ menolaknya dengan alasan penghematan biaya.
•
PT. ABC ke PT. STU Jenis informasi yang dikirimkan oleh PT. ABC ke PT. STU adalah data
mengenai jumlah produk susu Alam yang hendak diambil untuk didistribusikan. Proses ini juga masih menggunakan faksimil, jasa pos maupun e-mail.
4.4. Hambatan pada Arus Informasi dalam Rantai Suplai Susu Alam Sumber informasi yang berbeda-beda, teknologi pertukaran data yang relatif masih konvensional serta tidak terintegrasinya komponen-komponen rantai suplai tersebut di atas, menyebabkan terjadinya keterlambatan penyampaian informasi dari satu komponen ke komponen yang lain. Sebagai contoh, PT. ABC masih menggunakan jasa pos untuk mengirimkan dokumen pemesanan resmi ke PT. STU. Proses ini akan memakan waktu kurang lebih satu hari untuk sampai ke PT. STU, hal ini bisa dikatakan relatif lama. Terlebih bila proses pengiriman terhalang oleh hari libur maupun force majeurs seperti banjir, cuaca yang buruk, gempa bumi dan lainlainnya, sehingga waktu yang dibutuhkan juga akan lebih lama.
Hal-hal yang dianggap menghambat arus informasi dalam rantai suplai susu Alam adalah sbb. : 1. Sumber informasi yang berbeda-beda. Sumber informasi yang berbeda-beda dari PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC akan menimbulkan format informasi yang berbeda pula. Hal ini membuat mereka harus meluangkan waktu untuk memproses ulang agar mendapatkan informasi yang diinginkan. 2. Teknologi yang digunakan Teknologi yang berbeda antara tiap komponen dalam rantai suplai susu Alam juga ikut memberikan andil dalam terciptanya penghambatan informasi. Karena hal ini akan menyebabkan adanya waktu yang terpakai untuk memproses data menjadi bentuk yang diinginkan masing-masing pihak maupun untuk mentrasfer data yang dibutuhkan. Contohnya dalam hal transfer data yang bersifat resmi seperti data penjualan susu Alam ke peritel. PT. ABC mengirimkan dokumen resminya ke PT.XYZ masih melalui jasa pos. Padahal PT. ABC sudah memakai sistem informasi berbasis SAP, akan tetapi karena PT. XYZ divisi susu Alam masih belum mempunyai sistem serupa, maka transfer data dengan cara yang lebih efisien tidak dapat dilakukan.
4.5. Kendala-kendala dalam Rantai Suplai Susu Alam Selain masalah teknis yang telah disebutkan di atas masih ada pula masalah non teknis yang menjadi batu sandungan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas
dalam rantai suplai susu Alam. Masalah yang pertama adalah kurangnya koordinasi antara ketiga pihak tersebut yaitu PT. XYZ dan PT. ABC dalam memperkirakan (forecast) produksi susu Alam. Selama ini PT. XYZ selaku prinsipal memberikan perkiraannya (forecast) kepada PT. STU berdasarkan perhitungannya sendiri. Hal ini berdasarkan target penjualan susu Alam yang telah ditentukan oleh PT. XYZ pusat (Filipina) untuk wilayah Indonesia. Akan tetapi PT. ABC selaku distributor susu Alam pun mempunyai perkiraan (forecast) sendiri. Perkiraan (forecast) PT. ABC ini berdasarkan data penjualan dari peritel ke konsumen akhir. PT. ABC melakukan hal ini karena prediksi PT. XYZ untuk produksi susu Alam, biasanya melebihi permintaan pasar. Ini akan menyebabkan terjadinya kelebihan inventori pada gudang PT. ABC karena jumlah yang diminta peritel lebih sedikit daripada jumlah yang ada pada gudang PT. ABC. Kelebihan inventor ini akan menimbulkan kerugian yang harus ditanggung PT. ABC, karena barang tersebut menjadi tidak terjual sehingga aliran uang (cash flow) PT.ABC juga ikut terganggu. Tentu saja PT. ABC tidak ingin menanggung biaya ini, sehingga ia kemudian hanya mengambil produk Susu Alam berdasarkan perkiraannya sendiri atas kuantitas susu Alam yang mampu diserap oleh pasar. Hal serupa juga dialami oleh PT. STU. Karena PT. STU memproduksi susu Alam (berdasarkan forecast PT. XYZ) lebih banyak dari yang diambil oleh PT. ABC, maka akan terjadi penumpukan inventori pada gudang PT. STU. Ini juga akan mengganggu cash flow dari PT. STU. Dan walaupun kemudian PT. STU mensiasatinya dengan memproduksi sesuai permintaan PT. ABC akan tetapi bubuk
coklat atau bulk (sebagai bahan baku) yang terlanjur dikirim dari
divisi
Manufacturing XYZ tetap saja tersisa sehingga menimbulkan inventori. Sebagai akibatnya maka PT. STU akan menunda pembayaran bubuk coklat tersebut kepada PT. XYZ. Ini juga pada akhirnya akan mengganggu cash flow dari PT. XYZ. Masalah yang kedua adalah kesulitan dari PT. STU untuk memenuhi permintaan susu Alam dari PT. ABC yang terkadang mendadak dan cukup fluktuatif dalam kuantitas serta permintaan waktu pengiriman yang cepat. Hal ini akan menimbulkan masalah bila stok susu Alam tidak dapat memenuhi permintaan PT. ABC, sehingga PT. STU harus menambah pekerjanya dengan menyewa pekerja harian untuk dapat mencapai target kuantitas yang diminta. Akan tetapi walau kuantitas yang diminta dapat dipenuhi terkadang penyelesaiannya memakan waktu yang lebih daripada yang telah ditetapkan oleh PT. ABC sehingga pengiriman susu Alam dari PT. STU ke PT. ABC juga akan terlambat. Hal ini juga akan berpengaruh pada waktu pendistribusian dari PT. ABC ke kantor-kantor cabangnya di daerahdaerah lain, yang bisa mengakibatkan terjadinya stockout. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kerugian yang timbul dari bullwhip effect ini bersifat berantai. Dan bila mereka masih saja disibukkan oleh forecast produksi susu Alam yang tidak seragam serta waktu pendistribusian yang tidak sesuai jadwal maka strategi pemasaran susu Alam juga akan sedikit terabaikan. Ini akan menyebabkan susu Alam menjadi kurang kompetitif di pasar. Dan hal itu sudah terbukti, bahwa penjualan susu Alam di Indonesia kalah jauh dibandingkan kompetitornya, yaitu Milo.
4.6. Potensi Reduksi Bullwhip Effect dengan Menggunakan Teknologi Informasi Bullwhip Effect terjadi ketika variabilitas demand order semakin meningkat ketika bergerak naik melewati rantai suplai, yaitu dari peritel ke pemasok. Informasi yang terdistorsi dari satu sisi ke sisi yang lain dari rantai suplai dapat menyebabkan terjadinya beberapa hal yang tidak efisien yang sangat merugikan komponenkomponen dalam rantai suplai tersebut antara lain: inventory yang berlebihan, pelayanan ke pelanggan yang buruk, revenue yang hilang, tranportasi yang tidak aktif, rencana produksi yang tidak tepat dan lain-lain. Hal ini berlaku juga dalam rantai suplai susu Alam dimana komponen-komponennya adalah PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC. Untuk mengatasi Bullwhip Effect tersebut maka terlebih dahulu harus dapat dimengerti penyebab-penyebab yang melatarbelakanginya. Menurut
Lee, et.al (1997), Bullwhip Effect adalah konsekuensi dari
kebiasaan yang bersifat rasional dari tiap komponen dalam infrastruktur rantai suplai. Oleh karena itu tiap perusahaan yang mau mengontrol Bullwhip Effect harus memfokuskan diri pada modifikasi infrastruktur rantai suplai dan proses-proses yang berhubungan dengannya. Salah satunya adalah dengan membuat sistem rantai suplai yang terpadu (Integrated Supply Chain System) dengan memakai Teknologi Informasi.
Sebelum menentukan jenis Teknologi Informasi yang dipakai, terlebih dahulu harus ditentukan metode yang digunakan untuk mengatasi Bullwhip Effect tersebut. Menurut Seungjin Whang, et.al (1999), metode-metode tersebut harus berdasarkan mekanisme kerja yang terkoordinasi yaitu: 1. Pembagian Informasi (Information Sharing) Dengan pembagian informasi maka informasi tentang permintaan (demand information) pada komponen rantai suplai yang lebih rendah ditransfer ke komponen rantai suplai yang lebih tinggi pada periode-periode tertentu. 2. Penyelarasan kanal (Channel Alignment) Adalah koordinasi antara tiap komponen dalam rantai suplai untuk menentukan harga, transportasi, perencanaan inventori dan kepemilikan. 3. Efisiensi Operasional (Operational efficiency) Efisiensi
operasional
berhubungan
dengan
aktifitas-aktifitas
yang
meningkatkan kinerja antara lain pengurangan biaya dan lead time.
Table 4.1. Kerangka Kerja untuk Inisiatif Koordinasi Rantai Suplai
bisa
Causes of Bullwhip Demand forecast update
o o o o o
Order batching
o o
Information Sharing
Channel Alignment
Understanding system dynamics Point-Of-Sales (POS) data EDI Internet Computer Assisted Ordering EDI Internet ordering
o o o
o o o o
Price fluctuations
o o
Shortage gaming
o
Sharing sales o capacity and inventory data
Operational Efficiency
Vendor Managed o Inventory (VMI) Discount for o information sharing Consumer direct
Lead-time reduction Echelon-based inventory control
Discount for truck-load assortment Delivery appointments Consolidation Logistic outsourcing Continuous Replenishment Program Everyday Low Cost (EDLC) Allocation based on past sales
Reduction in fixed cost of ordering by EDI or e-commerce CAO
o
o
o o
Everyday Low Price (EDLP) Activity-based costing (ABC)
Tabel di atas ini menunjukkan cara-cara yang mungkin dipakai untuk mengontrol Bullwhip Effect, Lee, et.al (1997). Tabel ini menggambarkan penyebabpenyebab Bullwhip, yaitu demand forecast update, order batching, price fluctuations dan shortage gaming, serta cara-cara yang dapat dipakai untuk mengontrolnya. Dan seperti yang tercantum di tabel itu, cara yang dipakai untuk mengontrol Bullwhip Effect sebagian memakai teknologi informasi seperti Electronic Data Interchange (EDI), Internet, Computer Assisted Ordering,
XML/EDI (Extensible Markup
Language/Electronic Data Interchange) dan lain sebagainya.
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai cara mengontrol Bullwhip Effect berdasarkan penyebab terjadinya. 1) Menghindari terjadinya Multiple Demand Forecast Updates Biasanya tiap komponen dalam rantai suplai mempunyai perkiraan sendiri untuk
perencanaannya,
sebagai
contoh
manufaktur
melakukan
sendiri
perencanaan produksinya, begitu juga dengan grosir, distributor dan lain-lain. Bullwhip effect terjadi ketika komponen rantai suplai memproses masukan permintaan (demand input), dari komponen rantai suplai yang tepat berada di bawahnya, untuk memproduksi perkiraan mereka sendiri. Hal ini terjadi juga dalam rantai suplai susu Alam dimana PT. XYZ sebagai prinsipal mempunyai perkiraan produksi sendiri yang kemudian akan diberikan kepada PT. STU. Di lain pihak PT. ABC sebagai distributor juga mempunyai perkiraan sendiri berdasarkan data-data yang didapatnya dari pihak peritel. Biasanya perkiraan PT. XYZ lebih banyak daripada perkiraan PT. ABC. Ini akan menyebabkan terjadinya penumpukan inventori barang jadi (Finished Good Inventory) pada PT. STU karena PT. ABC hanya mau mengambil barang jadi sesuai perkiraannya saja. Inventori yang berlebih ini tentu saja akan menimbulkan biaya yang tidak perlu. Sebetulnya hal ini dapat dihindari jika saja PT. XYZ dan PT. ABC memakai data mentah (raw data) yang sama untuk perkiraan mereka.
Mereka dapat
memakai XML/EDI ( Extensible Markup Language/Electronic Data Interchange) untuk saling berbagi data.
Selain itu mereka juga dapat memakai sistem Continuous Replenishment Program (CRP) dimana PT. XYZ dapat memantau jumlah inventori yang terdapat pada PT. STU maupun PT. ABC sehingga dapat diperkirakan rencana yang tepat untuk pengiriman selanjutnya. Sama halnya dengan PT. ABC pusat yang dapat memantau kondisi inventorinya yang berada di Gresik dan Jakarta. Hasilnya adalah selain pengurangan inventori di dalam gudang tiap komponen rantai suplai, lead time juga dapat direduksi sehingga biaya transportasi dapat dikurang. 2) Memecah sekumpulan pesanan (Breaking Order Batches) Karena kumpulan pesanan (order batching) juga memberikan andil dalam terciptanya Bullwhip Effect, maka tiap komponen rantai suplai susu Alam harus menemukan cara untuk membagi pesanan susu Alam yang sudah ada menjadi pesanan-pesanan yang lebih kecil atau membuat pengiriman suplai susu Alam menjadi lebih sering (frequent resupply). Alasan mengapa kumpulan-kumpulan pesanan (order batches) dibuat besar atau mengapa frekuensi pemesanan dibuat rendah adalah karena tingginya biaya untuk menempatkan pesanan juga untuk menggantikannya. Salah satu solusinya adalah memakai EDI karena EDI dapat mengurangi biaya kertas untuk membuat pesanan. Selain itu proses yang dilakukan juga relatif lebih cepat. Dalam kata lain, memakai EDI selain tidak memakai kertas perusahaan juga dapat memesan lewat komputer (Computer Assisted Ordering, CAO) sehingga konsumen dapat memesan produk dalam jumlah sedikit sesering mungkin untuk menggantikan
terjadinya pesanan produk yang besar dalam sekali pemesanan. Hal ini bisa diaplikasikan dalam proses pemesanan produk susu Alam dari PT. ABC ke PT. STU, juga dari dua buah pusat distribusi PT. ABC kepada PT. ABC pusat. 3) Menstabilisasikan harga (Stabilize Prices) Menurut Lee, et.al (1997), cara yang paling sederhana untuk mengontrol Bullwhip Effect yang diakibatkan oleh pembelian dan pengalihan barang ke depan (forward buying and diversions) adalah dengan mengurangi frekuensi dan besaran dari diskon harga barang/produk dari grosir. Manufaktur dapat mengurangi insentif dari pembelian ke depan yang dilakukan peritel dengan menciptakan kebijakan harga grosir yang seragam (a uniform wholesale pricing policy). Metode yang biasa dipakai pada grosir adalah Every Day Low Prices (EDLP) atau strategi harga nilai (value pricing value). Peritel dan distributor juga dapat melakukan hal serupa dengan meminta kepada pemasok mereka untuk memberikan sistem Everyday Low Cost (EDLC). Dengan metode-metode di atas maka harga jual produk dapat dikurang. Hal ini dapat meningkatkan penjualan. Keuntungan lainnya adalah biaya promosi dapat dikurang. Dalam kasus rantai suplai susu Alam, metode EDLP dapat dilakukan oleh PT. XYZ sedang metode EDLC dapat dipakai oleh PT. ABC sebagai distributor dan peritel yang berhubungan dengannya. Dari perspektif secara operasional, ‘alat bantu’ seperti
Continuous
Replenishment Program (CRP) yang dipadukan dengan kebijakan harga grosir rasional (a rationalized wholesale pricing policy) dapat membantu membantu
untuk mengontrol taktik peritel seperti pengalihan (diversion). Manufaktur juga dapat memakai Computer-Assisted Ordering (CAO) untuk mengirimkan pesanan yang juga dapat mengontrol pengalihan (diversion). Metode lain yang dapat dipakai oleh tiap komponen dalam rantai suplai adalah pembiayaan berdasarkan aktifitas (Activity-Based costing, ABC). Metode ini berguna bagi perusahaan untuk mengenali biaya-biaya yang berlebihan dari pembelian dan pengalihan barang ke depan (forward buying and diversions). Ilustrasi
berikut dapat menjelaskan metode ini lebih lanjut. Biasanya ketika
perusahaan melakukan promosi secara regional maka para peritel yang berada di daerah itu akan membeli barang yang dipromosikan dalam jumlah yang besaruntuk kemudian mengirim barang tersebut untuk dikonsumsi. Biaya untuk hal ini sangat besar akan tetapi biasanya tidak tercantum dalam sistem akuntansi yang konvensional. Untuk hal ini sistem ABC bisa menjadi pemecahannya karena menyajikan secara eksplisit perhitungan biaya dari inventori, penyimpanan, penanganan spesial (special handling), biaya transportasi dan biaya lain-lain yang biasanya tersembunyi. Dan biasanya biaya-biaya yang tersembunyi ini melebihi keuntungan dari hasil promosi yang akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Keuntungan lain dari sistem ABC adalah sistem ini juga menolong perusahaan untuk menerapkan strategi Everyday Low Prices (EDLP). 4) Menghilangkan Shortage Gaming Shortage Gaming
secara harfiah dapat diartikan dengan pertaruhan atau
perjudian dalam pembelian yang dilakukan oleh konsumen yang terjadi karena
konsumen tidak memiliki informasi mengenai kondisi suplai dari manufaktur. Hal ini akan menyebabkan konsumen memesan produk / barang dengan jumlah yang dilebihkan daripada yang dibutuhkannya demi menjaga terjaminnya pasokan. Jika ternyata pemasok dapat memenuhi permintaan yang dibutuhkan oleh konsumen, maka konsumen kemudian akan membatalkan kelebihan barang yang dipesannya. Hal ini tentu saja akan merugikan pemasok karena akan menyebabkan terjadinya inventori yang tidak perlu yang akan mengganggu cash flow dari perusahaan. Hal ini terjadi juga dalam rantai suplai susu Alam dimana PT. ABC memesan produk susu Alam dalam jumlah yang berlebih dari PT. STU demi menjaga pasokan. Begitu juga dengan dua buah pusat distribusi PT. ABC yang memesan jumlah yang berlebih pula kepada PT. ABC pusat. Hal ini akan menyebabkan terjadi Bullwhip Effect. Untuk itulah diperlukan pembagian informasi kepada konsumen mengenai kapasitas dan inventori dari produk / barang yang ada pada gudang pemasok. Ini dilakukan dengan alasan bahwa jika konsumen mengetahui jumlah barang pada pemasok berada dalam kondisi yang cukup maka ia hanya memesan barang sesuai kebutuhannya. Pembagian informasi ini bisa dengan memakai Electronic data Interchange (EDI) yang dipadukan dengan Vendor Managed Inventory (VMI). Di bawah ini akan dijelaskan keuntungan dari VMI, CRP dan CAO. 1. Vendor Managed Inventory (VMI) Keuntungan buat distributor (PT. ABC) :
Improvement pada Fill Rate dari manufaktur dan ke konsumen akhir (pusat distribusi dan peritel ). Pengurangan pada stockouts dan inventory level Biaya perencanaan dan pemesanan (planning and ordering cost) akan berkurang karena tanggung jawab akan berpindah pada manufaktur. Service Level akan meningkat karena mempunyai barang dengan jumlah yang tepat pada saat yang dibutuhkan. Manufaktur akan leih terfokus dalam memberikan pelayanannya.
Keuntungan buat manufaktur ( PT. STU) : Visibilitas ke Point Of Sales dari distributor mempermudah forecasting Promosi dapat dengan mudah digabungkan dengan rencana inventori (inventory plan) Visibilitas terhadap level stok akan mempermudah prioritas (mengisi kembali stok atau membiarkan terjadinya stockouts) Keuntungan buat manufaktur dan distributor (XYZ divisi Manufacturing dan PT. ABC) adalah: Kesalahan pengisian data (data entry errors) akan berkurang karena komputer dari kedua belah pihak saling berhubungan. Pemrosesan juga akan berlangsung lebih cepat. Kedua belah pihak akan terpacu untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada konsumen akhir. Dengan mempunyai stok yang tepat ketika
konsumen akhir membutuhkannya akan memberikan peningkatan profit pada kedua belah pihak tersebut. Akan terbentuk hubungan kerjasama yang lebih erat antara kedua belah pihak. Menstabilkan waktu untuk pemesanan (Purchase Order). PO akan ditentukan berdasarkan jumlah yang telah ditentukan. 2. Continuous Replenishment Program (CRP) VMI dan CRP secara garis besar mempunyai fungsi yang sama yaitu difokuskan untuk terciptanya penggantian produk / barang (replenishment product) yang lebih efisien. Cara kerja keduanya juga relatif sama. Tujuan dari CRP adalah sebagai berikut: Meningkatkan perputaran inventori (inventory turns) Mengurangi level inventori (inventory level) Mengurangi kondisi ‘barang kosong’ (stockouts) Meningkatkan pelayanan ke konsumen Meningkatkan efisiensi gudang 3. Computer Assisted Ordering (CAO) Computer Assisted Ordering (CAO) adalah alat bantu pengambilan keputusan (decision support tools) yang membantu untuk menghitung kuantitas material pada pemesanan kembali (reorder). Hal ini berdasarkan kebijakan kontrol atas inventori yang telah ditentukan. CAO secara otomatis akan melakukan order
pengisian ulang barang (replenishment orders) ketika barang pada rak atau gudang inventori berkurang pada level yang telah ditentukan. Dengan memakai CAO maka distribusi barang dari manufaktur, pemasok dan peritel akan lebih baik. Sistem CAO membantu memastikan bahwa barang/produk yang tepat tersedia di toko, bahwa barang tersebut dapat dilokasikan melalui rantai suplai dan bahwa barang tersebut dapat dipindahkan dengan mudah dari tiap lokasi. Pada CAO semua level operasi bekerja dengan menggunakan informasi yang terkini (realtime information), juga memakai alat bantu pengambilan keputusan (decisionmaking tool) yang bereaksi dan ‘belajar’ dengan menggunakan informasi terbaru. Pada CAO,
pesanan (order) dibuat dengan memakai komputer yang
menyatukan informasi-informasi mengenai pergerakan barang, faktor luar yang mempengaruhi permintaan (seperti perubahan musiman), level inventori terkini, kuitansi barang dan level stok teraman yang dapat dicapai. Beberapa keuntungan CAO adalah sebagai berikut: Mengurangi inventori yang tidak perlu Mengurangi kemungkinan terjadinya stockouts Meningkatkan rotasi pergantian barang (product replenishment cycle) Mengurangi biaya yang berhubungan dengan proses pemesanan. Melancarkan arus informasi antara komponen dalam rantai suplai. Mengurangi Bullwhip Effect Memberikan respon yang lebih baik pada permintaan konsumen
Mengurangi terjadinya kelebihan stok Dari
penjelasan
di
atas
maka
XML/EDI
(Extensible
Markup
Language/Electronic Data Interchange) yang dipadukan dengan VMI, CRP dan CAO bisa dipakai sebagai tahap awal atau pilot project untuk membentuk Integrated Supply Chain System antara PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC. Sehingga mereka bisa saling bertukar informasi tentang kondisi inventori masing-masing.
4.7. Model Arus Informasi Setelah Menggunakan XML/EDI Gambar di bawah menunjukkan Model arus informasi dalam rantai suplai susu Alam setelah menggunakan XML/EDI berdasarkan pengamatan, diskusi serta referensi dari berbagai pihak.
Production Planning
DC Jakarta PT. XYZ
PT. STU
PT. ABC DC Gresik
Aplikasi Baru
Aplikasi Baru
Data
Data
Aplikasi Baru
Data
Master Data
XML /EDI Keterangan: Arus Informasi Arus Barang
Gambar 4.2. Rancangan Model Arus Informasi
Penjelasan gambar di atas dibagi berdasarkan proses bisnis yang terjadi setelah penerapan model arus informasi yang baru (XML / EDI) pada komponen rantai suplai susu Alam, yaitu : 1. PT. XYZ Setelah penerapan model arus informasi ini, diharapkan PT. XYZ dapat bekerjasama dengan PT. ABC untuk membuat forecasting mengenai rencana produksi susu Alam berikutnya. Dengan bekerja sama diharapkan barang yang diproduksi akan mendekati permintaan pasar, sehingga cash flow yang terhambat akibat barang yang tidak terjual dapat diperkecil. Forecasting
ini dilakukan berdasarkan hasil penjualan susu Alam tahun-
tahun sebelumnya (dibagi berdasarkan bulan). Kemudian hasil dari prediksi bersama ini yang dinamakan rencana produksi (Production Plan) dikirimkan PT. STU. Rencana produksi ini memakai aplikasi software baru yang bisa disebut sebagai aplikasi Production Planning System.
2. PT. STU Seperti telah disebutkan di atas bahwa PT. STU akan menerima rencana (Production Plan). Rencana produksi yang diterima PT. STU ini berbentuk dokumen maupun informasi elektonis. Selain itu dengan sistem yang baru ini diharapkan PT. STU dapat memberi laporan stok yang ada di gudang mereka, baik kepada PT. XYZ maupun PT. ABC. Waktu pelaporan stok ini dibuat berdasarkan kesepakatan bersama yang akan
ditentukan kemudian. Laporan stok ini berisikan data mengenai stok bahan baku (bubuk coklat) dan barang jadi. Tujuan yang ingin dicapai dari pelaporan stok ini adalah selain untuk memberikan informasi mengenai kondisi stok susu Alam yang ada di gudang PT. STU, juga sebagai masukan untuk PT. ABC bila mereka ingin ada penambahan produksi secara mendadak. Sehingga PT. ABC dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk memesan barang kepada PT. STU. Hal ini akan mencegah terjadinya keterlambatan pengiriman barang sehingga terjadi stockouts pada gudang-gudang PT. ABC. Selain Production Planning, PT. STU juga memakai aplikasi software yang bisa disebut sebagai
Finished Good System , yang berguna untuk memaparkan
kondisi inventori barang jadinya kepada PT. XYZ dan PT. ABC.
3. PT. ABC Selain aplikasi sejenis yang dipakai oleh PT. STU yaitu: Production Planning System dan Finished Good System, maka PT. ABC juga memakai aplikasi Order Placement System. Seperti yang telah dijelaskan di atas, Production Planning System adalah aplikasi yang digunakan untuk memaparkan rencana produksi susu Alam, sedang Finished Good System adalah aplikasi yang menjelaskan tentang barang jadi yang telah selesai diproduksi. Yang terakhir yaitu Order Placement System adalah aplikasiyang digunakan untuk memesan barang (susu Alam).
Informasi yang Dipertukarkan dalam Model Arus Informasi Baru (XML/EDI) Model arus informasi baru (XML / EDI) yang disebut disini akan berfungsi sebagai sarana pertukaran informasi antara PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC. Informasi ini oleh masing-masing pihak tersebut akan di –upload ke model arus informasi tersebut supaya dapat diakses melalui model arus informasi oleh pihakpihak yang berkepentingan. Informasi yang akan ditampilkan di dalam model arus informasi ini adalah sebagai berikut: Nomor Stok keeping Unit (SKU) Keterangan / Tipe susu Alam Jumlah Nomor Lot Unit of Measures Tanggal Produksi Planned Delivery Finished Goods
Informasi di atas merupakan ringkasan dari beberapa aplikasi yang telah disebutkan di atas. Informasi secara lengkap beserta aplikasi yang digunakannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Daftar Aplikasi dan Data untuk di-Upload ke Sistem baru
Nama Aplikasi
Pemakai
Production Planning System PT. XYZ dan PT. ABC
Data yang di-upload 1. Jenis susu Alam yang akan diproduksi 2. Jumlah susu Alam yang akan diproduksi 3. Jadwal Produksi 4. Jumlah Bahan Baku bubuk coklat yang diperlukan
Finished Good System
PT. STU dan PT. ABC
1. 2. 3. 4. 5. 6.
No. SKU Jenis susu Alam Jumlah susu Alam Unit of Measures Nomor Lot Tanggal Produksi
Order Placement System
PT. ABC
1. Jenis susu Alam yang dipesan. 2. Jumlah susu Alam yang dipesan 3. Jadwal pengiriman 4. Level Stok di PT. ABC 5. Jumlah Penjualan
Untuk perkembangan selanjutnya, model arus informasi baru dengan memakai XML / EDI ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti dokumen dan laporan yang selama ini dipertukarkan oleh PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC. Untuk maksud itu dibutuhkan komitmen dan perjanjian dari masing-masing pihak yang memakainya agar memperlakukan informasi yang diterima dari model arus informasi baru ini setara dengan dokumen dan laporan yang dipakai selama ini. Misalnya rencana produksi (Production Plan) yang di-upload oleh PT. XYZ dan PT.
ABC ke model arus informasi ini, oleh PT. STU akan dianggap dan diperlakukan sebagai rencana produksi (Production Plan) yang sah dan bisa menjadi Perintah Produksi mereka. Demikian pula halnya dengan perintah pemesanan (Order) yang diterima oleh PT. STU dari PT. ABC melalui aplikasi Order Placement System, oleh PT. STU akan diperlakukan sebagai order yang sah seperti dokumen order yang selama ini digunakan. Kemungkinan
pengembangan
selanjutnya
dari
sistem
ini
adalah
penggabungannya dengan sistim Vendor Managed Inventory (VMI), Continuous Replenishment Program (CRP) dan Computer Assisted Ordering (CAO). Manfaat dari sistem-sistem tersebut adalah untuk menambah efektifitas dan efisiensi proses yang selama ini terjadi. Sebagai contoh adalah VMI. VMI berguna untuk memantau kondisi inventori, dalam hal ini bahan baku bubuk coklat dan barang jadi (Finished Good). Diharapkan dengan memakai VMI, PT. XYZ dapat mengetahui kondisi bahan baku bubuk coklat yang ada di gudang PT. STU dan bila stok bahan baku diketahui menipis maka PT. XYZ dapat segera melakukan perencanaan pengiriman bahan baku bubuk coklat yang baru. Hal yang sama terjadi pada PT. STU dan PT. ABC. Dengan memakai VMI maka PT. STU dapat memantau kondisi stok susu Alam, baik itu dari segi jumlah maupun jenisnya, sehingga PT. STU dapat segera melakukan pengiriman barang jadi yang baru. Lalu
untuk
mengamankan
model
arus
informasi
ini
harus
juga
dipertimbangkan pemakaian sistem Information Security, sehingga pihak-pihak yang tidak berkepentingan tidak dapat mengakses informasi yang ada dalam model arus
informasi tersebut. Dan pemakaian firewall dapat mengantisipasi hal tersebut. Mekanismenya adalah hanya PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC yang akan memperoleh Log-In ID, yang memungkinkan mereka untuk mengakses informasi yang terdapat dalam model arus informasi tersebut.
4.8. Penghematan Biaya Karena Menggunakan XML/EDI Dalam penelitian kali ini ditunjukkan penghematan biaya yang dapat dilakukan bila produksi susu Alam mendekati penjualannya ke pasar.
Data yang diambil
berasal dari penjualan total PT. ABC ke peritel serta jumlah barang yang di beli PT. ABC dari PT. STU pada tahun 2001 dan 2002 untuk susu Alam tipe sachet 14 gr, tipe kaleng 150 gr dan 300 gr dan tipe kaleng 300 gr, 800 gr dan 1200 gr. Datanya ditunjukkan oleh tabel di bawah ini.
Tabel 4.3. Data Total Produksi dan Penjualan Tahun 2001 Produk (2001)
Sales PT. STU ke PT.
Sales PT. ABC ke ritel
Selisih (A – B)
ABC (A)
(B)
(karton)
(karton)
(karton)
OV.14 gr (240 sachets)
61.838
55.124
6.714
OV.150 gr ( 48 boxes)
23.076
20.190
2.886
OV. 300 gr ( 24 boxes)
36.106
36.773
- 667
OV. 300 gr (24 tins)
11.391
9.938
1.453
OV. 800 gr (12 tins)
3.956
3.288
668
OV. 1200 gr (6 tins)
2.650
2.283
367
Tabel 4.4. Data Total Produksi dan Penjualan Tahun 2002 Produk (2002)
Sales PT. STU ke PT.
Sales PT. ABC ke ritel
Selisih (A – B)
ABC (A)
(B)
(karton)
(karton)
(karton)
OV.14 gr (240 sachets)
77.534
76.142
1.392
OV.150 gr ( 48 boxes)
20.250
19.928
322
OV. 300 gr ( 24 boxes)
45.580
43.596
1.984
OV. 300 gr (24 tins)
3.845
5.652
- 1.807
OV. 800 gr (12 tins)
1.310
1.890
- 580
OV. 1200 gr (6 tins)
3.019
1.859
1.160
Diketahui : Harga per karton kemasan sachet 14 gr (240 buah) = Rp. 101.200 Harga per karton box 150 gr (48 buah)
= Rp. 160.000
Harga per karton box 300 gr (24 buah)
= Rp. 180.000
Harga per karton kaleng 300 gr (24 buah)
= Rp. 210.000
Harga per karton kaleng 800 gr (12 buah)
= Rp. 230.000
Harga per karton kaleng 300 gr (6 buah)
= Rp. 250.000
Dalam hal ini nilai selisih (A-B) yang bertanda negatif diabaikan karena tanda negatif itu menunjukkan bahwa jumlah penjualan produk susu Alam, yang dibeli PT. ABC dari PT. STU, tidak menyisakan inventori di gudang PT. ABC. Dengan demikian kerugian yang dialami oleh PT. ABC karena barang tidak terjual pada tahun 2001 adalah: Loss = [6.714 x Rp.101.200] + [2.886x Rp. 160.000] + [ 1.453 x Rp. 210.000] + [668 x Rp. 230.000] + [367 x Rp. 250.000] = Rp. 1.691.736.800 (satu milyar enam ratus sembilan puluh satu juta tujuh ratus tiga puluh enam ribu delapan ratus rupiah) Sedang kerugian untuk tahun 2002 adalah : Loss = [1.392 x Rp.101.200 ] + [322 x Rp.160.000] + [1.984 x Rp.180.000] + [1.160 x Rp.250.000] = Rp. 839.510.400 (delapan ratus tiga puluh sembilan juta lima ratus sepuluh ribu empat ratus rupiah) Dan formula yang dipakai dalam perhitungan efisiensi ini adalah sebagai berikut Cost Saving =
Current Loss
− Loss Reduced
Dimana : Cost Saving = biaya yang dihemat Current Loss = kerugian sekarang (sebelum penerapan XML/EDI) Loss Reduced = kerugian yang bisa dikurang (asumsi, setelah penerapan XML/EDI, selisih (A-B) untuk tiap produk berkurang 20%)
Sehingga kerugian yang bisa dikurangi untuk tahun 2001 adalah: Loss Reduced = [ 5.371 x Rp.101.200] + [2.309 x Rp.160.000] + [1.162 x Rp.210.000] + [534 x Rp. 230.000] + [294 x Rp.250.000] = Rp. 1.353.325.200 (satu milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus dua puluh lima ribu dua ratus rupiah) Dan kerugian yang dapat dikurangi untuk tahun 2002 adalah: Loss Reduced = [1114 x Rp. 101.200] + [258 x Rp. 160.000] + [1587 x Rp.180.000] + [928 x Rp.250.000] = Rp. 671.676.800 (enam ratus tujuh puluh satu juta enam ratus tujuh puluh enam ribu delapan ratus rupiah)
Berdasarkan formula : Cost Saving =
Current Loss
− Loss Reduced
maka penghematan biaya untuk tahun 2001 adalah : Cost Saving = Rp. 1.691.736.800 - Rp. 1.353.325.200 = Rp. 338.411.600 (tiga ratus tiga puluh delapan juta empat ratus sebelas ribu enam ratus rupiah) dan penghematan biaya untuk tahun 2002 adalah : Cost Saving = Rp. 839.510.400 - Rp. 671.676.800 = Rp. 167.833.600 (seratus enam puluh tujuh juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu enam ratus rupiah) Tabel di bawah ini menunjukkan kerugian yang dapat dikurangi bila produksi pada tahun 2001 dan 2002 berkurang menjadi 20%, 30%, 40% dan 50%. Data-data lain sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Di sini diasumsikan bahwa persentase peningkatan produksi sama dengan persentase kerugian yang dapat dikurangi dengan pemakaian XML/EDI.
Tabel 4.5. Perbandingan Loss Reduced Untuk 4 Buah Peningkatan Produksi Tahun
Loss Reduced 20%
30%
40%
50%
2001
Rp.338.411.600
Rp. 507.521.040
Rp. 676.694.720
Rp. 845.868.400
2002
Rp.167.833.600
Rp. 251.853.120
Rp. 335.804.160
Rp. 419.755.200
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semakin besar pengurangan inventori pada produksi tahun 2001 dan 2002 (dalam persen), maka semakin besar pula kerugian yang dapat dikurangi pada tahun-tahun tersebut.
4.9. Perkiraan Biaya Pengimplementasian XML / EDI Pengimplementasian XML / EDI ini akan membutuhkan biaya, baik biaya secara finansial maupun biaya secara non finansial. Yang disebut biaya finansial atau disebut juga Tangible Cost adalah seluruh pengeluaran dalam bentuk uang untuk mendukung proses pengadaan hardware, software, jalur komunikasi dan jasa pemrograman. Sedangkan yang disebut dengan biaya non finansial atau disebut juga Intangible Cost adalah waktu dan usaha yang dibutuhkan untuk mendukung pengimplementasian model arus informasi ini. Termasuk dalam biaya non finansial ini adalah kontrak kerja yang harus diperbaharui antara PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC, serta sosialisasi perubahan proses bisnis karena implementasi tersebut. Di bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai biaya-biaya tersebut di atas sehubungan dengan implementasi model arus informasi ini.
Biaya Finansial Tabel di bawah ini akan menunjukkan perkiraan biaya yang
dibutuhkan
untuk pengimplementasian model arus informasi ini. Asumsi harga menggunakan harga pasar dan nilai tukar US$ ke rupiah pada saat tesis ini disusun yaitu Rp. 9000
Tabel 4.6. Perkiraan Biaya Implementasi Model Arus Informasi Komponen Hardware Application Server Database Server Web Server Production Planning System Server Finished Goods System Server Order Placement System Server PC Sub Total Hardware Software Operating System Internet Application Development Tools Database Engine Firewall Sub Total Software Programming Development Work & Implementation SetUp & Installation Sub Total Programming Registrasi ISP Per Tahun Leased Line Telkom Per Tahun Gaji Staf Baru Per Tahun TOTAL
Jumlah
Satuan
Harga USD
RP
1 1 1 1 1 1 3
Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit
5,000 5,000 2,500 7,500 7,500 7,500 3,750
45.000.000 45.000.000 22.500.000 67.500.000 67.500.000 67.500.000 33.750.000 348.750.000
1 1 1 1 1
-
10,000 10,000 10,000 10,000 10,000
90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 450.000.000
270 30
Hari Hari
3
Titik
18.000.000
3
Titik
288.000.000
3
Orang
36.000.000
270.000.000 30.000.000 300.000.000
1.152.750.000
Pertimbangan atas Hardware di atas adalah sebagai berikut. Untuk aplikasi utama yang akan diakses oleh semua komponen rantai suplai susu Alam (PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC) melalui jaringan, akan menggunakan dua buah server kelas
Pentium III / 750 MHz yang akan digunakan sebagai Application Server dan Data base Server. Sedangkan untuk Web Server-nya sendiri akan menggunakan server dengan kelas sedikit di bawah Application Server dan Data base Server dengan pertimbangan bahwa fungsi dari Web Server ini cenderung hanya sebagai pintu masuk bagi para pemakai (user) ke dalam jaringan. Fungsi Processing lebih dikurangkan kepada Application Server dan Data base Server, sehingga kelas kedua server tersebut lebih tinggi. Begitu juga untuk Production Planning System, Finished Good System dan Order Placement System akan menggunakan server dengan kapasitas pemrosesan yang tinggi. Pertimbangannya adalah sebagai berikut. Production Planning System akan menggunakan server yang harus
mampu melakukan pemrosesan tentang
rencana produksi bersama yang akan dilakukan oleh dua buah pihak yaitu PT. XYZ dan PT. ABC. Selain itu ia harus mensimulasikan produksi dan menyimpan hasil kalkulasi produksi yang dilakukan oleh PT. ABC dan PT. XYZ. Sedang untuk Finished Good System harus menggunakan server yang mampu melakukan konversi Unit of Measures dari data yang dimiliki oleh PT. STU dan PT. ABC. Juga harus mampu menyimpan nomor lot dan tanggal produksi dari tipe-tipe susu Alam. Dan alasan pemilihan dengan kelas yang tinggi untuk Order Placement System adalah karena server ini dipakai secara bersama oleh PT. STU dan PT. ABC maka ia harus mampu diakses secara bersamaan oleh keduanya. Selain itu serever ini juga harus mampu menyimpan order history dari PT. STU dan PT. ABC.
Personal Computer atau Workstation yang digunakan sebanyak tiga buah. Dimana untuk PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC masing-masing satu buah. Untuk PT. XYZ, PC ini akan digunakan salah seorang stafnya untuk mencatat order dari PT. STU dan hasil rencana produksi bersama yang dilakukan dengan PT. ABC. Sedang PC di PT. STU selain untuk mencatat order dari PT. ABC dan hal yang berkaitan dengan inventori di gudangnya, juga digunakan untuk mencatat keterangan yang berkaitan dengan produksi susu Alam, seperti jenis barang, kuantitas dan lainnya. Dan PC di PT. ABC selain untuk mencatat hasil rencana produksi bersama yang dilakukan dengan PT. XYZ juga digunakan untuk mencatat hal yang berkaitan dengan inventorinya yang berada di dua buah pusat distribusinya yang terletak di Jakarta dan Gresik. Software yang digunakan dalam Model Arus Informasi ini ada lima buah. Yang pertama adalah Operating System, yang akan di-install pada semua mesin yang telah disebutkan di atas. Kemudian Internet Application dan Development Tools yang akan digunakan oleh para application developer untuk mengembangkan aplikasi yang akan digunakan oleh PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC. Selanjutnya adalah Database Engine yang digunakan untuk mengatur data yang harus dipertukarkan oleh antara perusahaan tersebut di atas.
Yang terakhir adalah firewall dengan yang harus
diimplementasikan, dengan pertimbangan bahwa aplikasi ini dapat diakses melalui internet sehingga setiap hanya pihak-pihak yang mempunyai hak saja yang dapat mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya.
Untuk pekerjaan Pemrograman, pertimbangan dalam perhitungan biaya adalah sebagai berikut. Waktu keseluruhan yang diperlukan untuk pengembangan sistem ini diasumsikan 300 hari. Tarif per hari dari para programmer itu adalah Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah). Programmer yang dilibatkan bervariasi, mulai dari junior programmer, lead programmer dan juga system analyst. Untuk biaya pendaftaran leased-line dan Internet Service Provider (ISP) akan ada 3 (tiga) titik yang didaftarkan, yaitu di PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC masingmasing pihak satu buah. Komponen biaya terakhir adalah gaji para staf pada masing-masing pihak yang diperkerjakan khusus untuk menangani sistem baru ini. Staf ini bisa berupa pekerja baru atau dapat pula memanfaatkan staf yang telah dimiliki oleh masingmasing pihak tersebut. Alasan untuk memperkerjakan staf khusus ini adalah untuk memastikan bahwa informasi yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak dapat diproses secara akurat dan tepat waktu. Dan dengan mengambil asumsi bahwa biaya penghematan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5. di atas dapat dipakai untuk pengembalian biaya yang dibutuhkan untuk pengimplementasian, maka dapat diperhitungkan lamanya Titik Impas (Break Even Point) dari biaya penerapan Model Arus Informasi yang baru. Hal ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.7. Perbandingan Titik Impas untuk 4 Buah Peningkatan Produksi (%) Loss Reduced
Titik Impas
(%)
(Tahun)
20%
3–7
30%
2–5
40%
1–4
50%
1–3
Biaya Non Finansial Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengimplementasian sistem ini juga membutuhkan biaya non finansial yaitu seluruh waktu dan usaha yang dibutuhkan demi terwujudnya pengimplementasian sistem ini. Komponen terbesar dari Intangible Cost dari proyek ini adalah upaya untuk melakukan negosiasi antara PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC untuk merubah pola operasi yang selama ini telah mereka jalankan. Seperti yang terjadi pada rencana produksi PT. STU, dimana PT. STU memperoleh dua masukan berbeda yang berasal dari PT. XYZ dan PT. ABC. Juga seperti proses pemesanan susu Alam dari PT. ABC ke PT. STU dimana terkadang PT. STU kesulitan memenuhi permintaan PT. ABC yang mendadak dan dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu pengimplementasian Model Arus Informasi ini membutuhkan perubahan pola operasi yang sudah terbiasa dijalankan selama ini. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Perubahan Kontrak/Perjanjian kerja antara PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC harus diperbaharui. Perubahan isi Kontrak / Perjanjian ini meliputi cara dan frekuensi pelaporan serta cara kerja di lapangan. Perubahan ini kemudian dicantumkan dalam Kontrak/Perjanjian Kerja yang baru. Untuk itulah diperlukan komitmen dan kepercayaan masing-masing pihak agar kontrak yang baru ini dapat terwujud. 2. Sosialisasi perubahan proses bisnis yang terjadi. Caranya adalah dengan menyediakan training bagi para staf yang terkait dengan perubahan tersebut. Training diutamakan pada pembentukan pola kerja sesuai dengan kebutuhan proses pelaporan di dsusu Alam sistem yang baru tersebut.
4.10. Risk Management Plan Applegate, et.al (1999) menyatakan bahwa setiap proyek implementasi memiliki resiko masing-masing (inherent risk). Tiga jenis Dimensi Proyek (Project Dimension) yang paling berpengaruh pada resiko implementasi adalah sebagai berikut: •
Project size
Semakin besar proyek dilihat dengan skala moneter, sumber daya manusia yang dibutuhkan, waktu pelaksanaan dan jumlah departemen/bagian yang terlibat; maka akan semakin besar resiko proyek tersebut. Dilihat dari usulan implementasi sistem rantai suplai yang terpadu ( Integrated Supply Chain System), maka proyek ini
dapat
diklasifikasikan
sebagai
proyek
besar,
karena
diperkirakan
membutuhkan waktu yang lama, nilai investasi yang tinggi dan melibatkan banyak departemen bahkan melibatkan beberapa perusahaan sekaligus.
•
Experience with Technology Semakin kurang pengetahuan project-team akan teknologi yang digunakan dalam proyek tersebut, maka semakin besar resiko timbulnya masalah teknis yang tidak diduga sebelumnya. Pada kasus ini dapat dikatakan bahwa pengetahuan tentang teknologi yang akan digunakan cukup memadai, dimana PT. ABC sudah mengaplikasikan internet dengan sistem SAP sebagai bagian dari proses bisnisnya, juga PT. XYZ telah memakai sistem BPCS sebagai bagian dari proses bisnisnya untuk produk farmasinya. Juga PT. STU telah mempunyai intranet. Yang perlu dilakukan adalah menggabungkan sistem pada ke tiga pihak (PT. XYZ, PT. ABC dan PT. STU) dengan sistem yang sama, misalnya SAP. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ketiga pihak tersebut mempunyai cukup sumber daya yang berpengalaman dengan teknologi yang ditawarkan.
•
Project structure Proyek dalam kasus ini dilihat sebagai low-structured project karena walaupun sejak tahap awal sudah dapat ditentukan tujuan dari proyek tersebut, akan tetapi beberapa hal penting seperti mengenai bagaimana caranya, bentuk kerjasamanya dan bentuk sarana pendukung keberhasilan proyek tersebut termasuk juga penentuan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek tersebut, masih belum dapat ditentukan. Hal ini disebabkan karena untuk menentukan hal-hal tersebut, ketiga pihak yaitu PT. XYZ, PT. STU dan PT. ABC harus berdiskusi terlebih dahulu.
Berdasarkan ketiga dimensi tersebut di atas, maka proyek ini dapat diklasifikasikan sebagai proyek besar yang membutuhkan teknologi yang tinggi akan tetapi belum terstruktur dengan baik, di mana resiko proyek bersifat tinggi (low structure – high technology – large project, with medium risk). Gambar di bawah ini menunjukkan matriks hubungan antara kategori proyek dengan resiko implementasi, di mana bagian dengna latar belakang abu-abu menunjukkan kondisi resiko implementasi sistem rantai suplai yang terpadu ( Integrated Supply Chain System)
Low structure
High structure
Large Project Low
Low risk (very susceptible to
Technology
Low risk
mismanagement) Small Project
Very low risk (very susceptible to mismanagement)
Very low risk
Very high risk
Medium risk
High risk
Medium-Low Risk
Large High
Project
Technology Small Project
Gambar 4.3. Effect of Degree of Structure, Company-Relative Technology, and Project Size on Project Implementation Risk (Applegate, et.al, 1999)
Masih menurut Applegate, et.al (1999), ada 4 cara utama untuk mengelola pelaksanaan proyek (Project Management Tools), yaitu :
Tabel 4.8. Project Management Tools 1. 2. 3.
External Integration Tools
Selection of user as project manager Creation of user steering committe Frequent-in-depth meetings of user steering committe 4. User managed-change control process 5. Frequent and detailed distribution of project team minutes to key user 6. Selection of users as team members 7. Formal user spesification approval process 8. Progress reports prepared for corporate steering committe 9. User responsibility for education and installation of system 10. User management decision on key action dates 1.
Internal Integration Tools
7.
Selection of experienced IT professional to lead team Frequent team meetings Regular preparationand distribution of minutes within team on key design evolutions decisions Managed low turn-over of team members Selection of high percentage of team members with significant previous work relationships participationof team members in goal setting and dead-line establishment Outside technical assistance
1. 2. 3. 4. 5. 6.
PERT, “critical path” , networking Milestone phases selection System spesification standards Feasibility study spesifications Project approval processes Project post audit procedures
1. 2. 3. 4.
Periodic formal status reports versus plan Change control disciplines Regular milestone presentation meetings Deviations from plan
2. 3. 4. 5. 6.
Formal Planning Tools
Formal Results Control Tools
Berpedoman pada klasifikasi proyek Model Arus Informasi ini sebagai “high structure-high technology-large project, with medium risk” maka komposisi penggunaan Project Management Tools seperti yang disebutkan pada tabel di atas adalah sebagai berikut: “ Low – External Integration Tools; High - Internal Integration Tools; Medium Formal Planning Tools; Medium Formal Results Control Tools.