BAB III PROFIL SANITASI KABUPATEN 3.1. Kondisi Umum Sanitasi Kabupaten Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) akhir-akhir ini ikut memberikan andil pada perubahan perilaku masyarakat akan pentingnya hidup sehat
baik di lingkungan rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat
sekitarnya, terutama kemudahan dalam mengakses faktor-faktor penunjang kesehatan yang memadai. Perubahan perilaku dengan pola hidup sehat ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan tetapi juga masyarakat perdesaan bahkan masyarakat di daerah-daerah terpencil. Hal ini ditunjang juga oleh ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai yang tidak hanya dapat diakses oleh masyarakat perkotaan tetapi juga oleh masyarakat perdesaan dan terpencil. Namun demikian, kemudahan dalam mengakses fasilitas kesehatan bukanlah faktor utama dalam mewujudkan masyarakat yang sehat, akan tetapi faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan dan sanitasi ikut memberikan pengaruh terbesar terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
karena
lingkungan
akan
mempengaruhi
berbagai
aktivitas
kehidupan dan merupakan salah satu sumbur timbulnya bebagai macam penyakit. Semua itu tak lepas dari peran pemerintah, instansi terkait, masyarakat dan steakeholder, serta kita bersama khususnya di Kabupaten Bima, berbagai upaya pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan (sanitasi) seperti drainase, limbah dan sampah ini hendak nya masyarakat secara bersam-sama menyadari akan pentingnya kesehatan dan kebersihan di lingkungan. Berbagai upaya dan kegiatan pembangunan di bidang sanitasi telah dilaksanakan, kemauan dan kemampuan hidup sehat pada semua kalangan di masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Perlu disadari
bahwa
derajat
kesehatan
masyarakat
yang
optimal
tersebut
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, fisik, sosial, ekonomi dan budaya hidup masyarakat. Dikarenakan empat faktor tersebut selalu berfluktuatif maka
derajat kesehatan masyarakat harus diupayakan terus menerus, salah satunya melalui program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Kondisi lingkungan dan sanitasi masyarakat di Kabupaten Bima dapat digambarkan sebagai berikut:
3.1.1. Kesehatan Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat. Lingkungan meliputi, lingkungan permukiman, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat umum lainnya. Kondisi kesehatan lingkungan masyarakat Kabupaten Bima dapat dilihat pada jumlah dan kondisi jamban, kondisi pencemaran, akses pada sumber air tanah, serta data rumah sehat, sekolah sehat, dan tempat-tempat umum sehat. Kondisi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Sumber Air Bersih Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Bima tahun 2010 dapat diketahui persentase keluarga menurut jenis sarana air bersih yang digunakan, berikut persentase tertinggi jenis sarana air bersih yang digunakan, yaitu : SGL 36 % , ledeng 34 %, sumur pompa tangan 15 %, penampungan air hujan 0 %, air kemasan 0%, Mata air 1 %, serta lainlainnya 14 %, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang tersebar di Kabupaten Bima sudah menggunakan sumber air minum terlindungi sebesar
100% (Ledeng, SPT, SGL, dan
sumber air bersih lainnya). untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini:
Grafik 3.1 Persentase Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan Tahun 2010
Sumber: Dinkes Kabupaten Bima,2010
b. Rumah Sehat Berdasarkan data dari laporan SP3 Puskesmas di Kabupaten Bima tentang jumlah rumah yang diperiksa sebesar 79,73% (71.309) pada tahun 2008 terdapat rumah yang sehat
sebanyak 57,36% (40.901). Sedangkan di
tahun 2010 persentase rumah yang diperiksa mengalami peningkatan menjadi 97,46% (111,974) tapi
jumlah rumah yang sehat mengalami
penurunan menjadi 50,61% (56,670). Rumah sehat sangat berpengaruh pada pola penyakit, sehingga harus selalu diperhatikan. Tabel 3.1 Jumlah Rumah Sehat Tahun 2010 No
Kecamatan
Jumlah Rumah Yang Diperiksa
Jumlah Rumah Yang Sehat
% Rumah Sehat
1
Donggo
4,993
2,695
53.98
2
Lambitu
1,190
628
52.77
3
Soromandi
3,181
1,482
46.59
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Woha Ambalawi Wera Sape Lambu Wawo Langgudu Bolo Madapangga
11,999 4,805 6,963 13,165 7,429 4,212 7,372 10,499 6,855
6,843 722 1,944 8,041 3,514 3,221 4,756 5,062 3,212
57.03 15.03 21.36 61.08 47.30 76.47 64.51 48.21 46.86
13 14 15 16 17
Belo Palibelo Monta Parado Sanggar
6,227 6,728 8,503 2,323 3,433
3,642 3,856 4,433 1,315 1,007
60.84 57.31 52.13 56.61 29.33
18
Tambora
2,097
297
14.16
111,974
56,670
50.61
JUMLAH
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima,2010
c.
Rumah Tangga memiliki Sarana Kesehatan Lingkungan Sarana kesehatan lingkungan yang harus dimiliki keluarga terdiri dari jamban, tempat sampah dan pengolahan air limbah keluarga telah memenuhi target yang diinginkan, bila dilihat dari cakupan setiap jenis sarana, Cakupan Jamban Keluarga Kabupaten Bima Tahun 2009 sebesar 73,69% dan pada tahun 2010 sebesar 81,55% atau meningkat sebesar 7,86%, akan tetapi cakupan jamban yang memenuhi syarat kesehatan baru mencapai 54,7% dari hasil Inspeksi sanitasi sedangkan yang memiliki Pengelolaan Air Limbah sehat sebesar 18.083 (56,69%). Tabel 3.2. Jumlah Dan Porsentase Rumah Yang Menggunakan SPAL Tahun 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Puskesmas Sape Lambu Wawo Lambitu Langgudu Woha Monta Parado Palibelo Belo Donggo Soromandi Ambalawi Wera Bolo Madapangga Sanggar Tambora Pai Ngali BIMA
Jumlah Rumah
Rumah di periksa Jumlah
%
6.427 3.433 3.758 460 1.118 2.370 1.371 1.171 945 91 365 968 285 2.195 3.899 523 225 57 2.235
62,79 40,62 100,00 0,00 14.24 24,05 52,61 0,00 4,98 27,49 2,27 10,04 21,80 4,48 20.82 56.39 16,58 9,99 5,27 71,29
2.988 1.609 852 345 885 1.727 1.114 1.118 430 84 276 776 63 1.728 1.954 135 138 0 1861
46,49 46,87 22,67 75,00 79,16 72,87 81,25 0,00 95,47 45,50 92,31 75,62 80,17 22,11 78,72 50.12 25,81 61,33 0,00 83,27
31.896
26,86
18.083
56,69
10.236 8.451 3.758 1.189 7.850 9.855 2.606 2.326 23.535 3.437 4.005 3.636 4.440 6.364 10.545 6.914 3.154 2.253 1.081 3.135 118.770
Rumah Dengan SPAL Jum. MS %
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima, 2009
KET
d. Tempat Umum Sehat Jumlah tempat umum yang terdaftar sebanyak 268 tempat, yang terdiri dari restoran/ rumah makan sebanyak 86 tempat, pasar sebanyak 14 pasar, dan TUPM lainya 168 tempat sedangkan jumlah tempat umum yang diperiksa dan memenuhi syarat kesehatan adalah restoran 55 tempat,
memenuhi syarat
kesehatan 43 tempat (78,18%), pasar 15 yang memenuhi syarat kesehatan 3 tempat (21,43%), dan TUPM lainnya yang diperiksa sebanyak 138 tempat memenuhi syarat ksehatan sebanyak 125 tempat (90,58%).
Persentase
tempat umum sehat dapat di lihat pada grafik dibawah ini : Grafik 3.2 Perbandingan Jumlah TPUM yang Diperiksa Dengan Jumlah TPUM yang Sehat Tahun 2010
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima, 2010
e. PHBS Hasil Study Ehra Jika diukur dari hasil study Ehra, maka Kab. Bima memiliki masalah yang cukup serius dari segi Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di masyarakat, kondisi tersebut sebagaimana yang digambarkan pada grafik di bawah ini :
Grafil : 3.3
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Keterangan : A1 : Porsentase Desa yang tidak melakukan CTPS di 5 waktu penting A2 : Porsentase Desa yang melakukan CTPS di 5 waktu penting B1 : Porsentase lantai dan dinding jamban tidak bebas tinja B2 : Porsentase lantai dan dinding jamban tidak bebas tinja C1 : Porsentase jamban tidak bebas kecoa dan lalat C2 : Porsentase jamban bebas kecoa dan lalat D1 : Porsentase penggelontor tidak berfungsi D2 : Porsentase penggelontor berfungsi E1 : Porsentase keberadaan sabun di dalam atau di dekat jamban E2 : Porsentase tidak terlihatnya ada sabun di dalam atau di dekat jamban F1 : Porsentase wadah penyimpanan dan penanganan air tidak tercemar F2 : Porsentase wadah penyimpanan dan penanganan air tercemar G1 : Porsentase desa tidak berperilaku BABS G2 : Porsentase desa berperilaku BABS Beberapa indikator yang menjadi tolok ukur PHBS dalam study Ehra menggambarkan bahwa rata-rata lebih dari 60% wilayah study, husus untuk CTPS, tingkat kebersihan jamban, saluran air, wadah penyimpanan air minum dan prilaku BABS bermasalah. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya PHBS baik dalam rumah tangga maupun lingkungan sekitar masih rendah, meskipun dalam hal kepemilikan rumah sehat telah mencapai 50,61% dan cakupan jamban sehat mencapai
54,7% dan hal ini perlu dilakukan intervensi dengan berbagai program agar tercipta masyarakat yang bersih dan sehat. f.
Sarana Pendidikan Sarana
pendidikan
adalah
tempat
masyarakat
untuk
belajar
dan
membiasakan diri berperilaku hidup bersih dan sehat , maka kondisi ini harus mendapat perhatian. Kondisi sekolah yang memenuhi syarat kesehatan akan memberi dampak yang baik kepada masyarakat, maka perlu adanya komitmen bersama lintas sektoral terkait untuk mewujudkan sekolah sehat di Kabupaten Bima. Jumlah sarana pendidikan yang ada di Kabupaten Bima adalah sebanyak 672 sekolah, yang dibina sebanyak 672 sekolah, jadi capaiannya adalah
(100%). Sedang sekolah yang memiliki
SAB, data dokter kecil dan kader kesehatan remaja masing-masing sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini Tabel 3.3 Data Jumlah Sekolah Yang Memiliki Sarana Air Bersih Tahun 2010 NO
PUSKESMAS
TK/RA
SD/MI
SMP/MTS
SMA/MA/SMK
1
Sape
9
40
7
0
2
Lambu
8
31
4
3
3
Wawo
15
20
5
3
4
Langgudu
0
27
4
1
5
Woha
0
21
5
5
6
Palibelo
1
23
2
2
7 8
Belo Monta
5 6
7 24
3 4
2 2
9
Parado
0
10
1
3
10
Madapangga
0
31
5
5
11
Bolo
0
34
4
2
12
Ambalawi
0
19
2
2
13
Wera
0
22
4
1
14
Donggo
0
19
6
1
15
Sanggar
8
16
2
1
16
Tambora
0
2
0
0
17
Pai
0
5
0
0
18
Ngali
0
7
4
0
19
Soromandi
0
20
6
0
20
Lambitu
0
6
0
0
52
384
68
33
TOTAL
Sumber: Promkes Dinkes Kab. Bima, 2010
KET
Tabel 3.4 Data Jumlah Dokter Kecil dan Kader Kesehatan Remaja Kab. Bima Tahun 2010 NO
PUSKESMAS
TK/RA
SD/MI
SMP/MTS
SMA/MA/SMK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Sape Lambu Wawo Langgudu Woha Palibelo Belo Monta Parado Madapangga Bolo Ambalawi Wera Donggo Sanggar Tambora Pai Ngali Soromandi Lambitu
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL
0
162 96 65 60 80 70 90 135 65 120 128 84 74 140 86 25 70 40 67 48 1705
20 0 15 0 20 30 0 40 0 10 30 15 0 21 47 0 0 0 0 0 248
25 0 10 0 12 0 0 0 0 0 34 0 0 45 0 0 0 0 0 0 126
KET
Sumber: Promkes Dinkes Kab. Bima, 2010
Data tabel 3.3 dan 3.4 tersebut di atas jelas hanya menggambarkan ketersediaan SAB sekolah, dan data Jumlah Dokter Kecil serta Kader Kesehatan Remaja, sedangkan data yang menjelaskan kondisi dan ketersediaan sarana sanitasi di sekolah yang meliputi air limbah, penanganan sampah dan saluran air limbah belum ada. g. Sarana Ibadah Sarana ibadah merupakan tempat-tempat yang dikunjungi masyarakat dan harus memenuhi standar kesehatan.
Jumlah sarana ibadah yang ada
sebanyak 756 dan semuanya telah dibina kesehatan lingkungannya (100%) . Hal ini perlu dilakukan secara rutin dan terus menerus bekerja sama dengan lintas sektoral terkait untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan dan tempat-tempat umum.
3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat. 3.1.2.1. Rumah Tangga Sehat Rumah tangga yang sehat adalah rumah tangga yang mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), jika kesadaran masyarakat tinggi akan PHBS maka dapat berpengaruh pada derajat kesehatan sebagai indikator penentu. Adanya pengetahuan tentang pentingya PHBS dalam rumah tangga dapat meningkatkan taraf hidup sehat berkualitas yang dimulai dari hygene perseorangan. Contoh paling sederhana adalah mencuci tangan sebelum makan pakai sabun, menggosok gigi dengan teratur, punya sarana air bersih, jamban, tempat pembuangan sementara (TPS) dan sebagainya. Berdasarkan pantauan, jumlah rumah tangga yang sudah menerapkan PHBS adalah sebanyak 49.060 (50.59 %) dari total yang di pantau (96.968). Berikut grafik jumlah RT yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tiap Kecamatan di Kabupaten Bima tahun 2010 : Grafik 3.4 Perbandingan Jumlah RT yang Dipantau dengan RT Ber PHBS Tahun 2010
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima, 2010
Tabel 3.5 Jumlah Rumah Ber PHBS Kab. Bima Tahun 2010
No
Kecamatan
Jumlah Rumah yang dipantau
Jumlah Rumah yang ber-PHBS
% Rumah ber PHBS
1 2 3 4 5 6 7
Donggo Lambitu Soromandi Woha Ambalawi Wera Sape
0 21 14 7 7 14 7
0 4 7 0 1 3 2
19.05 50.00 14.29 21.43 28.57
8 9
Lambu Wawo
7 7
4 2
57.14 28.57
10 11 12 13
Langgudu Bolo Madapangga Belo
28 21 7 21
2 1 0 5
7.14 4.76 23.81
14 15
Palibelo Monta
7 14
3 1
42.86 7.14
16 17
Parado Sanggar
0 28
0 1
3.57
18 Tambora JUMLAH
0 245
0 44
17.96
Sumber : Dinkes Kabupaten Bima, 2010
3.1.2.2 Mordibitas (Angka Kesakitan) Morbiditas dapat diartikan sebagai angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dari suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian derajat kesehatan masyarakat penduduk
yang
pengumpulan
berasal
data
dari
dari
masyarakat
puskesmas
melalui
Data angka kesakitan diperoleh sistim
melalui
pencatatan
hasil dan
pelaporan. Pola 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Bima menurut hasil laporan SP2TP menunjukkan bahwa kasus terbanyak adalah Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat
dengan jumlah kasus 8.404. Rincian mengenai 10
penyakit terbanyak di Kabupaten Bima tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.6 Jumlah 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Bima Tahun 2010 No
Nama Penyakit
1. Penyakit pd sistim otot dan jaringan pengikat 2. Malaria tanpa pemeriksaan laboratorium 3. Infeksi akut lain pd saluran pernapasan bag. Atas 4. Diare 5. Penyakit lain pd saluran pernapasan bag. Atas 6. Penyakit darah tinggi 7. Disentri 8. Penyakit usus lain 9. Scabies 10 Penyakit mata lain 11. Jumlah Sumber : Bidang Yankes Dikes Kabupaten Bima,2010
Jumlah Kasus 8.404 6.377 6.079 4.402 4.290 4.241 3.196 2.746 2.304 2.203 44.242
3.1.2.3 Penyakit Potensial KLB / Wabah Terdapat beberapa penyakit yang berpotensi KLB / wabah yang sering terjadi di Kabupaten Bima diantaranya adalah Demam berdarah Dengue (DBD), Diare dan lain sebagainya. Seluruh penyakit potensial KLB ini banyak mengakibatkan kematian dan kerugian secara ekonomi.
A. Demam Berdarah Dengue (DBD) Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur < 15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Pada tahun 2010, jumlah kasus DBD sebanyak 49 kasus dengan Incidece Rate sebesar 11,16 per 100.000 penduduk. Angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 sebanyak 7 (tujuh) kasus.
B. Penyakit Diare Diare masih merupakan kejadian penyakit yang menjadi Pengisi sepuluh penyakit terbanyak dalam tiap laporan bulanan
di hampir seluruh
Puskesmas yang ada di Kabupaten Bima. Pada tahun 2009 di Kecamatan Sape dan Kecamatan lambu terjadi KLB penyakit diare yang menyebabkan 975 orang dirawat dan 2 orang meninggal dunia.
Kondisi Sanitasi lingkungan yang buruk di tambah kesadaran Prilaku Hidup bersih dan sehat (PHBS ) yang rendah terutama Buang air besar yang masih sembarangan oleh sebagian masyarakat, Cuci tangan menggunakan sabun pada 5 waktu penting belum membudaya dan minum air yang belum diolah serta penyimpanan makanan dan minuman yang belum aman dari vector menjadi factor penyebab utama terjadinya penyakit diare khususnya di Kabupaten Bima. Angka kejadian diare per kecamatan di Kabupaten Bima dalam 3 ( tiga ) tahun terakhir dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.7 Jumlah Kejadian Penyakit Diare Tahun 2008-2010 NO 1 2 3 4 5 6
KECAMATAN
PUSKESMAS
DONGGO LAMBITU SOROMANDI WOHA AMBALAWI WERA
DONGGO LAMBITU SOROMANDI WOHA AMBALAWI WERA PAI SAPE LAMBU WAWO LANGGUDU BOLO MADAPANGGA BELO NGALI PALIBELO MONTA PARADO SANGGAR TAMBORA
2008
1490 450 695 1494 542 673 164 7 SAPE 1489 8 LAMBU 1019 9 WAWO 502 10 LANGGUDU 2526 11 BOLO 1429 12 MADAPANGGA 1316 13 BELO 688 577 14 PALIBELO 420 15 MONTA 502 16 PARADO 553 17 SANGGAR 652 18 TAMBORA 311 JUMLAH 17492 Sumber Data : Bidang P2PL Dikes Kabupaten Bima, 2010
TAHUN 2009
2010
404 344 418 1109 1172 818 216 1173 465 291 531 939 1072 768 401 150 529 431 360 218 11809
629 322 793 1063 1026 422 253 1226 867 876 391 1829 678 176 537 160 752 351 289 321 12961
Berdasarkan data tersebut, terjadi peningkatan kasus diare di mana tahun 2009 terjadi kasus sebanyak 11.809 dan tahun 2010 sebanyak 12.691 kasus, artinya terjadi kenaikan kasus diare sebanyak 1.152 kasus. Kecamatan yang paling tinggi kejadian diare tahun 2010 adalah kecamatan
Bolo, di mana tahun 2009 terjadi 939 kasus sedangkan tahun 2010 sebanyak 1829 kasus, jadi terjadi kenaikan angka penyakit diare sebanyak 890 kasus. 3.1.3. Kuantitas dan kualitas air 3.1.3.1.Kuantitas Air Secara umum dapat disampaikan bahwa kuantitas air di kabupaten Bima tidak mengalami kendala karena banyak sumber air yang dapat digunakan oleh masyarakat, disamping menggunakan pelayanan PDAM masyarakat juga menggunakan sumber-sumber yang lain seperti dari air sumur pompa, air sumur gali, mata air, hidran umum dan lain-lain. Rumah tangga di Kabupaten Bima yang menggunakan sumber air ledeng (PDAM) baru mencapai sebesar 15,59%, namun demikian sumber air bersih seperti melalui sumur pompa tangan, sumur gali, dan sumber air lainnya merupakan sumber air minum terlindungi. Ketersediaan air bersih dari berbagai sumber yang terlindungan tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan air bersih untuk semua rumah tangga di Kabupaten Bima. 3.1.3.2.Kualitas Air Tidak semua air bersih mempunyai tingkat keamanan yang sama. Sumber air bersih yang secara umum dinilai relative aman adalah : air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi. Sumber-sumber air bersih yang dianggap memiliki resiko terkontaminasi oleh bakteri pathogen ke dalam tubuh manusia (kurang aman) yaitu sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Aman dan tidaknya sumber air tersebut juga dipengaruhi oleh jarak dengan jamban (lubang pembuangan), sumber air dimaksud seperli SGL, SPT, Pompa Listrik karena sumber air tsb lajim digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Bima Pengawasan kualitas air : jumlah sample bakteriologi yang diambil/diperiksa sebanyak 37 sampel dan yang memenuhi syarat bakteriologis hanya 13
sampel atau sebesar 35,14%. Hal ini menunjukan bahwa perlu ada perbaikan sarana air bersih, perbaikan kualitas air bersih dan perilaku pengguna air bersih. 3.1.3.3 Akses Air Bersih berdasarkan Study Ehra Data di atas mencerminkan sumber air bersih yang biasa digunakan oleh masyarakat Kab. Bima, yang mana tingkat resiko pencemarannya akan sangat tergantung dari kondisi lingkungan sekitar terutama masalah jarak dengan penampungan tinja yang tidak septik. Berdasarkan hasil study Ehra maka dapat digambarkan bahwa tidak semua masyarakat dapat mengakses air bersih secara mudah karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi geografis wilayah yang memang susah untuk mendapatkan air baku, disamping itu juga disebabkan oleh faktor musim, di mana sebagian masyarakat susah mengakses air baku pada musim kemarau karena sebagian sumber air mengalami kekeringan, selengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini Grafik : 3.5
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Keterangan :
A1 A2 B1 B2 C1 C2
: : : : : :
Porsentase Desa pengguna sumber air tidak tercemar Porsentase Desa pengguna Sumber air tercemar Porsentase Desa Pengguna sumber air terlindungi Porsentase Desa Pengguna sumber air tidak terlindungi Porsentase Desa tidak langka dengan sumber air Porsentase Desa dengan kelangkaan sumber air
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat mengakses air baku dalam memenuhi kebutuhan akan air minum diperoleh dari sumber yang tidak tercemar yaitu mencapai 99%, sedangkan 1% menggunakan dari sumber yang tercemar. Kemudian 85,4% menggunakan air dari sumber yang terlindung, sedangkan 14,6% menggunakan air dari sumber yang tidak terlindung, serta mengenai tingkat kelangkaan air dari sumber diketahui bahwa : 83,9% tidak mengalami kelangkaan air, sedangkan 16,1% mengalami kelangkaan air pada sumber. 3.1.4. Limbah Cair Rumah Tangga Pengolahan air limbah rumah tangga di Kabupaten Bima belum memenuhi target yang diinginkan. Jumlah rumah tangga yang memiliki Pengelolaan Air Limbah
sehat
mencapai
18.080
rumah
tanggah
(56,68%),
meskipun
pengolahan air limbah tersebut belum mencapai 100 % rumah tangga di Kabupaten Bima, akan tetapi keadaan ini sudah dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bima. Mengenai kondisi eksisting limbah domestik baik yang berasal dari hasil buangan limbah cair rumah tangga (grey water) maupun dari hasil limbah buangan tinja (black water) hasil study ehra sebagaimana tertera pada grafik di bawah ini :
Grafik : 3.6
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Keterangan : 1 : Porsentase pengguna tangki septik suspek tidak aman 2 : Porsentase pengguna tangki septik suspek aman 3 : Porsentase pengguna pembuangan isi tangki septik tidak tercemar 4 : Porsentase pengguna pembuangan isi tangki septik yang tercemar 5 : Porsentase pengguna SPAL tidak tercemar 6 : Porsentase pengguna SPAL yang tercemar Berdasarkan grafik tersebut di atas dapat diketahui bahwa dari sub sektor limbah cair masyarkat disebagian wilayah Kab. Bima memiliki tingkat kesadaran yang baik dalam menjaga lingkungan agar tidak terkontaminasi baik sebagai akibat dari grey water maupun black water. Data tersebut menjelaskan bahwa : Pengguna tangki septik suspek yang aman bagi lingkungan : 74,8% Pengguna tangki septik suspek yang tidak aman bagi lingkungan : 25,2% Pengguna pembuangan isi tangki septik yang tidak tercemar mencapai : 94,3% Pengguna pembuangan isi tangki septik yang tercemar mencapai : 5,7%
Pengguna SPAL yang tidak tercemar mencapai : 67,6% Pengguna SPAL yang tercemar mencapai : 32,4% Perbandingan data sekunder dan data Ehra dari segi SPAL rumah tangga, diketahui : berdasarkan data sekunder jumlah rumah tangga yang memiliki Pengelolaan Air Limbah sehat mencapai 56,68%, sedangkan hasil data Ehra menggambarkan bahwa pengguna SPAL yang tidak mencemari lingkungan (sehat) mencapai 67,6%. Hal tersebut mencerminkan bahwa dalam realitas sosial sebagian masyarakat Kab. Bima memiliki kesadaran yang memadai dalam menjaga lingkungan sehingga terhindar dari berbagai penyakit yang berbasis lingkungan. 3.1.5. Limbah Padat (Sampah) Keadaan limbah padat (sampah) di Kabupaten Bima belum terlalu mengkhawatirkan sehingga pemerintah daerah belum membentuk satuan kerja khusus menangani persampahan. Untuk pengelolaan sampah di Kabupaten Bima dibawah kewenangan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bima dan Dinas Pekerjaan Umum. Pengolahan limbah padat (sampah) masih dilakukan secara sederhana, hal ini terjadi karena Kabupaten Bima memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan baru direncanakan akah dibangun pada Tahun 2011 ini dan Tahun 2012. Meskipun
demikian
pengolahan
limbah
padat
tetap
dilakukan
dengan
memaksimal potensi yang tersedia. Adapun sarana dan prasarana penunjang pengolahan limbah padat di Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 3.8 Jumlah Sarana dan Prasarana Pengolahan Sampah di Kabupaten Bima Tahun 2010 No 1 1 2 3 4 5
SARANA DAN PRASARANA 2 Pengangkut Sampah Roda Tiga Mesin Pengolah sampah Tong Sampah Gerobak sampah Papan Informasi tepi Sungai
Jumlah 3 8 buah 8 unit 40 buah 32 unit 30 buah
6 7 8 9
Alat-alat Lab. Biologi Alat-alat Lab. Kimia Gedung Lab. Pagar Gedung Lab/pagar Laboratorium dan garasi 10 Mobil Operasional Laboratorium Sumber Data : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bima, 2010
3 paket 2 paket 200 M²/150 M 94,20 M 1 unit
Berdasarkan informasi dari BLH Kabupaten Bima bahwa laboratorium beserta fasilitasnya seperti mesin pengolah sampah, alat-alat biologi dan alatalat kimia belum dioperasikan karena tenaga operasionalnya belum ada di Kantor BLH Kabupaten Bima. Sementara pengangkut sampah roda tiga yang ada kurang efaktif dijadikan armada sampah ditingkat kecamatan dan desa karena faktor jarak dan prasarana jalan yang belum memadai. Hasil Study Ehra memberikan kejelasan dalam pengelolaan persampahan Kab. Bima, sekaligus menguatkan data sekunder yang ada, di mana Bima belum memiliki baik TPST maupun TPA Regional sehingga armada sampah yang ada kesulitan dalam membuang sampah. Kenyataan ini jelas dalam Study Ehra tergambar bahwa 99,3% masyarakat tidak melakukan pengolahan sampah sebagaimana mestinya, biasanya sampah yang ada dibuang ditempat yang kosong dan atau kadang-kadang dikubur, dibakar. Untuk lebih jelasnya sebagaimana tergambar pada grafik di bawah ini:
Grafik : 3.7
Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Keterangan : 1: 2: 3: 4: 5: 6: 7: 8:
Porsentase Porsentase Porsentase Porsentase Porsentase Porsentase Porsentase Porsentase
Desa yang tidak melakukan pengolahan sampah Desa yang melakukan pengolahan sampah frekuensi pengangkutan sampah tidak memadai frekuensi pengangkutan sampah memadai pengangkutan sampah yang tidak tepat waktu pengangkutan sampah yang tepat waktu Desa yg tidak melakukan pengolahan sampah setempat Desa yg melakukan pengolahan sampah setempat
Bila dijabarkan sebagaimana hasil Study Ehra tersebut di atas, maka Kab. Bima memiliki permasalahan yang serius terhadap pengelolaan persampahan, di mana rata-rata lebih dari 90% bermasalah terhadap: tidak melakukan pengolahan
sampah,
frekuensi
pengangkutan
sampah
tidak
memadai,
pengangkutan sampah yang tidak tepat waktu dan rata-rata tidak melakukan pengolahan sampah setempat. Dari keadaan ini intervensinya jelas yaitu : pembangunan TPST/TPA, pengadaan armada sampah, konsep pengelolaan sampah dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Kab. Bima perlu diupayakan.
3.1.6. Drainase Lingkungan Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun ikut mempengaruhi terhadap perluasan wilayah pemukiman penduduk.
Adanya
perluasan pemukiman penduduk umumnya tidak disertai ketersediaan drainase lingkungan pemukiman yang memadai, hal ini terjadi karena pembangunan perumahan yang baru di Kabupaten Bima rata-rata tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), akibatnya tidak adanya pengawasan dari instansi terkait termasuk keadaan sistem drainase di lingkungan pemukiman baru tersebut. Keadaan ini akan menurunkan kualitas sistem drainase yang meliputi kurang lancarnya aliran air yang diakibatkan adanya sedimentasi, kerusakan jaringan dan pencemaran lingkungan. Daerah genangan di Kab. Bima berdasarkan hasil study Ehra dapat digambarkan sebagaimana tertera pada grafik di bawah ini Grafik : 3.8
Wilayah yang tidak tergenang air
%
Wilayah yang tergenang air
% Sumber: Hasil Study Ehra Pokja AMPL-BM Kab. Bima, 2011
Cakupan drainase dan area genangan di Kab. Bima berdasarkan data sekunder belum dapat dikalkulasikan dengan tepat karena keterbatasan data
yang ada di SKPD terkat, akan tetapi dari hasil study Ehra diperoleh gambaran bahwa cakupan daerah genangan Kab. Bima mencapai 1,8%. Sementara itu daearah yang tidak tergenang mencapai 98%, dengan demikian maka sebagian besar wilayah Kab.Bima tidak bermasalah dengan kenangan air meskipun saat musim hujan. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; kondisi topografi yang tidak memungkinkan adanya genangan air, disamping itu kondisi tanah yang memiliki tingkat resapan air yang tinggi dan saluran drainase lingkungan yang ada mampu mengalirkan air dengan baik. 3.1.7. Pencemaran Udara Pencemaran udara umumnya terjadi akibatnya meningkatnya konsentrat korbon dioksida dan zat lainnya di udara. Zat-zat tersebut umumnya bersumber dari asap baik dari pabrik industri, kendaran bermotor, serta asap dari pembakaran lainnya. Kabupaten Bima merupakan salah satu daerah agraris dengan jumlah petani mencapai 70%, dan tidak terdapat industri-industri besar, sehingga keadaan udara di Kabupaten Bima masih dibawah batas normal. 3.1.8. Limbah Industri Keberadaan industri – industri di Kabupaten Bima baik yang berskala kecil atau menengah tidak dapat dipisahkan dengan limbah yang dihasilkannya seperti limbah domestik, limbah industri atau limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), di Kabupaten Bima secara umum air limbah masih dikelola secara tradisionil, bahkan di beberapa lokasi belum dikelola samasekali (belum terdapat saluran). Buangan air kotor/limbah rumah tangga pada umumnya dibuang ke saluran lingkungan permukiman tanpa pengolahan terlebih dahulu. 3.1.9. Limbah Medis Limbah medis di Kabupaten Bima lainnya dihasilkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas. Penanganan limbah medis sama sekali belum ditangani dengan baik, buangan air limbah pada umumnya langsung dialirkan pada selokan dan dibuang pada lubang peresap tanpa diolah terlebih dahulu
sehingga
bisa
mengakibatkan
pencemaran
air
tanah
dan
lingkungan.
Sementara itu limbah (sampah) yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bima, karena letaknya masih dalam wilayah Kota Bima maka proses pengangkutannya dibantu oleh mobil sampah kota bima. Pihak RSUD menyediakan penampungan kemudian diangkut oleh petugas kebersihan dengan truk sampah ke tempat penampungan akhir 3.2. Pengelolaan Limbah Cair Sistem
pembuangan
air
limbah
harus
dipisahkan
dengan
sistem
pembuangan air hujan, namun sering dijumpai limbah dari rumah tangga dibuang ke dalam sistem pembuangan air hujan yang dapat mengakibatkan polusi/ pencemaran lingkungan hidup. Sarana pembuangan limbah Kabupaten Bima dapat dibedakan menjadi pembuangan limbah manusia dan pembuangan limbah rumah tangga. Pembuangan limbah manusia menggunakan sarana berupa jamban keluarga, MCK atau bentuk-bentuk sarana lainnya. Sedangkan pembuangan limbah rumah tangga langsung dialirkan ke saluran drainase lingkungan, sungai dan tempat terbuka (halaman,kebun,sawah,dll). Akan tetapi dibeberapa tempat khususnya di daerah pelosok Kabupaten Bima masih dijumpai masyarakat yang buang tinja di tempat yang tidak semestinya seperti di gunung, kebun, sungai, selokan, pinggir pantai,dll Dengan demikian maka perlu adanya perencanaan mengenai pengolahan air limbah pada wilayah Kabupaten Bima. Pengolahan air limbah direncanakan dengan menggunakan sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/ resapan air baku. Saat ini Sistem Pengelolaan Air Limbah permukiman di Kabupaten Bima dilakukan dengan Sistem pengelolaan air limbah setempat (On-Site Sistem) yaitu sistem penanganan air limbah domestik yang dilakukan secara individual dan/atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber. Sedangkan sistem off-site atau dikenal dengan istilah sistem terpusat atau sistem sewerage, yaitu sistem yang menggunakan perpipaan untuk
mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL tidak ada di Kabupaten Bima sehingga sistem ini kurang populer dikalangan masyarakat Bima. Pengelolaan air limbah yang kurang baik menyebabkan sumber wabah penyakit dan menimbulkan pencemaran Lingkungan, seperti pencemaran air, tanah dan pengaruh langsung yang sering dirasakan ialah mengganggu segi estetika yaitu timbulnya bau dan pemandangan yang buruk. Disamping itu, masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi/jamban dan masih banyak masyarakat buang air besar ( BAB ) disembarang tempat seperti sungai, kebun, halaman rumah, merupakan masalah yang timbul di masyarakat saat ini. Upaya penanganan pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Bima belum maksimal dilaksanakan karena belum adanya Instalasi Pengolahan Air limbah serta Dasar Hukum juga belum ada, sehingga masih banyak ditemukan kendala dan masalah yang terjadi antara lain dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.9 Permasalahan Limbah Cair dan Upaya Penanganan Kabupaten Bima Tahun 2007
No (1)
A.
Aspek Pengelolaan Air Limbah
Permasalahan yang dihadapi
(2)
(3)
Kelembagaan : - Bentuk Institusi - Dasar hukum pembentukan institusi - SDM
(4)
(5)
Kinerja belum memadai
(6)
Kinerja dipacu memperjelas tupoksi yg ada
Belum efektif
B. Teknis Operasional : 1. Perencanaan Ketersediaan dokumen perencanaan Belum tersedia (MasterPlan,FS, DED) 2. Sanitasi Sitem On-Site :
Yang sdh dilaku-kan
Tindakan Yg sdg Yang dilaku- direncanakan utk kan dilakukan
Penang gung Jawab (7)
Dinas PU Kabupat en Bima
Diberdayakan dgn pelatihan
-
-
Penyediaan dokumen perencanaan (Master Plan, FS, DED)
Dinas PU Kabupat en Bima
a Pembangunan Baru : - MCK
- Jamban Keluarga dan Septicktank/Cubluk
- Septicktank Komunal - PS Sanitasi berbasis Masyarakat
E.
Sosialisasi PHBS & Pemb. SAB dan Sanitasi
-
-
Penambahan SAB & Sarana Sanitasi yg sehat, serta penyuluhan ttg PHBS, sehingga masy. Lebih sadar akan Dinas pentingnya PU Sarana Sanitasi Kabupat en Bima dan Instansi terkait lainnya
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Belum tersedia
- IPLT
Belum Ada
- Tarif Retribusi - Mekanisme penarikan Retribusi - Realisasi penerimaan Retribusi - Lain – lain Peraturan Per-uu an - Kelayakan Pakai - Penerapan Sanksi - Lain – lain Peran serta Masy. dan Swasta : - Kampanye/Penyuluhan
Pemb. MCK tersebar di Kec.
Pemb. Sanitasi melalui Proyek berbasis masy, spt WSLIC-2, dll
- Truk Tinja
- Lain – lain b Rehabilitasi dan Peningkatan Kapasitas : - Truk Tinja - IPLT - Lain – lain c Operasi dan Pemeliharaan : - Truk Tinja - IPLT C. Pembiayaan : - Sumber-sumber Pembiayaan - Alokasi APBD
D.
Terbatas, tdk dipelihara serta kurang SAB msh byk masy BAB di Sembarang tmpat krn kurang pengetahuan ttg PHBS -
Tebatas Tidak ada
Partisipasi masy. krn
Peren. disesuaikan dg dana yg ada -
-
-
-
Pengadaan Truk Pemkab Tinja Bima Pemb. IPLT Dinas PU -
Dana disesuaikan dgn kebutuhan Pemkab Bima -
-
Pemkab Bima dan Dinas
kesibukan sbg petani,dll Kurang Sosialisasi
- Keterlibatan Swasta - Partisipasi aktif Masyarakat - Lain – lain Sumber Data : RPIJM Kabupaten Bima 2010-1014
-
Terkait -
-
-
-
3.2.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Landasan Operasional sistem penanganan limbah cair (tinja) adalah Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419), PP No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air PP Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 PP Nomor 18 tahun 1999 jo PP No.85 tahun 1999 tentang Pengelolaan LB3 Peraturan Daerah Kabupaten Bima No.6 Tahun 2011 tentang pengelolaan ar minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM)
Peraturan Daerah No.06 Tahun 2011 sampai saat ini baru sampai tahap sosialisasi dan menunggu Peraturan Bupati sebagai aturan pelaksananya 3.2.2. Aspek Institusional Mengacu pada peraturan yang berlaku selama ini, belum ada aturan secara implisit mengenai sistem pengelolaan limbah cair di kabupaten Bima, tapi dengan lahirnya Perda No.07 Tahun 2011 tentang AMPL maka Lembaga atau dinas yang berkaitan dengan penanganan limbah cair di Kabupaten Bima adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan diatur secara umum. Berdasarkan ketentuan Perda tsb bahwa : - Dibentuk kelompok Kerja AMPL-BM ditingkat Kabupaten dan Kecamatan - Bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi terkait dengan operasionalisasi kebijakan - Sebagai pengelola AMPL-BM ditingkat desa maka dibentuk kelompok pengelola AMPL-BM tingkat desa 3.2.3. Cakupan Pelayanan Prasarana dan sarana pengelolaan limbah cair di Kabupaten Bima masih terbatas pada skala rumah tangga saja, baik yang diperuntukan bagi tempat pembuangan limbah(tinja) manusia maupun untuk pembuangan limbah rumah tangga, sedangkan untuk skala yang lebih besar/ luas seperti IPAL dan IPLT belum ada. Termasuk dalamnya tempat-tempat usaha rata-rata belum memiliki sarana pengolah limbah terutama pada industri kecil dan industri rumah tangga. Hal ini tidak jarang menimbulkan rasa ketidaknyaman bagi masyarakat terutama sekitar areal usaha Data yang menggabarkan tentang cakupan pelayanan penanganan limbah cair di Kabupaten Bima dapat dilihat dalam tabel di bawah ini
Tabel 3.10 Cakupan Pelayanan Air Limbah Sistem On – Site Kabupaten Bima Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Puskesmas Sape Lambu Wera Ambalawi Wawo Langgudu Palibelo Belo Woha Bolo Madapangga Monta Parado Donggo Soromandi Sanggar Tambora Pai Ngali Lambitu
Jumlah
Jaga/ MCK
Cakupan
10.014 7.134 4.547 3.239 4.003 6.529 5.957 3.115 10.519 9.520 6.021 6.876 2.010 4.098 2.674 2.577 1.323 473 2.604 1.151 94.384
76,07 82,23 74,84 56,97 95,04 88,55 88,54 87,80 87,67 87,64 85,09 79,84 87,24 81,10 77,26 75,07 67,50 42,84 85,80 83,53 81,55
Keterangan
Sumber Dinkes Kabupaten Bima,2010
Berdasarkan data di atas bahwa tolok ukur perhitungan jumlah jamban MCK, jaga permanen, semi permanen dan cubluk) berdasarkan jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Bima (20 Puskesmas) sehingga diperoleh cakupan sanitasi (jamban) sisten on site mencapai 81,55. Tingganya cakupan sanitasi (jamban) di Kabupaten Bima sebagai akibat dari adanya intervensi berbagai program seperti WSLIC-2 Paket F, WSLIC Paket G (STBM), Unicef, dll. Akan tetapi sarana sanitasi yang ada masih banyak yang belum memenuhi standar kesehatan karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan kurangnya kesadaran masyarakat pengguna. Berdasarkan hasil Inspeksi sanitasi, bahwa sarana sanitasi (jamban) yang memenuhi standar kesehatan mencapai 54,7 % dari total sarana yang terbangun, sehingga perlu segera diintervensi agar tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan. 3.2.4. Aspek Teknis dan Teknologi 3.2.4.1.Sistem terpusat/offsite system
Sanitasi sistem off-site atau dikenal dengan istilah sistem terpusat atau sistem sewerage, yaitu sistem yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL. Biasanya sistem off site diterapkan pada kawasan - Kepadatan > 100 org/ha - Bagi kawasan berpenghasilan rendah dapat menggunakan sistem septik tank komunal (descentralised water treatment) dan pengaliran dengan konsep
perpipaan
shallow
sewer.
Dapat
juga
melalui
sistem
kota/modular bila ada subsidi tarif. Bagi kawasan terbatas untuk pelayanan 500–1000 sambungan rumah disarankan menggunakan basis modul. Sistem ini hanya menggunakan 2 atau 3 unit pengolahan limbah yg paralel. Off site system belum pernah dibangun di Kabupaten Bima sehingga istilah ini tidak populer dikalangan masyarakat
3.2.4.2 Sistem setempat/onsite system Sanitasi sistim on-site atau dikenal dengan sistem sanitasi setempat yaitu fasilitas sanitasi individual seperti septik tank atau cubluk, akan tetapi yang biasa kita temukan dimasyarakat kabupaten Bima banyak dari sarana tsb dalam waktu tertentu bisa mencemari air tanah karena lubang pembuangan tinja tidak kedap air. Sistem on site ini idealnya diterapkan pada: -
Kepadatan < 100 org/ha
-
Kepadatan > 100 org/ha sarana on site dilengkapi pengolahan tambahan seperti kontak media dengan atau tanpa aerasi
-
Jarak sumur dengan bidang resapan atau cubluk > 10 m
-
Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani penduduk urban > 50.000 jiwa atau bergabung dengan kawasan urban lainnya
3.2.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Penanganan Limbah Cair
Peran masyarakat dan jender dalam penangan limbah cair selama ini cenderung sifatnya personal artinya tidak diatur secara sistematis dalam kelembagaan formal.
namun demikian lewat Sanitarian Puskesmas sedang
diterapkan sistem “Sanitation Marketing Plan” yaitu sebuah program pemasaran sanitasi yang dimotoring oleh STBM kabupaten Bima. Program pemasaran sanitasi ini sementara masih dalam tahap uji coba di mana menjalin kerja sama pihak swasta (person)
yang peduli dengan pembangunan sanitasi dengan
menyiapkan paket jamban yang terjangkau bagi masyarakat pedesaan dengan sistem cash dan kredit. Capaian hasil kegiatan Sanitasi Marketing Plan (SMP) Kabupaten Bima sebagimana terlihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.11 Jumlah Jamban Berdasarkan Hasil Kegiatan sanitasi Marketing Plan Program STBM di Kabupaten Bima Tahun 2010 No. 1
1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan
Desa
2
Ambalawi Wera Madapangga Woha Bolo Sape Belo
Jumlah Jamban
Keterangan
4
5
3
Tolowata Nunggi Dena Pandai Tambe Parangina Cenggu
10 Unit 5 unit 150 unit 11 unit 12 unit 3 unit 5 Unit
Sumber: Dinkes Kabupaten Bima,2010
Dengan potensi dan karakteristik masyarakat Kabupaten Bima yang heterogen merupakan aset dalam upaya
meningkatkan kesadaran dan
kepedulian terhadap lingkungan. Sejak 10 tahun terakhir
Pemerintah
Kabupaten Bima dan kemudian didukung oleh segenap elemen masyarakat telah menerapkan satu program yaitu Program Jumat Bersih, di mana setiap hari jumat masyarakat melakukan gerakan bersama dalam rangka operasi kebersihan lingkungan yang dimotoring oleh seluruh Kepala Desa dalam menggerakkan seluruh warganya agar perduli dengan lingkungan. Kemudian peran serta wanita dalam penanganan limbah cair dan limbah rumah tangga sangat diperlukan karena mereka keseharian yang berurusan dengan dapur dan sampah/ limbah, wanita menyadari akan pentingnya membuang limbah itu pada tempatnya atau mengumpulkannya ke tempat penampungan kemudian di buang ke tempat nya
Dengan
adanya
kesadaran
dari
ibu-ibu
rumah
tangga
dengan
tidak
sembarangan membuang limbah itu juga bagian dari peran jender dalam menjaga kebersihan dan pengelolaan limbah rumah tangga. Sisi lainnya disadari bahwa banyak sarana sanitasi yang dibangun baik oleh Pemerintah maupun non Pemerintah tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan terkesan tidak terawat, hal ini menunjukan rendahnya peran serta masyarakat dalam hal pemeliharaan sarana. 3.2.6. Permasalahan Dari uraian permasalahan diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai beikut: 1. Kurangnya perhatian serta sosialisasi peraturan perundang-undangan mengenai sistem pengelolaan air limbah. 2. Belum adanya Study dan Master Plan Sistem Pengelolaan Air Limbah. 3. Kurangnya Sumber Dana APBD II mengakibatkan kurangnya ketersediaan data pada SKPD terkait 4. Kebiasaan dan Kesadaran Masyarakat yang relatif rendah tentang pentingnya bak pengolahan air limbah di setiap rumah tangga. Persepsi dari sebagian masyarakat yang menganggap sarana sanitasi air limbah belum menjadi kebutuhan yang mendesak. Sebagian masyarakat lebih mudah
membuang
limbahnya
ke
saluran/
sungai
atau
karena
keterbatasan ekonominya belum mampu menyediakan sarana sanitasi sendiri. Untuk itu, bagaimana menurunkan tingkat pencemaran tersebut atau setidaknya mempertahankan kondisi perairan yang ada agar tidak tercemar
dan yang lebih penting lagi mencegah penyebaran penyakit
melalui air (waterborne desease) sehingga masyarakat aman dari sebaran penyakit yang berbasis lingkungan. 5. Mengingat
terbatasnya
kemampuan,
masih
banyak
masyarakat
menggunakan WC yang belum memenuhi standar kesehatan 6. Masih bercampurnya fungsi saluran drainase dengan fungsi pembuangan air limbah (saluran air limbah rumah tangga menyatu dengan saluran drainase)
7. Tidak ada standarisasi tempat penampungan limbah yang berwawasan lingkungan 8. Belum ada data yang akurat terhadap jumlah septic tank yang memenuhi standar teknis dan yang tidak 9. Belum terbangunnya IPLT 10. Belum ada IPAL
11. Belum ada sistem pengolahan percontohan air limbah komunal (skala perumahan, pasar tradisional, dll) 12. Belum terbangunnya saluran khusus untuk limbah pabrik (mencemari lingkungan)
Usulan dan Prioritas Pengelolaan Air Limbah Usulan beberapa program Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten Bima yang meliputi 1. Studi dan Master Plan Penataan Pengelolaan Air Limbah pada Wilayah Pengembangan (WP) Bima Bagian Tengah. 2. Detail Desain Pengelolaan Air Limbah, melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3 3. Pelaksanaan Fisik Pengelolaan Air Limbah melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3 4. Supervisi Pengelolaan Air Limbah melalui skala prioritas Tahun Pertama, Tahun ke 2 dan Tahun ke 3. 5. Pemantauan O&P secara berkala Pengelolaan Air Limbah 3.3. Pengelolaan Persampahan (Limbah Padat) Sampah adalah benda padat yang timbul dari kegiatan manusia yang dibuang karena tidak dipergunakan atau tidak diinginkan lagi oleh pemiliknya. Permasalahan
sampah
timbul
disebabkan
oleh
beberapa
faktor,
yaitu
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan penduduk, pola konsumsi masyarakat dan perilaku penduduk, aktivitas fungsi kota, kepadatan penduduk dan bangunan, serta kompleksitas problem transportasi. Faktor-
faktor tersebut disamping mempengaruhi jumlah timbulan sampah juga berpengaruh terhadap komposisi sampah. Berdasarkan sumbernya sampah dapat dibedakan atas sampah domestik (rumah tangga), sampah institusional (sekolah, kantor, dll.), sampah komersial (pasar, toko, dll.), sampah industri, sampah aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dll.), sampah rumah sakit, sampah pertanian dan peternakan, sampah konstruksi, dsb. Sedangkan komposisi sampah secara umum meliputi sampah organik, kertas, logam, kaca, tekstil, plastik/ karet, dsb. Pengelolaan sampah pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan jalan penyingkiran sampah sehingga berkurang volume dengan banyaknya. Pengelolaan sampah meliputi elemen penyimpanan di tempat-tempat penghasil sampah, pengumpulan di tempat pembuangan sementara dan depo-depo sampah, pengangkutan sampah ke tempat-tempat pembuangan akhir, pemanfaatan kembali atau daur ulang, dan pengolahan/ pemusnahan. Sarana pengolahan sampah diantaranya adalah truk pengangkut sampah, transfer depo, tempat pembuangan sementara (TPS),
incinerator, tungku pembakar, dan tempat pembuangan akhir (TPA). Pengelolaan sampah di Kabupaten Bima menerapkan sistem pengolahan sampah dengan pola 3R atau Pengurangan (reduce), Penggunaan kembali (reuse), dan Daur ulang (recycle), guna mengatasi masalah sampah pada masa mendatang yang diprediksi akan terus bertambah. Sistem pengolahan sampah 3R tersebut, akan dilakukan pengolahan sampah sesuai jenisnya. Seperti, untuk jenis sampah organik akan diolah menjadi pupuk kompos. Sedangkan, jenis sampah plastik dan logam akan diolah kembali. Tujuannya adalah untuk mengurangi tumpukan sampah yang nantinya dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Dalam
memperlancar
sistem
pengolahan
sampah
tersebut,
akan
menentukan lokasi yang sesuai dengan persyaratan kriteria teknis lingkungan. Persyaratan tersebut antara lain, pemenuhan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan, upaya pengelolaan lingkungan, pemantauan lingkungan.
Penyediaan tempat pengolahan sampah pola 3R dapat mengurangi masalah sampah yang terus menumpuk. Sebab, jika tidak demikan dapat menimbulkan masalah lingkungan. Manajemen Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima saat ini belum dikelola dengan baik sehingga tidak bisa ditampilkan data-data mengenai persampahan itu sendiri, baik dari segi sarana- prasarana pengangkut maupun TPA dan TPS nya "Sistem pengolahan ini akan diterapkan setelah perpindahan Pemerintahan Kabupaten Bima ke Woha. Sedangkan pembiayaan akan diusahakan melalui bantuan dari Departemen Pekerjaan Umum dan melalui Pemprovinsi Nusa Tenggara Barat maupun bantuan lain yang legal. Dalam jangka pendek pengelolaan sampah di Kabupaten Bima adalah dengan penyediaan Tempat Pembuangan sementara (TPS) dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). 3.3.1. Landasan Hukum/Legal Operasional 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Undang Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang 3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan 4. Undang
Undang
Nomor
2
Tahun
1992
Tentang
Perumahan
dan
Permukiman 5. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 6. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air 7. Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah 8. PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem penyediaan Air Minum 9. PP Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Amdal 10. PP Nomor 18 jo 85/1999 Tentang Limbah B3 11. Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Pengelolaan Persampahan Sebaran lokasi dan kriteria TPS, dan/atau TPA ditentukan berdasarkan persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI Nomor 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Kondisi saat ini penyebaran penduduk di Kabupaten Bima tidak begitu merata. Sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pusat kota. Sehingga jika peletakan TPS didasarkan pada luas wilayah, hal ini tidak menguntungkan. Terutama karena di daerah pedesaan yang masih memiliki lahan kosong cukup luas, masyarakat biasanya membuang sampah di lahan-lahan kosong tersebut. Untuk itu alternatif ke dua yaitu peletakan TPS berdasarkan jumlah timbulan sampah untuk wilayah yang dilayani. Pemilihan dan penetapan lokasi lahan sebagai calon lokasi tempat pembuangan sampah (TPA) harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu kriteria regional, kriteria penyisih, dan kriteria penetapan sebagai berikut : 1. Kriteria regional meliputi: Kondisi Geologi, yaitu tidak dibenarkan berlokasi di atas suatu holocene fault atau berdekatan dengan daerah yang mempunyai sifat bahaya geologi yang dapat merusak fasilitas TPA. Daerah yang dianggap tidak layak adalah daerah formasi batu pasir, batu gamping, atau dolomit berongga dan batuan berkekar lainnya (jointed rocks). Kondisi Hidrogeologi, yaitu lokasi TPA tidak boleh terletak di tempat yang mempunyai muka air kurang dari 3 meter, tidak boleh mempunyai kelulusan tanah lebih besar dari 10 cm/det serta harus berjarak lebih dari 100 meter terhadap sumber air minum di hilir aliran. Lereng, yaitu lokasi TPA tidak boleh terletak pada bukit dengan lereng tidak stabil dan akan dinilai layak apabila terletak di daerah landai yang agak tinggi, bekas tambang terbuka dengan kemiringan 0-20%. Tidak layak di daerah dengan depresi yang berair, lembah rendah dan tempat
yang berdekatan dengan air permukaan dengan kemiringan alami lebih besar dari 20%. Tata Guna Tanah, yaitu TPA yang digunakan untuk sampah organik tidak boleh terletak di radius 3.000 meter dari landasan lapangan terbang untuk pesawat turbo jet dan 1.500 meter untuk landasan pesawat lain, karena akan menarik kehadiran burung. Selain itu, tidak boleh terletak di wilayah peruntukan bagi lokasi sarana dan daerah lindung perikanan, satwa liar, dan pelestarian tanaman. Daerah Banjir, yaitu lokasi TPA berada di daerah banjir dengan daur 25 tahun. 2. Kriteria penyisih dilakukan dengan mengikuti Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA (SNI T-11-1991-03), yang melakukan pembobotan berdasarkan kesesuaian iklim, utilitas yang tersedia, lingkungan biologis, kondisi tanah, hidrogeologis, dan tata guna lahan. 3. Kriteria penetapan merupakan kriteria berkaitan dengan kewenangan instansi terkait untuk menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijakan dan ketentuan setempat yang berlaku. 3.3.2. Aspek Institusional Di dalam struktur pemerintahan Kabupaten Bima, urusan kewenangan pengelolaan sanitasi yang meliputi sub sektor pengelolaan sampah berada dalam Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Badan lingkungan Hidup. 3.3.3. Cakupan Pelayanan Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima ini belum ada penanganan oleh pemerintah, baik dari sisi kelembagaan dan penyediaan sarana dan prasarana persampahan. Selama ini penanganan persampahan masih dikelola sendiri secara individual oleh masyarakat mulai dari pewadahan sampai pembuangan. Walaupun sebenarnya institusi pemerintah yang mempunyai tugas yang berkaitan dengan persampahan sudah ada, namun program yang dilakukan
belum menyentuh bidang persampahan. Pelayanan kebersihan untuk kabupaten Bima saat ini relative masih rendah, hal ini dilihat dari luas layanan kebersihan yang hanya mencakup di daerah Perkotaan saja, dari 18 (dua belas) Kecamatan yang ada baru 4 (empat) kecamatan yang bisa terlayani, dengan prosentase cakupan untuk tahun 2006 sebesar 1,0% terhadap jumlah penduduk terlayani persampahan dan Tahun 2007 sebesar 1,5 % terhadap jumlah penduduk terlayani persampahan. Sedangkan untuk Daerah/kecamatan yang berada diluar empat kecamatan tadi, baru dapat terlayani sebagian kecil saja bahkan ada daerah yang belum sama sekali tersentuh pelayanan, tentunya hal ini akan menjadi suatu bahan acuan bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah, Serta Peran serta Masyarakat dan Dunia usaha/Swasta
untuk
terus
mengangkat
masalah
Kebersihan
lingkungan
khususnya pelayanan persampahan sebagai Isu Central. Dengan
meningkatnya jumlah
penduduk, perkembangan
teknologi serta
meningkatnya taraf hidup masyarakat cenderung menyebabkan bertambahnya volume sampah yang dihasilkan dengan karakteristik lebih bervariasi, sehingga perlu pengelolaan sampah yang lebih baik dan tepat. Dengan demikian maka institusi pemerintah harus segera memulai penanganan sampah agar tidak menjadi gangguan bagi lingkungan pada masa yang akan datang. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Yang Ada (Aspek Teknis) 1. Teknik Operasional Pengelolaan persampahan Timbulan
sampah
di
Kabupaten
Bima
selain
berasal
dari
daerah
permukiman (sampah rumah tangga) serta sampah yang berasal dari pertokoan, hotel, pasar, restoran, sekolah, jalan dan sebagainya. Dari data yang diperoleh dari Kantor-kantor Kecamatan sebagai pengelola kebersihan dan hasil pengamatan di lapangan tahun 2007, timbulan Sampah Kabupaten Bima secara keseluruhan pada saat ini adalah sebesar 1266,96 m3/hari. Berdasarkan wilayah administrasi kecamatan baru 4 kecamatan (Kecamatan Woha, Bolo, Monta dan Sape) yang memiliki truk angkutan sampah dengan
pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Bima sampai dengan Tahun 2007 baru mencapai 45,3 M3 /hari. Sedangkan kecamatan lainnya yang tidak memiliki sarana angkutan sampah, pengelolaannya masih dibuang di sembarang tempat atau dibakar. Upaya pengurangan sampah melalui kegiatan 3R (reduce, reuse, recyle) sudah dilakukan di Kecamatan Sape dengan kapasitas 10 m3/hari dengan luas lahan 100 m2. 2. Daerah Pelayanan dan Kondisi Spesifik Daerah pelayanan masih pada kawasan – kawasan tertentu disekitar Ibukota Kecamatan-kecamatan (IKK) dan dibuang di TPS-TPS yang ada karena belum memiliki TPA sampah. Juga masih terbatasnya sarana pengangkutan (truk) sampah. Sehingga tingkat pelayanan masih rendah hanya meliputi wilayah perkotaan di kecamatan-kecamatan.
Pelayanan
persampahan sampai tahun 2007 baru dapat mengangkut sampah sekitar 45,3 M3/hari atau sekitar 3,55% dari seluruh timbulan sampah yang ada di Kabupaten Bima. 3. Prasarana dan Sarana Berdasarkan data yang ada bahwa volume sampah yang dihasilkan dari sumber sampah yaitu rumah tangga, pasar dan pertokoan setiap hari sebanyak 1266,96 m3 diangkut dengan menggunakan truk dan dibuang di tempat pengumpulan sampah sementara. Sementara itu jumlah tempat pengumpulan sampah sementara yang ada sebanyak 10 unit dan truk 5 unit sedangkan transfer depo dan pewadahan belum tersedia. Data yang ada di Kabupaten Bima saat ini adalah data tahun 2007 mengenai sistem pelayanan persampahan, akan tetapi tampilannyapun tidak lengkap sebagaimana tertera dalam tabel di bawah ini :
No. 1.
Tabel 3.12 Sistem Pelayanan Persampahan di Kabupaten Bima Tahun 2007 Uraian Satuan Volume Pengelolaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bima khususnya di 18 kecamatan saat ini adalah pembuangan sampah secara langsung
-
-
Ket. -
di atas tanah logok atau diatas tanah datar ( Open Dumping )
2.
Teknik Operasional a. Cakupan pelayanan b. Perkiraan timbunan sampah c. Timbunan sampah yang terangkut - Permukiman - Non Permukiman - Total d. Kapasitas pelayanan TPA e. Kapasitas pelayanan pengumpulan sampah
3.
86 m3 1124
-
m3/hari m3/hari m3/hari m3/hari m3/hari
62 24 86 -
-
Rp/thn Rp/thn Rp/thn
300.000.000 -
-
-
-
-
Pembiayaan Biaya Pengelolaan - Pengumpulan sampah - Pengolahan sampah - Pendapatan retribusi
4.
1,5 % m3/hari
Hukum dan Peraturan Hukum dan Peraturan yang berkaitan dengan masalah pengelolaan sampah sampai saat ini belum dibuat.
Sumber Data : RPIJM 2010-1014 Kabupaten Bima
Tabel 3.13 Sistem Pelayanan Persampahan di Kabupaten Bima Tahun 2007 No.
Uraian
Satuan
1.
Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Pendapatan Penduduk Rata-rata Tata Guna Lahan : Komersil/Perkantoran/Perdagangan Daerah Permukian Fasilitas Umum Dan Lain-lain Topografi dan Geologi Permeabilitas Tanah Air Tanah : Tinggi muka air tanah Pemanfaatan Kualitas Air Permukaan : Debit Pemanfaatan Kualitas Kilmatologi : Arah angin Curah hujan rata-rata Kesehatan : Tiga penyakit paling dominant terkait dengan kondisi sanitasi yang buruk Kejadian khusus terkait sampah
410.682 86 Orang Org/Ha
2. 3.
4. 5. 6.
7.
8. 9.
Sumber Data : RPIJM Kabupaten Bima Tahun 2010-1014
Diare, malaria, tipus.
3.3.4. Aspek Teknis dan Teknologi 3.3.4.1.Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Ket.
Data mengenai Tempat Penampungan Sementara
(TPS) di Kabupaten
Bima saat ini belum tersedia, yang ada hanya gambaran singkat tahun 2007 saja, akan tetapi jelasnya metode pembuangan sampah yang masih banyak digunakan saat ini oleh mayarakat adalah metode “Open Dumping” ( pembuangan sampah langsung diatas tanah logok atau diatas tanah datar ). Dan pada umumnya masyarakat memusnahkan sampah dengan cara dibakar sehingga volume sampah yang harus diangkut ke tempat pembuangan relative kurang. Cara ini disamping memerlukan tanah luas juga kurang memenuhi syarat kesehatan serta mempunyai resiko lingkungan tinggi. Karena belum ada pengelolaan di bidang persampahan maka kondisi sistem sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh pemerintah belum tersedia, hanya pewadahan yang diadakan sendiri oleh masyarakat yang pada umumnya tidak layak.
3.3.4.2.Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Saat ini Kabupaten Bima belum memiliki TPA karena Ibukota Kabupaten masih menyatu dengan Kota Bima yang dimekarkan beberapa tahun yang lalu sehingga TPA yang ada sebelumnya sekarang menjadi miliknya Kota Bima. 3.3.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Sampah Peran serta masyarakat sangat penting dalam pengelolaan persampahan. Peran serta masyarakat tersebut antara lain adalah dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Membersihkan lingkungan rumah sendiri, pekarangan dan perkebunan masing-masing
2) Membersihkan jalan dan lingkungan sekitarnya serta tidak membuang sampah di sembarang tempat 3) Menyediakan tong sampah atau kantong-kantong sampah 4) Kegiatan ibu-ibu PKK 5) Siswa dengan pramukanya Dalam penanganan pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima peran serta masyarakat bisa dikatakan masih kurang karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Hal ini juga dikarenakan sarana dan prasarana pendukung seperti mobil sampah, TPS dan TPA yang kurang tersedia sehingga terkesan peran serta masyarakat dalam pengelolan persampahan masih sendiri-sendiri 3.3.6. Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah Permasalahan dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Bima, dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek, sbb:
Tabel 3.14 Permasalahan Pengelolaan Sampah No.
Aspek
Permasalahan
- Pengaturan mengenai persampahan belum efektif 1.
2.
Dasar Hukum (Kebijakan)
Pendanaan
berlaku, meskipun saat ini Kabupaten Bima telah memiliki Perda No.6 pengelolaan ar minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM) Penerapan sanksi hukum masih sulit diterapkan karena terbatasnya anggaran untuk pelaksanaannya serta tingkat koordinasi antar instansi terkait lemah. Dukungan APBD II, APBD I dan APBN terhadap masalah persampahan cukup rendah
- Tempat Pemrosesan Akhir persampahan di Kabupaten 3.
Teknis Operasional
4.
Sosial
-
Bima belum ada, sehingga dapat memicu pembuangan sampah bukan pada tempatnya Penanganan sampah sampah sifatnya masih dilakukan sendiri-sendiri dan belum dikoordinir dengan baik meskipun dibeberapa kecamatan telah disiapkan beberapa sarana pendukungnya. Jumlah TPS belum merata tersebar diseluruh kecamatan karena beberapa alasan, diantaranya; lahan yang dijadikan TPS tidak tersedia
Ket.
No.
Aspek
Permasalahan
Ket.
- Pengaturan mengenai persampahan belum efektif 1.
2.
Dasar Hukum (Kebijakan)
Pendanaan
berlaku, meskipun saat ini Kabupaten Bima telah memiliki Perda No.6 pengelolaan ar minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM) Penerapan sanksi hukum masih sulit diterapkan karena terbatasnya anggaran untuk pelaksanaannya serta tingkat koordinasi antar instansi terkait lemah. Dukungan APBD II, APBD I dan APBN terhadap masalah persampahan cukup rendah
- Beberapa -
kecamatan dalam pengelolaan persampahannya hanya menimbun dan membakar saja serta adapula yang membuangnya disembarang tempat spt kesungai, selokan, jalan, taman, dsb. Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan seperti membuang sampah tidak pada tempatnya Adanya anggapan di masyarakat bahwa pengelolaan persampahan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
- Retribusi persampahan belum jalan seiring dengan kurangnya sarana transportasi pengangkutan sampah
5.
Kelembagaan
- Perhatian semua komponen dalam pengelolaan sampah Sumber :RPIJM,2010 - 2014
baik pemerintah sebagai pengambil kebijakan, dunia usaha maupun masyarakat relatif rendah Pendidikan perilaku membuang sampah sejak dini di lingkungan sekolah dan rumah
3.4. Pengelolaan Drainase Drainase lingkungan direncanakan untuk : Pertama, untuk mengalirkan air hujan dan mencegah genangan yang terlalu lama dan merupakan upaya preventif terhadap banjir. Kedua, mencegah agar air hujan tidak terlalu lama menggenangi badan jalan yang akan memperpendek umur jalan. Memperlancar pergerakan sehingga menjamin kegiatan ekonomi berjalan sebagaimana mestinya. Pada dasarnya, sudah banyak pembangunan saluran drainase di Kabupaten Bima yang tersebar di 18 Kecamatan dan 168 Desa. Namun sejalan dengan perkembangan kota dan pemekaran
wilayah serta kurangnya kesadaran
masyarakat membuat saluran drainase yang telah terbangun menjadi tidak berfungsi, bahkan ada yang beralih fungsi menjadi tempat pembuangan sampah, sehingga kapasitas saluran tidak mampu menampung air limpahan, khususnya pada curah hujan tinggi mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada titik – titik tertentu khususnya pada kawasan padat penduduk dan kemiringan (slope) rendah. Disamping itu, permasalahan yang muncul saat ini diakibatkan juga oleh proses sedimentasi yang cukup serius pada sungai sebagai buangan akhir dan
sebagian besar saluran belum dilengkapi dengan bangunan tanggul dan yang paling penting faktor tingkat pemeliharaan yang rendah dan sistem pengaliran belum terarah/tidak terpadu (saluran persil–tersier–sekunder hingga ke saluran induk/primer). Kabupaten Bima pada umumnya memiliki drainase yang baik (tidak tergenang), pengaruh pasang surut hanya seluas 7 Ha (0,002%) dari luas wilayah. Kondisi tergenang terus menerus dijumpai hanya seluas 287 Ha (0,066%), itupun dikarenakan belum tersedianya saluran drainase yang memadai dan merata di seluruh wilayah. (Sumber: RTRW Kabupaten Bima tahun 2005). 3.4.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Pengaturan tentang rencana program investasi infrastruktur Sub Bidang Drainase mengacu kepada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 239/KPTS/1987 tentang Fungsi Utama Saluran Drainase sebagai drainase kota dan fungsi utama sebagai pengendalian banjir. Selain itu harus memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya dengan prasarana dan sarana kota lainnya (persampahan, air limbah, perumahan dan tata bangunan serta jalan kota), sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional dan pemeliharaan. Program dan kegiatan Sub-Bidang Drainase bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari genangan. Dalam Perencanaan Sistem Drainase Perkotaan, tidak lepas dari perencanaan kota itu sendiri. Beberapa peraturan telah ada dan perlu diperhatikan dalam membuat Rencana Induk, agar tidak timbul hal-hal yang bertentangan. Beberapa peraturan yang yang penting dan telah dibuat di Kabupaten Bima antara lain : 1. Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota ( RDTR ) dan sebagian Rencana Teknik Ruang Ibukota ( RTR ) Kabupaten Bima, 2. Rencana Detail Tata Ruang Ibukota Kecamatan ( RDTRK ) di 4 ( Empat ) Kecamatan yang ada di Kabupaten Bima. Dalam penyusunan Rencana Induk Drainase haruslah mengacu pada peraturanperaturan tersebut agar tidak menyimpang atau berbenturan dengan rencana induk lainnya.
Aturan secara umum mengenai AMPL Kabupaten Bima yang di dalamnya juga memuat tentang drainase adalah 1. Peraturan
Daerah
Kabupaten
Bima
No.6
Tahun
2011
tentang
pengelolaan ar minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat (AMPL-BM) 2. Rancangan Peraturan Bupati Bima tentang petunjuk teknis pelaksanaan Perda Kabupaten Bima No.6 Tahun 2011 tentang pengelolaan AMPL-BM 3.4.2. Aspek Institusional Penanganan drainase di Kabupaten Bima dikelola oleh Bidang Cipta Karya Dinas pekerjaan Umum 3.4.3. Cakupan Pelayanan Pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk dikabupaten Bima yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan
kawasan
jasa/industri
yang
selanjutnya
menjadi
kawasan
terbangun. Kawasan perkotaan yang terbangun memerlukan adanya dukungan prasarana dan sarana yang baik yang mejangkau kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah. Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat sering kurang terkendali dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan, mengakibatkan banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai dihuni oleh penduduk. Kondisi ini akhirnya meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai. Hal-hal tersebut di atas membawa dampak rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun, dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, polder-polder, pompa-pompa, pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan air ke laut. Beberapa misi yang di kabupaten Bima ditempuh untuk dapat mewujudkan visi penanganan drainase adalah: - Membina penyelenggaraan pelayanan prasarana dan sarana drainase untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat - Membina pelaksanaan pembangunan dan mengembangkan prasarana dan sarana
penyehatan
lingkungan
permukiman
mendukung
pencegahan
pencemaran lingkungan - Mendorong peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat yang efektif dan efisien dan bertanggungjawab - Mendorong terciptanya pengaturan berdasarkan hukum yang dapat diterapkan pemerintah dan masyarakat untuk membangun pengelolaan pembangunan penyehatan lingkungan permukiman - Mendorong
peningkatan
kemampuan
pembiayaan
menuju
ke
arah
kemandirian - Mendorong peran serta aktif masyarakat dalam proses pembangunan prasarana dan sarana drainase - Mendorong peningkatan peran dunia usaha, perguruan tinggi melalui penciptaan iklim kondusif bagi pengembangan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan permukiman Secara umum kondisi saluran yang ada di beberapa Desa/Kecamatan di Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.15 Kondisi Saluran yang Ada Kabupaten Bima Tahun 2007
No
Nama Jalan/Lokasi Saluran
Panjan g (m)
Dimensi (m) Tinggi
Lbr
3
4
1. Kec.Bolo,Sape& Woha
3850 M
2.
Ds.Mpuri Madapangga
3.
Luas
Cath ment Area
Jml Pend
Konstruksi Kondisi Saluran Per Sal. ma Tana B S R nen h 8 9 10 11 12
5
( Ha ) 6
7
50
60
-
-
√
-
-
√
-
400 M
50
60
-
-
√
-
-
√
-
Ds.Taloko – Sanggar
448 M
50
60
-
-
√
-
-
√
-
4.
Ds.Rade Madapangga
700 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
5.
Ds. Rato Kec. Bolo
509 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
6.
Ds. Ncera Kec. Belo
261 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
7.
Depan Kantor Camat
192 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
1
2
Bolo 8.
Ds. Ngali Kec. Belo
336 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
9.
Ds. Wadukopa Kec.
452 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
Soromandi 10
Ds. Maria Kec. Wawo
131 M
50
60
-
-
√
-
√
-
-
Sumber Data : RPIJM Kabupaten Bima Tahun 2010-1014
3.4.4. Aspek Teknis dan Operasional Fungsi Drainase Perkotaan secara umum diuraikan sebagai berikut; -
Mengeringkan
bagian
wilayah
kota
dari
genangan
sehingga
tidak
menimbulkan dampak negatif. -
Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya.
-
Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
-
Meresapkan air pemukaan untuk menjaga kelestarian air tanah (konservasi air).
-
Melindungi prasarana dan sarana yang sudah terbangun
Berdasarkan fungsi layanan sistem drainasi dibagi menjadi 3 yang meliputi; a) Sistem drainase lokal : Yang termasuk sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti komplek permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial. Sistem ini melayani areal kurang dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainnya. b) Sistem drainase utama : Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer, sekunder,
tersier
beserta
bangunan
pelengkapnya
yang
melayani
kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota. c) Pengendalian banjir (Flood Control) : Adalah
ruas
sungai
yang
melintasi
wilayah
kota
yang
berfungsi
mengendalikan aliran air sungai, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia. Pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan tanggung jawab dinas pengairan (Sumber Daya Air).
Dan berdasarkan fisiknya sistem drainasi dibagi menjadi: a) Sistem saluran primer : Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan penerima air. b) Sistem saluran sekunder : Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan. c)
Sistem saluran tersier : Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal.
Pembangunan sistem drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih banyak meresap ke dalam tanah yang dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan antara lain dengan membuat bangunan resapan buatan, kolam retensi dn penataan lansekap. 1. Rencana Induk Rencana induk sitem drainase perkotaan adalah perencanaan menyeluruh sistem drainase pada satu wilayah perkotaan, untuk perencanaan 25 tahun. Lingkupnya adalah sistem drainase utama saja yang berada dalam satu daerah administrasi kota/perkotaan. 2. Studi Kelayakan Studi kelayakan sistem drainase perkotaan adalah perencanaan sistem drainase pada satu atau lebih daerah pengaliran air, untuk waktu perencanaan 5 atau 10 tahun. Lingkupnya diarahkan pada daerah prioritas yang telah ditentukan dalam rencana induk drainasse perkotaan. Kajian yang dilakukan meliputi kelayakan teknis, kelayakan keuangan/sosial ekonomi, kelayakan kelembagaan seta kelayakan lingkungan. 3. Perencanaan Teknis
Perencanaan teknis dibuat untuk daerah prioritas yang telah mempunyai studi kelayakan atau rencana kerangka (outline plan). Jangka waktu perencanaan untuk 2 sampai 5 tahun. Rencana teknis harus membuat persyaratan teknis dan gambar teknis, kriteria perencanaan dan langkahlangkah perencanaan konstruksi sistem drainase perkotaan. 4. Prinsip-Prinsip Utama Beberapa prinsip utama yang harus diletakkan sebagai dasar pembangunan sistem drainase perkotaan, antara lain :
Kapasitas sistem harus mencukupi, baik untuk melayani air hujan yang akan dialirkan ke badan penerima air (laut, sungai) atau diresapkan ke dalam tanah. Bilamana kapasitas tidak mencukupi, maka sistem akan menemui kegagalan dan terjadilah banjir atau genangan. Untuk mencapai kapasitas sistem yang memadai, dilakukan berdasarkan prinsip hidrologi dan hidrolika
Tata letak sistem memenuhi kriteria perkotaan dan memiliki kesempatan untuk perluasan sistem. Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan segi hidraulik dan tata letak dalam kaitannya dengan prasarana lain.
Stabilitas sistem harus terjamin, baik dari segi struktural, keawetan sistem dan kemudahan dalam operasi dan pemeliharaannya. Dalam pelaksanaannya
diperlukan
prinsip-prinsip
struktural
yang
harus
dipenuhi, termasuk bentuk struktur yang memudahkan operasi dan pemeliharaan.
Mengalirkan secara gravitasi, sistem drainase perkotaan sedapat mungkin menggunakan sistem pengaliran secara gravitasi, mengingat cara ini lebih ekonomis dalam pengoperasian dan pemeliharaannya
Minimalisasi
pembebasan
tanah,
pengembangan
sistem
drainase
perkotaan harus diusahakan mencari jalur terpendek ke badan penerima air. Hal ini agar pembebasan tanah dapat ditekan sekecil mungkin. Pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jaringan drainase selama ini cukup intensif di wilayah Kabupaten Bima, terutama di pinggir jalan-jalan utama, saluran drainase sebagiannya merupakan saluran irigasi yang berfungsi untuk
mengairi sawah, dan ada juga saluran irigasi beralih fungsi sebagai saluran drainase. Saluran drainase untuk saat ini berfungsi sebagai penggelontor saluran/ drainase kota pada daerah permukiman penduduk tetapi tidak efektif karena sedimentasi pada saluran drainase cukup banyak maka sulit apabila hanya digelontor saja sehingga harus dibersihkan secara langsung. Sedimentasi
saluran
dan
tersumbatnya
saluran
drainase
oleh
sampah,
mengakibatkan timbulnya genangan air di beberapa titik jalan pada saat musim hujan, yaitu meliputi kawasan Kec. Sape, Woha, Tambora dan Kec. Ambalawi 3.4.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Drainase Lingkungan Drainase di Kabupaten Bima rata-rata bermasalah, yang dalam hal ini disebabkan karena diantaranya pengaruh sedimentasi saluran, timbunan sampah dan sebagiannya bila datang hujan pada saat air laut pasang, maka saluran drainase tak bisa mengalir secara lancar ke sungai dan bahkan meluap sehingga mengakibatkan banjir di mana-mana. Hal itu diperparah dengan budaya buang sampah yang masih rendah membuat drainase penuh dengan sampah. Peran serta masyarakat didalam mendukung penanganan Drainase hanya dilakukan pada saat tertentu saja seperti jumat bersih, hari ulang tahun kemerdekaan Bangsa Indonesia yang kegiatannya dilakukan secara gotong royong dengan membersihkan saluran yang ada. Peran masyarakat yang lain datang dari anak-anak mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN), kampanye kebersihan lingkungan saat posyandu, kader desa siaga, dll. Para kader Posyandu dan Kader Desa Siaga bisa diharapkan banyak untuk memberikan bimbingan terhadap masyarakat khususnya para ibu rumah tangga didalam hal memberikan informasi betapa pentingnya kegiatan menjaga Saluran Drainase yang telah ada. Apabila Kegiatan ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka porsentasi kualitas kesehatan masyarakat dapat meningkat, termasuk dalamnya menjaga dan memelihara sarana yang dibangun. Peran serta masyarakat/ pihak swasta dalam penanganan drainase masih terbatas, terutama pada lingkungan perumahan sendiri-sendiri. Sehingga
diharapkan semua pemilik kepentingan/ pemangku kebijakan melakukan kesepakatan/ kesediaan untuk aktif dalam pembangunan organisasi pengelola/ pemeliharaan saluran drainase perkotaan ini, seperti: lembaga masyarakat (Karang taruna, PKK dll). 3.4.6. Permasalahan Pada dasarnya, sudah banyak pembangunan saluran drainase di Kabupaten Bima yang tersebar di 18 Kecamatan dan 148 Desa. Namun sejalan dengan perkembangan kota dan pemekaran
wilayah serta kurangnya kesadaran
masyarakat membuat saluran drainase yang telah terbangun menjadi tidak berfungsi, bahkan ada yang beralih fungsi menjadi tempat pembuangan sampah, sehingga kapasitas saluran tidak mampu menampung air limpahan, khususnya pada curah hujan tinggi mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada titik – titik tertentu khususnya pada kawasan padat penduduk dan kemiringan ( slope ) rendah. Disamping itu, permasalahan yang muncul saat ini diakibatkan juga oleh proses sedimentasi yang cukup serius pada sungai sebagai buangan akhir dan sebagian besar saluran belum dilengkapi dengan bangunan tanggul dan yang paling penting faktor tingkat pemeliharaan yang rendah dan system pengaliran belum terarah/tidak terpadu ( saluran persil–tersier–sekunder hingga ke saluran induk/primer ). Adapun permasalahan secara jelasnya dapat diuraikan dibawah ini: 3.4.6.1. Alih Fungsi Lahan Akibat
kebutuhan
lahan
yang
sangat
besar
untuk
pengembangan
permukiman, sering kurang terkendali, tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan berkelanjutan. Akibatnya banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (“retarding pond”), lahan basah (“wet land”) seperti rawa-rawa, situ-situ, embung dan lain-lain ditimbun sehingga merubah keseimbangan pola tata air. Hal-hal tersebut di atas akan berdampak rendahnya kemampuan sistem drainase untuk mengeringkan kawasan terbangun dan rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir (sungai, folder-folder, pompa dan pintu-
pintu pengatur) untuk mengalirkan air hujan ke badan air. Permasalahan tersebut di atas tentunya perlu diminimalisasi dengan produk pengaturan yang mengatur pembangunan di areal lahan basah (“wet land”). 3.4.6.2. Belum adanya Ketegasan Fungsi Sistem Drainase Permasalahan drainase masih sering dijumpai di kota-kota berkaitan dengan kualitas air yang dialirkan. Selama ini belum ada kejelasan apakah fungsi saluran drainase untuk sistem pematusan air hujan apakah juga untuk pembuangan air limbah dapur dan cuci (“grey water”), sementara fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan sistem air limbah yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara parsial oleh pengelola sampah dan masyarakat. 3.4.6.3. Kelengkapan Perangkat Peraturan Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana penyediaan prasarana dan sarana drainase di daerah adalah: - Keterlibatan, koordinasi dan peran serta instansi lain yang bertanggung jawab terhadap utilitas yang ada harus ditetapkan dalam suatu peraturan. Jalur, posisi dan kedalaman pipa-pipa gas, minyak, air bersih, listrik, telepon dan utilitas lainnya harus diketahui agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing. - Dalam penyusunan rencana pengelolaan prasarana dan sarana drainase, keterlibatan masyarakat dan swasta harus dapat dijelaskan. Kedudukan dan status mereka harus tertuang dalam peraturan daerah sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. - Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam melaksanakan penanganan drainase harus dirumuskan dalam peraturan daerah. - Peraturan
daerah
mengenai
ketertiban
umum
yang
menyangkut
penanganan drainase perlu disiapkan, seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan dan penggunaan daerah resapan air (wetland), termasuk sanksi yang diterapkan. 3.4.6.4 Penanganan Drainase Belum Terpadu Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu terutama pada sistem drainase yang dibangun oleh swasta/pengembang yang tidak selaras dengan pembangunan drainase makro yang lingkupnya lebih luas dari wilayah tersebut. Hal itu disebabkan karena tidak adanya Master Plan sebagai acuan pengembangan drainase Adapun Permasalahan dan Upaya penanganan yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Bima saat ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.16. Permasalahan dan Upaya Penanganan Kabupaten Bima Tahun 2007
No
Aspek Pengelolaan Drainase
Permasalah an yang dihadapi
1
2
3
A.
Kelembagaan : - Bentuk Institusi
- Dasar hukum pembentukan institusi - SDM
B. 1.
2. a
Teknis Operasional :
Perencanaan
Ketersediaan dokumen perencanaan (Master Plan, FS, DED)
Peningkatan/Pembanguna n Saluran Baru
Pemasangan Turap
-
Yang sudah dilak. 4
Tindakan Yang Yang sdg direncanak dilak. an utk dilak 5
Kinerja sesuai dgn Tupoksi yg ada
-
-
-
-
-
Member dayakan SDM yg ada
Belum tersedia mengingat lokasi tersebar di 18 Kecamatan & Ibukota Kabupaten masih dalam taraf pembahasan
6
Penan ggung Jawa b 7
Pengembang an Tupoksi
Dinas PU Pembinaan & Pelatihan lebih lanjut Penyediaan Dokumen perencanaan di masingmasing Ibukota Kecamatan
Pemka bBima & Dinas PU Kabup aten Bima
Pemka
b
- Turap kayu - Turap beton/beton bertulang - Batu kali/batu bata
Pemeliharaan Pelengkap -
c
3. a
b
c
d
4. a
b
c
C.
b Bima & Instan si Terkait
Bangunan
Gorong-gorong Pintu Air Pompa Talang Jembatan Waduk
Pembuatan Resapan
Kurang pemeliharaan oleh masy pengguna
Sumur
Kering/daera h resapan air kurang Belum diberdayakan oleh masy
Operasi dan Pemeliharaan Rutin
Penghijauan Pemb. Sumur resapan oleh proyek berbasis masy.
Masyar akat -
Pengerukan Saluran - Primer - Sekunder - Tersier
Tidak ada
-
-
Pemasangan Turap
- Turap kayu - Turap beton/beton bertulang
Pemeliharaan Saluran - Primer - Sekunder - Tersier
Pemeliharaan Pelengkap
Bangunan
- Gorong-gorong - Pintu Air - Pompa - Talang - Jembatan - Waduk Rehabilitasi Saluran dan Bangunan
Pemasangan Turap
- Turap kayu - Turap beton/beton bertulang - Batu kali/batu bata
Rehabilitasi Saluran - Primer - Sekunder - Tersier
Rehabilitasi Pelengkap
Bangunan
- Gorong-gorong - Pintu Air - Pompa - Talang - Jembatan - Waduk Pembiayaan :
Tidak ada
-
-
-
Pengerukan Saluran Pemasangan Turap
Dinas terkait
Semua Pihak
Hanya oleh pem saja, kurang dukungan masy & pd saat musim kering, byk drainase beralih fungsi sbg tempat sampah
-
-
Kurang pemeliharaan oleh masy pengguna
Semua Pihak
-
-
-
-
-
-
Pemasangan Turap
-
Rehab. Saluran yg rusak
-
Peningk./ Rehabilitasi saluran
-
Rehab. Banguna n Pelengk ap
-
Peningkatan Fungsi bangunan pelengkap
Dinas PU
Dinas PU
D. E.
- Sumber – sumber pembiayaan - Alokasi APBD Peraturan/Per-uu-an : - Kelayakan pakai - Penerapan sanksi Peran Serta Masy. : - Kampanye/Penyuluhan - Keterlibatan Swasta - Partisipasi Aktif Masyarakat
Sesuai Dana yg tersedia
-
Penambahan Alokasi Dana
-
-
-
-
Kurang
-
-
-
Terbatas
Penyuluhan
Pemka b Bima
Pemka b Bima & semua Pihak
Sumber Data: RPIJM Thn 2010-2014 Kabupaten Bima
3.5. Penyediaan Air Bersih Ketersediaan air bersih yang sehat sangat dibutuhkan masyarakat. Pada Tahun 2005 perusahaan yang menangani air bersih atau air minum di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat umumnya dan Kabupaten Bima khususnya adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Di Kabupaten Bima
ada 2 ( dua ) daerah perkotaan yang kondisi air tanah
dangkal dan air tanah sedangnya relatif baik (kualitas dan kuantitas) yaitu Kota Bolo Sila, Woha dan 2 (dua) kawasan perkotaan yang kondisi air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif tidak baik yaitu Kota Sape dan Belo. Dari Jumlah IKK yang ada 5 ( lima ) IKK yang kondisi umum air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif baik dan 2 (dua) IKK yang kondisi umum air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif tidak baik, Pada wilayah pedesaan ada 101 desa yang kondisi umum air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif baik dan 49 desa yang kondisi umum air tanah dangkal dan air tanah sedangnya relatif tidak baik. Secara umum di Kabupaten Bima kondisi air tanah dalamnya relatif baik kecuali beberapa daerah ROP dengan kualitas dan kuantitas ( debit air relatif kecil dan kebanyakan didaerah pesisir airnya payau) . Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan air bersih dan sehat, jumlah air bersih yang telah disalurkan kepada masyarakat atau konsumen pada Tahun
2009
sebanyak
1.747.608
m3
dengan
nilai
sebesar
Rp. 5.047.057.877,- Rata-rata pemakaian air adalah 152 m3. Tahun 2009, jumlah pelanggan PDAM adalah sebanyak 10.808.
Sebanyak
94,18% dari jumlah pelanggan tersebut adalah rumah tempat tinggal, sisanya adalah badan sosial, rumah sakit, tempat ibadah, perusahaan/industri, umum dan instansi pemerintah.
Kebutuhan air yang makin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya ragam pemanfaatan air perlu menjadi bahan pemikiran dan mendapat perhatian lebih serius secara dini. Hal ini terkait dengan ketersediaan air yang semakin menipis bersamaan dengan makin berkurangnya jumlah mata air di satu sisi, dan makin berkurangnya pohon-pohon besar yang merupakan pendukung persediaan air. Untuk lebih jelasnya penggunaan air di Kabupaten Bima Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini Tabel 3.17. Banyaknya dan Nilai Air Minum yang Disalurkan Melalui PDAM dirinci Menurut Jenis Pelanggan Tahun 2009 No.
Air yang Disalurkan Banyaknya (m3) Nilai/ Value
Banyaknya Pelanggan
Jenis Pelanggan
1
2
3
4
5
1. 2.
Rumah Tempat Tinggal Hotel dan Obyek Wisata Badan Sosial, Rumah Sakit, Tempat Ibadah Perusahaan/lndustri& Pertokoan Umum Instansi Pemerintah Lain-lain Susut/Hilang dalam Penyaluran
10.808 -
1.530.918 -
3.967.122.053 -
211
48.893
100.725.685
200 139 116 2 -
49.509 53.302 42.493 22.493 -
438.024.234 61.069.842 194.535.262 285.580.801 -
11.476
1.747.608
5.047.057.877
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jumlah
Sumber : Bima Dalam Angka Tahun 2010
Berdasarkan data PDAM Kabupaten Bima Tahun 2010 maka prosentasi pelayanan air minum oleh PDAM Kabupaten Bima mencapai 15,59 % artinya 84,41 % masyarakat Kabupaten Bima menggunakan sistem di luar PDAM seperti SGL, SPT, Sumur pompa Listrik, mata air dan sumber air bersih lainnya. 3.5.1. Landasan Hukum/Legal Operasional 1. Peraturan
Daerah
pengelolaan
air
Kabupaten minum
dan
Bima
No.6
penyehatan
Tahun
2011
lingkungan
tentang berbasis
masyarakat (AMPL-BM) 2. Rancangan Peraturan Bupati Bima tentang petunjuk teknis pelaksanaan Perda Kabupaten Bima No.6 Tahun 2011 tentang pengelolaan AMPL-BM 3. Undang Undang No 6 Tahun 1969 tentang Perusahaan Daerah.
4. Undang Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 5. PP No 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistim Air Minum. 6. Keputusan Menteri Negara Otonomi Daerah No 8 Tahun 2000 tentang Pedoman Akutansi PDAM. 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri no 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM 8. Perda
no
4
Tahun
1994
tentang
Ketentuan
pokok
Badan
Pengewas,Direksi & Kepegawaian PDAM 9. Kepts
Menteri Dalam Negeri No 35 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penyusunan Tarif Air Minum. 10. Keputusan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2002 tentang Asset yang dipisahkan. 11. 3.5.2. Aspek Institusional Penyediaan air minum dengan sistim perpipaan gravitasi dan non gravitasi di Kabupaten Bima secara kelembagaan biasa menjadi tanggung jawab PDAM Kabupaten Bima, akan tetapi ada juga sebagiannya mendapatkan dana bantuan dari beberapa program seperti WSLIC-2 (Dinkes), Unicef (Bappeda), dll. Sementara itu sistem air non perpipaan pada umumnya dibangun dan dikelola secara individual dan bahkan ada juga secara bersama-sama oleh masyarakat desa. Kemudian mengenai Kualifikasi SDM Bagian Produksi PDAM Kabupaten Bima sebagimana tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.18. Jumlah & Kualifikasi SDM Bagian Produksi PDAM Kabupaten Bima
No.
Nama Pegawai/Staff
Umur(Tahun)
Jabatan
Pendidikn Formal/Non Formal
Masa Kerja
1
2
3
4
5
6
STM
26
D3 AKATIRTA
11
1
Ramadhan
49
Kabag Produksi
2
M. Ikbal Sa’ala
30
Kasie Laboratorium
3
Muhammad M. Ali
49
Operator IPA Nungga
SMA
26
4
Sularto
49
Operator Pompa Raba Kodo
SMA
25
5
M Sobri
44
Operator Pompa Raba Kodo
SMA
20
6
Husniati
41
Operator Pompa Penatoi
SMA
20
7
Muhammad Firdaus
41
Operator Pompa Sakuru
SMA
9
8
Sumardin
38
Operator Pompa Naru Sape
SMA
10
9
Irwan Gunawan
29
Operator Pompa Jatiwangi
SMA
8
10
Damrin
29
Operator Pompa Wawo
SMA
8
11
Rifai
37
Operator IPA Nungga
SMA
5
12
Baharudin
39
Operator Pompa Monta
SMP
14
13
Dastrriyono
40
Operator Pompa Cenggu
SMP
12
14
Mahdin
44
Operator Instalasi Oi Si’i
SD
10
15
Abdul Latif
46
Operator IPA Nungga
SD
5
Sumber Data : PDAM Kabupaten Bima
3.5.3. Cakupan Pelayanan Sistem
Penyediaan
Air
Minum
(SPAM)
merupakan
pedoman
untuk
pengembangan sarana dan prasarana, serta pelayanan dan penyediaan kebutuhan air minum. Perencanaan dan pembangunan prasarana dan sarana air minum dilakukan
berdasarkan
atas
prioritas
pembangunan
kebutuhan
masyarakat terhadap air minum yang mendesak. Sistem sarana dan prasarana air minum yang dikembangkan di Kabupaten Bima menggunakan sistem perpipaan yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Bima dan yang dikelola oleh masyarakat serta sebagian non perpipaan pada kawasan perdesaan.
Kondisi
topografi
Kabupaten
Bima
memungkinkan
untuk
pembangunan jaringan perpipaan air minum dengan menggunakan sistem gravitasi, selain efektif dan efisien sistem ini mudah dalam operasionalisasi dan pemeliharaannya. Sistem pengaliran air minum ini digunakan untuk pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air. Pembangunan
sarana
air
minum
yaitu
dengan
membangun
bangunan
penangkap mata air/sumber air (broncaptering) berupa bak penampung untuk menangkap dan melindungi mata air dari pencemaran air yang kemudian dialirkan ke bak pembagi dan disalurkan ke hidran umum (HU) yang selanjutnya dimanfaatkan oleh masyarakat dengan mengambil air dari hidran umum tersebut. Cakupan pelayanan PDAM Kabupaten Bima berdasarkan profil tahun 2010 sebagaimana dalam dabel di bawah ini :
TABEL 3.19 CAKUPAN PELAYANAN PDAM BIMA TAHUN 2009 No
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Wilayah
2
Sape Belo Bolo Palibelo Langgudu Monta Wawo Wera Madapangga Sanggar Woha Kota Bima
Luas Wilayah 3
618,65 76,18 101,41 76,15 283,18 451 225,27 647,5 189,09 720 75,25 222,25
Jumlah Sumber Data : PDAM Tahun 2010 Rasio SR : 1 SR = 5.1 JIWA Rasio HU : 1 HU = 100 JIWA
Jml Pddk Adm
Jml Pddk Wil Pelayanan
Estimasi 80% (Jiwa)
SR
HU
Jml Jiwa Yg dilayani
% Cakupan Pelayanan Thd Estimasi
% Cakupan Pel. Thd Penddk Adm
Keterangan
12
4
5
6
7
8
9
10
11
81.373 19.342 41.526 23.715 29.786 32.931 17.692 27.575 27.729 11.528 40.146 125.766
68.345 13.694 39.022 20.947 12.874 21.250 15.755 16.167 24.083 8.437 36.746 110.662
54.676 10.955 31.218 16.758 10.299 17.000 12.604 12.934 19.266 6.750 29.397 88.529
382 60 567 477 260 563 1.036 548 378 58 1.665 5.343
2 31 5 1 19 11 9 4 13 44
2.148 306 5.992 2.433 1.826 2.971 7.184 3.895 2.828 696 9.792 31.649
3,93 2,79 19,19 14,52 17,73 17,48 57,00 30,11 14,68 10,31 33,31 35,75
2,64 1,58 14,43 10,26 6,13 9,02 40,60 14,12 10,20 6,04 24,39 25,17
488.111
395.542
316.434
11.337
139
71.719
19,75
12,66
PETA AREA PELAYANAN PDAM KABUPATEN BIMA
IKK SANGGAR : 11.632 Jiwa : 46 Unit : 4 Unit : 3.90%
P.SANGEANG
IKK BOLO Penduduk SR HU % Pelayanan
: 41.900 Jiwa : 571 Unit : 29 Unit : 14.88%
IKK WERA WERA DONGGO
KOTA BIMA Penduduk SR HU % Pelayanan
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 123.908 Jiwa : 5.247 Unit : 41 Unit : 36.53%
: 27.825 Jiwa : 550 Unit : 10 Unit : 21.50%
AMBALAWI
SANGGAR BOLO
RABA BIMA
P.KOMODO
Penduduk SR HU % Pelayanan
WAWO IKK MADAPANGGA Penduduk SR HU % Pelayanan
IKK MONTA Penduduk SR HU % Pelayanan
DOMPU
: 27.980 Jiwa : 387 Unit : 22 Unit : 12.12%
Penduduk SR HU % Pelayanan
MONTA
SAPE
WOHA BELO
SIMPASAI
IKK PARADO : 33.230 Jiwa : 504 Unit : 1 Unit : 16.54 %
MADAPANGGA
Instalasi Pengolahan Air DAM PELAPARADO
PALI BELO
IKK SAPE
LANGGUDU
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 8.861 Jiwa : 103 Unit : 1 Unit : 11.03%
: 50.349 Jiwa : 404 Unit : 3 Unit : 4.06 %
PARADO
Daerah pelayanan yang mendapat suplay air dari SPAM Dam Pelaparado
IKK PALIBELO
IKK WOHA
Penduduk SR HU % Pelayanan
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 23.929 Jiwa : 406 Unit : - Unit : 13.11 %
IKK BELO : 40.508 Jiwa : 1.716 Unit : 12 Unit : 31.78 %
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 19.517 Jiwa : 64 Unit : - Unit : 9.52 %
IKK LANGGUDU
IKK WAWO
Penduduk SR HU % Pelayanan
Penduduk SR HU % Pelayanan
: 30.055 Jiwa : 272 Unit : 6 Unit : 13.18 %
: 17.853 Jiwa : 956 Unit : 15 Unit : 54.92 %
Beberapa bentuk Instalasi Pengolahan Air oleh PDAM Kabupaten Bima, sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini: Gambar 1
INSTALASI PENGOLAHAN AIR NUNGGA KOTA BIMA Gambar 2
INSTALASI PENGOLAHAN AIR PELAPARADO Gambar 3
INSTALASI PENGOLAHAN AIR DIWUMORO SAPE
TABEL 3.20. CAKUPAN AIR BERSIH KABUPATEN BIMA TAHUN 2010
No
Puskesmas
1
2
Cakupan penduduk yang dilayani SAB Jumlah
Cakupan (%)
3
4
1
SAPE
44.919
82,32
2
LAMBU
26.857
77,81
3
WERA
20.841
81,13
4
AMBALAWI
17.180
89,75
5
WAWO
13.818
84,59
6
LANGGUDU
22.125
80,63
7
PALIBELO
20.875
82,39
8
BELO
9.541
79,54
9
WOHA
30.780
69,78
10
BOLO
38.273
87,61
11
MADAPANGGA
24.347
84,40
12
MONTA
26.448
75,95
13
PARADO
8.078
87,85
14
DONGGO
14.160
72,70
15
SOROMANDI
10.025
73,34
16
SANGGAR
10.756
79,66
17
TAMBORA
7.309
82,50
18
PAI
3.318
70,06
19
NGALI
10.487
84,96
20
LAMBITU
4.395
75,44
364.532
80,28
Jumlah
Sumber: Dinkes Kabupaten Bima
Cakupan air bersih kabupaten Bima Tahun 2009 sebesar 78,63 % dan pada tahun 2010 sebesar 80,28 % dari total penduduk atau meningkat sebesar 1,65 %, termasuk di dalamnya yang dilayani oleh PDAM Kabupaten Bima. Akan tetapi dari hasil inspeksi sanitasi oleh Dinkes Kabupaten Bima, sarana air bersih yang memenuhi syarat 71,52% dan SAB yang tidak memenuhi syarat sebesar 28,48 %. 3.5.4 Aspek Teknis dan Operasional Dalam rangka pelayanan air bersih pemerintah Kabupaten Bima telah menempuh dua sistem, yaitu :
3.5.4.1.Sistem Non Perpipaan Pelayanan air bersih dengan sistem non perpipaan adalah sistem pemenuhan kebutuhan air yang diperoleh langsung dari sumbernya, tanpa melalui jaringan penyalur/ pipa. Sumber air bersih non perpipaan berasal dari air tanah yang dimanfaatkan melalui pembuatan sumur gali (SGL), sumur pompa tangan (SPT) dan sumur pompa listrik (SPL). Selain itu juga dapat diperoleh dari air pemukaan (sungai dan mata air) yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dengan cara mengambil langsung dari sumbernya. Sumber air bersih dari non perpipaan adalah dari alam, maka ketersediannya sangat
bergantung
pada
kondisi
alam.
Oleh
karena
itu,
proyeksi
pemenuhannya tidak dapat diperhitungkan, hanya dengan cara melestarikan sumberdaya alam yang ada. Pencanangan upaya pelestarian alam dapat dijadikan usaha yang tepat untuk menjaga kelangsungan sumberdaya air agar dapat memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat 3.5.4.2.Sistem Perpipaan Selain sistem non perpipaan, kebutuhan air bersih di Kabupaten Bima dipenuhi dengan sistem perpipaan. Pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan adalah sistem pemenuhan kebutuhan air bersih yang diperoleh melalui sistem jaringan yang dikelola dan didistribusikan (dalam hal ini adalah PDAM Kabupaten Bima). Dalam mendukung sistem pelayanan jaringan air bersih di Kabupaten Bima terdapat banyak sumber air yang dapat digunakan sebagai suplai air bersih untuk kebutuhan masyarakat, sumber air yang tersedia di Kabupaten Bima yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk terhadap air bersih meliputi :
Tabel 3.21. Sumber AIR PDAM Kabupaten Bima JENIS SUMBER AIR BAKU NO
PDAM
1
2
MA
SB
AP
MAP
3
4
5
6
KAPASITAS Terpasang Produksi
JENIS INTAKE
JENIS TRANSMISI
JENIS JENIS PENGOLAHAN RESERVOIR AIR
STATUS
KET 14
(Ltr/dtk)
(Ltr/dtk)
7
8
9
10
11
12
13
60 6
43 3
Gallery Broncapt
Gravitasi Gravitasi
Pengolahan lkp SPL
Ground Ground
Aktif Aktif
A PDAM Kabupaten Bima 1 KOTA - IPA Nungga - Oi' Si'i
√ √
- Penaraga
√
5
5
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Aktif
- Sadia - Jatiwangi - Penatoi
√ √ √
3.5 4 10
3.5 4 10
Sumur Sumur Sumur
Perpompaan Perpompaan Perpompaan
-
Elevated Elevated Elevated
Aktif Aktif Aktif
- Kodo II
√
5
0
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Belum Dikelola
√
5
0
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Belum Dikelola
√ √
10 0 40
8 0 0
Sumur Sumur Sumur
Perpompaan Perpompaan Gravitasi Pengolahan lkp
Elevated Elevated Ground
Aktif Rusak Rusak
12
10
Sumur
Perpompaan
-
Elevated
Aktif
5 5
3 4
Broncapt Broncapt
Gravitasi Gravitasi
SIPAS SIPAS
Ground Ground
Aktif Aktif
5 5
5 0
Sumur Sumur
Perpompaan Perpompaan
-
Elevated Elevated
Aktif Belum Aktif
- Santi 2 IKK Kecamatan Sape - Naru Sape - Sangia - IPA Sumi Kecamatan Wawo - Maria Wawo Kecamatan Wera - Tawali Wera - Ntoke Wera Kec. Palibelo - palibelo - Nata
√ √ √ √ √ √
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
√
2.5
2.5
Sumur
Pompa
-
Elevated
Aktif
- Rabakodo
√
11
11
Sumur
Pompa
-
Elevated
Aktif
- Kalampa
√
4
3
Sumur
Pompa
-
Elevated
Aktif
√ √
3.5 3
3.5 3
Sumur Sumur
Pompa Pompa
-
Elevated Elevated
Aktif Aktif
Ground
Belum Aktif
Ground
Belum Aktif
Kecamatan Belo - Cenggu Kecamatan Woha
Kecamatan Monta - Tangga - Sakuru Kec. Parado Pengolahan Lengkap Pengolahan Lengkap
- IPA Pelaparado
√
50
0
Sumuran
Gravitasi
- IPA Kanca
√
10
0
Gallery
Gravitasi
10 0
8 0
Sumur Sumur
Perpompaan Perpompaan
-
-
Aktif Rusak
5 5
4 0
Broncap Broncap
Gravitasi Perpompaan
SIPA SIPA
Elevated -
Aktif Belum Aktif
√
5
5
gallery
Gravitasi
SIPA
Ground
Aktif
√
7
5
gallery
Gravitasi
SIPA
Elevated
Aktif
377
301444
Kecamatan Bolo - Rato - Kananga Kara
√ √
Kec. Madapangga - Madapangga - Mada Bure Kec. Sanggar - Sori Taloko
√ √
Kec. Langgudu - Sori Na'e JUMLAH Sumber Data : PDAM Kabupaten Bima
Keterangan : MA= Mata Air, SB=Sumur Bor, AP= Air Permukaan, MAP= Mata Air Pom
14
3.5.5 Permasalahan Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Bima (PDAM) dalam pengelolaan dan pelayanan air pada masyarakat : Unit Pengambilan Air Baku 1. Kurangnya sosialisasi tata guna air dan cenderung
hanya dimanfaatkan
untuk sektor pertanian sehingga berakibat PDAM tidak bisa memanfaatkan air baku secara optimal sesuai porsinya. Terutama pada air baku jenis mata air, air permukaan dan bendung. 2. Fluktuasi debit antara musim hujan dan musim kemarau cukup tajam 3. Masih terdapat adanya penebangan hutan secara liar yang berakibat pada berkurangnya daerah daerah tangkapan air. Unit Pengolahan / Produksi 1. SDM pada unit pengolahan /produksi, terutama pada level operator kurang memadai, 2. Jumlah Pegawai sudah tidak memenuhi rasio terhadap jumlah pelanggan yaitu 1,4 : 100, seharusnya 0.8 : 100 ( 0,8 pegawai melayani 100 pelanggan) 3. Tingkat pendapatan lebih rendah daripada pembiayaan Sample pengelolaan PDAM Kabupaten Bima dalam tahun 2009, hasil perbandingan Pendapatan dan Pembiayaan pada tahun 2009, PDAM Kabupaten Bima merugi sebesar Rp. 2.303.224.444,4. Kurangnya kapasitas produksi air akibat terbatasnya perolehan air baku. 5. Biaya produksi air relatif tinggi,terutama pada unit unit
produksi yang
menggunakan sistem perpompaan. ( Tarif Dasar Air belum mencapai BEP ) Unit Distribusi / Pelayanan 1. Terdapat pipa dan water meter yang telah melewati umur teknis, terutama pada pipa jenis ACP dan GIP
yang berakibat pada tingginya
angka
kebocoran. 2. Kurangnya water meter untuk distribusi air dan katup katup pengatur air. 3. Masih kurangnya pipa pipa untuk pelayanan.
4. 60 % Water meter pelanggan sudah melebihi umur teknis dan berdampak pada kurangnya akurasi angka penjualan air, tingginya angka kebocoran air dan berpengaruh pada pendapatan 5. As Build Drawing/Gambar tata laksana tidak lengkap 3.6. Komponen Sanitasi Lainnya 3.6.1. Penanganan Limbah Industri Industri-industri yang ada di Kabupaten Bima masih dikategorikan ke dalam industri kecil/ menengah yang tentu limbah yang dihasilkannya pun belum begitu menimbulkan efek yang besar bagi masyarakat dan lingkungan. Dalam realitas penanganan limbahnya belum tertangani dengan baik, dan hal ini akan menjadi masalah
jika
tetap
dibiarkan
tanpa
ada
upaya
penanganan
dengan
mempertimbangkan segi lingkungan. Data mengenai keadaan limbah industri dan penanganannya di SKPD terkait Kabupaten Bima belum ada, karena kebanyakan industri dimaksud berada di Kota Bima yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bima. 3.6.2. Penanganan Limbah Medis 3.6.2.1 Jenis Limbah dan Penanganannya Tabel 3.22. Jenis Limbah dan Penanganannya Kegiatan Yang No.
Menghasilkan Limbah/Cemaran
1 1
2 Kamar
Jenis Limbah
Asal Sumber
Penanganan
4
5
3 Mandi
Cair
dan Washtafel
Kegiatan BAK,
BAB
dan
Septik Tank
Pencucian
tangan 2
Apotik
Padat
Pembungkus obat dan
Dikumpulkan pada tempat
kerdus
khusus (dimanfaatkan kembali).
bekas
pengepakan obat
Yang tidak bisa dimanfaatkan di kumpulkan kemudian
pada
TPS
diangkut
2
yang kali
seminggu bekerja sama dengan Dinas
Kebersihan
dan
Pertamanan Kota Bima 3
Pencucian Alat
Cair
Ruang Operasi
IGD,
Ruang dan
Unit Pengelolaan Limbah Cair
Laboratorium
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
3.6.2.2 Kualitas Air Limbah Untuk mengetahui kualitas air limbah pada saluran drainase Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Bima ini dilakukan pengambilan sampel pada tanggal 19 Mei 2009 dan selanjutnya diuji di Balai Laboratorium Kesehatan Mataram dan diperoleh hasil pada tabel 3.21. berikut ini. Tabel 3.23. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air limbah RSUD Kabupaten Bima. Batas Maksimum Air Limbah No
Parameter
Metode
Rumah Sakit Kep. 58/MEN
Hasil
LH/12/1995 1 I.
II.
2
3
4
5
1. Suhu
SNI-06-2413-1991
Suhu Udara ≤ 30° C
28,4 °C
2. Kekeruhan
SNI-06-2413-1991
-
4,25 NTU
SNI-06-6989-11-2004
6,0-9,0
7,17
2. BOD5
SNI-06-2503-1991
75
23 mg/L
3. COD
APHA 5520 C 2005
100
52 mg/L
4. TSS
SNI-06-2413-1991
30
258 mglL
5. TDS
SNI-06-2413-1991
-
755 mg/L
6. Zat Organik
SNI-06-2506-1991
-
9,46 mg/L
Fisika
Kimia Organik 1. pH
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
Berdasarkan data pada tabel 2.7. diketahui bahwa parameter-parameter yang diuji tersebut masih dibawah Nilai Ambang Batas yang telah ditetapkan mengacu pada Kep. 58/MEN LH/12/1995. Kecuali untuk parameter kimia organik yaitu TSS yang melebihi baku mutu yang ditetapkan. Hal ini diperkirakan kondisi pengelolaan septik tank belum memadai.
3.6.2.3.Kualitas Air Sumur Bor Sebagai bahan acuan kualitas air sumur bor yang digunakan untuk aktifitas kantor clan rumah sakit, maka dilakukan pengambilan sampel air dekat
ruang radiologi yang kemudian dilakukan uji laboratorium kualitas air sumur bor bekerjasama dengan Balai Laboratorium Kesehatan Mataram. Adapun hasilnya pada tabel berikut ini. Tabel 3.24. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sumur Bor RSUD Kabupaten Bima. No
Parameter
Metode
Kelas I
1
2
3
4
I.
5
6
7
Hasil 8
Fisika 1. Temperatur
II
Baku Mutu PP 82 Th 2001 Kelas Kelas Kelas II III IV
SNI-06-2413-91 Devisiasi 3 Devisiasi 3 Devisiasi 3 Devisiasi 28,3 OC 5 SNI-06-2413-91 5 TCU SNI-06-2413-91 0,65 NTU SNI-06-2413-91 Kapodt SNI-06-2413-91 Tdk Berasa
2. Warna 3. Kekeruhan 4. Bau 5. Rasa Kimia Anorganik SNI-06-6989-111. pH 2004 SNI-06-24802. NO3-N 1991 SNI-06-24T93. NH3-N 1991 APHA 4500 N02 4. N02-N B 2005 SNI-06-24825. Fluorida 1991 APHA 4500 CI 6. Khlorida 2005 APHA 3500 Fe B 7. Besi 2005 APHA 3500 B 8. Mangan 2005 APHA 2340 C 9. Kesadahan 2005 CaCO3
6-9
6-9
6-9
5-9
6,45
10
10
20
20
0,03 mgll
0,5
-
-
-
< 0,02 mgA.
0,06
0,06
0,06
-
10,008 mgA.
0,5
1,5
1,5
-
0,3 mglL
600
-
-
-
3,30 mgA.
0,3
-
-
-
(0,03 mgA.
0,1
-
-
-
(0,042 mgA.
-
-
-
-
38,0 mgA.
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
3.6.2.4. Air Limbah Kimia Tabel 3.25 Air Limbah Tanggal Uji :19 - 05 - 2009 NO
PARAMETER
METODE
BATAS MAKSIMUM AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KEP-58 / MEN LH / 12 / 1995
HASIL
2
3
4
5
1. Suhu
SNI-06-2413-1991
Suhu Udara ≤ 30°C
28,4° C
2. Kekeruhan
SNI-06-2413-1991
-
4,25 NTU
1
I
FISIKA
II
KIMIA ORGANIK 1. pH*
SM-06-6989-11-2004
6,0 - 9,0
7,17
2. BOD5
SNI-06-2503-1991
75
23 mg / L
3. COD
APHA 5520 C 2005
100
52 mg / L
4. TSS
SNI-06-2413-1991
30
258 mg / L
5. TDS
SNI-06-2413-1991
-
755 mg / L
6. Zat Organik
SNI-06-2506-1991
-
9,46mg / L
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
3.6.2.5.Limbah Padat Limbah padat (sampah) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bima terbagi menjadi 2 yaitu sampah medis dan non medis dengan pembagian sebagai berikut. Sampah Medis : Sampah yang dihasilkan berasal dari ruang ruang
pengobatan/
tindakan,
ruang
perawatan
pasien, clan
ruang
bedah/operasi. Sampah Non Medis Sampah yang dihasilkan berasal dari kantor/administrasi, dapur, halaman dan taman. Tabel 3.26
NO
PARAMETER
METODE
BATAS MAKSIMUM AIR LIMBAH RUMAH SAKIT KEP-58/ MEN LH/ 112/ 1995
1
2
3
4
5
SNI-06-2413-1991
Suhu Udara ≤ 30 °c
28,6°C
1. pH*
SNI-06-2413-1991
6,0-9,0
7,53
2. BOD5
SNI-06-2503-1991
75
17,1mg / L
3. COD
APHA 5520 C 2005
100
31mg / L
4. TSS
SNI-06-2413-1991
30
224mg / L
5. NH3 Bebas
SNI-06-2479-1991
0,1
12,Emg / L
6. Phospat ( P04 )
APHA 4500 P 2005
2
1,44mg ! L
I
FISIKA Suhu
II
HASIL
KIMIA ANORGANIK
Sumber: Data DPPL RSUD Kabupaten Bima 2009.
3.6.3. Kampanye PHBS Tabel 3.27 JUMLAH KEGIATAN PENYULUHAN KESEHATAN KABUPATEN BIMA TAHUN 2010
NO
KECAMATAN
PUSKESMAS
1
2
3
1 2 3 4 5 6
Donggo Lambitu Soromandi Woha Ambalawi Wera
7 8 9 10 11 12 13
Sape Lambu Wawo Langgudu Bolo Madapangga Belo
14 15 16 17 18
Palibelo Monta Parado Sanggar Tambora
PENYULUHAN KESEHATAN JUMLAH SELURUH JUMLAH KEGIATAN KEGIATAN PENYULUHAN PENYULUHAN KELOMPOK MASSA
Donggo Lambitu Soromandi Woha Ambalawi Wera Pai Sape Lambu Wawo Langgudu Bolo Madapangga Belo Ngali Palibelo Monta Parado Sanggar Tambora
Sub. Jumlah I 1 Dinas Kesehatan Kabupaten 2 Rumah Sakit JUMLAH (KAB/KOTA) Sumber: Subdin Promkes Dikes Kabupaten Bima
JUMLAH
4
5
6
396 108 300 470 312 328 84 647 360 204 504 621 372 156 156 312 347 156 120 96
5 4 5 4 4 3 3 7 5 6 6 5 7 4 4 7 3 5 5 3
401 112 305 474 316 331 87 654 365 210 510 626 379 160 160 319 350 161 125 99
6049
95
6144
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kegiatan kampanye PHBS selama ini lebih diarahkan pada penyuluhan kesehatan pada kelompok masyarakat dan massa, di mana kegiatan ini merupakan kerja sama antara Dinkes dan puskesmas setempat. Secara keseluruhan pada 18 kecamatan total kegiatan penyuluhan yang diarahkan pada kelompok masyarakat sebanyak 6049, sedangkan yang
diarahkan pada massa berjumlah 95 kali kegiatan. Sementara itu kecamatan yang paling banyak melakukan penyuluhan di Kabupaten Bima adalah kecamatan Sape
NO
TABEL 3.28 CAKUPAN DESA SIAGA AKTIF KABUPATEN BIMA TAHUN 2010 RUMAH TANGGA JUMLAH KECAMATAN DESA SIAGA DESA POSKESDES POLINDES AKTIF
1
2
3
4
1
Donggo
8
2
Lambitu
3
Soromandi
POSYANDU
5
6
7
2
7
7
33
5
5
2
2
9
6
5
5
5
25
15
8
6
6
47
6
6
4
4
26
3
3
29 +7
4
Woha
5
Ambalawi
6
Sape
7
Wera + Pai
17
4
13
13
56
8
Lambu
12
4
5
5
30
9
Wawo
9
9
4
4
17
10
Langgudu
12
9
5
5
44
11
Bolo
12
0
8
8
53
10
10
6
6
32
4
2
2
2
13
6+2
6+2
28 + 12
9+2
8+2
12
Madapangga
13 14
Belo Palibelo + Ngali
15
Monta
12
0
7
7
31
16
Parado
5
5
2
2
14
17
Sanggar
6
6
3
3
10
5
4
4
14
94
94
530
9+4
9+4
18
Tambora 5 Jumlah 168 (Kab/Kota) Sumber: Subdin Promkes Dinkes Kab Bima
113
TABEL 3.29 CAKUPAN DESA SIAGA AKTIF KABUPATEN BIMA TAHUN 2010 NO
KECAMATAN
1
2
JUMLAH DESA
RUMAH TANGGA BENTUK AKTIF
CAKUPAN DESA SIAGA AKTIF
3
4
5
6
1
Donggo
8
8
2
Lambitu
5
5
2 5
25% 100%
3
Soromandi
6
6
5
83%
4
Woha
15
15
8
53%
5
Ambalawi
6
6
6
100% 89% 24%
6
Sape
9
9
8
7
Wera
17
17
4
8
Lambu
12
12
4
33%
9
Wawo
9
9
9
100%
10
Langgudu
12
12
9
75%
11
Bolo
12
12
0
0%
12
Madapangga
10
10
10
100%
13
Belo
4
4
2
50%
14
Palibelo
9
9
9
100%
15
Monta
12
12
0
0% 100%
16
Parado
5
5
5
17
Sanggar
6
6
6
100%
18
Tambora
5
5
5
100%
162
97
60%
Jumlah (Kab/ Kota) 162 Sumber: Subdin Promkes Dinkes Kabupaten Bima
3.7. Pembiayaan Sanitasi Kabupaten Bima Dalam kurun 5 tahun terakhir (2006-2010), besaran Realisasi APBD Kabupaten Bima menunjukan relatif meningkat. Di tahun 2006 tercatat besaran realisasi belanja daerah sebesar Rp. 417.781.609.108,- sedangkan tahun 2010 sebesar Rp.613.187.516.772,- artinya ada kenaikan mencapai Rp.195.405.907.664 atau sekitar 20% diantaranya dialokasikan untuk belanja tidak langsung 69% sisanya dialokasikan untuk belanja langsung pembangunan sebesar 31% dan terjadi devisit anggaran mencapai Rp.5.600.000.000,Selengkapnya mengenai komposisi pendapatan dan realisasi Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
TABEL 3.30. : RINGKASAN ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2006-2010 No. Urut
Uraian
1
2
1. 1.1 1.2 1.3
2.1 2.2
-Pendapatan Asli Daerah -Dana Perimbangan -Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
2006
2007
2008
2009
2010
2006
2007
2008
2009
2010
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
21.116.852.714
20.344.945.210
17.059.351.137
20.023.918.876
23.052.319.479
19.169.052.677
22.047.568.329
18.859.351.137
20.023.918.876
23.052.319.479
399.008.824.778
477.817.048.997
540.890.062.306
534.554.600.314
529.461.370.327
398.507.860.231
464.740.286.911
530.890.062.306
534.554.600.314
529.461.370.327
104.696.200
42.046.023.833
12.346.023.833
92.540.151.332
60.673.826.966
104.696.200
17.981.091.405
30.304.561.633
92.540.151.333
60.673.826.966
420.230.373.692
540.208.018.040
570.295.437.276
647.118.670.522
613.187.516.772
417.781.609.108
504.768.946.645
580.053.975.076
647.118.670.523
613.187.516.772
264.643.246.066
247.475.103.107
304.972.500.403
371.676.780.402
425.753.806.013
258.969.192.547
254.219.531.342
324.912.557.808
371.676.780.402
425.753.806.013
152.923.972.333
280.905.314.935
272.114.936.873
286.866.890.120
193.033.710.759
142.051.087.977
235.868.793.302
273.745.212.559
286.866.890.120
193.033.710.759
417.567.218.399
528.380.418.042
577.087.437.276
658.543.670.522
618.787.516.772
401.020.280.524
490.088.324.644
598.657.770.367
658.543.670.522
618.787.516.772
2.663.155.294
11.827.599.998
(6.792.000.000)
(11.425.000.000)
(5.600.000.000)
16.761.328.584
14.680.622.001
(18.603.795.291)
(11.424.999.999)
(5.600.000.000)
BELANJA DAERAH -Belanja Tidak Langsung -Belanja Langsung Jumlah Belanja Surplus/ Defisit
3.
Realisasi
PENDAPATAN DAERAH
Jumlah Pendapatan 2.
Anggaran
PEMBIAYAAN DAERAH
3.1
-Penerimaan Pembiayaan
136.844.706
14.098.173.290
13.117.000.000
13.300.000.000
6.500.000.000
136.844.706
14.098.173.290
24.203.795.291
13.300.000.000
6.500.000.000
3.2
-Pengeluaran Pembiayaan
2.800.000.000
14.075.000.000
6.325.000.000
1.875.000.000
900.000.000
2.800.000.000
10.575.000.000
5.600.000.000
1.875.000.000
900.000.000
(2.663.155.294)
23.173.290
6.792.000.000
11.425.000.000
5.600.000.000
(2.663.155.294)
3.523.173.290
18.603.795.291
11.425.000.000
5.600.000.000
(0)
11.850.773.288
0
0
0
14.098.173.290
18.203.795.291
(0)
1
0
Pembiayaan Neto 3.3
-Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA)
Sumber Data : Bagian Keuangan Setda Bima
3.7.1. Kondisi Keuangan Daerah Kabupaten Bima TA. 2010 Tabel 3.31 Struktur APBD No 1. 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.2 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.3 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 1.3.6 2. 2.1 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6 2.1.7 2.1.8 2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3
3. 3.1 3.1.1
Uraian PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pemb. Daerah Jumlah BELANJA DAERAH Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/ Kabupaten/ Kota Dan Pemerintah Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Surplus/ Defisit PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Angaran
Realisasi
23,127,319,479.00 1,968,922,479.00 10,318,841,800.00
23,052,319,479.00 1,968,922,479.00 10,318,841,800.00
2,145,000,000.00
2,070,000,000.00
8,694,555,200.00 532,066,932,019.00 25,913,171,019.00 449,582,361,000.00 56,571,400,000.00 63,979,492,882.00 0.00 0.00
8,694,555,200.00 529,461,370,327.00 23,307,609,327.00 449,582,361,000.00 56,571,400,000.00 84,512,177,800.00 60,673,826,966.00 0.00 0.00
10,123,039,182.00
13,920,426,966.00
0.00
0.00
15,856,453,700.00
8,753,400,000.00
38,000,000,000.00
38,000,000,000.00
619,173,744,380.00
613,187,516,772.00
425,753,806,013.00 378,295,243,690.00 0.00 0.00 12,004,110,000.00 13,059,800,000.00
425,753,806,013.00 378,295,243,690.00 0.00 0.00 12,004,110,000.00 13,059,800,000.00
21,194,652,323.00
21,194,652,323.00
0.00 1,200,000,000.00 198,982,438,367.00 0.00 0.00 0.00 624,736,244,380.00 (5,562,500,000.00)
0.00 1,200,000,000.00 193,033,710,759.00
6,500,000,000.00 6,500,000,000.00
6,500,000,000.00 6,500,000,000.00
618,787,516,772.00 (5,600,000,000.00)
Anggaran Sebelumnya (SILPA) 3.1.2 3.1.3 3.1.4 3.1.5 3.1.6 3.2 3.2.1 3.2.2
3.2.3 3.2.4
Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan Piutang Daerah Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah - PT. Bank NTB - PD. Wawo -PDAM - BPR - LKP - BPR - Pesisir - LKP Nipa, Maria dan Sanggar - KSO Merpati Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah
Pembiayaan Neto Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun 3.3 Berkenaan (SILPA) Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00 0.00 0.00 937,500,000.00 0.00
0.00 0.00 0.00 900,000,000.00 0.00
937,500,000.00
900,000,000.00
0.00 0.00
0.00 0.00
5,562,500,000.00
5,600,000,000.00
0.00
0.00
a. Jumlah Dana DAK : Alokasi dan Realiasi Untuk progranm kegiatan AMPL tahun 2010 dukungan Dana
Alokasi Khusus
(DAK) di Kabupaten Bima mencapai Rp. 56.571.400.000., Sebagaian besar dana tersebut untuk pembiayaan kegiatan di bidang kesehatan, pendidikan dan pekerjaan umum. Realisasi dana mencapai 100 % b. Jumlah Dana DAU : Alokasi dan Realiasai (PU, Kesehatan, Pendidikan, dlll) Untuk progranm kegiatan AMPL tahun 2010 dukungan Dana Alokasi Umum (DAU) di Kabupaten Bima mencapai Rp. 449. 582.361.000., Realisasi mencapai 100 %. Sebagaian besar (70 %) digunakan untuk belanja tidak langsung (Rutin). Sisanya digunakan untuk belanja pembangunan (belalanja langsung)
yang meliputi :
belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal. c. Target dan Realisasi PAD Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan llain lain pendapatan asli daerah yang syah sebesar
target tahun 2010 sebesar Rp. 23.127.319.479. Ralisasi 100%
Tabel 3.32 SUMBER PEMBIAYAAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN BIMA TAHUN 2010 RINCIAN ANGGARAN (Rp) SUMBER BIAYA
Dinas Kesehatan
BAPPEDA
BUMD
1
2
3
4
APBN Murni (Tugas pembantuan. Dekonsentrasi, BOK dll) APBD kabupaten/kota murni Donor/hibah (Unicef) Rumah tangga/swadaya masyarakat Sumber Non-pemerintah lainnya Total
212.050.000
1.205.000.000
Dinas Kesehatan 5
Dinas Kimpraswil
BPMD
Badan Lingkungan Hidup/BAPE DALDA
Sumber nonpemerintah lainnya
Rumah tangga/masy arakat
Total
6
7
8
9
10
11
4.335.900.000
163.200.000,00
81.571.000,00 2.130.432.575,35
2.478.094.850
8.231.044.850
10.000.000,00 613.121.000,00
2.998.324.575,35
1.290.208.000,00 2.106.798.000,00 286.413.000,00
3.397.006.000
12.168.312,00
2.324.537.800,00 13.356.000,00
212.050.000,00 2.944.821.000,00
2.118.966.312,00 81.571.000,00 6.466.332.575,35
2.488.094.850,00 613.121.000,00
13.356.000,00
Sumber Data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Jadi total anggaran yang dialokasikan bagi pembiayaan kegiatan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2010 sebesar Rp.17.262.850.537,35. Dana tersebut bersumber dari : APBN Murni, APBD Kabupaten Bima, Negara Donor (Hibah), swadaya masyarakat dan sumber non pemerintah lainnya, dan pengalokasiannya tersebar pada berbagai Dinas instansi baik Pemerintah maupun non Pemerintah.
2.623.119.112,00 13.356.000,00
2.324.537.800,00
17.262.850.537,35
3.7.2. Hasil Analisa Belanja Publik Berdasarkan hasil penelusuran terhadap data data belanja publik bidang AMPL tahun 2010, kegiatan AMPL tersebar pada beberapa instansi terkai, yaitu Dinas Kesehatan, Dinas PU, BPMDes, Bappeda, Badan Lingkungan Hidup. Disamping itu pada beberapa kegiatan terdapat peranserta masyarakat melalui kontribusi langsun berupa tenaga kerja, material lokal dan lokasi pembangunan sarana, maupun uang tunai – terutama sebagai iuran atas penggunaan/pemakaian jasa pelayanan air minum dari Perusahaan daerah (PDAM). Lokasi kegiatan sersebar pada seluruh wilayah kabupaten Bima (18 Kecamatan, 168 Desa). Sumber pendanaan sebagaian besar berasal dari dana pusat (DAU, DAK). Selanjutnya beberapa kegiatan bersumber dari bantuan/hibah luar negeri (negara/lembaga donor), APBD Kabupaten, dan kontribusi/swadaya masyarakat. Tabel 3.33 Program/kegiatan bidang AMPL Tahun 2010, sbb : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22
Program/Kegiatan Dukungan Fasilitator Masyarakat program WES Pelatihan Tukang Desa program WES Pelatihan Badan Pengelola sarana AMPL Desa Lokakarya penyusunan Silabus PHBS Dukungan Pokja AMPL – Rakor dan Monev reguler Lokakarya penyusunan NSPM pelaksanaan tugas Pokja AMPL Refres pemicuan CLTS - Bappeda Dukungan WES bantuan UNICEF TA. 2010 – Bappeda (APBD Kab) Dukungan PNPM PISEW TA. 2010 – Bappeda (APBD Kab) Pembangunan sarana air minum perpipaan grafitasi desa sari, desa panda, desa teta, desa bumi pajo Pembangunan sarana air minum program WES TA. 2010 (partisipasi masyarakat) Program Penyehatan Lingkungan Bimtek UKS dan Penjaringan Anak Sekolah Kegiatan STBM WSLIC 2 Penyediaan Biaya Operasional & Pemeliharaan WSLIC 2 Pertemuan Penyusunan RLT STBM WSLIC 2 Refresh Pemicuan CLTS - Dikkes Rapat Persiapan Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun Pelaksanaan Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun Dana Pendukung Bantuan Unicef – Dikes (APBD Kab) Pembangunan MCK program PNPM-MP di kec Sape, Sanggar dan Lambu Pembangunan Drainase program PNPM-MP di Kec Lambu dan sanggar dan Belo Peningkatan Air Bersih dan Perpipaan Bantuan PNPM-MP Desa
Jumlah dana 97.800.000 8.390.000 38.845.000 38.250.000 19.300.000 15.400.000 3.580.000 24.000.000 130.000.000 654.448.000 289.834.000 18.005.000 8.661.000 212.050.000 30.551.000 13.356.000 3.580.000 2.090.000 12.420.000 22.904.000 1.157.691.400 943.316.750 213.191.800
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Ntoke Kec. Wera Pembangunan sarana air minum (Pompa Tangan) Bantuan PNPMMP Desa Boro Kec. Sanggar Pembangunan Sumur Bor/SGD Desa Piong Kec. Sanggar Pembangunan Sarana Air Bersih di 15 Desa di 8 Kecamatan Bantuan Dana DAK Dana Pendukung Program Pembangunan Sarana Air Bersih (APBD Kabupaten) Pembangunan Drainase dan MCK di 44 Desa di 9 Kec program PNPM PISSEW Dana Pendukung program PNPM-PISSEW - Dinas PU (APBD Kab) Pembangunan MCK di 6 Desa di 5 Kec (Dana DAK) Dana Pendukung Program Pembangunan MCK (APBD Kab) Pembangunan IPAL di 5 Desa di 4 Kec (Dana DAK) Dana Pendukung Program Pembangunan IPAL (APBD Kabupaten) Dana Pendukung Progran Unicef - Dinas PU (APBD Kab) Kontribusi masyarakay/Iuran masyarakat pengguna jasa pelayanan air minum PDAM Pembangunan sarana air bersih desa Maria Utara, wawo (bantuan PDT/APBN) Pembangunan sarana air bersih desa Maria Utara, wawo (kontribusi masyarakat) Penyediaan sarana prasarana pengolahan persampahan Konservasi sumberdaya air dan g pengendalian kerusakan sumber air Pembangunan sarana sanitasi/jamban keluarga (swadaya masyarakat) Pembangunan sarana air minum dan sanitasi program PNPM Perdesaan (kontribusi masyarakat)
95.990.100 134.008.600 873.950.000 70.000.000 4.335.900.000 454.200.000 353.100.000 34.310.000 300.000.000 30.000.000 10.000.000 2.118.966.312 1.205.000.000 286.423.000 297.330.000 315.791.000 1.968.600.000 66.103.000
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
3.7.2.1 Sumber pembiayaan Sumber pembiayaan program AMPL terdiri dari : Pemerintah (pusat dan daerah); Non pemerintah (negara/lembaga donor, kontribusi masyarakat, dan sumber lainnya)
Tabel : 3.34
Sumber Biaya SB.1 Pemerintah SB.1.1 Pemerinta Pusat SB.1.1.1 APBN Murni (Tugas pembantuan. Dekonsentrasi, BOK dll) SB.1.3 Pemerintah Kabupaten/Kota SB.1.3.1 APBD kabupaten/kota murni SB.2 Non Pemerintah SB.2.1 Donor/hibah (Unicef) SB.2.4 Rumah tangga/swadaya masyarakat SB.2.5 Sumber Non-pemerintah lainnya
Total
Rincian Anggaran (Rp)
%
11,229,369,425.35 8,231,044,850.00 8,231,044,850.00 2,998,324,575.35 2,998,324,575.35 6,033,481,112.00 3,397,006,000.00 2,623,119,112.00 13,356,000.00
65.05 47.68 47.68 17.37 17.37 34.95 19.68 15.20 0.08
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Pembiayan sebagian besar
dari Pemerintah (65.05%). Sebesar 47% dari
pemerintah pusat melalui dana DAU dan DAK serta dana dana dekosentrasi lainnya. Pemerintah Kabupaten melalui dana APBD Kabupaten Sebesar 17, 37%. Pembiaya dari non pemerintah dimana
bantuan/hibah dari
yaitu 19,58%
total sebesar Rp. 6.033.480.112 (34,95%),
negara/lembaga
donor berperan
cukup besar
(Rp. 3.387.005.000), bahkan lebih besar dari kemampuan APBD
Kabupaten Bima yang sebesar Rp. 2.996.338.575. (17,37%). Demikian pula Kontribusi masyarakat
sebesar
Rp. 2.623. 119.112 (15,20%)
sangat membantu keterbatasan kemampuan pemerintah daerah. Peran sumbersumber non pemerintah lainnya selain yang disebut diatas masih sangat terbatas, hanya Rp. 13.355.000 (0,06%) Tabel diatas menunjukan sumber pembiayaaan dari pemerintah daerah sangat terbatas. Pemerintah daerah Kabupaten Bima masih mengandalkan – terutama dukungan dana pemerintah pusat, maupun bantuan negara/lembaga donor. 3.7.2.2 Pengelolaan anggaran Anggaran AMPL di Kabupaten Bima dikelola oleh : Pemerintah (Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten) Rumah tangga/masyarakat Non pemerintah lainnya Tabel : 3.35
Pengelola Anggaran
Rincian Anggaran (Rp)
PA.1 Pemerintah PA.1.2 Pemerintah Propinsi PA.1.2.2 Dinas Kesehatan PA.1.3 Pemerintah Kabupaten/Kota PA.1.3.1 BAPPEDA PA.1.3.10 BUMD PA.1.3.2 Dinas Kesehatan PA.1.3.3 Dinas Kimpraswil PA.1.3.5 BPMD PA.1.3.7 Badan Lingkungan Hidup/BAPEDALDA PA.2 Pemerintah Non Pemerintah PA.2.4 Sumber non-pemerintah lainnya PA.3 Rumah tangga/masyarakat
Grand Total
%
14,924,956,737.35 212,050,000.00 212,050,000.00 14,712,906,737.35 2,944,821,000.00 2,118,966,312.00 81,571,000.00 6,466,332,575.35 2,488,094,850.00 613,121,000.00 13,356,000.00 13,356,000.00 2,324,537,800.00
86.46 1.23 1.23 85.23 17.06 12.27 0.47 37.46 14.41 3.55 0.08 0.08 13.47
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Tabel 28.4.
diatas menunjukan, bahwa pengelolaan anggaran AMPL di
Kabupaten Bima hampir semuanya dikelola oleh pemerintah (86,46%). Pengelolaan oleh Pemerintah kabupaten mencapai 85% (Rp. 14.712.906.787) dari total anggaran sebesar Rp. 17.262.850.537,35. Masyarakat mengelola anggaran sebesar Rp. 2.324.537.800. Sisanya dikelola oleh pemerintah provinsi sebesar 212.050.000 (1,28%) dan pengelola non pemerintah lainnya sebesar Rp. 13.396.000 (0,08%) Di kabupaten Bima, SKPD pengelola terbesar anggaran AMPL adalah Dinas PU, yaitu sebesar Rp. 6.466.332.575 (37,45%), dari total dana yang dikelola pemerintah kabupaten. Selanjutnya Bappeda 17,06% (Rp. 2.944.821.000), BPMDes 12,27% (Rp. 2.118.966.312), Dinas Kesehatan mengelola anggaran kabupaten hanya sebesar Rp. 81.571.000 (0,47%), lebih kecil dibanding yang dikelola oleh pemerintah provinsi di kabupaten Bima, yaitu sebesar Rp. 212.050.000. Masyarakat di kabupaten Bima mengelola anggaran AMPL hanya sebesar Rp. 13,47% (Rp. 2.324.537.800), dibanding yang dikelola oleh pemerintah sebesar Rp. 14.924.956.737 (86,46%) dari total anggaran AMPL kabupaten Bima tahun 2010 sebesar Rp. 17.262.850.637.
Pada Tabel 28.3, dari sisi sumber pembiayaan – masyarakat berkontribusi hampir sama besar besarnya dengan pemerintah kabupaten Bima dalam
kegiatan AMPL, tetapi pada Tabel 28.4, dari sisi pengelolaan mengelola jauh lebih kecil dibanding yang dikelola oleh pemerintahi 3.7.2.3 Penyelenggaran pelayanan Pelayanan bidang AMPL di kabupaten Bima diselenggarakan oleh : Pemerintah ( pemerintah kabupaten) Rumah tangga/masyarakat Non pemerintah lainnya
masyarakat
Tabel : 3.36.
Penyelanggara Pelayanan
Rincian Anggaran (Rp)
PL.1 Pemerintah PL.1.3 Pemerintah Kabupaten/Kota PL.1.3.1 BAPPEDA PL.1.3.2 Dinas Kesehatan PL.1.3.3 Dinas Kimpraswil PL.1.3.5 BPMD PL.1.3.7 Badan Lingkungan Hidup/BAPEDALDA PL.1.3.10 BUMD PL.2 Nom Pemerintah PL.2.4 Sumber non-pemerintah lainnya PL.3 Rumah tangga/Masyarakat
Total
%
14,924,956,737.35 12,805,990,425.35 1,897,278,000.00 311,711,000.00 7,495,785,575.35 2,488,094,850.00 613,121,000.00 2,118,966,312.00 13,356,000.00 13,356,000.00 2,324,537,800.00
86.46 74.18 10.99 1.81 43.42 14.41 3.55 12.27 0.08 0.08 13.47
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Tabel diatas menujukan : 86% pelayanan bidang AMPL di kabupaten Bima diselenggarakan oleh pemerintah. Dinas PU kabupaten Bima sebagai intitusi penyelenggara
pelayanan terbesar
yaitu menyerap dana
pelayanan sebesar Rp. 7.495.785.575 (43,42%), kemudian BPMDes sebesar Rp. 2.488.099.850 (14.41%). Sedangkan Dinas Kesehatan menyelenggarakan pelayanan hanya 1,80% (Rp. 311.771.000). Penyelenggaraan pelayaan oleh masyarakat
sebesar 13,47% (Rp. 2.324.537.800). Cukup besar dibanding
institusi pemerintah Kabupaten Bima : Dinas kesehatan maupun BLH. Tingginya
penyelenggaraan
pelayanan
yang
dilakukan
oleh
masyrakat,
menunjukan semakin besarnya peran langsung masyarakat kegiatan peningkatan AMPL, hal ini antara lain dimungkinkan terkait dengan kecenderungan berbagai program
pemberdayaan
yang anggarannya dikucurkan
langsung
masyarakat masyarakat.
3.7.2.4 Jenis kegiatan Pada pokoknya jenis kegiatan yang dilksanakan terdiri dari : Kegiatan tidak langsung (kegiatan yang terkait dengan manajerial , penguatan kapasitas, maupun pengawasan dan evaluasi)
ke
Kegiatan langsung (kegiatan yang langsung berkaitan dengan pengadaan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang AMPL)
Tabel : 3.37.
Jenis Kegiatan
Rincian Anggaran (Rp)
JK.1 Kegiatan Tidak Langsung JK.1.1 Manajerial dan koordinasi JK.1.2 Peningkatan kapasitas personil (pendidikan dan pelatihan) JK.1.3 Perencanaan dan penganggaran program JK.1.4 Monitoring dan pelaporan JK.1.5 Evaluasi JK.1.6 Peningkatan Kesejahteraan Pegawai JK.1.8 pengembangan sistem informasi manajemen JK.2 Kegiatan Langsung JK.2.1 Promosi dan penyuluhan JK.2.8 Pemberdayaan masyarakat untuk air bersih JK.2.9 Pemberdayaan masyarakat untuk sanitasi JK.2.11 Penanganan persampahan JK.2.13 pembangunan infrastruktur JK.2.16 Kegiatan langsung lainnya
Total
%
1,024,213,000.00 723,907,000.00 45,520,000.00 21,300,000.00 202,170,000.00 13,356,000.00 3,260,000.00 14,700,000.00 16,238,637,537.35 53,491,000.00 39,215,000.00 4,335,900,000.00 297,330,000.00 8,914,744,225.35 2,597,957,312.00
5.93 4.19 0.26 0.12 1.17 0.08 0.02 0.09 94.07 0.31 0.23 25.12 1.72 51.64 15.05
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Dari total anggaran AMPL
tahun 2010 sebesar Rp. 17.262.850.537, sebesar
94,07% (16.238.637.537) merupakan kegiatan kegiatan langsung , yaitu : terbesar adalah pembangunan insfrastruktur AMPL
sebesar 51,64% (Rp.
8.914.740.225), kemudian kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk sanitasi 25,12% (Rp. 4.335.900.000). Pemberdayaan masyarakat untuk air bersih hanya sebesar 0,23% (Rp. 39.215.000). Kegiatan-kegiatan tidak langsung yang seperti manajemen program, penguatan kapasitas,
pengawasan
kualitas,
pengembangan
sistim
informasi,
dan
peningkatan kesejahteraan pegawai hanya mendapat porsi anggaran sebesar Rp. 1.024.213.000 (5,98%). Porsi terbesar penganggaran untuk kegiatan tidak langsung adalah kegiatan
manajerial dan koordinasi program, selanjutnya
kegiatan monitoring dan pelaporan sebesar Rp. 202.170.000 (1,17%). Terkecil
adalah untuk peningkatan kesejahteraan pegawai, sebesar Rp. 3.260.000 (0,02%) Tabel 28.6. diatas menujukan, bahwa penganggaran AMPL masih didominasi untuk kegiatan/pembangunan sarana fisik
yang tidak
diimbangi dengan
kebijakan penganggaran untuk pemeliharaan dan keberlanjutan sarana. Kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk sanitasi tidak proposional dikaitkan dengan
persoalan
kebutuhan
masyarakat
akan
air
bersih.
Kegiatan
pembersayaan masyaarakat untuk air bersih hanya 0,23% (Rp. 39.215.000), sedangkan
pemberdayaan masyarakat untuk sanitasi menyerap 25,12%
(Rp.4.335.900.000) dari total anggaran.
3.7.2.5 Mata anggaran Kegiatan AMPL tahun 2010, dapat kelompoka ke dalam beberapa mata anggaran : Mata anggaran , yaitu : Mata anggaran Ivestasi Mata anggaran Operasional Dan mata anggaran untuk pemeliharaan Tabel : 3.38.
Mata Anggaran MA.1 Investasi Beberapa AMPL yang dilaksanakan tahun 2010 : MA.1.2 Bangunan/kontruksi MA.1.3 Pengadaan alat-alta MA.2 Operasional MA.2.1 Gaji MA.2.1.2 Gaji Pegawai non pemerintah MA.2.2 Honorarium MA.2.1.1 Honorarium PNS MA.2.2.2 Honorarium non PNS MA.2.3 Bahan habis pakai, obat-obatan/bahan kimia MA.2.4 Perjalanan MA.2.5 Akomodasi MA.2.6 Utilities (telepon, listrik, air) MA.2.7 Biaya opersional lainnya MA.3 Pemeliharaan MA.3.3 Pemeliharaan alat-alat (termasuk perbaikan dan suku cadang)
Total
Rincian Anggaran (Rp)
%
13,634,665,275.35 13,294,635,275.35 340,030,000.00 3,601,075,262.00 17,830,000.00 17,830,000.00 450,725,350.00 437,185,350.00 13,540,000.00 166,913,220.00 650,533,680.00 156,475,700.00 2,126,716,312.00 31,881,000.00 27,110,000.00 27,110,000.00
78.98 77.01 1.97 20.86 0.10 0.10 2.61 2.53 0.08 0.97 3.77 0.91 12.32 0.18 0.16 0.16
17,262,850,537.35
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Anggaran untuk kegiatan yang bersifat investasi mendapat porsi paling besar : 78,98% (Rp. 13.364.665.275), yaitu untuk pembangunan sarana fisik, dan pengadaan alat-alat. Untuk biaya operasional sebesar Rp. 3.601.075.262 (20,86%), sedangkan mata anggaran untuk pemeliharaan teralokasi hanya sebesar Rp.27.110.000 (0,16%) dari total dana sebesar Rp. 17.262.850.537. Dari Tabel 28.7 diatas menunjukan ada pengalokasian yang tidak proposional, dan tidak sejalan dengan kebijakan bahwa progrm pembangunan AMPL harus berkelanjutan sehingga dapat memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat. Biaya pemeliharaan yang sedikit dikhawatirkan sejumlah sarana yang dibangun tidak
akan
terpelihara
dengan
baik,
sehingga
keberlanjutan kwalitas sarana yang dibangun. 3.7.2.6 Jenis Program Jenis program yang dilaksanakan terdiri dari : Program air bersih dan air minum Program penyehatan lingkungan Program yang terkait capacity building Tabel 3.39.
mempegaruhi
usia
dan
Jenis program
Rincian Anggaran (Rp)
PR.1 Program Air Bersih dan Air Minum 6,650,970,387.35 PR.1.1 Peningkatan akses air bersih 2,118,966,312.00 PR.1.2 Peningkatan kualitas air bersih/air minum 315,791,000.00 PR.1.5 Pembangunan sarana air bersih 4,127,846,075.35 PR.1.6 Penyediaan Dana penunjang kegiatan pembangunan Air Bersih 84,867,000.00 PR.1.7 Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Minum bagi Masyarakat Berpenghasilan rendah 3,500,000.00 PR.2 Program Penyehatan Lingkungan 10,031,738,150.00 PR.2.1 Pembangunan drainase 943,316,750.00 PR.2.2 Penanganan/pengolahan persampahan 297,330,000.00 PR.2.4 Peningkatan akses jamban 3,129,871,400.00 PR.2.5 Gerakan cuci tangan serta pembinaan dan pengawasan kualitas sanitasi makaan/minuman dan bahan 14,510,000.00 pangan PR.2.23 Dana Pendukung Operasional kegiatan PNPM-PISEW 593,400,000.00 PR.2.25 Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Perdesaan 5,053,310,000.00 PR.3 Program yang menyangkut capacity building 580,142,000.00 PR.3.1 Administrasi dan manajemen 174,601,000.00 PR.3.4 Capacity buiding 148,987,000.00 PR.3.5 Pengawasan (monitoring dan evaluasi) 232,554,000.00 PR.3.6 Program capacity building (penunjang) lainnya 24,000,000.00
Total
17,262,850,537.35
% 38.53 12.27 1.83 23.91 0.49 0.02 58.11 5.46 1.72 18.13 0.08 3.44 29.27 3.36 1.01 0.86 1.35 0.14
100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Program peningkatan sanitasi atau penyehatan lingkungan mendapat alokasi anggaran lebih besar, sebesar 58,11% (Rp. 10.091.738.150). Program air bersih dan air minum
mendapat anggaran lebih sedikit, yaitu sebesar Rp.
6.650.970.378 (38,53%). Sedangkan program peningkatan capacity building hanya sebesar Rp. 580.142.000 (3,36%). Tabel 28.8 diatas menunjukan, bahwa kegiatan peningkatan kapasitas, kurang mendapat perhatian yang sesuai dengan semangat bahwa STBM merupakan suatu gerakan, yang harus ditunjang dengan skill/kapasitas kelembagaan dan masyarakat yang berkualitas.
3.7.2.7 Jenjang Kegiatan Program/ kegiatan AMPL di kabupaten Bima tahun 2010, dilaksanakan pada jenjang Provinsi, Kabupaten, Kecamatan maupun Desa.
Tabel 3.40
Jenjang kegiatan
Rincian Anggaran (Rp)
JJ.2 Provinsi JJ.3 Kabupaten JJ.4 Kecamatan JJ.5 Desa/Kelurahan/masyarakat
%
232,365,000.00 1,350,671,500.00 195,508,500.00 15,484,305,537.35
Grand Total
1.35 7.82 1.13 89.70
17,262,850,537.35 100.00
Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Porsi terbesar dari belanja AMPL tahun 2010
berada pada jenjang
Desa/masyarakat, yaitu 89,70% atau sebesar Rp. 15.484.305.537, dari total dana tahun 2010 sebesar Rp. 17.262.850.357. pada jenjang pemerintah kabupaten hanya sebesar Rp. 1.350.671.500 (7,82%) Tabel 37 diatas sudah menunjukan bahwa belanja AMPL di Kabupaten Bima tahun 2010 dilaksanakan dan melibatkan rakyat paling bawah (tingkat desa). Sejalan dengan kebijakan “pengentasan kemiskinan”, masyarakat miskin menjadi prioritas pembangunan.
3.7.2.8 Penerima manfaat Dari sisi penerima manfaaat, belanja publik bidang AMPL di Kabupaten Bima terdiri dari : Sarana dan prasarana umum/sosial kemasyarakatan; Rumah tangga/masyarakat; Instansi pemerintah Tabel 3.41
Penerima manfaat PM.2 Sarana dan prasarana umum/sosial kemasyarakatan PM.3 Rumah tangga/masyarakat PM.4 Instansi pemerintah
Grand Total Sumber data : Hasil Analisa Pokja AMPL-BM Kabupaten Bima
Rincian Anggaran (Rp)
%
943,316,750.00 12,174,862,400.00 4,144,671,387.35
5.46 70.53 24.01
17,262,850,537.35
100.00
Penerima manfaat terbesar adalah rumah tangga/masyarakat, yaitu sebesar 70,53%
(Rp.
12.174.862.400).
Instansi
pemerintah
sebesar
24%
(Rp.
4.144.671.387) Tabel diatas menunjukan, bahwa masyarakat/rumah tangga
sebagai sasaran
pembangunan AMPL sudah mendapat porsi pelayanan yang maksimal. Porsi instansi pemerintah lebih besar dari penerima manfaat sarana daan prasaraan umum, karena dalam rangka tugas tugas pelayanan kepada masyarakat yang harus dilaksanakannya. 3.7.3 Permasalahan Pembiayaan Sanitasi Kabupaten Bima Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bima dalam pembiayaan pengelolaan sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya
perhatian
Pemerintah
dan
sektor
swasta
dalam
penanganan sanitasi. Untuk menunjang penanganan sanitasi di kota, selama ini masih sangat tergantung oleh alokasi dana pemerintah yang sangat terbatas, sedangkan sektor swasta belum banyak berperan. Padahal penanganan sanitasi sebenarnya bukan hanya melulu diemban oleh pemerintah akan tetapi swasta memiliki kewajiban turut serta dalam penanganan sanitasi kota. Kedepan perlu di dorong peran serta sektor swasta dalam pembiayaan pengelolaan sanitasi melalui skema-skema kerjasama yang ideal antara pemerintak dengan para pelaku usaha. 2. Proporsi dana untuk sanitasi dalam struktur belanja langsung APBD sangat minim. Hal ini terkait dengan besaran APBD Kabupaten Bima sendiri yang masih relative kecil dan sumber pendapatannya masih sangat tergantung dari Dana Alokasi Umum yang dianggarkan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan kontribusi PAD masih amat sangat kecil dimana berdasarkan data terakhir tahun 2010 hanya sebesar 3,76% dari total APBD. Sementara disisi lain Pemerintah
Kabupaten Bima dihadapkan dengan begitu kompleksnya permasalahan pembangunan dan begitu banyaknya urusan pemerintahan yang harus diemban sehingga pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai prioritas yang telah disusun dalam dokumen perencanaan daerah 3. Dokumen perencanaan sanitasi
yang komprehensif belum ada
sehingga arah kebijakan masih multi sektor. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan pembangunan selama ini, masalah pembiayaan sanitasi sebenarnya harus muncul sejak dari proses perencanaan, akan tetapi yang terjadi kurangnya sinkronisasi program antar berbagai sektor, sehingga belum ada tahapan dan target yang jelas kedepan sebagai acuan dalam penyusunan pembiayaan sanitasi. Kondisi saat ini cukup sulit mengukur besaran pembiayaan dalam struktur APBD dengan program dan kegiatan yang tidak terstruktur dengan baik. 4. Dukungan masyarakat dalam penanganan sanitasi masih rendah. Banyak sekali sarana air bersih dan sanitasi yang telah dibangun selama ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan air bersih dan sanitasi, baik oleh pemerintah maupun non pemerintah, akan tetapi tidak sedikit sarana yang dibangun tersebut jadi monumen belaka. Hal ini menunjukan rendahnya dukungan masyarakat dalam hal kepemilikan sarana, sehingga ke depan perlu dibangun strategi yang mampu membangkitkan rasa kepedulian masyarkat yang tinggi terhadap sarana yang dibangun.
BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN 4.1. Visi dan Misi Sanitasi Kota. 4.1.1. Visi Pembangunan AMPL Kab. Bima Melalui Lokakarya AMPL Tahun 2007 disepakati visi pembangunan sektor AMPL berbasis masyarakat di Kabupaten Bima adalah: “Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)
masyarakat Kabupaten Bima Tahun 2015” Kata “Terpenuhinya kebutuhan AMPL” menunjukkan pembangunan AMPL akan mampu mencapai kondisi masyarakat yang sehat sebagai salah satu syarat tercapainya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan air minum
80 % dan penyehatan lingkungan (sanitasi dasar) 85%
dari total kebutuhan masyarakat sampai dengan Tahun 2015.
Didalamnya
terkandung upaya untuk mencapai kondisi tersebut dengan kemampuan sendiri dari sisi pengelolaan baik fisik maupun non fisik dengan tetap mengutamakan kualitas hasil pembangunan yang dicapai. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu target Millenium Development Goals (MDGs),
adalah
mengurangi
separuh
proporsi
penduduk
tanpa
akses
berkelanjutan pada air minum yang aman dan sanitasi dasar sebelum akhir 2015. Dengan angka dasar cakupan Air minum (air bersih yang dapat diolah untuk menjadi air minum) Tahun 2009 sebesar 51,8%, maka diharapkan sampai dengan Tahun 2015 dapat dicapai target cakupan air minum (bersih) sebesar 80%. Sementara itu cakupan jamban keluarga per tahun 2009 adalah sebanyak 85.713 atau sebesar 73,69%. Dengan demikian sampai dengan tahun 2015 target yang ingin dicapai adalah 95%.
4.1.2. Misi Pembangunan AMPL Misi yang dicanangkan dalam melaksanakan pembangunan AMPL adalah: 1. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi yang memadai. 2. Mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat 3. Mengupayakan
terpenuhinya
kebutuhan
pasokan
air
baku
secara
berkelanjutan untuk layanan air minum 4. Memperkuat kapasitas pengelola sarana AMPL di tingkat masyarakat (KPP/UPS) 4.2. Strategi Penanganan Sanitasi Kota. Strategi penanganan sanitasi di Kabupaten Bima dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat
2.
Meningkatkan pelayanan persampahan
3.
Meningkatkan kapasitas dan fungsi drainase kota
4.
Meningkatkan
sarana
dan
prasarana
lingkungan
perumahan
dan
permukiman di wilayah Kabupaten Bima 5.
Berkurangnya luas dan lama genangan air yang disebabkan banjir dan rob.
6.
Meningkatkan
kualitas
dan
kuantitas
penanganan
pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan. 7.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan.
8.
Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan kawasan permukiman.
9.
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Setelah mengetahui kondisi eksisting kualitas sanitasi dan kesehatan lingkungan di setiap kawasan, melalui beberapa studi, untuk kemudian menetapkan prioritas penanganan sanitasi di tiap-tiap kawasan tersebut. Penetapan strategi penanganan sanitasi ini melalui tahapan-tahapan yaitu: Analisis faktor Lingkungan Internal dan Eksternal Kabupaten Bima berkaitan dengan potensi dan kendala pengembangan penanganan Sanitasi kota;
Menyusun beberapa alternatif strategi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bima Menetapkan strategi sanitasi jangka menengah Kabupaten Bima Strategi penanganan sanitasi ini mencakup beberapa strategi sektoral dan subsektor seperti drainase lingkungan, drainase kota, persampahan, air limbah, keterlibatan swasta, monev dan penganggaran/kemampuan pembiayaan. 4.3. Rencana Peningkatan Pengelolaan Limbah Cair/Domestik 1.
Penerapan program pemasaran sanitasi / sanitation marketing plan dalam penanganan masalah limbah cair Kab. Bima
2.
Pemerintah Kab. Bima perlu membuat off site system (Sewerage System) untuk pengelolaan air limbah.
3.
Membangun dan perbaikan MCK Komunal lingkungan dengan basis masyarakat
4.
Pemanfaatan tinja sebagai biogas sehingga dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar untuk masyarakat
5.
Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah terpadu (IPLT) sebagai bagian dari upaya penanganan sanitasi yang aman terhadap lingkungan
6.
Pendanaan untuk pengelolaan Lumpur tinja dapat ditingkatkan sehingga bisa diminimalisir permasalahan lingkungan sebagai akibat dari buruknya penanganan limbah cair
4.3.1. Sistem Terpusat (Offsite System) Sampai saat ini Kabupaten Bima belum memiliki sistim pengolahan limbah cair rumah tangga dengan sistim terpusat (off site). Melihat dari implementasi Sistim terpusat di kota lain misalnya maka ke depan perlu dipikirkan untuk dapat menyediakan cakupan pelayanan penanganan air limbah rumah tangga maupun air limbah industri dengan Sistim terpusat. Mungkin tidak terpusat pada satu tempat, namun terpusat dalam skala kecamatan atau beberapa kecamatan sebagai percontohan. Sehingga setiap bagian wilayah kota dapat ditempatkan satu Sistim terpusat. Walaupun Sistim ini akan jauh lebih mahal
namun Sistim terpusat ini memiliki keunggulan yaitu kemudahan terutama dalam kontrol penanganan, monitor dan evaluasi.
4.3.2. Sistem Sanimas Sistim sanimas yang dikenalkan pertama-tama di Indonesia ini akan menjadi terkenal ke seluruh dunia karena PBB akan mengadopsi Sistim ini kepada 124 negara anggota-nya, karena dinilai cukup sukses dan mudah untuk replikasi. Sistim ini digunakan untuk pengolahan limbah rumah tangga yang dilakukan oleh masyarakat pada wilayah tertentu, mengelola sanitasi secara bersamasama. Disebut juga pengolahan limbah yang berbasis pada masyarakat (SANIMAS) yaitu dengan membuat pengolah limbah rumah tangga secara komunal. Meskipun Sistim ini belum pernah diuji coba di Kab. Bima namun pengalaman daerah lain menunjukan bahwa kesulitan implementasi di masyarakat adalah kendala ketersediaan lahan, terutama di permukiman kumuh perkotaan, termasuk pada kawasan pinggiran sungai.
Sehingga pilihan strategi untuk
meningkatkan kualitas sanitasi, khususnya untuk pengelolaan limbah tinja, memerlukan penanganan yang terpadu, yaitu penataan kawasan. Pada kawasan
yang
sering
tergenang,
tidak
menutup
kemungkinan
untuk
menyediakan sanimas dua lantai, dimana lantai satu digunakan untuk penempatan tangki septik sedangkan lantai dua untuk fasilitas toilet. Model ini sudah diterapkan di kawasan pesisir pantai di Jakarta. 4.3.3. Sistim Setempat (Onsite System) Pelayanan air limbah di kawasan permukiman akan menggunakan system on-
site dengan septic tank, sehingga diperlukan dalam pengelolaannya truk tangki tinja untuk mengangkut lumpur tinja ke instalasi IPLT. Untuk memperkirakan kebutuhan pelayanan air limbah ini dipergunakan beberapa standar sebagai berikut:
-
Volume tinja domestik (perumahan) Daya tampung 1 unit truk tinja Tingkat pelayanan
= =
65 ltr/jiwa/thn atau 0,000015 ltr/jiwa/hari 8 m3
=
80%
Berdasarkan standar tersebut, maka perkiraan kebutuhan septiktank dan jumlah tangki truk tinja yang diperlukan adalah Tabel 4.1 Perkiraan Kebutuhan Truk Tangki Tinja untuk Perumahan Swadaya Tahun 2009 dan 2014 2010 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan
Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah
2014
Kebutuhan Septiktank
Kebutuhan Truk Tinja kapasitas 2m3
Kebutuhan Septiktank
Kebutuhan Truk Tinja kapasitas 2m3
735 1.853 3.932 3.810 1051 588 3.351 1.281 1.949 1.704 3.390 1.634 422 835 541 547 1.487 1.420
0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0
972 1.881 4.977 3.981 1.732 978 4.430 1.685 2.955 1.860 4.980 2.204 541 1.272 589 582 1.702 1.914
0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1
22.649
6
28.649
11
Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007
Dari asumsi-asumsi di atas, maka dapat diperkirakan pula bahwa setiap harinya total volume limbah domestik yang masuk ke IPLT adalah sejumlah volume lumpur tinja per harinya. Selain itu dapat diperkirakan pula bahwa Kabupaten Bima hingga tahun 2013 membutuhkan 10 unit truk tangki tinja (asumsi truk tangki tinja dapat mengangkut volume 8 m3). Sistim pembuangan air kotor, pada prinsipnya terbagi atas dua macam Sistim: pertama Sistim pembuangan mandiri (individual system), yang dikenal dalam bentuk septic tank dan sejenisnya.
kedua Sistim pembuangan bersama (communal system), yang dikenal dalam bentuk: WC.Umum (MCK), saluran pembuangan (sewerage system), septic tank individual dengan peresapan ke sumur peresapan dan sejenisnya. Kondisi yang ada di Ibukota Kabupaten Bima masih menggunakan Sistim yang pertama dan sebagian penduduk juga masih memanfaatkan aliran air yang lain. Rencana penanganan pembuangan air kotor di Ibukota Kabupaten Bima ini bisa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Air Kotor dari Kamar Mandi, Dapur dan Cucian Besarnya volume buangan diperkirakan sebesar 80% dari kebutuhan air bersih rumah tangga. Dengan demikian dapat diperkirakan volume limbah cair/air kotor di Ibukota Kabupaten Bima adalah sebagai berikut: Air kotor ini dibuang ke sumur peresapan pada masing-masing rumah, setelah melalui bak pengendap/alat penyaring pada masing-masing rumah. Bak
pengendap/alat
penyaring
ini
diperlukan
agar
bahan-bahan
padat/kotoran (sisa-sisa makanan, pasir dan lain-lain) yang terbawa air kotor bisa tertahan di bak pengendap tersebut. b. Air Kotor dari WC/kakus. Air kotor ini disalurkan ke tanki septik, kemudian dialirkan ke sumur peresapan. Pada penggunaan sumur peresapan, volume/ukuran dan konstruksi tanki septik harus benar-benar bisa memproses air kotor selama 3 hari sebelum dialirkan ke sumur peresapan. Jarak sumur peresapan dengan sumur sumber air bersih harus dijaga agar air bersih tidak tercemar oleh air kotor. Jarak ini tergantung pada arah aliran air tanah dan jenis tanahnya, bila arah aliran air kotor dari sumur peresapan menuju ke sumber airbersih maka jarak harus semakin jauh. Untuk tanah yang mengandung pasir jarak antara sumur peresapan dan sumber air bersih relatif bisa lebih dekat. Pada umumnya jarak minimum yang paling aman adalah 10 m. Untuk daerah pemukiman yang sudah padat, nantinya dapat digunakan Sistim peresapan bersama dengan kapasitas pelayanan tiap sumur peresapan untuk 10 keluarga.
Sementara pencanangan pengelolaan limbah cair pada Wilayah Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.2 Pencanangan Pengelolaan Limbah Cair Kabupaten Bima NO.
BWK
Lingkungan
Penduduk Tahun 2007
Air Limbah
1
BWK1
1,1
0
-
1,2 1,3
3,027 6,675
339,024 747,600
1,4
13,133
1,470,896
1,5 1,6 Jumlah
13,409 331 36,575
1,501,808 37,072 4,096,400
2
BWK2
3
BWK3
2,1
892
99,904
2,2 2,4 2,5
4,123 4,013 2,713
461,776 449,456 303,856
2,6
3,249
363,888
Jumlah 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 Jumlah
20,798 4,857 448 311 2,888 8,504
2,329,376 543,984 50,176 34,832 323,456 952,448
Jumlah
65,877
7,378,224
Bangunan Pengolahan
Waduk Penampungan
4 Unit
1.200 m3
2 Unit
700 m3
1 Unit
300 m3 2.200 m3
Sumber :RPIJM,2010-2014
c.
Limbah cair dari Industri Limbah cair yang berasal dari industri diwajibkan untuk menyediakan Sistim pengolahan air limbah sebelum dibuang ke sungai atau saluran yang berada di wilayah perencanaan. Industri yang berskala besar sebelum beroperasi harus menyertakan dokumen Amdal maupun UKL/UPL, agar tidak terjadi penurunan daya dukung lingkungan di Ibukota Kabupaten Bima.
4.4. Rencana Peningkatan Pengelolaan Sampah (Limbah Padat). Rencana penempatan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Ibukota Kabupaten Bima terletak di Desa Keli dengan luas 5,986 Ha Pola pelayanan persampahan yang cukup sesuai adalah dengan menggunakan pola pengumpulan dan pengangkutan secara komunal, dengan tingkat
pelayanan minimal 75%. Beberapa standar yang digunakan dalam menghitung volume timbunan sampah akibat berkembangnya kegiatan permukiman antara lain: Tingkat pelayanan
= 75% - 90%
Timbulan sampah domestik
= 2,28 ltr/jiwa/hari
Gambaran volume timbunan sampah sebagai akibat berkembangnya kegiatan permukiman dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel. 4.3 Perkiraan Kebutuhan Pelayanan Persampahan untuk Perumahan Swadaya Tahun 2010 dan 2014 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan
Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah
2010 TPS Gerobak Truk Kontaine Sampak Terbuka r Besi 1m3 7 m3 10 m3 1 0 0 2 1 0 6 3 1 6 3 1 2 1 0 0 0 0 6 3 1 2 1 0 3 2 0 2 1 0 6 3 1 2 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 2 1 0 43 22 4
Dump Truck 8 m3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2014 TPS Armroll Gerobak Truk Dump Armroll Kontainer Truck Sampah Terbuk Truck Truck Besi 10 m3 1m3 a 7 m3 8 m3 10 m3 10 m3 0 2 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 8 5 2 1 0 0 6 3 2 1 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 3 2 1 0 0 2 2 0 0 0 0 5 2 1 0 0 0 2 2 0 0 0 0 8 5 2 1 0 0 3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 54 30 9 4 0
Sumber : Hasil Perhitungan Dan Analisis, 2007
Tabel. 4.4 Proyeksi Jumlah TPA dan TPS Tahun 2031 NO 1 2 3 8 9 4 10
KECAMATAN Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Monta Parado
TPS 17 54 21 22 10 22 10
TPA 1
1
5 6 7 11 12 13 14 15 16 17 18
Woha Belo Palibelo Bolo Madapangga Donggo Soromandi Sanggar Tambora Wera Ambalawi Jumlah
60 22 25 34 20 16 12 12 10 21 12 400
1
1 1 5
Sumber : Hasil Rencana, 2010
Tabel 4.5 Rincian Proyeksi Jumlah TPS Tahun 2016 Kebutuhan TPS Tahun 2016 No
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Jumlah KK
3 Kg/KK
Industri (10%-50%)
Perkantoran (10%-60%)
Sosial Ekonomi (10%-60%)
Jumlah
TPS/ 1500 Kg
1
Ambalawi
17,588
3,518
10,553
2,111
1,055
1,055
14,774
10
2
Belo
24,570
4,914
14,742
4,423
2,948
5,897
28,010
19
3
Bolo
39,709
7,942
23,825
8,339
3,574
7,148
42,886
29
4
Donggo
16,315
3,263
9,789
2,937
2,937
3,916
19,578
13
5
Lambitu
6,088
1,522
4,566
2,283
2,740
2,740
12,328
8
6
Lambu
38,876
6,479
19,438
1,944
972
3,888
26,241
17
7
Langgudu
39,578
6,596
19,789
3,958
1,979
1,979
27,705
18
8
Mada Pangga
30,964
6,193
18,578
1,858
1,858
2,787
25,081
17
9
Monta
34,493
6,899
20,696
2,070
2,070
2,070
26,905
18
10
Palibelo
24,133
4,827
14,480
7,240
3,620
5,792
31,132
21
11
Parado
8,868
1,774
5,321
2,128
2,128
2,660
12,238
8
12
Sanggar
12,038
2,408
7,223
3,611
2,167
2,167
15,168
10
13
Sape
57,503
11,501
34,502
15,526
6,900
10,351
67,279
45
14
Soromandi
8,859
1,772
5,315
2,658
3,189
3,189
14,352
10
15
Tambora
12,622
2,524
7,573
3,029
757
757
12,117
8
16
Wawo
16,468
3,294
9,881
3,952
2,964
3,952
20,750
14
17
Wera
30,026
6,005
18,016
4,504
1,802
1,802
26,123
17
18
Woha
45,479
9,096
27,287
10,915
15,008
21,830
75,040
50
JUMLAH
464,180
90,525
271,574
83,484
58,668
83,978
497,704
332
Sumber Data RTRW Thn 2011-2031
Sebaran lokasi dan kriteria TPST, dan/atau TPA ditentukan berdasarkan persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI Nomor 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Kondisi saat ini penyebaran penduduk di Kabupaten Bima tidak begitu merata. Sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pusat kota. Sehingga jika peletakan TPS didasarkan pada luas wilayah, hal ini tidak menguntungkan. Terutama karena di daerah pedesaan yang masih memiliki lahan kosong cukup luas, masyarakat biasanya membuang sampah di lahan-lahan kosong tersebut. Untuk itu alternatif ke dua yaitu peletakan TPS berdasarkan jumlah timbulan sampah untuk wilayah yang dilayani. 4.5. Rencana Peningkatan Pengelolaan Saluran Drainase Lingkungan. Hingga Tahun 2013, diperkirakan Kabupaten Bima membutuhkan tambahan jaringan drainase sepanjang 433,74 Km, yang terletak di kedua sisi jaringan jalan. Secara rinci per kecamatan mengenai prediksi kebutuhan tambahan pelayanan drainase permukiman dijelaskan dalam Tabel 4.5. Tabel 4.6 Perkiraan Kebutuhan Jaringan Drainase untuk Perumahan Swadaya Tahun 2010 dan 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu
2010 2014 Panjang Luas Saluran Panjang Luas Saluran Saluran (km) (ha) Saluran (km) (ha) 6,35 0,38 8,72 0,52 12,53 0,75 13,81 0,83 30,32 1,82 43,77 2,63 30,10 1,81 32,81 1,97 9,51 0,57 11,32 0,68 3,88 0,23 4,78 0,29 27,51 1,65 37,30 2,24
No.
Kecamatan
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah
2010 2014 Panjang Luas Saluran Panjang Luas Saluran Saluran (km) (ha) Saluran (km) (ha) 9,81 0,59 14,85 0,89 17,49 1,05 23,55 1,41 12,04 0,72 14,60 0,88 29,90 1,79 41,80 2,51 14,34 0,86 18,04 1,08 2,22 0,13 3,41 0,20 6,35 0,38 8,72 0,52 3,41 0,20 3,89 0,23 3,47 0,21 3,82 0,23 11,87 0,71 13,02 0,78 10,20 0,61 17,14 1,03 241,30 14,46 315,35 18,92
Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D
Rencana dalam mengatasi penambahan limpasan air hujan pada Bagian Wilayah Kota (BWK), maka diperlukan adanya kolam – kolam penampungan yang berfungsi melindungi wilayah terbangun (permukiman, pusat perkantoran) dan Sistim
drainase
wilayah
secara
terpadu
(polder/bendungan
pengendali).
Kebutuhan kolam penampungan disesuaikan dengan kondisi topografi wilayah dengan dengan hasil hitungan berikut. Tabel 4.7 Kebutuhan Kolam Penampungan (Bendali) Wilayah
BWK 1
BWK 2
Lingkungan
CH
Koeff
Durasi
Qlimp
D
Luas Bendali
(m2)
(mm/hari)
Run Off
(jam)
(mm3/jam)
(m)
(m2)
1.2
2,021,473.66
70.1875
0.3
3
5320.5818
0.5
10,641.16
1.3
2,855,555.94
70.1875
0.3
3
7515.9125
0.5
15,031.82
1.4
3,387,175.80
70.1875
0.3
3
8915.1526
0.5
17,830.31
1.5
3,100,806.20
70.1875
0.3
3
8161.4188
0.5
16,322.84
1.6
2,241,697.39
70.1875
0.3
3
5900.2176
0.5
11,800.44
2.1
4,155,400.71
70.1875
0.3
3
10937.145
0.5
21,874.29
2.2
2,762,963.69
70.1875
0.3
3
7272.2068
0.5
14,544.41
2.3
2,164,377.10
70.1875
0.3
3
5696.7082
0.5
11,393.42
2.4
1,200,844.93
70.1875
0.3
3
3160.6614
0.5
6,321.32
500,000.00
70.1875
0.3
3
1316.0156
0.5
2,632.03
2.5
3,765,749.73
70.1875
0.3
3
9911.571
0.5
19,823.14
2.6
2,490,663.79
70.1875
0.3
3
6555.5049
0.5
13,111.01
3.1
7,053,809.64
70.1875
0.3
3
18565.847
0.5
37,131.69
Pusat Perkantoran
BWK 3
Luas lahan
Sumber : Hasil Analisis, 2007
Keterangan: CH : Curah Hujan D : Kedalaman kolam penampungan (Bendali = Bendungan pengendali)
4.5.1 Kebijakan Pengembangan Drainase Untuk membuat suatu program dan prioriatas pembangunan saluran drainase, terlebih dahulu harus dilihat kebijakan Rencana Umum Tata Ruang. Saluran drainase air hujan secara fisik sebagian sudah hanya kondisi dan kemampuan menyalurkan air hujan masih perlu ditingkatkan lagi. Pada umumnya menyalurkan air hujan masih perlu ditingkatkan lagi. Pada umumnya saluran drainase air hujan bercampur juga dengan saluran air limbah rumah tangga. Selain saluran – saluran air tersebut, saluran drainase kota juga memanfaatkan saluran irigasi yang kemudian dibuang ke sungai. Dengan demikian pengembangan jaringan drainase air hujan perlu didukung oleh kebijaksanaan sebagai berikut : Perlindungan terhadap sungai – sungai yang mengalir di wilayah kota sebagai saluran induk tempat penampungan air hujan dari semua jaringan drainase primer kota, sehingga perlu dijaga kelestariannya. Saluran drainase yang mempunya
pungsi koleksi bila digunakan pula
sebagai saluran irigasi yang mempunyai fungsi distribusi, dan sebaliknya harus memenuhi syarat – syarat teknis yang dapt ditetapkan oleh pihak – pihak berwenang. Perlu
dibuat
Outfall
yang
lebih
banyak
menuju
sungai
dengan
mempertimbangkan topografi wilayah, sehingga air hujan secepatnya tersalurkan ke sungai dan memperkecil kemungkinan terjadinya genangan. Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase harus mampu mengallirkan air hujan dengan sesuai kapasitas Saluran Drainase yang telah ada ditingkatkan fungsinya menjadi lebih baik. Dengan mempertimbangkan hal – hal pokok seperti tersebut diatas, maka strategi pengembangan jaringan drainase air hujan adalah : 1. Perlindungan terhadap sungai yang berfungsi sebagai saluran drainase induk dilakukan dengan jalan menggunakan wilayah sungai sebagai satuan wilayah pengelolaan dengan memandang pengelolaan sungai diwilayah kota harus memperhatikan dan merupkan bagian dari pengelolaan wilayah
sungai dari hulu hingga hilir beserta lingkungannya sebagai satu kesatuan system. 2. Pembangunan dan pengembangan saluran drainase yang berfungsi pula sebagai saluran harus tetap memiliki fungsi utama saluran pemutusan kawasan dengan tetap menjamin saluran tersebut memiliki akses drainase yang jelas, yang dilengkapi dengan katup – katup pengatur pemutusan, serta mengutamakan pola alur saluran yang menuju sungai sebagai saluran induk sependek mungkin. 3. Pembangunan pengembangan saluran drainase, termasuk peningkatan saluran drainase yang telah ada mempertimbangkan prinsip – prinsip bahwa :
Saluran harus di buat sependek mungkin agar mampu menyalurkan air hujan secepatnya mungkin ke saluran pembuangan.
Saluran dihindakan kerusakannya akibat adanya erosi dan kecepatan maksimum aliran didalam badan saluran.
Saluran harus terjamin bersih dengan konstruksi yang memiliki mekanisme “SELF CLEANING”
pada kecepatan minimum baik pada
daerah slope maupun datar.
Saluran harus mampu menampung kapasitas air hujan pada periode ulang banjir yang diperkirakan dengan melihat kapasitas drainase terakhir sesuai dengan situasi pembangunan dan kepadatan daerah permukiman.
Sistim drainase pada khususnya diarahkan dengan menggunakan pola sebagai berikut : 1. Air limpasan mengalir secara gravitasional dari catchment area ke saluran – saluran drainase, baik itu saluran drainase lahan, perkotaan maupun drainase jalan. Dari saluran – saluran tersebut air dialirkan secara gravitasional ke badan penerima air (sungai). Sistim ini dapat diberlakukan untuk daerah yang berada cukup jauh dari badan penerima air, misalnya daerah permukiman, perkotaan, perdagangan dan lain – lain.
2. Untuk daerah sekitar sungai, air limpasan dapat mengalir secara langsung ke badan penerima air ( sungai ). 5.1.2
Prioritas Pembangunan Saluran Drainase Kabupaten Bima
Hasil Review Master Plan Sistim Drainase Tahun 2002, yang mencakup analisis layout, analisis hidrologi serta analisis hidrolika dan perencanaan, memberikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : 1. Saluran alami yang dijadikan sebagai penerima debit limpasan adalah saluran irigasi yang terdapat di daerah perencanaan. 2. Analisis layout saluran drainase menghasilkan peta – peta sebagai berikut : 1). Peta dasar a. Peta saluran drainase eksisting skala 1 : 20000 b. Peta daerah genangan, skala 1 : 20000 2). Peta Review Master Plan, skala 1 : 15000 Dari Peta in dibuat pula peta per zona : a. Peta Review Master Plan Zona 1, b. Peta Review Master Plan Zona 2, c.
Peta Review Master Plan Zona 3.
3). Analisis Hidrolika dan Perencanaan Teknis mencakup saluran drainase, gorong – gorong dan Embung. Hasil evaluasi dimensi saluran drainase pada Master Plan Sistim Drainase Kabupaten Bima 2002 menunjukkan :
Dimensi saluran di awal atau permulaan saluran, sesuai dengan debit air hujan yang melimpas kedalam salruan tersebut.
Dalam mendesain gorong – gorong ini harus diperhatikan agar dimensi tepat dengan debit air yang melewatinya, agar itdak terjadi arus berbalik Backflow kearah hulu saluran yang disebabkan oleh dimensi gorong – gorong lebih kecil dari debit air yang masuk.
Embung Gerunung yang berfungsi untuk penggelontoran, untuk tidak diperlukannya penggelontoran pada saluran drainase, sebab pada perencanaan saluran drainase telah ditetapkan standar kecepatan minimum dan kemiringan saluran minimum sehingga air
di saluran tersebut selalu mengalir, sehingga terjadi pembersihan saluran secara alami oleh aliran air (self cleaning) 5.1.3 Usulan dan Prioritas Program Sub-Bidang Drainase 1.
Master Plan Drainase
2.
Peningkatan sarana dan prasarana drainase
3.
Pembuatan SIG dan pemetaan jaringan drainase
4.
Sosialisasi
peraturan
perundangan
untuk
menggugah
kesadaran
masyarakat 5.
Pelaksanaan Fisik Pembangunan Sistem Drainase
6.
Pengawasan Fisik Pembangunan Sistem Drainase
4.6. Rencana Pembangunan Penyediaan Air Minum. Kebutuhan air bersih didasarkan pada jumlah penduduk yang akan dilayani, yaitu diasumsikan yang akan menjadi pelanggan PDAM untuk kebutuhan sebesar 100% dari jumlah penduduk. Apabila prakiraan jumlah penduduk yang akan menjadi pelanggan air bersih dari PDAM adalah untuk tiap tahap (5 tahun) berturut-turut 40%, 60%, 80% dan 100%, maka dapat diketahui debit air bersih yang dibutuhkan sebagai berikut: Jumlah penduduk tahun 2012
= 40.331 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2017
= 54.111 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2022
= 61.275 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2027
= 68.860 jiwa Tabel 4.8
Kebutuhan Air Bersih di Ibukota Kabupaten Bima Tahun 2012-2027
NO
1
BWK Lingkungan
BWK1
1,1
Kebutuhan Air
Bangunan Pengambil Air Baku
Pipa Transmisi Air Baku Instalasi Produksi
Pipa Transmisi Air Bersih
Dia 350 mm
250-350 mm
-
1,2 1,3
889,938 1,962,450
10,3 liter/det 22,71 liter/det
1,4
3,861,102
44,69 liter/det
1,5 1,6
3,942,246 97,314
45,63 liter/det 1,13 liter/det
Bak Penampung
Jumlah 2
BWK2
3
BWK3
10,753,050.00
124,4 liter/det
2,1
262,248
2,2 2,3 2,4 2,5
1,212,162 1,707,552 1,179,822 797,622
14,03 liter/det 19,76 liter/det 13,66 liter/det 9,23 liter/det
2,6
955,206
11,05 liter/det
Jumlah 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 Jumlah
6,114,612.00 1,427,958 131,712 91,434 849,072 2,500,176.00
70,77 liter/det 16,53 liter/det 1,52 liter/det 1,06 liter/det 9,83 liter/det
Jumlah
19,367,838.00
1200 m3
3,04 liter/det Dia 300 mm
200-300 mm
700 m3
Dia 200 mm
28,94 liter/det
150-200 mm
300 m3
Sumber: Hasil analisis, 2007
Untuk menjaga ketersediaan sumber daya air yang berkelanjutan di wilayah Kabupaten Bima perlu dilakukan pendistribusian rencana penggunaan air. Penggunaan air terbesar di wilayah Kabupaten Bima adalah untuk irigasi pertanian, disamping untuk pemenuhan kebutuhan air bersih dan pariwisata. Kebutuhan air untuk irigasi pertanian dipenuhi oleh ketersediaan air permukaan dan bendungan dengan rencana distribusi penggunaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.9 Rencana Penggunaan Mata Air di Wilayah Kabupaten Bima Lokasi Desa
Kecamatan
Debit (L/dtk)
Penggunaan
Mada Oi Soli
Tonda
Madapangga
150
Pertanian
2
Oi Tede
Campa
Madapangga
57
Pertanian
3 4 5 6 7 8 9 10
Oi Beringin Oi Madapangga Oi Ntana Oi O’o Mada Oi Rora Oi Mudu Oi Tampuro Oi Po’on
Madapangga Madapangga Donggo Donggo Donggo Donggo Sanggar Sanggar
15 175 5 1 15 17 200 25
Pertanian Pertanian dan Air Minum Pertanian Air Minum Pertanian Pertanian Kelautan Pertanian
11
Oi Nanga Na’E
Tambora
2000
Kelautan
12 13 14 15 16
Sori Panihi Oi Wo’bo Oi Fanda Oi Ntoke Oi Pai
Monggo Ndano Bajo O’o Padende Mbawa Piong Piong Labuan Kananga Kawinda Nae Maria Talapiti Ntoke Pai Dalam
Tambora Wawo Ambalawi Wera Wera
350 10 37 55 65
Air Minum dan Kelautan Permandian/ Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian
No
Nama Sumber Mata Air
1
Lokasi Desa
Kecamatan
Debit (L/dtk)
Diwu Moro Oi Pela
Rato Pelaparado
Lambu Monta
1 1
Pertanian Pertanian
19
Oi So Wuwu
Tolo Uwi
Monta
7
Pertanian
20
Oi Rade
Rade
Madapangga
21
Oi Kala Tembaju
Woha
30
22
Oi Toloribo
Woha
20
No
Nama Sumber Mata Air
17 18
23
Oi Roko
Tangga
Monta
2
24
Oi Ngawu
Sie
Monta
1
25
Oi Sori Kadi
Diha
Monta
4
26
Oi Panas
Parado
Monta
4
27
Oi Kambu’u
Monta
30
28
Oi Karano
Belo
3
29
Keke
Belo
30
Oi Mada Karumbu
Langgudu
20
31
Oi Kalo Rupe
Langgudu
20
32
Oi Labolo
Donggo
75
Donggo
50
Bolo
15
Madapangga
5
Donggo
5
33
Oi Rora Kecil
34
Oi Nanga Kai
Padende
35
Oi Ncoha
36
Oi Monca
37
Oi Mada Masa
Kawinda
Sape
15
38
Oi Witi
Sangia
Sape
25
39
Jo Nangga
Parangina
Sape
40
Oi Jangka
Parangina
Sape
41
Oi Ro’o
Bala
42
Oi Wadukinda
43
Oi Fo’o
44
Oi Ncinggi
Woro
Boke
Wera
15
Wawo
20
Wawo
20
Sape
10
Penggunaan
Sumber : Dinas PU Hasil Rencana, 2007
4.6.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah: Dalam rangka meminimalisir berbagai permasalahan air minum khususnya di bawah tugas dan tanggung jawab PDAM Bima, langkah-langkah penangananya adalah sebagai berikut : Menekan tingkat kehilangan air dengan menurunkan angka kebocoran secara bertahap dari 49% menjadi 20% melalui kegiatan revisi/Pergantian jaringan pipa, terutama pada pipa-pipa yang telah melampaui umur teknis diwilayah pelayanan Merevisi dan mengganti water meter pelanggan yang rusak.
Mengganti water meter produksi air dan menambah water meter distribusi Menyesuaikan ratio pegawai dan pelanggan melalui perluasan penambahan jaringan pipa pelayanan dan penambahan sambungan rumah. 4.6.2 Hasil-hasil yang ingin dicapai : Dari realisasi kegiatan yang diuraikan dalam langkah langkah pemecahan masalah maka akan diperoleh, minimal angka kehilangan air dapat diselamatkan sebesar 1.599.978 M3 dan bila disuplai kepelanggan maka akan dapat menghasilkan nilai jual sebesar Rp. 4.377.539.808,- pertahunnya, sehingga dalam setiap tahunnya PDAM Kabupaten Bima dapat memenuhi kewajibannya ( PAD dan Kewajiban lainnya ) Untuk pengembangan pelayanan PDAM Kabupaten Bima telah mengupayakan penambahan kapasitas produksi dan jaringan distribusi utama, melalui dana APBN pada Sistim Penyediaan Air Minum (SPAM) Pelaparado (Wilayah Pelayanan Kec. Monta, Kec. Woha, Kec. Belo,Kec. Palibelo) dan IKK Parado dengan kapasitas produksi 50 lt/dtk dan 10 lt/dtk. Guna pengoptimalan pemanfaatan Sistim air minum tersebut diatas, diharapkan Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan pendanaan untuk pemasangan pipa pelayanan dan Sambungan Rumah. 4.6.3. Peran Serta Masyarakat. Upaya
meningkatkan
peran
serta
masyarakat
dan
swasta
dalam
penyelenggaraan SPAM di Kabupaten Bima dilakukan melalui : Diperkotaan dengan melaksanakan sosialisasi tentang keberadaan PDAM dan air minum termasuk komponen komponen perangkat Pengelolaan air minum kepada semua pihak sehingga diharapkan akan tumbuh rasa kesadaran dan kepedulian terhadap mata rantai pengelolaan air minum, Memberikan peluang pada swasta untuk menjadi Mitra Kerja Sama. Diperdesaan dengan membentuk kelompok kelompok pelayanan air minum yamg dikelola oleh masyarakat sendiri.
Pada saat ini sudah terdapat pelayanan
air
minum
8 Kelompok masyarakat yang mengelola
pedesaan
dari
hasil
pembangunan
oleh
pemerintah/NGO. 4.6.4 Saran-saran Untuk merealisasikan kegiatan Penyehatan PDAM Kabupaten Bima, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Bima menyangkut pendanaan kegiatan: 1. Revisi dan pergantian water meter pelanggan 2. Optimalisasi sistim dan perluasan cakupan pelayanan. 3. Penambahan kapasitas produksi Pendanaan kegiatan pembangunan dalam item 1. 2. 3 tersebut diatas dapat dikoordinasikan melalui program RPIJM
dalam rangka meraih dukungan
pendanaan APBD II, APBD I dan APBN. Selengkapnya permasalahan air minum yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bima, adalah sebagimana tertera di bawah ini :
Tabel 4.10 Permasalahan Air Minum Kab. Bima ISU STRATEGIS Kurangnya jumlah sumber air bersih / minum dan buruknya kualitas air. Jumlah SAB 37.550 unit yang memenuhi syarat 29.094 unit, tidak memenuhi syarat 8.452 unit
Tujuan Strategis melestarikan/ mengoptimalka n sumber air yang ada. -Perbaikan kualitas air - perbaikan sarana air bersih.
Pembangunan AMPL tidak / kurang melibatkan masyarakat
Terwujudnya pembangunan AMPL yang berbasis masyarakat.
Sasaran - Penambahan SAB Pada tahun 2015 untuk 25,23 % penduduk. -Rehabilitasi SAB 8.452 unit. Perbaikan kualitas air bersih untuk 29,094 unit SAB
Prosentase masyarakat terlibat dalam proses pembangunan AMPL setiap tahun meningkat secara signifikan.
Kebijakan Strategis Penyelamatan sumber daya air, Optimalisasi sumber air yang telah ada. Pembangunan/reh abilitasi SAB dan perbaikan kualitas air bersih.
Peningkatan Peran aktif masyarakat dalam pembangunan
Program Strategis
Kegiatan Strategis
1. Konservasi 1. Penghijauan dan konservasi lahan di wilayah lahan didareah tangkapan tangkapan air. mata air. (pemetaan lokasi 2. Pembinaan sosial- ekonomi tangkapan air, masyarakat di sekitar kawasan dimana saja) hutan, termasuk 2. Inventarisasi kelembagaannya. sumber-sumber air 3. Pembangunan/rehaabilitasi baru Perlindungan sarana air bersih sumber mata air. 4. Perbaikan kualitas air bersih 3. Pembangunan/r 5. Pembinaan badan pengelola ehabilitasi SAB sarana air bersih 4. Perbaikan 6. Peningkatan peran serta kualitas air bersih. masyarakat sekitar kawasan tangkapan air dalam upaya konservasi (untuk mengurangi penebang hutan secara liar) 1. Peningkatan 1. Operasionalisasi Kebijakan kesadaran Nasional AMPL berbasis masyarakat akan masyarakat ; perlunya 2. Revitalisasi dan memecahkan mengembangkan lembagamasalah secara lembaga desa dan/ atau bersama. membangun lembaga baru 2. Penguatan untuk mengakomodasi Kelembagaan tingkat partisipasi dan aspirasi desa dalam masyarakat. pengelolaan sarana 3. Inventarisasi dan evaluasi prasana AMPL. terhadap kinerja lembaga 3. Penerapan lembaga desa.
Keterbatasan kemampuan ekonomi dan kesadaran masyarakat sehingga swadya masyarakat rendah
mekanisme pembangunan partisipatif sesuai kebutuhan desa
4. Menyusun peraturan di tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, mengenai pembangunan AMPL-BM. 1. Pendataan dan kajian potensi ekonomi 2. Melakukan kajian sektor andalan desa/ kecamatan. 3. Melakukan kajian potensi SDM’ 4. Memberikan pelatihan sesuai kebutuhan 5. Melakukan sosialisasi dan advokasi AMPL 6. Memciptakaan / memperluas jaringan pemasaran. 7. Memberikan pelatihan untuk mendidik dan/atau meningkatkan kualitas produksi barang. 8. Pelatihan/ penyuluhan mengenai motivasi dan semangat kerja keras dan semangat ke swadayaan. 1. Kajian / evaluasi ketepatan jenis teknologi yang telah diterapkan selama ini. 2. Supporting masyarakat umum/ aparat pemerintah untuk melakukan inovasi dan/ atau mengembangkan teknologi alternatif. 3. Pelatihan teknis untuk mengoperasikan sarana air minum yang dibangun
Meningkatkan kemampuan masyarakat sehingga mampu berswadaya dalam melaksanakan pembangunan di sektor AMPL
Pada tahun 2015 masyarakat mampu swadayadalam pembangunan dan pengelolaan sarpras AMPL
Peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan AMPL
1. Inventarisasi potensi ekonomi masyarakat desa 2. Pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas dan kreatifitas masyarakat. 3. Sosialisasi dan advokasi AMPL 4. Menciptakan kesempatan kerja 5. Menumbuhkan semangat keswadayaan masyarakat
Teknologi tidak Penerapan tepat guna, teknologi tepat sarana tidak guna. berkelanjutan.
Pada tahun 2015 teknologi AMPL sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan serta kondisi masyarakat desa
Peningkatan upaya penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna sektor AMPL
-
Pendataan jenis teknologi yang diterapkan - Pengembangan teknologi pengolah air - Mencari/ mengembangkan teknologi alternatif. - Peningkatan kemampuan SDM
masyarakat.
Sumber : PDAM Kab. Bima Tahun 2011
termasuk kecakapan praktis melakukan perbaikan kerusakan. 4. Pelatihan menyeluruh mengenai pengelolaan sarana air bersih.
Rencana Peningkatan Kampanye PHBS 4.7.1 Pemahaman Kebijakan : Pembangunan harus mampu mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat : - Penyuluhan / sosialisasi PHBS kepada masyarakat oleh pihak terkait - Penanaman kebiasaan masyarakat untuk berperilaku PHBS ; - Sebagian masyarakat belum bisa melaksanakan perilaku hidup sehat dan bersih sehingga dibutuhkan suatu upaya dengan cara menanamkan kebiasaan hidup bersih dan sehat memberikan contoh hidup sehat sejak dini dan mensosialisasikan kepada masyarakat sehingga meningkatkan kebersihan lingkungan dan meningkatkan kehidupan masyarakat ; Kendala yang dihadapi : - Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup bersih & sehat ; - Kurangnya sosialisasi pemerintah tentang perilaku hidup bersih dan sehat oleh pemerintah ; - Sulitnya mengubah perilaku masyarakat untuk PHBS Upaya untuk mengatasi kendala : - Penyuluhan PHBS ; - Pembuatan aturan agar masyarakat bertanggungjawab; - Pengadaan sarana pendukung PHBS baik secara swadaya maupun lewat dana APBD II, I, APBN dan BLN 4.7.2 Hambatan dan Solusi Penyuluhan Kesehatan (Promkes) A. Hambatan 1. Sumber dana APBD II sangat minim sehingga program kegiatan khususnya PHBS tidak jalan berdampak pada rendahnya cakupan 2. Keterbatasan kemampuan penyuluh pada tenaga penyuluh kesehatan Puskesmas
3. Jabatan fungsional penyuluh hingga kini belum diberdayakan sehingga berdampak pada kinerja petugas 4. Sarana pendukung penyuluhan (media cetak & elektronik ) masih sangat terbatas terutama di Puskesmas serta belum mendekati standar sebagai bagian dari kegiatan promosi kesehatan daerah (Kepmenkes no. 114 tentang promosi kesehatan daerah) 5. Sampai tahun 2010 kegiatan-kegiatan promkes
(PHBS) ditingkat
Puskesmas sangat rendah karena anggaran program nyaris terpakai habis untuk kegiatan kuratif dan rehabilitasi seperti persalinan dan posyandu 6. Peran badan usaha dan pihak swasta sangat diharapkan lebih optimal untuk mendukung kegiatan promosi kesehatan di wilayah Kab. Bima dengan segala bentuk dan strateginya 7. PHBS di wilayah Kab. Bima baru dilaksanakan pada tatanan rumah tangga, sementara 4 tatanan lainnya (tatanan institusi, pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan sarana kesehatan, tatanan tempat umum) belum optimal 8. Kemitraan dengan LSM dan instansi lain (pemerintah maupun swasta) yang terkait program PHBS belum berkesinambungan hanya bersifat insidentil pada kegiatan-kegiatan tertentu 9. Kegiatan program kurang fokus dan sulit dievaluasi pada semua tatanan B. Solusi 1. Perlu diadakan pendidikan dan pelatihan promosi kesehatan bagi tenaga promosi Puskesmas 2. Adanya
komitmen
berupa
dukungan
anggaran
bagi
terpenuhinya
anggaran bagi Primkes (cetak maupun elektronik) baik untuk promkes kabupaten maupun promkes tingkat puskesmas, termasuk juga bagi terselenggaranya kegiatan PHBS pada 4 tatanan yang nyaris belum tersentuh oleh program 3. Sudah saatnya komitmen yang mendukung upaya promotif dan prefentif tidak hanya pada tatanan teoritis tetapi betul-betul direalisasikan
4. Kesinambungan program yang terfokus agar mendapat perhatian lebih dan prioritas kegiatan lebih diarahkan pada promotif sehingga dapat meminimalisir lingkungan.
terjadinya
berbagai
insiden
penyakit
yang
berbasis
Tabel 4.11 STRATEGI PENYEHATAN LINGKUNGAN KAB. BIMA Issue Strategis
Tujuan Strategis
Masih kurangnya
Meningkatkan
kesadaran
Sasaran
Kebijakan Strategis
Program Strategis
Pada tahun
1 . Peningkatan
1. Penyadaran
derajat
2015 derajat
kesadaran
masyarakat untuk
kalangan murid sekolah di tingkat sekolah
masyarakat untuk
kesehatan
kesehatan
masyarakat untuk
hidup bersih dan
dasar dan rumah tangga.
hidup bersih dan
masyarakat dan
masyarakat
hidup sehat
sehat ;
sehat
meningkatnya
meningkat dan
kesehatan
lingkungan
penyehatan
lingkungan
menjadi sehat
lingkungan
2 . Peningkatan upaya
2. Penyehatan lingkungan
Kegiatan Strategis 1. Pendidikan hidup bersih dan sehat di
2. Pembekalan PHBS pada perguruan Tinggi untuk program pengabdian masyarakat. 3. Penyusunan kurikulum muatan lokal hidup bersih dan sehat ; 4. Sosialisasi PHBS ; 5. Pembangunan klinik sanitasi di seluruh wilayah kerja Puskesmas ; 6. Stimulasi pembangunan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan ; 7. Stimulasi pembangunan rumah sehat.
Sarana
dan
Tersedianya/
sanitasi dasar
prasarana sanitasi
tercukupinya
lingkungan
pembangunan
dasar lingkungan
dasar
sarana
tertata dengan
sarana dan
kumuh.
baik
prasarana sanitasi
pembangunan sarana sanitasi dasar
dasar
dengan melibatkan masyarakat.
memadai
kurang
dasar memadai
sanitasi yang
1. Peningkatan
2. Peningkatan
Penataan sanitasi
1. Pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dasar 2. Melakukan monitoring dan evaluasi
3. Melakukan pemeliharaan sarana sanitasi
pemantauan
dasar yang telah ada oleh masyarakat .
kualitas
4. Rehabilitasi sarana dan sanitasi dasar
pembangunan sarana
yang kurang layak.
sarana
5. Pemanfaatan dan pemeliharaan sarana
sanitasi dasar yang
yang ada oleh masyarakat.
telah ada. Penyehatan Lingkungan belum menjadi prioritas utama pembangunan kesehatan
Meningkatnya perhatian pemerintah terhadap Kesling
Mempromote program pembangunan keslink kedalam renstra.
Peningkatan anggaran pembangunan kesehatan lingkungan
Pembangunan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan
1. Sosialisasi dan memberikan pendidikan mengenai kesling kepada masyarakat. 2. Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sarana kesling. 3. Revitalisasi aktifitas dan fungsi lembaga yang menangani masalah kesling. 4. Akselerasi pengembangan dan pertumbuhan lembaga yang menangani keslink seprti : klinik keslink, bengkel keslink. 5. Advokasi program AMPL di tingkat pengambil kebijakan pembangunan daerah.
Pengelolaan
Terwujudnya
Mewujudkan
Peningkatan dukungan
Pembangunan
pengelolaan
pengelolaan
kebijakan pemerintah
sarana dan
sampah
sampah yang
daerah terhadap
prasarana
memenuhi
pengelolaan
persampahan
standar
persampahan
1. Pembentukan lembaga pengelolaan sampah dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa. 2. Menyusun peraturan tentang sistim pengelolaan sampah. 3. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan sampah. 4. Penerapan tekhnologi dalam pengelolaan sampah
sampah
yang
kurang memadai
optimal
yang
kesehatan Sumber : Bag. Promkes Dinkes 2011