BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA 3.1. ASPEK NON TEKNIS 3.1.1. Kebijakan Daerah dan Kelembagaan Untuk pencapaian sararan pengelolaan sanitasi yang terpadu, perlu adanya
pembaharuan
kebijakan
pembangunan
di
bidang
sanitasi
dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan organisasi lokal melalui proses pendukung yang mengarah pada pengembangan kapasitas dan penguatan kelembagaan. Dalam pelaksanaan pengelolaan sanitasi berbasis masyarakat perlu dilengkapi dengan perangkat dan mekanisme kerja berupa pedoman manajemen aspek kelembagaan dan pembiayaan yang disepakati dan dipahami oleh semua stakeholder, untuk menjamin sistem pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan. Kebijakan
pembangunan
sanitasi
diarahkan
pada
peningkatan
aksesibilitas masyarakat terhadap sarana dan prasarana sanitasi melalui peningkatan kesadaran masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan peran serta seluruh pemangku kepentingan, serta pembangunan sarana dan prasarana sanitasi yang berbasis partisipasi masyarakat. Dalam upaya penyusunan pedoman kerja perlu terlebih dulu mengkaji terhadap kendala-kendala dan faktor-faktor keberhasilan di masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan sanitasi yang menyangkut aspek, yaitu pola-pola kelembagaan, pembiayaan, operasional, dan peran serta masyarakat yang dilandasi oleh kearifan lokal yang ada. a. Sasaran yang dalam Pembangunan sanitasi adalah : Pola-pola kelembagaan, pembiayaan, operasional, dan peran serta masyarakat yang dilandasi oleh kearifan lokal yang ada. Konsep pedoman aspek Kelembagaan dan Pembiayaan (Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat.
Sedangkan prioritas pembangunan daerah yang terkait dengan sanitasi dapat dilihat pada bidang infrastruktur yaitu : • Pembangunan dan perbaikan infrastruktur dasar serta drainase melalui peningkatan jumlah anggaran pemerintah daerah. • Pembangunan kawasan kumuh slum area menjadi kawasan teratur dan indah melalui kerjasama pemerintah daerah dengan masyarakat dan pihak swasta. 1. Institusi dan Organisasi Setelah adanya perubahan SOTK di Pemerintah Kabupaten Aceh Barat berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 2 Tahun 2008 Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRK Aceh Barat, Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Aceh Barat dan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat didapatkan bahwa organisasi yang terlibat langsungdalam penanganan sanitasi adalah Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Badan Pengendali dampak Lingkungan
Hidup,
Kebersihan
dan
Pertamanan
dan
Badan
Pemberdayaan Masyarakat Adapun bagan Struktur Organisasi dari masing-masing dinas/badan adalah sebagai
berikut
Struktur 3.1. Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat
I. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat memiliki Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan sebagai berikut : (1)
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat merupakan unsur pelaksana otonomi daerah dalam bidang pelayanan kesehatan;
(2)
Kepala Dinas berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada
Walikota melalui SEKDA; Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat mempunyai tugas umum Pemerintah Daerah serta bertanggung jawab di bidang pelayanan Kesehatan. Untuk menyelenggarakan tugasnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat mempunyai fungsi: a. perumusan kebijakan teknis dalam bidang kesehatan; b. pelaksanaan pembinaan teknis dalam bidang kesehatan; c. pelaksanaan pedoman dan/atau petunjuk teknis dalam bidang kesehatan; d. pengkajian dan penyusunan konsep kebijakan dalam bidang kesehatan; e. pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan perencanaan, penyiapan konsep
Qanun
yang
berhubungan
dengan
kesehatan
serta
mendokumentasikan dan menyebarluaskan hasil-hasilnya; f. penyusunan program jangka panjang, menengah, dan tahunan Dinas Kesehatan; g. pelaksanaan pelayanan kesehatan umum bagi masyarakat; h. pembinaan terhadap unit pelaksana teknis Dinas dalam bidang Kesehatan; i. pengelolaan urusan ketatausahaan Dinas; j. pelaksanaan pembinaan dan pengendalian di bidang kesehatan meliputi bidang
peningkatan
upaya
pelayanan
kesehatan,
pencegahan
dan
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan dan permukiman dan perkotaan,
promosi
kesehatan,
pemulihan
kesehatan
dan
penelitian
kesehatan; k. pelaksanaan pembinaan teknis di bidang peningkatan Sumber Daya Tenaga Kesehatan, registrasi dan akreditasi tenaga dan sarana kesehatan;
l. pelaksanaan hubungan kerjasama dengan Instansi Pemerintah, lembaga swasta dan organisasi kemasyarakatan dalam bidang kesehatan; m. pelaksanaan uji kompetensi tenaga kesehatan; n. pengawasan dan pengendalian internal pelaksanaan program-program kesehatan; o. pemantauan, evaluasi dan pelaporan; p. pembinaan terhadap Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD); q. pelaksanaan pembinaan operasional di bidang kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; r. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Untuk menyelenggarakan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat mempunyai kewenangan: a. merumuskan kebijakan teknis di bidang kesehatan; b. melaksanakan pelayanan kesehatan umum bagi masyarakat; c. membina terhadap unit pelaksana teknis Dinas dalam bidang Kesehatan; d. mengelola urusan ketatausahaan Dinas; e. menetapkan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan; f. memberikan sertifikasi teknologi kesehatan; g. melaksanakan surveilans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan kejadian luar biasa; h. menetapkan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga kesehatan tertentu antar Kab/Kota serta bimbingan teknis tenaga kesehatan;
Struktur 3.2. Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Barat
II. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Barat Memiliki Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan sebagai berikut : (1) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Barat merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi; (2) Kepala Dinas berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada
Walikota melalui SEKDA; Dinas PU Kabupaten Aceh Barat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah di bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 26, Dinas PU Kabupaten Aceh Barat mempunyai fungsi: a. penyusunan rumusan kebijakan teknis dalam bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi; b. pelaksanaan pembinaan teknis dalam bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi; c. pelaksanaan pedoman dan/atau petunjuk teknis dalam bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi; d. pengkajian dan penyusunan konsep kebijakan dalam bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi; e. pelaksanaan Qanun
yang
yang berhubungan dengan perencanaan, penyiapan konsep berhubungan
dengan
bidang
pekerjaan
umum
dan
pertambangan energi serta mendokumentasikan dan menyebarluaskan hasilhasilnya f. pengaturan, pengelolaan dan evaluasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan fisik sarana dan prasarana; g. pengaturan dan pengelolaan pengujian bahan bangunan; h. pengaturan dan pengelolaan air minum; i.
pengaturan dan pengelolaan drainase;
j.
penyelenggaraan dan pengawasan penerangan jalan umum;
k. pengaturan dan pengelolaan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jalan daerah;
l.
penyelenggaraan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jaringan drainase;
m. pengaturan dan pengelolaan pembangunan serta pemeliharaan sarana dan prasarana sumber daya air; n. pengaturan dan pengelolaan pembangunan serta pemeliharaan sarana dan prasarana daerah rawa dan danau; o. penyelenggaraan
dan
pengawasan
sarana
dan
prasarana
kawasan
pembangunan dan sistim manajemen konstruksi; p. penyelenggaraan dan pengawasan pengembangan konstruksi bangunan sipil dan arsitektur; q. penyelenggaraan dan pengawasan prasarana dan sarana pengairan serta pengembangannya; r. penyelenggaraan dan pengawasan prasarana dan sarana bendungan besar serta pengembangannya; s. penyelenggaraan dan pengawasan prasarana dan sarana jembatan dan jalan beserta simpul-simpulnya serta pengembangannya; t. penyelenggaraan dan pengawasan serta pengembangan prasarana dan sarana jalan bebas hambatan yang di bangun atas prakarsa daerah sendiri; u. pengaturan status, kelas dan fungsi jalan; v. penyelenggaraan dan pengawasan sumber daya air permukaan non lintas daerah; w. pemberian rekomendasi izin dan pengawasan pembangunan jalan bebas hambatan non lintas daerah yang di bangun atas prakarsa daerah; x. pemberian rekomendasi izin dan pengawasan untuk mengadakan perubahan dan pembongkaran bangunan-bangunan dan saluran jaringan prasarana dan sarana pekerjaan umum non lintas daerah; y. penetapan kebijakan untuk mendukung pembangunan bidang pekerjaan umum; z. penyelenggaraan dan pengawasan standar pelayanan minimal dalam bidang pekerjaan umum yang wajib dilaksanakan oleh daerah;
aa. penyusunan rancana umum bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi; bb. penyelenggaraan perjanjian atau persetujuan internasional atas nama daerah; cc.
pemberian rekomendasi izin bidang permukiman dan prasarana wilayah daerah;
dd. penyelenggaraan kualifikasi usaha jasa rekayasa teknologi dan konstruksi; ee. penyelenggaraan sistem pekerjaan umum; ii.
penyelenggaraan dan pengawasan pendidikan dan latihan;
jj.
pengawasan Teknis terhadap seluruh Peraturan Perundang-undangan di bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi;
hh. penyelenggaraan dan pengawasan kerjasama di bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi; ii.
penyelenggaraan dan pengawasan pencadangan areal;
jj.
pemberian rekomendasi izin penggunaan daerah marka jalan;
kk. pengaturan
dan
penyelenggaraan
pembangunan
perumahan
dan
pemukiman; ll.
pengaturan dan penyelenggaraan pembangunan konservasi, arsitektur bangunan dan pelestarian kawasan bangunan bersejarah;
pp. pengelolaan fisik dan gedung dan/atau rumah Negara. Untuk
menyelenggarakan
fungsinya,
Dinas
PU
Kabupaten
Aceh
Barat
mempunyai kewenangan: a. mengevaluasi pelaksanaan pembangunan fisik sarana dan prasarana; b. mengelola pengujian bahan bangunan; c. menetapkan standar Pengelolaan Pengairan lintas Kabupaten/Kota; d. menyelenggarakan dan melakukan pengawasan pengembangan konstruksi bangunan sipil dan arsitektur; e. menyelenggarakan dan melakukan pengawasan prasarana dan sarana pengairan serta pengembangannya; f. menyelenggarakan dan melakukan pengawasan prasarana dan sarana bendungan besar serta pengembangannya;
g. menyelenggarakan dan melakukan pengawasan prasarana dan sarana jembatan dan jalan beserta simpul-simpulnya serta pengembangannya; h. menyelenggarakan dan melakukan pengawasan serta pengembangan prasarana dan sarana jalan bebas hambatan yang di bangun atas prakarsa daerah sendiri; i. menyelenggarakan dan melakukan pengawasan tata ruang; j. mengeluarkan rekomendasi izin dan pengawasan pembangunan jalan bebas hambatan non lintas daerah yang di bangun atas prakarsa daerah; k. mengeluarkan rekomendasi izin dan pengawasan untuk mengadakan perubahan
dan/atau
pembongkaran
bangunan-bangunan
dan
saluran
jaringan prasarana dan sarana pekerjaan umum non lintas daerah; l. menetapkan kebijakan untuk mendukung pembangunan bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi; m. menetapkan standar pelayanan minimal dalam bidang pekerjaan umum dan pertambangan energi yang wajib dilaksanakan oleh daerah; n. menetapkan
perjanjian
atau
persetujuan
internasional
dalam
bidang
Pekerjaan Umum dan pertambangan energi; o. mengeluarkan rekomendasi izin bidang permukiman dan prasarana wilayah daerah; p. menetapkan
pengawasan kerjasama di bidang pekerjaan umum dan
pertambangan energi; q. menyelenggarakan dan melakukan pengawasan pencadangan areal; r. mengeluarkan rekomendasi izin penggunaan daerah marka jalan; s. mengatur dan menyelenggarakan pembangunan perumahan dan pemukiman; t. mengatur dan menyelenggarakan pembangunan konservasi, arsitektur bangunan dan pelestarian kawasan bangunan bersejarah.
KEPALA S EK R ET A R I S
S U B B A GI A N BINA P R O GR A M ,
SU B SUB B A GIA N UM UM DAN BAGIAN KE PEG A W A IA N
S UB SUB B A G IA N BAGIAN KE UA N G A N
EVA L U A S I D A N
B ID A N G A N A LIS A P EN C EGA H A N DAM P AK
B ID A N G P E N G A WA S A N , P E N G E N D A LIA N D A N P E M ULIH A N
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
T E KN IS A M D A L
P E N G A WA S A N
B ID A N G KE B E R S IH A N D A N S A N IT A S I
S UB B ID A N G KE B E R S IH A N D A N S A N IT A S I
B ID A N G P ER T A M A N A N DAN P E N G H IJ A UA N
S UB B ID A N G P ER T A M A N A N
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
P E N Y ULUH A N LIN G KUN G A N H ID UP
P E N G E N D A LIA N D A N P E M ULIH A N
P E N G E LO LA A N A IR LIM B A H
P E N G H IJ A UA N
U PT P EM A D A M K EB A K A R A N
KELOMPOK JABATAN
KASUBBAG UPT
Struktur 3.3. Organisasi Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Aceh Barat
IV.
Badan
Pengendali
Dampak
Lingkungan,
Kebersihan
dan
PertamananKabupaten Aceh Barat memiliki Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan sebagai berikut : (1) Badan
Pengendali
PertamananKabupaten
Dampak Aceh
Lingkungan,
Barat
Kebersihan
merupakan
unsur
dan
pelaksana
Pemerintahan Daerah dalam bidang Lingkungan Hidup dan Kebersihan; (2) Kepala Badan
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada
Walikota melalui SEKDA; Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Kebersihan dan PertamananKabupaten Aceh Barat mempunyai tugas melaksanakan sebagian kewenangan Walikota di bidang lingkungan hidup dan kebersihan, melaksanakan koordinasi, pembinaan, pelaksanaan kebijakan umum dan teknis lingkungan hidup dan kebersihan serta melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Walikota berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Untuk menyelenggarakan tugasnya, Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Kebersihan dan PertamananKabupaten Aceh Barat mempunyai fungsi: a. penyiapan bahan penyusunan pedoman petunjuk teknis di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; b. perumusan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; c. pelaksanaan pedoman petunjuk teknis di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; d. pengkajian dan penyusunan konsep kebijakan di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; e. pelaksanaan tugas, penyiapan rancangan Qanun yang berhubungan dengan pembangunan
di
bidang
lingkungan
hidup
dan
kebersihan
serta
mendokumentasikan dan menyebarluaskan hasil-hasilnya; f. penyiapan bahan penyusunan pedoman petunjuk teknis di bidang lingkungan hidup dan kebersihan;
g. penyusunan
rencana
kerja
(renja)
dan
kebutuhan
anggaran
Badan
Lingkungan Hidup Dan Kebersihan; h. pengelolaan sistem informasi dan pelayanan dalam bidang lingkungan hidup dan kebersihan; i. pengkoordinasian kegiatan fungsional dan pelaksanaan tugas di bidang lingkungan hidup dan kebersihan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan instansi terkait lainnya di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; j. penyusunan laporan keuangan dan kinerja serta laporan pertanggungjawaban Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan; k. pelayanan penunjang penyelenggaraan pengendalian dampak lingkungan hidup; l. pengelolaan
urusan
ketatausahaan
Badan
Lingkungan
Hidup
dan
Kebersihan; m. penyelenggaraan pelayanan di bidang pelayanan lingkungan hidup dan kebersihan yang meliputi pengawasan terhadap kebersihan, jaringan sanitasi, penataan pertamanan kota, penghijauan kota serta pengawasan lingkungan hidup; n. pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pengendalian dampak lingkungan daerah; o. pengembangan program kelembagaan dan peningkatan kualitas dan kapasitas pengendalian dampak lingkungan hidup dan kebersihan; p. pembinaan dan pengawasan di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; q. penyiapan rekomendasi dan perizinan usaha di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; r. pelaksanaan pelayanan umum di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; s. pelaksanaan pemetaan, konservasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; t. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Untuk menyelenggarakan fungsinya, Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Kebersihan dan PertamananKabupaten Aceh Barat mempunyai Kewenangan:
a. menyiapkan bahan penyusunan pedoman petunjuk teknis di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; b. merumuskan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; c. melaksanakan pedoman petunjuk teknis di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; d. mengkaji dan penyusunan konsep kebijakan di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; e. menyiapkan rancangan Qanun yang berhubungan dengan pembangunan di bidang lingkungan hidup dan kebersihan serta mendokumentasikan dan menyebarluaskan hasil-hasilnya; f. menyiapkan bahan penyusunan pedoman petunjuk teknis di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; g. menyusun rencana kerja (renja) dan kebutuhan anggaran pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan; h. mengelola sistem informasi dan pelayanan dalam bidang lingkungan hidup dan kebersihan; i.
mengkoordinasikan kegiatan fungsional dan pelaksanaan tugas di bidang lingkungan hidup dan kebersihan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan instansi terkait lainnya di bidang lingkungan hidup dan kebersihan;
j.
menyusun dan mengevaluasi laporan keuangan dan kinerja serta laporan pertanggungjawaban pada Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan;
k. menyelenggarakan kegiatan penunjang pengendalian dampak lingkungan hidup; l.
melaksanakan
urusan
ketatausahaan
Badan
Lingkungan
Hidup
dan
Kebersihan; m. menyelenggarakan pelayanan di bidang pelayanan lingkungan hidup dan kebersihan yang meliputi pengawasan terhadap kebersihan, jaringan sanitasi,
penataan pertamanan kota, penghijauan kota serta pengawasan lingkungan hidup; n. melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pengendalian dampak lingkungan daerah; o. melaksanakan koordinasi dalam penelitian dan pengembangan program pengelolaan lingkungan hidup dan kebersihan; p. melaksanakan koordinasi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan hidup; q. mengembangkan program kelembagaan dan peningkatan kualitas dan kapasitas dalam bidang lingkungan hidup dan kebersihan; r. melakukan pembinaan dan pengawasan di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; s. menyiapkan rekomendasi dan perizinan usaha di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; t. melaksanakan pelayanan umum di bidang lingkungan hidup dan kebersihan; u. melakukan pemetaan, konservasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang lingkungan hidup dan kebersihan.
KEPALA BADAN
SEKRETARIS
S U B BAGIAN B A GIA N SUB B IN A PR OGR A M , EV A UMUM LU A S I D A N PE LA PO R A N
BIDANG KELEMBAGAAN SARANA DAN
BIDANG PENGEM BANGAN TEKNOLOGI
PRASARANA PERDESAAN
PERDESAAN
SUB BIDANG PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA PERDESAAN
SUB BIDANG
SUB BIDANG TEKNOLOGI TEPAT GUNA
SUB BIDANG
P E N G UA T A N KE LE M B A G A A N
BIM BINGAN DAN PENYULUHAN M A S Y A R A KA T M UKIM D A N G A M P O N G
UPT
SU B BAGIAN B A GIA N SUB U M U M D A N KE P EG A W A I A N
KEUANGAN
S UB B A G IA N SUB BAGIAN KE UA N G A N KEUANGAN
KEPEGA WA IAN
BIDANG
BIDANG
KETAHANAN MASYARAKAT
USAHA EKONOMI MASYARAKAT
SUB BIDANG PENGEM BANGAN SUMBER
SUB BIDANG BANTUAN PEMBANGUNAN, MOTIVASI DAN
DAYA M ASYARAKAT
SWADAYA GOTONG ROYONG
SUB BIDANG LEM BAGA KETAHANAN
SUB BIDANG USAHA EKONOMI KELUARGA DAN
MASYARAKAT
MASYARAKAT
KELOM POK JABATAN FUNGSIONAL
KASUBBAG UPT
Struktur 3.4. Organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Aceh Barat
KEPALA BADAN S E KR E T A R IS
S UB B A G IA N P E R E N C A N A A N KE G IA T A N , D O KUM E N T A S I D A N IN F O R M A S I
B ID A N G P E R E N C A N A A N P E M B A N G UN A N S D M
B ID A N G P E R E N C A N A A N P E M B A N G UN A N
D A N S O S IA L B UD A Y A
E KO N O M I D A N IN F R A S T R UKT UR
S UB B ID A N G A G A M A , P E N D ID IKA N D A N S UM B E R D A Y A M A N US IA
B ID A N G P ER EN C A N A A N P E M B A N G UN A N D A E R A H B A WA H A N
S UB B A G IA N UM UM D A N KE P E G A WA I
S UB B A G IA N KE UA N G A N
B ID A N G P E N E LIT IA N
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
P E R T A N IA N , A G R O N O M I, IN D US T R I,
KE R J A S A M A P E M B A N G UN A N ,
P E N E LIT IA N D A N
P E R D A G A N G A N , KO P E R A S I D A N
P E N G E M B A N G A N S IS T IM
D UN IA US A H A
P E N G E M B A N G A N KA WA S A N
P ER EN C A N A A N
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
S UB B ID A N G
P A R IWIS A T A , S E N I, B UD A Y A , KE S E H A T A N D A N KE S E J A H T E R A A N S O S IA L
P E KE R J A A N UM UM , S UM B E R D A Y A A LA M , S UM B E R D A Y A LIN G KUN G A N D A N P ER T A M B A N GA N
S T A T IS T IK D A N P E LA P O R A N
E V A LUA S I
UPT
KELO MPOK JABA
KA SUB
Struktur 3.5. Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Barat
3.1.2. Keuangan Prioritas pendanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Aceh Barat, mendapatkan alokasi terbesar seperti pembangunan saluran drainase dan Pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah.
3.1.2.1.
Besaran Pendanaan Sanitasi Perkapita
Besarnya biaya pembangunan sanitasi perkapita dihitung dengan menghitung berapa besar dana sanitasi setiap tahunnya dibagi dengan jumlah penduduk. Tabel 3.1.1 Besaran Pendanaan Sanitasi di Kabupaten Aceh Barat No
Tahun
Dana Sanitasi (Rp)
1 2 3 4
2007 2008 2009 2010
9.439.169.958 9.627.953.357 10.013.071.491 10.113.202.206
Jumlah Penduduk (Jiwa) 153.294 182.265 185.851 187.710
Pendanaan Sanitasi Per Kapita (Rp) 61.576 52.824 53.877 53.877
Dari tabel di atas jelas tergambarkan bagaimana perkembangan pendanaan sanitasi per kapita di Kabupaten Aceh Barat. Pada tahun 2007 dana sanitasi sebesar Rp 9.349.169.958 dengan jumlah penduduk mencapai 153.294 jiwa, maka pendanaan sanitasi perkapita sebesar Rp 61.576. Pada tahun 2008 terjadi penurunan dana sanitasi perkapita. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat mempunyai anggaran sanitasi sebesar Rp 9.627.953.357. Hal ini berdampak pada terjadinya penurunan dana sanitasi perkapita menjadi Rp 52.824. Pada tahun 2009, angka pendanaan sanitasi per kapita di Kabupaten Aceh Barat sedikit terjadi peningkata yatu
Rp 53.877. dan pada Tahun 2010, Pemerintah
Kabupaten Aceh Barat tidak meningkatkan anggaran bidang sanitasi per kapita dan masih sama seperti pada tahun 2009. Dalam menganalisa pendanaan sanitasi di Kabupaten Aceh Barat, maka cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pendataan dari dari dinas-dinas yang terkait dengan masalah sanitasi. Di Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat
umumnya SKPD yang berkaitan dengan masalah sanitasi adalah Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Dari tiga dinas terkait tersebut kemudian dilakukan penelusuran terhadap program dan kegiatan apa saja yang berkaitan dengan sanitasi. Data mengenai berbagai program dan kegiatan SKPD yang berkaitan dengan sanitasi tergambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.1.2 Rekapitulasi Pendanaan Kegiatan Sanitasi 2007
NO 1
PROGRAM DAN KEGIATAN
SKPD DINAS KESEHATAN
: PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Kegiatan
: 1.Pengembangan media promosi dan informasi sadar hidup sehat
18,160,000
: 2.Penyuluhan masyarakat pola hidup sehat
39,650,000
Program Kegiatan
2
3
DINAS PEKERJAAN UMUM
DINAS BLHK
DANA
Program
: PENGEMBANGAN LINGKUNGAN SEHAT : 1. Pengkajian pengembangan lingkungan sehat
9,600,000
: 2. Penyuluhan DBD
3,600,000
: 3. Penyuluhan Malaria
3,600,000
: 4. Penyuluhan Diare
4,200,000
: 5. Penyuluhan Penyakit kusta
3,525,000
Program
: PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
Kegiatan
: 1. Pengadaan alat fogging dan bahan-bahan fogging
20,256,000
: 2. Pelayanan pencegahan dan penaggulangan penyakit menular
7,900,000
: 3. Peningkatan surveilace epidemologi dan penanggulangan wabah
8,700,000
Program
: PEMBANGUNAN SALURAN DRAINASE / GORONG-GORONG
Kegiatan
: 1. Pembangunan saluran air limbah
6,743,546,435
: 2. Pembangunan saluran air limbah (luncuran)
1,007,451,687
Program
: PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Kegiatan
: 1. Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan (DAK)
Program
: PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PENGRUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Kegiatan
: 1. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan (DAK)
Program
: PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM (DAK)
789,746,211 53,300,000
Kegiatan
: 1. Konservasi sumber daya air & pengendalian kerusakan sumber- sumber air
Program
: NORMALISASI JARINGAN AIR LIMBAH / KOTOR
Kegiatan
: 1. Pengerukan / pembersihan jaringan air limbah / kotor
358,407,125
: 2. Pengadaan sapras jaringan air limbah
177,080,000
Total Dana Sanitasi
Sumber : Penjabaran APBK Tahun 2007
190,447,500
9,439,169,958
Tabel 3.1.3 Rekapitulasi Pendanaan Kegiatan Sanitasi 2008 NO 1
PROGRAM DAN KEGIATAN
SKPD DINAS KESEHATAN
Program Kegiatan
: 1. Pengkajian pengembangan lingkungan sehat
67,800,000
: 2. Penyuluhan Malaria
11,100,000
: 3. Penyuluhan DBD
11,100,000
: 4. Penyuluhan Scabies
11,100,000
: 5. Penyuluhan Diare
Program Kegiatan
2
DINAS PEKERJAAN UMUM
11,100,000 11,100,000
: PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR : 1. Penyemprotan/ fogging sarang nyamuk
10,800,000
: 3. Pemusnahan/ karantina sumber penyebab penyakit menular
79,480,000
: 4. Peningkatan survelece epidemologi & penanggulangan wabah
43,127,500
: PEMBANGUNAN SALURAN DRAINASE / GORONG-GORONG : 1. Pembangunan saluran air limbah
Program
: 1. Pengembangan sistem distribusi air minum (DAK) 2008
Program
3
DINAS BLHK
: 1. Pembangunan saluran air limbah
1,122,134,240 191,985,200
: LINGKUNGAN SEHAT PERUMAHAN : 1. Pembangunan jalan lingkungan : PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH : 1. Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan (DAK) : 2. Bimbingan teknis persampahan : 3. Penyedian sarana prasarana tempat pembuangan akhir
Program
: PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PENGRUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Kegiatan
: 1. Koordinasi penyusunan AMDAL
Program
: PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM : 1. Konservasi sumber daya air & pengendalian kerusakan sumber- sumber air : 2. Pemantauan kualitas air sumur penduduk
Program
5,306,941,953
148,496,803 50,000,000 151,350,500 50,000,000 105,286,956 69,000,000
: NORMALISASI JARINGAN AIR LIMBAH / KOTOR
Kegiatan
: 1. Pengerukan / pembersihan jaringan air limbah / kotor
Program
: PENINGKATAN KUALITAS SDM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Kegiatan
: 1. Diklat teknis aparatur pengelolaan lingkungan hidup
Program Kegiatan
318,450,000
: 2. Pembangunan jaringan air bersih Kegiatan
Kegiatan
2,553,100,000
PROGRAM LANJUTAN
Program Kegiatan
1,969,960,000
PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN AIR MINUM DAM AIR LIMBAH : 2. Pembangunan saluran air bersih
Program
441,168,000
: 2. Pelayanan pencegahan & penanggulangan penyakit menular
Kegiatan
Kegiatan
21,900,000
: 6. Penyuluhan Penyakit TBC : 7. Penyuluhan Penyakit Kusta
Program
Kegiatan
DANA
: PENGEMBANGAN LINGKUNGAN SEHAT
694,452,500 100,000,000
PROGRAM LANJUTAN : 1. Penyediaan sarana prasarana pengelolaan persampahan (DAK) Total Dana Sanitasi
Sumber : Penjabaran APBK Tahun 2008
31,500,000 13,582,433,652
Tabel 3.1.4 Rekapitulasi Pendanaan Kegiatan Sanitasi 2009 NO
PROGRAM DAN KEGIATAN
SKPD
1 DINAS KESEHATAN
Program
: PENGEMBANGAN LINGKUNGAN SEHAT
Kegiatan
: 1. Pengkajian pengembangan lingkungan sehat
Program
: PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
Kegiatan
: 1. Penyemprotan/ fogging sarang nyamuk : 2. Pelayanan pencegahan & penanggulangan penyakit menular
2 DINAS PEKERJAAN UMUM
3 DINAS BLHK
Program
DANA
33,940,000 250,232,000 17,515,000
: PEMBANGUNAN SALURAN DRAINASE / GORONG-GORONG
Kegiatan
: 1. Pembangunan saluran drainase / gorong-gorong
Program
: PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN AIR MINUM DAM AIR LIMBAH
Kegiatan
: 1. Pengembangan sistem distribusi air minum (DAK) 2009
Program
: PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PENGRUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Kegiatan
: 1. Kegiatan Pengelolaan B 3 dan Limbah B 3
43,500,000
: 2. Kegiatan Koordinasi Penyusunan AMDAL
55,000,000
: 3. Kegiatan Pembangunan Sisitem Informasi Kualitas lingkungan hidup (DAK)
35,000,000
Program
2,702,387,775
: PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM (DAK)
Kegiatan
: 1. Peningkatan konservasi daerah tangkapan air , Sumber, Air (DAK)
Program
: NORMALISASI JARINGAN AIR LIMBAH / KOTOR
Kegiatan
1,949,858,500
: 1. Pengerukan / pembersihan jaringan air limbah / kotor Total Dana Sanitasi
Sumber : Penjabaran APBK Tahun 2009
13,000,000 93,357,350 5,193,790,625
Tabel 3.1.5 Rekapitulasi Pendanaan Kegiatan Sanitasi 2010 NO 1
2
PROGRAM DAN KEGIATAN
SKPD DINAS KESEHATAN
DINAS PEKERJAAN UMUM
Program
: PENGEMBANGAN LINGKUNGAN SEHAT
Kegiatan
: 1. Pengkajian pengembangan lingkungan sehat
Program
: PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR
Kegiatan
: 1. Penyemprotan/ fogging sarang nyamuk
Program
: PEMBANGUNAN SALURAN DRAINASE / GORONG-GORONG
Kegiatan Program
: 1. Pembangunan saluran air limbah : PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN AIR MINUM DAM AIR LIMBAH
1,050,712,079
Kegiatan
: 1. Kegiatan penyediaan prasarana dan sarana air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah
1,342,983,000
: 2. Pengembangan sistem distribusi air minum (DAK) 2009
1,525,115,301
Program
: LANJUTAN
Kegiatan
: 1. Kegiatan Pengembangan Saluran Drainase / Gorong - gorong : 2. Kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi Air Minum (DAK 2009)
3
DINAS BLHK
DANA
Program
: LINGKUNGAN SEHAT PERUMAHAN
Kegiatan
: 1. Pembangunan Jalan Lingkungan
Program
: PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Kegiatan
: 1. Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan (DAK)
Program Kegiatan
Program
112,820,000
612,895,000 32,497,400 4,240,551,916
137,606,000
: 2. Bimbingan teknis persampahan
10,000,000
: 3. Kegiatan Sosialisasi kebijakan Pengelolaan Persampahan
10,000,000
: 4. Penyedian sarana prasarana tempat pembuangan akhir
19,071,250
: PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PENGRUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP : 1. Kegiatan Koordinasi, Penilaian Kota Sehat / Adipura
27,000,000
: 2. Pengelolaan B 3 dan Limbah B 3
28,000,000
: 3. Koordinasi Penyusunan AMDAL
37,500,000
: PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM (DAK)
Kegiatan
: 1. Konservasi Sumber daya Air dan pengendalian Kerusakan sumber- sumber air (DAK)
Program
: NORMALISASI JARINGAN AIR LIMBAH / KOTOR
Kegiatan
9,000,000
: 1. Pengerukan / pembersihan jaringan air limbah / kotor Total Dana Sanitasi
Sumber : Penjabaran APBK Tahun 2010
25,101,250 213,425,000 9,434,278,196
Dari
tabel
diatas
maka
kita
dapat
mengetahui
perkembangan
pembiayaan sanitasi di Kabupaten Aceh Barat dari tahun 2007 – 2010. Pada tahun 2007 Dana Sanitasi yang terdapat pada tiga SKPD berjumlah Rp 9.439.169.958,- yang terakomodir dalam 8 program dan 17 kegiatan. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan dana sanitasi kota. Total dana yang terakomidir dalam SKPD berjumlah Rp 13.582.433.652,-. Artinya terjadi peningkatan dana sebesar Rp 4.143.263.694,- atau terjadi peningkatan sebesar 30.50% anggaran sanitasi. Perkembangan ini ditunjukkan dengan jumlah program yang mencapai 12 Program dan 26 Kegiatan. Pada tahun 2009 terjadi penurunan yang sangat signifikan terhadap dana sanitasi. Anggaran Sanitasi Kabupaten Aceh Barat hanya Rp 5.193.790.625,- yang terdistribusikan dalam 7 Program dan 10 Kegiatan. Artinya terjadi penurunan sebanyak 161.51%. Pada tahun 2010, Anggaran Sanitasi terjadi peningkatan sebesar Rp 4.240.487.471 atau 44,95%, di mana total dana sanitasi berkembang menjadi Rp 9.434.278.196. Secara keseluruhan dapat kita ketahui bahwa Dana Sanitasi di Kabupaten Aceh Barat terjadi perubahan yang sangat fluktuatif. 3.1.1. Besaran Realisasi dan Potensi Pendapatan Layanan Sanitasi Dalam dokumen
laporan realisasi DPKAD Kabupaten Aceh Barat,
tercatat hanya 1 jenis retribusi yang berkaitan dengan layanan sanitasi yaitu Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Data mengenai tingkat realisasi dari jenis retribusi ini disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 3.1.6 Target dan Realisasi Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan di Kabupaten Aceh Barat Ret.Pelayanan Persampahan/ Kebersihan Rasio Target Realisasi Efektivitas 2006 30,250,000 43,000,000 142.15 2007 60,000,000 43,236,000 72.06 2008 97,500,000 105,622,000 108.33 2009 122,000,000 134,630,000 110.35 2010 172,000,000 12,720,000 7.40 Sumber : Realisasi DPKAD 2006 s/d 2010 (data diolah) Tahun
Dari
tabel
diatas
terlihat
bahwa
retribusi
Pelayanan
Persampahan/Kebersihan mempunyai tingkat rasio efektivitas yang cukup baik. Tingkat realisasi dari retribusi ini pada tahun 2006 sebesar 142,15%. Pada tahun 2006 tingkat penerimaan retribusi mencapai Rp 43.000.000,- dari target yang hanya Rp 30.250.000,-. Tingkat pencapaian yang kurang efektif terjadi pada tahun 2007 dengan target yang diinginkan adalah Rp 60.000.000,- namun pencapainnya hanya mampu menyentuh angka Rp 43.236.000,- saja sehingga angka rasio efektivitas hanya 72,06 %. Pada tahun 2008 rasio efektivitasnya mencapai 108,33% dan tahun 2009 sebesar 110,35%. Dari dua tahun tersebut menunjukkan bahwa angka realisasi diatas angka target retribusi yang telah direncanakan. Dengan pencapaian yang cukup efektif tersebut, maka retribusi ini dapat lebih dioptimalkan untuk menunjang tingkat Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Barat di masa yang akan datang.
3.1.3. Komunikasi Dinas teknis yang terlibat dalam kegiatan sanitasi memiliki anggaran untuk melakukan kegiatan komunikasi (termasuk di dalamnya membuat materi komunikasi yang biasanya berbentuk bulettin, leaflet, spanduk maupun spot di radio). Untuk produksi materi komukasi, SKPD/dinas membuat sendiri dan juga bisa bekerja sama dengan bagian komunikasi dan informasika, seperti halnya Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Kebersihan dan Pertamananyang akan mempublikasikan tentang lingkungan hidup dan pengelolaan sampah melalui pembuatan film dokumenter. 1. Isu yang diangkat oleh SKPD/dinas tergantung dari tupoksi masingmasing. Misalnya saja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, dalam bulettinnya secara berkala menerbikan Epidemonologi yang berisikan tentang penyakit-penyakit menular yang yang diakibatkan rendahnya kualitas sanitasi lingkungan yang ada. 2. Tiap SKPD/dinas cukup dekat dengan media massa lokal dalam menjaga hubungan mempromosikan kegiatan dinas terkait.
Kabupaten Aceh Barat terdapat beberapa media lokal diantaranya Harian Serambi Indonesia, Seuramo Aceh, Harian Global, Harian Waspada, Harian Andalas dan Koran metro medan. Hasil survey EHRA menemukan bahwa sebagian besar masyarakat (terutama ibu-ibu) menyatakan tidak pernah membaca informasi tentang sanitasi yang ditempelkan di papan pengumuman di kelurahan / desa / Gampong. Untuk detainya dapat dilihat pada tabel berikut ini: No
Jenis Media
Frequency Percent
1.
Hanya satu kali
172
10.7
2.
Antara
204
12.7
57
3.6
1177
73.0
1610
100.0
satu
hingga tiga kali 3.
Seringkali
4.
Tidak Pernah Total
Untuk frekuansi membaca pengumuman di papan pengumuman sangat kecil
hanya
12,7%,
hanya
satu
kali
10,7%
dan
seringkali
hanya
3,6%.Se;ebihnya tidak pernah membaca pengumuman sebanyak 73%. Untuk pertanyaan yang ditanyakan ”dari siapa Ibu mendapatkan informasi tentang masalah sanitasi (sampah, air limbah, drainase dan air bersih)?”, hasil rekapitulasi perhitungannnya dapat dilihat pada tabel berikut: Jenis Media
No
Frequency
Percent
1.
Kepala Lingkungan
115
7.2
2.
Kepala Lorong
504
31.4
3.
Lurah / Kepala Desa atau Stafnya
397
24.8
4.
Kader Posyandu / Jumantik / Karang Taruna
80
5.0
5.
Sanitarian Puskesmas
49
3.1
6.
Lainnya (sebutkan)
126
7.9
7.
Tidak Tahu
337
20.7
1610
100.0
Total
Tabel di atas menerangkan tentang responden mendapatkan informasi tentang masalah sanitasi (sampah, air limbah, drainase dan air bersih) yaitu : sebanyak 31,4% mendapat informasi dari Kepala Lorong, dari Lurah sebanyak 24,8% dan Kepala Lingkungan 7,2%. Untuk jenis pertemuan yang sering diikuti, dijaring dari kuisioner dengan pertanyaan sebagai berikut ”pertemuan apa yang paling sering ibu ikuti di RT / RW / Kelurahan / Gampong tempat tinggal Ibu?”.
No
Jenis Media
Frequency Percent
1.
Arisan
374
23.3
2.
Pengajian
1047
65.3
3.
Rapat RT
4
.2
4.
Penyuluhan
66
4.1
6
.4
Tidak pernah
113
6.6
Total
1610
100.0
Kesehatan 5.
Lainnya (sebutkan)
6.
Data table diatas menerangkan tentang Pertemuan apa yang paling sering ibu ikuti di RT / RW / Kelurahan / Gampong tempat tinggal Ibu. Sebanyak 65,3% pertemuan dilakukan dalam bentuk kegiatan pengajian, sebanyak 23,3% dalam bentuk kegiatan Arisan dan hanya 4,1% dalam bentuk kegiatan penyuluhan.
Penyuluhan atau sosialisasi apa saja yang pernah Ibu ikuti.
No
Jenis Media
Frequency
1.
Masalah sampah dan kebersihan lingkungan
2.
Percent
189
11.8
Air limbah dan jamban keluarga
66
4.1
3.
Saluran air kotor (drainase)
18
1.1
4.
Air Bersih
86
5.4
5.
Lainnya (sebutkan)
37
2.3
6.
Tidak Tahu
1210
75.3
1610
100.0
Total
Tabel diatas mencerminkan tentang persoalan atau topik yang dibicarakan, persoalan sampah dan kebersihan lingkungan sebanyak 11,8%, Air Bersih 5,4% dan Air Limbah dan Jamban Keluarga 4,1%.
3.1.4 Keterlibatan Pelaku Bisnis Adanya perubahan paradigma terhadap cara pandang pengelolaan sampah di Kabupaten Aceh Barat, paradigma itu adalah bagaimana sampah merupakan barang yang tidak berguna, kini menjadi potensi yang bisa dikelola dan memiliki nilai ekonomis dan bermanfaat. Peran swasta atau individu dan kelompok yang melihat bahwa sampah adalah sesuatu
hal
yang
membawa
hasil
secara
ekonomis.
Mereka
mengumpulkan dari berbagai jenis sampah seperti, besi, plastik, karton, kertas, botol, kaca, alma, kuningan dan lain-lain.
3.1.5 Pemberdayaan Masyarakat, Aspek Jender dan Kemiskinan Masyarakat yang merupakan komponen dalam suatu komunitas dan mempunyai posisi penting dalam pengelolaan sanitasi. Namun sejauh ini partisipasi mereka belum mendapat perhatian yang proporsional dari pihak pemerintah. Oleh karena itu perlu disusun suatu studi penilaian mengenai partisipasi masyarakat dan peran jender dalam pengelolaan sanitasi, baik dalam skala kota maupun dalam skala nasional. Studi ini melibatkan masyarakat sebagai subyek secara langsung dan partisipatif akan sangat berguna dalam menyusun strategi pembangunan sistem sanitasi. Untuk mendapatkan sebuah penilaian yang kredibel dibutuhkan data dan informasi yang valid dan kredibel pula. Untuk itu diperlukan serangkaian survey dan observasi langsung yang terencana dan komprehensif terhadap kondisi partisipasi masyarakat dan jender dalam penanganan sistem sanitasi dalam skala kota beserta prospek pengembangannya di masa depan. Masyarakat diharapkan mampu mengenali permasalahan terkait dengan sanitasi rumah tinggal dan lingkungan mereka, merencanakan kegiatan, melaksanakan melalui kerjasama
dengan
berbagai
pihak,
serta
melakukan
evaluasi
dan
pengembangan kegiatan program secara mandiri. Sementara itu pelaksanaan program sanitasi juga diharapkan dapat secara partisipatif, tanpa harus menunggu “perintah” dari pemerintah. Untuk memampukan masyarakat agar memiliki kemampuan seperti di atas, penilaian tentang
kondisi
sanitasi
masyarakat
dilakukan
dengan
menggunakan
pendekatan partisipatif yang mengadopsi Methodology for Participatory Assessment (MPA). MPA merupakan metodologi yang mendorong keterlibatan masyarakat
dalam
berpartisipasi
yang
dikembangkan
dari
metodologi
partisipatif yang sudah ada sebelumnya Participatory Rural Assessment (PRA) yang dapat digunakan untuk tujuan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program, termasuk di dalamnya program air bersih dan sanitasi, di tingkat komunitas. MPA terbukti sangat bermanfaat untuk pembangunan di berbagai sektor, yang mengaitkan keberlanjutan pelayanan program dengan kegiatan peka jender, berpihak pada kaum miskin, pendekatan tanggap kebutuhan (Demand Responsive Approach = DRA), menyatakan pola asosiasi antara
pelayanan yang baik bisa dimanfaatkan dan berkelanjutan, hingga munculnya berbagai institusi dan pengambil kebijakan mendukung pendekatan ini. Studi tentang Partisipasi Masyarakat dan Jender (PMJ) dilakukan dengan tujuan: a. Terkumpulnya informasi sanitasi secara kuantitatif-sistematis dengan menggunakan alat –alat partisipatori, untuk menilai kesinambungan dan ketanggapan terhadap kebutuhan; b. Teridentifikasinya pengalaman masyarakat dalam kegiatan/proyek perbaikan sanitasi, baik yang dilakukan secara swadaya atau gotong royong maupun bantuan dari instansi lain. c.
Teridentifikasinya
kebutuhan
dan
kesanggupan
masyarakat
untuk
berkontribusi dalam perbaikan sanitasi. d. Teridentifikasinya peran perempuan pada tahap perencanaan pembangunan sarana sanitasi dan beberapa perubahan tugas antara perempuan dan lakilaki. e. Teridentifikasi keberadaan, manfaat, peranan dan hubungan berbagai lembaga yang ada di kelurahan Sementara itu, hasil yang diharapkan dari studi PMJ adalah: •
Peningkatan kesadaran masyarakat, tokoh masyarakat, dan pemerintah kota baik laki-laki dan perempuan mengenai kondisi dan seriusnya masalah sanitasi dan kebersihan.
•
Munculnya kebutuhan masyarakat laki-laki dan perempuan disertai dengan kemauan untuk berkontribusi dalam pelaksanaan program sanitasi.
•
Teridentifikasinya daerah setingkat Kelurahan yang berpotensi untuk pelaksanaan program program sanitasi berbasis masyarakat secara berkelanjutan. Dari kegiatan Observasi & Survei PMJ di kelurahankelurahan yang termasuk area beresiko tinggi dengan melibatkan masyarakat secara langsung diperoleh hasil seperti yang tercantum.
3.1.6 Pemantauan dan Evaluasi Untuk menjamin penyelenggaraan pembangunan yang demokratis, transparan, akuntabel, efisien dan efektif di bidang pembangunan sanitasi,
diperlukan
adanya
tahapan
pemantauan
dan
evaluasi
perencanaan pembangunan sanitasi. Maksud dari kegiatan pemantauan dan evaluasi adalah untuk mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan;
mengidentifikasi
serta
mengantisipasi
permasalahan yang timbul dan atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Sedangkan tujuan yang diharapkan dari kegiatan pemantauan dan evaluasi ini adalah untuk dapat menjamin bahwa pelaksanaan rencana pembangunan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan serta berhasil guna dan berdaya guna yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyrakat dan standar pelayanan minimum yang ada sudah dilaksanakan dengan efektif. Pemantauan dan evaluasi ini dilakukan secara efisien dan terfokus. Instrumen dan mekanisme yang digunakan harus berdasarkan sistem yang telah ada untuk mempermudah akses informasi dan memperkecil biaya. Kegiatan pemantauan dan evaluasi selanjutnya dilakukan pelaporan, agar lebih mudah bagi otoritas yang bertanggung-jawab untuk mengumpulkan informasi yang handal mengenai kebutuhan akan peningkatan kapasitas yang lebih akurat.
3.2. Aspek Teknis dan Higiene Dalam upaya mencapai visi dan melaksanakan misi yang telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, perlu dirumuskan strategi pelaksanaan pembangunan. Perumusan strategi tersebut harus didasarkan pada kondisi strategis internal dan lingkungan strategis eksternal. Ditinjau dari kondisi strategis internal, strategi pelaksanaan pembangunan harus memperhatikan potensi dan kelemahan yang dimiliki oleh Kota Lhoksemawe, yang meliputi kondisi geografi, sosial budaya, sumberdaya alam, tata ruang dan, prasarana dan sarana, industri, perdagangan, keuangan. Untuk mewujudkan capaian target dari pembangunan sanitasi pada sub bidang air limbah tersebut perlu di susun dalam Strategi Teknis, diantaranya :
a) Memenuhi kebutuhan prasarana dan sarana sanitasi. b) Menentukan spesifikasi teknis minimum prasarana dan sarana dasar sanitasi. c) Mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. d) Memperbaiki kemampuan daya dukung lingkungan. e) Menentukan standar baku mutu lingkungan permukiman yang sehat. f) Mendorong terlaksananya operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana dasar sanitasi.
3.2.1. Air Limbah Instansi Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang menangani masalah Limbah Cair adalah, Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Kebersihan dan Pertamanan(BAPEDALKP) Kabupaten Aceh Barat dan Dinas Kesehatan. Penggunaan jamban juga merupakan salah satu indikator penting untuk melihat bagaimana kesehatan dan pola hidup
masyarakat. Survei kesehatan
lingkungan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa pada umumnya (100%) jamban yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten Aceh Barat adalah tipe leher angsa. Karena pada umumnya perumahan penduduk di ke empat kecamatan tersebut merupakan bantuan dari Donor, International NGO dan lembaga-lembaga Nasional dan Nasional lainnya dan juga dibangun secara swadaya oleh masyarakat sendiri, maka semua jamban yang digunakan tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan yang ditetapkan. Pada umumnya masyarakat di
wilayah Kabupaten Aceh Barat
menggunakan dua sistem yaitu sistem terpisah dan sistem gabungan. Sistem terpisah yaitu terjadinya pemisahan antara penyaluran air limbah dan air hujan. Air limbah dialirkan ke dalam SPAL yang berbentuk septic tank. Air hujan umumnya disalurkan melalui saluran drainase kota. Sistem gabungan yaitu semua air limbah tersebut masuk ke dalam satu wadah (septic tank). Pemerintah Kota telah melakukan pengadaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pengelolaan limbah ini. Dari data Badan Kebersihan dan Lingkungan Hidup bahwa Kabupaten Aceh Barat telah memiliki Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) sebanyak 1 unit, tetapi IPLT ini sudah tidak berfungsu secara maksimal lagi setelah dilanda oleh tsunami pada tahun 2004 yang lalu. Upaya rehabilitasi sudah dilakukan, tetapi belum dapat memberikan hasil pengolahan secara optimal, sehingga direncanakan akan dilakukan pemindahan dan pembangunan kembali (pembangunan baru) unit IPLT ini. Pemerintah pun telah memiliki satu (1) unit mobil penyedot dan pengangkut tinja. Volume lumpur tinja yang dibuang ke ILPT ini berkisar 3 m3/hari. Masyarakat mempunyai perannya masing-masing sesuai dengan tingkat kesadaran akan kesehatan lingkungan dan kemampuan finansialnya masingmasing. Masyarakat yang telah mampu, umumnya telah memiliki fasilitas penanganan limbah cair dengan baik. Namun masyarakat yang belum memiliki kemampuan finansial, penyediaan sarana ini menjadi sulit bagi mereka. Sehingga dapat kita katakan dengan kondisi masyarakat dengan berbagai latar belakang yang dimilikinya, penanganan limbah ini belum maksimal. Hal ini terlihat dari data kesehatan lingkungan tentang buangan limbah tinja masyarakat berikut:
Hal yang dipelajari EHRA adalah tempat pembuangan isi tangki septik. Pada umumnya mereka yang menggunakan truk sedot tinja tidak ditanya tentang tempat pembuangan tinja dengan asumsi bahwa mereka sulit mengetahui ke mana truk itu pergi dan membuang/mengolah tinja hasil sedotannya.
Tetapi ada juga sebagian dari responden yang menyatakan sekitar 46% melaporkan isi tangki septik ke sungai/kali/parit/got, tidak dapat diidentifikasikan dalam studi ini apakah yang dimaksud tersebut adalah truk sedot tinja yang membuang isi septic tank ke sungai/kali/parit/got atau bukan . Sisanya sekitar 54% temuan lain juga mengkhawatirkan, ketika responden menjawab “tidak tahu”. Untuk penangganan air limbah ini ada beberapa permasalahan yang dijumpai, diantaranya adalah : 1. Masih ada pandangan dari masyarakat yang beranggapan bahwa pengelolaan limbah ini tidak begitu mendesak atau tidak menjadi focus utama bagi mereka. Masyarakat masih menggunakan cara yang tidak sehat yaitu dengan memanfaatkan badan sungai atau saluran drainase untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana pengelolaan limbah cair ini. 2. Untuk wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan juga ketersediaan lahan yang tidak begitu luas bagi penyediaan SPAL, tentunya sistem SPAL berskala rumah tangga lebih sulit diterapkan karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian kita semuanya.
Target pengelolaan air limbah diarahkan melalui upaya-upaya intensif baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kondisi sanitasi lingkungan yang baik, dalam hal ini perlu dilanjutkan terus dengan memperhatikan kegiatan penyuluhan secara intensif serta menggunakan cara yang sesuai dengan lingkungan setempat. Strategi peningkatan pengelolaan air limbah di Aceh Barat juga ikut mengacu pada target-target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yaitu:
A. Kebijaksanaan dan Strategi Penanganan Air Limbah Domestik a) Peningkatan pembangunan, pengelolaan prasarana dan sarana sanitasi, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan menjaga kelestarian lingkungan b) Penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi yang terjangkau oleh masyarakat luas sampai kepada yang berpenghasilan rendah. c) Pengembangan rekayasa teknis untuk mendapatkan teknologi tepat guna yang sederhana. d) Penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan Iingkungan dan berkelanjutan. e) Penetapan dan penerapan pemberlakuan harus memenuhi baku mutu lingkungan di kawasan perumahan dan pemukiman. f)
Peningkatan peran serta swasta dan masyarakat.
g) Pengembangan sistem pendanaan. h) Pemantapan kelembagaan. i)
Peningkatan pemanfaatan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana sanitasi yang telah dibangun.
j)
Penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi yang terpadu dengan program/sektor lain.
k) Peningkatan
kemandirian
masyarakat
dalam
penyediaan
dan
penye!enggaraan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi. l)
Menyiapkan
rencana
pengelolaan
secara
terpadu
sebelum
pelaksanaan B.
Strategi Finansial/Pendanaan a) Menciptakan iklim pendanaan yang memungkinkan dan menarik dunia usaha untuk ikut membiayai penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar. b) Menggali sumber dana masyarakat untuk ikut membiayai dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar sanitasi.
c)
Menyempurnakan mekanisme sistem bantuan keuangan untuk penyediaan prasarana dan sarana dasar sanitasi.
C.
Strategi Kelembagaan/Peraturan Perundang-undangan a) Meningkatkan fungsi kelembagaan yang sudah ada b) Mendorong terbentuknya lembaga pengelola sarana dan prasarana sanitasi. c) Mendorong pelaksanaan perundang-undangan. d) Melengkapi peraturan dan perundangan yang ada. e) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. f)
D.
Meningkatkan jumlah tenaga ahli sanitasi.
Strategi Pencapaian Sasaran Sub Program Air Limbah a) Mengembangkan teknologi sanitasi dasar tepat guna yang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. b) Mengembangkan sistem pengelolaan air Iimbah terpusat terutama di kawasan potensial, serta mengembangkan sistem perpipaan air limbah sederhana bagi kawasan kumuh dan padat. c) Mengembangkan dan memantapkan kelembagaan pengelolaan air limbah melalui pembentukan unit pengelola air limbah, dinas atau perusahaan daerah serta mendorong kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat. d) Mengembangkan pedesaan
serta
percontohan
sarana
memasyarakatkan
pengelolaan
pembuatan
air
sarana
limbah sanitasi
sederhana. e) Menentukan tolak ukur mutu lingkungan air di dalam kawasan perumahan dan pemukiman. f)
Mengembangkan system pendanaan subsidi silang, system bantuan keuangan dan peran serta dunia usaha.
g) Mempercepat terwujudnya peraturan dan perundang-undangan yang menyangkut pengelolaan air limbah.
E.
Strategi Promosi a) Melaksanakan apresiasi maupun pelatihan untuk meningkatkan pengelola sarana dan prasarana sanitasi. b) Melaksanakan training untuk meningkatkan pengelola prasarana dan sarana air limbah. c) Melaksanakan pelatihan teknis. d) Melaksanakan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan
peran
serta
masyarakat
dalam
rangka
mencapai
hasil
pengelolaan yang optimal. e) Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana sanitasi. f)
Meningkatkan
kesadaran
dan
kemandirian
masyarakat
akan
kesehatan Iingkungan permukiman. g) Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pengadaan prasarana dan sarana sanitasi. Pembangunan prasarana dan sarana air Iimbah harus memperhatikan dampak samping yang mungkin timbul akibat penyebaran wabah melalui pencemaran dan bidang resapan dan konstruksinya harus benar-benar diperhatikan agar tidak mencemari air tanah.
3.2.2. Pengelolaan Persampahan a. Sumber-Sumber Sampah Kabupaten Aceh Barat Sumber-sumber sampah di Kabupaten Aceh Barat antara lain berasal dari : 1. Sampah Permukiman. Sampah ini berasal dari rumah tangga. Sampah ini berasal dari aktivitas dapur, sampah pohon di halaman maupun kegiatan rumah tangga lain. 2. Sampah Pasar. Sampah ini berasal dari kegiatan pasar, yang kebanyakan merupakan sisa sayur-mayur dan buah-buahan.
3. Sampah Hotel dan Penginapan. Sampah ini berasal dari semua kegiatan hotel atau penginapan. Sampah yang dihasilkan biasanya berupa sampah kertas, makanan. sampah dapur dan lain-lain. 4. Sampah Rumah Sakit. Sampah yang berasal dari aktivitas rumah sakit baik termasuk sampah yang berasal dari kegiatan laboratorium. Biasanya sampah yang dibuang di TPA adalah sampah jenis non B3. 5. Sampah Jalan. Sampah yang berasal dari pejalan kaki, pengendara kendaraan maupun berasal dari pengguna jalan yang lain. Sampah jalan ditangani
oleh
penyapu
jalan
baik
dalam
pengumpulan
maupun
pengangkutan. 6. Sampah
Perbengkelan.
Sampah
ini
berasal
dari
kegiatan
usaha
perbengkelan yang berada di Kabupaten Aceh Barat. Sampah ini dapat berupa limbah cair seperti oli dan juga limbah padat seperti berbagai macam sisa onderdil kendaraan. 7. Sampah Perkantoran. Jumlah sarana perkantoran yang ada di kota memberikan kontribusi sampah yang umumnya berwujud kertas. 8. Sampah Sarana Pendidikan. Jenis sampah dari sarana pendidikan terdiri dari berbagai macam jenis sampah antara lain plastik, organik, kertas dan lain-lain.
b. Sarana Pengolahan Sudah ada instalasi pengkomposan, dan instalasi daur ulang sampah tapi masih dalam skala kecil dan masih perlu adanya pengembangan kedepan dengan meningkatkan kapasitasi pengolahan dan berbasiskan masyarakat.
Tabel 3.2.2 Jumlah Timbulan dan Jumlah Sampah Per Kecamatan NO KECAMATAN TOTAL TIMBULAN 1 JOHAN PAHLAWAN 5,69 kg/hari/rumah 2 MEUREUBO 2,02 kg/hari/rumah 3 KAWAY XVI 2,16 kg/hari/rumah 4 SAMATIGA 2,37 kg/hari/rumah Sumber: BAPEDALKP Kabupaten Aceh Barat, 2010 Tabel di atas memberikan gambaran bagaimana tingkat timbulan sampah tiap kecamatan di Kabupaten Aceh Barat per rumah tangga. Kecamatan Johan Pahlawan menyumbang timbulan sampah tertinggi di Kabupaten Aceh Barat dengan tingkat timbulan sampah mencapai 5,69 kg/hari/rumah. Hal ini didukung dengan jumlah kepadatan penduduk yang tinggi di kecamatan tersebut. Kecamatan Samatiga menyumbang timbulan sampah kedua terbesar Kecamatan
yaitu 2,37 kg/hari/rumah. Dua kecamatan lainnya yaitu
Kaway
XVI
dan
Kecamatan
Meureubo
masing-masing
menyumbang timbulan sampah sebesar 2,16 kg/hari/rumah dan 2,02 kg/hari/rumah. Tabel 3.2.3 Perkiraan Total Timbulan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga NO Jenis Sampah TOTAL TIMBULAN 1 Sampah Perbengkelan 332,76 kg/hari 2 Sampah Perhotelan 1.412,50 kg/hari 3 Sampah Rumah Sakit 85,06 kg/hari 4 Sampah Perkantoran 325,66 kg/hari 5 Sampah sarana Pendidikan 2.447,25 kg/hari 6 Sampah Pasar 1.100 kg/hari Sumber: BAPEDALKP Kabupaten Aceh Barat, tahun 2010 Sampah pasar adalah sampah yang paling banyak menimbulkan timbulan sampah di Kabupaten Aceh Barat. Sampah yang berasal dari pasar menghasilkan timbulan sampah sampai 18.100 kg/hari. Pada posisi kedua, sampah sarana pendidikan menyumbangkan timbulan sampah mencapai 2.447,25 kg/hari. Secara berturut-turut terlihat bahwa sampah perhotelan, sampah rumah sakit, sampah perbengkelan dan sampah perkantoran
menyumbangkan timbulan sampah dengan nilai 1.412,50 Kg/hari, 885,06 Kg/hari, 332,76 Kg/hari, dan 325,66 Kg/hari. Tabel 3.2.4 Perkiraan Total Timbulan Sampah Spesifik NO Jenis sampah TOTAL TIMBULAN 1 Plastik 17.137.6 kg/hari 2 Organik 89.183,54 kg/hari 3 Kertas .132,67 kg/hari 4 Kaca 5.157,38 kg/hari 5 Besi 1.651,15 kg/hari 6 Jenis lainnya 209.85 kg/hari Sumber: BAPEDALKP Kabupaten Aceh Barat, tahun 2010 Sistem penanganan akhir sampah di Kabupaten Aceh Barat masih menggunakan “open dumping” dengan TPA yang terletak di Gunong Mata Ie. Sedangkan
untuk
membantu
pengumpulan
sampah,
di
rencanakan
pengembangan TPS di setiap pusat kecamatan. Mekanisme Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Aceh Barat adalah sebagai berikut: 1. Pewadahan Pola pewadahan yang direncanakan berupa pola pewadahan individual yang diletakkan dekat rumah untuk permukiman dan diletakkan di belakan untuk pertokoan serta pola pewadahan komunal yang diletakkan sedekat mungkin dengan sumber sampah di tepi jalan besar. 2. Pengumpulan Sampah Sama dengan pola pewadahan, rencana sistem pengumpulan sampah akan mengunakan dua sistem juga yaitu pengumpulan individual yang dilakukan dengan sistem pelayanan door to door (dengan truk kecil dikumpulkan ke depo atau langsung diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir) dan sistem pelayanan door to door (dengan gerobak dan dikumpulkan di depo atau Tempat Pembuangan Sementara yang akan disediakan pada setiap pusat BWK).
Cara
lain
dengan
sistem
individual
adalah
dengan
cara
mengumpulkan sekaligus memusnahkan sampah tersebut sendiri. Sistem pengumpulan komunal adalah dimana masyarakat mengantarkan sampah ke tempat yang telah ditentukan.
3. Pengangkutan Sampah Pengangkutan dilakukan dengan dump truk, arm rool truk & mobil patroli dari Tempat Pembuangan Sementara ke Tempat Pembuangan Akhir. 4. Tempat Pembuangan Akhir Tempat pembuangan akhir berlokasi di Gampong Alue Lim dengan sistem open dumping, lokasi ini dianggap cukup representatif karena jauh dari permukiman penduduk dan arealnya cukup luas. Strategi program pengembangan pengelolaan sistem persampahan antara lain: 1. Pengembangan dan peningkatan kinerja TPA 2. Memenuhi kebutuhan sarana & prasarana dasar persampahan dengan menambah jumlah armada seperti truk sampah,bin container dll. 3. Mengadaan edukasi dan kampanye PLP serta bantek kelembagaan bidang PLP 4. Melakukan studi peningkatan kelembagaan retribusi sampah. 5. Menentukan spesifikasi teknis sarana & prasarana dasar persampahan 6. Mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. 7. Menentukan standar baku mutu lingungan permukiman yang sehat. 8. Mendorong terlaksananya operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana dasar persampahan. Selain strategi di atas dapat juga dilakukan beberapa program sebagai berikut: a. Meningatkan SDM yang ada, yaitu kemampuan manajerial dan operasional staf institusi manajemen pengelolaan sampah perlu ditingkatkan secara berlanjut melalui pelatihan dan kursus-kursus. b. Penerapan sanksi terhadap pelanggar ketentuan pembuangan sampah perlu ditegakkan, sehingga pengelolaan sampah secara intensif baik oleh pemerintah maupun masyarakat dapat terwujud. c. Melibatkan secara aktif semua elemen yang ada di masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan persampahan
3.2.3 Drainase Lingkungan Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti gorong-gorong, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa. Dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan peningkatan taraf hidup masyarakat di Kabupaten Aceh Barat, penanganan drainase merupakan salah satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan. Karena gangguan dan kerugian akan masalah banjir dan genangan telah mengakibatkan dampak penurunan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor ekonomi yang potensial. Rencana pengembangan prasarana drainase disesuaikan dengan tingkat perkembangan kawasan terbangun dan prasarana jalannya serta terintegrasi dengan pengendalian banjir dan program perbaikan jalan. Perencanaan sistem drainase di Kabupaten Aceh Barat meliputi pembuatan
sistem
saluran
primer,
sekunder,
dan
tersier
(kawasan
permukiman), rehabilitasi saluran yang kondisinya buruk, pemasangan pompa dan pemasangan pintu-pintu air. Penampang Saluran Karena saluran drainase yang digunakan di bahu kiri dan kanan jalan tidak boleh berbeda, maka dipakailah saluran drainase yang akan menampung debit hujan maksimum yang paling besar tetapi jika tidak kita dapat mengambil alternatif lain dengan menggunakan debit hujan rata-rata. 1.
Debit Maximum
• Q (debit) =
3,23 m3/s;
• b (lebar dasar) = 1,39
m;
• v (Kecamatan) = 1,285 m/s; • s (slope) = 0,002 m/m; • d (kedalaman air) = 1,207 m; • B (lebar permukaan air) = 2,783 m; • W (lebar saluran) = 2,935 m; • H (tinggi tanggul) = 1,338 m; • free board = 0,132 m. W = 2,935
B = 2,783
H = 1,338 D = 1,207 W = 1,39
2. Debit Rata-rata • Q (debit) = 3,23 m3/s; • b (lebar dasar) = 1,39 m; • v (Kecamatan) = 1,28 m/s; • s (slope) = 0,003 m/m; • d (kedalaman air) = 1,21 m;
• B (lebar permukaan air) = 2,78 m; • W (lebar saluran) = 2,93 m; • H (tinggi tanggul) = 1,34 m; • free board = 0,13 m.
H = 2,93
H = 2,78
H = 1,34 H = 1,21 H = 1,39
Drainase sebagai masalah utama lebih disebabkan karena belum terintegrasinya saluran drainase yang ada di Kabupaten Aceh Barat dengan Reservoir yang baru dibangun sehingga terjadi genangan yang cukup besar saat terjadi hujan dan atau pasang air laut. Kelemahan yang menjadi isu penting adalah menurunnya kualitas permukiman yang disebabkan karena masih rendahnya tingkat pelayanan terhadap pembangunan sanitasi, dimana adanya anggapan bahwa pembangunan sanitasi bukan primadona dari sebuah prioritas pembangunan. Ancaman untuk masalah drainase ini adalah adanya
sebagian kawasan yang berada 150 cm lebih rendah dari tinggi permukaan laut pasang. Dilain pihak, ada kekuatan yang dimiliki untuk permasalahan drainase lingkungan ini yaitu adanya reservoir sebesar 60 Ha yang akan menjadi storage penampung akibat genanggan yang ada. Kekuatan lain yang dimiliki adalah adanya Stuktur Organisasi dan Tata Kerja dari dinas-dinas teknis dengan SDM dan peralatan yang handal dalam menanggani masalah drainase. Sementara itu masih terdapat peluang untuk menagani masalah drainase ini yaitu berfugsinya reservoir
sebagai
bagian lain
dari
tempat
wisata, tanpa
mengalihkan fungsinya sebagai penampung air banjir sehingga diharapkan biaya pemeliharaan reservoir akan dapat ditalangi dari kegiatan wisata yang ada disekitarnya.
3.2.4. Penyediaan Air Minum / Air Bersih Sumber air untuk penduduk di kabupaten Aceh Barat dibedakan untuk pemenuhan kebutuhan bagi air minum dan kebutuhan MCK. Kondisi eksisting sumber air untuk memenuhi kebutuhan tersebut di kecamatan umumnya dilakukan sebagai berikut : Untuk air minum umumnya penduduk mempunyai sumur dan sebagian kecil melalui dari PDAM/perpipaan, serta sebagian kecil mendapatkan air langsung dari sungai. Untuk MCK sebagian besar penduduk mendapatkan sumber air dari sumur, sungai atau menampung air hujan. Prosentase sumber air untuk berbagai sumber adalah : 1. SPAM 2. Pompa 3. Sungai 4. Mata Air 5. Sumur 6. Air Hujan 7. Lain-lain
20 % 0% 0% 0% 33% 0% 0%
Dari data survey tahun 2008 diketahui, air sumur cukup baik kualitasnya, pH berkisar antara 7,0 -8,1, airnya jernih dan tidak terintrusi air laut. Namun di beberapa tempat air mengandung Fe yang cukup tinggi. Kedalaman sumur
antara 6 sampai dengan 18 meter, dan menurut keterangan beberaa pemilik sumur tidak terdapat fluktuasi yang nyata (sampai kering) pada saat musim kemarau. Selain sumber air tanah dangkal juga terdapat sumber air tanah dalam yaitu di peroleh dari sumur Bor yang dibuat oleh OXFAM, CARITAS dan SPANISH RED CROSS di Meulaboh bagian barat terdapat air yang kurang layak dikomsumsi padaa kedalaman sekitar 70meter. Debit kecil dan sedang yaitu 1-3 lpd perlubang. Mengingat bahwa bagian terbesar dari pelayanan air minum perpipaan belum ada pengelolanya, maka perlu tinjauan khusus terhadap pembentukan unit pengelola ini. Sedangkan untuk non perpipaan, dicirikan sebagai siste pedesaan karena umumnya tidak memerlukankan input teknologi tinggi, sebagai contohnya : •
Sumur gali
•
Sumur pompa tangan
•
Perlindungan mata air
•
Penampungan air hujan Sisitem penyediaan air minum dikelola oleh PDAM Aceh Barat. Layanan
tingkat pelayanan dengan system non perpipaan /individu, diperkotaan diasumsikan cenderung meningkat sampai tahun 2015 dan peningkatan ini di dasarkan pada perkembangan penduduk dimana hampir semua wilayah kecamatan dilayani secara merata. Pengelola air minum di kabupaten Aceh Barat adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Meulaboh. Tugas pokok secara garis besar dibagi menjadi fungsi Teknis dan fungsi Umum (Administrasi dan Keuangan). PDAM di pimpin oleh seorang Direktur Utama dengan dibantu oleh dua orang Direktur yaitu Direktur Administrasi & Keuangan dan Direktur Teknik di tingkat kantor pusat, kedua Direktur ini membawahi Kepala Bagian. Wilayah PDAM dibagi menjadi wilayah kota Meulaboh dan IKK Suak Timah, Peureumbe dan IKK Meureubo. Strukur PDAM dapat dilihat diagram terlampir. Institusi PDAM telah mengacu kepada Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 1984, No.28/KPTS/1984 tentang pedoman Organisasi Kelembagaan. Melihat dari status PDAM sebagai perusahaan daerah maka PDAM sangat berperan dalam
pelayanan dan pengembangan air minumdalam wilayah Kabupaten Aceh Barat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pembangunan, operasi dan pemeliharaan serta pengembangannya. Salah satu segi penting dari unsure sumber daya manusia adalah segi kuantitas dan kualitas, kuantitas menunjukkan jumlah, sedangkan kualitas dapat dicerminkan dari pendidikan formal, pengalaman kerja serta pelatihhan yang pernah diikuti. Pada pelaksanaan pekerjaan masih terdapat tumpang tindih karena penempatan karyawan yang kurang tepat dengan spesifikkasi bidang keahlian yang dibutuhkan sehigga terkesan kemampuan SDM masih sangat terbtas. Masalah yang tidak kalah pentingnya penerimaan karyawan dan mutasi
karyawan
yang
terkesan
sangat
tergantung
pada
penentu
kebijaksanaan, yang lebih atas. Kesemuanya ini memperlemah jalannya organisasi PDAM. System dan prosedur baku yang berlaku masih mengacu pada system dan prosedur umum yang digunakan oleh PDAM, seperti system dan prosedur akuntasi, pecatatan akuntasi, system pelaporan (harian, bulanan, tahunan), system penganggaran, operasi dan pemeliharaan dan lain-lain. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua prosedur yang akan dijalankan dan dipedomani salah satu penyebabnya adalah terbatasnya SDM yang ada dan terbatasnya biaya operasi dan pemeliharaan yang tersedia. Target yang ingin dicapai oleh PDAM saat ini adalah rehabilitasi dan pemulihan pelayan yang ada sebelum bencana tsunami sehingga belum ada pemasaran dan pengembangan daerah pelayanan. Permintaan sambungan baru dan pengembangan daerah pelayanan. Permintaan sambungan baru dan rencana pengembangan belum bisa dilakukan mengingat kondisi keuangan PDAM. Untuk masa mendatang setelah masa pemulihan selesai dilaksanakan. PDAM perlu menerapkan dan trik pemasaran hasil produksi layaknya perusahaan lain. Aspek komersialitas dalam rangka peningkatan kemandirian sebagai BUMD harus dilaksanakan yang selama ini terabaikan. Berdasarkan nilai jual secara ideal hasil produksi PDAM mampu menopang operasionalnya sendiri bahkan mampu memberikan kontribusinya kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun demikian dalam kondisi PDAM yang mengalami musibah tsunami segala hal yang menyangkut masalah
keuangan belum berjalan sebagaimana yang telah ditetapkan. Teknis penangulangan
tunggakan
tagihan
rekening
pelanggan
belum
tegas,
kepincangan yang sangat jelas terlihat dari biaya produksi dari tahun ketahun dan selama ini pula belum ada penyusuaian tariff. Beban keuangan meluas berupa tagihan oleh lembaga diluar PDAM seperti PLN berupa biaya listrik dan rekanan.
Kesemuanya
ini
membuktikan
masih
lemahnya
managemen
pengelola PDAM. Minusnya neraca keuangan operasional lebih diakibatkan tingkat kebocoran yang tinggi, tinggiya biaya operasional dan rendahnya tariff air minum yang berlaku, rendahnya pelayanan, serta pembekakan beban karena tidak efisiennya jumlah karyawan yang ada. Tariff air minum yang diterapkan sampai saat ini masih menggunakan struktur tariff yang lama. Dalam melakukan peninjauan dan kebijakan kenaikan tariff air minum PDAM menunggu Keputusan Bupati, dalam hal ini Bupati juga harus mempertimbangkan aspirasi masyarakat terutama dari kalangan DPRK. Disisi lain PDAM dutuntut mampu membiayai diri sediri dan memberikan kontribusinya kepada pendapatan asli daerah (PAD) serta memberikan pelayanan kepada semua masyarakat yang membutuhkan baik masyarakat yang mampu dan kurang mampu. Kesemuanya ini sangat mempengauhi kinerja keuangan PDAM. Cakupan layanan atau tingkat pelayanan air minum adalah pelayanan melalui perpipaan dan non perpipaan. Mengingat bahwa bagian terbesar dari pelayanan air minum belum ada pengololanya, maka tinjauan khusus terhadap pembentukan unit pengelola ini. Sedangkan untuk non perpipaan, dicirikan sebagai sistem perdesaan karena umumnya tidak memerlukan input teknologi tinggi, sebagai contoh nya : •
Sumur gali
•
Sumur pompa tangan
•
Perlindungan mata air
•
Penampungan air hujan Air minum perdesaan ada juga dari perpipaan, dengan system yang
sederhana, antara lain sumur bor dan mata air gravitasi. Sistem penyediaan air minum perdesaan ada pada umumnya dikelola secara swadaya oleh masyarakat atau individual. Layanan tingkat pelayanan dengan system non
perpiaan /individu, di perkotaan dan Perdesaan diasumsikan cenderung menurun sampai tahun 2015 dan penurunannya didasarkan pada selisih tingkat pelayanan total dengan tingkat pelayanan dengan system perpipaan. Sistem air minum yang ada dirancang sesuai dengan masing-masing unit yaitu air baku, Sistem Produksi, Transmisi, Distribusi dan daerah pelayanan, dimana sebagi sumber air minum lokasi ini secara garis besar adalah : •
Air Tanah
•
Air Permukaan Sumber air yang dipakai saat ini adalah Sungai Meurebo yang akan
dipakai sampai tahun 2026. Sebagaimana telah disebutkan maka tambahan kebutuhan air untuk 20 tahun kedepan untuk
kecamatan Johan Pahlawan
adalah 130L/dt. Sampai dengan tahun 20011 diperlukan debit 80L/dt. Secara umum lokasi pelayanan air minum dibagi 3 zone dimana masingmasing zone dilayani oleh sebuah sumber air yang berupa mata air. Pembagian zone tersebut adalah sebagai berikut: •
Zone Utara : Daerah pelayanan s/d desa Marek-Blang Beuregang kec. Kaway XVI.
•
Zone Tengah
: Daerah Pelayanan di Kabupaten Meulaboh.
•
Zone Barat : Daerah pelayanan s/d desa Suak Timah kec. Samatiga. Sumber air mempunyai DAS Meurebo cukup besar yang terbatas yaitu
antara 160-210 Km² dengan demikian sumber ar ini sedikit dipengaruhi oleh musim. Masalah yang ada pada intake yang ada adalah : •
Adanya dindikasi interusi air laut pada intake
•
Inteke terkontaminasi oleh alur sungai dari rawa/organic tinggi yang ada diseberang intake.
•
Endapan Lumpur cukup tinggi. Untuk mengatasi hal itu Spanish Red Cross merehabilitasi intake dan
menambah prasedimentasi dengan membangun intake baru 1 km kea rah hulu dengan pertimbangan : •
Mengurangi efek endapan sunngai
•
Intake terhindar dari interusi air laut pada masa kering 1 bulan.
•
Terhindarnya intake dari terkontaminasi air dengan kadar organic tinggi dari rawa. Untuk mengantisipasi pelayanan di daerah utara yaitu di desa Marek-
Beureugang dan menjaga kemungkinan akan terjadi interusi air laut kelokasi ini maka perlu dibuat lagi intake 5 km kearah hulu ke desa Pasir Jambu. Intake tersebut akan melayani IPA 20 lpd yang akan melani daerah pelayanan terdekat. Selain itu, sebagian besar penduduk juga menggunakan sumur dangkal, secara umum sumber air yang dipakai oleh penduduk adalah sumur dangkal, untuk dapat memanfaatkan air sumur tersebut dengan aman kriteria sebagai tersebut harus diikuti : •
Sumur harus dalam kondisi : -
Air jernih < 1 NTU
-
Tidak berwarna
-
Tidak berbau
•
Jarak sumur dari septic tank atau cubluk harus minimal 12 meter.
•
Untuk sumur dengan Fe yang tinggi/kuning harus diolah dengan saringan pasir 2 tahap.
•
Sedangkan untuk sumur degan kekeruhan yang tinggi harus dilakukan perbaikan dasar sumur/dilapisi sampai 0,5 m sehingga menghasilkan air yang relatif jernih.
Pemanfaatan pengambilan air dapat dilakukan dengan menggunakan : •
Ember dan timba
•
Poma tangan
•
Atau dengan pompa listrik 100-125W Sumur gali ini dilakukan insperksi secara berkala oleh instansi yang
berwenang dengan memberikan sertifikasi untuk sumur yang layak pakai sebagai sumber air minum. Jumlah sumur yang ada di lokasi perencanaan diperkirakan ada 2000 unit pada tahun 2011 dan akan berkembang menjadi 3000 pada tahun 2026.
3.2.5. Higiene/PHBS Pada tahun 2009 , Dinas kesehatan kabupaten Aceh Barat melakukan pembinaan terhadap 193 sarana pendidikan, dari jumlah tersebut jumlah sekolah dan madrasah yang masuk dalam kelompok pembinaan Dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat sebanyak 156 sekolah yang teridiri pendidikan pra sekolah (TK), Sekolah Dasar baik negeri maupun swasta, Sekolah Menengah Pertama (SMP) baik negeri ataupun swasta dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 25 sekolah (negeri dan swasta). Dari hasil survei diketahui bahwa : a. Sebagian besar SD, SMP, SMU yang ada di Kabupaten Aceh Barat sudah ada toilet guru dan murid. b. Sebagian besar SD, SMP, SMU yang ada di empat kecamatan di Kabupaten Aceh Barat belum terpisah antara toilet guru (laki-laki dan perempuan) dan murid (laki-laki dan perempuan). c. Ratio jumlah toilet tidak berimbang dengan jumlah murid yang ada di sekolah tersebut. d. Sumber air tersedia cukup baik yang bersumber dari PDAM dan sebagian besar menggunakan sumur gali. e. Petugan untuk membersihkan jamban di sekolah umumnya adalah pesuruh sekolah. f. Pengetahuan mengenai Higiene dan Sanitasi belum dimasukkan dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani. g. Umumnya sekolah telah memiliki anggaran untuk pengadaan air bersih, sanitasi dan higiene namun dirasakan masih adanya kekurangan. h. Sampah hanya dikumpulkan di tempat sampah belum ada upaya untuk diadakannya pemilahan dan pengolahan lanjutan dari sampah. i. Air limbah/kotor dari toilet di buang ke dalam septic tank dan air dari kamar mandi dibuang ke saluran drainase. j. Kondisi higiene sekolah umumnya sehat dan bersih.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menghasilkan kemandirian baik pada masyarakat maupun keluarga artinya masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalahmasalah dan gangguan kesehatan. Dengan adanya pembinaan dan penyuluhan PHBS diharapkan : a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan. b. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pencegahan penyakit dan upaya penyehatan lingkungan. c. Meningkatkan kemampuan dan kemauan masyarakat, institusi untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. d. Meningkatkan derajat kesehatan terutama kesehatan ibu, bayi dan balita. e. Meningkatkan kemampuan penyebaran informasi bagi petugas kesehatan. Data kegiatan Promosi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2009 tergambarkan pada tabel berikut ini : Tabel 3.2.7 Kegiatan Promosi Kesehatan Program PHBS Tahun 2009 No Nama Kegiatan Jumlah (Rp) 1 Penyuluhan Pola Hidup Bersih Sehat 10.400.000 2 Peningkatan Pemanfaatan sarana Kesehatan 50.500.000 3 Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 16.750.000 4 Penyuluhan Kesehatan Reproduksi 17.725.000 5 Pelaksanaan Kerjasama bakti Sosial Kesehatan dan Promsi Kesehatan 6 Advokasi ke lIntas sektoral terkait sanitasi
79.500.000
7 Pengembangan Upaya Kesehatan Bersumber masyarakat 8 Pembinaan dan penilaian Sekolah PHBS
25.000.000
9 Pengembangan Media Promosi dan Informasi Kesehatan Sadar Hidup Sehat 10 Sosialisasi Masalah Kesehatan Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat
15.700.000
2.500.000
5.350.000
27.500.000