BABIII ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA 3.1
ENABLING AND SUSTAINABILITY ASPECT Aspek-aspek non teknis yang menunjang keberlanjutan program dimaksudkan
dalam bagian ini adalah isu-isu strategis berdasarkan hasil analisis SWOT yang mencakup aspek kebijakan daerah dan kelembagaan, keuangan, komunikasi, keterlibatan pelaku bisnis, partisipasi masyarakat dan jender serta monitoring evaluasi.
3.1.1 Kebijakan Daerah dan Kelembagaan Dalam aspek kebijakan daerah dan kelembagaan, isu strategis dalam pembangunan sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah mulai memisahkan fungsi regulator dan operator untuk pengelolaan sanitasi, yang ditujukan untuk mengoptimalkan layanan sanitasi bagi masyarakat Kabupaten Bojonegoro berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing SKPD terkait; Tugas pokok dan fungsi dari Dinas di Kabupaten Bojonegoro berdasarkan Peraturan Bupati No. 3 Tahun 2009. Dinas yang terkait dalam bidang sanitasi antara lain Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pengairan. Tugas pokok dan fungsi dari Lembaga Teknis Daerah di Kabupaten Bojonegoro berdasarkan Peraturan Bupati No. 5 Tahun 2009. Lembaga terkait di bidang sanitasi antara lain Bappeda, Badan Lingkungan Hidup dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. 2. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah menetapkan Peraturan Bupati No.37 tahun 2009 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air di Kab. Bojonegoro sehingga menjadi acuan dalam pelaksanaan teknis pengendalian pencemaran air; 3. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro memiliki Perda Kabupaten Bojonegoro No.19 tahun 1998 tentang retribusi pelayanan persampahan, sedangkan Draft perda tentang persampahan di Kab. Bojonegoro sedang dibahas pada Agustus 2011. 4. Adanya Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Persampahan yang mendorong pengembangan TPA dengan metode sanitary landfill; 5. Program StoPs (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) dalam rangka gerakan menuju
Bojonegoro
ODF
sesuai
Keputusan
Bupati
Nomor
SSK Kab. Bojonegoro | III - 1
188/172/KEP/421.11/2009 tentang Tim Koordinasi Kabupaten (TKK) Program StoPS; 6. Program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 188/146/KEP/421.11/2010 tentang Renstra Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Kabupaten Bojonegoro; 7. Pembentukan Kelompok Kerja Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kabupaten Bojonegoro berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bojonegoro Nomor 188/227/KEP/412.11/2011. Pembentukan Pokja PPSP Kabupaten Bojonegoro melibatkan unsur-unsur SKPD terkait yang menangani sanitasi dan non SKPD yaitu Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pengairan, DPPKA, Badan PP & KB, Dinas Kominfo, Administrasi Pembangunan, Universitas Bojonegoro, PKK Kabupaten Bojonegoro dan LSM Idfos. 8. Rencana pembangunan sanitasi telah termuat di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2009-2013 dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab. Bojonegoro; 9. Belum terintegrasinya SKPD yang menangani pengelolaan sanitasi; 10. Pelaksanaan program Adipura menuntut Pemerintah Kabupaten, swasta dan masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya; 11. Adanya usulan dari Musrenbang dimulai dari tingkat desa sehingga sasaran pembangunan tepat sesuai kebutuhan masyarakat; 12. Adanya Standar Pelayanan Minimum bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang termasuk didalamnya adalah sektor sanitasi berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 14 tahun 2010.
3.1.2 Keuangan Dalam aspek keuangan, isu strategis dalam pembangunan sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Alokasi
dana
APBD
tahun
2011
untuk
prioritas
air
bersih
sebesar
Rp.795.230.000.000,- dan persampahan sebesar Rp. 1.841.325.000,2. Kecilnya prosentase alokasi anggaran sanitasi dari APBD Kab. Bojonegoro hanya 1,2% tahun 2009 dan 0,8% tahun 2010; 3. Meningkatnya alokasi anggaran APBD Kab. Bojonegoro terkait penanganan drainase; 4. Belum adanya alokasi dana untuk operasional dan perawatan IPAL komunal sehingga kondisi IPAL di Ledok Kulon menjadi rusak dan tidak terawat;
SSK Kab. Bojonegoro | III - 2
5. Anggaran pembangunan sanitasi terpecah-pecah di SKPD masing-masing yang menangani sanitasi; 6. Adanya pendanaan APBN melalui Urban Sanitation Project to Support PNPM Mandiri di Kecamatan Bojonegoro tahun 2011-2014 sebesar Rp. 6.300.000.000,7. Adanya alokasi pendanaan sanitasi di masing-masing sektor dalam RPIJM 20122016 dari sumber APBD, APBD Provinsi dan APBN; 8. Masih banyaknya usulan dari Musrenbang yang belum terealisasi disebabkan penggunaan anggaran dengan skala prioritas.
3.1.3 Komunikasi Dalam aspek komunikasi, isu strategis dalam pembangunan sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Adanya media milik Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yaitu radio Malowopati FM yang memiliki segmen pendengar yang luas di masyarakat; 2. Kegiatan PKK yang aktif memberikan penyuluhan tentang sanitasi kepada masyarakat; 3. Kampanye PHBS yang dilakukan Dinas Kesehatan di 27 kecamatan; 4. Belum
terbangun
sistem
informasi
sanitasi
kabupaten
untuk
pemangku
kepentingan (stakeholders) seperti pertemuan berkala bagi lembaga-lembaga dan stakeholders penting yang berpotensi sebagai pemicu dan focal point dalam mendukung percepatan pembangunan sanitasi; 5. Adanya apresiasi pihak luar untuk mengundang narasumber/fasilitator dari Kabupaten Bojonegoro terkait sanitasi; 6. Banyak media cetak/ elektronik yang memberikan informasi tentang sanitasi; 7. Belum optimalnya pemanfaatan media-media yang ada di Kab. Bojonegoro seperti tv lokal (B-One TV) dan JTV Bojonegoro; 8. Komunikasi yang banyak dilakukan dengan metode konvensional yaitu melalui banner sehingga membutuhkan dana yang besar.
3.1.4 Keterlibatan Pelaku Bisnis Dalam aspek keterlibatan pelaku bisnis, isu strategis yang menjadi dasar pertimbangan adalah: 1. Keterlibatan
pihak
swasta
dalam
pengelolaan
air
limbah
yaitu
perusahaan/perorangan yang melayani jasa sedot tinja; 2. Pemasaran hasil komposting ke penjual-penjual tanaman/bunga di Kecamatan Bojonegoro. Pemasaran masih terbatas di Kecamatan Bojonegoro karena hasil komposting masih sedikit dan diharapkan masyarakat dapat membeli sendiri ke TPA;
SSK Kab. Bojonegoro | III - 3
3. Adanya perusahan migas besar sebagai sumber CSR seperti Exxon Mobile, PetroChina, dan MCL. Saat ini CSR terkait sanitasi masih terfokus di sekitar daerah pengeboran minyak; 4. Adanya pihak swasta yang membantu pendanaan dalam program StoPs dan STBM; 5. Adanya program pengelolaan sampah kemitraan dengan pihak swasta yaitu melakukan penyuluhan terkait pentingnya pemilahan sampah; 6. Adanya bantuan dari pihak swasta dalam pengelolaan sampah. Sampah organik dan non-organik dipilah kemudian dikirim ke Pusat Komposter di Desa Sukorejo Bojonegoro yang dibantu oleh pihak swasta “Danamon Peduli”.
3.1.5 Partisipasi Masyarakat dan Jender Dalam aspek pemberdayaan masyarakat dan jender, isu strategis yang menjadi dasar pertimbangan adalah: 1. Dukungan lembaga formal dan informal di masyarakat (PKK, Kelurahan, kecamatan,
Posyandu,
Puskesmas,
RT/RW,
Pengajian/Yassinan),
Tokoh
Masyarakat, Tokoh Agama, sudah ada sebagai sarana sosialisasi program dan pengelolaan sanitasi; 2. Kurangnya kesiapan dan keahlian masyarakat/ paguyuban dalam penggunaan teknologi IPAL Komunal di cluster industri tahu; 3. Pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah (grey water) masih kurang; 4. Adanya program pemberdayaan masyarakat yang meliputi pemilahan sampah organik dan non-organik oleh ibu-ibu rumah tangga, dan pemanfaatan daur ulang sampah plastik untuk bahan kerajinan; 5. Peran serta aktif masyarakat dalam kegiatan posyandu; 6. Penyuluhan/pembinaan
tentang
pemanfaatan
dan
penghematan
dalam
penggunaan air melalui kunjungan kerja Tim Penggerak PKK ke dua desa setiap bulan; 7. Kesadaran masyarakat untuk sedot tinja semakin tinggi dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sedot WC; 8. Kesadaran masyarakat terkait kebersihan lingkungan masih kurang, sebesar 25,52% rumah tangga tidak memiliki tempat sampah dan cenderung membuang sampah di sungai, di jalan atau lahan terbuka; 9. Kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan oleh masyarakat yang dilakukan secara berkala;
SSK Kab. Bojonegoro | III - 4
3.1.6. Monitoring/Pemantauan dan Evaluasi Dalam aspek monitoring/pemantauan dan evaluasi, isu strategis dalam pembangunan sanitasi adalah sebagai berikut: 1. Belum ada mekanisme pemantauan berkala dan evaluasi untuk mengukur keberhasilan kegiatan komunikasi sanitasi di tingkat individu dan masyarakat; 2. Kualitas individu dalam penyelenggaraan sekaligus pemantauan indikator keberhasilan upaya advokasi bagi setiap isu/permasalahan sub sektor serta berbagai aspek pendukung pembangunan sanitasi perlu peningkatan; 3. Belum adanya kebijakan yang menegaskan hak dan kewajiban, peran dalam monitoring dan evaluasi program-program sanitasi secara terpadu dan terintegrasi; 4. Belum adanya pendataan pengelolaan air limbah industri skala menengah.
3.2
SUBSEKTOR DAN ASPEK UTAMA Dalam bagian ini dijelaskan isu-isu teknis dalam subsektor dan aspek utama
yang mencakup air limbah, persampahan, drainase lingkungan dan hygiene.
3.2.1 Air Limbah Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah di Kabupaten Bojonegoro adalah sebagai berikut: 1. Cluster industri tahu telah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan biodigester; 2. Industri besar, hotel, restoran, dan rumah sakit yang ada di Kabupaten Bojonegoro sudah memiliki IPAL; 3. MCK++ melayani 5-10 KK telah dibangun di 13 desa tersebar dalam 7 kecamatan; 4. Belum adanya Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) sehingga pengolahan limbah tinja tidak dapat dilakukan, jasa layanan pengurasan limbah tinja oleh pihak swasta dibuang ke badan air; 5. Belum memiliki pengelolaan limbah komunal berbasis masyarakat atau sanimas; 6. Pengelolaan
air
limbah
domestik
(grey
water)
dari
permukiman
belum
dilaksanakan; 7. Di daerah yang padat penduduk di khususnya perkotaan Bojonegoro, jarak antar rumah/bangunan berdekatan, sehingga menyulitkan masyarakat dalam mengatur jarak antara bidang resap buangan efluen dari tangki septik dengan sumur gali sesuai standar teknis; 8. Beberapa parameter hasil pengolahan air limbah medis masih belum memenuhi persyaratan baku mutu seperti TSS, BOD5, COD; 9. Sudah ada teknologi pengolahan biodegester menjadi energi listrik untuk mendukung operasional IPAL Komunal.
SSK Kab. Bojonegoro | III - 5
3.2.2 Persampahan Adapun isu-isu strategis dalam sektor persampahan adalah sebagai berikut: 1. TPA Banjarsari seluas 5 ha menggunakan sistem controlled landfill yaitu adanya pemilahan dan pelapisan tanah; 2. Proses komposting di TPA menghasilkan 400 kg pupuk kompos per bulan dari 75 ton sampah. Hal ini mengurangi jumlah sampah yang ditampung di TPA; 3. Pelaksanaan 3R dari sumber di wilayah Kecamatan Bojonegoro khususnya di Kelurahan Klangon, Perumahan Wisma Indah, Perumda, dan Pondok Asri. Pelaksanaan 3R dari sumber rumah tangga dilakukan dengan menggunakan sistem takakura dan komposter untuk sampah organik, sedangkan untuk sampah non-organik dijadikan bahan kerajinan seperti taplak meja, tas, bunga dan lain-lain. Selain itu terdapat kelompok masyarakat pengelola sampah dan pengepul barang bekas/rongsok merupakan bagian dari 3R dan dapat mengurangi beban sampah di TPA Banjarsari; 4. Jumlah rumah tangga yang memiliki tempat sampah sebanyak 74,48%; 5. Terbatasnya armada pengangkut sampah dan usia kendaraan yang sudah tua; 6. Besarnya biaya operasional pengelolaan sampah disebabkan usia kendaraan pengangkut sampah yang sudah tua; 7. Lahan TPA hanya sebesar 25% yang masih dapat digunakan dan memerlukan perluasan lahan. 8. Adanya rencana pengembangan TPA Banjarsari seluas 1,3 ha; 9. Jumlah SDM pengelola di TPA terbatas sehingga proses komposting tidak dapat berjalan dengan maksimal; 10. Tingkat pelayanan sampah baru mencakup Kecamatan Bojonegoro sebesar 68,42% tahun 2010; 11. Kurangnya jumlah TPA di Kabupaten Bojonegoro; 12. Sulitnya penentuan lokasi TPA baru; 13. Belum adanya pemisahan sampah medis dari rumah sakit dan dibuang ke TPA sehingga bahaya pencemaran akibat penyakit sangat besar; 14. Timbulan sampah plastik 13 m3/hari sulit diurai oleh tanah sehingga mencemari lingkungan.
3.2.3 Drainase Lingkungan Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Bojonegoro adalah sebagai berikut: 1. Memiliki masterplan drainase dan penanganan banjir wilayah Kecamatan Bojonegoro;
SSK Kab. Bojonegoro | III - 6
2. Belum memiliki masterplan drainase skala Kabupaten Bojonegoro; 3. Saluran drainase menggunakan sistem campuran yaitu belum adanya pemisahan antara saluran air hujan dengan air limbah domestik (grey water); 4. Pemeliharaan saluran drainase tertutup masih kurang; 5. Kondisi topografi yang cenderung datar dan posisi Kecamatan Bojonegoro yang berada di wilayah hilir sungai Bengawan Solo yang memiliki resiko genangan dan banjir tinggi; 6. Semua saluran drainase yang besar bermuara di Sungai Bengawan Solo; 7. Ketidakmampuan volume saluran drainase untuk mengalirkan air yang terus meningkat debitnya; 8. Tersedianya lahan untuk pembangunan saluran drainase; 9. Meningkatnya kawasan terbangun akibat kegiatan pembangunan di Kabupaten Bojonegoro; 10. Meningkatnya alih fungsi lahan sehingga mengurangi daerah resapan air.
3.2.4 Higiene Adapun isu-isu strategis untuk subsektor higiene adalah sebagai berikut: 1. Kampanye PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat; 2. Promosi dan sarana penunjang PHBS kurang memadai; 3. Kurangnya sarana dan prasarana air bersih; 4. Kurangnya akses terhadap air bersih; 5. Akses jamban sehat belum optimal; 6. Masih banyaknya kasus penyakit diare; 7. Kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat semakin tinggi yaitu pada tahun 2009 sebesar 39,36% dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 65%; 8. Pendapatan rata-rata penduduk perkotaan cukup tinggi sehingga mempengaruhi gaya hidup bersih dan sehat; 9. Pendapatan
rata-rata
penduduk
perdesaan
rendah
sehingga
kurang
memperhatikan gaya hidup bersih dan sehat; 10. Penyuluhan PBHS kepada anak-anak melalui pendidikan di sekolah; 11. Kebiasaan buruk buang air besar sembarangan masyarakat masih sulit dirubah; 12. Kualitas lingkungan belum mendukung karena termasuk daerah rawan banjir.
SSK Kab. Bojonegoro | III - 7