BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
Data dan informasi untuk penyusunan laporan ini bersumber dari dokumen Rencana Kinerja Tahun 2009, Penetapan Kinerja Tahun 2009, dan laporan tahunan setiap Satuan Kerja (Satker) yang dituangkan datanya ke dalam formulir Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan formulir Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS), serta didasarkan pada analisis diskripsi yang telah disusun oleh setiap Satker di lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA). Program dan kegiatan yang dilakukan oleh KPP dan PA pada tahun 2009 merupakan implementasi dari tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di dalam Renstra Kementerian Nengara Pemberdayaan Perempuan (KNPP) Tahun 20072009, Rencana Kinerja Tahun 2009, dan Penetapan Kinerja Tahun 2009. Untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan KPP dan PA dalam mencapai tujuh sasaran tersebut, berikut analisis dan hambatan dalam pencapaiannya, berikut ini akan diuraikan kinerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2009 dilihat dari masing-masing sasaran strategis yang telah ditetapkan. A.
Sasaran 1: Terwujudnya kebijakan peningkatan kualitas hidup perempuan
Dalam Tahun Anggaran 2009, untuk capaian sasaran tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mencapai target yang ditetapkan, yaitu menghasilkan 4 buah kebijakan sebagaimana dalam matriks berikut di bawah ini:
10
NO 1.
SASARAN Terwujudnya kebijakan pembangunan PKHP
INDIKATOR KINERJA URAIAN
TARGET
REALISASI
%
Rancangan Peraturan pemerintah tentang pornografi Kebijakan perluasan cakupan penggunaan ASI Pedoman RAN Peningkatan Posisi dan Peran Perempuan untuk Mendukung Peningkatan Posisi & Peran Perempuan di Lembaga Eksekutif Kebijakan Pendidikan tentang Iptek bagi perempuan
1 kebijakan
1 kebijakan
80
1 pedoman
1 pedoman
100
1 pedoman
1 pedoman
95
1 kebijakan
1 kebijakan
75
KET
Dari matriks di atas dapat dilihat bahwa target indikator yang digunakan untuk dapat mengukur pencapaian sasaran ini dapat dipenuhi dengan tingkat capaian masing-masing indikator berbeda-beda: 1.
Peraturan Pemerintah tentang Pornografi menjadi target yang ingin dicapai pada tahun 2009. Capaian target kurang lebih 80% karena PP ini sudah selesai dalam tahap Rancangan Peraturan Pemerintah namun karena adanya kendala dimana naskah RPP ini sekarang masih dalam proses harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM yang menjadi kewenangannya.
2. Penyusunan Pedoman Pekan ASI dibuat setiap tahun. Pedoman ini dibuat sebagai suatu pedoman tentang pemberian ASI agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perempuan dalam pemberian ASI kepada bayi
11
mereka, agar anak-anak bangsa Indonesia menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Telah tercapai target 100% dan pedoman ini difokuskan pada perluasan cakupan penggunaan ASI. 3. Dalam rangka peningkatan partisipasi politik perempuan pada tahun 2009 difokuskan pada bidang eksekutif, mengingat pada tahun-tahun sebelumnya lebih difokuskan pada bidang legislatif dalam rangka meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif pada Pemilu Tahun 2009. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peran dan posisi perempuan di lembaga eksekutif, telah dilakukan penyusunan Pedoman Rencana Aksi Nasional (RAN) Peningkatan Peran dan Posisi Perempuan untuk mendukung Peningkatan Posisi dan Perempuan di Lembaga Eksekutif. Capaian target kurang lebih 95% dikarenakan pedoman ini masih dalam proses tahap akhir penyempurnaan. 4. Salah satu upaya untuk peningkatan akses perempuan di dalam teknologi, dibuat suatu kebijakan iptek bagi perempuan pesisir.. Kebijakan ini baru pada taraf rekomendasi kesepakatan antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dengan kementerian/lembaga pemerintah terkait antara lain Kominfo dan Kementerian Ristek untuk memudahkan perempuan dalam mengakses teknologi khususnya bagi perempuan pesisir. Capaian target kurang lebih 75% ini dikarenakan penyusunan kebijakan ini masih pada tahap rekomendasi kesepakatan. Tidak ditemui adanya hambatan yang berarti dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di atas. Namun kegiatan yang dilaksanakan masih merupakan tahap awal dalam pembuatan suatu kebijakan dan masih harus ditindaklanjuti untuk lebih disempurnakan. Adapun rekomendasi atau tindak lanjut dari pencapaian sasaran sebagaimana tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pornografi diharapkan dapat disahkan menjadi Peraturan Pemerintah pada tahun berikutnya.
2. Sebagai tindak lanjut penyusunan kebijakan pendidikan iptek bagi perempuan yang saat ini baru pada tahap adanya rekomendasi kesepakatan antar
12
kementerian/lembaga terkait, diharapkan pada tahun berikutnya dibuat suatu Peraturan yang dapat memberikan kesempatan yang lebih luas lagi kepada perempuan dalam penggunaan iptek dan tidak hanya untuk perempuan pesisir. 3. Pedoman RAN Peningkatan Posisi dan Peran Perempuan di lembaga eksekutif ini untuk tahun 2010 dapat dijadikan dasar dalam mendorng Kementerian dan Lembaga terkait untuk membuat suatu kebijakan yang responsif gender dalam upaya mendukung peningkatan posisi dan peran perempuan di lembaga eksekutif. Selain itu, apabila dilihat capaian indikator kinerja sasaran tersebut yang dicapai/dihasilkan secara nyata pada tahun 2007 s.d 2009, dapat dikatakan bahwa tujuan pertama yakni ”Terwujudnya kebijakan peningkatan kualitas hidup perempuan” yang telah ditetapkan dapat dicapai selama kurun waktu Renstra Revisi KNPP 2007 – 2009. Secara terinci terurai dalam matriks berikut ini: No 1.
Indikator kinerja Jumlah kebijakan Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
B.
2007 Target Realisasi
2008 Target Realisasi
2009 Target Realisasi
4
4
4
4
3
4
Sasaran 2: Terwujudnya kebijakan pembangunan perlindungan perempuan
Pada tahun 2009, ada 6 kebijakan pembangunan perlindungan perempuan. 6 kebijakan tersebut dapat dilihat pada matriks berikut ini: NO 1
2
SASARAN
INDIKATOR KINERJA URAIAN
TARGET
Jumlah Draft Kebijakan Perempuan Kepala Keluarga Jumlah draft Kebijakan dan perangkat
1 kebijakan
1 draft kebijakan
100
1 kebijakan
1 draft kebijakan
100
13
REALISASI
%
KET
NO
SASARAN
INDIKATOR KINERJA URAIAN
TARGET
REALISASI
%
KET
hukum perlindungan perempuan di daerah rawan konflik dan bencana 3
Jumlah Draft kebijakan strategi pelembagaan nilai-nilai budaya damai didaerah rawan konflik dan bencana Jumlah draft RAN impelmentasi Resolusi 1325 tentang wanita, perdamaian dan kekerasan Jumlah draft Pedoman umum pelaksanaan perlindungan perempuan Jumlah draft perlindungan perempuan dalam bidang kesehatan
4
5
6
1 kebijakan
1 draft kebijakan
100
1 kebijakan
1 draft kebijakan
100
1 kebijakan
1 draft kebijakan
100
1 kebijakan
1 draft kebijakan
100
Berdasarkan matriks di atas, sasaran program terwujudnya kebijakan pembangunan perlindungan perempuan merupakan sasaran yang mempunyai andil besar dalam membangun
kehidupan
dalam
upaya
meningkatkan
perlindungan
dan
pemberdayaan perempuan melalui kebijakan-kebijakan perlindungan perempuan baik dalam perbaikan perangkat hukum di daerah konflik dan bencana, perlindungan perempuan sebagai kepala keluarga, perlindungan perempuan dalam pelembagaan nilai-nilai budaya, kebijakan sistem perlindungan perempuan lansia
14
nasional. Adapun implementasinya kebijakan diharapkan sebagai acuan para pengambil kebijakan di daerah dalam perlindungan perempuan. Permasalahan dan kendala yang ditemui dalam pencapaian target kinerja dan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai sasaran ini adalah belum sinkron dan terkoordinasi antara program kegiatan pusat dan daerah, karena permasalahan dan pokok prioritas program daerah yang berbeda-beda. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah mengoptimalisasi peranan Pemerintah daerah terutama melakukan sinkronisasi, konsolidasi dan sharing experience dengan berbagai stakeholder dalam upaya penanganan perlindungan perempuan. Dalam realisasi pelaksanaan sasaran ini tampak bahwa sudah sesuai dengan target yang dtelah ditetapkan, hal ini menunjukkan bahwa Deputi Perlindungan Perempuan telah berhasil dalam melaksanakan kinerjanya. Dalam pencapaian sasaran, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya diperoleh gambaran sebagai berikut: NO.
SASARAN
1.
Tersusunnya kebijakan pembangunan untuk perlindungan perempuan
URAIAN Tersusunnya kebijakan pembangunan untuk perlindungan perempuan
TAHUN ANGGARAN 2007 2008 2009 8 5 1
Pada tahun anggaran 2009 hampir semua sasaran dapat dicapai secara optimal, sehingga boleh dikatakan dalam 5 tahun periode pembangunan perlindungan perempuan dan upaya pemberdayaan perempuan atau masuk dalam 3 tahun renstra tidak ada kendala yang berarti, hanya ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan : 1.
Bagaimana
mengupayakan
koordinasi,
membangun
dan
memperkuat
jejaring/kemitraan dengan berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah di tingkat nasional, propinsi dan Kabupaten/kota. Hal ini untuk menunjukkan komitmen yang kuat sebagai dasar merumuskan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan perempuan.
15
2. Mengoptimalkan pengelolaan program dan kegiatan yang diikuti dengan efisiensi dan efektivitas pemanfataan sumber-sumber daya dan dana utnuk mewujudkan tujuan dan sasran-sasaran startegis yang ditetapkan dalam Renstra. Hal ini secara khusus akan difokuskan pada sasaran-sasaran strategis yang capaian kinerjanya masih berada di bawah target yang ditetapkan. 3. Melakukan penelitian dan kajian yang mendalam atau kuantitas target dari indikator kinerja setiap sasaran strategis dikaitkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam Renstra Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perencanaan Kinerja tahun 2009 merupakan perencanaan tahunan terakhir dari rentang waktu periode Renstra, sebagai tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. C.
Sasaran 3: Terwujudnya kebijakan pembangunan perlindungan anak
Dalam upaya memberikan acuan bagi sektor terkait di nasional, propinsi dan kabupaten/kota, serta bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan organisasiorganisasi lainnya dalam upaya mewujudkan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak (KPA) sebagai suatu proses yang panjang dan berkelanjutan, KPP dan PA telah menetapkan terwujudnya kebijakan pembangunan perlindungan anak sebagai salah satu sasaran yang akan dicapai. Untuk mengukur kinerja pencapaian sasaran tersebut telah dilakukan perumusan dan penetapan indikator kinerja berikut target yang akan dicapai dan realisasi yang telah dicapai dalam tahun 2009 sebagai berikut: NO 1.
SASARAN
URAIAN
INDIKATOR KINERJA TARGET REALI SASI
Jumlah kebijakan pembangunan perlindungan anak
2 kebijakan
16
4 kebijakan
% 200
KET
Dari matriks diatas dapat dilihat bahwa target indikator yang digunakan untuk dapat mengukur pencapaian sasaran ini dapat dipenuhi dengan tingkat capaian di atas 100%, bahkan mencapai 200%. Adapun 4 (empat) kebijakan yang dihasilkan pada tahun 2009 berupa : 1.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 01 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di kabupaten/kota. Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 46 ayat (1) Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (1), untuk mengatur tata cara dan mekanisme Pelayanan Terpadu telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (1) PP 9 tahun 2008 maka Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan telah menetapkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 01 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimum Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Perdagangan Orang di Kabupaten/Kota. SPM dimaksudkan sebagai pedoman bagi daerah dalam melaksanakan perencanaan,
pelaksanaan,
pengendalian,
dan
pengawasan
serta
pertanggungjawaban penyelenggaraan PPT bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang. 2. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Dalam
rangka
mengembangkan
suatu
model
pembangunan
yang
mempertimbangkan pemenuhan hak dan kebutuhan anak sejak proses perencanaan, implementasi hingga pengawasan dan penilaiannya, maka Kementerian PP dan PA telah mengembangkan kebijakan kabupaten/kota layak anak (KLA) sebagai langkah awal dalam rangka menciptakan pembangunan yang peduli terhadap hak, kebutuhan, dan kepentingan anak.
17
Kebijakan KLA telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara PP Nomor 02 tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Kebijakan KLA dimaksudkan
sebagai
kabupaten/kota
melalui
pedoman
penyelenggaraan
pengintegrasian
komitmen
dan
pembangunan sumber
daya
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutkan untuk memenuhi hak anak. 3. Peraturan Menteri Negara PP Nomor 03 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Kabupaten/Kota Layak Anak. Dalam rangka mendorong pelaksanaan kebijakan KLA di kabupaten/kota maka sejak tahun 2009 telah diberikan penghargaan kepada Bupati/Walikota yang dinilai berprestasi dalam mewujudkan KLA. Untuk memberikan pedoman dan acuan bagi tim penilai dan tim verifikasi dalam menilai kabupaten/kota yang telah mewujudkan KLA, agar dalam melakukan penilaian dilakukan secara obyektif, independen, netral, dan transparan, maka telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Nomor
03
Tahun
2009
tentang
Pedoman
Penilaian
Kabupaten/Kota Layak Anak. Penilaian dilakukan secara bertahap dengan memberikan penilaian terutama yang berkaitan dengan adanya: 1) kebijakan yang telah dibuat terkait dengan perlindungan anak di daerahnya; 2) pengorganisasian yang dibentuk atau yang ada di daerah terkait dengan pemenuhan hak dan perlindungan anak; 3) program dan kegiatan yang dilakukan terkait dengan anak; 4) keuangan yang meliputi besarnya anggaran yang peduli terhadap anak baik yang bersumber pada APBD, donor dan lainnya; dan 5) adanya panduan kerja dan pelaporan masalah anak. 4. Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 02 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (RAN PKTA). Dengan melihat eskalasi kekerasan terhadap anak yang tinggi dan adanya komitmen internasional yang sangat kuat dalam menghapuskan segala bentuk praktik kekerasan terhadap anak diharapkan akan mendorong untuk semakin
18
membaiknya kemauan politik nasional di bidang anak. Untuk itu telah disusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak sebagai suatu aksi secara nasional yang jelas memberikan pedoman serta petunjuk kepada lembaga pemerintah untuk melakukan apa, dengan cara bagaimana, serta kapan harus dilaksanakan, sehingga pencegahan dan penanganan anak korban kekerasan dapat lebih terintegrasi dan dapat dilaksanakan secara optimal. RAN Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Terhadap Anak yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2010 terbagi dalam 5 program, yaitu: 1) Pencegahan dan Partisipasi Anak, 2) Rehabilitasi Kesehatan, Rehabilitasi Sosial, 3) Pemulangan dan Reintegrasi Sosial, 4) Pengembangan Norma dan Penegakan Hukum, dan 5) Koordinasi dan Kerjasama. Pencapaian sasaran di atas tidak terlepas dari berhasilnya pelaksanaan beberapa kegiatan yang menjadi pendukungnya, di antaranya : 1.
Pertemuan finalisasi draft kebijakan Kota Layak Anak (KLA) dan uji coba dibeberapa daerah khususnya kabupaten/kota yang menjadi pilot project KLA.
2. Advokasi dan sosialisasi visualisasi pengembangan kabupaten/kota layak anak ke kecamatan dan desa/kelurahan. 3. Penyusunan Panduan Penilaian dalam rangka Pemberian Penghargaan KLA. 4. Pemberian penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak bertepatan dengan Puncak Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) tanggal 23 Juli 2009. 5. Up-dating Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (RAN PKTA) dan penyusunan payung hukum RAN PKTA. Secara umum keseluruhan pencapaian sasaran tersebut tidak mengalami hambatan atau kendala yang cukup berarti, namun demikian masih terdapat beberapa hambatan kecil antara lain dengan belum disepakatinya bentuk payung hukum, dan belum terumuskannya variabel indikator komposit yang menunjukan anak itu sejahtera dan terlindungi.
19
Guna menindaklanjuti atau memberikan penyelesaian terhadap hambatan tersebut kami merekomendasikan bahwa perlu peningkatan status hukum untuk percepatan pengembangan KLA dalam bentuk Peraturan Presiden, kebijakan dan program KPA hendaknya dipetakan prioritas tiap-tiap daerah yang ditetapkan melalui strategi PUHA. Selain itu, apabila dilihat capaian indikator kinerja sasaran tersebut yang dicapai/dihasilkan secara nyata pada tahun 2007 s.d 2009, dapat dikatakan bahwa tujuan ketiga yakni mewujudkan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan perlindungan anak yang telah ditetapkan dapat dicapai selama kurun waktu Renstra Revisi Kementerian PP dan PA 2007 – 2009. Secara terinci terurai dalam matriks berikut ini: No 1.
D.
Indikator kinerja Jumlah kebijakan pembangunan perlindungan anak
2007 Target Realisasi -
-
2008 Target Realisasi 1
2
2009 Target Realisasi 2
4
Sasaran 4: Terwujudnya kebijakan pembangunan yang responsif gender
Salah satu upaya untuk mempersempit kesenjangan gender dalam pembangunan adalah dengan melakukan intervensi pada proses penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan sektor, dengan mempertimbangkan peran, kebutuhan, permasalahan, aspirasi dan pengalaman maupun persepsi yang berbeda antara perempuan dengan laki-laki, khususnya faktor-faktor yang membatasi partisipasi salah satu pelaku dalam pelaksanaan, dan pengelolaan program dan kegiatan. Apabila perbedaan-perbedaan tersebut tidak menjadi pertimbangan dalam proses perencanaan program dan anggaran pembangunan, akan dapat mengakibatkan kurang efisien dan efektifnya sasaran pelaksanaan program dan kegiatan. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi untuk mempercepat pencapaian kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender, sehingga dapat mengakomodasikan seluruh pelaku pembangunan. 20
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, Kementerian PP dan PA telah melakukan upaya penyusunan kebijakan pembangunan yang responsif gender. Untuk tahun 2009, pencapaian sasaran sebagaimana tersebut di atas dapat dilihat pada matriks di bawah ini: NO
SASARAN
1.
Terwujudnya kebijakan KPP tentang pelaksanaan PUG di berbagai bidang pembangunan
INDIKATOR KINERJA URAIAN Adanya kebijakan, pelaksanaan PUG di Pusat dan daerah
TARGET 2 kebijakan
REALISASI 2 kebijakan
(%) 100
KET.
Dari matriks di atas dapat dilihat bahwa dari target indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur pencapaian sasaran tercapai 100 %. Dua keebijakan adalah: 1.
Panduan Penyusunan Pengintegrasian Isu
Gender
ke Dalam Sistem
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Pertanian. 2. Panduan Penyusunan Pengintegrasian Isu
Gender
ke Dalam Sistem
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Pekerjaan Umum. Alasan diwujudkannya kebijakan tersebut di atas sebagai berikut : 1.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) akhir tahun 2008: jumlah penduduk miskin adalah 41.1 juta jiwa atau 22 persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini naik dari angka pada bulan Maret 2007 yaitu sebanyak 37,2 juta jiwa atau 17 persen dari total penduduk Indonesia (BPS dalam Lintas Berita). Dari jumlah penduduk miskin tersebut, sekitar 60 persennya berada di perdesaan yang tentu saja sumber pendapatan utamanya berasal dari sektor pertanian. Sebagian besar (80%) memiliki usaha mikro dan atau menguasai lahan dengan luasan kurang dari 0,3 hektar. Angka kemiskinan yang masih tinggi di wilayah perdesaan tersebut menjadi bukti bahwa pembangunan pertanian yang berorientasi hanya kepada produksi tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu, diperlukan perubahan paradigma
21
pembangunan pertanian dari yang berorientasi pada produksi tersebut menjadi pembangunan pertanian yang mengutamakan sumberdaya pelaku pembangunan pertanian (people centered agricultural development). Seperti diketahui bersama pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani. Ketahanan pangan lebih berkaitan erat dengan peningkatan produksi, di samping aspek distribusi dan konsumsi.
Sedangkan
pengembangan
agribisnis
dan
peningkatan
kesejahteraan petani lebih berkaitan dengan peningkatan produktivitas, mutu hasil dan efisiensi usaha pertanian. Dengan adanya panduan dalam mengintegrasikan isu gender ke dalam perencanaan dan penganggaran sektor pertanian, program dan kegiatan pembangunan di Departemen Pertanian diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ketahanan pangan, meningkatkan penerimaan devisa,
menciptakan
lapangan
kerja
baru, mengurangi
kemiskinan, melindungi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Integrasi PUG dalam pembangunan pertanian merupakan suatu proses untuk menilai implikasi suatu peraturan, kebijakan, program/kegiatan pembangunan pertanian terhadap para pelaku pembangunan, baik perempuan maupun lakilaki. Di lain pihak, PUG merupakan suatu strategi untuk menjadikan para pelaku pembangunan sebagai satu kesatuan yang solid. Mereka mempunyai peran sesuai dengan kapasitas terbaiknya, sehingga kalau kekuatan tersebut dimanfaatkan secara optimal, hasilnya juga menjadi optimal. Penguatan peran tersebut ditingkat akar rumput menjadi lebih strategis, baik melalui berbagai program pendampingan, maupun pelatihan secara terprogram. Diharapkan, pada akhirnya peningkatan kualitas tersebut dapat tercermin dalam melakukan proses pembangunan, mulai dari proses identifikasi masalah dan penentuan prioritas kegiatan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi berbagai kegiatan/program pembangunan pertanian. Untuk itu semua,
22
diperlukan kebijakan integrasi (PUG) di dalam seluruh program pembangunan pertanian. Dengan diterbitkannya panduan ini, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi para penanggung jawab program, para perencana sub-sektor di unit kerja perencanaan lingkup Departemen Pertanian, dalam melaksanakan penerapan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender atau Performance Based Budgeting dengan berbasis analisis gender. 2. Masalah pekerjaan umum adalah masalah yang menyangkut infrastruktur, baik yang berkaitan dengan infrastruktur jalan, struktur dan design bangunan, peremajaan pemukim kumuh sampai kepada masalah air bersih dan sanitasi. Infrsatruktur jalan mempunyai peran yang penting dalam sistem transportasi nasional
dan
mempunyai
makna
yang
strategis
dalam
perspkektif
kesejahteraan rakyat, dengan melayani sekitar 92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang pada jaringan jalan yang ada, demikian halnya dengan masalah penataan permukiman kumuh, merupakan persoalan kesejahteraan masyarkat juga karena menurut data yang ada di Indonesia terdapat 8 juta keluarga yang belum memiliki rumah layak huni atau rumah sehat. Masalah air adalah kita berbicara masalah kehidupan, karena kalau tubuh manusia tidak mendapatkan air maka akibatnya akan fatal dan bisa menyebabkan kematian. Hal ini berarti bahwa pemenuhan kebutuhan air bagi manusia merupakan salah satu hak asasi yang harus dipenuhi, tetapi dalam kenyataannya sekitar 80% masyarakat Indonesia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan belum memiliki akses terhadap air bersih. Seperti diketahui bersama pembangunan sektor pekerjaan umum bertujuan untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
pembangunan
infrastruktur dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan perekonomian masyarakat baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dengan adanya panduan dalam mengintegrasikan isu gender ke dalam perencanaan dan penganggaran sektor infrastruktur, program dan kegiatan pembangunan
di
Departemen
Pekerjaan
23
Umum
diharapkan
mampu
meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, mempercepat pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi kemiskinan, melindungi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia baik laki-laki maupun perempuan. Integrasi PUG dalam pembangunan pekerjaan umum merupakan suatu proses untuk menilai implikasi suatu peraturan, kebijakan, program/kegiatan pembangunan pertanian terhadap para pelaku pembangunan, baik perempuan maupun laki-laki. Di lain pihak, PUG merupakan suatu strategi untuk menjadikan para pelaku pembangunan sebagai satu kesatuan yang solid. Mereka mempunyai peran sesuai dengan kapasitas terbaiknya, sehingga kalau kekuatan tersebut dimanfaatkan secara optimal, hasilnya juga menjadi optimal. Penguatan peran tersebut ditingkat akar rumput menjadi lebih strategis, baik melalui
berbagai
program
pendampingan,
maupun
pelatihan
secara
terprogram. Diharapkan, pada akhirnya peningkatan kualitas tersebut dapat tercermin dalam melakukan proses pembangunan, mulai dari proses identifikasi pelaksanaan,
masalah
dan
monitoring
penentuan dan
prioritas
evaluasi
kegiatan,
berbagai
perencanaan,
kegiatan/program
pembangunan pertanian. Untuk itu semua, diperlukan kebijakan integrasi (PUG) di dalam seluruh program pembangunan pekerjaan umum. Dengan diterbitkannya panduan ini, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi para penanggung jawab program, para perencana sub-sektor di unit kerja
perencanaan
lingkup
Departemen
Pekerjaan
Umum,
dalam
melaksanakan penerapan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender atau Performance Based Budgeting dengan berbasis analisis gender. Kegiatan tahun 2009 yang dilakukan untuk pencapaian sasaran ini adalah: 1.
Pengintegrasian Gender ke Dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran Departemen Pertanian.
2. Pengintegrasian Gender ke Dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran Departemen Pekerjaan Umum.
24
E.
Sasaran
5:
Terwujudnya
kebijakan
pemberdayaan
lembaga
masyarakat dalam pembangunan PP dan PA Dalam upaya memberikan acuan bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-organisasi lainnya dalam upaya mewujudkan Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak, KPP dan PA telah menetapkan terwujudnya kebijakan pembangunan perlindungan anak sebagai salah satu sasaran yang akan dicapai. Untuk mengukur kinerja pencapaian sasaran tersebut, telah dilakukan perumusan dan penetapan indikator kinerja berikut target yang akan dicapai dan realisasi yang telah dicapai dalam tahun 2009 sebagai berikut: NO 1.
SASARAN
INDIKATOR KINERJA URAIAN
TARGET
REALISASI
Tewujudnya
Jumlah
3 kebijakan
2 kebijakan
kebijakan
Kebijakan
Lembaga
Lembaga
pemberdayaan
yang akan
Masyarakat
Masyarakat
Lembaga
digunakan
Masyarakat
sebagai
dalam
pedoman
pembangunan
bagi
PP dan PA
Lembaga
(%)
KET
67 %
Masyarakat yang mendukung PP dan PA
Dari matriks di atas dapat dilihat bahwa indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian sasaran ini sudah diperoleh dengan tingkat capaian 67 % untuk kegiatan penyusunan NSPK dan Renstra, sedangkan untuk kebijakan bagi Lembaga Masyarakat masih berupa draft pedoman bagi Lembaga Masyarakat yang
mendukung program pembangunan PP dan PA. Hambatan dan kendala
dalam
penyusunan kebijakan bagi Lembaga Masyarakat adalah masih adanya beberapa butir yang belum disepakati antara KPP dan PA dengan Lembaga Masyarakat, sehingga pada akhir anggaran kegiatan tersebut masih berupa draft. 25
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, telah ditetapakan 2 program prioritas, yaitu: Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan dan Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak. Kegiatan yang mendukung Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan adalah : berupa pengkajian dan penyusunan peraturan – peraturan seperti penyusunan NSPK, Renstra dan Penyusunan Kebijakan Lembaga Masyarakat yang mendukung program pembangunan PP dan PA. Kegiatan yang mendukung Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak adalah berupa Peningkatan Kapasitas Pengarusutamaan Gender dan Anak melalui kegiatan Sosialisasi dan Advokasi PUG dan PUA, TOT Politik bagi kader Orsospol di 11 Provinsi, TOT KKG bagi kader Organisasi Keagamaan di 5 Provinsi serta Fasilitasi Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 40 Kab/Kota. Selain itu, kegiatan lain yang mendukung sasaran adalah: 1.
Roadshow Menteri ke Organisasi media massa dan Ormas Keagamaan. Dari 10 kegiatan yang direncanakan baru terlaksana 6 kegiatan (60 %), hambatan yang dialami mengapa kegiatan roadshow tidak tercapai 100 % karena kegiatan roadshow mengikutsertakan Menteri dan Eselon I di lingkup Kementerian, sehingga pelaksanaan kegiatan harus menyesuaikan jadwal Menteri dan jajaran Eselon I. Roadshow ini sudah menghasilkan komitmen Menteri dengan 3 Pimpinan Organisasi Keagamaan (MUI, WKRI dan PHDI) yang diharapkan dapat ditindaklanjuti.
2. Penyusunan dan pencetakan materi KIE Politik Kegiatan ini bertujuan untuk membantu sarana komunikasi, edukasi dan informasi bidang politik dalam rangka terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender serta memberikan pemahaman isu strategis di lingkup politik untuk memperjuangkan perempuan dalam berbagai jabatn public dan sebagai pengambil keputusan, baik di lembaga Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif. Materi KIE berupa Leaflet, booklet, poster dan brosur.
26
3. Penyempurnaan modul TOT KKG bagi Ormas Keagamaan Kegiatan ini merupakan menyempurnakan modul TOT yang sudah ada. Tim penyusun dalam kegiatan ini, selain dari lingkup KPP dan PA juga melibatkan Organisasi Keagamaan yang menjadi mitra dan tergabung dalam Tim Pokja Asdep Urusan Organisasi Keagamaan (seperti MUI, WKRI, Al-Hidayah, PP.Aisyiyah, PP Muslimat NU, PHDI). Modul TOT ini merupakan bahan ajar yang baku dan komprehensif tentang KKG bagi kader Organisasi Keagamaan. 4. Penyempurnaan buku panduan P2TP2A Kegiatan penyempurnaan buku panduan ini mutlak dilaksanakan mengingat buku panduan yang ada saat ini sudah tidak akomodatif lagi, sebagai gambaran dalam pendirian P2TP2A disyaratkan perlu adanya suatu kajian. Untuk menyesuaikan dengan Kebijakan Pemerintah saat ini, maka kajian yang diisyaratkan menjadi tidak diperlukan lagi. Penerima manfaat dari buku panduan ini adalah Institusi/Lembaga/Organisasi Profesi dan Swasta, Fasilitator yang menangani P2TP2A. 5. Evaluasi tindak lanjut MoU antara Menteri PP dengan 14 Organisasi Keagamaan Sebagai tindak lanjut dari Kesepakatan bersama antara Menteri PP dengan 14 Ormas Keagamaan (MUI, PP.Muslimat NU, PP. Aisyiyah, PGI, WKRI, PHDI, Walubi, Matakin, PP. Muhammadiyah, PP.IRM, GP.Ansor, Pengajian AlHidayah,
FMKI
dan
Peradah).
Dalam
rangka
mengembangkan
dan
menindaklanjuti hasil MOU tersebut maka diperlukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan dan efektifitas kerjasama yang sudah dilakukan. Kegiatan ini menghasilkan Rekomendasi antara lain masih diperlukan MOU dengan memperluas jaringan ormas keagamaan lainnya dan melibatkan Ormas terkait dalam penyusunan kegiatan. 6. Evaluasi pelaksanaan P2TP2A di 9 Provinsi/Kab/Kota. Evaluasi ini merupakan kegiatan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi (berdasarkan indikator yang ditetapkan) dengan tujuan untuk
27
meningkatkan efisiensi dan efektifitas program dan kegiatan P2TP2A agar dapat menjadi lebih efektif. Disamping itu evaluasi juga sebagai alat manajemen internal untuk mengevaluasi proses dan kinerja organisasi serta program P2TP2A. Hasil dari evaluasi tersebut diharapkan akan teridentifikasi permasalahan dan hambatan yang timbul agar langsung dapat diatasi, kemudian mengkaji apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana. 7. Sosialisasi
dan
advokasi
PUG
bagi
Organisasi
Keagamaan,
LSM,
Profesi/Swasta, Orsospol dan Media Massa di 5 Provinsi Lembaga Masyarakat, dalam hal ini Organisasi Keagamaan, LSM, Organisasi Profesi/Swasta, Organisasi Sosial Politik dan Institusi Media Massa, masih harus terus-menerus di intervensi melalui Advokasi dan Sosialisasi strategi PUG. Kagiatan ini sangat penting dalam rangka mempercepat percapaian KKG disegala bidang, sehingga diperlukan peran dari seluruh komponen masyarakat termasuk di dalamnya lembaga masyarakat. Dari kegiatan tersebut diharapkan akan meningkatkan pemahaman dan kemampuan lembaga masyarakat dalam pembangunan dalam rangka pengarusutamaan gender, serta mendorong kesadaran lembaga mesyarakat untuk melakukan upaya-upaya dibidang pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak. 8. Sosialisasi dan advokasi peran aktif WCC di 5 Provinsi Pendirian Women Crisis Center (WCC) merupakan wadah pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, untuk menindaklanjuti hasil konferensi Beijing yang telah mencanangkan Zero Tolerance Policy, yaitu kebijakan yang tidak mentolerir sedikitpun adanya tindak kekerasan terhadap perempuan. Dengan semakin meningkatnya tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat, maka perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya keberadaan WCC di masyarakat. Diharapkan dengan sosialisasi ini masyarakat yang membutuhkan pelayanan ini dapat memanfaatkannya.
28
9. Pelatihan/TOT politik bagi kader Orsospol tingkat Kab/Kota Pelatihan kader Orsospol merupakan forum pelatihan dalam rangka meningkatkan wawasan, kemampuan dan pengetahuan perempuan dibidang politik,
serta
meningkatkan
pembangunan
pemberdayaan
pengetahuan perempuan
tentang dalam
isu-isu
rangka
strategis
mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan, khususnya di bidang politik dan pengambilan keputusan serta membangun demokrasi seutuhnya, sehingga mereka dapat menyusun
strategi dan melaksanakan upaya
peningkatan partisipasi politik perempuan di daerahnya masing-masing. Hasil dari kegiatan ini diperolehnya fasilitator sebanyak 528 orang yang tersebar di 11 provinsi. 10. Pelatihan/TOT KKG bagi kader Organisasi Keagamaan di 5 Provinsi Kegiatan ini sangat penting karena masih rendahnya komitmen tokoh-tokoh di organisasi keagamaan dalam mendukung pelaksanaan program PP dan PA. Juga masih banyaknya tafsir ayat-ayat suci yang masih bersifat tekstual, tanpa melihat konteksnya, sehingga hanya ditafsirkan secara parsial dan tidak komprehensif. Adanya kegiatan ini menghasilkan fasilitator sebanyak 170 orang yang tersebar di 5 provinsi. Bagi fasilitator telah disediakan bahan ajar yang baku dan komprehensif tentang KKG. Hambatan dan kendala dalam kegiatan ini adalah pengiriman peserta sering tidak sesuai dengan kriteria, pada tingkat TOT seharusnya peserta sudah memahami dan mendalami teori dan konsep gender, bukan pemula yang masih bias gender. 11. Pembentukan Opini di Media Massa Kegiatan Pembentukan Opini di Media Massa, dari 6 kegiatan yang direncanakan baru terlaksana 3 kegiatan (50%).
Pembentukan Opini
merupakan kegiatan berupa pemuatan tulisan dan hasil wawancara dengan Meneg. PP di surat kabar nasional dan majalah terbitan Jakarta yang ditulis oleh Narasumber/Pakar tentang Pemberdayaan Perempuan dan isu-isu strategis Perempuan dan Anak yang diharapkan akan meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan perlunya KKG. Salah satu
29
Narasumber dari kegiatan ini adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Pimpinan redaksi media cetak sehingga hambatan dalam kegiatan ini adalah jadwal wawancara antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dengan Pimpinan redaksi media cetak. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan pemberdayaan lembaga masyarakat antara lain adalah masih dirasakan kurangnya pemahaman tentang konsep gender termasuk strategi PUG di lembaga masyarakat, dan masih lemahnya koordinasi serta rendahnya komitmen tokoh/pimpinan lembaga masyarakat dalam mendukung pelaksanaan program PP dan PA. Adapun rekomendasi atau tindak lanjut dalam mengatasi hambatan yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1.
Adanya Komitmen yang tinggi dari Menteri terkait dengan Lembaga Masyarakat dan Institusi Media Massa salah satunya dengan melakukan kunjungan ke Institusi Media Massa dan Organisasi Keagamaan sangat mendukung
untuk
mendorong
dan
memotivasi
dalam
mendukung
keberhasilan program pembangunan pemberdayaan perempuan. 2. Diperlukan
komunikasi
yang
intensif
dan
berkesinambungan
antara
pemerintah dan lembaga masyarakat dengan mengadakan pertemuan focal point SKPD, Lembaga Masyarakat untuk membahas program PP dan PA sebelum dilaksanakannya Musrenbang tingkat kabupaten/kota, provinsi dan Pusat. 3. Tersedianya
fasilitator
PUG
dari
Lembaga
Masyarakat
yang
dapat
dimanfaatkan untuk menyebarluaskan program pembangunan PP dan PA. 4. Lembaga Masyarakat diharapkan memiliki program kerja tahunan yang terkait dengan program PP dan PA. 5. Sosialisasi gender lebih intensif pada lembaga masyarakat sehingga lembaga masyarakat tidak memiliki pemahaman yang parsial dan tidak komprehensif. 6. Meningkatkan
dan
menguatkan
peran
lembaga
masyarakat
dalam
mewujudkan partisipasi dan keterwakilan 30% perempuan di politik dan
30
jabatan publik (eksekutif, legislatif, yudikatif dan masyarakat), melalui pendidikan kewarganegaraan dan politik diberbagai tingkatan dan sasaran, dan memperkuat jaringan kerjasama antara pemerintah (pusat dan daerah), lembaga masyarakat, dunia usaha dan media massa. 7. Menguatkan sinergi dan fungsi lembaga masyarakat guna meningkatkan pelaksanaan program pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan dan perlindungan anak. 8. Penguatan kapasitas SDM melalui pelatihan-pelatihan, pendidikan dan study banding. F. Sasaran 6: Terwujudnya perjanjian antar lembaga Dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menetapkan terwujudnya perjanjian antar lembaga sebagai salah satu sasaran yang akan dicapai dengan indikator kinerjanya. Untuk mengukur kinerja pencapaian sasaran tersebut telah dilakukan perumusan dan penetapan indikator kinerja berikut target yang akan dicapai dan realisasi yang telah dicapai dalam tahun 2009 sebagai berikut: 1.
Perjanjian yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender adalah sebagai berikut: INDIKATOR KINERJA URAIAN Jumlah MoU antara KPP dan PA dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
TARGET
REALISASI
15 provinsi
15 provinsi
200 kabupaten/kota
-
%
KET
100
Dari matriks di atas dapat dilihat bahwa target yang digunakan untuk mengukur pencapaian sasaran ini telah tercapai 100 % hanya di provinsi. Sementara target untuk kabupaten/kota tidak dapat diwujudkan karena ada kebijakan fasilitasi hanya sampai tingkat provinsi.
31
2. Perjanjian yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan adalah sebagai berikut: INDIKATOR KINERJA URAIAN
TARGET
REALISASI
%
KET
Jumlah MOU : Dengan K/L
13 K/L
13 K/L
100
Dengan Pemda
33 Prov
33 Prov
100
100 Kab/kota
23 Kab/kota
23
10 lembaga
10 lembaga
100
Dengan LSM
Perjanjian antar lembaga meliputi perjanjian dengan Kementerian/Lembaga, Provinsi, Kabupaten-Kota, dan Lembaga masyarakat melalui stimulan yang meliputi 5 bidang yaitu pendidikan perempuan, kesehatan perempuan, ekonomi perempuan, partisipasi politik perempuan dan sosial budaya dan lingkungan untuk pembentukan dan pengembangan forum PKHP. Pencapaian target dengan K/L telah mencapai 100% begitu pula dengan lembaga masyarakat. Sedangkan dengan kabupaten kota, dalam target renstra 20072009 adalah 100 Kab/Kota, namun realisasinya hanya 23%. Ini dikarenakan pada saat pembuatan renstra tidak mengacu pada anggaran yang tersedia, sehingga pada saat pelaksanaan pagu anggaran yang ada tidak dapat mencakup sebanyak 100 Kab/Kota. 3. Perjanjian yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui Deputi Bidang Perlindungan Perempuan adalah sebagai berikut: SASARAN Terwujudnya kebijakan pemberdayaan lembaga masyarakat dalam
TAHUN ANGGARAN
URAIAN Terbentuknya wadahwadah kemitraan dengan berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah di tingkat nasional,
32
2007
2008
2009
5 MOU
5 MOU
5 MOU
TAHUN ANGGARAN
SASARAN
URAIAN
pembangunan PP dan PA
propinsi dan kabupaten kota
Terbentuknya jaringan kerja dengan berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten kota
2007
2008
2009
2 MOU
2 MOU
2 MOU
Dari matriks di atas dapat diketahui bahwa perjanjian mengenai terbentuknya wadah-wadah kemitraan dengan berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten kota pada tahun 2007 sebanyak 5 MOU, pada tahun 2008 sebanyak 5 MOU, dan pada tahun 2009 juga sebanyak 5 MOU. Sementara perjanjian mengenai terbentuknya jaringan kerja dengan berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten kota pada tahun 2007 sebanyak 2 MOU, pada tahun 2008 sebanyak 2 MOU, dan pada tahun 2009 sebanyak2 MOU. 4. Perjanjian yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui Deputi Bidang Perlindungan Anak adalah sebagai berikut: INDIKATOR KINERJA
D
URAIAN
TARGET
REALISASI
%
Jumlah MOU :
a
Dengan K/L
11 Pemda
20 prov
Dengan Pemda
200 Pemda Kab
Kab
Dengan LSM
2 lembaga
4 LSM peduli
r i
Bilateral
anak
Multilateral
1 badan dunia
m a
33
100
KET
Matriks di atas menunjukan bahwa target indikator-indikator yang digunakan untuk dapat mengukur pencapaian sasaran ini sebagian besar sudah dapat dipenuhi dengan capaian 100%. Selain itu, matriks tersebut menujukan bahwa MOU atau Surat Perjanjian Kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
dengan
pemerintah
propinsi
dan
kabupaten/kota
serta
organisasi/lembaga peduli anak tentang fasilitasi program PP dan PA melalui Stimulan telah dilakukan sesuai target bagi Kelembagaan PP dan PA Provinsi, Kabupaten/Kota dan LSM. Indikator
yang
belum
mencapai
target
adalah
Kementerian/lembaga
pemerintah yang telah mengintegrasikan kebijakan PA ke dalam kebijakan kementerian/lembaga. Namun demikian, beberapa kementerian/lembaga pemerintah di nasional yang telah mengintegrasikan kebijakan PP dan PA dalam kebijakan masing-masing antara lain adalah : a. Kementerian Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas); b. Kementerian Hukum dan HAM (UU Pengadilan Anak); c. Kementerian Dalam Negeri (UU 23/2006 tentang Adminduk) d. Kementerian Kesehatan (UU Kesehatan) e. Kementerian Sosial (PP Pengangkatan anak) f. Kepolisian dengan pendirian Unit Perlindungan Perempuan dan Anak; g. Kementerian Tenaga Kerja dengan meratifikasi beberapa konvensi internasional tentang pekerja anak; h. Bappenas i. Kementerian Luar Negeri j. BKKKBN. Selain itu, beberapa provinsi dan kabupaten/kota telah mengintegrasikan ke dalam Peraturan Daerah antara lain dengan diterbitkannya Peraturan Daerah tentang Akta Kelahiran Bebas Biaya dan menurut catatan Kementerian PP dan PA sudah ada 191 Perda. Selain itu, sudah ada beberapa daerah yang telah
34
menetapkan Perda yang khusus mengenai perlindungan anak dan Perda tentang Perdagangan Perempuan dan anak. Berbagai upaya terus dilakukan agar Kementerian/lembaga pemerintah baik di nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota mengintegrasikan kebijakan PA ke dalam kebijakan kementerian/lembaga. Upaya tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti: a. Penyusunan strategis Pengarusutamaan Hak Anak; b. Sosialisasi berbagai kebijakan dan program baru berkaitan dengan PA; c. Rapat koordinasi; d. Penyusunan laporan negara tentang pelaksanaan Konvensi Hak Anak. 5. Perjanjian yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak
melalui
Deputi
Bidang
Pemberdayaan
Lembaga
Masyarakat: INDIKATOR KINERJA URAIAN
TARGET
REALISASI
Jumlah MOU dengan
10 MOU
10 MOU
Pemda
Provinsi,
Provinsi,
40 MOU
40 MOU
Kab/Kota
Kab/Kota
(%)
KET
100 100
Dari matriks di atas dapat dilihat bahwa target indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian sasaran ini telah tercapai 100 %. Dilihat dari tingkat keberhasilan, Kegiatan Peningkatan kapasitas PUG bagi Lembaga Masyarakat di 10 Provinsi berupa Sosialisasi dan Advokasi kepada Pimpinan dan anggota Lembaga Masyarakat terkait yang mendukung program pembangunan PP dan PA. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini merupakan meningkatnya pemahaman dan kesadaran bagi Pimpinan dan anggota Lembaga Masyarakat tentang Pengarusutamaan Gender dalam mewujudkan KKG. Hambatan dan Kendala yang dialami dalam kegiatan ini salah satunya adalah tingginya tingkat
35
mutasi di kalangan Lembaga Masyarakat sehingga materi yang didapat belum tersosialisasi di lingkungan Organisasinya. Kegiatan Sosialisasi pembentukan P2TP2A dan TOT Manajemen Pengelola P2TP2A sudah dilaksanakan di 40 Kab/Kota, tetapi dari hasil pemantauan pada akhir tahun anggaran 2009, ternyata baru 8 Kab/Kota (Kab.5o Kota, Kab. Klaten, Kab.Kuningan, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Bolaang Mongondow, Kab. Sambas, Kota Bogor dan Kota Cirebon) yang telah membentuk P2TP2A, jadi baru sekitar 20% yang melaporkan pembentukan P2TP2A ke KPP dan PA. Hambatan dan kendala dari kegiatan ini berupa kurangnya komitmen dari Pemda, dukungan sarana dan prasarana, dana termasuk SDM yang mau bekerja sebagai tenaga volunteer serta masih rendahnya kemitraan dan kerjasama antara Pemda dengan Lembaga Masyarakat. Disamping itu Kab/Kota
yang
sudah
mendapatkan
fasilitasi
pembentukan
masih
mengharapkan adanya tindak lanjut kegiatan dari Pemerintah Pusat berupa pelatihan yang mendukung ketrampilan pimpinan dan anggota P2TP2A. Hambatan lain, masih ada daerah yang telah membentuk P2TP2A tetapi belum melaporkan ke Pusat sehingga tidak terdata. Kegiatan tahun 2009 yang dilakukan untuk pencapaian sasaran ini adalah : 1. Peningkatan Kapasitas PUG bagi Lembaga Masyarakat di 10 Provinsi 2. Fasilitasi Pembentukan P2TP2A dan TOT Manajemen Pengelola P2TP2A. G. Sasaran 7: Terwujudnya tata kepemerintahan yang baik Terwujudnya tata keperintahan yang baik, ditunjukkan dengan indikator-indikator sebagai berikut: 1.
Meningkatnya Sosialisasi dan Pemberitaan Program PP dan PA Indikator kinerja, target, dan realisasinya dapat digambarkan sebagai berikut:
36
INDIKATOR SASARAN URAIAN Jumlah pemberitaan program PP dan PA di media masa Penerbitan Media Perempuan
TARGET 36 kali
REALISASI 36 kali
% 100
6 edisi
6 edisi
100
KET
Dari indikator tersebut dapat digambarkan bahwa sasaran tercapai 100 %. Kegiatan-kegiatan yand telah dilakukan dalam rangka untuk mencapai sasaran tersebut adalah sebagai berikut: a. Penyelenggaraan Kehumasan dan Protokol; b. Penyelenggaraan Pertemuan Bakohumas; c. Pertemuan Forum Wartawan d. Roadshow ke Media e. Kunjungan Jurnalistik/Press tour f. Pameran, Publikasi dan Promosi; g. Pengelolaan Perpustakaan h. Pengelolaan Kotak Pos 1000 dan i. Penyusunan Materi dan Pelaksanaan KIE j. Diklat Teknis Kehumasan 2. Meningkatnya kualitas pelayanan administrasi umum Pengelolaan
berbagai
program/kegiatan
lembaga
dipengaruhi
oleh
ketersediaan komponen pendukung yang memadai. Salah satu diantaranya adalah pengelolaan administrasi umum. Pengelolaan administrasi umum yang efektif dan efisien, terutama dalam kaitannya dengan administrasi keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, kerumahtanggaan dan pelayanan penerbitan SPM akan sangat mendukung peningkatan kinerja lembaga. Hasil yang dicapai dalam kegiatan ini adalah pengadaan sistem informasi keuangan, pengelolaan gaji PNS, capacity building, pendidikan dan pelatihan
37
baik struktural, fungsional maupun teknis, sistem informasi kepegawaian, belanja keperluan seharí-hari perkantoran, belanja inventaris kantor, belanja langganan daya dan jasa, belanja perjalanan biasa dalam dan luar negeri, belanja modal peralatan dan mesin, serta pengadaan perlengkapan kantor. Kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas sangat bermanfaat bagi pegawai, dan KPP dan PA. a. Pegawai,
yaitu: (1) meningkatnya
kesejahteraan
pegawai; dan
(2)
meningkatnya productivitas dan kinerja individu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. b. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yaitu memperoleh layanan keadministrasian yang baik, memuaskan, efektif dan efisien di bidang keuangan, kepegawaian, dan penyediaan sarana dan prasarana kerumahtanggaan. 3. Meningkatnya kompetensi aparatur KPP dan PA Dalam rangka mendukung implementasi pembangunan kapasitas (capacity building) pegawai di lingkungan KPP dan PA, dilatarbelakangi masih banyaknya pegawai yang belum memahami tugas dan fungsi serta peran KPP dan PA. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas pegawai KPP dan PA perlu dilaksanakan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, era globalisasi, dan era otonomi, serta pembangunan pemberdayaan perempuan di masa yang akan datang, serta amanat perundang-undangan yang terus berkembang. Di samping itu seluruh pegawai KPP dan PA perlu memahami berbagai peraturan seiring dengan permasalahan yang terjadi di masa kini. Sehubungan dengan itu Biro Umum telah melakukan berbagai pendidikan dan pelatihan baik diklat struktural, fungsional maupun diklat teknis.
38
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pegawai yang mampu mendukung secara optimal tugas dan fungsi KPP dan PA. Hasil yang dicapai pada kegiatan ini adalah terwujudnya pegawai KPP dan PA yang kompeten dan profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Adapun manfaat dari kegiatan ini adalah adanya rasa percaya diri pegawai KPP dan PA dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. 4. Pengawasan Sehubungan dengan itu diperlukan pengembangan dan penerapan system pertanggung jawaban yang tepat, transparan dan legitimate sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara efektif dan efesien, berdaya guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas dari segala bentuk praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pengawasan sebagai bagian dari fungsi manajemen pemerintah yang memegang peranan sangat penting dan strategis. Oleh karena itu pengawasan khususnya pengawas internal
di
lingkungan
Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan Anak juga harus di selenggarakan secara efektif, efisien berdaya guna dan hasil guna. Indikator yang digunakan adalah terlaksananya audit secara efektif. INDIKATOR SASARAN URAIAN Persentase audit keuangan dan kinerja yang akunmatriks Persentase hasil pemeriksaan yang ditindaklanjuti
TARGET
REALISASI
%
7 satker
7 satker
100%
100%
100%
100%
39
KET