BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Sebagai Proses Pertukaran Tanda Dan Makna Komunikasi berasal dari bahasa Latin “communs” atau ”common” dalam
bahasa inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita sedang berusaha menyampaikan makna, “commonnes”. Atau dengan ungkapan lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagai informasi, gagasan, atau sikap kita dengan partisipan. Komunikasi adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam menyampaikan isi pertanyaan kepada manusia lain. Objek ilmu komunikasi adalah usaha manusia dalam menyampaikan isi pernyataan kepada manusia lain.5 Komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam menyampaikan pesan kepada manusia lain, sebagai objeknya adalah usaha manusia itu dalam menyampaikan pesan kepada orang lain. Komunikasi menurut forsadale dalam mulyana adalah “ communication is the process by which a system is estabilished, maintained, and altered by means of shared signal that operate according to rules “. Komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu system dapat didirikan, dipelihara, dan diubah.6
5
Hoeta Soehoet A.M, Dasar-Dasar Jurnalistik, Yayasan Kampus Tercinta IISIP, Jakarta, 2003. Hal 5 6 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001. Hal 6
8
9
Menurut Hovland dalam effendi, definisi komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan).7 Komunikasi juga merupakan proses penyampaian pesan baik verbal maupun non verbal dari komunikator kepada komunikan untuk mengubah prilaku. Menurut Harold Lasswell dalam Effendi, karyanya berbunyi The Structue and Function Of Communication in Society, mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: “ Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect” atau “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya”.8 Komunikasi merupakan aktifitas yang sering dilakukan manusia pada umumnya dikehidupan sehari-hari. Secara garis besar dalam suatu proses komunikasi harus terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran atau pengertian, antara komunikator (pengirim pesan) dan komunikan (penerima pesan).9 Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesanpesanan dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan. Tujuan dari proses komunikasi adalah tercapainya saling pengertian anatar kedua belah pihak. Sebelum pesan-pesan tersebut dikirim kepada komunikan, komunikator memberikan makna-makna dalam pesan tersebut 7
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunkasi dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005. Hal 49 8 Ibid, Hal 10 9 Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi Edisi Revisi 10, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2010. Hal 81
10
yang kemudian di tangkap oleh komunikan dan diberikan makna sesuai dengan konsep yang dimilikinya. Proses penyampaian informasi atau pesan tersebut pada umumnya berlangsung dengan melalui media komunikasi berlangsung dengan melalui media komunikasi, khususnya bahasa percakapan yang mengandung makna yang dapat bersifat kongkret atau abstrak.10
2.2
Program Televisi Pengertian program televisi, kata”program” itu sendiri berasal dari bahasa
inggris programme atau program yang berarti acara atau rencana. Undang-undang penyiaran indonesia tidak menggunakan kata program untuk acara tetapi menggunakan istilah “siaran” yang didefinisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Dengan demikian pengertian program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya. Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audience tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi.11 Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya pun sangat beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan program untuk ditayangkan ditelevisi selama program itu menarik dan disukai audien, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk 10 11
Ibid, Hal 82 Vane Edwint Iyne s groos, programing For Tv, Radio and Cable,Boston,London,1994
11
memiliki kreatiivitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program yang menarik. Berbagai jenis program itu dapat dikelompokan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya yaitu: 1) program informasi (berita) dan; 2) program hiburan (entertaiment). Program informasi kemudian dibagi menjadi dua jenis , yaitu berita keras(hard news) yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan dan berita lunak (soft news) yang merupakan kombinasi dari fakta, gosip, dan oponi. Sementara program hiburan terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu musik, drama permainan (game show), dan pertunjukan. Menurut Vane Gross (1994) menentukan jenis program berarti menentukan atau memilih daya tarik (appead) dari suatu program. Adapun yang dimaksud daya tarik disini adalah bagaimana suatu program mampu menarik audiennya. Menurut Vane Gross the programers must select the appeal through the audience will be reached (programmer harus memilih daya tarik yang merupakan cara untuk meraih audien). Selain pembagian jenis program berdasarkan skema diatas, terdapat pula pembagian program berdasarkan apakah suatu program itu bersifat faktual atau fikitf (fictional). Program faktual antara lain meliputi: program berita, dokumenter, atau reality show. Sementara program yang bersifat fiktif antara lain program drama atau komedi.12
2.2.1
Reality Show Sesuai makna kata, reality berarti kenyataan, show berarti tontonan atau
pertunjukan. Dengan demikian, reality show dapat dimaknai sebagai pertunjukan
12
Morissan , Manajemen Media Penyiaran, Kencana, 2008 hal 217-218
12
yang bersumber dari kenyataan. Reality show memilih adegan adegan tertentu yang dianggap dapat memancing tanggapan tertentu dari pemirsa, berupa tawa, geram dan takut. Acara ini membidik tingkah laku orang-orang dilapangan yang asli maupun yang disengaja didesain oleh pengatur acara.(budiasih,2005:97). Program ini mencoba menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan, atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya, menyajikan situasi sebagaimana apa adanya. Dengan kata lain, program ini menyajikan suatu keadaan yang nyata dengan cara sealamiah mungkin tanpa rekayasa. Namun pada dasarnya Reality Show tetap merupakan permainan(game). Popularitas program reality show sangat menonjol belakang ini, bahkan beberapa program yang sebenarnya tidak realistis pun ikut-ikutan menggunakan nama atau jargon reality show untuk mendongkrak daya jualnya. Tingkat realitas yang disajikan dalam reality show ini bermacam-macam. Mulai dari yang betul-betul realistis hingga yang terlalu banyak rekayasa namun tetap menggunakan nama reality show. Terdapat beberapa bentuk reality show yaitu:
1. Hiden Camera atau kamera tersembunyi. Ini merupakan program yang paling realistis yang menunjukan situasi yang dihadapi seseorang secara apa adanya. Kamera ditempatkan secara tersembunyi yang mengamati gerak gerik atau tingkah laku subjek yang berada ditengah situasi yang sudah dipersiapkan sebelum (direkayasa).
2. Competition Show. Program ini melibatkan beberapa orang yang saling bersaing dalam kompetesi yang berlangsung selama permaianan (game) atau pertanyaan. Setiap peserta akan tersingkir satu persatu melalui
13
pemungutan suara (voting), baik oleh peserta sendiri maupun audien. Pemenangnya adalah peserta yang paling akhir bertahan.
3. Relationship Show. Seorang konsestan harus memilih satu orang dari sejumlah orang yang berminat untuk menjadi pasangannya. Para peminat harus bersaing untuk merebut perhatian konsestan agar tidak tersingkir dari permainan. Pada setiap episode ada satu peminat yang harus disingkirkan.
4. Fly on the wall. Program yang memperlihatkan kehidupan sehari-hari dari seseorang (biasanya orang terkenal) mulai dari kkegitan pribadi hingga aktivitas profesionalnya. Dalam hal ini, kamera membutuntuti kemana saja orang bersangkutan pergi.
5. Mistik. Program yang terkait dengan hal-hal supernatural menyajikan tayangan yang terkait dengan dunia gaib, paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik, kontak dengan roh dan lain-lain. Progrm mistik merupakan program yang paling diragukan realitasnya. Apakah peserta betul-betul melihatmakhluk halus atau tidak, dan apakah penampakan itu betul-betul ada atau tidak. Acara yang terkait dengan mistik ternyata menjadi program yang memiliki audiens tersendiri.13 Kehadiran Reality Show di Indonesia telah dianggap membawa angin segar bagi industri televisi. Penonton mendapat tambahan pilihan kelompok tayangan yang ada sebelumnya. Beberapa reality show yang ada “Uang Kaget”,”Lunas”,”Tolong”,”Bedah Rumah”,”Aku Ingin Menjadi” adalah beberapa 13
Morissan,Manajemen Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio Dan Televisi,Ramdina Prakarsa, Jakarta,2007 hal 220-222
14
dianataranya. Lewat reality show, banyak hal yang biasa terungkap, diantaranya aspek kejujuran dan kemauan menolong orang lain. Namun, kelompok tayangan ini dapat menimbulkan efek yang kurang baik yang mungkin tidak pernah diperkirakan oleh pembuatnya ddan stasiun televisi yang menayangkannya. Dampak itu adalah semakin besarnya harapan seseorang/kelompok orang untuk menerima bantuan cuma-Cuma dari orang lain, dalam hal ii oleh tayangan reality show. Beberapa kelompok masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, menganggap reality show sebagai ajang ‘adu peruntungan’ tempat mereka tidak perlu banyak berusaha untuk menyelesaikan suatu masalah. Gejala ini mungkin adalah akibat dari sasaran atau pelaku reality show kita yang paling umumnya didominasi oleh kelompok berpenghasilan rendah.14
2.3
Kaum Marginal Marjinal berasal dari bahasa inggris ‘marginal’ yang berarti jumlah atau
efek yang sangat kecil. Artinya, marjinal adalah suatu kelompok yang jumlahnya sangat kecil atau bisa juga diartikan sebagai kelompok pra-sejahtera. Marjinal juga identik dengan masyarakat kecil atau kaum yang terpinggirkan. Kaum marjinal adalah masyarakat kelas bawah yang terpinggirkan dari kehidupan masyarakat. Kaum marjinal sama halnya masyarakat yang miskin, masyarakat pinggiran yang nantinya agar tidak tertinggal dan tidak terisolasi. Kaum marjinal dalam pendidkan adalah mereka yang terpinggirkan hak akan pendidikan (wajib belajar 9 tahun). Menurut Paulo Freire, kaum marginal dibedakan menjadi dua 14
Heru effendy,Industri Pertelevisian Indonesi,Penerbit Erlangga.Jakarta 2008 hal 7-8
15
kelompok
yang jarang mendapat perhatian dalam hal pendidikan. Pertama,
penyandang cacat, yaitu yang kurang beruntung mendapatkan pendidikan yang memadai dan pendidikannya dibedakan dengan kaum ‘normal’ yang menjadikan kaum cacat menjadi terasing dari lingkungan sosial, tereklusi dari sistem sosial orang-orang normal. Kedua, anak-anak jalanan, kaum miskin yang sudah terbiasa dengan kekerasan. Selain itu, pengertian kaum marjinal bisa dikatakan adalah kaum pinggiran,kaum miskin, indigo. Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan disini. Kaum marjinal bisa dikatakan kaum pinggiran atau kaum miskin yang dibawah kemiskinan. Jika dikaitkan bahwa persoalan surutnya pendidikan karena adanya kesenjangan ekonomi, maka generasi muda yang ideal adalah mereka yang berasal dari kalangan masyarakat marjnal. Kaum marjinal dalam pendidikan mereka
yang pertama golongan masyarakat yang paling
merasakan penderitaan atas himpitan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari mereka, yang kedua , masyarakat marjinal hanya memiliki dua altermatif dalam proses pendidikan mereka, memperoleh pendidikan formal pada lembaga pendidikan formal yang kurang (bahkan tidak) bermutu, atau sama sekali tidak bersekolah dan menjadi pekerja disektor informal, bekal pendidikan yang paspasan, membuat masyarakat marjinal susah berkompetisi dipasar tenaga kerja. Akibatnya, peluang untuk memperbaiki kehidupan ekonomi mereka semakin sempit.15
15
Paulo Freire,The Politic of Education; culture, power and Liberation, dalam Agung Prihantoto dan Fuad Arif Fudiyar (ed),Politik Pendidikan,Kebudayaan dan Pembebasan, (Jogjakarta:read,2002) diakses pada tgl 17 april 2014 jam 13.00 http;//www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian marjinal-marjinal-dalampendidikan.html?m=1
16
Kaum marjinal identik dengan kemiskinan, kemiskinan itu sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan keseluruh dunia dan ditetapkan taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonomisnya sehingga mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial apabila perbedaan kedudukan ekonomis para warga masyarakat ditentukan secara tegas. Pada masyarakat yang bersahaja susunan dan organisasinya, mungkin kemiskinan bukan merupakan masalah sosial karena mereka menganggap bahwa semuanya telah ditakdirkan sehingga tidak ada usaha-usaha untuk mengatasinya. Mereka tidak akan terlalu memerhatikan keadaan tersebut, kecuali apabila mereka betulbetul menderita karenannya. Faktor-faktor yang yang menyebabkan mereka membenci kemiskinan adalah kesadaran bahwa mereka telah gagal untuk memperoleh lebih dari pada apa yang dimilikina dan perasaan akan adanya ketidakadilan. Persoalan menjad lain bagi mereka yang turut dalam arus urbanisasi, tetapi gagal mencari mencari pekerjaan. Bagi mereka pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila, dan lain sebagainya. Secara sosiologis, sebab terjadinya masalah tersebut adalah karena salah satu lembaga kemasyarakan
17
dibidang ekonomi, misalnya, pada kehidupan keluarga yang tertimpa kemiskinan tersebut.16 Kemiskinan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh manusia. Masalah kemiskiann itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan implikasi permasalahan nya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia, walupun sering kali tidak disadari kehadiranya yang sebagai masalah oleh manusia yang bersangkutan. Bagi mereka tergolong miskin, kemiskinna merupakan sesuatu yang nyata ada dalam kehidupan mereka sehari-hari, karena mereka itu merasakan dan menjalani sendiri bagaimana hidup dalam kemiskinan. Walaupun demikian belum tentu mereka itu sadar akan kemiskinan yang mereka jalani. Kesadaran akan kemiskinan yang mereka miliki itu, baru terasa pada waktu mereka membandingkan kehidupan yang mereka jalani dengan kehidupan orang lain yang tergolong mempunyai tingkat kehidupan social dan ekonomi yang lebih tinggi. Kemiskinan juga merupakan sesuatu yang nyata ada dalam masyarakat bagi mereka yang tergolong miskin, yaitu dari hasil pengamatan yang telah mereka lakukan baik secara sadar maupun tidak sadar, mengenai berbagai gejala social yang terwujud dalam masyarakat nya.17 Secara singkat, kemiskinan sering kali didefinisikan sebagai suatu standar singkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi sejumlah segolongan orang di bandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah itu 16 17
Soerjano Sukanto,Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers,Jakarta,2012 hal 320 Parsudi Suparlan, Kemiskinan Di Perkotaan,Jakarta,Yayasan Obor Indonesia
18
secara secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kebutuhan, kesejahteraan, kehidupan social, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.18 Menurut Soerjono, kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memlihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.19 Menurut Chambers bahwa kemiskinan yang dialami oleh rakyat Negara yang sedang berkembang khususnya rakyat pedesaan, disebabkan beberapa factor yang disebut sebagai ‘keberuntungan’ atau disadvantages yang saling terkait satu sama lain. Ada lima ‘ketidak beruntungan’ yang melingkari kehidupan orang atau keluarga miskin yaitu 1.kemiskinan ( poverty ) 2. Fisik yang lemah ( psical Weakness ), 3. Kerentanan ( vulnerability ), 4. Keterisolasian ( violation ) dan 5. Ketidakberdayaan ( powerleesnes )20 Orang miskin atau keluarga miskin dapat dikenali dari : 1. Ketidak beruntungan yang mendera mereka yang tidak mampu salah satunya adalah kemiskinan ( poverty ). Rumah mereka yang reot dan terbuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, tidak memiliki MCK sendiri. Ekonomi keluarga ditandai dengan pendapatan yang tidak menentu 18
ibid Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu Pengantar, Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal 406 20 Seminar majelis ulama Indonesia bekerja sama dengan P3Pk-UGM. 1993. Prosiding peningkatan kesejahteraan umat melalui pemberantasan kemiskinan. Jakarta : Universitas Mercubuana. Hal 36-37 19
19
dan jumlah yang sangat tidak memadai. Dengan pendapatan yang kecil dan tidak menentu maka keluarga miskin menghabiskan apa yang mereka proleh pada hari itu juga. 2. Kelemahan fisik orang miskin atau keluarga miskin disebabkan oleh adanya ratio ketergatungan yang tinggi pada anggota keluarga dewasa yang sehat dalam mencari nafkah. Contoh adanya kematian mendadak dari orang dewasa yang menjadi tulang punggung mencari
nafkah
bagi
keluarganya.
Ketergantungan
ini
menyebabkan anggota keluarga miskin secara fisik lemah akibat interelasi dari berbagai bibit penyakit dn rendahnya gizi mereka. 3. Kerentanaan dalam menceklik keluarga miskin mencukupi kebutuhan mereka dengan menjual barang uang mereka miliki atau mengurangi makan mereka baik dari segi jenis makanan maupun frekuensinya. Keadaan darurat seperti ni membuat keluarga miskin menjadi lebih miskin, tetapi juga rawan dari penyakit, yang tidak jarang membawa kematian. 4. Ketidak beruntungan yang lain mendera orang yang tidak mampu adalah ketersolasian. Kelompok miskin dapat tersaing karena tempat tinggalnya secara geografis terasing. Atau karena mereka tidak memiliki akses terhadap sumber informasi yang ada. Karena mereka miskin maka mereka tidak mamou membeli radio atau ikut kegiatan dalam desa mereka yang dapat memberikan informasi baru karena mereka malu mendatangi pertemuan sebab sering
20
mereka dijadikan objek pergunjingan oleh orang-orang yang hadir dalam pertemuan itu. 5. Ketidakberdayaan orang miskin yang tidak berdaya menghadapi rentenir atau orang-orang lain yang mengeksploitasi mereka. Berdasarkan pendekatan yang digunakan oleh Chambers untuk membuat suatu sketsa tentang keluarga miskin tidaklah sempurna namun pada dasarnya tidak menyimpan dari kenyataan empiric. Kemiskinan lazimnya dilukiskan dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dll.(Emil Salim, 1982)21 Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal : 1. Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan 2. Posisi manusia dalam lingkungan sekitar 3. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalam hal ini garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Adapun ciri-ciri mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan yaitu : a. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketermpilan, dsb; 21
M.Munandar Soelaeman. Ilmu Sosial Dasar. Bandung. PT Eresco. 1992. Hal 174
21
b. Tidak memiliki kemungkinan untuk memproleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal uasaha c. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari nafkah tambahan penghasilan. d. Kebanyakan tinggal didesa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja. e. Banyak yang hidup dokota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan. Kemiskinan menurut orang umum dapat dikategorikan kedalam tiga unsur : 1. Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang 2. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam 3. Kemiskinan buatan, yaitu kemiskinan yang ditimbulkan oleh struktur ekonomi,
sosial,
dan
kultur,
juga
dimanfaatkan
oleh
sikap
“penenangan” memandang kemiskinan sebagai nasib atau bisa dibilang takdir tuhan.22 Kemisinan berkaitan langsung dengan sistem kemasyarakatan secara menyeluruh, dan bukan hanya masalah ekonomi atau politik atau sosial budaya.Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan 22
Ibid hal 17
22
juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fiisknya dalam kelompok tersebut. Menurut sejarah keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dalam rangka menuju kota metropolitan, adanya efek lompat katak atau perpindahan penduduk kedaerah pinggiran sesungguhnya merupakan hal yang wajar, karena bagaimanapun kota yang mulai besar, daerah pusat kotanya pasti tidak lagi bisa diharapkan untuk menampung pertumbuhan penduduk yang kiat padat.23 Seperti dikatakan Effendi (1993), kelompok rakyat jelata (lumpen Proletariat) yang berasal dari desa, dan kemudian melakukan urbanisasi kekota ini, karena tidak memiliki penghasilan yang cukup dan sanak keluarga yang menampung, mereka kwmudian mendirikan bangunan liar diseputar wilayah pusat kota yang dekat dengan tempat mencari nafkah.24 Apa yang diuraikan menunjukan pada kita bahwa perkembangan kota menuju mega-urban ternyta tidak lantas identik dengan kemajuan dan kemampuan kota itu sendiri untuk menyediakan layanan dan kesempatan kerja yang memadai. Kota yang tumbuh dibawah kendali para perencana pembangunan yang pro kepada paradigma medernisasi yang semata hanya mengejar kepentingan pertumbuhan ekonomi dan melayani kepentingan industrialisasi ternyata terbuki hanya melahirkan ketidak adilan, kekecewaan, dan proses marginalisasi masyarakat miskin. 23
Bagong Suyanto,Anatomi Kemiskinan dan Strategi Penangannya,Malang, Instra Publishing, 2013, hal 33 24 Ibid hal 35
23
2.3.1
Akar Penyebab Kemiskinan Menurut faktor yang melatarbelakanginya, akar penyebab kemiskinan
dapat dibekana menjadi 2 kategori. Pertama, kemiskinan alamiah, yakni kemiskinan yang timbul sebagai akbibat sumber-sumber daya yang langka jumlahnya dan atau karena tingkt perkembangan teknologi yang sangat rendah. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan suatu masyarakat menjadi miskin adalah secara alami memang ada dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain. Kedua kemiskinan buatan, yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitasfasilitas secara merata. Dengan demikian sebagian anggota masyarakat tetap miskin walaupun sebebnarna jumlah total produksi yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi rata dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari kemiskinan. Kemiskinan buatan dalam banyak hal terjadi bukan karena seseorang individu atau anggota keluarga malas bekerja atau mereka terus menerus sakit. Secara teoritis, kemiskinan buatan atau kemiskinanan struktural dapat diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang menyebabkan utamanya bersumber, dan oleh karena tu dapat dicari pada struktur sosial yang berlkau adalha sedemikian rupa keadaannya sehingga mereka yang termasuk kedalam golongan msikin tampak tidak berdaya untuk mengubah nasibnya dan tidak mampu memperbaiki hidupnya, struktur sosial yang berlaku telah mengurung mereka kedalam suasana kemiskinan secara turun menururn
24
selama bertahun-tahun. Sejalan sengan itu, mereka hanya mungkin keluar dari penjara kemelaratan melalui suatu proses perubahan struktur yang mendasar.25
2.4
Representasi Representasi merupakan salah satu hal yang dapat diarahkan untuk
menggali lebih dalam isi dari sebuah kontruksi medium dengan menggunakan kerangka pemikiran teori-teori ilmu sosial kritis. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang teredia diberbagai konsep. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Representasi itu sendiri merujuk pada bagaimana seseorang, suatu kelompok,
gagasan
atau
pendapat
tertentu
yang
ditampilkan
dalam
pemberitaan,penggambaran yang tampil bisa jadi adalah pengambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu.26 Representasi merupakan hubungan antara konsep-konsep dan bahasa yang merujuk pada dunia yang sesungguhnya dari suatu obyek, realitas, atau pada dunia yang yang imajiner dari suatu pbyek, manusia, atau peristiwa.27 Representasi
merupakan
kegunaan
dari
tanda.
Marcel
Danesa
mendefinisikannya sebagai berikut :”proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefiisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu unuk menyambungkan, melukiskan, 25
Ibid, hal 8-10 Eriyanto, Analisis wacana Pengantar Teks Media, Lukis PelangiAksara, Yogyakarta, 2001, hal 114 27 Ibid, hal 234 26
25
meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik. Dapat dikarakteristikan sebagai proses kontruksi bentuk X untuk menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang ada secara material atau konseptual, yaitu Y, atau dalam bentuk spesifik Y,X = Y. Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang esuatu yang ada dikepala kita masing-masing(peta konseptual), representasi mental mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, ‘bahasa’ yag berperan penting dalam proses kontruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi pada media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.Menurut David Croteau dan william Hoynes, representasi merupakan hasil dari sesuatu proses penyeleksian yang menggaris bawahi hal-hal tertentu dan hal lan diabaikan. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk melakukan representasi tentang sesuatu mengalami proses seleksi. Mana yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya itu yang digunakan sementara tanda-tanda lain diabaikan. Maka selama realitas dalam representasi media tersebut harus memasukan atau mengeluarkan komponennya dan juga melakukan pembataan pada isu-isu tertentu sehingga mendapatkan realitas yang bermuka
26
banyak bisa dikatakan tidak ada representasi realita terutama dimedia yang benarbenar “benar” atau “nyata”. Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri biasa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru. Menurut Nuraini Julianti representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negosiasi dalam pemaknaan. Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tetapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yautu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merumakan suatu bentuk usaha kontruksi. Karena pandanganpandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru juga merupakan hasil pertumbuhan kontruksi pemikiran manusia. Juliastuti mengatakan bahwa melalui proses penandaan, praktik yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu. Penelitian ini menjelaskan bagaimana proses representasi ini bekerja dalam suatu program. Dengan membedahnya melalui segitiga makna Peirce. Peirce sendiri menempatkan representasi sebagai suatu bentuk hubungan elemenelemen makna, jadi representasi menurut pisau bedah yang dikemuakan oleh Piercemengacu kepada bagaimana sesuatu itu ditandakan dan membentuk interpretant seperti apa lalu bagaimana segitiga makna itu beruntai menjadi suatu bentuk rantai semiosis tersendiri.28 Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dan sebagainya. 28
Indiwanto Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta,2011 hal 122-124
27
Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa, pesan dan penandaan yang bermacammacam atau sistem tekstual secara timbal balik29 Istilah representasi merupakan penggambaran (perwakilan) kelompokkelompok dan istitut sosial. Penggambaran itu tidak hanya berkenaan dengan tampilan fisik dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna atau nilai dibalik tampilan fisik. Representasi juga berkaitan dengan produksi simbolik pembuatan tanda-tanda dalam kode-kode dimana kita mencipta makna-makna. Karena representasi juga berkaitan dengan penghadiran kembali, bukan gagasan asli, melainkan sebuah representasi atau versi yang dibangun darinya.30 Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan sebagai mestinya. Kata mestinya ni mengacu pada apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa adanya ataukah diburukan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Disini hanya citra yang buruk saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari pemberitaan. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata , kalimat, aksentuasi, dan bantuan foto macam apa seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak. Persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut ditampilkan. Menurut john fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan, kelompok atau seseorang paling tidak ada 3 proses yang dihadapi oleh wartawan. 29
John Hartley, Communication, Cultural dan Media Studies: The Concept 3rd edition. Yogyakarta, Jalasutra, 2004. Hal 265 30 Grame Burton. Membincangkan Televisi. Jalasutra, Yogyakarta, 2007. Hal 41-43
28
Pada level pertama, adalah peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Bagaimana realitas dikontruksi sebagai realitas oleh wartawan/media. Dalam bahasa gambar (terutama televisi) ini umumnya berhubungandengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan, dan ekspresi. Disini, realitas selalu siap ditandakan, ketika ketika menanggapdan mengontruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas. Pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan berikutnya bagaimana realitas itu digambarkan. Disini kita menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat teknis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Dalam bahasa gambar/teleisi, alat itu berupa kamera, pencahayaan, editing atau musik. Pada pada level ketiga, bagaimna peristiwa tersebut diorganisir kedalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode dorepresentasi dihubungkan dan diorganisasikan kedalam koherensi sosial seperti kelas sosial, matrealisme, kapitalisme dan sebagainya. Menurut fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut.31 Representasi
merupakan
kegunaan
dari
tanda.
Marcel
Danesi
mendefinisikan sebagai “ proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik”. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimenegerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik. Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru. Jadi representasi bukanlah
31
Eriyanto, Analisis Wacana,LkiS Group,Yogyakarta,2012
29
suatu kegiatan atau proses statis tetapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para penggunana tanda yaitu manusia sendiri juga terus bergerak dan berubah.32
2.5
Semiotik Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata yunani semeion yang
berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya , dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.33 Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial, memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan ‘tanda’. Maka dari itu, semiotik memepelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Ahli semiotik, Umberto Eco menyebut tanda sebagai suatu kebohongan dan dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri.34
32
Marcel Danesi.pesan Tanda, Dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenal Semiotika dan Teori Komunikasi, Terjemahan oleh Setyarini dan Lus Lian Piantari. Jalasutra. Yogyakarta, 2010 hal 3-4 33 Indiwanto Seto Wahyu Wibowo, Semiotik Kimunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2011, Hal 5 34 Alex Sobur, analisis Teks Media, Rosda, Bandung, 2012, Hal 87
30
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan denga tanda-tanda lain, pengirimannya oleh mereka yang menggunakannya.35 Tanda-tanda (sign) adalah basis atau dasar dari seluruh komunikasi kata pakar Komunikasi Littlejohn yan terkenal dengan bukunya:”Theories on Human Behaviour”(1996). Menurtu Littlejohn, manusia dengan perantara tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya dan banyak hal yang bisa dikomunikasikan didunia ini. Menurut Umberto Eco ahli semiotik yang lain, kajian semiotik sampai sekarang membedakan dua jenis semiotik yakni semiotik komunikasi dan semiotik signifikan. Semiotik komunikasi menekannkan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya eman faktor dalam komunikasi yaitu, pengirim, penerima kode atau sistem tanda, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang dibicarakan. Sementara, semiotik signifikan tidak mempersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Pada jenis yang kedua, yang lebih diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan ketimbang prosesnya.36 Pada dasarnya, semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses tanda yang dapat diperikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah:
S ( s, i, e,r,e )
S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotik);s untuk sign (tanda), i untuk interpreter (penafsiran), e untuk effek atau pengaruh (misalnya, suatu disposisi
35
Rachmat Kriyantoso, Teknik Praktis Riset Komunikasi, kencana Pradana Media Group, Jakarta,2006, hal 265 36 Indiwanto Seto Wahyu Wibowo.,op.cit.,6-7
31
dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi-kondisi tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan), dan c untuk context (koneksi) atau conditions (kondisi). Begitulah, semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematik menjelaskan esensi, ciri-ciri, dan bentuk suatu tanda, secara sistematik menjelaskan esensi, ciri-ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya.37 Fokus utama semiotik adalah teks. Model proses linier memberi perhatian kepada teks tidak lebih seperti tahapan-tahpan yang lain di dalam proes komunikasi: memang beberapa diantara model-model tersebut melewatinya begitu saja, hampir tanpa komentar apapun. Hal tersebut adalah salah satu perbedaan mendasar dari pendekatan proses dan pendekatan semiotik. Didalam semiotik, penerima, pembaca, dipandang memiliki peranan yang lebih aktif dibandingkan sebagian besar model proses (model gerbner adalah sebuah pengecualian). Semiotik lebih memilih istilah ‘pembaca’(reader)’(juga berlaku pada foto dan lukisan) dibandingkan ‘penerima(receiver)’ karena istilah tersebut menunjukan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga membaca adalah suatu yang kita pelajari untuk melakukanhya; jadi hal tersebut ditentukan oleh pengalaman budaya pembaca. Pembaca membantu untuk menciptakan makna dari teks dengan membawa pengalaman, sikap, dan emosi yang dimiliki kedalam makna.38 Semiotik menurut Charles Morris, memiliki tiga cabang , yakni sintaktika ‘studi relasi formal tanda-tanda’, semantika ‘studi relasi dengan
37 38
Alex Sobur,Semiotik komunikasi,Rosda,Bandung,2004 hal 17 John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi,Raja Grando Persada,Jakarta,2002 hal 67
32
penafsirannya’,
dan
pragmatika
‘cabang
ilmu
bahasa
yang
mengkaji
penggabungan satuan-satuan kebahasaan’39 Saussure dianggap mengabaikan mengabaikan subjek sebagai agen perubahan sistem bahasa, Peirce, sebaliknya, melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses signifikasi.40 Semua model-model mengenai makna secara luas memiliki bentuk yang hampir sama. Masing-masing terfokus pada tiga elemen yang dengan cara tertentu ataupun cara yang lain, pasti terlibat didalam semua kajian mengenai makna. Elemen-elemen tersebut adalah : (1) tanda, (2) acuan dari tanda, dan (3) pengguna tanda. Sebah tanda adalah sesuatu yang bersifat fisik, dapat diterima oleh indera kita; mengacu pada sesuatu diluar dirinya; dan bergantung pada pengenalan dari para pengguna bahwa itu adalah tanda. Peirce (dan Ogden dan Richards) memandang tanda, acuan tanda, dan penggunaan tanda sebagai tiga titik dari sebuah segitiga. Masih-masih terhubung secara dekat dengan dua yang lian, dan hanya dapat memahami hanya dapat dapat dipahami didalam kaitan dengan yang lanya. Saussure mengambil jalur yang sedikit berbeda. Saussure menyatakan bahwa tanda terdiri dari bentuk fisik ditambah sebuah konsep mental terkait, dan konsep tersebut merupakan tangkapan dari realitas eksternal. Tanda berhubungan dengan realitas hanya melalui konsep-konsep dari orang yang menggunakannya.41
39
Alex Sobur,Analisis Teks Media,Rosda,Bandung,2012 hal 102 Alex Sobur,Op.Cit, hal xxi 41 John Fiske, op.cit.,68-69 40
33
Sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang, yaitu:42 Semiotik Analitik, yakni semiotik yang menganalisi sistem tanda, Pierce menyatakan bahwa semiotik berobjekan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna dapat adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada objek tertentu. Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. Semiotik
Faunal
(zoosemiotic),
yakni
semiotik
yang
khusus
mempertahatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikais antara sesamanya, tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh manusi. Semiotik Kultural, yakni semiotik yang khusunya menelaah sistem tanda yang ebrlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Telah diketahui bahwa masyrakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya tertentu yang telah turun menurun dipertahankan dan dihormati. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lainnya. Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Telah diketahui bahwa mitos dan cerita lisan, ada diantaranya memiliki nilai kultural yang tinggi. Itu sebabnya
42
Alex Sobur,op.cit.,100-101
34
Greimas (1987) memulai pembahasannya tentang nilai-nilai kultural ketika ia membahas persoalan semiotik naratif. Semiotik Natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Air sungai keruh menandakan di hulu telh terjadi hujan, dan daun phon-pohon yang menguning lalu gugur. Semiotik normatif, yakni semiotik yang khusu menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang terwujud norma,-norma, misalnya rambu-rambu lalulintas. Semiotik sosial, semiotik yang khusus enelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lmbang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Buku Halliday (1978) itu sendiri berwujud Language Social Semiotik. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. Semiotik Struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
2.5.1 Semiotika Charles Sander Peirce Memahami Semiotik tentu tidak bisa melepaskan pengaruh dan peran dua orang penting ini, Charles Sander Peirce Dan Ferdinand de Saussure. Keduanya meletakan dasar-dasar bagi kajian semiotik. Peirce dikenal sebagai pemikir arguentatif dan filsuf Amerika yang paling orisinial dan multidimensional. Peirce lahir dalam sebuah keluarga intelektual pada tahun 1839. Ayahnya, Benyamin
35
adalah seorang profesor matematika pada Universitas Harvad. Peirce berkembang pesat dalam pendidikannya diharvard. Charles Sanders Pierce dikenal dengan model triadic dan konsep trikonominya yang terdiri atas berikut ini: 1.
Representamen; bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi sebagai tanda (Saussure menamakan signfier). Representamen kadang diistilahkan juga menjadi sign.
2.
Interpretant; bukan penafisir tanda, tetapi lebih merujuk pada makna dari tanda.
3.
Object; sesuatu yang merujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili oleh representament yang berkaitan dengan acuan. Object dapat beruba represantasi mental (ada dalam fikiran),dapat juga berupa suatu yang nyata di luar tanda.(Pierce, 1931 & Silverman, 1983, dalam Chandler). Berdasarkan konsep tersebut maka dapat dikatakan bahwa makna sebuah
tanda dapat berlaku secara pribadi, sosial, atau bergantung pada konteks tertentu. Perlu dicatat bahwa tanda tidak dapat mengungkapkan sesuatu, tanda hanya berfungsi menunjukan, sang penafsirlah yang memaknai berdasarkan pengalaman masing-masing. Model triadik dari Pierce sering disebut sebagai “triangle meaning semiotics” atau dikenal dengan teori segitiga makna, yang dijelaskan secara sederhana:”tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang, yakni, menciptakan dibenak orang tersebut suatu tanda yang setara, atau suatu tanda
36
yang lebih berkembang, tanda yang dciptakannya dinamakan interpretant dari tanda pertama. Tanda itu menunjuk sesuatu, yakni objeknya” (Fiske, 2007:63)43 Proses tiga tingkat dari teori segitiga makna yang merupakan proses emiosis dari kajian semiotika. Proses semiosis adalah proses yang tidak ada awal maupun akhir, senantiasa terjadi dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dalam hal ini antara representament (sering juga disebut dengan sign), object, dan interpretant. Tanda (sign) sering juga disebut dengan repsentament (sign vehicle) merupakan sesuatu yang bisa diwakili sesuatu untuk sesuatu “ A represent B to C. Terdapat tiga golongan (class) dari tanda, yaitu seperti berikut. 1.
Bagaimana hubungan tanda dengan dirinya?
2.
Bagaimana hubungan tanda dengan objeknya?
3.
Bagaimana implikasi hubungan tanda dan objeknya terhadap interpretant?
Trikotomi pertama Sign (represantemen) merupakan bentuk fisik atau segala sesuatu yang dapat diserap panca indra dan mengacu pada sesuatu. Sesuatu menjadi represntamen didasarkan pada ground-nya ( trikotomi pertama), dibagi menajdi qualisign, sinsign,dan legisign. Awalan kata “quali” berasal dari kata “quality”,”sin” dari “singular”, dan legi dari “lex” (wet / hukum).
43
Nawairoh Vera, M.si, Semiotika Dalam Riset Komunikasi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014. Hal 21
37
1. Qualisignadalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya, misalnya sifat warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda untuk menunjukan cinta, bahaya, atau larangan. 2. Sinsignadalah tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupanya di dalam kenyataan. Semua ucapan yang bersifat individual bisa merupakan sinsign. Misalnya suatu jeritan, dapat berarti heran,senang atau kesakitan. Seseorang dapat dikenlali dari cara jalannya, cara tertawa dan nada suara. Setiap sinsign mengandung sifat sehingga juga mengandung qualisign. 3. Legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sesuatu peraturan yang berlaku umum, suatu konvensi, suatu kode. Semua tanda-tanda bahasa adalah legisign, sebab bahasa adalah kode, setiap legisign mengandung didalamnya suatu sinsign. Trikotomi Kedua Pada trikotomi kedua, yaitu berdasarkan objeknya tanda diklasifikasikan menjadi icon (ikon), indeks (indeks), dan symbol (simbol). 1. Ikon adalah merupakan tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya atau suatu tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya.misal kesamaan sebuah peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya. 2. Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung pada keberadaannya suatu denotasi, sehingga dalam terminologi Peirce merupakan suatu secondness. Indeks, dengan demikian adalah suatu tanda yang menpunyai
38
kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya. Misal tanda asap dengan api. 3. Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi). Misalnya tanda-tanda kebahasaan adalah simbol. Trikotomi Ketiga Berdasarkan interpretannya, tanda dibagi menjadi rhema, decisign, dan argument. 1. Rhema, bilamana lambang tersebut interpretannya adalah sebuah first dan makna tanda tersebut masih dapat dikembangkan. 2. Decisign, (dicentsign), bilamana antara lambang itu dan interpretannya terdapat hubungan yang benar ada (merupakan secondness). 3. Argument, bilamana suatu tanda dan interpretanya mempunyai sifat yang berlaku umum (merupakan thirdness) 44
44
Nawiroh Vera, M.si, Semiotika Dalam Riset Komunikasi, Ghalia Indonesia, 2014 hal 23-26