. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan (ability) sering disamakan dengan bakat (aplitude). William dan Michael (Suryabrata 2004:160) menjelaskan bahwa “bakat merupakan kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas yang tergantung sedikit banyak dari latihan” sedangkan bingham (Suryabrata 2004:161) “Menitik beratkan pada kemamupan individu setelah individutersebut mendapat latihan – latihan”. Menurut Guilford (Suryabrata, 2004:163) membagi kemampuan menjadi tiga jenis yaitu : 1) Kemampuan Perseptual Kemampuan perceptual adalah melalui kemampuan dalam mengadakan persepsi atau pengamatan antara lain mencakup factor – factor kepekaan indera perhatian, kecepatan persepsi dan sebagainya. 2) Kemampuan Psikomotor Kemampuan psikomotor adalah mencakup beberapa factor antara lain kekuatan, kecepatan gerak, ketelitian, keluwesan dan lain – lain.
3) Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual adalah kecenderungan yang menekankan pada kemampuan akal dimanamencakup beberapa factor antara lain : ingatan, pengenalan, evaluasi, berpikir dan lain – lain. Menurut Chaplin (2001:1), “ability (Kemampan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan”. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaansejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kemampuan memiliki Huruf dasar mampu yang artinya kuasa (bias,sanggup) melakukan sesuatu : dapt sedangkan kemampuan itu sendiri artinya kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Jadi kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan untuk melakukan sesuatu atau kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Ada delapan jenis kemampuan atau potensi yang terdapat dalam diri anak ketika mereka sedang mempelajari dunianya. Setiap kemampuan atau potensi itu dapat distimulasi dengan cara yang berbeda. Kedelapan potensi dimaksud meliputi hal-hal berikut ini.. a. Kemampuan verbal (Linguistic intelligence). Kemampuan ini dapat berkembang bila distimuli melalui kegiatan bercerita, membaca, menulis, berdiskusi, atau bermain dengan Huruf-Huruf. b. Kemampuan logika-matematik (Logico-mathematical). Kemampuan ini dapat distimuli melalui kegiatan berhitung, membedakan bentuk, menganalisis data. Mereka dapat diajak bermain dengan benda-benda.
c. Kemampuan visual-spasial (Visual-spatial intelligence). Kemampuan ini dapat distimulasi melaui kertas warna-warni, balok-balok, puzzle, menggambar, melukis, menonton film. Dengan ini, anak-anak bermain dengan imajinasi. d. Kemampuan musikal (Musical/Rhythmic Intelligence). Kemampuan ini dapat distimulasi melalui bunyi-bunyian, nada, instrumen musik, tepuk tangan. Anak-anak diajak bermain musik dan bunyi. e. Kemampuan kinestetik (Bodily/Kinesthetic Intelligence). Kemampuan ini dapat distimulasi melalui kegiatan menari, atletik, bergerak, pantomim. Anak-anak diajak bermain dengan gerakan tubuh. f. Kemampuan mencintai keindahan alam (Naturalist Intelligence).Kemampuan ini dapat distiulasi melalui kegiatan observasi lingkungan, bercocok tanam, memelihara binatang. Mereka diajak bermain dengan tumbuhan, hewan, dan fenomena alam. g. Kemampuan berkawan (Interpersonal Intelligence). Kemampuan ini dapat distimulasi melalui kegiatan-kegiatan kelompok, kerja sama peran, stimulasi konflik. Mereka diajak bermain dengan individu lain. h. Kemampuan berpikir (Intrapersonal Intelligence). Kemampuan ini dapat distimulasi melalui kerja mandiri, membaca dalam hati. Mereka diajak bermain dengan pikiran dan perasaannya sendiri. 2.1.2 Kemampuan Perkembangan Anak Usia Dini Perkembangan anak usia dini adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel sel tubuh,
jaringan tubuh, organ organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing masing dapat memenuhi fungsinya. Sejak dahulu masalah perkembangan anak telah mendapat perhatian. Berbagai tulisan mengenai perkembangan anak telah dibuat. Menurut ilingworth, ulasan yang pertama kali dibuat mengenai perkembangan anak adalah yang dibuat oleh tiedeman dari jerman (1787) yang mencatat perkembangan dari seorang anak. Kemudian charles darwin (1877) mempublikasikan secara detail perkembangan salah satu dari 10 anaknya pada tahun 1931 shirley melaporkan perkembangan 25 anak secara lengkap. Masa lima tahun pertama merupakan masa terbentuknya dasar dasar kepribadian manusia, kemampuan berfikir, pengindraan, keterampilan berbahasa dan berbicara, bertingkah laku sosial dan lain-lainnya.Ada dua faktor yang mempengaruhi proses tumbuh kembang optimal seorang anak, yaitu:faktor dalam, dan faktor bawaan yang ada pada diri anak itu sendiri baik faktor bawaan maupun faktor yang diperoleh, termasuk disini antara lain: a) Hal hal yang diturunkan dari orang tua, kakek nenek atau generasi sebelumnya. Misalnya warna rambut dan bentuk tubuh, b) Unsur berfikir dan kemampuan intelektual. Misalnya kecepatan berfikir, c) Keadaan kelenjar zat-zat dalam tubuh. Misalnya: kekurangan hormon yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, d) Emosi dan sifat-sifat (temperamen) tertentu. Misalnya: pemalu, pemarah, tertutup, dan lain lain. Faktor luar terdiri dari : 1) Keluarga, Sikap dan kebiasaan keluarga dalam mengasuh dan mendidik anak, hubungan orang tua dengan anak, hubungan antara saudara, dan lain-lain, 2) Gizi, Kekurangan gizi dalam makanan menyebabkan pertumbuhan anak terganggu yang akan mempengaruhi perkembangan seluruh dirinya, 3) Budaya setempat, Asuhan dan kebiasaan dari suatu masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya
kebersihan lingkungan, kesehatan, pendidikan, 4) Teman bermain dan sekolah, Ada tidaknya teman bermain. Tempat dan alat bermain, kesempatan pendidikan disekolah, akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak 2.1.3 Aspek Perkembangan Anak Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak bisa berbeda beda, namun demikian ada patokan umur tentang kemampuan apa saja yang perlu dicapai seorang anak pada umur tertentu. Adanya patokan tersebut dimaksudkan agar anak yang belum mencapai tahap kemampuan tertentu itu perlu dilatih berbagai kemampuan untuk dapat mencapai perkembangan yang optimal. Ada 4 aspek kemampuan yang perlu dibina dalam menghadapi masa depan anak, yaitu: 1) Perkembangan motorik kasar dan motorik halus, berupa semua gerakan yang mungkin dilakukan oleh seluruh tubuh.Perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh, dan perkembangan tersebut erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik anak. Pada anak, gerakan ini dapat secara lebih jelas dibedakan antara gerakan motorik kasar dan halus.Disebut motorik kasar bila gerakan yang dilakukan melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot otot yang lebih besar. Contohnya gerakan telungkup, gerakan berjalan, gerakan berlari.Disebut motorik halus bila hanya melibatkan bagian bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot otot kecil, karena itu tidak begitu memerlukan tenaga. Gerakan halus ini memerlukan koordinasi yang cermat. Contohnya gerakan mengambil benda dengan hanya ibu jari dan telunjuk, gerakan memasukkan benda kecil ke dalam lubang, membuat prakarya.Melalui latihan latihan yang tepat gerakan gerakan kasar dan halus ini dapat ditingkatkan dalam hal keluwesan, kecepatan dan kecermatan. Sehingga secara bertahap seorang anak akan bertambah terampil dan mahir melakukan gerakan gerakan yang diperlukan guna penyesuaian dirinya; 2)
Komunikasi aktif dan pasif, Sebagai mahluk sosial anak akan selalu berada diantara atau bersama orang lain, agar dicapai saling pengertian maka diperlukan kemampuan berkomunikasi. Pada bayi kemampuan berkata atau komunikasi aktif ini belum dapat dilakukan, ia menyatakan perasaan dan keinginannya melalui tangisan dan gerakan. Meskipun demikian, komunikasi dengan orang lain tetap dapat terjadi karena ia mengerti ucapan ucapan orang lain. Kesanggupan mengerti dan melakukan apa saja yang diperintahkan oleh orang lain disebut sebagai komunikasi pasif. Komunikasi aktif dan komunikasi pasif perlu dikembangkan secara bertahap, anak dilatih untuk mau dan mampu berkomunikasi aktif (berbicara, mengucapkan kalimat kalimat, bernyanyi dan bentuk ucapan lisan lainnya) dan komunikasi pasif (anak mampu mengerti orang lain). ; 3) Perkembangan kecerdasan (kognisi)Pada balita kemampuan berfikir mula mula berkembang melalui kelima indra, misalnya melihat warna warna, mendengar suara atau bernyanyi, mengenal rasa. Melalui Huruf Huruf yang didengar dan diajarkan, ia mengerti bahwa segala sesuatu itu ada namanya. Daya fikir dan pengertian mula mula terbatas pada apa saja yang konkrit, yang dapat dilihat, dipegang atau dimainkan. Melalui bermain main serta latihan latihan yang diberikan oleh orang tua atau orang lain, setahap demi setahap anak akan mengenal, mengerti lingkungannya dan memiliki kemampuan merencanakan persoalan. Semua konsep atau pengertian ini kemudian meningkat sehingga memungkinkan anak untuk melakukan pemikiran pemikiran ke tingkat yang lebih tinggi, lebih abstrak, dan lebih majemuk, misalnya mengerti dan menggunakan konsep sama berbeda, bertambah berkurang, sebab akibat dan lain – lain; 4) Perkembangan kemampuan menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial, Pada awal kehidupannya seorang anak bergantung pada orang lain dalam hal pemenuhan kebutuhannya (misalnya makanan, pakaian, kesehatan, kasih sayang, pengertian rasa aman dan kebutuhan akan perangsangan mental, sosial dan emosional).Kebutuhan kebutuhan anak berubah dalam jumlah maupun derajat kualitasnya sesuai
dengan bertambahnya umur anak. Dengan makin mampunya anak melakukan gerakan motorik, anak terdorong melakukan sendiri berbagai hal dan terdorong untuk bergaul dengan orang lain selain anggota keluarganya sendiri. Orang tua harus melatih usaha mandiri anak, mula mula dalam hal menolong kebutuhan anak itu sendiri sehari hari, misalnya makan minum, buang air kecil dan sebagainya. Kemampuan kemampuan ini makin ditingkatkan sesuai dengan bertambahnya usia, anak perlu berkawan, luas pergaulan harus dikembangkan pula, dan anak perlu diajar untuk aturan aturan disiplin, sopan santun dan sebagainya agar tidak canggung dalam memasuki lingkungan baru. 2.2
Pengertian Menyusun Huruf Menyusun huruf merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dikuasai
anak.Menyusun huruf sering juga disebut sebagai salah satu prasyarat penguasaan bahasa yang baik.Dalam belajar bahasa, menyusun merupakan kemahiran tingkat lanjut.Semi (2005: 5) berpendapat bahwa pengajaran menyusun huruf merupakan dasar untuk kemampuan menyusun kalimat. Dalam kegiatan belajar menyusun huruf maka anak harus menguasai kaidah tata tulis, yakni ejaan, dan kaidah tata bahasa, morfologi dan sintaksis.Di samping itu, penguasaan kosahuruf yang banyak diperlukan pula. Wahya (2006:1) mengemukakan bahwa menyusun huruf sebagaimana berbicara, merupakan kemampuan yang produktif dan ekspresif. Perbedaannya, menyusun huruf merupakan komunikasi tidak bertatap muka (tidak langsung), sedangkan berbicara merupakan komunikasi tatap muka (langsung) (Budiman , 2008: 2). Menurut Alwasilah (2006: 128),
kemampuan menyusun huruf berhubungan erat dengan membaca. Hal ini diakui pula oleh Semi (2005: 5).Semakin banyak anak membaca, cenderung semakin lancar dia menyusun huruf. Menyusun huruf merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen
(menyebar)
daripada
konvergen.
Menyusun
huruf
tidak
ubahnya
dengan
melukis.Penulis memiliki banyak gagasan dalam menyusunkannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang mempunyai ide-ide bagus di benaknya sebagai hasil dari pengamatan, penelitian, diskusi, atau menyusun .Akan tetapi, begitu ide tersebut dilaporkan secara tertulis, laporan itu terasa amat kering, kurang menggigit, dan membosankan. Fokus tulisannya tidak jelas, gaya bahasa yang digunakan monoton, pilihan hurufnya (diksi) kurang tepat dan tidak mengena sasaran, serta variasi Huruf dan kalimatnya kering. Sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kognitif, penyusunan sebuah tulisan memuat empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan (prapenulisan), (2) tahap inkubasi, (3) tahap iluminasi, dan (4) tahap verifikasi/evaluasi. Keempat proses ini tidak selalu disadari oleh para pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Namun, jika dilacak lebih jauh lagi, hampir semua proses menyusun (esai, opini/artikel, karya ilmiah, artistik, atau bahkan masalah politik sekali pun) melalui keempat tahap ini. Harap diingat, bahwa proses kreatif tidak identik dengan proses atau langkah-langkah mengembangkan laporan tetapi lebih banyak merupakan proses kognitif atau bernalar. Pertama, tahap persiapan atau prapenulisan adalah ketika pembelajar menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, menyusun,
mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya. Kedua, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Proses inkubasi ini analog dengan ayam yang mengerami telurnya sampai telur menetas menjadi anak ayam. Proses ini seringkali terjadi secara tidak disadari, dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar (subconscious) yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran (expanding of the mind). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini seakan-akan ia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami frustrasi karena tidak menemukan pemecahan atas masalah yang dipikirkannya. Seakan-akan kita melupakan apa yang ada dalam benak kita. Kita berekreasi dengan anggota keluarga, melakukan pekerjaan lain, atau hanya duduk termenung. Kendatipun demikian, sesungguhnya di bawah sadar kita sedang mengalami proses pengeraman yang menanti saatnya untuk segera “menetas”. Ketiga, tahap iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan datang seakan-akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini, apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar. Iluminasi tidak mengenal tempat atau waktu.Ia bisa datang ketika kita duduk di kursi, sedang mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau di supermarket, sedang makan, sedang mandi, dan lain-lain. Jika hal-hal itu terjadi, sebaiknya gagasan yang muncul dan amat dinantikan itu segera dicatat, jangan dibiarkan hilang kembali sebab momentum itu biasanya tidak berlangsung lama.Tentu saja untuk peristiwa tertentu, kita menyusunkannya setelah selesai melakukan
pekerjaan.Jangan sampai ketika kita sedang mandi, misalnya, kemudian keluar hanya untuk menyusunkan gagasan. Agar gagasan tidak menguap begitu saja, seorang pembelajar menyusun yang baik selalu menyediakan ballpoint atau pensil dan kertas di dekatnya, bahkan dalam tasnya ke mana pun ia pergi. Seringkali orang menganggap iluminasi ini sebagai ilham. Padahal, sesungguhnya ia telah lama atau pernah memikirkannya. Secara kognitif, apa yang dihurufkan ilham tidak lebih dari proses berpikir kreatif. Ilham tidak datang dari kevakuman tetapi dari usaha dan ada masukan sebelumnya terhadap referensi kognitif seseorang. Keempat, tahap terakhir yaitu verifikasi, apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lainlain.Mungkin juga ada bagian yang mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih hurufhuruf atau kalimat yang lebih sesuai, tanpa menghilangkan esensinya. Jadi, pada tahap ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu dengan realitas sosial, budaya, dan normanorma yang berlaku dalam masyarakat. 2.2.1 Pengertian Huruf Huruf atau ayatadalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya huruf terdiri dari satu akar Huruf tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan huruf-huruf dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat. Istilah "huruf" dalam bahasa Melayu dan Indonesia diambil dari bahasa Sanskerta kathā. Dalam bahasa Sanskerta, kathā sebenarnya bermakna "konversasi", "bahasa", "cerita" atau "dongeng" Dalam bahasa Melayu dan Indonesia terjadi penyempitan arti semantis menjadi "huruf".Istilah "huruf" sungguh sulit untuk didefinisikan. Di dalam artikel ini dicoba untuk menjelaskan konsep ini
dengan menyajikan tiga definisi yang berbeda: definisi menurut KBBI, tata bahasa baku bahasa Indonesia dan definisi yang umum diberikan di Dunia Barat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1997) memberikan beberapa definisi mengenai huruf: 1) elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan merupakan realisasi kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa, 2) konversasi, bahasa, 3) morfem atau kombinasi beberapa morfem yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas, 4) unit bahasa yang dapat berdiri sendiri dan terdiri dari satu morfem (contoh huruf) atau beberapa
morfem gabungan (contohperhurufan).
Definisi pertama KBBI bisa diartikan
sebagai leksem yang bisa menjadi lema atau entri sebuah kamus. Lalu definisi kedua mirip dengan salah satu arti sesungguhnya kathā dalam bahasa Sanskerta. Kemudian definisi ketiga dan keempat bisa diartikan sebagai sebuah morfem atau gabungan morfem. Berdasarkan bentuknya, huruf bisa digolongkan menjadi empat: huruf dasar, huruf turunan, huruf ulang, dan huruf majemuk. Huruf dasar adalah Huruf yang merupakan dasar pembentukan huruf turunan atau huruf berimbuhan. Perubahan pada huruf turunan disebabkan karena adanya afiks atau imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) huruf. huruf ulang adalah huruf dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan baik seluruh maupun sebagian sedangkan huruf majemuk adalah gabungan beberapa Huruf dasar yang berbeda membentuk suatu arti baru.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Menyusun Huruf.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan menyusun huruf. Faktor yang mempengaruhi kemampuan menyusun permulaan antara lain a) faktor fisiologis, b) faktor intelektual, c) faktor lingkungan dan d) faktor psikologis. a) Faktor fisiologis Faktor
ini
mencakup
kesehatan
fisik,
pertimbangan
neurologis,
dan
jenis
kelamin.Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar menyusun.Keterbatasan
neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan
kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam Mengembangkan kemampuan menyusun Huruf. Guru hendaknya cepat menemukan tanda-tanda yang disebutkan di atas. b) Faktor intelektual Istilah intelegensi didefinisikan oleh Heinz (dalam Rahim, 2005:17) sebagai suatu kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponnya secara tepat.Terkait dengan penjelasan di atas bahwa intelegensi adalah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan berfikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan.Uraian ini menjelaskan bahwa secara umum ada hubungan yang positif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata Peningkatan remedial menyusun. Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya berhasil atau tidaknya anak dalam menyusun Huruf.Faktor metode mengajar guru, prosedur dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan menyusun Huruf anak. Terkait dengan kondisi ini maka perlu upaya yang dilakukan guru untuk memfasilitasi Peningkatan kemampuan anak dalam memahami konsep yang diajarkan.
c) Faktor lingkungan Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan anak. Faktor lingkungan mencakup: 1) Latar belakang dan pengalaman anak di rumah Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap dan nilai kemampuan bahasa anak.Kondisi rumah mempengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu anak, dan dapat juga menghalangi anak belajar menyusun. Anak yang tinggal dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak-anaknya, dan mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan kendal yang berarti dalam menyusun. Rubbin (dalam Rahim, 2005:18) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berpikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar .Di samping itu, komposisi orang dewasa dalam lingkungan rumah juga berpengaruh pada kemampuan menyusun anak. Anak yang dibesarkan oleh kedua orang tuanya, orang tua tunggal, seorang pembantu rumah tangga atau orang tua angkat akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Anak yang dibesarkan ibu saja berbeda dengan anak yang dibesarkan oleh seorang ayah saja. Kematian salah seorang anggota keluarga umumnya akan menyebabkan tekanan pada anak-anak. Percerian juga merupakan pengalaman yang traumatis bagi anak-anak. Guru hendaknya memahami tentang lingkungan keluarga anak dan peka pada perubahan yang tiba-tiba terjadi pada anak.
Kualitas dan luasnya pengalaman anak di rumah juga penting bagi kemajuan menyusun anak.Menyusun seharusnya merupakan kegiatan yang bermakna. Pengalaman masa laku anakanak memungkinkan anak-anak lebih memahami apa yang mereka tulis. 2) Sosial ekonomi keluarga anak Ada kecenderungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak-anak mereka siap lebih awal dalam menyusun huruf.Namun, usaha orang tua hendaknya tidak berhenti hanya sampai pada menyusun Huruf saja.Orang tua harus melanjutkan kegiatan menyusun anak secara terus menerus.Anak lebih membutuhkan perhatian dari pada uang.Oleh sebab itu, orang tua hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk melatih anak menyusun agar anak menyenangi menyusun. Faktor sosial ekonomi
orang tua dan lingkungan tetangga merupakan faktor yang
membentuk lingkungan rumah anak. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status sosial ekonomi anak mempengaruhi kemampuan anak dalam menyusun. Anak-anak yang mendapat contoh yang baik dari orang tua tentang cara menyusun biasanya memiliki kemampuan yang baik dalam menyusun. Mencermati hal ini maka perlu dilakukan kegiatan bimbingan secara komprehensip kepada anak agar memiliki kemampuan yang baik dalam menyusun huruf. d) Faktor psikologis Faktor lain yang juga mempengaruhi kemampuan anak dalam menyusun huruf adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup 1) motivasi, 2) minat, 3) kematangan sosial, emosi dan penyesuaian diri. Faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Motivasi Mitchell (dalam Winardi; 2002:1) mengartikan motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-
kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke arah tujuan tertentu.Surtain (dalam Purwanto, 2007: 61) mengatakan bahwa pada umumnya motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Pendapat di atas menunjukkan bahwa motivasi tidak lepas dari adanya rangsangan, rangsangan dapat dalam bentuk hadiah atau hukuman yang diberikan oleh guru. Motivasi juga menyangkut kebiasaan yang telah dimiliki oleh anak. Misalnya kebiasaan bekerja yang baik dapat memperkuat motivasi, seperti kebiasaan menyelesaikan tugas atau pekerjaan rmah sampai tuntas, kerja keras, rapi dan tepat waktu. Untuk mampu memahami dan mengembangkan motivasi anak secara efektif, maka guru hendaknya mampu membangkitkan kebutuhan berprestasi dan kebutuhan sosial dengan mengaitkan tujuan belajar terhadap kebutuhankebutuhan anak. Dimyati dan Mudjiono (2009 : 42). mengemukakan bahwa dilihat dari jenisnya motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal, artinya datang dari orang lain. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam motivasi terdapat dua motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Djamarah (2002 : 114) mengemukakan bahwa motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi intrinsik dapat diartikan sebagai dorongan untuk bertindak yang disebabkan oleh faktor dari dalam diri setiap individu. Bila anak telah memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya, maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Kondisi yang seperti ini sangat diharapkan dalam aktivitas belajar, sehingga anak akan selalu memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar karena
memiliki pemikiran positif bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan dan sangat berguna dimasa kini dan masa yang akan datang. Motivasi ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya.Dengan demikian maka motivasi ekstrinsik dapat diartikan berupa dorongan bertindak yang disebabkan oleh faktor dari luar. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik bukan merupakan keinginan sebenarnya yang ada dalam diri anak, tetapi semata-mata merupakan dorongan yang berasal dari luar diri anak. Motivasi yang ada pada diri anak merupakan faktor yang akan sangat menentukan keberhasilan anak dalam menyusun huruf. Bagi anak yang memiliki motivasi untuk menyusun dengan baik maka dalam waktu yang singkat dengan difasilitasi guru atau orang tua maka anak tersebut dapat memiliki kemampuan menyusun Huruf dengan baik. Namun bagi anak yang kurang memiliki motivasi untuk terampil dalam menyusun maka akan mengalami kesulitan dalam Mengembangkan kemampuannya dalam menyusun huruf. 2) Minat Minat menyusun ialah keinginan yang kuat disertai usaha-usha seseorang untuk menyusun. Orang yang mempunyai minat menyusun yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediannya untuk mendapat
bahan-bahan menyusun dan kemudian dan kemudian
menyusunkannya atas kesadaran sendiri. Frymeir
(dalam dalam Rahim,
2005:19)
mengidentifikasi tujuh
faktor
yang
mempengaruhi perkembangan minat anak. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut. a. Pengalaman sebelumnya; anak tidak akan mengembangkan minatnya terhadap sesuatu jika mereka belum pernah mengalaminya.
b. Konsepsinya tentang diri; anak akan menolak informasi yang dirasa mengancamnya, sebaliknya anak akan menerima jika informasi itu dipandang berguna dan membantu Mengembangkan dirinya. c. Nilai-nilai; minat anak timbul jika sebuah mata pelajaran disajikan oleh orang yang berwibawa. d. Mata pelajaran yang bermakna; informasi yang mudah dipahami oleh anak akan menarik minat mereka. e. Tingkat keterlibatan tekanan; jiak anak merasa dirinya mempunyai beberapa tingkat pilihan dan kurang tekanan, minat menyusun mereka mungkin akan lebih tinggi. f. Kekompleksitasan materi pelajaran; anak yang lebih mampu secara intelektual dan fleksibel secara psikologis lebih tertarik kepada hal yang lebih kompleks. 3) Kematangan Sosial dan emosi serta penyesuaian diri. Ada tiga aspek kematangan emosi dan sosial, yaitu (1) stabilitas emosi,
(2)
kepercayaan diri, dan (3) kemampuan berpartisipasi dalam kelompok. Seseorang anak harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu.Anak yang mudah yang marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan menyusun. Sebaliknya, anak
mendapat kesulitan dalam pelajaran
yang lebih mudah mengontrol emosinya akan lebih mudah
memusatkan perhatiannya pada teks yang ditulisnya. Pemusatan perhatian pada bahan menyusun memungkinkan kemajuan kemampuan anak-anak dalam memahami tulisan akan meningkat. Percaya diri sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Anak-anak yang kurang percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga tidak bisa
mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta untuk diperhatikan guru. Glazer & Searfoss (dalam Rahim, 2005:21) mengemukakan bahwa anak perlu menghargai segi-segi positif dalam dirinya.Dengan demikian anak menjadi yakin, percaya diri, dan bisa melaksanakan tugas dengan baik. Sebaliknya anak yang mempunyai harga diri (self esteem) rendah, selalu takut berbuat salah, dia tidak akan berusaha untuk mencoba berulang kali menyesuaikan tugasnya sampai tuntas. Unutk menyelesaikan tugas apa pun, anak harus berusaha mencobanya walaupun gagal atau mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan salah satu bagian dari proses belajar. Anak yang mempunyai harga diri dan percaya diri, akan mencoba dan mencoba lagi apabila mengalami kegagalan. Anak yang merasa bahwa belajar adalah tanggung jawabnya sendiri akan memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Terkait dengan pendapat
sebelumnya Harris dan Sipay (dalam Rahim, 2005:22)
mengemukakan bahwa anak yang kurang mampu menyusun merasakan bahwa dia tidak mempunyai kemampuan yang memadai, tidak hanya dalam pelajaran menyusun, tetapi dalam pelajaran yang lainnya. Dari sudut pandang ini, salah satu tugas menyusun adalah membantu anak mengubah perasannya tentang kemampuan belajar menyusun dan Mengembangkan rasa harga dirinya (Self esteem) Program yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut menurut Harris dan Sipay (dalam Rahim, 2005:23)mempunyai empat aspek utama, yakni sebagai berikut. 1. Penulis yang lemah harus dibantu agar dia merasakan bahwa dia disukai, dihargai dan dipahami. 2. Pengalamannya tentang keberhasilan mengerjakan tugas harus dirasakannya sebagai sesuatu kemampuan.
3. anak yang berusaha dengan semangat harus diberi dorongan untuk mencapainya dengan menggunakan bahan yang menarik. 4. Anak dapat dilibatkan dalam menganalisa masalah yang mereka temui dalam menyusun, kemudian merencanakan kegiatan-kegiatan menyusun, dan menilai kemajuan menyusun mereka. Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa untuk dapat memiliki kemampuan menyusun huruf yang baik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, atau berbagai aspek.Berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan menyusun ini perlu diperhatikan guru agar anak dapat membantu anak untuk memiliki kemampuan menyusun huruf yang baik.
2.3
Hakikat Metode Bermain Domino Gambar Lisa (2011:1) mengemukakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Anak adalah usia
bahagia. Tak peduli bagaimanapun keadaannya, anak tetaplah anak dengan segala ego mereka. Metode belajar untuk anak harus menyesuaikan dengan usia anak. Tidak bisa anak harus menyesuaikan diri dengan metode belajar.Metode itulah yang harus menyesuaikan diri dengan kondisi anak. Metode belajar yang tepat pada anak adalah dalam kerangka bermain, karena bermain adalah dunia anak.Bermain adalah nafas anak.Bermain adalah nadinya anak-anak.Membujuk anak untuk belajar bukanlah dengan paksaan, tetapi dengan “rayuan pulau kelapa” berbingkai sebuah permainan. Anak akan dengan “sukarela” menyediakan dirinya dalam sebuah proses pembelajaran. Sejak mereka kecil, mereka akan langsung dengan hal yang namanya bermain. Sebagai makhluk sosial, mereka secara alami akan bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Hal tersebut sudah naluri anak, dan mereka merasa nyaman dengan keadaan
tersebut.Hal tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk belajar.Mengapa?Mereka lebih cepat memahami sesuatu dengan bermain daripada harus mendengarkan penjelasan orang dewasa. Dalam proses pembelajaran anak melalui permainan, tentu banyak hal yang harus diperhatikan. Antara lain adalah apakah permainan itu cocok untuk anak atau tidak. Apakah inti dari permainan itu untuk individu atau secara berkelompok.Satu lagi yang paling penting adalah apakah permainan tersebut membahayakan bagi anak atau tidak.Jadi walaupun permainan adalah metode yang paling menyenangkan dalam pembelajaran anak, tetapi harus dipahami bahwa tidak semua permainan cocok untuk anak. Metode bermain merupakan salah satu metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.Sebagai salah satu kompomem pengajaran, metode, menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar.Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran.Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagfai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.Motivasi ekstrinsik menurut Sudirman.A.M.(2008:90) adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang. Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas.Jumlah anak mempengaruhi penggunaan metode.Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut.
Dalam mengajar guru jarang sekali, menggunakan suatu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya.Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar ytang membosankan bagi anak didik.Jalan pengajarn tampak kaku.Anak didik terlihat kurang bergairah belajar.Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar mengajar anak didik.Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti metode tidak dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Akhirnya, dapat dipahami bahwa penggunaan metode yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Metode bermain merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk memfasilitasi anak bermazin domino gambar.Domino gambar merupakan sebuah domino yang berisi huruf tertentu yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam menyusun huruf. Contoh domino gambar ditampilkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 1 : Contoh Domino gambar Kartu domino gambartersebut dapat dimainkan dengan cara dipasangkan dengan huruf yang cocok sehingga menjadi huruf yang bermakna. Melalui permainan domino gambar maka anak dapat memaknai setiap huruf yang dipasangkannnya dalam memainkan domino gambar tersebut.
2.3.1 Mengembangkan Kemampuan Menyusun Huruf Melalui Metode bermain Anak sejak usia dini perlu dilatih secara kontinu untuk memahami huruf bermakna. Pemahaman anak terhadap huruf bermakna merupakan salah satu strategi untuk mengembangkan kosa huruf pada diri anak.Oleh karenanya kemampuan menyusun huruf ini perlu dilakukan secara kontinu sehingga anak semakin berkembang kemampuannya memaknai huruf yang dipelajarinya. Kemampuan anak dalam memahami huruf bermakna dapat dilakukan dengan carahuruf. Menurut Kurniawan, Khaerudin (2005:2) bahwa kemampuan anak menyusun huruf ditunjukan dengan beberapa hal sebagai berikut: a) keaktifan anak menyusun huruf, b) ketepatan tulisan Huruf dan c) kemandirian anak dalam menyusun huruf. Untuk mengembangkan kemampuan anak dalam menyusun huruf bermakan melalui metode bermain. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menyusun huruf bermakan melalui metode bermain adalah sebagai berikut: a) Anak diperkenalkan huruf-huruf atau huruf tertentu untuk ditulis b) Guru memperkenalkan permainan menyusun huruf dengan menggunakan domino gambar c) Anak diperlihatkan contoh kartu domino gambar yang bertuliskan Huruf tertentu d) Anak difasilitasi untuk bermain domino gambar e) Anak bermain kartu domimo gambar dengan memasangkan huruf yang ada pada kartu dengan kartu domimo gambar yang lain cocok. f) Setiap anak dapat memasangkan huruf yang ada pada kartu dengan kartu yang lain cocok. g) Anak dilatih untuk percaya diri dalam menyusun huruf tertentu yang dipasangkannya dalam domimo h) Anak diberikan motivasi terhadap keberhasilan anak dalam menyusunhuruf tertentu.
a) Guru menilai tingkat kemampuan anak dalam menyusun huruf dalam permainan domino gambar. Langkah-langkah yang telah dikemukakan tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penggunaan media domino untuk meningkatkan kemampuan menyusun huruf pada anak usia dini. Melalui strategi ini diharapkan terjadi Peningkatan kemampuan anak dalam menyusun huruf secara optimal. Secara riil bentuk penerapan penggunaan metode bermain dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan membagi anak menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 anak. Setiap kelompok dibagikan kartu domino gambar. Sebelum melakukan kegiatan permainan domino gambarterlebih dahulu dijelaskan aturan bermain domino gambaryaitu dengan cara memasangkan huruf yang ada kartu dengan kartu lain misalnya huruf “makan” dipasangkan dengan “nasi” sehingga
menjadi huruf yang bermakna. Demikian juga huruf
“minum” dipasangkan dengan huruf “air” pada kartu domino yang lain sehingga menjadi huruf bermakna. Dalam memasangkan Huruf tersebut dilakukan anak secara bergantian, dan anak yang kartunya cepat habis maka akan keluar sebagai pemenangnya. Permainan ini dapat diulang sampai beberapa kali dan anak yang dapat menghabiskan kartu dalam setiap permainan diberikan reward karena merupakan manifestasi dari kemampuannya untuk memahami huruf bermakna dengan baik. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa permainan domino gambardapat digunakan sebagai salah satu permainan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam menyusun huruf. Oleh karenanya permainan ini dapat dijadikan oleh guru sebagai salah satu acuan dalam mengembangkan kemampuan anak untuk menyusun huruf.
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang kemapuan menyusun Huruf pada anak usia dini telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya: 1. Winarso tahun 2010, dalam penelitiannya tentang upaya meningkatkan keterampilan membuat kalimat sederhana melalui melalui alat peraga lingkaran Huruf pada anak kelompok B TK Cemara Kota Solo, menyimpulkan bahwa anak memiliki kemampuan untuk menyusun huruf yang baik. Oleh karenanya kemampuan tersebut dapat dikembangkan dengan menggunakan alat peraga lingkaran huruf. Penelitiannya lebih difokuskan pada mekanisme penggunaan alat peraga dalam lingkaran huruf. 2. Nur Aeni tahun 2011 dalam penelitiannya tentang analisis pengembangan kemampuan anak dalam menyusun huruf dengan menggunakan media gambar di TK Cikal Harapan Cenrana menyimpulkan
bahwa
penggunaan
media
gambar
dalam
pembelajaran
mampu
meningkatkan kemampuan anak dalam menyusun Huruf. Dengan hasil temuan tersebut maka disarakan agar media gambar dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam menyusun huruf. Penelitiannya lebih difokuskan pada upaya Peningkatan kemampuan anak dalam menyusun Huruf secara individual.
2.5 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka teoretik di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Jika digunakan metode bermainmaka kemampuan menyusun Huruf anak Kelompok B TK Panipi Raya Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo dapat dikembangkan.” 2.6 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator kinerja keberhasilan penelitian ini adalah apabila 85% anak sudah terampil menyusun huruf sesuai dengan yang diharapkan yakni meningkat dari 7 anak
(30%) menjadi
20 anak (80%) dari 20 total jumlah anak Kelompok B TK Panipi Raya
Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo.