BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Seperti telah di jelaskan pada uraian sebelumnya bahwa keberhasilan suatu institusi atau organisasi di tentukan oleh dua faktor utama yakni sumber daya manusia dan sarana prasarana pendukung/fasilitas kerja. Dari kedua faktor utama tersebut, sumber daya manusia sangat penting ketimbang sarana dan prasarana pendukung. Secanggih dan selengkap apapun fasilitas pendukung yang di miliki suatu organisasi tanpa adanya sumber daya yang memadai, baik jumlah (kuantitas) maupun kemampuan (kualitas), maka niscaya organisasi tersebut tidak akan dapat mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasinya. Kualitas sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai di nilai dari kinerjanya (performance) atau produktivitasnya, (Notoatmodjo, 2009:124). Pegawai bekerja sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh organisasi/perusahaan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik, untuk itu diperlukan suatu usaha agar setiap pegawai mempunyai kinerja seperti yang diharapkan. Para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi menjelaskan konsep kinerja dengan menggunakan ungkapan bahasa dan tinjauan sudut pandang yang berbeda-beda, namun makna yang terkandung pada hakekatnya
sama, yaitu kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama satu periode waktu tertentu. Kinerja menurut Wibowo (2012:8 ) berasal dari pengertian“performance ” yang memberikan pengertian sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Amstrong dan Baron (dalamWibowo, 2007:10) menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Menurut Sedarmayanti (2011:202) kinerja adalah sarana untuk mendapatkan hasil lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam kerangka tujuan dan standar, dan persyaratan atribut yang di sepakati. Kinerja menurut Maier adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang di bebankan kepadanya. Sementara kinerja menurut Gilbert adalah apa yang dapat di kerjakan oleh seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya (Notoatmodjo, 2009:124). Kinerja menurut Robbins (2005:246) adalah “Effective and efficient work, wich also considers personel data such as measures of accidents, absence and tardinees”. Jadi keefektifan dan keefisienan kerja, dapat mempertimbangkan data pribadi seperti pengukuran dari kesalahan, kecelakaan, ketidak hadiran dan keterlambatan kerja.
Mathis dan Jackson (2002:78) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Kinerja menurut Gibson & Ivancevich (1997:251) adalah: “Degree of accomplishment of the task that make up an employee job”. Dengan demikian pada intinya kinerja adalah tingkat atau derajat penyelesaian tugas yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan pegawai. Sedangkan Bernandin, H. John dan Russell, Joyce E.A (1993:379) mengatakan kinerja sebagai ” Performance is the record of outcome produced on a specified job fuction or activity during a specified time period”, dimana menurut pengertian tersebut mengungkapkan bahwa kinerja sebagai hasil yang bersifat output yang dihasilkan selama periode tertentu. Ada enam kriteria utama yang dapat dinilai atas kinerja, yaitu : (1) kualitas. (2) Kuantitas, (3) ketepatan waktu (4) Efektifitas biaya (5) Kebutuhan pengawasan dan (6) Pengaruh interpersonal. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai oleh pegawai. Kinerja juga dapat dijabarkan sebagai prestasi kerja (performance), pencapaian kerja atau penampilan kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau kelompok kerja dari suatu organisasi yang dapat diukur secara kualitas dan kuantitas untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui kinerja pegawai, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Mathis dan Jackson (2002:78) menyatakan bahwa kinerja pegawai
adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: 1). Kuantitas output 2). Kualitas output 3). Jangka waktu output 4). Kehadiran di tempat kerja Menurut Gibson, James L, John. M. Invancevich dan James H. Donnelly, Jr (1997), ada tiga perangkat varibel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja, yaitu : 1). Variabel individual a. Kemampuan dan keterampilan : mental dan fisik b. Latar belakang : Keluarga dan tingkat sosial c. Demografis : Umur, asal usul, jenis kelamin. 2). Variabel organisasional a. Sumber daya b. Kepemimpianan c. Imbalan d. Struktur e. Desain pekerjaan 3). Variabel Psikologis a. Persepsi b. Sikap
c. Kepribadian d. Belajar e. Motivasi Sedangkan menurut Stoner (dalam Notoatmodjo, 2009:125) kinerja seorang pegawai di pengaruhi oleh motivasi, kemampuan, dan faktor persepsi. Baik Gibson maupun Stoner berpendapat bahwa motivasi adalah merupakan faktor sangat berpengaruh dalam kinerja seorang pegawai. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi jangan hanya bertumpu pada penekanan disiplin, akan tetapi seorang pimpinan bertanggung jawab dalam hal motivasi. Selanjutnya Fadel Muhamad (Walidun, 2011:104) mengemukakan bahwa kinerja birokrasi pemerintah termasuk kinerja pegawai terdiri dari dua komponen yaitu kinerja aksi dan kinerja hasil. Adapun kinerja aksi terkait dengan bagaimana pegawai membuat dan menyusun peran kerja sebelum melaksanakan tugas sesuai dengan tupoksinya di kantor. Sedangkan kinerja hasil yaitu berdasarkan pelaksanaan program kerja yang telah disusun sebelumnya, seperti melayani kepentingan masyarakat dalam pengurusan data dan informasi tentang kependudukan dan catatan sipil. Dalam penelitian ini kinerja pegawai diukur dengan penilaian yang diberikan oleh atasan langsung. Alasannya adalah agar didapatkan gambaran kinerja yang objektif yang mendekati nilai yang sebenarnya.
2.1.2 Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Kinerja Kebanyakan orang berpendapat bahwa gaji atau insentif adalah alat yang paling ampuh untuk meningkatkan motivasi kerja, dan selanjutnya dapat meningkatkan kinerja pegawai di suatu organisasiatau institusi. Pendapat tersebut mungkin benar atau mungkin salah. tapi seandainya benar ataupun salah, maka tidak selalu benar dan tidak selalu salah. Karena motivasi kerja terlalu banyak variabel penentunya, demikian juga kinerja pegawai di pengaruhi oleh banyak faktor. Namun dalam kenyataannya dari banyak penelitian membuktikan bahwa faktor gaji merupakan faktor yang dominan dalam mencapai kepuasan kerja (job statisfaction) bagi seorang pegawai yang pada akhirnya dapat menciptakan kinerja tinggi (Notoatmodjo, 2009:125). Memperbaiki gaji pegawai atau karyawan adalah merupakan salah satu cara atau upaya meningkatkan motivasi kerja yang akhirnya dapat meningkatkan kinerja mereka. Namun hal itu bukan merupakan satu-satunya cara, banyak hal yang dapat di tempuh oleh pimpinan organisasi dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai dalam rangka mencapai kinerja organisasi yang lebih baik, seperti pendapat Buchari Zainun (dalam Notoatmodjo, 2009:126) sebagai berikut: 1. Komunikasi Komunikasi organisasi bukan hanya antara atasan dan bawahan (vertikal) dalam menyampaikan perintah-perintah kerja, akan tetapi komunikasi di antara bawahan dengan bawahan itu sendiri (horizontal).
2. Orientasi Ada dua orientasi dalam meningkatkan kinerja, yakni orientasi kepada pegawai dan orientasi kepada pekerjaan atau tugas semata-mata. Dalam memotivasi kinerja, kedua orientasi ini jangan di pertentangkan, tetapi justru harus diseimbangkan. karena kalau terlalu berorintasi kepada pegawai, akan terjadi penyimpangan-penyimpangan dari ukuran-ukuran kinerja (tidak obyektif). Sebaliknya, apabila terlalu berorientasi kepada tugas atau pekerjaan, akan terjadi penghilangan aspek-aspek kemanusiaan dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan.
3. Pengawasan Pengawasan atau supervisi oleh atasan terhadap bawahan adalah alat untuk memotivasi kerja karyawan apabila caranya tepat. Apabila pengawasan atau supervisi di lakukan dengan cara marah-marah, justru akan melemahkan semangat kerja karyawan. Pengawasan atau supervisi yang baik adalah sambil melihat kinerja pegawai, atasan seyogyanya memberikan bimbingan, arahan, dan konsultasi terhadap tugas atau pekerjaan bawahannya. 4. Pengakuan Pengakuan berupa penghargaan dari pimpinan terhadap bawahannya merupakan dorongan semangat kerja. Penghargaan dalam suatu organisasi bukan hanya dalam bentuk materi saja tetapi juga dalam bentuk non materi
seperti surat penghargaan, pujian secara lisan, kunjungan atasan kepada bawahan secara informal dan sebagainya. Dari hasil penelitian yang ada, pengakuan dapat meningkatkan “rasa memiliki” (sense of belonging), dapat menimbulkan perasaan betapa pentingnya bawahan tersebut bagi organisasi (sense of importance), serta dapat menimbulkan “rasa berhasil” bagi yang bersangkutan (sense of achievment) yang selanjutnya akan meningkatkan kinerja bawahan. 5. Partisipasi Pimpinan suatu organisasi atau institusi adalah seorang demokrat yang yang baik. Tidak baik kalau setiap mengambil keputusan organisasi hanya berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan beberapa orang saja, lebihlebih hanya atas dasar kemauan diri sendiri saja. Setiap keputusan yang menyangkut pegawai atau bawahan, hendaknya melibatkan pegawai sebanyak mungkin. Partisipasi pegawai atau bawahan dalam pengambilan keputusan itu penting, karena para bawahan akan merasa memiliki tanggung jawab terhadap organisasi tersebut. 6. Kompetisi Kompetisi yang sehat perlu di kembangkan dalam organisasi. Melalui kompetisi ini setiap anggota organisasi akan berusaha memperbaiki kinerja atau prestasinya masing-masing. 7. Delegasi
Pelimpahan wewenang tertentu oleh atasan kepada bawahan di dalam suatu organisasi adalah bentuk kepercayaan yang di berikan kepada bawahan tertentu. Dengan di perolehnya kepercayaan dari atasan, seorang bawahan merasa mampu melaksanakan tugas yang di berikan, dan selanjutnya akan menimbulkan rasa percaya diri si bawahan. Dengan adanya rasa percaya diri ini akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi. 8. Integritas Suatu organisasi manapun pasti mempunyai visi, misi, dan tujuan serta strategi untuk mencapainya. Pimpinan organisasi berkewajiban untuk mengkoordinasikan, mengarahkan, dan sebagainya semua sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Kepentingan-kepentingan pribadi pimpinan dan bawahan harus di integrasikan guna mencapai tujuantujuan organisasi. Oleh sebab itu, pimpinan organisasi mempunyai kewajiban untuk menumbuhkan “integritas” yang tinggi pada bawahannya terhadap organisasi. Apabila semua anggota organisasi mempunyai integritas organisasi yang tinggi, maka akan mendorong kinerja semua anggota organisasi. Mangkunegara
(2002:67)
mengemukakan ada beberapa aspek
mempengaruhi prestasi kerja atau kinerja, yang antara lain sebagai berikut : a. Aspek kemampuan
yang
Kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi lahiriah dan kemampuan realitas atau skill. Maksudnya dengan memiliki tingkat IQ yang diatas rata-rata harapan akan prestasi kerja lebih memungkinkan dari seorang yang memiliki IQ rendah, tetapi harus diingat hal ini belum tentu realistis sebab ada yang memiliki IQ rendah tetapi dalam kapabilitas kerjanya lebih besar, sehingga faktor kemampuan lebih didasarkan pada kondisi yang kondusif dari seorang pegawai tersebut. Dan hal ini lebih dikenal dengan (the right man in the right place, the right man on the right job). b. Aspek motivasi Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Oleh karena itu sikap mental seorang pegawai hasrus memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikologis. Sementara itu McClelland (dalam Mangkunegara, 2002:68) mengemukakan bahwa motivasi pada dasarnya motifnya positif yang mengandung nilai atau hubungan pencapaian kinerja Pegawai. Nitisemito (1996:31) menegaskan dalam manajemen personalia bahwa faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kinerja seperti : a. Seleksi pagawai b. Mutasi c. Kompensasi d. Lingkungan kerja
2.2 Konsep Disiplin Kerja 2.2.1 Pengertian Disiplin kerja Disiplin kerja pada umumnya berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, luput dari kekhilafan dan kesalahan (Hasibuan, 2005:304305). Pengertian disiplin dalam arti umum adalah suatu sikap atau tindakan yang berusaha untuk mentaati peraturan yang ada. Disiplin juga merupakan upaya menanamkan sikap patuh dan taat pada peraturan dan memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar peraturan. Pengertian disiplin sendiri banyak dikemukakan oleh para ahli, diantaranya oleh Mathis and Jackson (2002:314)
“disiplin adalah bentuk pelatihan yang
menegakkan peraturan-peraturan organisasi”. Pendapat lain tentang disiplin oleh rivai (2004:30) yang mengemukakan bahwa : “disiplin adalah taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku”. Pengertian disiplin yang dikemukakan oleh Mcshane & Glinow (2004:480) yaitu: “Discipline is a tool that managers have relied upon to communicate to employee that they need to change a behavior”. Dari beberapa pengertian diatas, disiplin merupakan suatu tindakan agar aturan-aturan kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi dapat ditaati dan dilaksanakan oleh setiap pegawai. Selain itu disiplin merupakan sikap atau tingkah laku yang menggambarkan kepatuhan pada suatu aturan, seperti yang dikemukakan
oleh Robbins (2005:100), berpendapat bahwa “Discipline refers to a condition in organization where employees conduct themselves in accordance with the organization’s rules and standards of acceptable behavior”. Selanjutnya Robbins (2005:102-103) menyatakan “For simplicity’s sake, we have classified the most frequent violations into four categories : attendance, on-thejob behaviors, dishonesty, and outside activities”. Dapat dilihat pada Tabel 2.2.1 Tabel 2.2.1 Kategori disiplin Type of Problem Attendance
Infraction Tardines Unexcused absence Leaving without permission On-the-job behaviors Malicious destruction of organizational property Gross insubordination Carrying a concealed weapon Attacking another employee with intent to seriously harm Intoxicated on the job/substance abuse Sexually harassing another employee Failure to obey safety rules Defective work Sleeping on the job Failure to report accidents Loafing Gambling on the job Fighting Horseplay Dishonesty Stealing Deliberate falsification of employment record Clock-punching another’s timecard Concealing defective work Subversive activity Outside activities Unauthorized strike activity Outside criminal activity Wage garnishment Working for a competing company Sumber : Stephen P.Robbins (2005:103)
Attendance berkaitan dengan kehadiran pegawai di tempat kerja seperti: Keterlambatan, meninggalkan tempat kerja tanpa izin. On the job behaviors berkaitan dengan perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaan seperti: Melakukan pengrusakan aset kantor tempat bekerja, pembangkangan, membawa senjata tajam diam-diam, membahayakan pegawai yang lain dengan maksud menyerang, mabuk dalam melaksanakan pekerjaan, melakukan pelecehan seksual kepada pegawai yang lain, pekerjaan cacat, tidur di tempat kerja, malas, berjudi di tempat kerja dan berkelahi. Dishonesty berkaitan dengan kejujuran pegawai dalam melaksanakan pekerjaan seperti: Pencurian, memalsukan catatan pekerjaan dengan sengaja, dan outside activities berkaitan dengan kegiatan pegawai di luar pekerjaan seperti: Menyembunyikan pekerjaan cacat, mogok kerja, berbuat kriminal, memotong upah, dan bekerja untuk perusahan lain. Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu tingkah laku yang sesuai dengan aturan-aturan organisasi dan standar-standar perilaku yang dapat diterima. Disiplin kerja merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan oleh setiap organisasi. Disiplin harus ditegakkan dalam organisasi karena tanpa dukungan disiplin pegawai yang baik, sangat sulit bagi organisasi untuk mewujudkan tujuannya. Hal ini berarti pula bahwa disiplin merupakan salah satu kunci kerberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
2.2.2 Pendekatan Disiplin Disiplin tidak timbul dengan sendirinya tetapi disiplin harus dididik dan ditanamkan. Pegawai yang perlu dipengaruhi oleh sistem disiplin biasanya pegawai yang bermasalah, jika suatu organisasi gagal menghadapi perilaku pegawai yang bermasalah, efek negatif dapat terjadi kepada pegawai lainnya secara individu maupun kelompok kerja. Terdapat dua pendekatan disiplin, yaitu pendekatan disiplin positif dan pendekatan disiplin progresif (Mathis dan Jackson 2002:314-316). 1). Pendekatan disiplin positif Pendekatan disiplin positif dibangun berdasarkan filosofi bahwa pelanggaran merupakan tindakan yang biasanya dapat dikoreksi secara konstruktif tanpa perlu hukuman. Dalam pendekatan ini, fokusnya adalah pada penemuan fakta dan bimbingan untuk mendorong perilaku yang diharapkan, dan bukannya menggunakan hukuman (penalti) untuk mencegah perilaku yang tidak diharapkan. Berikut langkahlangkah dalam disiplin positif : (1). Konseling : Konseling bisa menjadi penting dalam proses pendisiplinan, karena memberikan kesempatan kepada para pimpinan untuk mengidentifikasikan gangguan perilaku kerja pegawainya dan mendiskusikan solusinya. Tujuan tahap ini adalah untuk meningkatkan kesadaran karyawan terhadap kebijakan dan peraturan organisasi.
(2). Dokumentasi tertulis : Jika perilaku pegawai tidak juga terkoreksi, maka pertemuan kedua dilakukan antara pimpinan dengan si pegawai. Jika tahap pertama dilakukan dengan lisan, maka tahap ini didokumentasikan dalam formulir tertulis. (3). Peringatan terakhir : Ketika si pegawai tidak juga mengikuti solusi tertulis yang dicatat dalam tahap kedua, maka pertemuan peringatan terakhir dilakukan. Dalam pertemuan ini si pegawai menekankan kepada pegawai pentingnya koreksi terhadap tindakan pegawai yang tidak tepat. (4). Pemberhentian : Jika si pegawai gagal mengikuti rencana kerja yang telah disusun dan terjadi masalah perilaku yang lebih buruk, maka si pimpinan akan memberhentikan si pegawai tersebut. Kekuatan pendekatan positif ini dalam disiplin adalah fokusnya pada pemecahan masalah, hal ini dikarenakan pegawai merupakan partisipan aktif selama proses tersebut. 2). Pendekatan disiplin progresif Disiplin progresif melembagakan sejumlah langkah membentuk perilaku pegawai dimana apabila terjadi pelanggaran pertama maka langkah yang harus di ambil oleh pimpinan adalah memberikan peringatan verbal, pelanggaran kedua dan ketiga dengan memberikan peringatan tertulis dan pelanggaran keempat langsung pada pemecatan. Seperti pada gambar berikut:
Pelanggaran pertama
Peringatan Verbal
Pelanggaran Kedua
Pelanggaran Ketiga
Peringatan Tertulis
Pelanggaran Keempat Skorsing
Sumber : Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2002: 316)
Gambar: 1 Pendekatan disiplin progresif Selanjutnya ditegaskan di dalam PP No.53 PHK tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), bahwa disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Hukuman disiplin adalah pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS dan/atau melanggar larangan ketentuan
yang tidak mentaati kewajiban
disiplin PNS, baik yang dilakukan di
dalam maupun diluar jam kerja. Jenis hukuman disiplin adalah sebagai berikut: 1. Hukuman Disiplin Ringan
a. teguran lisan. b. teguran tertulis. c. pernyataan tidak puas secara tertulis. 2. Hukuman Disiplin Sedang a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun. b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun. c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. 3. Hukuman Disiplin Berat a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun. b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. c. pembebasan dari jabatan. d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Jenis hukuman dinas untuk pelanggaran ketentuan jam kerja adalah ebagai berikut: 1. Hukuman Disiplin Ringan ( pasal 8 ): a. Teguran Lisan : tidak masuk selama 5 hari kerja. b. Teguran Tertulis : tidak masuk selama 6 s.d 10 hari kerja. c. Pernyataan tidak puas scr tertulis : tidak masuk selama 11 s.d 15 hari kerja. 2. Hukuman Disiplin Sedang ( pasal 9 ):
a. Penundaan KGB selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama 16 s.d 20 hari kerja. b. Penundaan kenaikan Pangkat selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama 21 s.d 25 hari kerja. c. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama 26 s.d 30 hari kerja. 3. Hukuman Disipliln Berat ( pasal 10 ): a. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 3 ( tiga ) tahun : tidak masuk selama 31 s.d 35 hari kerja. b. Pemindahan dalam rangka Penurunan jabatan setingkat lebih rendah : tidak masuk selama 36 s.d 40 hari kerja. c. Pembebasan dari jabatan strktural atau JFT : tidak masuk selama 41 s.d 45 hari kerja. d. Pemberhentian
dengan
hormat
tidak
atas
permintaan
sendiri
atau
pemberhentian tidak dengan hormat : tidak masuk selama 46 hari kerja atau lebih. Jenis hukuman disiplin untuk pelanggaran kampanye adalah sebagai berikut: 1. Bentuk Pelanggaran Kampanye : a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye. b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS.
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain. d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara. 2. Hukuman Disiplin Sedang ( pasal 12 ): a. memberikan dukungan kepada capres/Cawapres, DPR, DPD, atau DPRD, degan menjadi pelaksana/peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain. b. memberikan dukungan kepada capres/Cawapres dengan mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam
lingkungan unit
kerjanya,
anggota keluarga,
dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 13 huruf b. c. memberikan dukungan kepada calon anggota DPD atau calon Kepala /Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14. d. memberikan dukungan kepada calon Kepala /Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala/Wakil Kepala
Daerah
serta
mengadakan
kegiatan
yang
mengarah
kepada
keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,
seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d. 3. Hukuman Displin Berat (Pasal 13): a. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD atau DPRD dengan menjadi peserta dg menggunakan fasilitas negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf d. b. memberikan dukungan kepada capres/cawapres dengan cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 13 huruf a. c. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye
dan/atau
membuat
keputusan
dan/atau
tindakan
yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Adapun pejabat yang berhak menghukum adalah sebagai berikut: 1. Bupati ( pasal 20 ayat 1) Menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS Daerah : a. Sekretaris Daerah untuk semua jenis hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan berat.
b. JFT pada jenjang utama untuk semua jenis hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan berat. c. JFU pada golru IV/d dan IV/e semua jenis hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan berat huruf a, huruf d dan huruf e. d. Pejabat Struktural eselon II dan JFT jenjang Madya (IV/c) dan Penyelia (III/c dan III/d) untuk semua jenis hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan berat. e. JFU golru IV/a s.d IV/c untuk jenis hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan berat huruf a, huruf d dan huruf e. f. Pejabat struktural eselon III kebawah dan JFT jenjang muda dan Penyelia kebawah untuk semua jenis hukuman disiplin tingkat sedang dan berat. g. JFU golru III/d kebawah untuk jenis hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan berat huruf a, huruf d dan huruf e. 2. Sekretaris Daerah ( Pasal 20 ayat 2 ) Menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS Daerah : a. Pejabat struktural eselon II di lingkungannya, untuk jenis hukuman disiplin tingkat ringan. b. Pejabat struktural eselon III, JFT jenjang Muda ( III/c dan III/d kesehatan ) dan Penyelia (III/c dan III/d non kesehatan), dan JFU golru III/c dan III/d, untuk semua jenis hukuman disiplin ringan.
c. Pejabat struktural eselon IV, JFT jenjang Pertama ( gol IIIa atau III/b non guru ) dan Pelaksana Lanjutan ( III/a Kesehatan), dan JFU golru II/c s.d III/b untuk jenis hukuman disiplin tingkat sedang huruf a dan b. d. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan dilingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon III dan JFU golru III/c dan III/d, untuk semua jenis hukuman disiplin ringan. 3. Pejabat Eselon II Menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS Daerah b. Pejabat struktural eselon III, JFT jenjang Muda ( III/c dan III/d kesehatan ) dan Penyelia ( III/c dan III/d non kesehatan ), dan JFU golru III/c dan III/d, untuk jenis hukuman ringan. c. Pejabat struktural eselon IV, JFT jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan JFU golru II/c s.d III/b, untuk jenis hukuman disiplin sedang huruf a dan b. 4. Pejabat Eselon III Menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS Daerah a. Pejabat eselon IV, JFT jenjang Pertama ( gol IIIa atau III/b ) dan Pelaksana Lanjutan ( III/a kesehatan) , dan JFU golru II/c s.d III/b, untuk jenis hukuman disiplin ringan. b. Pejabat eselon V, JFT jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan JFU golru II/a dan II/b, untuk jenis hukuman disiplin sedang huruf a dan huruf b. 5. Pejabat Eselon IV
Menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS Daerah a. Pejabat struktural eselon V, JFT jenjang Pelaksana(II/a sd II/d) dan Pelaksana Pemula (II/a), dan JFU golru II/a dan II/b, untuk jenis hukuman disiplin ringan. b. JFU golru I/a s.d I/d, untuk HD tingkat sedang huruf a dan huruf b. Sanksi Bagi Pejabat Yang Tidak Menjatuhkan Hukuman Dinas (Pasal 21): a. Atasan Pejabat tersebut menjatuhkan sanksi kepada PNS yang melanggar hukuman dinas. b. Atasan Pejabat juga wajib menjatuhkan hukuman dinas kepada Pejabat yang berwenang menghukum. Hukuman dinas bagi pejabat yang tidak menjatuhkan sanksi sama dengan hukuman dinas bagi PNS yang melanggar. Para pemimpin hendaknya memastikan bahwa tindakan-tindakan disipliner yang diterapkan pada pegawai yang mempunyai perilaku yang kurang memuaskan atau pegawai yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan harus dipandang adil oleh pegawai. Hak dari seorang pemimpin dalam menerapkan disiplin kepada pegawai sebenarnya mempunyai jumlah yang terbatas disebabkan perlu adanya pertimbangan dan alasan yang tepat serta dengan perlakuan yang sewajarnya sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan pegawainya, oleh sebab itu maka merupakan suatu hal yang sangat penting untuk para pemimpin dari semua tingkatan untuk memahami prosedur disiplin yang berlaku pada organisasinya. Tindakan pendisiplinan untuk
memperbaiki perilaku pegawai harus berdasarkan alasan yang sangat adil. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil dalam proses pendisiplinan pegawai (gambar 2).
Employer
Estabilish
Communicate rules and goal
Assess behavior
rules and goal
Modify Undesirable behavior
Employee
Sumber : Ivancevich, John M (2001: 471) Gambar ; 2 Proses pendisiplinan karyawan Pada gambar 2 merupakan sebuah model proses pendisiplinan yang dapat digunakan untuk memperbaiki perilaku pegawai yang tidak dapat diterima. Para pemimpin organisasi/perusahaan menentukan tujuan dan aturan-aturan yang harus ditetapkan dan menyampaikannya kepada pegawai untuk ditaati. Langkah pertama dari proses pendisiplinan pegawai adalah menentukan aturan dalam bekerja dan perilaku pegawai yang diinginkan, peraturan ini dapat menunjukan penerimaan hasil kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal kedua yang cukup penting adalah pengkomunikasian peraturan terhadap seluruh pegawai dan berusaha keras agar pegawai dapat mematuhi peraturan tersebut. Langkah ketiga adalah perilaku pegawai kemudian dinilai, penilaian ini berhubungan dengan evaluasi kinerja yang dihasilkan pegawai dan yang terakhir adalah menjalankan dan menetapkan sanksi atau
memotivasi perubahan pegawai agar dapat memperbaiki perilakunya (Ivancevich, 2001 : 427). 2.3 Kerangka Pemikiran Disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Gorontalo Utara dimana sering terjadinya pelanggaran didiplin kerja pegawai pada saat jam kerja aktif, disamping itu pegawai masih kurang memahami dengan benar tentang tugas pokok dan fungsinya, sehingga hal ini bepengaruh terhadap kinerja pegawai dimana tingkat kuantitas dan kualitas kerja pegawai menurun. Dari latar belakang dan fenomena diatas, yang dikaitkan dengan masalah disiplin kerja, peneliti menduga terdapat hubungan disiplin kerja yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai Kantor Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Gorontalo Utara. Disiplin kerja pada umumnya berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, luput dari kekhilafan dan kesalahan. Pengertian disiplin dalam arti umum adalah suatu sikap atau tindakan yang berusaha untuk mentaati peraturan yang ada. Disiplin juga merupakan upaya menanamkan sikap patuh dan taat pada peraturan dan memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar peraturan. Pengertian disiplin sendiri banyak dikemukakan oleh para ahli, diantaranya “disiplin adalah bentuk pelatihan yang menegakan peraturan-peraturan perusahaan”.
Selain itu juga para ahli mengatakan kinerja sebagai ” Performance is the record of outcome produced on a specified job fuction or activity during a specified time period”, dimana menurut pengertian tersebut mengungkapkan bahwa kinerja sebagai hasil yang bersifat output yang dihasilkan selama periode tertentu. Adapun kriteria utama yang dapat dinilai atas kinerja: (1) disiplin kerja yang terdiri dari dua indikator yakni disiplin positif, maksudnya yang menjadi titik tolak ukur dalam displin positif sebagaimana yang diungkap oleh Mathis dan Jackson 2002:314-316 meliputi pendekatan disiplin positif seperti melakukan konseling, mendokumentasi pegawai yang kurang disiplin, memberi peringatan terakhir serta memberhentikan pegawai, sementara disiplin progresif, lebih merujuk pada pemberian peringatan kepada pegawai yang kurang disiplin mulai dari peringatan verbal peringatan tertulis dan pemberhentian langsung. (2) kinerja yang terdiri dari dua indikator yakni kinerja aksi lebih fokus pada kualitas kerja dan kehadiran di tempat kerja, sementara kinerja hasil lebih fokus pada kuantitas dan waktu kerja yang dimanfaatkan oleh pegawai dalam bekerja, dan bagannya dapat di lihat pada bagan berikut ini:
Disiplin kerja
Kinerja
- Disiplin Positif - Disiplin Progresif
- Kinerja Aksi - Kinerja Hasil
2.4. Hipotesis
Pelayanan publik dalam kependudukan dan catatan sipil
Atas dasar masalah tersebut diatas baik masalah pokok serta tujuan, maka berikut ini penulis merumuskan hipotesis kerja yang merupakan dugaan sementara atas permasalahan yang ada, yang tentunya dapat dibuktikan setelah penelitian lapangan nanti yaitu sebagai berikut; “Disiplin Kerja Berpengaruh Positif Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Gorontalo Utara ”.