BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kemampuan Mengenal Angka Kemampuan menurut Chaplin (1998:36) kemampuan merupakan tenaga (daya atau kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek (Romlah 1999:49). Hilgart (dalam Romalah, 1999:22) mengemukakan bahwa kemampuan merupakan pemahaman, kecenderungan yang kuat untuk memperhatikan dan mengenal serta melakukan beberapa kegiatan-kegiatan yang diamati seseorang. Kemampuan terdiri dari dua faktor yaitu : (1) Kemampuan intelektual, merupakan kemampuan dalam melakukan aktivitas secara mental, (2) kemampuan fisik, merupakan kemampuan dalam melakukan aktivitas berdasarkan kekuatan fisik dan karakter fisik. Menurut Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2000:67) “Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality. Artinya siswa yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang tinggi dan terampil akan lebih mudah mencapai hasil belajar yang maksimal. Sehingga para ahli berpendapat bahwa Kemampuan akan tumbuh apabila seseorang menyenangi sesuatu atau minat diawali dengan perasaan senang terhadap sesuatu atau minat di awali dengan perasaan senang terhadap seseuatu danmerupakan kekuatan yang menyebabkan timbulnya seseorang dalam meraih keinginan.
7
Sehingga peneliti berpendapat bahwa kemampuan merupakan suatu potensi dari seseorang dalam melaksanakan dan mengikuti kegiatan pembelajaran baik di sekolah maupun pada lembaga informal. Pengembangan kegiatan belajar di sekolah tidak lepas dari peran serta guru terhap kemampuan belajar siswa dalam menerima pendidikan serta bimbingan di sekolah. Setiap pendidik sangat menginginkan agar seorang anak memiliki kemampuan serta keinginan dalam mengembangkan kemampuan belajar siswa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan belajar siswa, yakni : Faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks. Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar. Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar siswa adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar. Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah. Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif. a. Perhatian Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek
didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya. Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja. b. Pengamatan Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran. Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya. c. Ingatan Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya. Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang
selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama. Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai. Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, halhal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar. sPendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan. d. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan
antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan. Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran
adalah
mengembangkan
kemampuan
ini,
dan
bukannya
melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep
kunci
yang
fungsional
akan
mendorong
subjek
didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. merumuskan kesimpulankesimpulannya secara mandiri. e. Motif Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya,
seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu. Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif. Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik
dapat
melihat
kemajuan-kemajuannya
sendiri.
Dan
sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain. (Agus, 2010) 2.2 Bermain Balok
Pada dasarnya anak suka akan permainan dan teka-teki, karena bermain memang merupakan dunia anak-anak muda (Turmudi, 2008:13) “Bermain-main bagi seseorang anak adalah sesuatu yang sangat penting. Sebab, melarangnya dari bermain-main seraya memaksanya untuk belajar terus-menerus dapat mematikan hatinya, mengganggu kecerdasannya, dan merusak irama hidupnya”. Pada anak-anak
akan lebih mudah mempelajari aritmetika dengan cara membagi-bagikan apel kepada anak-anak. Bermain dipandang sebagai kegiatan alamiah anak dalam mendapatkan pengalaman-pengalaman,
alat
menentukan
kreativitas,
serta
sarana
untuk
mengembangkan kecerdasan (Ismail, 2006:32). Bermain berarti berlatih, mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apapun yang dapat dilakukan untuk menstransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa. Menurut Sudono (2000:1) bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian
atau
memberikan
informasi,
memberi
kesenangan
maupun
mengembangkan imajinasi pada anak. Menurut Sally (bpkpenabur, 2007) bermain berarti anak itu sedang melakukan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya. Bermain tidak hanya menyenangkan bagi anak, tetapi juga mempunyai manfaat yang sangat besar bagi perkembangannya. Salah satunya adalah memperoleh pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak. Menurut Sujiono (2009:149) ada beberapa manfaat bermain di antaranya adalah mengembangkan daya khayal anak. Dengan berkhayal, penghayatan anak ketika bermain akan menjadi lebih bermakna. Contoh ketika anak sedang bermain dengan timbangan buatan, ia akan membayangkan sedang melakukan kegiatan menimbang seperti yang dilakukan oleh para pedagang di toko atau di pasar. Selain itu, dengan bermain secara tidak langsung anak telah mengembangkan kreativitas. Saat bermain anak seringkali menemukan pengalaman atau hal-hal baru. Hal-hal baru itu kemudian akan diaplikasikan di luar dunia bermainnya. Misal anak akan tahu bagaimana cara mengukur setelah bermain
dengan menggunakan penggaris buatan. Melalui kegiatan ini, anak juga dapat memuaskan rasa ingin tahunya terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Bermain
merupakan
salah
satu kegiatan
yang
paling
baik
untuk
mengembangkan kemampuan anak, karena dengan bermain anak akan merasa senang serta mempunyai manfaat yang sangat besar bagi perkembangannya. Beberapa fungsi bermain yakni: 1) Mempertahankan keseimbangan Kegiatan bermain dapat membantu penyaluran kelebihan tenaga. Setelah melakukan kegiatan bermain, anak memperoleh keseimbangan antara kegiatan dengan menggunakan kekuatan tenaga dan kegiatan yang memerlukan ketenangan, 2) Menghayati berbagai pengalaman yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari. Fungsi bermain sebagai sarana untuk menghayati kehidupan sehari-hari ini berguna untuk menumbuhkan kebiasaan pada anak, 3) Mengantisipasi peran yang akan dijalani di masa yang akan datang. Meskipun anak berpura-pura memerankan seorang ibu/ayah, perawat atau sopir truk, namun sebenarnya kegiatan tersebut merupakan untuk mempersiapkan anak melaksanakan peran tersebut kelak, 4) Menyempurnakan keterampilan-keterampilan yang dipelajari. Anak TK merupakan pribadi yang sedang tumbuh. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan geraknya, 5) Menyempurnakan keterampilan-keterampilan yang dipelajari.Anak TK merupakan pribadi yang sedang tumbuh. Dengan demikian anak selalu berusaha menggunakan kekuatan tubuhnya karena hal ini sejalan dengan pertumbuhan
geraknya,
6)
Menyempurnakan
keterampilan
memecahkan
masalah. Masalah yang dihadapi anak sehari-hari dapat bersifat masalah emosional
sosial maupun intelektual, 7) Meningkatkan keterampilan berhubungan dengan anak lain. Melalui kegiatan bermain anak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan keterampilan bergaulnya seperti bagaimana menghindari pertentangan dengan teman. Banyak permainan yang melibatkan matematika, jadi guru perlu meluangkan waktu untuk bermain dengan anak didiknya. Ide matematika dipelajari anak melalui permainan. Tentu saja permainan yang disajikan itu harus sesuai dengan perkembangan mental anak didik. Jika suatu konsep matematika disajikan melalui “bermain”, pengertian terhadap konsep tersebut diharapkan akan mantap, sebab belajar dengan cara tersebut merupakan cara belajar yang wajar, yakni sesuai dengan naluri anak, bahwasannya anak itu memang suka bemain. Proses belajar yang demikian merupakan proses psikologis, bukan suatu proses logis. Sederetan langkah yang rapih dan logis tidak menjamin bahwa metode itu terbaik untuk mempelajari sesuatu yang abstrak. Jadi pola-pola matematika itu tidak dipelajari anak melalui sederetan pengetahuan yang sudah ditentukan sebelumnnya sebagai suatu proses mekanis melainkan dengan melalui bermain, yakni anak didik mengkonstruksi pola-pola matematika. Permainan matematika adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran matematika baik pada aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Permainan matematika dapat membantu siswa untuk berlatih menghafal fakta dasar, menemukan operasi hitung dan meningkatkan keterampilan
berhitung,
penguatan
pemahaman,
meningkatkan
menemukan dan pemecahan masalah matematika (Ruseffendi, 2006:85).
kemampuan
Balok adalah permainan yang tidak asing lagi, karena saat dulu (1979) balok sudah ada dan dimainkan disekolah. Satuan-satuan balok memang diciptakan untuk ukuran tertentu, dalam porsi matematika. Balok adalah potongan-potongan kayu yang polos (tanpa di cat), sama tebalnya dan dengan panjang dua kali atau empat kali sama besarnya dengan satu unit balok. Sedikit berbentuk kurva, silinder dan setengah dari potongan-potingan balok juga di sediakan, tetapi semua dengan panjang yang sama yang sesuai dengan ukuran balok-balok dasar. (Diknas, 2003) Kusuma (2005:2) memandag bahwa balok sebagai alat bermain yang paling bermanfaat dan yang paling banyak di gunakan di tama kanak-kanak maupun lembaga pendidikan pra sekolah. Variasi ukuran, bentuk,warna dan berat balok menunjang pengalaman belajar anak usia dini. Menurut Kusuma (2005:3) balok memberi banyak kesempatan bagi anak-anak untuk berkembang dalam berbagai cara, nilai
dan
membangun
dengan
balok
meliputi
4
aspek
pengembangan yaitu: (1) fisik motorik : a) melalui bermain mengangkat, membawa balok, membungkuk untuk mengangkat balok, mendorong dan menarik balok-balok dari dalam rak, menyusun balok demi balok menjadi satu bangunan. Disini otot-otot besar dan kecil memperoleh latihan untuk berkembang. Selain itu juga melatih koordinasi tangan dan mata, b) anak anak belajar tentang seimbang dan simet ris melalui menyusun dan memancangkan dan menyeimbangkan balok-balok,
c)
anak-anak mengembangkan koordinasi motorik dengan memindahkan balok, d) anakanak mengerti hubungan obyek ruang melalui penempatan balok-balok; (2) perkembangan kognitif : a) anak-anak belajar mengenal warna, bentuk, jaraj,
proporsi, dan ukuran (berat, ringan, besar-kecil), b) anak-anak mengenal konsepkonsep matematika seperti lebih banyak-lebih sedikit, sama dan tidak sama, lebih besar-lebih kecil, konsep angka da bilangan serta sains, seperti menghitung, klasifikasi, prediksi, gravitasi dan stabilitasi, c) bahasa anak berkembang ketika mereka mendiskusikan bangunan mereka, d) membangun toko, rumah, airport, sekolah, kantor post, jaln tool dan satu kota , membantu aak-anak memahami keterampilan membuat peta; (3) perkembangan sosial : a) anak-anak belajar bekerja untuk menunggu giliran berbagai alat(sharing) dan menghargai hak-hak orang lain, c) melatih kekompakan dan bertoleransi serta melatih untuk rukun dengan teman, d) keberhasilan dalam menyelesaikan suatu bangunan dapat meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri anak-anak sekalipun bentuk bangunan yang di buat anak-anak masih belum baik, namun anak akan merasa puas dan banggkan hasil ciptaannya dlam hal itu mempunyai arti baginya; (4) perkembangan emosional : a) aktivitas dengan balok-balok merangsang berkembangnya daya fantasi dan memberi stimulasi pada imajinasi, keratifitas serta kesenangan anak, b) meningkatkan kemandiran anak ketika anak ingin membangun sendiri bangunan yang telah ia rancangkan sebelumnya, c) melatih kesabaran ketika anak membangun balok bersama-sama. Permainan balok merupakan salah satu bentuk permainan yang dapat di gunakan dalam kegiatan belajar di taman kanak-kanak. Menurut Ariyanto dan Erika (2006:1)
mengemukakan
bahwa
permaina
dapat
membantu
perkembangan
kepribadian dan emosi karena anak-anak mencoba melakukan berbagai peran,
menggunakan perasaan, menyatakan diri dalam suasana yang tidak mengancam, memperhatikan peran orang lain. Melalui permainan anak-anak biasa mematuhi aturan sekaligus menghargai orang lain. Bermain balok merupakan salah satu alat bermain konstruksi yang bermanfaat untuk anak. Tidak hanya untuk aspek kognitif, motoric, tetapi juga untuk meningkatkan kecerdasan emosi anak (EQ). Balok terdiri dari berbagai bentuk, ada yang segitiga, segiempat, lingkaran, dengan berbagai warna yang menarik. Balok dapat di mainkan sendiri oleh anak, maupun berkelompok dengan teman-temannya. Anak usia batita biasanya belum dapat menciptakan bentuk bangunan yang bermakna. Biasanya anak hanya menumpukkan baloknya saja. Karena pada tahap ini, anak berada dalam tahap perkembangan sensor-motoriknya. Untuk anak di atas usia batita, mereka sudah dapat menciptkan bentuk yang seperti bangunan, jembatan, dan sebagainya. Dalam formulasi lain Montalalu (2005:22) berpandangan bahwa: permainan dapat memperluas interaksi sosial dan mengembangkan keterampilan sosial, yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup bersama, mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum, selain itu permainan akan meningkatkan perkembangan fisik, koordinasi tubuh dan mengembangkan serta memperhalus keterampila motorik kasar dan halus. Dengan bermain balok anak lebih mudah mengenal konsep mengenai: 1) Mengshitung jumlah, 2) Lebih dan kurang (lebih panjangpendek, dua lebih banyak dari satu, setengah lebih dari satu), 3) bentuk-bentuk geometri (kubus, persegi
panjang, segitiga, silinder), 4) mengklasifikasikan, 5) Memadukan balok dalam ukuran yang berbeda, 6) Mengenali pola dalam mengenalkan konsep. Jika di cermati bahwa pada saat bermain balok anak-anak bebas mengeluarkan dan mengembangkan imajinasi serta keinginanya untuk menemukan agar dapat bermain dengan kreatif. Di taman kanak-kanak biasanya di sediakan beberapa set dan jenis balok, seperti balok-balok ukuran besar, ukuran kecil dan balok yang dapat di mainkan di meja (table blocks). Peneliti berpendapat bahwa bermain balok merupakan salah satu kegiatan atau alat bermain yang dapat bermanfaat bagi anak dalam mengenal konsep berhitung serta meningkatkan kecerdasan emosi anak serta dapat merangsang aktivitas belajar anak khususnya taman kanak-kanak. 2.2.1 Tahap-Tahap Bermain Balok Menurut Apelman (dalam Momtolalu 2005:4) tahap-tahap yang di lalui aak dalam bermain balok yakni : (1) tahap pertama, balok-balok di bawa anak-anak kemana-mana, tetapi tidak di gunakan untuk membangun sesuatu. Tahap ini di lakukan anak-anak usia 1-2 tahun; (2) tahap kedua, anak-anak mulai membangun . balok-balok di jejerkan secara horizontal maupun vertikal yang di lakukan secara berulang-ulang (usia 2atau 3 tahun); (3) tahap ketiga, membangunan jembatan (usia 3 tahun); (4) tahap empat, membuat pagar untuk memagari suatu ruangan (usia 2,3 atau 4 tahun); (5) tahap ke lima, membangun bentuk-bentuk yang dekoratif. Bangunan
belum di beri nama, tetapi bentuk-bentuk simetri sudah tampak. Kadang-skadang ada juga nama yang di berikan, namun tidak ada hubungannya dengan fungsi bangunan tersebut (usia 4 tahun); (6) tahap ke enam, sudah menberi nama pada bangunan. Khususnya untuk permainan dramatisasi bebas (usia 4-6 tahun); (7) tahap ke tujuh, bangunan-bangunan yang di buat anak-anak sering menirukan atau melambangkan bangunan yang sebenarnya yang mereka ketahui. Anak-anak mempunyai dorongan yang kuat untuk bermain peran (dramatisasi) dengan bangunan yang di buatrnya (usia 5 tahun keatas). (Nining, 2008:12). Beberapa penggolongan kegiatan bermain Balok di TK a. Penggolongan kegiatan bermain sesuai dengan dimensi perkembangan sosial anak. penggolongan kegiatan bermain sesuai dengan dimensi perkembangan sosial anak dala bentuk : 1). Bermain secara soliter, 2). Bermain secara paralel, 3). Bermain asosiatif, 4). Bermain secara kooperatif b. Kegiatan bermain berdasarkan pada kegemaran anak yaitu bermain bebas dan spontan : 1). Bermain bebas dan spontan, 2). Bermain purapura, 3). Bermain dengan cara membangun atau menyusun 2.2.2 Manfaat Bermain Balok Permainan menyusun balok mempunyai manfaat sebagai berikut:
1) Belajar mengenal konseDalam bermain susn balok, akan di temukan berbagai konsep, seperti warna, bentuk, ukuran dan keseimbangan. Orang tua bisa mengenalkan konsep-konsep tersebut saat anak bermain balok. 2) Belajar mengembangkan imajinasi Untuk membangun sesuatu tentunya diperlukan kemampuan anak dalam berimajinasi. Imajinasi yang dituangkan dalam karya mengasah kreativitas anak dalam menciptakan beragam bentuk. 3) Melatih kesabaran Dalam menyusun balok satu demi satu agar terbentuk suatu bangunan seperti dalam imajinasinya, tentu anak memerlukan kesabaran. Berati ia melatih dirinya sendiri untuk melakukan proses dari awal sampai akhir demi mencapai sesuatu, ia berlatih untuk menyelesaikan pekerjaannya. 4) Secara sosial anak mau berbagi Ketika bermain susunan balok bersama teman, anak berlatih untuk berbagi. Misalnya, jika si teman kekuranga balok tertentu, anak di minta untuk mau membagi balok yang dibutuhkan. Perlaahan tapi pasti, anak juga belajar untuk tidak saling berebut saat bermain. 5) Mengembangkan rasa percaya diri anakKetika anak bermain susun balok dan bisa membuat bangunan, tentu anak akan merasa puas dan gembira. Pencapaian ini akan menumbuhkan rasa percaya diri akan kemampuannya 6) Perlu dampingan
Agar permainan ini terasa manfaatnya, Lara (dalam Yulia, 2007:2) mengingatkan, orang tua perlu mendampingi anak tetapi jangan mudah memberikan bantuan. Bantuan yang di berikan pada anak hanya untuk memfasilitasi dan orang tua maupun guru perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk berkreasi sehingga dapat menyusun balok sesuai dengan yang diharapkan. (Felicia, 2010) Adapun manfaat bermain balok antar lain : 1) Meningkatkan kemampuan motoric kasar dan halus anak, 2) Mengenalkan konsep dasar matematika yaitu mengenalkan konsep berat dan ringan, panjang-pendek, besar-kecil, tinggi rendah, dan belajar mengelompokkan benda berdasarkan bentuk dan warna seta mengenalkan konsep arah kiri-kanan, atas-bawah, 3) Merangsang kreatifitas dan imajinasi anak, 4) Mengembangkan keterampilan bahasa anak(karena anak memberikan label yang dilihatnya), 5) Bila bermain dengan temannya, permainan ini dapat melatih kepemimpinan, inisiatf, perencanaan, mengemukakan pendapat dan kemampuan mengarahkan orang lain. (Yudhistira, 2012) 2.3 Bermain Balok Dan Kemampuan Mengenal Angka Pada dasarnya, bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak secara berulangulang, semata-mata demi kesenangan dan tidak ada tujuan atau sasaran akhir yang di capainya. Keinginan bermain yag dilakukan oleh anak, dapat dengan menggunakan alat ataupun tanpa alat permainan, dilakukan dimana saja dan kapan saja. Moeslihatoen (2004:97) menyatakan bermain sebagai bentuk kegiatan di Tk yang kreatif dan menyenangkan. Dengan demikian anak didik tidak canggung lagi
menghadapi cara pembelajaran di jenjang pendididkan berikutnya. Bermain tidak hanya menyenangkan bagi anak, tetapi juga mempunyai manfaat yang sangat besar bagi perkembanganya. Salah satunya adalah memperoleh pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak. Belajar akan lebih menyenangkan jika dilakukan dalam bentuk permainan (Saleh, 2009:17), seorang pendidik bisa saja menyampaikan suatu materi pelajaran matematika kepada anak dalam bentuk permainan, hal ini di maksudkan agar pelajaran matematika akan lebih menyenangkan dan anak akan merasa santai dan rileks dalam pembelajaran. Salah satu isu yang diangkat oleh Turmudi (2008:33) adalah hadirnya game dan puzzle serta permainan balok sebagai pendekatan dalam pembelajaran matematika. Umumnya ketiga hal tersebut disenangi oleh anak dengan mengundang anak untuk bersenang-senang dalam belajar matematika, terutama dalam mengenalkan konsep angka. Berkenaan dengan pemecahan masalah matematika penggunaan game turut menjadi tujuan yang di usulkan NCTM yang dapat mendorong anak untuk lebih percaya diri dalam kemampuan memahami angka seperti yang dikutip oleh Turmudi (2008:22). Bermain balok merupakan salah satu alat bermain konstruktif yang dapat bermanfaat untuk anak, tidak hanya untuk aspek kognitif, motorik, tetapi juga untuk meningkatkan kecerdasan emosi anak (EQ). Selain itu tenaga pendidik harus mempersiapkan mental terlebih dahulu serta alat yang akan digunakan dalam proses pembelajarann nantinya.
Dengan di terapkannya ataupun diadakannya tehnik bermain balok pada anak maka akan lebih memudahkan anak didalam mengenal konsep tentang berhitung angka/jumlah, mengenal bentuk-bentuk geometri, memadukan balok dalam ukuran yang berbeda seta mengenali pola dalam mengenalkan konsep. Jadi dengan demikian antara pengaruh bermain balok dengan kemampuan mengenal angka sangat berhubungan erat karena denagn adanya metode bermain balok ini akan mengasah kemampuan berpikir anak, memotivasi anak untuk mau belajar dan berpikir kreatif. 2.4 Penelitain Yang Relevan Dari hasil penelitian Ninies Koem (2008) menunjukkan bahwa dengan adanya tehnik bermain balok Cruissenaire dapat di tingkaktkan dan dinyatakan berhasil. Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nining Y Karim (2008) yang berrupa penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “ Mengembangkan Kecerdasan Visual Spasial Melalui Permainan Balok Kelompok B Di Tk Idhata 11 Kecamatan Batudaa”, Menunjukkan bahwa model permainan balok sangat tepat untuk meningkatkan kecerdasan spasial anak dalam hal ini mengenal balok. Sebagai kesimpulannya bahwa metode bermain balok dapat mengembangkan dan meningkatkan kompotensi anak.
2.5 Kerangka Berpikir Kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu interaksi antara guru dengan anak. Jika interaksi anak dengan guru tidak berjalan dengan baik, smaka perlu di adakan inovasi dalam pembelajaran misalnya penggunaan tehnik pembelajaran yang kreatif dan inovatif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.Tanpa adanya tehnik pembelajaran yang inovatif, maka proses belajar di kelas akan saangat membosankan bagi anak. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu di adakan suatu penelitian tentang suatu metode yang di harapkan dapat memberikan pengaruh pada kemampuan mengenal angka 1-10. Metode yang di tawarkan ataupun dapat direkomondasikan adalah metode bermain balok. Permainan balok merupakan salah satu bentuk alat bermain konstruksi yang bermanfaat untuk anak serta memberi banyak kesempatan bagi anak untuk berkembang dalam berbagai cara (Kusuma, 2005:2-3). Dengan bermain balok anak akan lebih mudah mengenal konsep matematika dalam hal ini dapat menghitung jumlah, lebih dan kurang, bentuk-bentuk geometri, pengenalan konsep serta dapat meningkatkan kecerdasan emosi anak (EQ).
Metode bermain balok ditujukan untuk merangsang seluruh kecerdasan dan kemampuan anak, salah satunya adalah kecerdasan kognitif yang dalam hal ini adalah kemampuan mengenal angka. Metode bermain balok ini sangat penting, dimana kemampuan ini dapat membantu anak dalam proses pembelajaran baik pada aspek kognitif, afektif maupun psokomotorik. Agar kecerdasan ataupun kemampuan ini dapat berkembang secara optimal, maka pendidik perlu meluangkan waktu untuk bermain dengan anak didiknya. Akan tetapi permainan yang disajikan harus sesuai dengan perkembangan mental anak. Seorang pendidik perlu menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan anak mengembangkan daya imajinasi mereka seperti: alat permainan konstruktif seperti balok-balok bentuk geometri dengan berbagai warna, ukuran, dll. Berdasarkan penjelasan diatas, diharapkan dengan diterapkannya metode bermain balok dapat mencapai ataupun meningkatkan kemampuan mengenal angka pada anak usia 4-5 tahun. Pengaruh Bermain Balok Terhadap Kemampuan Mengenal Angka 1-10 Pada Anak Usia 4-5 Tahun Kelompok A. Indikator
Bermain Balok
Mengurutkan balok bagi dari angka terkecil hingga terbesar Menyusun dengan baik angka 1 sampai dengan 10 secara benar Membimbing anak dalam pembelajaran
Hasil Mampu membedakan 1-10 Kemampuan menuliskan angka 110 Kemampuan menunjukan angka 110 dengan benar
Kemampuan Mengenal Konsep Angka
2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teoritis di atas maka hipotesis penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh bermain balok terhadap kemampuan mengenal angka 1-10 pada anak usia 4-5 tahun kelompok A di TK Matuari Jaya Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo”.