BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Hakikat Pemahaman Dalam Pembelajaran PKn 2.1.1. Pengertian Pemahaman Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami (Ratu Aprilia Senja, 2008 : 607-608). Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti : (1) mengerti benar (akan); mengetahui benar, (2) memaklumi. Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman, artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham) (Depdikbud, 1994: 74). Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya paham dan pengetahuan banyak. Menurut
Mulyasa,
(2007:
80) mendefiniskan
“Pemahaman adalah
kemampuan untuk memahami ide-ide yang diekspresikan dengan kata-kata atau bunyi atau simbol, serta kemampuan untuk bernalar”. Selanjutnya Bloom (dalam Uzer, 2006: 35) menjelaskan pemahaman mengacu pada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah.
7
8
Nurkancana, (2007: 182) mengemukakan bahwa pemahaman adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima sesuatu dari luar. Pengertian pemahaman tersebut mengandung arti bahwa pemahaman melibatkan unsur batin atau jiwa seseorang yang mencerminkan keinginan untuk melakukan sesuatu aktifitas.Pada dasarnya semua orang dapat melakukan perbuatan belajar. Namun tidak semua orang berhasil dengan baik di dalam belajar. Pemahaman yang baik merupakan gambaran prestasi belajar yang tinggi dari seseorang. Pada umumnya semua orang yang belajar menginginkan untuk mendapatkan Pemahaman yang memuaskan. Sudah barang tentu ini memerlukan usaha yang ulet dan sungguh-sungguh. Menurut Bloom, (2011: 33) pemahaman dibagi atas 3 domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif meliputi tujuan- tujuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Domain afektif mencakup tujuan- tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi. Domain psikomotor meliputi tujuan- tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual dan motorik. Dimyanti (2008: 18) mengemukakan bahwa pemahaman adalah suatu yang sangat penting bagi seseorang untuk melakukan suatu aktifitas. Menurut Benyamin (2009: 34) pemahaman (Comprehension) diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.
9
Pemahaman adalah hasil perubahan tingkah laku seseorang siswa setelah memperoleh pelajaran. Pemahaman biasanya digambarkan dengan nilai angka atau huruf. Dalam hubungan ini, Hamalik (2003: 56) mengemukakan bahwa Pemahaman seseorang merupakan perilaku yang dapat diukur, Pemahaman menunjukan kepada individu sebagai pelakunya, Pemahaman dapat dievaluasi dengan menggunakan standar tertentu baik berdasarkan kelompok atau norma yang telah ditetapkan. Pemahaman menunjukan pola hasil kegiatan yang dilakukan secara sengaja dan sadar. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dikemukakan bahwa hakikat pemahaman lebih dititik beratkan pada kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan serta menyatakan kembali sesuatu pengetahuan kedalam kata- kata baru sesuai dengan caranya sendiri. Pada dasarnya semua orang dapat melakukan perbuatan belajar. Namun tidak semua orang berhasil dengan baik di dalam belajar. Pemahaman yang baik merupakan gambaran prestasi belajar yang tinggi dari seseorang. Pada umumnya semua orang yang belajar menginginkan untuk mendapatkan Pemahaman yang memuaskan. Sudah barang tentu ini memerlukan usaha yang ulet dan sungguhsungguh. Pemahaman adalah hasil perubahan tingkah laku seseorang siswa setelah memperoleh pelajaran. Pemahaman biasanya digambarkan dengan nilai angka atau huruf. Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri disituasi atau dunia
10
orang lain. Mengalami kembali situasi yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain. Pemahaman (comprehension), kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Menurut Bloom pemahaman adalah “Here we are using the tern “comprehension“ to include those objectives, behaviors, or responses which represent an understanding of the literal message contained in a communication.“ Artinya : Disini menggunakan pengertian pemahaman mencakup tujuan, tingkah laku, atau tanggapan mencerminkan sesuatu pemahaman pesan tertulis yang termuat dalam satu komunikasi. (Bloom, 1975: 89). Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996: 245). W.S Winkel mengambil dari taksonmi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom membagi kedalam 3 kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi. Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan (Nana Sudjana, 1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu : (1) tingkat terendah adalah
11
pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi. Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemempuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya. Pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu : (1) menerjemahkan pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata –kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan, (2) menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, (3) mengektrapolasi (Extrapolation), yaitu menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi. (Sudjana, 1992: 24) Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 115) pemahaman (comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Menurut Nana Sudjana (1992: 24) pemahaman
12
dapat dibedakan dalam tiga kategori antara lain : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ektrapolasi. Menurut Sumartono (2007: 81) bahwa “Pemahaman atau prestasi belajar adalah suatu nilai yang menunjukan hasil tertinggi dalam belajar, yang dicapai menurut kemampuan anak dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu”. Menurut Bloom dkk (2012: 116. http://tentang.word.press.com) membagi tiga ranah/domain perilaku yang dapat dijadikan acuan untuk merumuskan tujuan pengajaran dan untuk mengembangkan intrumen penilaiannya. Tiga ranah/domain perilaku itu diantaranya: A. Rana Kognitif Menurut Benyamin Bloom dalam konsep dan makna pembelajaran (2008: 34) dinyatakan Rana kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang terdiri dari: ingatan (C-1), pemahaman ((C-2), aplikasi (C-3), analisa (C-4), sintesa (C-5), dan evaluasi (C-6). Menurut Wahyudin. dkk (2006: 30) perilaku kognitif merupakan perilaku siswa dalam upaya mengenal dan memahami materi pelajaran. Secara hierarkis, perilaku kognitif mencangkup enam tahapan kemampuan yakni: pengetahuan
13
(knowlerge), pemahaman (comprehencion), penerapan (application), analisis (analyisis), sintesis (sinhtesis), dan evaluasi (evaluation). Di bawah ini adalah paparan ke enam tahapan kemampuan yaitu pengetahuan/knowlerge (C-1) merupakan kemampuan pengetahuan jenjang yang paling rendah dalam rana kognitif. Kemampuan pengetahuan merupakan kemampuan siswa untuk mengingat atau menghafal sesuatu yang pernah dipelajari sebelumnya. Yang ditentukan disini adalah pengenalan kembali terhadap sesuatu berupa: fakta, istila, prinsip, teori, proses, dan pola struktur. Kata kerja operasional yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan ini, diantaranya adalah menyebutkan, medefinisikan, melukiskan, mencocokan, mengidentifikasikan, member nama, membuat garis besar, dan menyatakan kembali. Pemahaman/comprehension (C-2), jenjang kemampuan ini menunjukan kepada kemampuan berpikir siswa untuk memahami bahan-bahan atau materi yang dipelajari.
Dengan
kemampuan
ini
siswa
mampu
menterjemahkan
dan
mengorganisasikan bahan-bahan yang diterima kedalam bahasa sendiri. Kata-kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan ini, diantaranya adalah merumuskan dengan kata-kata sendiri, mengubah, menyatakan secara luas, member contoh, memperkirakan, membedakan, mengubah dan menarik kesimpulan. Penerapan/applyication
(C-3),
kemampuan
penerapan,
merupakan
kemampuan untuk mengunakan teori-teori, prinsip-prinsip, rumus-rumus dan abstraksi-abstraksi dalam situasi tertentu atau dalam situasi yang kongkrit. Kata-kata kerja yang dapat digunakan untuk kemampuan ini, diantaranya adalah menghitung,
14
menggunakan,
mengapresiasikan,
mendemonstrasikan,
membuat
modifikasi,
menghubungkan, memecahkan dan menghasilkan. Analisis/analyisis (C-4), adalah kemampuan untuk menguraikan sutu keseluruhan atau suatu system hubungan kedalam unsure-unsur yang membentuknya, mengidentifikasi
hubungan
antar
unsure-unsur
dan
cara
unsure-unsur
itu
diorganisasikan. Kata-kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan ini, diantaranya adalah menguraikan, mengkategorikan, merinci, memilih, memisahmisahkan, membuat diagram, menggambarkan, membuat skema dan membedabedakan. Sintesis/synthesis merupakan kemampuan siswa untuk memadukan atau menyatukan bagian-bagian atau unsure-unsur secara logis menjadi suatu peta struktur yang menunjukan keseluruhan. Kata-kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan ini, diantaranya adalah menggabungkan, menghimpun, menyusun,
mengorganisasikan,
merancang,
menyusun
kembali,
merefisi,
menceritakan, dan membuat modifikasi. Evaluasi/evaluation (C-6) merupakan jenjang kemampuan kognitif yang paling kompleks, menunjukan pada kemampuan siswa untuk mempertimbangkan sutu ide, situasi, nilai-nilai, metode berdasarkan suatu aturan/criteria tertentu. B. Ranah Afektif Ranah afektif adalah kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, sikap, emosi, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Benyamin Bloom (2008: 34) mendeinisikan rana aektif adalah mencangkup kemampuan-kemampuan
15
emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan yaitu: a) kemampuan untuk ingin memperhatikan sesuatu hal, b) kemampuan untuk turut serta atau terlibat dalam sesuatu hal, c) kemampuan untuk menerima nilai dan terikat kepadanya, d) kemampuan untuk memiliki sistim nilai dalam dirinya, e) kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistim nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya. C. Ranah Psikomotirik Benyamin Bloom (2008: 35) mendefinisikan ranah psikomotirik adalah kemampuan melakukan pekerjaan dengan anggota badan (berkaitan dengan gerak fisik) yang termasuk ranah psikomotik adalah gerak fisik, koordinasi, dan kemampuan menggunakan area gerak motorik. Perkembangan dari kemampuan ini adalah menganjurkan latihan dan menekankan pada taha-tahap diantaranya adalah kecepatan, frekuensi, jarak, prosedur atau yang terkait dalam latihan. 2.1.2 Pengertian Pembelajaran Menurut Hasan, (2004: 84) belajar adalah suatu aktivitas mental/pisikis, yang berlangsung dalam interaksi degan perubahaan-perubahaan
linkungan
yang
menghasilkan
dalam pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap”.
Sedangkan menurut Hamalik (2003: 21) “ Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahaan pada diri seseorang yang dinyatakan dengan cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan-latihan. Menurut Gagne dkk (2002: 3) „Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian
16
peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003. BAB I Pasal Ayat 20). Sejalan dengan beberapa pengertian diatas maka belajar dapat diartikan sebagai perubahaan tingkah laku, pengetahuan dan sikap pada keperibadian seseorang melalui latihan dan pengalaman yang dapat diobservasi maupun tidak, yang dapat dilaukan dengan membandingkan tingkah lakuh seseorang sebelum dan sesudah mengalami peristiwa belajar. Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan makhluk hadup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu , berubah tingkah laku atau tanggapa yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo, (2003: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan
sehingga
memungkinkan
dia
belajar
untuk
melakukan
atau
mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan uang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo,1993: 120) Pasal I Undang- undang No. 20 tahun 2003 tantang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
17
Berdasarkan definisi dari beberapa para ahli di atas mengenai pembelajaran, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.
2.1.3. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin, (2004: 179) Cooperative learning adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil tempat siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok. Dari pengertian tersebut tersirat tiga karakteristik cooperative learning, yaitu kelompok kecil, belajar/bekerja sama, dan pengalaman belajar. Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif terjadi pencapaian tujuan secara bersama-sama yang sifatnya merata dan menguntungkan setiap anggota kelomponya. Pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam proses pembelajaran yang memungkinkan kerja sama dalam menuntaskan permasalahan. Karuru (2004: 232) Sehubungan denga pengertian tersebut Slavin, (2004: 180) menyatakan bahwa Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 (empat) sampai 6 (enam) orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula keberhasilan belajar dari kelompok tergantung
18
pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok baik secara individual maupun secara kelompok. Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam sruktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggoita kelompok itu sendiri. Cooperative Learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Slavin, (2004: 181) Salah satu model-model pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif, yang kegiatan belajar mengajarnya dalam kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pemgalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Mengenai pembelajaran kooperatif adalah ada beberapa pengertian, yaitu menurut Karuru (2004: 232) “Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dalam kumpulan 4 (Empat) orang, dimana murid-murid bekerja sama, membantu sesama untuk memenuhi kehendak tugas individu dan kelompok. Semua anggota dalam kelompok saling bergantung antara satu sama lain untuk mencapai keberhasilan dalampembelajaran”. Semua anggota perlu
menyadari bahwa mereka merupakan
bagian dari
kelompok tersebut. Tujuan mereka adalah sama yaitu keberhasilan. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa berpikir positif, menghargai dan menghormati sesama angora dalam kelompoknya. Sejalan dengan itu menurut Tarigan, (2008: 28) bahwa“
19
Pembelajaran kooperatif pada dasarnya merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang lebih mengutamakan aktivitas siswa dimana siswa belajar bersama dalam bentuk kelompok kecil untuk mempelajari materi dan mengerjakan tugas serta setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan anggota kelompoknya”. 2.1.4. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 2005: 42) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Sumartono. (2007: 31) Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut; a) Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya. b) Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran, c) Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu, d) Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap
20
peningkatan skor rata-rata kelompok, e) Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan pengghargaan. Dengan pemilihan metode yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya pembelajaran kooperatif tipe stad dapat memaksimalkan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Menurut Tarigan, (2008: 28) Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. STAD (Student Teams Achievment Division) dikembangkan oleh Robert Selvin (dalam Slavin, 2005: 42), dan merupakan belajar kooperatif yang paling sederhana. Guru menggunakan stad, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan persentase verbal tau teks.
Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi
beberapa kelompk dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok harus heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemapuan tinggi dan rendah. Anggota tim menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan
kemudian
saaling membantu satu sama lain
materi pelajaran dan
untuk memahami bahan pelajaran
21
melalui tutorial, kuis, satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara individu setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan setiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu. Suatu minggu pada suatu lembaran penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai perkembangan tertinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembaran itu. 2.1.5. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperati Tipe STAD Mengajar hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seorang yang telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru. Pada setiap pembelajaran tentunya selalu memiliki kelebihan maupun kekurangan dalam tataran implementasi. Adapun kelebihan
yang dimiliki
pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut: Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi normanorma kelompok.Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. 1) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. 2) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
22
a) Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD menurut Davidson (dalam Nurasma, 2006: 26): 1. Meningkatkan kecakapan individu 2. Meningkatkan kecakapan kelompok 3. Meningkatkan komitmen 4. Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya 5. Tidak bersifat kompetitif 6. Tidak memiliki rasa dendam b) Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD menurut Slavin (dalam Nurasma 2006: 27 ) yaitu: 1. Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang 2. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan. Selain keunggulan yang telah diuraikan di atas pembelajaran kooperatif tipe Stad juga memiliki kekurangan-kekurangan sebagai berikut: 1) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum. 2) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif. 3) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif. 4) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
23
Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih dapat diatasi atau diminimalkan. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. 2.1.6. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Materi Keutuhan NKRI Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu guru memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya,
serta
kualitas
belajarnya.
Hal
ini
menuntut
perubahan
dalam
pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelolah proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelolah proses belajar mengajar, bertindak selaku fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sehingga memungkinkan proses belajar mengajar, mengembangkan bahan pengajaran yang baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau belajar
24
karena memang siswalah objek utama dalam belajar. Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sedikitnya ada lima jenis variabel yang menentukan keberhasilan belajar siswa yaitu : (1) melibatkan siswa secara aktif, (2) menarik minat dan perhatian siswa, (3) membangkitkan motivasi siswa, (4) prinsip individualitas, dan (5) peragaan dalam pengajaran. dalam Muhamad Nur dkk, 2000: 31-35) Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar. Dengan demikian, aktifitas siswa sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswalah seharusnya banyak aktif. Dengan melihat bahwa aktifitas siswa sangat dibutuhkan, maka tentunya hal harus didukung oleh adanya minat dari siswa itu sendiri dalam belajar. Untuk itu dalam meningkatkan Pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn perlu adanya usaha-usaha sebagai berikut : (1) memberikan motivasi belajar kepada anak, (2) menggunakan metode belajar mengajar yang bervariasi, (3) meningkatkan kerjasama orang tua dan guru. Mulyasa, (2008:14) Model pembelajaran yang dapat dipahami guru agar dapat melaksanakan pemelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran PKn pada materi keutuhan NKRI adalah model yang relevan dengan materi yang akan diajarkan. Dalam penerapannya, model penbelajaranharus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda. Mulyasa, (2008:14) Menurut Wina, (2008: 241) Salah satu model pembelajaran adalah STAD (Student Team Achiement Division). Inti dari STAD pada pembelajaran materi sisten pemerintahan pusat adalah guru menyampikan materi, kemudian para siswa
25
bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru, setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru, pra siswa kemudan diberi kuis/tes secara individu oleh guru. Skor hasil kuis atau tes tersebut disamping untuk menentukan skor individu juga digunakan untuk menentukan skor kelompoknya. Slavin (dalam Wina, 2008: 242) mengemukakan dua alasan bahwa :pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki pembelajaran selama ini. Pertama beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar, berfikir,
memecahkan
masalah
dan
mengintegrasikan
pengetahuan
dengan
keterampilan. Pada model STAD siswa dikelompokan secara heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan kepada anggota yang lain sampai mengerti. Model kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotifasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Wina, (2008:242)
26
Menurut Toyibin dkk, (2003 :4) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu program inti yang bertugas mengembangkan dan meningkatkan mutu martabat manusia dan kehidupan Indonesia menuju terwujudnya cita-cita nasional. Melalui pendidikan pancasila akan kita tanamkan dan lestarikan nilai moral dan norma pancasila pada diri dan kehidupan generasi penerus kita. Pengertian nilai, menurut Djahiri, (2009: 230) adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Oleh karena itu berdasarkan penjabaran teori pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih menekankan pada nilai moral dan norma untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa sehingga sangat tepat bila dalam pembelajaran
menggunakan
pembelajaran
kooperati
tipe
STAD
yang
memprioritaskan pola belajar membentuk kelompok untuk saling berdisikusi antar siswa yang melalui bimbingan guru kelas. Pembelajaran kooperatif yang efektif disebut Student Teams Achievment Division, (dalam Muhamad Nur dkk, 2000: 31-35) STAD terdiri dari satu siklus pengajaran biasa, belajar kooperatif dalam tim kemampuan campur, dan kuis dengan penghargaan atau ganjaran lain
diberikan kepada tim yang anggota-anggotanya
paling tinggi melampaui skor yang terlebih dahulu. A. Siklus kegiatan pengajaran Stad terdiri daari siklus kegiatan pengajaran biasa seperti berikut ini : a. Mengajar : menyajikan pembelajaran,
27
b. Belajar dalam tim : siswa bekerja di dalam tim mereka dengan dipandu oleh lembar kegiatan siswa (LKS) untuk menuntaskan materi pembelajaran, c. Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual (minsalnya tes essey atau kinerja), d. Penghargaan tim: skor tim dihitung berdasakan skor peningkatan anggota tim, dan sertifikat, laporan berkala kelas atau papan pengumuman digunakan untuk memberikan penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi. B. Langkah-langkah mengarahkan siswa kepada STAD a. Bagilah siswa kedalam ke dalam kelompok masing-masing 4-5 orang siswa, b. Buatlah Lembaran Kerja Siswa (LKS)dan kuis pendek untuk pelajaran yang akan dilaksanakan atau diajarkan kepada siswa, c. Pada saat menjelaskan STAD, kepada kelas yang akan diajarkan,bacakan tugas-tugas yang akan dikerjakan tim, d. Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis ataubentuk evaluasi yang lain, dan berikanwaktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tuas itu, e. Buatlah skor individu maupun tim, f. Pengakuan kepada prestasi tim. Dalam membelajarkan tipe STAD siswa banyak merasakan manfaat bekerja sama dengan teman sekelas mendiskusikan materi yang mereka telah didengar di kelas. Menjadikan latihan bersama teman sebaya ini menjadi prosedur resmi.
28
Sebelum menyajikan materi guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 46 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang. Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif) dll. Menurut Nurasma (2006:27) Adapun langkah-langkah dengan menggunakan model Stad adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yaitu: tujuan akademik, disusun sesuai dengan materi pembelajaran (bahan ajar) pada setiap pertemuan. Selain itu tujuan keterampilan bergotong royong, meliputi: keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain, memecahkan masalah, 2) Menentukan jumlah anggota tiap-tiap kelompok belajar. Jumlah anggota tiap-tiap kelompok 4-5 anak, pengelompokan dilakukan secara heterogen kemampuannya, setiap kelompok ada anak yang kemampuannya tinggi, sedang dan rendah dalam bidang-bidang yang berbeda,3) Menentukan tempat duduk anak. Bahan ajar dirancang secara aktif untuk pencapaian tujuan belajar. Bahan ajar dibagikan kepada semua siswadengan petunjuk-petunjuk mengerjakan tugas. Selain itu bisa juga diberi satu bahan ajar untuk tiap kelompok, 4) Merancang bahan ajar untuk pembelajaran. Untuk menunjang saling ketergantungan positif untuk mencapai tujuan belajar. Bahan ajar dibagikan kepada semua siswa dengan petunjuk-petunjuk
29
mengajarkan tugas. Selain itu bisa juga diberi satu bahan ajar untuk tiap kelompok, 5) Menentukan peran siswa. Untuk menunjang ketergantungan positif, pembagian tugas dalam kelompok, sehingga mereka bekerja saling melengkapi. Contoh: sebagai peneliti, menyimpulkan, penulis, pemberi semangat, 6) Menjelaskan tugas akademik. Menyusun tugas, menjelaskan tujuan belajar, membuat laporan kelompok, menyediakan hadiah, 7) Menutup pembelajaran. Meringkas pokok pelajaran, meminta siswa untuk mengemukakan ide, menjawab pertanyaan, 8) Menilai hasil belajar dan kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Pelaksanaan penilaian kualitas pekerja siswa berdasarkan nilai test dan lembar pengamatan setiap kelompok untuk mengamati kerja sama antar anggota kelompok. Berikut ini uraian tentang pembelajaran Cooperative Learning model Stad. 1) Pengajaran Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian materi pelajaran. dalam Muhamad Nur dkk, (2000:36) a) Pembukaan: 1), Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain. 2) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada pembelajaran tersebut. 3) Ulangi secara
30
singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak. b) Pengembangan: 1) Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok, 2) Pembelajaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah memahami makna bukan hafalan, 3) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan, 4) Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah, 5) Beralih pada konsep yang lain, jika siswa telah memahami pokok masalahnya. c) Latihan terbimbing: 1) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan, 2) Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal. Hal ini bertujuan supaya siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin, 3) Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua soal dan langsung diberikan umpan balik. 2) Belajar Kelompok Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman atau kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman atau satu kelompok. Pada saat pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif, guru perlu mengamati kegiatan pembelajaran secara seksama. Guru juga perlu memberikan bantuan dengan cara memperjelas perintah mereview konsep atau menjawab pertanyaan.
31
3) Kuis Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok. 4) Penghargaan Kelompok Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya. Langkah tersebut dilakukan untuk memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. 2.2. Kajian Penelitian yang Relevan Disadari bahwa penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah dilakukan beberapa penelitian antara lain akan diuraikan berikut ini. Meningkatkan pemahaman siswa kelas III SDN 1 Ombulo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo pada mata pelajaran PKn materi nilai-nilai pancasila melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD oleh Nanang Novita Payuyu. Penelitian ini untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa kelas III pada mata pelajaran PKn materi nilai-nilai pancasila melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
32
Adapun yang menjadi perbedaan antara penelitian yang peneliti teliti dengan penelitian oleh Nanang Novita Payuyu adalah tempat penelitianya dan indikator capaian. Dimana saya melakukan penelitian di SDN II Karya Baru Kabupaten
Pohuwato
dengan materi pentingnya keutuhan NKRI, sedangkan oleh Nanang
Novita Payuyu melakukan penelitian di Kelas III SD Negeri 1 Ombulo Kec. Limboto Barat Kab. Gorontalo dengan materi nilai-nilai pancasila. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanang Novita Payuyu dikatakan berhasil apa bila 85% dari dari jumlah siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 8,5 maka dapat dikatan penelitian ini telah berhasil, sedangkan ketuntasan untuk penelitian yang peneliti teliti dikatakan berhasil apa bila 75% dari 14 siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 7,5 maka dapat dikatan penelitian ini telah berhasil.
2.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat diambil suatu hipotesis penelitian sebagai berikut “ Jika guru menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran PKn materi keutuhan NKRI maka pemahaman siswa akan meningkat.
33
2.4. Indikator Kinerja Adapun indikator kinerja dalam penelitian ini adalah apabila 75% dari 14 siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 70 maka dapat dikatan penelitian ini telah berhasil.