BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Kemampuan “Kemampuan” berasal dari kata „mampu‟, yang berarti sanggup melakukakan sesuatu. Sedangkan kemampuan adalah
kesanggupan;
kecakapan. Kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam melakukan kegiatan (KBBI, 2008: 979) Lowler dan Porter (dalam Sudaryat, 2009:118) mendefinisikan kemampuan (ability) sebagai karakteristik individual seperti intelegendia, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Selain itu kemampuan dinyatakan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai
syarat
untuk
dianggap
mampu
oleh
masyarakat
dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kemampuan pada individu tersebut paling tidak ditentukan oleh tiga aspek kondisi dasar, yaitu: kondisi sensori dan kognitif, pengetahuan tentang cara respon yang benar, dan kemampuan melaksanakan respon tersebut. Jadi, kemampuan (ability) merupakan suatu pontensi untuk melakukan sesuatu. Atau dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukanlah what he does do. (Nurhadi. 2005: 45)
11
12
Sebagai mahluk psykologikal (psycological being) manusia ditandai dengan kemampuan dam enam hal; pertama kemampuan berpikir persepsional-rasional, kedua kemampuan berpikir kreatif-imajinatif, ketiga kemampuan berpikir kritikal-argumentatif, keempat kemampuan memilih sejumlah pilihan yang tersedia, kelima kemampuan berkehendak secara bebas, keenam kemampuan untuk merasakan. Sedangkan kemampuan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif seluruh potensi yang ada dalam diri manusia berupa kekuatan fisik, akal pikiran, jiwa, hati nurani (spiritualitas) dan etika osial di lingkungannya untuk mewujudkan hsil karya terbaik dan bermanfaat (Moenir, 2001:47-48). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan secara cepat, tepat, efektif dan efisien. Adapun kemampuan yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah kesanggupan siswa menentukan pokok pikiran. 2.1.2 Pengertian Paragraf Menurut Lamuddin (2010: 181) paragraf atau alinea adalah satuan bentuk bahasa yang umumnya merupakan gabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi alinea yang perlu diperhatikan adalah adanya kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam alinea membicarakan satu gagasan (gagasan
13
tunggal). Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam alinea kompak, saling berkaitan mendukung gagasan tunggal alinea. Secara umum paragraf adalah kumpulan kalimat yang mengandung satu gagasan utama, jadi setiap paragraf mempunyai gagasan utama. Menurut KBBI (2010: 829) Paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan “(Biasanya
mengandung suatu ide pokok dan dimulai
penulisannya dengan garis baru )” pengertian lain diberikan oleh Keraf (dalam Lisvayanti, 2010: 6) yatu : paragraf merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang berkaitan dalam rangkaian untuk membentuksebuah gagasan “ selanjutnya, Ambary ( dalam Lisvayanti, 2010: 6) mengatakan bahwa
“Paragraf adalah suatu karangan yang terbentuk dari satu atau
bebrapa kalimat yang saling berhubungan dan mempunyai satu ide pokok yang menjiwai seluruh karangan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf adalah seperangkat kalimat tersusun secara logis sistematis yang merupakan kesatuan eksposisi pikiran yang relavan dan mengandung pikiran pokok yang tersurat dalam keseluruhan karangan. Menurut Tarigan ( dalam Lisvayanti, 2010: 7) paragraf mempunyai ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut: 1) Setiap paragraf mempunyai makna, pesan, pikiran atau ide pokok yang relevan dengan ide keseluruhan karangan. 2) Umumnya paragraf dibangun oleh sejumlah kalimat
14
3) Paragraf adalah kesatuan ekspresi pikiran 4) Paragraf adalah kesatuan yang koherensi dan padat 5) Kalimat-kalimat paragraf tersusun secara logis sistematis Menurut Ambary ( dalam Lisvayanti, 2010: 7) paragraf mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Paragraf merupakan kesatuan yang bulat, 2) Tiap
kalimat
dalam
paragraf
harus
kompak,
yaitu
harus
ada
kesinambungan, baik menggunakan kata-kata sambung, petunjuk atau tidak, 3) Bahasa paragraf harus menggunakan kalimat efektif, yaitu kalimat yang sanggup menyampaikan pesan penulis kepada pembacanya, persis seperti yang dimaksudnya. Dalam bahasa Indonesia kita temui istilah-istilah seperti pikiran utama, pokok pikiran, ide pokok, gagasan utama dan kalimat pokok. Semuanya mengandung makna yang sama serta mengacu kepada pengertian kalimat topik. Djajasudarma (2006:20) menyatakan bahwa: Di dalam naskah yang terdiri atas beberapa paragraf, gagasan pokok itu dapat termuat dalam sebuah paragraf yang disebut paragraf pokok dan dikembangkan dengan paragraf pengembang yang lain. Di dalam sebuah paragraf, gagasan pokok dapat diwujudkan dalam sebuah kalimat yang disebut kalimat pokok. Sehubungan dengan hal itu Sudaryat (2009:118) menyatakan bahwa: Setiap paragraf memiliki pikiran utama dan pikiran penjelas. Pikiran utama terdapat dalam kalimat utama sedangkan pikiran penjelas terdapat dalam kalimat penjelas. Pikiran utama merupakan unsur yang menjiwai setiap
15
paragraph sedangkan pikiran penjelas meupakan pikiran yang lebih menjelaskan pikiran utama. Ide adalah rancangan yang tersusun dalam pikiran, gagasan cita-cita (Depdiknas, 2005:416). Pokok adalah yang terutama, yang sangat penting (Depdiknas, 2005:884). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ide pokok adalah gagasan utama yang lebih penting dari yang lain yang diwujudkan dalam sebuah kalimat. Uraian atau kalimat pengembang harus selalu terfokus pada ide pokok agar kita dapat memahami dengan jelas bacaan yang kita baca. Sesungguhnya ide pokok itulah inti karangan. Sedangkan ilustrasi dan contoh hanyalah sarana untuk menerangkan atau memperjelas ide pokok. Dengan demikian karangan menjadi jelas arahnya. Ide pokok selalu berfungsi sebagai subjek sedangkan ide pendukung berfungsi sebagai pelengkap dari ide pokok. Ide pokok biasanya ditulis secara eksplisit dalam kalimat utama Istilah paragraf ataupun alinea sudah sangat sering kita dengar. Alinea adalah bagian wacana yang mengungkapkan satu pikiran yang lengkap atau satu tema yang diragam tulis ditandai oleh baris pertama yang menjorok ke dalam atau jarak spasi yang lebih (Depdiknas, 2005:30). Sedangkan menurut Sudaryat (2009:117) menyatakan bahwa, “Paragraf atau alinea adalah unit minimum sebagai wadah pengembangan tema. Paragraf bersifat transaksional dan hanya memiliki satu tema atau satu gagasan.” Kosasih (2006: 22) menyatakan bahwa: Paragraf merupakan bagian dari karangan (tertulis) atau bagian dari tuturan (kalimat lisan).
16
Sebuah paragraf ditandai oleh suatu kesatuan gagasan yang lebih tinggi atau lebih luas dari pada kalimat. Paragraf umumnya terdiri dari beberapa kalimat. Kalimat-kalimat tersebut saling bertalian untuk mengungkapkan sebuah gagasan tertentu. Selanjutnya Tarigan ( 1987:10) menyatakan bahwa: Ada beberapa ciri atau karakteristik paragraf. (1) Setiap paragraph mengandung makna, pesan, pikiran, atau ide pokok yang relevan dengan ide pokok keseluruhan karangan, (2) umumnya paragraf dibangun oleh sejumlah kalimat, (3) paragraf adalah satu kesatuan ekspresi pikiran, (4) paragraf adalah kesatuan yang koheren dan padat, (5) kalimat-kalimat paragraf tersusun secara logis - sistematis. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf adalah seperangkat kalimat tersusun logis-sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan. Menurut Sutarni (2008:113) ada beberapa jenis paragraf berdasarkan letak ide pokoknya yaitu. 1. Pada awal paragraf (deduktif) Ide pokok yang terletak di awal paragraf disebut dengan paragraf deduktif. Pengertian awal paragraf dapat merupakan kalimat pertama dan juga kalimat kedua. Cara inilah yang paling banyak digunakan. 2. Pada akhir paragraf (induktif)
17
Ide pokok dapat pula ditempatkan pada bagian akhir pada paragraf. Mula-mula dikemukakan fakta-fakta ataupun uraian-uraian. Kemudiaan dari fakta-fakta itu penulis menggeneralisasikannya ke dalam sebuah kalimat inti. 3. Pada awal dan akhir paragraf (campuran) Paragraf ini disusun dengan mengemukakan hal umum, diikuti mengemukakan hal-hal khusus dan diakhiri dengan mengetengahkan halhal umum lagi. Hal umum yang dikemukan pada awal paragraf mempunyai maksud yang sama dengan hal umum yang diketengahkan pada akhir paragraf. Dalam paragraf ini terdapat dua kalimat utama. Paragraf campuran dimulai dengan mengemukakan sebuah kalimat utama, kalimat utama itu dijelaskan dengan beberapa kalimat penjelas, kemudian diakhiri dengan mengemukakan kembali kalimat utama terdahulu. 4. Pada semua kalimat (deskripsi) Paragraf yang dikembangkan dengan pola ini memang tidak memiliki kalimat utama dan kalimat penjelas, tetapi ia mempunyai ide utama seperti halnya paragraf yang lain. Hanya saja ide utama itu tidak dikandung oleh salah satu kalimat utama. Semua kalimat dalam paragraf ini mendukung pengungkapan ide utama. Jadi ide utama terletak pada semua kalimat dalam paragraf. Maka untuk memahami ide utama kita harus membaca seluruh kalimat dalam paragraph tersebut.
18
2.1.3 Langkah-Langkah Menentukan Pikiran Pokok Warsidi, (2008:56) pembelajaran menentukan pokok pikiran di sekolah dasar dapat dilakukan melalui kegiatan membaca intensif atau membaca pemahaman. Pokok pikiran adalah penyebab peristiwa. Pikiran pokok merupakan masalah utama atau topik utama yang dibahas dalam suatu teks atau bacaan. Pikiran Pokok suatu bacaan tercermin dari gagasan utama. Gagasan utama dapat diketahui dari kalimat utama dan didukung oleh kalimat penjelas. Biasanya, kalimat utama muncul pada awal, tengah, atau akhir paragraf. Lebih Lanjut Warsidi, (2008:59) mengemukakan untuk melatih kemampuan siswa menentukan pikiran pokok di kelas IV Sekolah Dasar dapat dilakukan dengan memberi siswa bacaan atau teks yang agak panjang (150-200 kata). Kemudian siswa menentukan pikiran pokok setiap paragraf dari bacaan tersebut. Selanjutnya Warsidi, (2008:59) memberikan contoh menentukan pokok pikiran. “Malam itu Rina sedang membuat karangan tentang sepeda. Tiba-tiba listrik padam. Seketika itu, dia tidak dapat melanjutkan karangannya. Dia melangkah pelan menuju tempat lilin, tetapi benda itu sulit dicari karena gelap.” Warsidi, (2008:59) menjelaskan pokok pikiran atau penyebab peristiwa itu pada teks di atas adalah “listrik padam”. Pokok pikiran ini muncul pada tengah teks. Pokok pikiran ini merupakan masalah utama atau topik utama yang dibahas dalam suatu teks.
19
Adapun langkah-langkah menentukan pikiran pokok dalam paragraf. menurut (Indraswati, 2003: 43) sebagai berikut 1. Bacalah setiap paragraf dalam bacaan dengan cermat! 2. Cermati kalimat pertama hingga akhir. Apakah kalimat pertama mengandung ide pokok atau ide penjelas? Apakah kalimat kedua yang mengandung ide pokok? Teruslah membaca kalimat demi kalimat hingga anda menemukan ide paragraf. 2) Setelah menemukan ide pokok bersifat, anda dapat membuat rangkuman artikel. Merangkum artikel berarti mengambil inti sari artikel. Anda dapat melakukan langkah-langkah berikut untuk merangkum bacaan. a) Membaca artikel dengan cermat dan teliti. b) Menentukan ide pokok setiap paragraf. c) Menyusun ide pokok menjadi inti sari artikel dengan kalimat yang jelas dan bahasa yang runtut. Anda pun dapat menggunakan kata penghubung antar kalimat. 2.1.4 Menentukan Pikiran Pokok Menurut Nurgiyantoro, (2009:247) menentukan pikiran pokok merupakan kemampuan yang didasarkan pada kemampuan memahami informasi yang disampaikan pihak lain melalui sarana tulisan. Selanjutnya Nurgiyantoro,
(2009:261)
menentukan
pikiran
pokok
merupakan
kemampuan membaca pemahaman pada tingkat analisis dalam taksonomi
20
Bloom ranah kognitif. Lebih lanjut kemampuan membaca pada tingkat analisis menuntut siswa untuk mampu menganalisis informasi tertentu dalam wacana, mengenali, mengidentifikasi, atau membedakan pesan dan atau informasi dan sebagainya yang sejenis. (Haryanta, 2011: 20) Aktivitas kognitif yang dituntut dalam tugas ini lebih dari sekedar kemampuan memahami isi wacana. Kemampuan memahami wacana untuk tingkat analisis antara lain berupa kemampuan menentukan pikiran pokok dan pikiran-pikiran penjelas dalam suatu alineaa atau paragraf, menentukan kalimat yang berisi pikiran pokok, jenis alinea berdasarkan letak kalimat pokok, menunjukan tanda penghubung antar alinea, dan sebagainya. Nurgiyantoro (2009:263)
mengemukakan bahwa kemampuan
memahami wacana menuntut kerja kognitif tingkat analisis adalah tugas yang menghendaki siswa membedakan informasi dalam wacana yang berupa fakta dan pendapat, atau membedakan apakah informasi itu berupa laporan, penyimpulan, atau penilaian. Suparman, (2005:84) mengemukakan bahwa dalam ranah kognitif aspek analisis meliputi perilaku menjabarkan atau menguraikan (break down) konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar bagian-bagian tersebut. Kemampuan menganalisis suatu bacaan dapat dipengaruhi pemahaman siswa terhadap konsep tersebut.
21
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan menentukan pokok pikiran merupakan kemampuan membaca pemahaman pada tingkat analisis (C4) dalam taksonomi Bloom ranah kognitif. Ide pokok biasanya ditulis secara eksplisit dalam kalimat utama. Jika kalimat utama tidak dihadirkan secara eksplisit karena paragraf tidak mempunyai kalimat utama maka ide pokok dapat disimpulkan sendiri oleh pembaca berdasarkan kalimat-kalimat dalam paragraf. Menurut Soedarso (2008:65) untuk mendapatkan ide pokok dengan cepat, Anda harus berpikir bersama penulis. Maryati dan Sutopo (2008:92) menyatakan indikator penilaian yang menunjukkan bahwa siswa mampu menentukan ide pokok paragraf diuraikan seperti berikut ini. 1.
Menemukan letak ide pokok dalam paragraf dengan tepat
2.
Dapat membedakan kalimat utama dengan kalimat penjelas dengan benar
3.
Mampu mengidentifikasi jenis paragraf berdasarkan letak ide pokok dengan benar.
2.2.1 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan antar siswa (Kunandar, 2007:337). Menurut Ibrahim (2000:2) pembelajaran kooperatif diartikan sebagai suatu
22
pendekatan mengajar yang tidak hanya membantu siswa mempelajari isi akademik dan keterampilan semata, namun juga melatih siswa untuk memperoleh tujuan-tujuan hubungan sosial dan manusia Menurut Slavin, (dalam Isjoni, 2007:12) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Menurut Ibrahim (2000:12) bahwa banyak hasil-hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompotitif. Tugas-tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada saat digunakan strategi kooperatif. Dalam kelas kooperatif siswa lebih banyak belajar dari satu teman ke teman lain di antara sesama siswa dari pada belajar dari guru. Model pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Solihatin adalah
suatu
(2008:5) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif model
pembelajaran
yang
membantu
siswa
dalam
mengembangkan pemahaman sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat sehingga bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok belajar.
yang akan meningkatkan motivasi dan perolehan
23
Nur dan Wikandari (2000:25) mengemukakan bahwa ciri khas pembelajaran kooperatif , siswa ditempatkan pada kelompok-kelompok selama berlangsungnya proses pembelajaran yaitu: (1) belajar dengan teman sendiri, (2) tatap muka antar teman, (3) mendengarkan antar teman, (4)
belajar
dalam kelompok kecil, (5)
produktif
berbicara
dan
mengemukakan pendapat, (6) siswa membuat keputusan, (7) siswa aktif. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan setting kelompokkelompok kecil dengan memperhatikan keragaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberika kesempatan pada siswa untuk belajar pada waktu yang bersamaan serta berbagi dengan yang lainnya. a. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif Menurut Johnson & Johnson (dalam Isjoni, 2009:23) terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu seperti berikut ini. a) Saling ketergantungan yang bersifat positif antar siswa Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.
24
b) Interaksi antar siswa yang semakin meningkat Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antar siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang
membutuhkan
bantuan
akan
mendapatkan
dari
teman
sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.
c) Tanggung jawab individual Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (1) membantu siswa yang membutuhkan bantuan, dan (2) bahwa siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman sekelompoknya. d) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.
25
e) Proses kelompok Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim (dalam Isjoni, 2009:39), yaitu: a) Hasil belajar akademik Belajar
pembelajaran
kooperatif
dapat
membantu
siswa
dalam
memahami konsep-konsep yang sulit. Model terstruktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Melalui model
pembelajaran
kooperatif
dapat
bekerja
bersama-sama
menyelesaikan tugas akademik. b) Penerimaan terhadap perbedaan individu Model pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari latar belakang yang berbeda dan kondisi untuk bekerja sama dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
26
c) Pengembanagan keterampilan sosial Model pembelajaran kooperatif dapat mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Elaborasi yang ditandai dengan
persaingan
dan
kerjasama
disegala
aspek
kehidupan
mempersyaratkan siswa memiliki keterampilan sosial. Keterampilan serta sikap positif sosial dapat dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif. 2.1.6 Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis. Steven dan Slavin (dalam Suprijono, 2009:198) yaitu sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Slavin
(2010:200),
pengembangan
CIRC
difokuskan
pada
kurikulum dan metode-metode pembelajaran merupakan sebuah upaya untuk menggunakan pembelajaran kooperatif sebagai sarana untuk memperkenalkan teknik terbaru latihan-latihan kurikulum yang berasal dari penelitian dasar mengenai pembelajaran praktis membaca dan menulis. Pengembangan CIRC dihasilkan dari sebuah analisa masalah-masalah tradisional dalam pembelajaran membaca dan menulis. Pembelajaran membaca adalah penggunaan kelompok membaca terdiri atas para siswa
27
dengan tingkat kinerja yang sama dan memiliki kemampuan yang heterogen. Slavin (2010:208), satu fokus utama dari kegiatan CIRC adalah membuat penggunaan waktu menjadi lebih efektif serta para siswa lebih termotivasi untuk bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga siswa dalam tim kooperatif dapat terkoordinasi dan tujuan pembelajaran dapat terpenuhi. Tujuan utama dari CIRC sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (2010:202) adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu siswa dapat membaca lisan, kemampuan memahami bahan bacaan dan menulis, yang semuanya dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi yang diajarkan. Pembelajaran secara berkelompok merupakan proses yang kaya akan interaksi Face to-Face, Eye to Eye atau Knee to Knee, pertukaran informasi,
umpan balik, kepercayaan, saling
menerima pendapat,
penghargaan kelompok, mengerjakan tugas kelompok baik di rumah maupun di kelas secara spesifik (Slavin, 2010: 205). Dalam pembelajaran CIRC setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat sekolah
28
dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan. Menurut Suprijono (2009:132) prinsip belajar CIRC ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together). Model pembelajaran CIRC menurut Slavin (dalam Suyitno, 2005:34) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut adalah: (1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa; (2) Placement test (ujian tingkat) misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu; (3) Student creative (siswa kreatif) melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; (4) Team study (belajar kelompok) yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya; (5) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang
29
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas; (6). Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok; (7). Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa; (8). Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. c. Kelebihan Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Menurut Suyitno (2005: 6) kelebihan dari model pembelajaran CIRC antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak; 2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak; 3) siswa dapat memberikan tanggapan secara bebas, 4) siswa dilatih untuk bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain, 5)seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama; 6) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain; 7) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CIRC akan memudahkan mempelajari suatu materi pembelajaran karena antar siswa saling kolaborasi pengetahuan. Dengan
30
demikian model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC)
diharapkan
dapat
meningkatkan
kemampuan
menetukan pikiran pokok dalam paragraf di kelas IV SDN 25 Limboto Kabupaten Gorontalo. d. Kelemahan Model (CIRC Disamping memiliki kelebihan, model CIRC juga memiliki kelemahan. Kelemahan model CIRC adalah didominasi oleh siswa pintar. Dalam hal ini seorang guru apabila tidak kreatif maka hal ini akan berakibat siswa menjadi pasif (Isjoni, 2009:67). Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa kelemahan model pembelajaran CIRC dalam hal ini dominasi siswa yang pintar, maka disini dituntut kreatifitas seorang guru. Untuk meminimalkan dominasi siswa yang pintar, maka siswa tersebut dijadikan tutor sebaya dalam kelompok. Hal ini dilakukan agar dalam proses pembelajaran siswa yang pintar selain dapat membantu temannya sekaligus dapat mengasah materi yang dikuasainya. 2.1.7 Penerapan Model CIRC Pada Pembelajaran. Model pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu pertama kali dikembangkan oleh Steven (Isjoni 2009:56). Adapun langkah-langkah penerapan pembelajaran CIRC menurut Steven (dalam Isjoni, 2009:56) adalah sebagai berikut: 1) Guru menginformasikan inti dan tujuan pembelajaran
31
2) Guru membentuk siswa dalam kelompok yang anggotanya 4-6 orang secara heterogen 3) Siswa dihadapkan pada teks bacaan 4) Siswa dilatih menentukan pikiran pokok dalam setiap paragraf 5) Setiap kelompok menunjuk salah seorang siswa untuk membacakan teks bacaan. Sedangkan anggota kelompok lain menyimak bacaan yang di bacakan tersebut 6) Setiap siswa menentukan pikiran pokok dalam paragraf dari teks bacaan yang dibacakan oleh teman dalam kelompok 7) Siswa mendiskusikan hasil pemikiran kelompok dalam menentukan pikiran pokok dalam paragraf 8) Guru membimbing siswa atau kelompok yang mengalami kesulitan dalam menentukan pikiran pokok dalam paragraf 9) Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dalam menentukan pikiran pokok dalam paragraf 10) Dengan bimbingan guru siswa menyimpulkan materi pembelajaran menentukan pikiran pokok dalam paragraf 11) Siswa mengerjakan post tes menentukan pikiran pokok dalam paragraf 12) Guru menutup pelajaran dengan berdoa bersama. Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
32
e. Fase Pertama, engenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya. f. Fase Kedua, eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakantindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya. g. Fase Ketiga, publikasi. Pada fase ini siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya. Siswa dapat memberikan pembuktian tentang gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh
33
teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen. 2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan Agestia Putri Nusantari, (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Membaca Untuk Menemukan Gagasan Utama Dalam Artikel Dengan Metode CIRC dan Teknik Permainan Media Tempel Pada Siswa Kelas IV SDN 1 Jiken Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2010/2011 menyimpulkan bahwa berdasarkan analisis data penelitian keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel pada siswa kelas IV
SD Negeri 1 Jiken, hasil siklus I dan siklus II
mengalami peningkatan. Pada pembelajaran siklus I nilai rata-rata siswa adalah 54,4 dan dalam kategori kurang. Nilai rata-rata siswa setelah diberi tindakan pada siklus II adalah 73,09 dan berkategori baik. Peningkatan nilai rata-rata siswa setelah diberi tindakan siklus I dan siklus II sebesar 14,65 %. Penelitian di atas untuk meningkatkan keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel melalui metode CIRC, sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menemukan pikiran pokok dalam paragraf melalui model CIRC. Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model CIRC. 2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Jika guru menggunakan model
34
Cooperative Integrated Reading And Composition
(CIRC)
dalam
pembelajaran, maka kemampuan menentukan pikiran pokok dalam paragraf pada siswa kelas IV SDN 25 Limboto Kabupaten Gorontalo akan meningkat.” 2.4 Indikator Keberhasilan Tindakan Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini ditunjukan oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam menentukan pikiran pokok dengan indikator keberhasilan minimal 16 orang siswa atau 80% dari 20 siswa yang dikenakan tindakan dengan nilai ketuntasan ≥ 70.