BAB II KAJIAN TEORETIS
2.1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat 2.1.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya suatu bentuk aktivitas untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang bermakna untuk membangun
atau
melaksanakan
sesuatu
secara
baik.
Wikipedia
(2010:1)
mendefinisikan pemberdayaan adalah proses berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Dalam konteks pemerintah pemberdayaan diartikan sebagai proses pembangunan di mana pemerintah berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan pemerintah hanya bisa terjadi apabila anggotanya ikut berpartisipasi Istilah pemberdayaan dalam pembangunan selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya pemberdayaan diletakan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Berangkat dari pemahaman di atas dalam pemberdayaan mengakui pentinganya teori rumah tangga sebagai sumber utama pemberdayaan. Rumah tangga di sini dapat diartikan sebagai sekelompok penduduk yang hidup dibawah satu atap, makan dari panti yang sama, dan bersama-sama terlibat dalam proses pembuatan
5
keputusan sehari-hari. Pada dasarnya rumah tangga merupakan suatu unit yang proaktif dan produktif. Dalam teori rumah tangga terdapat tiga macam kegiatan yaitu sosial, politik dan psikologis. Kekuatan sosial menyangkut akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu rumah tangga misalnya informasi, pengetahuan, dan keterampilan partisipasi dalam organisasi sosial dan sumber-sumber keuangan. Peningkatan kekuatan dapat dimengerti sebagai suatu peningkatan akses rumah tangga terhadap dasar-dasar kekayaan mereka. Kekuatan politik meliputi akses setiap anggota keluarga
terhadap
proses
pembuatan
keputusan
terutama
keputusan
yang
mempengaruhi masa depan mereka sendiri. Kekuatan politik bukan hanya kekuatan untuk memberikan suara tetapi juga merupakan kekuatan untuk menjadi vocal dan bertindak secara kolektif. Pengaruh politik yang efektif akan tampak tidak hanya pada waktu suara-suara individu meninggi sebagai pengaruh dari partisipasi individu terhadap basis lokal maupun personal melainkan juga pada saat suara tersebut didengungkan bersama-sama dengan suara asosiasi-asosiasi politik yang lebih luas, misalnya gerakan sosial dan kelompok pekerja atau buruh. Sedangkan kekuatan psikologis digambarkan sebagai rasa potensi individu yang menunjukkan perilaku percaya diri. Pemberdayaan psikologis sering kali nampak sebagai suatu keberhasilan dalam domain sosial politik. Rasa potensi pribadi yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh dan kursif terhadap perjuangan
rumah tangga yang secara terus menerus berusaha untuk meningkatkan kekuatan sosial politiknya. Dengan demikian tiga kekuatan dalam teori rumah tangga, akselerasi pemberdayaan bersifat individual sekaligus kolektif yang selalu menghormati kebhinekaan, kehasan local, dekonsentrasi kekuatan dan peningkatan kemandirian masyarakat. Bookman dan Morgen mengemukakan bahwa dalam pemberdayaan mengacu pada usaha menumbuhkan keinginan seseorang untuk mengaktualisasikan diri, melakukan mobilitas ke atas, serta memberikan pengalaman psikologis yang membuat seseorang merasa berdaya. Keinginan untuk mengubah keadaan yang datang dari dalam diri tersebut dapat muncul jika seseorang merasa berada dalam situasi tertekan dan kemudian menyadari atau mengetahui sumber tekanan tersebut. Pentingnya dorongan yang berasal dari dalam melebihi seseorang bagi perbaikan diri dan lingkungan dikemukanan oleh McClelland melalui teori N ach atau need for achievement. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum
nilai-nilai
sosial.
Konsep
ini
mencerminkan
paradigma
baru
pembangunan, yakni yang bersifat “people–centered, participatory, empowering, and sustainable “. Konsep ini lebih luas dari hanya memenuhi kebutuhan dasar (basic need) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah kemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternative terhadap konsep konsep pembangunan dimasa lalu. Konsep ini
berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari
“alternative
development“ yang menghendaki “inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equality. Pemberdayaan
tidak
mempertentangkan pertumbuhan dengan pemerataan, keduanya tidak harus diasumsikan sebagai “incompatible or antithetical”. Memberdayakan orang berarti mendorong untuk menjadi lebih terlibat dalamkeputusan dan aktivitas yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untukmeraih tujuan organisasi. Anomymous
(2010:1)
mendefinisikan
pemberdayaan
sebagai
upaya
menempatkan pekerja untuk bertanggungjawab atas apa yang mereka kerjakan. Sehingga para manager belajar untuk berhentimengontrol, dan pekerja belajar bagaimana bertanggung jawab atas pekerjaanya dan bisa membuat keputusan yang tepat. Dengan demikian berarti memberi kesempatan bagi merekauntuk menunjukkan bahwa mereka dapat memberikan gagasan baik dan mempunyai keterampilan mewujudkan gagasannya menjadi realitas. Anomymous (2010:1) mengemukakan bahwa pengertian lain pemberdayaan adalah setiap proses yangmemberikan otonomi yang lebih besar kepada pekerja melalui saling menukar informasi yangrelevan dan ketentuan tentang pengawasan atas faktor-faktor yang mempengaruhi prestasikerja. Pemberdayaan merupakan
kontinum
antara
keadaan
pekerja
yang
tidak
mempunyaikekuatan
untuk
mempertimbangkan bagaimana mengerjakan pekerja, sampai dengan keadaan dimana pekerja memiliki kontrol sepenuhnya atas apa yang mereka kerjakan dan bagaimana mengerjakannnya. Wikipedia (2011:1) mengemukakan bahwa suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan pemerintah" apabila kelompok komunitas atau anggotanya tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek Secara lugas Zunadi (2010:1) mengartikan pemberdayaan dalam konteks masyarakat sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Dari definisi tersebut terlihat ada 3 tujuan utama dalam pemberdayaan
masyarakat
yaitu
mengembangkan
kemampuan
masyarakat,
mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Contoh yang kita temui dimasyarakat seperti, anak tidak boleh sekolah, ibu hamil tidak boleh
makan telor, yang membicarakan rencana pembangunan desa hanya kaum laki-laki saja, dan masih banyak lagi yang dapat kita temui dimasyarakat. Pengorganisasian
masyarakat
dapat
dijelaskan
sebagai
suatu
upaya
masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Disini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain. Lembagalembaga adat yang sudah ada sebaiknya perlu dilibatkan karena lembaga inilah yang sudah mapan, tinggal meningkatkan kemampuannya saja. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses untuk menjadikan orang menjadi lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnyasendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasatanggung jawab. Memberdayakan orang dapat dilakukan dengan cara memindahkannya dari posisi yang biasanya hanya melakukan apa yang disuruh, menjadi posisi lain yangmemberikan kesempatan untuk lebih bertanggung jawab. Pemberdayaan dapat diawali dengan hanya sekedar memberikan dorongan kepada orang agar mau memainkan peran lebih aktif dalam pekerjaannya, sampai pada melibatkan mereka dalam mengambil keputusan atau tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
2.1.2. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pemberdayaan ekonomi rakyat sudah sejak lama diusahakan. Namun hasilnya masih belum memuaskan. Pemberdayaan ekonomi adalah terjemahan dari empowerment, sedang memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Webster (dalam Wagiyono, 2011:1) bahwa
kata empower mengandung dua
pengertian, yaitu: (1) to give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain; (2) to give ability to atau enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau keperdayaan. Beberapa literatur menyebutkan, bahwa konsep pemberdayaan sudah lahir sejak revolusi industri atau ada juga yang menyebut sejak lahirnya Eropa modern pada abad 18 atau zaman renaissance, yaitu ketika orang mulai mempertanyakan diterminisme keagamaan. Kalau pemberdayaan dipahami sebagai upaya untuk keluar atau melawan diterminisme gereja serta monarki, maka pendapat bahwa gerakan pembedayaan mulai muncul pada abad pertengahan barangkali benar. Wagiyono. (2011:3) bahwa konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model pembangunan dan model industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut: a. Proses pemusatan kekuasan terbangun dari pemusatan penguasaan faktor produksi; b. Pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat yang pengusaha pinggiran;
c. Kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk memperkuat dan legitimasi; dan d. Kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum, sistem politik, dan ideologi, secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment of the powerless). Berdasarkan
uraian di atas menunjukkan bahwa konsep pemberdayaan
ekonomi masyarakat mengarah pada upaya untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dalam
melakukan berbagai aktivitas ekonomi yang terarah pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan adalah proses transformasi dengan upaya penggalian segenap potensi yang ada menjadi lebih bermanfaat, maka diperlukan sebuah strategi atau arah baru kebijaksanaan pembangunan yang memadukan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan terutama masyarakat miskin. Strategi itu pada dasarnya mempunyai tiga arah yaitu : a. Pemihakan dan pemberdayaan masyarakat miskin (pro-poor). b. Pemantapan
otonomi
dan
pendelegasian
wewenang
dalam
pengelolaan
pembangunan di daerah yang mengembangkan peran serta masyarakat.
c. Modernisasi melalui penajaman dan pemantapan arah perubahan struktur sosial ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran masyarakat lokal Strategi pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan penciptaan kesempatan kerja dan peluang berusaha yang memberikan pendapatan yang memadai bagi masyarakat. Dengan pengertian ini setiap anggota masyarakat diharapkan terlibat dalam proses pembangunan, mempunyai kemampuan sama, dan bertindak rasional. Sehingga proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi semakin lemah oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Dalam ekonomi rakyat terhadap usaha yang bersifat mandiri merupakan ciri khas dari usaha ekonomi rakyat. Kegiatan ekonomi rakyat ini dilakukakan tanpa modal yang besar dan dengan cara-cara swadaya.Dalam konteks permasalahan paling sederhana, ekonomi rakyat adalah strategi “bertahan hidup” yang dikembangkan oleh penduduk miskin baik di desa maupun di kota. Kemakmuran seringkali dijadikan tolak ukur keberhasilan negara.Secara konseptual, kemakmuran dapat berarti kemampuan individu, kelomok atau negara untuk menyediakan pemukiman, nutrisi dan barang-barang material lanilla yang dapat membuat masyarakat hidup dengan layak.Setiap orang bahkan negara sekalipun dapat memiliki usuran kemakmuran yang berbeda-beda. Salah satunya hádala memahami kemamuran sebagai sebuah gambaran dari kesehatan emocional dan kehidpan spiritual masyarakat yang akhirnya akan membawa padakondisi
meningkatnya produktifitas masyarakat tersebut. Konsep kemakmuranpun tidak terlepas dari kesejahteraan . Memahami konsep kesejahteraan tidak hanya dilihat dari sisi absolut (kesejahteraan ekonomi) semata. Bervariasinya konsep kesejahteraan di masyarakat dapat berarti bahwa kesejahteraan memiliki pemahaman yang bersifat relatif. Konsep kesejahteraan tidak dapat dipisahkan dari koalitas hidup masyarakat. Dimana koalitas hidup masyarakat dapat dipengaruhi oleh kondisi social politik maupun ekonomi masyarakat tersebut. Salah satu isu yang perlu diperhatikan hádala konsep kesejahteraan. Pengukuran konsep kesejahteraan setidaknya memiliki dua bentuk pengukuran, yaitu objektif dan subjektif. Konsep kesejahteraan objektif atau kesejahteraan absolut merupakan informasi yang berasalal dari daerah pengukuran koalitas hidup secara objektif. Sementara itu, kesejahteraan subjektif atau kesejahteraan relatif merupakan persepsi individu yang merupakan hasil dari respon mental maupun keadaan emosi seseorang terhadap koalitas hidupmereka. Konsep kesejahteraan perlu dilihat dari dua sisi karena pada dasarnya, peningkatan kesejahteraan objektif dan subjektif akan meningkatkan level kemakmuran nasional. Indikator kesejahteraan terkait erat dengan kemiskinan karena seseorang digolongkan miskin atau tidak jira seberapa jauh indikaor-indikator kesejahteraan tersebut telah dipenuhi.Indikator kesejahteraan dapat dilihat melalui dimensi moneter yaitu pendapatan dan pengeluaran. Disamping itu melalui dimensimoneter,
kesejahteraan dapat dilihat melalui dimensi non moneter misalnya kesehatan, pendidikan dan partisipasi sosial. a. Dimensi Moneter Ketika mengukur kesejahetaan melalui dimensi moneter, pendekatan yang bisa dilakukan melalui pendapatan dan konsumsi sebagai indikator kesejahteraan. Diantara pendekatan pendapatan dan konsumsi, konsumsi hádala indikator yang lebih baik jira dibandingkan dengan pendapatan dengan beberapa alasan sebagai berikut. 1) Konsumsi saat ini (curren consumption) lebih erat hubungannya dengan kesejahteraan seseorang yaitu berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan minimumnya. 2) Pendapatan lebih sering berfluktuasi untuk beberapa mata pencaharian tertentu. 3) Konsumsi lebih mencerminkan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
minimumnya.
Pengeluaran
untuk
konsumsi
tidak
hanya
mencerminkan barang dan jasa yang dapat diperoleh dengan pendapatannya, tetapi juga kemampuannya untuk memperoleh kredit dan menabung pada saat pendapatannya rendah dibawah rata- rata. b. Dimensi Non Moneter Kesejahteraan biasanya diukur melalu dimensi moneter, Namur demikian kesejahteraan juga bisa diukur melalui dimensi non moneter.Hal ini terjadi karena kesejahteraan tidak hanya mencukupi kebutuhan ekonomi, yaitu
sosial, budaya, dan politik misalnya desempatan dalam berpartisipasi dalam kegiatan social kemasyarakatan, hak suara, tingkat melek huruf dan lain-lain. 1) Indikator nutrisi dan kesehatan Status kesehatan anggota rumah tangga dapat dijadikan indikator kesejahteraan.Selain kesehatan anggota rumah tangga, indikator kesehatan ini dapat diproduksi melalui pusat-pusat kesehatan, akses terhadap kesehatan, vaksinasi dan lain-lain. Indikator kesehatan ini juha berkaitan dengan kebutuhan dasar yang telah dipenuhi oleh seseorang yang tidak hany meliputi kebutuhan dasar lain yaitu kebutuhan terhadap rumah sehat, akses terhadap air bersih, dan lain- lain. 2) Indikator pendidikan Indikator pendidikan ini dapat diproduksi melalui tingkat melek huruf, lamanya pendidikan yang ditempuh, pendidikan akhir anggota rumah tangga, dan lain-lain.Pendidikan ini berkaitan denganhuman capital yang merupakan nilai tambah bagi orang tersebut untuk terlibat aktif dalam perekonomian. 3) Indikator partisipasi sosial Peran serta anggota keluarga dalam kegiatan kemasyarakatan merupakan cerminan dari kesejahteraan rumah tangga dan merupakan aktualisasi dalam masyarakat. Ada 9 (sembilan) komponen untuk mengukur tingkat kesejahteraan yaitu: konsumsi bahan bakar, makanan dan Gizo,
pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosial dan kebabasan manusia. 2.2. Usaha Kerajinan Tungku Usaha kerajinan tungku merupakan salah satu usaha kerajinan yang yang menjadi industry rumahan yang memiliki prospek positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Usaha kerajinan ini termasuk salah satu usaha kerajinan yang selalu mendapat perhatian pemerintah sebagai upaya untuk memperkuat program ekonomi kerakyatan. Hasfian (2009:1) mengemukakan bahwa usaha kerajinan tungku adalah industry kecil yang memiliki prosepek yang cukup baik terutama dikalangan masyarakat pedesaan sebagai upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan. Dalam konteks ini melalui usaha kerajinan tungku diharapkan masyarakat akan memiliki penghasilan sehingga dapat menekan masalah kemiskinan. Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan tidak mudah untuk mengukurnya. Konsep kemiskinan yang didasarkan atas perkiraan kebutuhan dasar minimum merupakan konsep yang mudah dipahami tetapi garis kemiskinan objektif sulit dilaksanakan karena banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Tidak ada garis kemiskinan yang berlaku pasti dan umum, hal itu dikarenakan garis kemiskinan berbeda-beda disetiap tempat. a. Kemiskinan Relatif Seseorang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti tidak miskin.Hal ini
terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya, walaupun pendapatannya sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan konsep kemiskinan relatif ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat pendapatan masyarakat berubah. Beberapa kriteria kemiskinan menurut BPS (2010) adalah sebagai berikut : (1) Pangan : Makan sehari kurang dari 3x (2) Sandang : Tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk bepergian dan di rumah(tidak ada pakaian pengganti). (3) Papan : Tempat tinggal tidak permanen (sebagian besar bukan tembok dan tidak ada listrik. (4) Kesehatan : Tidak mampu berobat ke puskesmas / RSU (5) Pendidikan : Tidak mampu menyekolahkan anaknya sampai pendidikan dasar atas biaya sendiri. (6) Orang terlantar di panti wreda dan yatim piatu. Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan mengatakan (2010) bahwa kategori miskin adalah mereka dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan sebesar Rp211.726 atau sekitar Rp7.000 per hari. BPS mencatat orang miskin dari pengeluaran karena pada dasarnya perhitungan dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan terhadap kebutuhan dasar. BPS mengukur kemiskinan dengan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, karena kalau tidak memenuhi misal nasi, maka dia akan mati. Sedangkan menurut Sutari Imam Bernadib dalam Kurniawati (2002 : 17) kebutuhan keluarga dibagi menjadi tujuh tingkatan : (1) Kebutuhan pangan dan gizi Makanan merupakan faktor penting untuk memelihara kesehatan pertumbuhan tubuh karena betapapun kita kaya atau berkedudukan tinggi dan berpangkat serta serba kecukupan tetapi apabila hidupnya sering sakit-sakitan niscaya tidak akan bahagia.
(2) Kebutuhan Perumahan Kebutuhan perumahan juga merupakan kebutuhan pokok manusia. Bidang perumahan merupakan bidang yang ikut menentukan terwujudnya keluarga karena adanya perumahan para anggota keluarga akan bisa menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan misi dan tugas yang harus diselesaikan. Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia, karena orang yang tidak memiliki rumah biasanya hidupnya tidak tenang. (3) Kebutuhan Sandang Kebutuhan sandang merupakan hal yang perlu dipertimbangkan karena masalah pakaian ialah masalah kemampuan, keserasian, kesesuaian, kewajaran.
(4) Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Setiap orang perlu jasmani dan rohani yang sehat, karena orang yang jasmani dan rohaninya sehat dapat melakukan pekerjaan yang memberikan hasil yang lebih daripada orang yang kurang sehat, untuk itu diperlukan pelayanan kesehatan, misalnya orang tersebut perlu mendapatkan perawatan oleh dokter.Jadi kebutuhan pelayanan kesehatan diperlukan setiap orang juga setiap keluarga. (5) Kebutuhan Memperoleh Pendidikan Setiap manusia membutuhkan pendidikan baik formal maupun non formal karena dengan pendidikan manusia akan memiliki wawasan dan pola pikir yang luas dan maju. Oleh karena itu pendidikan makin terasa penting. (6) Kebutuhan Pekerjaan Setiap orang membutuhkan pekerjaan, karena dengan bekerja seseorang akan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri maupun keluarganya. Dengan terpenuhinya kebutuhan berarti taraf hidupnya akan lebih baik. (7) Kebutuhan Olahraga dan Rekreasi Dengan berolahraga dan rekreasi maka akan tercipta kesehatan jasmani dan rohani. Sebab dalam badanyang sehat terdapat jiwa yang sehat pula. Dengan olahraga dan rekreasi dapat dihindarkan dari ketegangan otak. Mubyarto (dalam Wahyudi, 2010:1) mengemukakan bahwa kehidupan pengrajin khususnya pengrajin tradisional di Indonesia tetap miskin. Bahkan bisa di
katakan pengrajin adalah kelompok masyarakat yang paling miskin dari pada petani atau pengrajin. Jumlah pengrajin yang berada dalam garis kemiskinan ini, sangat besar. Sebagai perbandingan menurut sensus penduduk tahun 2010 terdapat sekitar 1,6 juta orang penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi pengrajin (Data Kantor Statisika tahun 2010). Kondisi di atas menunjukkan perlu upaya pemberdayaaan oleh pemerintah agar potensi pengrajin dapat diberdayakan secara optimal. Dalam suatu organisasi yang paling menentukan adalah kinerja sumberdaya manusia. Jika sumberdaya manusianya memiliki motivasi tinggi, kreatif dan mampu mengembangkan inovasi, maka kinerjanya akan menjadi semakin baik. Karenanya diperlukan adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia. Dimasa yang lalu, untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan atau disebut dengan pembinaan sumberdaya manusia. Secara bertahap cara itu mulai ditinggalkan, karena dinilai kurang mampumengembangkan inovasi dan kreatifitas sumberdaya manusia. Cara baru yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan sumberdaya manusia sekarang lebih dikenal dengan pemberdayaan sumberdaya manusia, dengan pendekatan partisipasif yang melibatkan semua pihak yang terkait dengan perubahaan. 2.3. Faktor-Faktor Penghambat Pengrajin Tungku
Dharmawan (2011:5-6) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor-faktor penghambat
pemberdayaan
pengrajin
tungku
antara
lain
(1)
Kemampuan/pengetahuan pengrajin; (2) Motivasi, (3) bantuan dana; dan (4) pemasaran. 1. Kemampuan/pengetahuan Karyawan Karyawan dengan kemampuan teknis maupun operasional yang tinggi untuk sebuah tugas akan meningkatkan motivasi kerjanya. Dalam hal kemampuan karyawan, banyak yang bisa kita lihat bahwa seorang karyawan merasa termotivasi dan memiliki kinerja yang baik, jika seorang karyawan memiliki pengetahuan yang memadai terhadap bidang tugas dan tanggung jawabnya, kondisi fisik, adanya dukungan faktor keluarga. Sehingga
menjadi
kewajiban
bagi
manajemen
untuk
meningkatkan
pengetahuan karyawan. Dari berbagai sumber, diketahui bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, akses informasi maupun pengalaman. Untuk itu berbagai upaya yang dapat ditempuh adalah, penerapan program tugas belajar dalam rangka meningkatkan level pendidikan karyawan. Cara yang digunakan dapat „paruh waktu‟ maupun penuh waktu. Banyak perusahaan mencarikan program tugas belajar karyawanya dengan program week-end, agar tidak mengganggu waktu kerjanya di perusahaan. Manfaat lainnya bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam bangku kuliahnya dapat langsung diaplikasikan dalam pekerjaannya. Atau sebaliknya, bahwa
persoalan-persoalan yang mereka jumpai dalam pekerjaan, dapat menjadi bahan diskusi dalam kegiatan kuliah. Terlepas dari apa jenis programnya, maupun sistem pembayaran pendidikanya, menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk meningkatkan pendidikannya memberi jalan bagi peningkatan kinerjanya secara individual. Selain melalui pendidikan
formal,
peningkatan
pengetahuan
dapat
ditempuh
melalui
penyelenggaraan pelatihan teknis bagi karyawan. Meningkatkan akses informasi seputar topik pekerjaan karyawan dengan berbagai sarana dan teknologinya, serta memberikan ruang gerak yang lebih luas dan kreatif yang memungkinkan karyawan memperoleh pengalaman langsung dalam menjawab persoalan-persoalan pekerjaan sehari-hari. Banyak kegiatan yang dapat memperkaya pengalaman karyawan, seperti onward out-bond, diskusi mingguan, serta kegiatan-kegiatan rekreatif lainnya. Kesemuanya itu dapat menjadi sumber dan meningkatkan pengetahuan. Yang pada akhirnya nanti dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerja individual karyawan. Tidak hanya itu, kemampuan karyawan dipengaruhi kondisi tubuh. Sehingga berusaha mengerti aspek-aspek yang mempengaruhi kondisi tubuh karyawan sangatlah penting. Kondisi tubuh dalam satu waktu dapat berbeda antar karyawan tergantung pada beberapa hal, diantaranya: jenis kelamin laki-perempuan, umur tuamuda, kondisi sehat-sakit, hamil-tidak hamil dan seterusnya. Selain itu, bahwa karyawan dapat memiliki kemampuan yang baik jika ada faktor dukungan keluarga dan tidak ada hambatan dalam faktor geografis. Dua hal
terakhir ini, hampir sering luput dari perhatian pimpinan. Selain persoalan tersebut sangatlah ‟dalam‟ tetapi tidak banyak juga karyawan bersedia berbagi. Tetapi dua hal inilah dari banyak penelitian maupun fakta di lapangan sangat besar pengaruhnya bagi kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi bagian kinerjanya. Bagaimana tidak, jika seorang karyawan dengan tingkat pengetahuan yang handal, dengan tingkat stamina yang prima dapat bekerja dengan baik, jika masalah-masalah keluarganya yang ada di rumah, tidak terselesaikan dan terbawa hingga ke kantor. Atau tiba-tiba dalam perjalanan menuju tempat kerja, terhalang banjir atau halangan kerusakan mesin mobilnya. Pastilah terganggu pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawabnya. 2. Motivasi Timbulnya motivasi dalam diri setiap orang pada dasarnya berhubungan dengan tujuan masing-masing dalam melakukan kegiatan atau tindakan tertentu. Adanya faktor tujuan menggerakkan setiap orang termotivasi untuk berbuat atau bertindak. 3. Bantuan Modal Salah satu aspek permasalahan yang dihadapi masyarakat tuna daya adalah permodalan. Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah, merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan usaha dan rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Faktor modal juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru di luar sektor ekstraktif. Oleh sebab itu tidak salah, kalau dalam pemberdayaan masyarakat di
bidang ekonomi, pemecahan dalam aspek modal ini penting dan memang harus dilakukan. Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat dipasarkan, atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh sebab, itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi adalah pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan petani dan pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah. Artinya, dari sisi pemberdayaan ekonomi, maka proyek pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal, memang strategis. 3. Bantuan Pemasaran Pengrajin tungku sering tidak memiliki tempat pemasaran yang ideal dalam memasarkan hasil kerajinannya. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu titik tolak oleh pemerintah untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain yang dapat membantu pengrajin untuk menjual kerajinan dengan harga yang wajar. Dengan cara seperti ini maka pemerintah dipandang memiliki kontribusi yang cukup baik dalam membantu pengrajin tungku dalam memasarkan ikan hasil peliharannya.
Uraian di atas merupakan manifestasi dari upaya pemberdayaan para pengrajin tungku sehingga ekonomi mereka mengalami peningkatan sesuai dengan yang diharapkan. Banyak sudah program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pada intinya program ini
dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: (a) Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif diantara kelompok lainnya. (b) Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula.
(c) Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEM juga disediakan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil, mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya.
Pengaturan pergulirannya akan disepakati di dalam
forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping.