BAB II LANDASAN TEORI
A. INTENSI KNOWLEDGE SHARING 1. Definisi Intensi Intensi, menurut Ajzen dan Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Sedangkan Bandura (1986) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Intensi dalam penelitian ini untuk mengetahui derajat / tingkatnya dengan mengukur prediksi atau perilaku yang akan dilakukan oleh subjek penelitian. Intensi berperilaku yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan perilaku tertentu merupakan determinan awal dari perilaku sebenarnya. Dengan demikian maka asumsinya adalah bahwa perilaku seseorang dapat diprediksi dari intensinya. Berdasarkan teori tindakan beralasan oleh Ajzen (dalam Azwar, 1998) menyatakan bahwa intensi merupakan fungsi dari determinan dasar yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang bersangkutan yang disebut dengan norma subjektif. Secara sederhana, teori ini menyatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.
Universitas Sumatera Utara
Teori perilaku terencana oleh Ajzen (dalam Azwar, 1998) menambahkan lagi determinan intensi yaitu aspek persepsi kontrol perilaku (perceived behavior control). Dalam teori ini keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi interaksi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak. Keyakinan akan perilaku & evaluasi atau hasil
Sikap terhadap suatu perilaku
Keyakinan normatif & motivasi untuk melakukan
Norma subjektif
Keyakinan akan sulit atau tidaknya kontrol perilaku
Persepsi kontrol perilaku
Intensi pada suatu perilaku
Gambar 1. Teori Perilaku Terencana Ajzen (dalam Azwar, 1998) Menurut Ajzen (2005) intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ajzen (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi intensi untuk melakukan suatu perilaku terdiri dari sikap, kepribadian, usia, jenis kelamin, pendidikan, emosi, inteligensi, pengalaman, ras dan etnis. Berdasarkan beberapa pengertian intensi dan proses pembentukannya, dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
2. Definisi Knowledge Pengetahuan adalah data dan informasi
yang digabung dengan
kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan, motivasi dari sumber yang kompeten (Nonaka dan Teece, 2001). Drucker (dalam Tobing, 2007) mendefinisikan knowledge sebagai informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu terjadi ketika informasi tersebut menjadi dasar untuk bertindak, atau ketika informasi tersebut memampukan seseorang atau intuisi untuk mengambil tindakan yang berbeda atau tindakan yang lebih efektif dari tindakan sebelumnya. Menurut Turban, dkk (dalam Munir, 2008) yang mengatakan bahwa knowledge adalah informasi yang telah dianalisis sehingga dapat dimengerti dan digunakan untuk memecahkan masalah serta mengambil keputusan. Sedangkan definisi paling sederhana mengenai knowledge adalah kapasitas untuk melakukan tindakan dengan efektif.
Universitas Sumatera Utara
Seukuran apapun suatu organisasi, pasti memiliki aset knowledge. Jika ditinjau lebih lanjut, terdapat dua tipe knowledge menurut Nonaka, dkk (dalam Munir, 2008) sebagai berikut: 1. Tacit knowledge adalah knowledge yang sebagian besar berada dalam organisasi. Tacit knowledge adalah sesuatu yang kita ketahui dan alami, namun sulit untuk diungkapkan secara jelas dan lengkap. Tacit knowledge sangat sulit untuk dipindahkan kepada orang lain, karena knowledge tersebut tersimpan pada masing-masing pikiran (otak) para individu dalam organisasi sesuai dengan kompetensinya. 2. Explicit knowledge adalah pengetahuan dan pengalaman tentang ‘bagaimana untuk’, yang diuraikan secara lugas dan sistematis. Contoh konkretnya, yakni sebuah buku petunjuk pengoperasian sebuah mesin atau penjelasan yang diberikan oleh seorang instruktur dalam sebuah program pelatihan. Dengan demikian, organisasi perlu terampil dalam mengalihkan tacit knowledge ke explicit knowledge dan kembali ke tacit yang dapat mendorong inovasi dan pengembangan produk baru. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang telah dianalisis yang dapat digunakan sebagai dasar untuk bertindak, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
3. Definisi Knowledge Sharing Menurut Van den Hoof dan De Ridder (2004), knowledge sharing adalah proses timbal balik dimana individu saling bertukar pengetahuan (tacit dan explicit knowledge) dan secara bersama-sama menciptakan pengetahuan (solusi) baru. Salah satu tujuan definisi ini terdiri dari memberikan dan mengumpulkan knowledge, dimana memberikan knowledge dengan cara mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain apa yang dimiliki dari personal intellectual capital seseorang, dan mengumpulkan pengetahuan merujuk pada berkonsultasi dengan rekan kerja dengan membagi informasi atau intellectual capital yang mereka miliki. Menurut Pasaribu (2009), knowledge sharing dapat didefinisikan sebagai kebudayaan interaksi sosial, termasuk pertukaran knowledge antara karyawan, pengalaman, dan skill melalui keseluruhan departemen atau organisasi, hal ini menciptakan dasar umum bahwa kebutuhan untuk kerjasama. Connelly dan Kelloway (dalam Baharim, 2008) mendefinisikan knowledge sharing sebagai perilaku yang melibatkan pertukaran informasi atau membantu rekan kerja yang lain. Knowledge sharing terdiri dari pemahaman yang disebarkan yang berhubungan dengan mengadakan akses pekerja dengan informasi yang relevan dan membangun dan menggunakan jaringan knowledge melalui organisasi (Hogel, dkk, 2003). Sejumlah studi telah mendemonstrasikan bahwa knowledge sharing sangat penting karena hal ini memungkinkan organisasi untuk meningkatkan performa inovasi dan mengurangi usaha pembelajaran yang berlebihan (Calantone, dkk, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa knowledge sharing adalah proses dimana para individu secara timbal balik saling bertukar pengetahuan atau informasi melalui interaksi sosial berdasarkan pengalaman dan skill yang mereka miliki untuk membagi dan menerima pengetahuan dalam keseluruhan organisasi untuk menciptakan pengetahuan baru.
4. Definisi Intensi Knowledge Sharing Penelitian ini lebih bersifat meramalkan (forecasting) ke depan, yaitu dengan mengukur intensi karyawan untuk berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Berdasarkan pemahaman tentang makna intensi melalui perspektif Theory of Planned Behavior dan makna dari berbagi pengetahuan (knowledge sharing) dari literatur yang ada maka dapat dirumuskan definisi dari intensi berbagi pengetahuan itu sendiri. Sementara beberapa penelitian menggunakan istilah intensi berbagi pengetahuan sebagai kemauan (willingness) atau keinginan untuk berbagi pengetahuan (Bock dan Kim, 2002) atau sekedar kemauan pekerja dalam menyumbangkan pengetahuan dengan rekan-rekan sekerjanya (Baharim, 2008) maka penelitan ini mendefinisikan intensi berbagi pengetahuan berdasarkan konstrak Theory of Planned Behavior tentang intensi dan aspek-aspek knowledge sharing dari Van den Hooff & De Ridder sehingga mempunyai pemahaman yang berarti dan mampu mempunyai penilaian yang jelas dalam pengukurannya. Intensi berbagi pengetahuan diartikan sebagai kesediaan atau kemauan individu untuk berbagi pengetahuan baik tacit maupun explisit dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
memberi (donating) pengetahuan maupun meminta (collecting) pengetahuan kepada orang lain. Aspek yang ditekankan dalam penelitian ini adalah aspek perilaku dari knowledge sharing. Dengan demikian, variabel intensi knowledge sharing ini diukur melalui skala intensi sebagaimana terkonsep dalam konstrak teori perilaku terencana Ajzen (2005) dengan mengacu pada aspek knowledge donating dan knowledge collecting dari perilaku berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intensi knowledge sharing adalah kesediaan atau kemauan individu untuk mau berbagi pengetahuan baik pengetahuan tacit maupun explisit dalam bentuk memberi (donating) pengetahuan maupun meminta (collecting) pengetahuan kepada orang lain.
5. Aspek-Aspek Intensi Knowledge Sharing Aspek-aspek intensi knowledge sharing dibagi menjadi lima menurut Ajzen (2005) dan Van den Hoof dan De Ridder (2004), yaitu sebagai berikut. Aspek-aspek intensi menurut teori perilaku terencana Ajzen (2005): 1.
Sikap terhadap perilaku. Sikap adalah suatu keyakinan perilaku positif atau negatif individu untuk menunjukkan perilaku yang spesifik. Dalam konstrak teori perilaku terencana, sikap merupakan produk dari outcome evaluation dan behavioral beliefs. Outcome evaluation adalah evaluasi / penilaian individu terhadap kriteria keuntungan atau kerugian yang didapatkan dari suatu perilaku. Sedangkan behavioral beliefs merupakan keyakinan individu terhadap hasil atau konsekuensi yang didapatkan ketika ia mewujudkan
Universitas Sumatera Utara
perilaku tersebut didasarkan pada kriteria yang telah dinilai / dievaluasinya dalam outcome evaluation. 2.
Norma subjektif adalah dorongan sosial yang menentukan seseorang melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Dalam konstrak teori perilaku terencana, Ajzen (2005) menyebutkan norma subjektif merupakan fungsi dari motivation to comply dan normatif beliefs. Motivation to comply adalah pandangan individu terhadap faktor-faktor lingkungan yang mampu memberi
referensi
untuk
mewujudkan
sebuah
perilaku.
Dalam
mekanismenya, normative beliefs adalah orang-orang yang memiliki pengaruh terhadap subjek dalam konteks perilaku yang dihadapinya. Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan oleh orang lain). Kemudian motivation to comply adalah sejauh mana kekuatan
referensi
tersebut
mampu
mempengaruhi
subjek
untuk
mewujudkan perilakunya. 3.
Perceived behavioral control ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Dalam konstrak teori perilaku terencana, kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan hasil fungsi dari control beliefs dan power of control beliefs. Control beliefs adalah kepercayaan individu terhadap faktor-faktor yang mampu memberi hambatan atau mempermudah dirinya dalam mewujudkan sebuah perilaku. Sedangkan power of control beliefs adalah derajat seberapa besar faktor-faktor kontrol
Universitas Sumatera Utara
tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk mewujudkan perilaku atau tidak. Aspek-aspek knowledge sharing menurut Van den Hoof & De Ridder (2004): 1. Memberikan pengetahuan (knowledge donating) adalah menyalurkan / menyebarkan pengetahuan atau modal inteletual kepada orang lain yang melibatkan komunikasi antar individu. 2. Mengumpulkan pengetahuan (knowledge collecting) adalah mencari / mengumpulkan
pengetahuan
atau
modal
intelektual
dengan
jalan
berkonsultasi dengan orang lain.
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Knowledge Sharing Sejak knowledge sharing penting bagi organisasi, banyak peneliti telah menyelidiki faktor-faktor yang menentukan jumlah dan kualitas knowledge sharing dalam organisasi. Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi intensi knowledge sharing menurut Szulanski (1996). Faktor internal: 1. pengetahuan yang tidak terwujud (tacit knowledge); 2. karakteristik pengirim seperti beban kerja seseorang dan kompetensi yang dimilikinya, seperti keahlian, pendidikan, dan pengalamannya; 3. karakteristik penerima seperti kapasitas absortive atau intelektual seseorang, yaitu kapasitias penerima informasi untuk menerima informasi yang disampaikan;
Universitas Sumatera Utara
4. karakteristik hubungan interpersonal (pemberi dan penerima informasi), seperti level trust dan kerjasama antar rekan kerja, dan 5. kepribadian seseorang. Faktor eksternal: 1. karakteristik konteks organisasi seperti komunikasi infrastruktur, budaya organisasi, insentif, iklim organisasi, dan gaya kepemimpinan.
Menurut Pasaribu (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi intensi knowledge sharing adalah: Faktor internal: 1. Karakteristik knowledge (yang ditransfer) yang mengandung dua komponen, yaitu tacit knowledge dan pengetahuan terwujud (explicit knowledge). 2. Kolaborasi (dalam proses transfer) dengan dua komponen, trust dan kerja sama internal. Menurut Covey (dalam Pasaribu, 2009) dengan kata lain, trust
tersebut
merupakan
perekat
perusahaan
dan
hubungan
antarkaryawan. Maksudnya adalah setiap pihak percaya bahwa orang lain mampu dan berketerampilan dasar untuk menjalankan tugasnya, kemauan untuk melakukan hal yang baik atau bersikap positif bagi orang lain, dan berkeyakinan bahwa orang lain itu dimotivasi oleh prinsip keadilan terhadap sesama.
Universitas Sumatera Utara
Faktor eksternal: 1. Adaptasi dalam knowledge sharing terdiri dari dua komponen, replikasi dan rutinitas. Replikasi dari knowledge sharing merupakan strategi perusahaan bagi pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan dan knowledge sharing dapat juga digambarkan sebagai satu proses rutin melalui tingkat mana pada suatu organisasi, apakah pada individu, grup, departemen, dan seterusnya. Pada penelitian ini ingin melihat faktor internal yang mempengaruhi knowledge sharing, yaitu karakteristik hubungan antara pemberi dan penerima informasi (interpersonal), seperti level trust.
B. TRUST 1. Definisi Trust Trust adalah suatu kata yang digunakan setiap orang, namun demikian trust adalah konsep yang rumit untuk didefinisikan (Johnson & Johnson, 1997). Trust adalah suatu keadaan psikologis berupa keinginan untuk menerima kerentanan berdasarkan pengharapan yang positif terhadap keinginan ataupun tujuan dari perilaku orang lain (Rousseau, 1998). Ditambahkan oleh ShockleyZalabak, Ellis dan Winograd (dalam Murnighan dan Malhotra, 2002) trust adalah pengharapan positif yang dimiliki individu mengenai tujuan dan perilaku dari anggota kelompok yang lain berdasarkan peraturan organisasi, pengalaman dan saling ketergantungan. Ditambahkan oleh Whittener (dalam Wells & Klipnis, 2001) bahwa trust melibatkan level ketergantungan pada pihak lain sehingga
Universitas Sumatera Utara
outcome seseorang dipengaruhi oleh tindakan orang lain. Sedangkan Mayer, dkk (dalam Sumaryono, 2000) mengartikan trust sebagai kemauan individu untuk menjadikan organisasi sebagai tempat untuk dipercayai untuk bergantung. Johnson & Johnson (1997) mengatakan bahwa trust dibangun melalui perilaku trusting dan trustworthy. Mungkin definisi terbaik adalah yang berasal dari Deutch (dalam Johnson & Johnson, 1997) yang mengajukan bahwa trust mencakup elemen-elemen sebagai berikut: 1. Individu berada dalam suatu situasi dimana pilihan untuk mempercayai orang lain mungkin akan mendatangkan akibat yang menguntungkan atau merugikan. Oleh karena itu, individu menyadari bahwa ada suatu resiko yang terlibat dalam trust. 2. Individu menyadari bahwa apakah akibat yang dihasilkan itu untung atau rugi tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. 3. Individu memperkirakan akan lebih menderita jika hasil yang didatangkan buruk daripada berakibat baik. 4. Individu merasa percaya bahwa orang lain akan berperilaku seolah-olah menghasilkan akibat yang menguntungkan. Menentukan pilihan untuk trust terhadap orang lain melibatkan persepsi bahwa pilihan tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau kerugian. Individu akan mendapatkan untung atau rugi tergantung pada tingkah laku anggota lain, bahwa kerugian akan lebih besar daripada keuntungan, dan bahwa orang lain mungkin akan berperilaku seolah-olah individu akan mendapatkan untung daripada rugi (Johnson & Johnson, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Trust akan diukur dengan menggunakan skala. Tingkat trust dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh individu dari skala. Jika semakin tinggi skor skala trust maka semakin tinggi tingkat trust. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor skala trust maka semakin rendah tingkat trust yang dimiliki oleh individu tersebut. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa trust adalah kondisi psikologis seseorang berupa pengharapan positif terhadap keinginan ataupun tujuan dari perilaku orang lain yang melibatkan kerentanan dan ketergantungan serta dibangun melalui perilaku trusting dan trustworthy. Kerentanan disini dimaksudkan sebagai suatu yang mudah berubah. Dengan demikian, trust sebagai suatu kondisi psikologis seseorang berupa pengharapan positif terhadap keinginan ataupun tujuan dan perilaku orang lain yang melibatkan ketergantungan terhadap pihak lain serta dibangun melalui perilaku mempercayai (trusting) dan dapat dipercaya (trustworthy).
2. Aspek-Aspek Trust Dalam suatu kelompok yang kooperatif, komponen trust yang terpenting opennes dan sharing di satu sisi dan acceptance, support serta cooperative intentions pada sisi lain. Bekerja secara kooperatif dengan orang lain membutuhkan opennes dan sharing yang ditentukan oleh pengekspresian acceptance, support dan cooperative intentions dalam kelompok tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Johnson & Johnson (1997), tingkat trust dalam kelompok dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan kemauan setiap anggota untuk dapat percaya (trust) dan dapat dipercaya (trustworthy). Tingkah laku trust adalah : 1. Kemauan untuk mengambil resiko terhadap akibat yang baik ataupun yang buruk. 2. Perilaku yang melibatkan keterbukaan diri dan kemauan untuk diterima dan didukung secara terbuka oleh anggota kelompok yang lain. Aspek-aspek trust: a. Opennes: membagi informasi, ide-ide, pemikiran, perasaan, dan reaksi terhadap isu-isu yang terjadi dalam kelompok. b. Sharing: menawarkan bantuan material dan sumber daya kepada orang lain dalam kelompok dengan tujuan untuk membantu mereka memajukan kelompok menuju penyelesaian masalah.
Tingkah laku trustworthy adalah: 1. Kemauan untuk merespon terhadap resiko yang telah diambil orang lain yang meyakinkan bahwa orang tersebut akan menerima akibat yang baik. 2. Perilaku yang melibatkan penerimaan terhadap kepercayan orang lain. Aspek-aspek trustworthy: a. Acceptance: komunikasi penuh penghargaan terhadap orang lain dan kontribusinya kepada pekerjaan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Support: komunikasi dengan orang lain yang diketahui kemampuannya dan percaya bahwa dia mempunyai kapabilitas yang dibutuhkannya untuk mengatur situasi yang dihadapinya secara produktif. c. Cooperative intentions: pengharapan bahwa seseorang dapat bekerja sama dan bahwa setiap anggota lain dalam kelompok juga dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan kerja. Penerimaan (acceptance) mungkin merupakan perhatian yang pertama dan paling dalam yang muncul dalam kelompok. Acceptance terhadap orang lain biasanya disertai acceptance terhadap diri sendiri. Anggota kelompok harus dapat menerima diri mereka sendiri sebelum mereka dapat sepenuhnya menerima orang lain. Acceptance merupakan kunci untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan mengenai kerentanan. Jika seseorang merasa tidak diterima, maka frekuensi serta partisipasinya dalam kelompok akan berkurang. Untuk membangun trust dan memperdalam hubungan antara anggota kelompok, setiap anggota harus bisa untuk mengkomunikasikan acceptance, support, dan cooperative. Johnson & Johnson (1997) lebih lanjut menyatakan bahwa menerima dan mendukung kontribusi orang lain tidak berarti kita harus setuju dengan segala sesuatu yang mereka katakan. Kita bisa mengungkapkan rasa menerima dan mendukung atas keterbukaan dan sharing dari anggota lain dan saat yang sama mengungkapkan ide dan pandangan yang berbeda. Kunci untuk membangun dan mempertahankan trust adalah menjadi trustworthy. Semakin acceptance dan supportive seseorang terhadap orang lain, maka orang lain akan semakin dapat mengemukakan pemikiran-pemikirannya,
Universitas Sumatera Utara
ide-ide, teori-teori, kesimpulan-kesimpulan, perasaan dan reaksinya. Jika seseorang dalam merespon keterbukaan orang lain bersifat trustworthy, maka semakin dalam dan personal pemikiran yang akan dibagikan orang lain. Jika seseorang ingin meningkatkan trust, maka perlu ditingkatkan trustworthiness. Keterampilan utama yang penting dalam mengkomunikasikan acceptance, support, dan cooperativeness melibatkan pengekspresian kehangatan, pengertian yang akurat, dan keinginan untuk bekerja sama. Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa ekspresi semacam itu dapat meningkatkan trust dalam suatu hubungan, meskipun individu terlibat dalam konflik yang tidak terselesaikan (Johnson & Johnson, 1997). Menurut Robbins dimensi trust terbagi atas 5, yaitu: 1. Integrity merujuk pada kejujuran dan berlaku yang sebenarnya. Ini menunjukkan individu yakin bahwa pihak lain akan berlaku jujur dan sebenarnya. 2. Competence berarti pengetahuan dan keahlian teknis dan interpersonal. Semakin seseorang competence maka semakin orang itu mengerti apa yang dikatakan dan dilakukannya dalam suatu situasi. Sehingga pihak lain akan hormat dan percaya dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengatur secara produktif situasi dimana ia berada. 3. Consistency adalah reliabilitas, prediktibilitas dan keputusan tepat dari individu dalam menghadapi situasi tertentu. Ini berarti ada konsistensi apa yang dikatakan atau diajarkan dengan apa yang dilakukan. Semakin konsisten objek trust maka semakin tinggi tingkat trust seseorang terhadap objek itu.
Universitas Sumatera Utara
4. Loyalty adalah kemauan atau keinginan untuk melindungi dan menjaga nama baik pihak lain. 5. Opennes adalah seseorang yang percaya memiliki kemauan untuk berbagi ide, pemikiran, dan perasaan kepada pihak lain.
3. Membangun Trust Johnson & Johnson (1997) menyatakan bahwa untuk dapat bekerja secara efektif dan mencapai hasil maksimal, setiap individu harus mengembangkan hubungan trust yang saling menguntungkan. Trust dibangun melalui tahap-tahap trust dan trustworthy (lihat Tabel 1). Misalnya jika seseorang (A) mengambil resiko untuk membuka diri, dia mungkin akan mendapat konfirmasi atau tidak, tergantung pada apakah rekan kerjanya (B) merespon dengan penerimaan ataupun penolakan. Jika rekan kerjanya (B) mengambil resiko dengan menerima, mendukung atau kooperatif, dia juga akan mendapat konfirmasi ataupun tidak, tergantung apakah individu tadi (A) tertutup atau terbuka. Untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan, setiap anggota dalam kelompok
diharapkan
dapat
saling
mengemukakan
ide-ide,
pemikiran,
kesimpulan, perasaan dan reaksi sesuai dengan situasi. Sekali mereka melakukannya, anggota kelompok lain akan merespon dengan penerimaan, dukungan dan sifat yang kooperatif. Jika anggota kelompok menyatakan pendapatnya dan tidak menerima penerimaan yang dibutuhkannya, mereka mungkin akan menarik diri dari kelompok tersebut. Jika mereka diterima, mereka
Universitas Sumatera Utara
akan
tetap
mengambil
resiko
dengan
berani
terbuka
sehingga
dapat
mengembangkan hubungannya dengan anggota kelompok yang lain. Interpersonal trust dibangun dengan resiko dan konfirmasi serta dihancurkan dengan resiko dan diskonfirmasi. Tanpa resiko tidak akan ada trust. Langkah dalam membangun trust adalah sebagai berikut : 1. Individu A mengambil resiko dengan mengemukakan pemikirannya, info, kesimpulan, perasaan dan reaksi terhadap suatu situasi kepada individu B. 2. Individu B mengkomunikasikan acceptance, support dan cooperativeness terhadap individu A. Cara lain mengembangkan trust adalah : 1. Individu B mengkomunikasikan acceptance, support dan cooperativeness terhadap individu A. 2. Individu A merespon dengan mengemukakan pemikirannya, informasi, kesimpulan, perasaan dan reaksi terhadap situasi kepada individu B.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 The Dynamic of Interpersonal Trust (Johnson & Johnson, 1997) High Acceptance, Support,
Low Acceptance, Support,
and Cooperativeness Person A
Trusting
High Opennes and Sharing
and Cooperativeness Person A
Confirmed Person B
Trustworthy
Disconfirmed Person B
Confirmed Low Opennes
Person A
Distrusting
and Sharing
Trustworthy
Person A
SEBAGAI
PREDIKTOR
Distrusting No Risk
Person B
Disconfirmed
C. TRUST
Untrustworthy No Risk
No Risk Person B
Trusting
Untrustworthy No Risk
POSITIF
BAGI
INTENSI
KNOWLEDGE SHARING Sumber daya knowledge sangat erat berhubungan dengan sumber daya manusia yang merupakan aset dan modal intelektual terpenting perusahaan. Untuk dapat bertahan, bersaing, dan mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan baik, organisasi perlu mengembangkan kemampuan bersaingnya tidak sematamata dari sumber daya tradisional seperti sumber daya alam, tenaga kerja, dan dana, melainkan dari sumber daya tidak berwujud (intangible resources) seperti pengetahuan (knowledge).
Universitas Sumatera Utara
Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan di dalam organisasi. Oleh karena itu diperlukan knowledge sharing. Knowledge sharing adalah sumber penting bagi beberapa organisasi. Menurut Van den Hoof dan De Ridder (2004), knowledge sharing adalah proses timbal balik dimana individu saling bertukar pengetahuan (tacit dan explicit knowledge) dan secara bersama-sama menciptakan pengetahuan (solusi) baru. Salah satu tujuan definisi ini terdiri dari memberikan dan mengumpulkan knowledge, dimana memberikan knowledge dengan cara mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain apa yang dimiliki dari personal intellectual capital seseorang, dan mengumpulkan pengetahuan merujuk pada berkonsultasi dengan rekan kerja dengan membagi informasi atau intellectual capital yang mereka miliki. Dua aktivitas penting dalam knowledge sharing sebenarnya telah beberapa kali digunakan untuk mengukur seberapa besar kemauan (willingness) untuk berbagi pengetahuan. Berbagi pengetahuan sendiri menurut Van den Hooff dan De Ridder (2004) dibedakan atas dua aspek yaitu memberi (donating) pengetahuan dan menerima / mencari (collecting) pengetahuan. Dalam situasi kerja keinginan untuk melakukan knowledge sharing tergantung dari intensi perilaku yang berkaitan dengan sikap terhadap knowledge sharing. Teori Planned Behavior (Ajzen, 2005) merupakan sebuah pendekatan psikologis yang bertujuan meneliti perilaku individu dan berasumsi bahwa prediktor terbaik dari perilaku individu adalah niat (intention) untuk berperilaku. Intensi dalam penelitian ini untuk mengetahui derajat / tingkatnya dengan
Universitas Sumatera Utara
mengukur prediksi atau perilaku yang akan dilakukan atau telah dilakukan oleh subjek penelitian. Intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan persepsi terhadap kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Dengan demikian, ketiga aspek ini juga menentukan tinggi dan rendahnya intensi karyawan untuk melakukan perilaku knowledge sharing dengan karyawan yang lain. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, maka semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Penelitan ini mendefinisikan intensi berbagi pengetahuan berdasarkan konstrak Theory of Planned Behavior tentang intensi dan aspek-aspek knowledge sharing dari Van den Hooff & De Ridder sehingga mempunyai pemahaman yang berarti dan mampu mempunyai penilaian yang jelas dalam pengukurannya. Intensi knowledge sharing adalah kesediaan atau kemauan individu untuk mau berbagi pengetahuan baik pengetahuan tacit maupun explisit dalam bentuk memberi (donating) pengetahuan maupun meminta (collecting) pengetahuan kepada orang lain. Salah satu penelitian yang menggunakan konsep teori perilaku terencana untuk mendukung penelitian ini adalah Ryu (2003) yang menyatakan ada hubungan antara intensi dengan knowledge sharing. Chi dan Bolloju (2004) mengatakan semakin tinggi tingkat intensi seseorang terhadap perilaku knowledge sharing maka semakin besar keinginan atau kemauan ia untuk melakukan knowledge sharing dengan rekan kerjanya. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat intensinya maka semakin tinggi ia akan melakukan perilaku knowledge
Universitas Sumatera Utara
sharing. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intensinya maka semakin rendah pula ia akan melakukan perilaku knowledge sharing. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi knowledge sharing terbagi atas faktor internal dan eksternal menurut Szulanski (1996). Faktor-faktor internal adalah pengetahuan tak terwujud (tacit knowledge), karakteristik pengirim seperti beban kerja seseorang, karakteristik penerima seperti kapasitas absortive dan inteligensi, kepribadian seseorang dan karakteristik hubungan interpersonal (pemberi dan penerima informasi), seperti kerjasama dan level trust. Sedangkan faktor eksternalnya adalah karakteristik konteks organisasi seperti komunikasi infrastruktur,
budaya
organisasi,
insentif,
iklim
organisasi,
dan
gaya
kepemimpinan. Pada penelitian ini ingin melihat faktor internal yang mempengaruhi knowledge sharing, yaitu karakteristik hubungan antara pemberi dan penerima informasi (interpersonal), seperti level trust. Trust mempunyai hubungan yang positif pada knowledge sharing (Davenport and Prusak, 1998). Trust diartikan sebagai suatu keadaan psikologis seseorang berupa keinginan untuk menerima kerentanan berdasarkan pengharapan yang positif terhadap keinginan ataupun tujuan dari perilaku orang lain (Rousseau, 1998). Dimana dengan adanya trust dalam suatu kelompok, maka hubungan kerjasama yang efektif akan terjalin dalam kelompok tersebut. Menurut Johnson & Johnson (1997) dalam suatu kelompok yang kooperatif, komponen trust yang terpenting opennes dan sharing di satu sisi dan acceptance, support serta cooperative intentions pada sisi lain. Ketidakmauan berbagi informasi dan kurangnya trust baik dari si pemberi informasi maupun dari
Universitas Sumatera Utara
si penerima informasi merupakan salah satu faktor yang menghambat jalannya knowledge sharing. Fukuyama (1996) menemukan bahwa trust merupakan faktor kunci bagi suksesnya perekonomian. Mati hidupnya perusahaan bergantung pada trust anggota-anggotanya. Sebaliknya, tanpa trust berbagai bencana bagi masyarakat atau perusahaan akan muncul. Trust memungkinkan banyak hal, termasuk mendorong terjadinya share of values. Menurut Davenport & Prusak (1998), meskipun si pemberi dan penerima informasi berkomunikasi dengan sedikit mempengaruhi hasil terhadap intensi knowledge sharing dan salah satu faktor dalam proses ini adalah kepercayaan pemberi knowledge terhadap si penerima knowledge. Semakin tinggi tingkat trust, maka semakin tinggi intensi si pemberi knowledge untuk membagi pengetahuan mereka dan sebaliknya, semakin rendah tingkat trust maka semakin rendah intensi si pemberi untuk membagi pengetahuan mereka. Dengan kata lain, efek terhadap keterbukaan si pemberi knowledge untuk melakukan perilaku knowledge sharing dipengaruhi oleh trust. Mayer, Davis dan Schoorman (1995) mengelaborasikan model interpersonal trust dan mengasumsikan bahwa keterbukaan terhadap suatu pengalaman (openness to experience) akan mempengaruhi trust si pemberi knowledge terhadap si penerima knowledge dan keduanya mempunyai dampak terhadap intensi perilaku untuk knowledge sharing. Senge (dalam Debowski, 2006) percaya bahwa trust adalah faktor kunci dalam berbagi pengetahuan dalam suatu organisasi. Ia juga mengatakan bahwa trust mengarah kepada komitmen pemberi knowledge terhadap si penerima
Universitas Sumatera Utara
informasi, yang artinya bahwa si pemberi knowledge akan mau lebih menunjukkan perilaku knowledge sharing. Kramer (1999) mengatakan bahwa trust adalah faktor kunci yang mengakibatkan intensi knowledge sharing seseorang dan hal tersebut hanya terjadi ketika individu saling percaya dengan masing-masing rekan kerjanya dan tidak ada kecurigaan atau keraguan yang dapat merubah dan berbagi informasi antara kedua belah pihak. Ketika derajat saling percaya antara kedua belah pihak dalam meningkatkan knowledge sharing, kuantitas pertukaran informasi dan pengalaman juga meningkat (McAllister, 1995). Penelitian terakhir menemukan bahwa trust pada si penerima informasi merupakan indikator sebagai motivasi untuk berbagi dan mempunyai hubungan positif terhadap intensi knowledge sharing (Ipe, 2003). Oleh karena itu, trust dapat menimbulkan knowledge sharing.
D. HIPOTESA PENELITIAN Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah penulis paparkan di atas maka penulis menjadikan hipotesa penelitian ini sebagai berikut: trust merupakan prediktor positif bagi intensi knowledge sharing.
Universitas Sumatera Utara