BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan bank untuk mendapatkan revenue atau profit pada jangka waktu tertentu dengan menggunakan tenaga kerja, Asset dan modal (Seiford,1999). Menurut Sartono (2001), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannnya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas menggambarkan kemampuan badan usaha untuk menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Shapiro,1991:731)
“Profitability
ratios
measure
managements
objectiveness as indicated byreturn on sales, assets and owners equity. Menurut Munawir (2002:33) profitabilitas atau rentabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu atau rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu;
1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu 2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang 3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu 4) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri 5) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modalpinjaman maupun modal sendiri 6) Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modalsendiri Rasio pengukuran profitabilitas menurut Wiagustini (2010:81) dapat diukur dengan : 1. Profit Margin Profit margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan penjualan 2. Return On Assets ROA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan. 3. Return On Equity ROE merupakan rasio yang mengukur return yang diperoleh daru investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut.
Pengukuran profitabilitas disini, dilakukan dengan pendekatan Return On Assets (ROA) yang bertujuan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva yang dikuasainya untuk meghasilkan income. ROA mencerminkan kemampuan manajemen bank untuk menghasilkan keuntungan dari asets bank (Athanasoglou et al., 2005).Menurut Dendawijaya (2003), rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset. Sedangkan Menurut Lestari dan Sugiharto (2007), ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih.
2.1.2 Capital Adequacy Ratio Permodalan merupakan hal yang pokok bagi sebuah bank, selain sebagai penyangga kegiatan operasional bank, modal juga sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Bank dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat apabila modalnya terjaga dengan baik. CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung risiko atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan (Lukman, 2005). Mengingat kecukupan modal merupakan faktor yang paling penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian. Nilai CAR yang berada
dibawah 8% menunjukkan bahwa bank tidak mempunyai peluang untuk memberikan kredit karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut menurun. Bank juga perlu mempertahankan tingkat kecukupan modal untuk melindungi kepentingan deposan atau terjadi penarikan uang dari pihak ketiga seperti masyarakat, dan mencegah kegagalan bank yang dalam hal ini adalah tingkat kemacetan kredit atau Non perfoming Loan (Buyuksalvarci dan Abdioglu, 2011). Hal-hal yang mempengaruhi CAR antara lain: 1)
Tingkat kualitas manajemen yang bersangkutan.
2)
Tingkat likuiditas yang dimiliki.
3)
Tingkat kualitas dari aktiva.
4)
Struktur depositonya.
5)
Tingkat likuiditas system operating procedure.
6)
Tingkat likuiditas karakter para pemilik sahamnya.
7)
Kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek dan jangka panjang.
8)
Riwayat pemupukan modal dan peraturan pembagian laba yang diperolehnya. Pembagian jenis modal bank di Indonesia dapat diklasifikasikan sesuai Standar
Bank For International Settlements (Taswan, 2008:140), yaitu: 1)
Modal Inti Modal Inti, yaitu modal yang disetor pada pemilik bank dan modal yang berasal dari cadangan yang dibentuk ditambah dengan yang ditahan. Modal inti terdiri dari:
a)
Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual. Modal ini sering disebut modal donasi.
b)
Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapatkan persetujuan dari rapat umum pemegang saham.
c)
Cadangan tujuan, yaitu bagian laba yang dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham.
d)
Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham diputuskan untuk tidak dibagikan.
e)
Laba tahun lalu adalah laba tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak yang belum ditetapkan penggunaanya oleh rapat umum pemegang saham.
f)
Laba tahun berjalan dikurangi taksiran utang pajak. Laba tahun berjalan ini hanya diperhitungkan sebagai modal inti sebesar 50 persen.
2)
Modal pelengkap terdiri dari: a)
Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktorat Jendral Pajak.
b)
Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk menampung
kerugian yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari tidak diterimannya kembali sebagaian atau seluruh aktiva produktifnya. c)
Modal pinjaman, yaitu utang yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat-sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri tidak dijamin oleh bank bersangkutan, tidak dapat ditarik atau dilunasi atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI, mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi, dan pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut.
d)
Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman yang memenuhi syarat-syarat ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman, mendapat persetujuan Bank Indonesia dan tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dengan telah disetor penuh dengan minimal jangka waktu 5 tahun, pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia.
2.1.3 Loan To Deposit Ratio Sebuah perusahaan diwajibkan untuk mempertahankan likuiditasnya serta menjamin kelancaran operasi dalam memenuhi kewajibannya. Bank yang memiliki total aset besar, mempunyai kesempatan untuk menyalurkan kreditnya kepada pihak
peminjam dalam jumlah yang lebih besar, sehingga memperoleh keuntungan yang tinggi (Alper, et al., 2011). Loan to Deposits Ratio merupakan ukuran kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2005). Sisi pasiva bank harus mampu memenuhi kewajiban kepada nasabah setiap simpanan mereka yang ada di bank ditarik, pada sisi aktiva bank harus menyanggupi pencairan kredit yang telah diperjanjikan.bila kedua aspek atau salah satu aspek ini tidak dapat dipenuhi, maka bank akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito atau simpanan oleh deposan atau penitip dana ataupun memenuhi kebutuhan masyarakat berupa kredit (Kasmir, 2008:286). LDR menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun bank. Besar kecilnya rasio LDR suatu bank akan mempengaruhi return on assets tersebut. Semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada nasabah dalam bentuk kredit maka jumlah dana yang menganggur berkurang dan penghasilan bunga yang diperoleh akan meningkat. Hal ini tentunya akan meningkatkan LDR sehingga return on assets juga meningkat (Setiadi, 2010). Menurut Kasmir (2008:225) mendefinisikan LDR adalah rasio memperlihatkan komposisi jumlah kredit yang disalurkan dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga dan modal sendiri yang digunakan. Semakin tinggi LDR menunjukan semakin
banyak dana yang di salurkan kepada masyarakat berupa kredit . Menurut Simorangkir (2000:147) salah satu cara untuk mengetahui likuiditas dapat dilihat dari LDR. Menurut Riyadi (2006:165) LDR adalah rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana nasabah. Batas aman LDR suatu Bank secara umum adalah sekitar 90-100, sedangkan menurut ketentuan bank sentral batas aman LDR adalah 110% .LDR dapat pula digunakan untuk menilai strategi manajemen suatu bank. Manajemen Bank yang konservatif biasanya memiliki LDR yang cenderung relatif rendah. Sebaliknya bank yang agresif memiliki LDR yang lebih tinggi atau melebihi batas toleransi (Simorangkir,2000:145). LDR digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada Bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka , sertifikat deposito. (Almilia dan Herdiniatyas,2005:139).
2.1.4 Non Performing Loan Penyaluran kredit merupakan aktivitas pokok bank karena dengan menyalurkan kredit kepada debitur, bank dapat memperoleh bunga yang merupakan sumber utama pendapatan bank.Bisnis perbankan pada dasarnya tidak dapat melepaskan diri dari
risiko kredit (Panco, 2008). Risiko kredit yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kredit bermasalah atau Non Performing Loan.. Pengertian NPL menurut Mahmoedin (2001:2) adalah kredit yang tidak menepati jadwal angsuran sehingga terjadi tunggakan. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah bila tidak kembali sesuai jangka waktu yang diperjanjikan atau kesepakan. Jika tidak ditangani dengan baik maka kredit bermasalah atau NPL merupakan sumber kerugian yang potensial bagi bank. Kredit bermasalah tinggi merupakan kelemahan dalam kondisi neraca kualitas aset kredit yang buruk, dan kerentanan bank (Li Hua et al., 2008:871). Menurut Peraturan Bank Indonesia No.13/3/PBI/2011 tentang penerapan status dan tindak lanjutan pengawasan bank, bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila NPLsecara neto lebih dari 5 persen dari total kredit atau total pembiayaan. Ketentuan Bank Indonesia, tentang kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga yaitu:
1) Kredit Kurang Lancar Kredit kurang lancar terjadi apabila debitur tidak dapat membayar angsuran pinjaman pokok atau bunga antara 91 sampai dengan 180 hari. 2) Kredit Diragukan
Kredit diragukan terjadi dalam hal debitur tidak dapat membayar angsuran pinjaman pokok atau pembayaran bunga antara 181 hari sampai dengan 270 hari. 3) Kredit Macet Kredit macet terjadi apabila debitur tidak mampu membayar berturut-turut setelah 270 hari.
2.2
Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada pokok permasalahan yang diajukan, tinjauan pustaka, dan
penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini, maka dapat dinyatakan rumusan hipotesis sebagai berikut : 2.2.1 Pengaruh Capital Adequacy Ratio Terhadap Return on assets CAR mencerminkan modal perusahaan untuk mengahasilkan laba. Semakin besar CAR maka semakin besar kesempatan bank dalam menghasilkan laba karena dengan modal yang besar, manajemen bank sangat leluasa dalam menempatkan dananya kedalam aktivitas investasi yang menguntungkan (Edhi, 2004). Semakin tinggi rasio kecukupan modal, maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko, dan bank tersebut mampu membiayai operasi bank sehingga akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas (Suhardjono dan Kuncoro, 2002:573). CAR yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola asetnya untuk mengembangkan perusahaannya serta mampu menanggung segala beban dari
aktivitas-aktivitas operasi bank (Alper, et al., 2011). (Ben Naceur et al. ,2008), berpendapat bahwa bank yang memiliki modal yang tinggi cenderung menunjukkan tingginya profitabilitas. Pendapat ini didukung oleh (Dietrich, et al.,2009), yang memperlihatkan hasil CAR berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hasil penelitian sebelumnya mengenai variabel CAR terhadap return on assets yang dilakukan oleh (Puspitasari,2009) memperoleh hasil CAR berpengaruh positif signifikan terhadap retun on assets. Hasil yang serupa juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ongore dan Kusa,2013) yang memperoleh hasil bahwa CAR berpengaruh positif signifikan terhadap return on assets. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H1: Capital adequacy ratio berpengaruh positif signifikan terhadap return on assets.
2.2.2 Pengaruh Loan To Deposit Terhadap Return On Assets Kurangnya likuiditas adalah salah satu alasan utama kegagalan bank. LDR yang tinggi akan menunjukkan profitabilitas yang besar, karena kredit yang disalurkan oleh bank dapat dijalankan secara efektif. Hal ini dapat dibuktikan dari penelitian (Ponco ,2008), yang memperlihatkan hasil LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Menurut
penelitian (Sapariyah,2010) LDR secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDRmenunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit sehingga hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh laba. Perubahan LDRbank yang berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (80% - 110%), maka perubahan laba yang diperoleh oleh bank tersebut akanmeningkat (dengan asumsi bahwa bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif). Penelitian sebelumnya mengenai variabel LDR terhadap return on assets yang dilakukan (Miadalyani dan Agustiningrum,2013) memperoleh LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap return on assets. Temuan serupa juga diperoleh oleh (Fahrizal,2014) dimana diperoleh hasil bahwa LDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H2: Loan To Deposit Ratio berpengaruh positif signifikan terhadap returm on assets
2.2.3 Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Return On Assets Seorang investor berani mendirikan bank, maka harus berani pula menanggung resiko kesulitan menangih kredit yang diberikan kepada debitur tertentu (Savitri,dkk., 2013). NPL menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank, artinya semakin tinggi NPL maka semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin
besar dan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet (Dendawijaya, 2000). Risiko Kredit menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Semakin besar NPL akan mengakibatkan menurunnya ROA, yang juga berarti kinerja keuangan bank menurun. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hestina (2009) dan Teddy (2009) yang memperoleh hasil bahwa NPL berpengaruh negatif pada ROA. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H3: Non Performing Loan berpengaruh negatif signifikan terhadap return on assets