BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan
salah satu
aspek
perlindungan tenaga kerja melalui penerapan teknologi pengendalian segala aspek yang berpotensi membahayakan para pekerja. Pengendalian juga ditunjukkan pada sumber yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat jenis pekerjaan tersebut, upaya pencegahan kecelakaan penyerasian peralatan kerja/mesin/instrument, dan karakteristik manusia yang menjalankan pekerjaan tersebut ataupun orang-orang yang berada di sekelilingnya. Keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan dapat menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi (Sholihah dan Kuncoro, 2014:30). Wijayanto et al. (2012) mengatakan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena dampaknya tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benar-benar menjaga keselamatan dan kesehatan karyawannya dengan membuat aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. Pemberian sarana dan fasilitas pendukung sangat diperlukan untuk mewujudkan usaha-usaha peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Keselamatan dan kesehatan kerja menjadi bagian yang
10
penting di dalam mengelola, mengatasi dan mengendalikan bahaya yang dapat terjadi sehingga dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan (Somad, 2013:1). 2.1.1.1 Alasan Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Nedinma et al. (2014) kesehatan dan keselamtan kerja sangat perlu diperhatikan karena merupakan daerah interdisipliner yang melibatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja kepada karyawan di suatu perusahaan dan hal-hal yang mungkin terkena dampak langsung maupun secara tidak langsung oleh kegiatan di tempat bekerja. Seorang ahli dalam bidang keselamatan kerja Willie Hammer, mengatakan bahwa program keselamatan kerja diadakan karena tiga alasan yang penting yaitu : 1) Alasan berdasarkan perikemanusiaan Para
manajer
mengadakan
pencegahan
kecelakaan
atas
dasar
perikemanusiaan yang sesungguhnya. Para manajer melakukan demikan untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan pekerja yang menderita luka-luka serta keluarganya sering diberi penjelasan mengenai akibat kecelakaan 2) Alasan berdasarkan undang-undang Alasan mengadakan program keselamatan dan kesehatan kerja ini berdarkan undang-undang. Karena pada saat ini di Amerika Serikat terdapat undang-undang federal, undang-undang kotapraja tentang keselamatan dan kesehatan kerja, dan bagi mereka yang melanggarnya dijatuhkan denda.
11
3) Alasan Ekonomi Alasan Ekonomi menjadi kesadaran akan keselamatan kerja, karena biaya kecelakaan dapat sanagat besar bagi perusahaan. 2.1.1.2 Progam Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Rahman (2013) pengertian program kesehatan kerja yaitu menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik (Mangkunegara, 2009:161). Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu perlindungan keselamatan, Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Program kesehatan fisik yang dibuat oleh perusahaan sebaiknya terdiri dari salah satu atau keseluruhan elemen-elemen menurut Ranupandojo dan Husnan (2002:263) berikut ini : 1) Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali diterima bekerja. 2) Pemeriksaan keseluruhan para karyawan kunci (key personal ) secara periodik. 3) Pemeriksaan kesehatan secara sukarela untuk semua karyawan secara periodik.
12
4) Tersedianya peralatan dan staff media yang cukup. 5) Pemberian perhatian yang sistematis yang preventif masalah ketegangan. 6) Pemeriksaan sistematis dan periodic terhadap persyaratan sanitasi yang baik. Selain melindungi karyawan dari kemungkinan terkena penyakit atau keracunan,
usaha
menjaga
kesehatan
fisik
juga
perlu
memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan karyawan memperoleh ketegangan atau tekanan selama mereka bekerja. Stress yang diderita oleh karyawan selama kerjanya, sumbernya bisa dikelompokkan menjadi empat sebab: (1) yang bersifat kimia, (2) yang bersifat fisik, (3) yang bersifat biologis, (4) yang bersifat sosial. Ranupandojo dan Husnan (2002:265) mengemukakan usaha untuk menjaga kesehatan mental yaitu dengan cara: 1) Tersedianya psyichiatrist untuk konsultasi. 2) Kerjasama dengan psyichiatrist diluar perusahaan atau yang ada di lembagalembaga konsultan. 3) Mendidik para karyawan perusahaan tentang arti pentingnya kesehatan mental. 4) Mengembangkan dan memelihara program-program human relation yang baik. Bekerja diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja, Adapun usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja menurut Mangkunegara (2009:162) adalah sebagai berikut:
13
1) Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan mencegah kebisingan. 2) Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit. 3) Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja. Perusahaan memperhatikan kesehatan karyawan untuk memberikan kondisi kerja yang lebih sehat, serta menjadi lebih bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagi organisasi-organisasi yang mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi, berikut ini dikemukakan beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan karyawan menurut Mangkunegara (2009:163 ) yaitu : 1) Keadaan Tempat Lingkungan Kerja 1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang diperhitungkan keamanannya. 2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak. 3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. 4) Pengaturan Udara 5) Pergantian udara diruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau tidak enak). 6) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya. 2) Pengaturan Penerangan 1) Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat. 2) Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
14
3) Pemakaian Peralatan Kerja 1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. 2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik. 4) Kondisi Fisik dan Mental Pegawai 1) Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang usang atau rusak. 2) Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh.
2.1.2 Keselamatan Kerja Menurut Sholilah dan Kuncoro (2014:27) keselamatan kerja diartikan sebagai kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan atau kerusakan atau kondisi dengan risiko yang relatif sangat kecil, di bawah tingkat tertentu. Kondisi kerja yang aman atau selamat memerlukan dukungan sarana dan prasarana keselamatan berupa peralatan keselamatan, alat perlindungan diri, dan rambu-rambu. Prasarana keselamatan dibuat dengan ketentuan seperti rambu mudah terlihat, mudah dibaca, tahan lama, ditulis dalam bahasa resmi negara yang menggunakan produk tersebut, kecuali bila secara teknis salah satu bahasa tertentu dianggap lebih sesuai, ringkas dan jelas, dan menjelas tingkat bahaya dan cara mengurangi risiko. Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum (Rahman, 2013). Menurut Wills et al. (2005) ada
beberapa bukti yang
mendukung hubungan antara hasil kesehatan dan keselamatan di perusahaan yaitu tingkat kecelakaan perusahaan, frekuensi keterlibatan kecelakaan kerja serta frekuensi cedera pada saat bekerja dan tingkat keparahannya.
15
Keselamatan kerja juga dapat diartikan sebagai suatu bidang kegiatan yang ditujukan untuk dapat mencegah semua jenis kecelakaan yang berkaitan dengan lingkungan dan situasi kerja. Keselamatan kerja menyangkut seluruh proses perlindungan karyawan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan yang dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan keselamatan kerja adalah proses perlindungan tenaga kerja dari segala risiko kecelakaan atau kerusakan yang bisa terjadi atau timbul dalam lingkungan pekerjaannya.
2.1.2.1 Tujuan Keselamatan Kerja Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Paramita dan Wijayanto (2012): 1) Setiap pegawai dapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. 2) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya. 3) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai. 5) Agar meningkat kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja. 6) Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan lingkungan kerja. 7) Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Faktor yang dilakukan perusahaan untuk mencegah kecelakaan (Silalahi, 1995) adalah : 1) Faktor subtitusi yaitu penggantian bahan yang berbahaya. 2) Pengendalian teknis termasuk ventilasi, penerangan dan perlengkapan.
16
3) Penyempurnaan ergonomic (penyesuaian dengan bentuk alat dan bahan yang tersedia). 4) Pengawasan atas kebiasaan. 5) Penyesuaian volume produksi dengan jam proses kerja; dan Adanya Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam perusahaan.
2.1.3 Kesehatan Kerja Menurut Sholihah dan Kuncoro (2014:29) kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja. Efek terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, karena selain dapat mengganggu tingkat produktivitas, kesehatan masyarakat kerja dapat timbul akibat pekerjaannya. Suatu perusahaan juga harus menyediakan APD untuk semua karyawan baik tenaga kerja tetap dan kontrak untuk menerapkan hukum No 1 tahun 1970, dalam rangka untuk memperoleh kesehatan dan
perlindungan keselamatan pekerja
(Wijayanti, 2010). Budianto (2014:2) mengatakan kesehatan dalam ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit dan penerapannya yang bertujuan untuk mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindung dari dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa
17
sakit yang disebabkan lingkungan kerja menurut Sholihah dan Kuncoro (2014:29). Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan kesehatan kerja adalah suatu kondisi dimana seorang pekerja di dalam melakukan pekerjaannya baik yang melakukan pekerjaan yang berisiko atau tidak, seorang pekerja harus dilengkapi dengan alat-alat pengaman di dalam melakukan pekerjaannya agar dapat terhindar dari risiko kecelakaan yang dapat mengganggu kesehatannya, serta lingkungan dimana ia bekerja juga harus terjaga kebersihannya agar dapat terhindar dari segala penyakit yang dapat mengganggu kesehtan kerja.
2.1.3.1 Tujuan Kesehatan Kerja Adapun tujuan dari kesehatan kerja meliputi : 1) Memelihara
dan
meningkatkan
setinggi-tingginya
derajat
kesehatan
masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan, baik kesehatan fisik, mental, maupun sosial. 2) Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang disebabkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya. 3) Memberikan perlindungan bagi pekerja dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan dalam pekerjaannya. 4) Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan lingkungan fisik dan psikis mereka. Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubungannya dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi
18
metode kerja, kondisi kerja, dan lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit, atau perubahan kesehatan.
2.1.3.2 Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kecelakaan dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu manusia dan lingkungannya. Faktor manusia adalah kurangnya kemampuan fisik, yaitu kebugaran fisik dan mental (Rezkyan et al., 2013). Kecelakaan adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan yang dapat mengganggu suatu kegiatan. Sebenarnya suatu kecelakaan adalah apa saja yang tidak direncanakan atau yang tidak diadakan untuk perubahan atau penyimpangan dari apa yang diharapkan. Kecelakaan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang negatif dan tidak menguntungkan di dalam perusahaan perhatian cenderung dicurahkan kepada kecelakaan-kecelakaan yang menyebabkan luka. Adapun kondisi-kondisi yang membahayakan atau faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti : 1) Perlengkapan yang penjagaannya kurang baik. 2) Perlengkapan yang sudah rusak. 3) Susunan atau prosedur yang berbahaya disekitar mesin atau perlengkapan. 4) Tempat penyimpanan yang membahayakan atau terlalu banyak muatan. 5) Penerangan yang kurang memadai. 6) Ventilasi yang kurang baik.
19
Selain itu ada juga 3 faktor yang ikut menyebabkan terjadinya kecelakaan yaitu pekerjaan itu sendiri, misalnya beberapa pekerjaan lebih berbahaya daripada pekerjaan lainnya contohnya pekerjaan tukang derek yang menimbulkan kira-kira tiga kali kunjungan kerumah sakit karena kecelakaan daripada pekerjaan seorang mandor. Rencana kerja, misalnya disebabkan adanya peningkatan atau pertambahan banyaknya jam kerja sehingga terjadi kelelahan dan menyebabkan kecelakaan. Psikologis suasana kerja, misalnya pekerja yang berkerja dalam keteganagan atau merasa pekerjaannya terancam atau tidak aman lebih sering mengalami kecelakaan.
2.1.4 Komitmen Organisasional Menurut Robbins dan Timothy (2008:100) komitmen organisasional adalah suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasional adalah loyalitas karyawan sangat didominan terhadap sikap organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilainilai organisasi, kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasional didefinisikan sebagai ikatan psikologis individu dengan organisasi, yang dapat ditunjukan oleh berbagai indikator, seperti memiliki loyalitas terhadap organisasi, internalisasi tujuan organisasi, dan mendedikasikan diri pada tujuan organisasi (Crow et al. 2012). Komitmen kerja melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen kerja merupakan sebuah variabel yang
20
mencerminkan derajat hubungan yang dianggap memiliki oleh setiap karyawan terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi. Berdasarkan pengertian diatas komitmen organisasional adalah suatu kepercayaan yang timbul dimana seseorang dapat bertahan dengan kesetiaannya untuk kepentingan terhadap suatu organisasi sehingga membuat munculnya loyalitas seseorang terhadap organisasi tersebut dan membuat seseorang dapat bertahan di dalam suatu organisasi.
2.1.4.1 Dimensi Komitmen Organisasi Menurut Robbins dan Timothy (2008:101) terdapat tiga dimensi komitmen yaitu : 1) Komitmen afektif yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Contohnya seorang karyawan yang bekerja di petshop memiliki keterikatan dengan hewan-hewan yang membuat karyawan tersebut betah bekerja di perusahaan tersebut. 2) Komitmen berkelanjutan yaitu nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia diabayar tinggi dan merasa bahwa pengunduruan diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya. 3) Komitmen normatif yaitu kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Contohnya seorang karywan yang melopori sebuah inisiatif baru mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “meninggalkan seorang dalam keadaan yang sulit” bila ia pergi.
21
2.1.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional Komitemen organisasional terdiri dari komponen affective commitment, continuance commitment dan normative commitment. Masing-masing komponen ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berbeda. Affective commitment dipengaruhi berbagai karakteristik seperti kepribadian dan pengalaman kerja. Continuance commitment dipengaruhi oleh faktor biaya dan manfaat, seperti kurangnya biaya alternative pekerjaan apabila karyawan meninggalkan organisasi dan jumlah investasi yang telah dilakukan orang dalam organisasi atau komunitas tertentu. Normative commitment dipengaruhi oleh proses sosialiasi yang dinamakan psychological contract yang mencerminkan keyakinan karyawan tentang apa yang seharusnya diterima sebagai imbalan atas apa yang mereka berikan terhadap organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2008:167). McShane
dan
Von
Glinow
(2010:113)
memandang
komitmen
organisasional sebagai loyalitas organisasional. Cara untuk membangun komitmen organisasional seperti : 1) Justice and support (keadilan dan dukungan) organisasi yang mendukung kesejahteraan karyawan cenderung mendapat tingkat loyatitas lebih tinggi 2) Shared Values (nilai bersama) pengalaman karyawan lebih nyaman dan dapat diduga ketika mereka sepakat dengan nilai-nilai yang mendasari keputusan korporasi. 3) Trust (kepercayaan) kepercayaan menunjukkan harapan positif satu orang terhadap orang lain dalam situasi yang melibatkan risiko.
22
Karyawan memperkenalkan dengan dan merasa berkewajiban bekerja untuk organisasi hanya apabila mereka mempercayai pemimpin mereka. 4) Organizational Comprehension (pemahaman organisasi) pemahaman organisasional menunjukkan seberapa baik karyawan memahami organisasi termasuk arah strategis, dinamika sosial, tata ruang fisik. 5) Employee involvement (keterlibatan karyawan) karyawan merasa bahwa mereka menjadi bagian organiasasi apabila mereka ikut berpatisipasi dalam membuat keputusan yang mengarahkan masa depan organiasasi. Keterlibatan karyawan juga membangun loyalitas karena
hal
ini
menunjukkan
kepercayaan
organisasi
pada
karyawannya.
2.1.5 Kinerja Karyawan Menurut Prawirosentono (2008: 27) kinerja adalah hasil kerja yang dapat di capai oleh seseorang atau dari kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan norma maupun etika. Rivai (2005: 309) menjelaskan bahwa kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Menurut pendapat Cokroaminoto dalam Ilfani (2013) mengatakan pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Kinerja merupakan
23
hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu tertentu, dimana mengelola kinerja karyawan diharapkan dapat mencapai tujuan bahwa suatu organisasi memiliki untuk dirinya sendiri (Shahzad, 2011). Kinerja karyawan tersebut diukur pada hasil pencapaian dari karyawan itu sendiri, yang akan dinilai langsung oleh atasan pada masing-masing bagian di perusahaan tersebut. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatau profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009:5). Suatu kinerja akan dapat dicerminkan dari hasil yang peroleh atau sesuatu yang dicapai oleh seorang karyawan didalam mengerjakan atau melaksanakan tugastugasnya dengan baik. Hasil dari kinerja tersebut dapat dilihat dari tingkatan atau jabatan yang diperoleh karyawan tersebut apakah karyawan tersebut dapat meningkatkan kualitas dari perusahaan tersebut (Ilfani: 2013). Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun, implementasi ini dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi dan kemampuan (Wibowo, 2014:3). Kinerja merupakan suatu hal yang penting dalam perusahaan untuk mencapai tujuannya. Kinerja dapat diartikan sebagai hasil pencapaian dari tujuan yang telah direncanakan. Kinerja merupakan hasil dari kegiatan individu selama periode waktu tertentu, dimana kinerja karyawan diharapkan dapat mencapai tujuan dari suatu organisasi. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pekerja atau karyawan di dalam proses manajemen pada suatu perusahaan secara
24
keseluruhan yang dimana hasil kerja tersebut dapat ditujukan buktinya secara nyata dan dapat diukur sesuai dengan peranannya di dalam suatu perusahaan.
2.1.5.1 Pengukuran Kinerja Karyawan Menurut Nisbat et al. (2014) pengukuran kinerja juga dapat dilihat sebagai alat umpan balik dalam paradigma manajemen, yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja dari karyawan itu sendiri yang hasilnya dapat dilihat dari sikap, prilaku dan hasil kerja yang dihasilkan oleh karyawan itu sendiri. Menurut Dharma (2002:46) menyatakan bahwa kriteria dalam pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Kuantitas, yang berkaitan dengan jumlah yang harus diselesaikan. Merupakan ukuran kuantitatif yan melibatkan perhitungan dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah yang dihasilkan, sehingga untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi kerja karyawan tersebut dibandingkan dengan standar kuantitas yang ditetapkan oleh perusahaan. Kuantitas dalam penelitian ini diukur melalui target yang dicapai oleh karyawan dalam menghasilkan suatu produk. 2) Kualitas, yang berkaitan dengan mutu yang dihasilkan (baik buruknya). Ukuran kuantitas yang mencerminkan ”tingkat kepuasan” yaitu seberapa baik penyelesaian dari suatu perusahaan walaupun standar kualitas sulit diukur atau ditentukan tetapi hal ini penting sebagai acuan pencapaian sasaran penyelesaian suatu pekerjaan. Kualitas dalam penelitian ini adalah diukur melalui seberapa penguasaan karyawan terhadap pengetahuan tentang produk
25
yang dihasilkan dan dalam menggunakan alat kerja sehingga konsumen merasa puas. 3) Ketepatan waktu, yang berkaitan dengan sesuai tidaknya dengan waktu yang telah direncanakan. Merupakan suatu jenis khusus dari ukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Dalam hal ini penetapan standar waktu biasanya ditentukan berdasarkan pengalaman sebelumnya atau berdasarkan studi gerak waktu. Ketepatan waktu dalam penelitian ini adalah dimana karyawan dalam menyelesaiknya tugasnya dengan tepat waktu.
2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja (performance) dapat dipengaruhi oleh dua faktor (Mangkunegara, 2005:13), yaitu : 1) Faktor Kemampuan (Ability) Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai. 2) Faktor Motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka
26
bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah.
2.1.5.3 Penilaian Kinerja Karyawan Kinerja pegawai merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam usaha perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan perusahaan untuk meningkatkannya. Salah satu diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Meggison dalam Mangkunegara (2005:69), mengemukakan bahwa: “Performance appraisal is the procee an employer uses to determine whether an employee is performing the job as intended (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan majikan untuk menentukan apakah pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan. Menurut Rivai (2005:18) Penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilakukan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Rivai (2005:19) menyimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan: 1) Alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kinerja. 2) Salah satu cara untuk menentukan penilaian kinerja dengan melakukan penilaian mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan. 3) Alat yang baik untuk menganalisa kinerja karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan.
27
Dari beberapa definisi diatas, maka penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan.
2.2 Kerangka Konseptual Penelitian Berdasarkan definisi dan kajian teori dari beberapa para ahli yang ada, maka dapat disusun suatu kerangka konseptual penelitian sebagai dasar penentu hipotesis pengaruh Keselamatan dan kesehatan Kerja terhadap Komitmen Organisasional dan Kinerja Karyawan seperti gambar berikut : Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Komitmen Organisasional dan Kinerja Karyawan pada PT. Dewata Gassari Denpasar Keselamatan kerja (X1)
H3 H1 Komitmen H5 organisasional (Y1)
H2 Kesehatan kerja (X2)
Kinerja karyawan (Y2)
H4
Sumber : dari beberapa hasil penelitian.
2.3
Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Keselamatan Kerja terhadap Komitmen Organisasional Keselamatan kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena dampak kecelakaan kerja tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan.
Keselamatan
kerja
merupakan
proses
merencanakan
dan
mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui
28
persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja (Hadiguna, 2009: 50). Keselamatan kerja yang dimaksud adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat kerja dan lingkungan, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keterlibatan secara aktif dari manajemen perusahaan sangat penting bagi terciptanya perbuatan dan kondisi lingkungan yang aman. Program keselamatan kerja (safety work program) perlu dibuat oleh manajemen perusahaan, serta memiliki komitmen untuk menjalankan program tersebut demi terciptanya keamanan di lokasi kerja. Hasil penelitian menurut Junaedi et al. (2013) menunjukkan bahwa keselamatan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional, hal ini menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap keselamatan kerja yang tinggi, seperti; kemudahan dalam pemberian peringatan pada peralatan kerja, ketersediaan alat perlindungan kerja yang memadai dari perusahaan, serta pemberian asuransi kerja pada karyawan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 :
Keselamatan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Organisasional.
2.3.2 Pengaruh Kesehatan Kerja terhadap Komitemen Organisasional Kesehatan kerja merupakan kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2009: 65). Apabila seorang karyawan terkena penyakit pada saat bekerja hal itu tidak hanya merugikan dirinya sendiri tetapi juga perusahaan baik secara langsung
29
maupun tidak langsung. Adanya keterlibatan aktif dari manajemen perusahaan untuk menciptakan program kesehatan kerja yang berupa kondisi lingkungan kerja yang nyaman, serta pemberian pelayanan kesehatan yang baik dapat mendorong karyawan untuk dapat terus mengabdi pada perusahaan, dan terikat secara emosional dengan perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budianto (2014) menunjukkan bahwa kesehatan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen organisasional, maka dibutuhkan adanya komitmen organisasi yang tinggi agar industri ini dapat bertahan dalam persaingan global dengan negara-negara lain, dalam hal ini yang diperlukan oleh perusahaan dengan cara menyediakan manajemen kesehatan kerja. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : H2 :
Kesehatan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Organisasional.
2.3.3 Pengaruh Keselamatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Menurut Ilfani (2013) Keselamatan kerja adalah keadaan dimana tenaga kerja merasa aman dan nyaman, dengan perlakuan yang didapat dari lingkungan dan berpengaruh pada kualitas bekerja. Perasaan nyaman mulai dari dalam diri tenaga kerja, apakah dia nyaman dengan peralatan keselamatan kerja, peralatan yang dipergunakan, tata letak ruang kerja dan beban kerja yang didapat saat bekerja. Hasil penelitian Dewi (2006) mengatakan keselamatan kerja terhadap kinerja karyawan menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan sebesar 52,2%.
30
Penelitian yang telah dilakukan oleh Nia Indriasari (2008) menunjukkan bahwa tingkat keselamatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Artinya semakin baik tingkat keselamatan kerja yang diterapkan maka semakin baik pula kinerja karyawan, begitu sebaliknya. Tingkat keselamatan kerja yang baik ditunjukkan oleh perusahaan melalui pemberian peralatan kerja yang baik dan menjaga lingkungan kerja agar terhindar dari kecelakaan kerja. Penelitian ini didukung oleh Wijayanto et al. (2012) tingkat keselamatan kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan. Ini berarti
selain untuk menghindari kecelakaan kerja, program keselamatan kerja juga bertujuan untuk meningkatkan gairah kerja, keserasian kerja dan partisipasi kerja karyawan. Dengan meningkatnya gairah kerja, keserasian kerja dan partisipasi kerja karyawan, maka akan berdampak pada meningkatnya kinerja karyawan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : H3 :
Keselamatan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.3.4 Pengaruh Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Menurut Soepomo dalam Ilfani (2013) Kesehatan kerja adalah aturanaturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari kejadiaan atau keadaan perburuhan yang merugikan kesehatan dan kesusilaan dalam seseorang itu melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja. Menurut Suma’mur (2009: 67) bahwa dalam pencapaian kinerja karyawan diperlukan program kesehatan kerja, dengan fungsi : (1) melindungi karyawan terhadap kondisi yang membahayakan
31
kesehatan kerja, (2) membantu penyesuaian mental/fisik karyawan sehingga karyawan sehat dan produktif, (3) membantu tercapainya dan terpeliharanya derajat kesehatan fisik dan mental serta kinerja karyawan setinggi-tingginya. Kesehatan karyawan selama bekerja merupakan salah satu faktor penting dan memiliki pengaruh yang positif yang mendukung agar kinerja karyawan meningkat (Suma’mur, 2009: 67). Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto et al. (2012) menyatakan bahwa kesehatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan pemeliharaan kesehatan dan kebugaran para karyawannya baik dalam arti fisik maupun dalam artimental psikologi, akan mampu menampilkan kinerja yang prima, produktifitas yang tinggi dan tingkat kemangkiran yang rendah. Handoko (2000) juga berpendapat bahwa lingkungan kerja fisik yang menjadi perhatian utama dari program keselamatan dan kesehatan kerja dapat berpengaruh terhadap hasil kerja manusia tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : H4 :
Kesehatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.3.5 Pengaruh Komitmen Organisasional terhdap Kinerja Karyawan Windi dan Gunasti (2012) mengatakan tingkat komitmen baik komitmen perusahaan terhadap karyawan, maupun antara karyawan terhadap perusahaan sangat diperlukan karena melalui komitmen-komitmen tersebut akan tercipta
32
iklim kerja yang profesional. Semakin tinggi komitmen yang dimiliki oleh seorang karyawan terhadap pekerjaannya maka akan semakin tinggi kinerja yang akan dihasilkan, yang akan menuju pada tingkat penilaian yang tinggi. Ardana (2011) mengatakan komitmen organisasional berhubungan positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Burhan et al. (2013) komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan yang mempunyai arti bahwa semakin tinggi komitmen organisaional karyawan terhadap organisasi, maka akan semakin meningkatkan kinerja karyawan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wijayanto (2011) yang menyatakan bahwa faktor komitmen pegawai mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Riau. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pemberian komitmen pegawai yang tepat, baik yang bersifat fisik maupun non fisik pada lingkungan kantor Setda Riau akan mampu membawa pengaruh yang sangat positif dengan peningkatan kinerja pegawai Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Riau. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : H5 :
Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
33