BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Konsep Kemiskinan Kemiskinan adalah fenomena yang seringkali di jumpai dalam kehidupan bersosial. kemiskinan seringkali dipandang sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal kemiskinan merupakan gejala yang bersifat kompleks dan multidimensi. Berbagai program telah dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut, tetapi secara statistik angka kemiskinan cenderung semakin tinggi seiring dengan meningkatnya tingkat kebutuhan masyarakat (Kristanto, 2014). Kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab natural, kultural dan struktural (Nugroho, 2004:165). Ukuran kemiskinan menurut Nurkse secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi tiga. (Kuncoro, 2003:130), yaitu: 1. Kemiskinan Absolut Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. Kesulitan utama
1
dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi lainnya. Walaupun demikian, untuk dapat hidup layak, seseorang membutuhkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya. 2. Kemiskinan Relatif Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena itu, kemiskinan dapat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin. 3. Kemiskinan Kultural Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya. Semua ukuran kemiskinan dipertimbangkan berdasarkan pada norma pilihan dimana norma tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran didasarkan
2
konsumsi (consumption based poverty line). Oleh sebab itu, garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi terdiri dari dua elemen, yaitu: 1. Pengeluaran yang diperlukan untuk memberi standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar lainnya. 2. Jumlah kebutuhan yang sangat bervariasi yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari Menurut Sumitro Djojohadikusumo (1995 : 307) pola kemiskinan ada empat yaitu, Pertama adalah persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Pola kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus nelayan dan petani tanaman pangan. Pola keempat adalah accidental poverty yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Todaro (2003 : 37) menyatakan bahwa variasi kemiskinan di Negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) luasnya negara, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) relatif pentingnya sektor publik dan swasta, (5) perbedaan struktur industri 2.1.2 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas menyebabkan
3
rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan. Logika berpikir ini dikemukakan oleh Ragnar Nurkse, ekonom pembangunan ternama di tahun 1953, yang mengatakan: “A poor country is poor because it is poor” (Negara miskin itu karena dia miskin). Jika Negara itu berhasil secara simultan melakukan lebih banyak investasi, mengembangkan keahlian, dan menekan pertumbuhan penduduk, maka Negara tersebut dapat mematahkan lingkaran setan kemiskinan, dan akan menciptakan lingkaran malaikat
ke arah pembangunan ekonomi yang cepat (Samoelson,
2001:440). 2.1.3 Ukuran Kemiskinan Menurut
BPS
Provinsi Bali,
Untuk
mengukur
kemiskinan,
BPS
menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Dengan
pendekatan
ini,
kemiskinan
dipandang
sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index (P0), yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket
4
komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi padian, umbi - umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, lemak,dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditasdi perdesaan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin (BPS, 2014). 2.1.4 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.4.1 Konsep Pertumbuhan ekonomi Menurut Schumpeter dan Hicks (dalam Jhingan 2004:4) ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal. Menurut Simon Kuznets dalam (dalam Jhingan, 2004:57) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai dengan
5
kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya. Pertumbuhan ekonomi yang ideal adalah dimana titik keseimbangan antara permintaan agregat (jumlah permintaan total terhadap barang dan jasa dalam perekonomian selama periode tertentu) dan penawaran agregat (jumlah produksi total barang dan jasa dalam suatu perekonomian selama periode tertentu) semakin baik dari periode sebelumnya (Manurung, 2008 : 8). Pertumbuhan ekonomi (dalam Sukirno 2006:9) sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1). Laju Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt – PDRBt-1 x100%.................................(1) PDRBt-1 Menurut Todaro (2003:93), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1. Akumulasi Modal termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan
fiskal,
dan
sumber
daya
manusia
(human
resources).Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa mendatang. Investasi juga harus disertai dengan investasi infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia bermuara pada
6
peningkatan kualitas modal manusia, yang pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap angka produksi. 2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan halhal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja (laborforce) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya. 3. Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi caracara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukanpekerjaan – pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi, yakni : a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama. b. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama c. Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih produktif 2.1.4.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain:
7
1. Teori Pertumbuhan Rostow Model pembangunan tahap pertumbuhan (stages of growth model development) merupakan hasil pemikiran dari ahli sejarah ekonomi dari Amerika Serikat, yaitu Walt W. Rostow. Menurut rastow, transisi dari keterbelakangan ke perekonomian maju dapat di uraikan dalam serangkaian langkah atau tahapan yang harus dilalui setiap Negara (Todaro dan Smith, 2009: 135). Teori pertumbuhan ekonomi Rostow yang terdiri dari lima tahapantahapan tersebut mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Kelima tahapan dari teori pertumbuhan ekonomi Rostow yaitu : 1. Tahap Masyarakat Tradisional Menurut rastow dalam suatu masyarakat tradisional tingkat produksi perkapita dan tingkat produktifitas per pekerja masih sangat terbatas oleh sebab itu sebagian besar sumber daya masyarakat di gunakan untuk kegiatan sektor pertanian (Sadono, 2006:169). 2. Tahap pra kondisi tinggal landas Rostow mendefinisikan tahap ini sebagai suatu masa transisi pada ketika di mana suatu masyarakat telah mempersiapkan dirinya, atau dipersiapkan dari luar, untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (Sadono, 2006:170). Menurut Rostow pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlangsung secara dinamis. 3. Tahap lepas landas Dalam tahap lepas landas pertumbuhan merupakan peristiwa yang selalu terjadi. Awal dari masa lepas landas adalah masa berlangsungnya
8
perubahan yang sangat drastic dalam masyarakat, seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi atau berupa terbukanya pasar – pasar baru. Jadi faktor penyebab di mulainya masa landas berbeda beda dan sebagai akibat perubahan ini secara teratur akan tercipta pembaruan – pembaruan dan peningkatan penanaman modal (Sadono, 2006: 173) 4. Tahap menuju kedewasaan Tahap menuju kedewasaan yang diartikan oleh Rostow sebagai masa di mana masyarakat sudah efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi dan kekayaan alamnya (Sadono, 2006:176). 5. Tahap konsumsi tinggi Tahap terakhir dalam teori pertumbuhan ekonomi Rostow adalah tahap konsumsi tinggi, yaitu masa di mana perhatian masyarakat lebih menekankan kepada masalah-masalah konsumsi dan kesejahteraan, dan bukan lagi kepada masalah produksi (Sadono, 2006:177). 2. Teori Harrod-Domar Teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Evsey Domar dan sir Roy F.Harrod. Pada hakikatnya teori Harrod-Domar merupakan pengembangan dari teori makro Keynes. Keynes dianggap tidak lengkap karena tidak mengungkapkan masalah-masalah ekonomi dalam jangka panjang. Dengan kata lain teori ini berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth). Menurut teori HarrodDommar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan
9
pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi tabungan. (Arsyad, 2010:83) Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu: Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu: 1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh. 2) Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada. 3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik nol. 4) Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antara modal-output (Capital Output Ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-output (Incremental CapitalOutput Ratio=ICOR). (Arsyad, 2010:84) 3. Teori Pertumbuhan Neo-klasik Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, SolowSwan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan kurang
10
restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja (Arsyad, 2010:89). Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu. (Sadono Sukirno, 2006:243). 4. Teori pertumbuhan dan pembangunan daerah Teori kausasi kumulatif Gunnar
Myrdal
dalam
suatu
tulisannya,(
economic
theory
and
Underdeveloped regions ) mengungkapkan sebuah konsep yang kemudian di kenal sebagai proses kausasi kumulatif. Menurut Myrdal pembangunan di daerah yang lebih maju akan menyebabkan suatu keadaan yang akan menimbulkan hambatan yang lebih besar pada daerah – daerah yang lebih terbelakang untuk dapat maju dan berkembang. Suatu keadaan yang menghambat pembangunan ini di golongkan sebagai backwash effects. Di sisi lain perkembangan di daerah – daerah lebih maju ternyata juga dapat menimbulkan suatu keadaan yang akan mendorong perkembangan bagi daerah – daerah yang lebih miskin. Suatu keadaan
11
yang akan mendorong pembangunan ekonomi di daerah – daerah yang lebih miskin di namakan sebagai spread effects. (Arsyad, 2010:377). 2.1.5 Dana Alokasi Umum Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih sangat didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil (Indraningrum, 2011). Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran daerah masing-masing dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Suparmoko,2001:43). Setiap daerah memperoleh besaran DAU yang berbeda-beda karena harus dialokasikan atas dasar besar kecilnya celah fiskal sesuai dengan kebutuhan daerah dan potensi daerah serta alokasi dasar. Cara-cara yang digunakan untuk menghitung DAU menurut ketentuan yang berlaku yaitu (Ahmad Yani, 2008:12): 1. Jumlah keseluruhan DAU yang ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Pendapatan dalam negeri neto adalah penerimaan Negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan penerimaan Negara yang dibagi hasilkan kepada daerah.
12
2. Jumlah DAU untuk Provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan masingmasing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas. 3. DAU untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 4. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota diseluruh Indonesia. DAU Bertujuan untuk pemerataan kemampuan daerah termasuk jaminan kesinambungan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat dan merupakan satu kesatuan dengan penerimaan umum APBD. DAU digunakan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang penggunaannya di tetapkan oleh daerah (Wijaya,2007:33). Adapun tahapan-tahapan dalam penghitung DAU (Yovita, 2011). yaitu: 1. Tahapan Akademis Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan penghitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi Daerah di Indonesia. 2. Tahapan Administratif Dalam tahapan ini Depkeu, DJPK melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan DAU termasuk didalamnya
13
kegiatan konsolidasi dan verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan. 3. Tahapan Teknis Merupakan tahap pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis. 4. Tahapan Politis Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi DAU antara Pemerintah dengan Panja Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil penghitungan DAU. Besaran DAU yang di alokasukan Untuk daerah di rumuskan sebagai berikut : DAUi = AM + (BD x DAUn)………………………………….(2) Keterangan : DAUi
: DAU yang akan di alokasikan ke provinsi atau kabupaten /Kota.
DAUn
: DAU yang akan di alokasikan ke seluruh provinsi atau kabupaten / Kota.
AM
: Alokasi Umum yang diberikan pemerintah pusat ke daerah
BD
: Bobot Daerah
Dari rumus diatas dapat di ketahui bahwa penyusunan DAU di hitung dengan melibatkan faktor penyeimbang (balancing faktor) dan perkalian bobot daerah dengan alokasi DAU yang di distribusikan dengan formula. Besarnya bobot
14
daerah di perhitungkan dari kebutuhan DAU suatu daerah terhadap total kebutuhan DAU seluruh indonesia (Mardiasmo,2004 : 161). 2.1.6 Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (Ahmad Yani, 2008:165). Berdasarkan peraturan menteri keuangan republik indonesia tahun 2013 Dana Alokasi Khusus dialokasikan untuk membantu daerah menandai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan perioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, insfrastruktur irigasi, insfrastruktur Air minum, insfrastruktur sanitasi prasarana pemerintah daerah, kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup keluarga berencana, kehutanan,sarana perdagangan, sarana dan prasaranan daerah tertinggal, dan prasarana kawasan perbatasan. Menurut UU yang baru (UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004), wilayah yang menerima DAK harus menyediakan dana penyesuaian paling tidak 10% dari DAK yang ditransfer ke wilayah, dan dana penyesuaian ini harus dianggarkan dalam anggaran daerah (APBD). Meskipun demikian, wilayah dengan pengeluaran lebih besar dari penerimaan tidak perlu menyediakan dana penyesuaian. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua daerah menerima DAK karena DAK bertujuan untuk pemerataan dan untuk meningkatkan kondisi infrastruktur fisik yang dinilai sebagai prioritas nasional.
15
2.1.7 Hubungan Dana Alokasi Umum Terhadap Pertumbuhan Ekonomi DAU yang merupakan general purpose grant atau block grants adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Teori alokasi barang publik melalui anggaran merupakan suatu teori analisa penyediaan barang publik yang lebih sesuai dengan kenyataan karena bertirtik tolak pada disrtibusi pendapatan awal di antara individu – individu dalam masyarakat dan dapat di gunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Mangkoesoebroto, 2001: 86). Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Ulfi Maryati dan Endrawati (2010) dengan hasil analisa menunjukkan Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan pengaruh signifikan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) yang dihasilkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi DAU yang diterima oleh pemerintah daerah maka semakin meningkat nilai PDRB pemerintah daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena peran DAU sangat signifikan, karena belanja daerah lebih di dominasi dari jumlah DAU. Setiap DAU yang diterima pemerintah daerah akan ditunjukkan untuk belanja pemerintah daerah, salah satunya adalah untuk belanja modal. 2.1.8 Hubungan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
16
urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Model pembangunan tentang pengeluaran pemerintah, model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap Pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi,
investasi
pemerintah tetap
di perlukan
untuk
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Oleh karena peran swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak (Mangkoesoebroto, 2001: 170). ini membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah berupa DAK ada hubunganya dengan pertumbuhan ekonomi Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Budi santosa (2013) dengan hasil analisa menunjukkan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan pengaruh signifikan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi yang dihasilkan oleh 33 Provinsi di indonesia. 2.1.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap Negara akan berusaha keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal dan menurunkan angka kemiskinan. (Arius Jonaidi, 2012). Sukirno (1999:25) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi
17
pengurangan kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya (sufficient condition) ialah bahwa pertumbuhan tersebut efektif dalam mengurangi kemisknan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaknya menyebar disetiap golongan pendapatan, termasuk golongan penduduk miskin (growth with equity). Berdasarkan studi yang di lakukan oleh Sumarto (2002) dari SMERU Reasearch Institute ( di kutif dari Kuncoro 2003: 138) Terdapat hubungan negatif yang sangat kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan. Artinya ketika perekonomian tumbuh, kemiskinan berkurang namun ketika perekonomian mengalami kontraksi pertumbuhan, kemiskinan mengalami kontraksi lagi. Berdasarkan penelitian yang di lakukan Okta Ryan Pranata Yudha (2013) Variabel pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan di indonesia. Karena kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. 2.1.10 Hubungan Dana alokasi Umum Terhadap Kemiskinan Pengalokasian Dana Alokasi Umum pemerintah pusat ke pemerintah daerah kabupaten/kota diperuntukan untuk pemerataan kemampuan keuangan dalam mendanai setiap kebutuhan daerah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan Penelitian Sumarto dkk.(2004) DAU di berikan kepada pemerintah dalam bentuk block grant, sehingga pemerintah daerah mempunyai fleksibilitas tinggi dalam menggunakan dana tersebut sesuai dalam kepentingan perioritas daerah, termasuk kepentingan dalam menanggulangi kemiskinan. dengan kata lain daerah lebih tanggap dan pro aktif dalam menanggulangi kemiskinan.
18
Pengelolaan DAU juga perlu memperhatikan mengenai sejauh mana aspirasi masyarakat dapat terserap dengan mekanisme pengelolaan yang tepat dan trasnparan Kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah, dikelola berdasarkan pendekatan kinerja yaitu pengelolaan angaran yang mengutamakan pencapaian out come dari alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan dengan memperhatikan kondisi semua komponen keuangan. Dalam pengalokasian dana transfer dari pusat kepada pemerintah daerah yang begitu besar seharus dapat berpengaruh terhadap penurunan jumlah kemiskinan. Berdasarkan penelitian yang di lakukan Meilen Greri Paseki, Amran Naukoko dan Patrick Wauranyang berjudul pengaruh dana alokasi umum dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap kemiskinan di kota manado tahun 2004-2012 hasil analisis menunjukkan Dana alokasi umum secara langsung memiliki pengaruh signifikan dalam menurunkan tingkat kemiskinan di Kota Manado. 2.1.11 Hubungan Dana alokasi Khusus Terhadap Kemiskinan DAK digunakan untuk membangun sarana dan prasarana fisik. DAK yang khusus digunakan untuk pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasrana fisik ini apabila dikelola dengan baik, dapat memperbaiki mutu pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan dan paling tidak mengurangi kerusakan infrastruktur. Hal ini sangat penting untuk menanggulangi kemiskinan dan membangun perekonomian nasional yang lebih berdaya saing (Handayani, 2009). Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Budi santosa (2013) dengan hasil analisa menunjukkan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan pengaruh signifikan negative terhadap tingkat kemiskinan yang dihasilkan oleh 33 Provinsi
19
di indonesia dan sangat sesuai dengan tujuan pelaksanaan otonomi daerah yang memang di tunjukkan untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat dan kemakmuran masyarakat di daerah. 2.1.12 Hubungan Dana alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi Terhadap tingkat Kemiskinan Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan infrastruktur, dengan adanya infrastruktur yang memadai maka akan meningkatkan Pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi
menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu sehingga akan mampu mengurangi kemiskinan (Pratomo,2015). Berdasarkan penelitian yang di lakukan Meilen Greri Paseki, Amran Naukoko dan Patrick Wauranyang berjudul pengaruh dana alokasi umum dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap kemiskinan di kota manado tahun 2004-2012 dengan hasil analisis menunjukkan Dana Alokasi Umum berpangaruh terhadap tingkat kemiskinan melaui pertumbuhan ekonomi. Dengan meningkatnya dana alokasi umum akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan di Kota manado.
20
2.1.13 Hubungan Dana alokasi Khusus, Pertumbuhan Ekonomi Terhadap tingkat Kemiskinan Tujuan pemberian dana transfer (DAU, DAK, dan DBH) adalah untuk meningkatkan penyediaan barang publik di daerah, peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam pengentasan kemiskinan, memperkuat kondisi fiskal daerah dan mengurangi ketimpangan antar daerah. Dalam perspektif peningkatan pemerataan pendapatan maka peranan DAK sangat penting untuk mempercepat konvergensi antar daerah, karena dana diberikan sesuai dengan prioritas nasional, misalnya DAK untuk bantuan keluarga miskin (Asdar,2012). Berdasarkan penelitian yang di lakukan ernest simeon o. odior yang berjudul pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan dan pengentasan kemiskinan di nigeria menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan adalah penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di nigeria. studi ini menyimpulkan bahwa jika kebijakan pemerintah akan secara substansial mengurangi kemiskinan, maka pertumbuhan ekonomi di masa depan harus berpihak pada masyarakat miskin. investasi dalam pendidikan merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan modal manusia dan mengurangi kemiskinan. 2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan penelitian yang akan di uji kebenarannya. Berdasarkan pokok permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
21
1.
Dana Alokasi Umum berpengaruh Positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 20082013.
2.
Dana Alokasi Khusus berpengaruh Positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 20082013.
3.
Dana Alokasi Umum berpengaruh Negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013.
4.
Dana Alokasi Khusus berpengaruh Negatif dan signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013.
5.
Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh Negatif dan signifikan terhadap Tingkat kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013.
6.
Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara tidak langsung terhadap Tingkat kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali melalui perantara Pertumbuhan ekonomi tahun 2008-2013.
22
23