BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Konsep dan Definisi Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat konsumsi seseorang dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi orang perbulan. Apabila tingkat konsumsi seseorang berada dibawah jumlah rata - rata konsumsi normal, dapat dikatakan termasuk dalam katagori miskin. Sedangkan menurut Nehen (2012:193) penduduk miskin adalah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar atau yang berada di bawah garis kemiskinan kurang dari US$ 1 paritas daya beli (PPP) per hari dalam dollar. Menurut Todaro (2009:57), suatu kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat konsumsi seseorang dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi orang perbulan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu a) Kemiskinan absolut Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan
17
orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. b) Kemiskinan relatif Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan. Kemiskinan
menurut
Drewnowski
(Epi
Supiadi,
2003),
mencoba
menggunakan indikator-indikator sosial untuk mengukur tingkat-tingkat kehidupan (the level of living index). Menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan tingkat kehidupan seseorang : a. Kehidupan fisik dasar (basic fisical needs), yang meliputi gizi/ nutrisi, perlindungan/ perumahan (shelter/ housing) dan kesehatan.
18
b. Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi pendidikan, penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (social security). c. High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau melebihi takarannya (Ichwanmuis, 2011).
2.1.2
Ukuran Kemiskinan
Badan Pusat Satatistik (BPS, 2014)
menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin (PM). Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM. Persentase penduduk miskin di suatu provinsi dihitung dengan:
%PMp =
PMp
(1)
Pp
Dimana: % PMp : Persentase penduduk miskin di provinsi p PMp : Jumlah penduduk miskin di provinsi p Pp : Jumlah penduduk di provinsi p Sedangkan Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang. Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari US$ 1,25 per hari dan US$ 2 per hari masuk dalam kategori miskin (worldbank, 2009).
19
2.1.3
Penyebab Kemiskinan
Menurut Widodo, dkk (2011), fokus utama dari masalah kemiskinan adalah masalah aksesibilitas. Aksesibilitas berarti kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat untuk mendapatkan sesuatu yang merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya menjadi haknya sebagai manusia dan sebagai warga negara. Bila seseorang atau sekelompok orang yang tergolong miskin, mempunyai daya aksesibilitas yang rendah dan terbatas terhadap berbagai kebutuhan dan layanan dibandingkan dengan mereka yang termasuk golongan menengah ataupun golongan kaya. Akses-akses yang tidak bisa didapat oleh masyarakat miskin yaitu: 1) akses untuk mendapatkan makanan yang layak, 2) akses untuk mendapatkan sandang yang layak, 3) akses untuk mendapatkan rumah yang layak, 4) akses untuk mendapatkan layanan kesehatan, 5) akses untuk mendapatkan layanan pendidikan, 6) akses kepada leisure dan entertainment, dan 7) akses untuk mendapatkan kualitas hidup yang layak. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan disuatu negara tergantung pada 2 faktor utama yaitu: (1) Tingkat pendapatan nasional rata - rata , dan (2) lebar sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan. Bila Pendapatan nasional perkapita suatu negara sangat tinggi, namun distribusi pendapatanya tidak merata , maka tingkat kemiskinannya akan tetap parah. Demikian juga sebaliknya, bila pemerataan distribusi pendapatan suatu negara sangat baik, tetapi pendapatan nasionalnya sangat rendah , maka kemiskinan akan tetap ada bahkan semakin meluas (Todaro, 2006: 230).
20
Ukuran kemiskinan yang sering digunakan untuk melihat fenomena kemiskinan disuatu daerah adalah insiden kemiskinan. Insiden kemiskinan dapat diartikan sebagai persentase penduduk yang memiliki pendapatan (atau proksi pendapatan) kurang dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Walaupun demikian, kemiskinan memiliki banyak dimensi selain dimensi pendapatan. Dimensi lain kemiskinan dapat dilihat dari peluang memperoleh kesehatan dan umur panjang, peluang memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan lain-lain. Intinya adalah kemiskinan sangat terkait dengan sempitnya kesempatan seseorang dalam menentukan pilihan-pilihannya dalam hidup (Nugroho, 2012). Jika kemiskinan berkaitan dengan semakin sempitnya
kesempatan yang
dimiliki, maka pembangunan manusia adalah sebaliknya. Konsep pembangunan manusia adalah memperluas pilihan manusia (enlarging choice) terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya beli. Dengan hubungan yang berkebalikan tersebut, suatu daerah dengan kualitas pembangunan manusia yang baik idealnya memiliki persentase penduduk miskin yang rendah (IPM, 2007).
2.1.4 Konsep dan Definisi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Boediono (1981:1) pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Sedangkan Sukirno (2012:422) menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Secara sederhana
21
pertumbuhan ekonomi dapat diartikan pula sebagai proses terjadinya kenaikan produk nasional bruto atau pendapatan nasional riil. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi yaitu peningkatan PDRB tanpa memperhatikan apakah peningkatan itu lebih besar atau kecil (Sukirno, 2010:50). Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi itu tidak hanya tergantung pada satu faktor, tetapi bergantung pada semua faktor. Sehingga Pertumbuhan ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut;
Y
= đť’‡(L, K, R, T, dan S)
(2)
Keterangan: L.K = direct input ( Input Secara Langsung) R,T,S = indirect input ( Input Secara Tidak Langsung) L = labour / tenaga kerja K = capital / modal R = resources / sumber daya alam T = technological skill / Teknologi S = social climate / faktor sosial Untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan formula pada persamaan berikut (Arsyad, 2010:24) :
(3)
Keterangan: Gt = Tingkat pertumbuhan ekonomi (persen) Yrt = Produk Domestik Regional Bruto riil tahun t Yrt-1 = Produk Domestik Regional Bruto riil tahun sebelumnya
Menurut Ishengoma and Robert (dalam Septyana, 2013) tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif dapat meningkatkan pengangguran dan kemiskinan.
22
Sebaliknya jika, semakin tinggi tingkat pertumbuhan yang diperlukan, semakin cepat tercapai target dalam pengurangan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi menjadi penggerak utama dalam menurunkan dan meningkatkan angka kemiskinan yang ada. Adanya pertumbuhan ekonomi mencerminkan tingkat keberhasilan dalam pembangunan ekonomi di suatu daerah. Menurut Perry, (dalam Santosa, 2013) pertumbuhan ekonomi sangatlah penting dalam penggentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi memberikan manfaat yang cepat menyebar keseluruh segmen dalam masyarakat. Pandangan ini berdasarkan teori trickle Down yang sangat dominan pada era 1950-an dan 1960an. Teori ini menyebutkan adanya aliran menetes kebawah, dari kelompok kaya ke kelompok miskin melalui fungsi – fungsi dalam ekonomi. Pertumbuhan harus beriringan dan terencana, dalam mengupayakan terciptanya kemerataan kesempatan dan pembangunan hasil – hasil pembangunan daerah. Menurut Sukirno (2011:429) ada beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yakni: 1. Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya Kekayaan Alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasil laut yang dapat diperoleh, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang tersedia. Kekayaan alam akan dapat mempermudah dalam mengembangkan perekonomian terutama pada masa permulaan pertumbuhan ekonomi. Ketika pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. Apabila suatu negara
23
mempunyai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik maka hambatan pertumbuhan ekonomi akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh pesat. 2. Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong bahkan penghambat suatu pertumbuhan ekonomi. Dorongan yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari akibat pertambahan itu terhadap pasar. Perkembangan penduduk menyebabkan besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan perusahaan menjadi besar pula. Karena peranannya ini maka perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi. Akibat buruk dari pesatnya pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Suatu negara dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk adalah tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia, yaitu jumlah penduduk yang jauh melebihi faktor produksi. 3. Barang-Barang Modal dan Tingkat Teknologi Barang-barang modal penting artinya dalam meningkatkan keefisienan pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal yang bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah bertambah modern memegang peranan penting di dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. Kemajuan teknologi menimbulkan
24
beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan ekonomi. 4. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah masyarakat tidak ingin menggunakan cara modern dalam melakukan proses produksi. Sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah sikap berhemat dan bertujuan untuk investasi.
2.1.5 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi 1) Teori Simon Kuznet Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih bermanfaat apabila diiringi dengan peningkatan pemerataan pendapatan. Hipotesis Simon Kuznet menjelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Kuznet berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan adalah semakin tinggi koefisien gini akan semakin rendah distribusi pendapatan (Boediono, 2008:61). Menurut Kuznet pada tahap awal pendapatan per kapita terhadap kesenjangan distribusi pendapatan cenderung meningkat. Tahap berikutnya ditribusi pendapatan bertambah tinggi hingga pada tahap akhir kesenjangan distribusi pendapatan akan menurun. Dasar dari hipotesis Kusnetz adalah
25
ketimpangan yang rendah yang terjadi dipedesaan dengan sektor yang mendominasi adalah pertanian dibandingkan dengan perkotaan yang didominasi oleh sektor jasa dan industri yang tingkat ketimpangan pendapatanya tinggi, terjadi transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor jasa (Arsyad, 2010:292). 2) Teori Walt Whitman Rostow Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam lima tahapan (Arsyad, 2004:47) yaitu: a. Masyarakat
tradisional
merupakan
masyarakat
yang
fungsi
produksinya terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relatif masih primitif yang didasarkan pada teknologi pra-Newton dan cara hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional tetapi kebiasaan tersebut telah turun temurun. Menurut Rostow dalam suatu masyarakat tradisional, tingkat produktivitas per pekerja masih rendah. Oleh karena itu, sebagian besar sumber daya manusia digunakan untuk sektor pertanian. b. Tahap prasyarat tinggal landas didefinisikan sebagai suatu masa dimana masyarakat
mempersiapkan dirinya
untuk mencapai
pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis. c. Tahap tinggal landas, pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-
26
pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan investasi. Rostow mengambil kesimpulan bahwa untuk mancapai tahap tinggal landas tidak satu sektor ekonomi yang baku untuk semua negara yang bisa menciptakan pembangunan ekonomi. d. Tahap menuju kedewasaan diartikan sebagai masa dimana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir semua kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektor pimpinan baru muncul menggantikan sektor-sektor pimpinan lama yang akan mengalami kemunduran. e. Tahap konsumsi tinggi, pada tahap ini perhatian masyarakat telah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahtraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi. 2.1.6 Konsep Indeks Pembangunan Manusia Indikator kesejahteraan masyarakat yang disusun oleh United Nations Development Programme (UNDP) dikenal dengan Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut (UNDP), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s choices”) . Secara konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. UNDP menyatakan konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, tidak hanya dari pertumbuhan
27
ekonominya (Human Development Report, 1995:103), dalam pembangunan manusia ada sejumlah premis penting yang mesti diperhatikan yaitu : 1. Dalam Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian. 2. Pembangunan yang dimaksud bertujuan memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karenanya konsep pembangunan manusia seharusnya terpusat pada penduduk secara keseluruhan, bukan pada aspek ekonomi saja. 3. Fokus Pembangunan manusia bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan
(kapabilitas)
manusia
tetapi
juga
dalam
upaya-upaya
memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. 4. Pembangunan manusia didukung oleh empat pilar pokok, yaitu: pemerataan, kesinambungan, produktivitas, dan pemberdayaan. 5. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.
Sedangkan Todaro (2006) menerangkan adanya tiga komponen universal sebagai tujuan utama dalam pembangunan manusia yang meliputi: 1. Kecukupan, yaitu merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang, meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan. Jika satu saja tidak terpenuhi akan menyebabkan keterbelakangan absolut. 2. Jati diri, yaitu merupakan komponen dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri
28
sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak mengejar sesuatu, dan seterusnya. Semuanya itu terangkum dalam self esteem (jati diri). 3. Kebebasan dari sikap menghamba, yaitu merupakan kemampuan untuk memiliki nilai universal yang tercantum dalam pembangunan manusia adalah kemerdekaan manusia. Kemerdekaan dan kebebasan di sini diartikan sebagai kemampuan berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran dari aspek-aspek materil dalam kehidupan. Dengan adanya kebebasan kita tidak hanya semata-mata dipilih tapi kitalah yang memilih. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indeks komposit yang juga
merupakan
indikator
yang
dapat
menggambarkan
perkembangan
pembangunan manusia secara terukur dan representative. IPM juga digunakan untuk mengidentifikasi apakah sebuah negara tergolong negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang serta sebagai acuan untuk mengukur pengaruh dari sebuah kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup di suatu negara maupun wilayah. Pada dasarnya, pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang sangat erat terhadap tercapainya pembangunan manusia, karena peningkatan pembangunan manusia akan mendukung peningkatan produktivitas kerja melalui pengisian tenaga kerja dan usaha-usaha produktif sehingga meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan yang ada (UNDP 1960).
29
2.1.7 Komponen dan Pengukuran Pembangunan Manusia Adapun indikator yang dipilih untuk mengukur dimensi IPM adalah sebagai berikut (UNDP, Human Development Report:1993) : 1. Longevity, diukur melalui variabel angka harapan hidup pada saat lahir atau life expectancy of birth dan angka kematian bayi per seribu penduduk atau infant mortality rate. 2. Educational Achievement, diukur melalui dua indikator, yakni melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas (adult literacy rate) dan lama rata-rata bersekolah bagi penduduk 25 ke atas (the mean years of schooling). 3. Access to resource, dapat diukur secara makro melalui PDB riil perkapita dengan terminologi purchasing power parity (PPP) dalam dolar AS serta dapat pula dilengkapi dengan tingkatan angkatan kerja. Tabel 2.1 menunjukkan nilai perhitungan minimum (terburuk) dan maksimum (ideal) indikator komposit IPM. Tabel 2.1 Kondisi Ideal dan Terburuk Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Faktor Kelangsungan hidup
Kondisi
Komponen Ideal
Terburuk
Angka Harapan Hidup (thn)
85,5
25,0
Angka Melek Huruf (persen)
100,0
0,0
Rata-rata lama sekolah (thn)
15
0
Konsumsi rill perkapita (Rp)
732.720
300.000
Pengetahuan Daya Beli
Sumber: UNDP,Human Development Report 1993 (dalam Mudrajat,2006)
30
Dari Tabel 2.1, terlihat bahwa untuk menghitung indeks harapan hidup digunakan nilai maksimum harapan hidup sesuai standar UNDP, dimana angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah 25 tahun (standar UNDP). Usia harapan hidup dapat lebih panjang jika status kesehatan, gizi, dan lingkungan yang baik. Dari sisi pengetahuan, rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun dihabiskan oleh penduduk yang berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum yang ditargetkan adalah setara Sekolah Menengah Atas (SMA), sedangkan pengeluaran perkapita memberikan gambaran tingkat daya beli PPP (Purchasing Power Parity) masyarakat, dan nilai idealnya adalah 732.720 (dalam rupiah ) dan minimal 300.000 (dalam rupiah ). Nilai tersebut merupakan standar UNDP yang menunjukkan tingkat pengeluaran perkapita rata- rata masyarakat yang dikatagorikan ideal dan kurang ideal. Rumus umum yang biasa digunakan dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia yaitu:
IPM =
1 3
(Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3)
Dimana: X1 = Indeks Harapan Hidup X2 = Indeks Pendidikan X3 = Indeks Standar Hidup Layak
31
(4)
Tabel 2.2 Kriteria Indeks Pembangunan Manusia Status Pembangunan Manusia
IPM
Rendah
<50
Menengah Bawah
50-65,9
Menengah Atas
66-79,9
Tinggi
>80
Sumber: www.lebakkab.go.id (diakses 2 Juli 2015)
2.1.8 Indikator Komposit Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 1) Pengeluaran Konsumsi Indonesia menggunakan rata-rata pengeluaran konsumsi (atau pengeluaran per kapita riil) yang disesuaikan (adjuisted real per capita expenditure) atau daya beli yang disesuaikan (purchasing power parity) dalam melihat indikator hidup layak masyarakat disuatu daerah. Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak. Indikator konsumsi perkapita digunakan untuk mengukur layak atau tidaknya standar hidup manusia dalam suatu wilayah. Indikator ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan serta peluang yang ada untuk merealisasikan pengetahuan dalam berbagai kegiatan produktif sehingga menghasilkan output baik berupa barang maupun jasa sebagai pendapatan. Kemudian pendapatan akan menciptakan pengeluaran atau konsumsi. Dengan demikian pengeluaran perkapita akan memberikan gambaran tingkat daya beli PPP (Purchasing Power Parity) masyarakat, dan sebagai salah satu
32
komponen yang digunakan dalam melihat status pembangunan manusia di suatu wilayah. 2) Kesehatan (Angka Harapan Hidup) Angka Harapan Hidup (AHH) diartikan sebagai umur yang mungkin dicapai seseorang yang lahir pada tahun tertentu. Angka harapan hidup dihitung menggunakan pendekatan tak langsung (indirect estimation). Ada dua jenis data yang digunakan dalam penghitungan Angka Harapan Hidup (AHH) yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Sementara itu untuk menghitung indeks harapan hidup digunakan nilai maksimum harapan hidup sesuai standar UNDP, dimana angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah 25 tahun (standar UNDP). Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun, variabel tersebut diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat. Beberapa ekonom menganggap bahwa kesehatan merupakan fenomena ekonomi, baik jika dinilai dari stok maupun sebagai investasi. Sehingga fenomena kesehatan menjadi variabel yang nantinya dapat dianggap sebagai faktor produksi untuk meningkatkan nilai tambah barang dan jasa, atau sebagai suatu sasaran dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai baik oleh individu, rumah tangga maupun masyarakat, yang dikenal sebagai tujuan
33
kesejahteraan. Oleh karena itu, kesehatan dianggap sebagai modal dan memiliki tingkat pengembalian yang positif baik untuk individu maupun untuk masayarakat, sehingga dalam pembangunan manusia, kualitas SDM mesti memiliki tingkat kesehatan yang tinggi dalam menunjang tingkat produktivitas yang tinggi. 3) Pendidikan (Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah) Angka melek huruf menjadi salah satu indikator yang dapat mengukur kesejahteraan sosial yang merata dengan melihat tinggi rendahnya persentase penduduk yang melek huruf. Tingkat melek huruf ini sendiri dijadikan ukuran untuk kemajuan suatu bangsa. Angka Melek Huruf (AMH) adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas ( Yunita, 2012). Sedangkan indikator rata-rata lama sekolah mengindikasikan tingginya tingkat pendidikan yang dicapai oleh masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah menunjukkan
semakin tinggi jenjang
pendidikan yang dijalani atau yang telah ditempuh . Secara umum asumsi yang berlaku bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kualitas seseorang, baik pola pikir maupun pola tindakannya. Tobing (dalam Hastarini, 2005), mengemukakan bahwa orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, diukur dengan lamanya waktu untuk sekolah akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding dengan orang yang pendidikannya lebih rendah.
34
2.1.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Menurut Kuznet (Tulus Tambunan, 2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Selanjutnya menurut penelitian Deni Tisna (2008) menyatakan bahwa PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya (sufficient condition) ialah bahwa pertumbuhan tersebut efektif dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya). Adapun secara tidak langsung, hal itu berarti diperlukan peran pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang boleh jadi didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur. Dollar dan Kray (dalam Agussalim, 2006) juga berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi akan
memberikan manfaat kepada warga miskin jika
pertumbuhan ekonomi tersebut disertai dengan berbagai kebijakan seperti penegakan hukum, disipin fiskal, keterbukaan dalam perdagangan internasional dan strategi penanggulangan kemiskinan. Negara yang berhasil dalam pertumbuhan ekonomi kemungkinan besar juga akan berhasil dalam menurunkan angka
35
kemiskinan, apalagi jika terdapat dukungan kebjakan dan lingkungan kelembagaan yang tepat.
2.1.10 Hubungan Angka Harapan Hidup Terhadap Kemiskinan Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Selanjutnya, Lincolin (1999) menjelaskan intervensi untuk memperbaiki kesehatan dari pemerintah juga merupakan suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu faktor yang mendasari kebijakan ini adalah perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan miskin: kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan menaikkan output energi.
2.1.11 Hubungan Rata-rata Lama Sekolah Terhadap Kemiskinan Pendidikan (formal dan non formal) bisa berperan penting dalam menggurangi kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan produktivitas dan efesiensi secara umum, maupun secara langsung melalui pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka dan pada gilirannya akan meningkatkan
36
pendapatan mereka (Lincolin, 1999). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya, seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.
2.1.12 Hubungan Angka Melek Huruf Terhadap Kemiskinan Tingkat melek huruf dapat dijadikan ukuran kemajuan suatu bangsa. Menurut Simmons (dikutip dari Todaro dan Smith, 2006), pendidikan merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan. Selanjutnya, Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Dalam penelitian Hermanto dan Dwi (2007) diketahui bahwa pendidikan mempunyai pengaruh paling tinggi terhadap kemiskinan dibandingkan variabel pembangunan lain seperti jumlah penduduk, PDRB, dan tingkat inflasi.
2.1.13 Hubungan Pengeluaran Perkapita Terhadap Kemiskinan Terdapat tiga dimensi dari ukuran kualitas hidup manusia yakni pertama dimensi kesehatan, kedua dimensi pendidikan dan yang ketiga adalah standar hidup
37
layak. Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Tingkat kesejahteraan dikatakan meningkat jika terjadi peningkatan konsumsi riil perkapita, yaitu peningkatan nominal pengeluaran rumah tangga lebih tinggi dari tingkat inflasi pada periode yang sama. Penelitian Apriliyah (2007) menunjukkan bahwa konsumsi perkapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Melakukan pengkajian dari hasil – hasil penelitian sebelumnya akan sangat membantu peneliti dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifikasi. Selain itu, dengan mempelajari hasil – hasil penelitian terdahulu dapat memberikan pemahaman komprehensif mengenai posisi peneliti. Seperti penelitian yang dilakukan Okta Ryan Pranata Yudha (2013) yang berjudul
“Pengaruh
Pertumbuhan
Ekonomi,
Upah
Minimum,
Tingkat
Pengangguran Terbuka, dan Inflasi Terhadap Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2009-2011 ”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, upah minimum, tingkat pengangguran terbuka, inflasi dan kemiskinan serta alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier data panel dengan metode FEM. Hasil penelitian ini variabel pertumbuhan ekonomi dan pengangguran terbuka mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap
38
kemiskinan sedangkan, upah minimum dan inflasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. Sementara perbedaanya adalah lokasi penelitian ini di Indonesia Tahun 2009-2011 sedangkan yang digunakan kabupaten kota di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2013. Penelitian yang dilakukan Fatkhul Mufid Cholili (2014) yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengangguran, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus 33 Provinsi Di Indonesia)”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiskinan, PDRB, IPM dan pengangguran serta alat analisis yang digunakan adalah analisis panel data. Hasil penelitian ini Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia dan Pengangguran mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia. Persamaan dipenelitian ini adalah menganalisis pengaruh indeks pembangunan manusia terhadap kemiskinan. Perbedaannya adalah lokasi penelitian ini di Indonesia di 33 provinsi sedangkan yang digunakan adalah kabupaten kota di Provinsi Bali Tahun 2005 -2013 Penelitian yang dilakukan Merdekawati dan Budiantara (2013) yang berjudul “Pemodelan Regresi Spline Truncated Multivariabel Pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi laju pertumbuhan ekonomi, alokasi
39
belanja daerah untuk bantuan sosial, persentase buta huruf, tingkat pengangguran terbuka, persentase gizi buruk balita, tingkat pendidikan kurang dari SMP, rumah tangga dengan kelayakan papan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Jawa Tengah menggunakan regresi spline. Regresi spline yang dipilih adalah yang memiliki titik knot dengan nilai GCV minimum. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa dengan regresi spline terbaik adalah regresi spline linier menggunakan tiga titik knot. Faktor yang berpengaruh signifikan pada kemiskinan adalah adalah laju pertumbuhan ekonomi, alokasi belanja tidak langsung untuk bantuan sosial, persentase buta huruf, tingkat pengangguran terbuka, persentase gizi buruk balita, tingkat pendidikan kurang dari SMP, rumah tangga dengan akses air bersih, dan rumah tangga dengan kelayakan papan. Model regresi spline linier menghasilkan R2 sebesar 99,9 persen. Persamaan penelitian ini adalah variabel yang digunakan dalam meneliti kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi dan alokasi belanja daerah untuk bantuan sosial dimana termasuk ke dalam bagian belanja tidak langsung. Perbedaannya adalah pada penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi spline dan lokasi penelitian pada Jawa Tengah sedangkan yang digunakan yaitu teknik analisis pengembangan dari regresi berganda yaitu pendekatan data panel. Penelitian yang dilakukan oleh Herwanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2007) dengan judul “Dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin”. Penelitian ini menganalisis tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Panel Data. Hasil penelitiannya menyimpulkan
40
bahwa kenaikan PDRB mengakibatkan penurunan atas angka kemiskinan, kenaikan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan, kenaikan inflasi mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan, kenaikan share pertanian dan industri mengakibatkan penurunan atas angka kemiskinan, dimana pengaruh tingkat pendidikan SMP lebih besar dari pada pengaruh share pertanian. Kenaikan Dummy krisis mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan. Persamaan penelitian ini adalah variabel yang digunakan dalam meneliti kemiskinan adalah tingkat pendidikan. Perbedaanya adalah lokasi penelitian ini di Indonesia pada 33 provinsi sedangkan yang digunakan adalah kabupaten kota di Provinsi Bali Tahun 2005 -2013.
2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian pada perumusan masalah dan tinjauan pustaka di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup, rata- rata lama sekolah, angka melek huruf dan pegeluaran perkapita berpengaruh signifikan secara simultan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali. 2) Pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup, rata- rata lama sekolah, angka melek huruf dan pegeluaran perkapita berpengaruh negatife dan signifikan secara parsial terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali .
41