BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Signaling Theory Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Signaling Theory membahas tentang naik turunnya harga di pasar, sehingga akan member pengaruh pada keputusan investor (Fahmi, 2012:103). Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham (Estriani, 2013). Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah
14
laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan (Nurrohman, 2013).
2.1.2 Investasi PSAK Nomor 13 dalam Standar Akuntansi Keuangan per 1 Oktober 2004 (dalam Fahmi, 2012:3) menyatakan bahwa investasi adalah suatu aset yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi, atau manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Definisi lain mengatakan investasi adalah suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang (Tandelilin, 2010:2). Harapan keuntungan di masa yang akan
15
datang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang terkait dengan keuntungan yang diharapkan yang sering disebut return. Efektivitas dan efisiensi dalam suatu keputusan diperlukan ketegasan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Begitu pula halnya dalam bidang investasi, kita perlu menentukan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Fahmi (2012:3), tujuan investasi yaitu : 1) Terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi tersebut, 2) Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang diharapkan (profit actual), 3) Terciptanya kemakmuran bagi para pemegang saham, 4) Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa. Setiap akan melakukan keputusan investasi, kita selalu saja memerlukan proses. Proses tersebut akan memberikan gambaran pada setiap tahap yang akan ditempuh perusahaan. Secara umum proses manajemen investasi meliputi lima langkah (Fahmi, 2012:6), sebagai berikut: 1) Menetapkan sasaran investasi Penetapan sasaran berarti melakukan keputusan yang bersifat fokus atau menempatkan target sasaran terhadap yang akan diinvestasikan. 2) Membuat kebijakan investasi Tahap ini berkaitan dengan bagaimana perusahaan mengelola dana yang berasal dari saham, obligasi, dan lainnya untuk kemudian didistribusikan ke tempat-tempat yang dibutuhkan.
16
3) Memilih strategi portofolio Tahap ini menyangkut keputusan peranan yang akan diambil oleh pihak perusahaan, yaitu apakah bersifat aktif atau pasif saja. Investasi aktif akan selalu mencari informasi yang tersedia dan kemudian selanjutnya mencari kombinasi portofolio yang paling tepat untuk dilaksanakan. Sementara secara pasif hanya dapat dilihat pada indeks rata-rata atau dengan perkataan lain berdasarkan reaksi pasar saja, tanpa ada sikap atraktif. 4) Memilih asset Pihak perusahaan berusaha memilih aset investasi yang nantinya akan memberi imbal hasil yang tertinggi (maximal return). Imbal hasil disini dilihat sebagai keuntungan yang akan mampu diperoleh perusahaan. 5) Mengukur dan mengevaluasi kinerja Tahap ini menyangkut tahap reevaluasi bagi perusahaan untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan selama ini dan apakah tindakan yang telah dilakukan selama ini telah benar-benar maksimal atau belum. Jika belum, maka sebaiknya segera melakukan perbaikan agar tidak terjadi kerugian kedepannya. Investor selalu berusaha meminimalisasi berbagai risiko yang timbul, baik risiko yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Risiko investasi dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan antara tingkat pengembalian yang sesungguhnya (actual return) dan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return). Menurut Halim (2013:43), risiko investasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
17
1) Risiko sistematis Risiko sistematis (systematic risk) adalah
risiko yang tidak dapat
dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat memengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya perubahan tingkat bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. 2) Risiko tidak sistematis Risiko tidak sistematis (unsystematic risk) adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Misalnya faktor struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan, dan sebagaiannya.
2.1.3 Saham Saham adalah tanda bukti penyertaan kepemilikian modal/dana pada suatu perusahaan; kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan, disertai dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya; persediaan yang siap untuk dijual (Fahmi, 2012:85). Definisi lain mengatakan, saham adalah tanda bukti keikutsertaan sebagai pemilik dalam suatu perusahaan (Riyanto, 2011:240). Fahmi (2012:86) menyatakan bahwa dalam pasar modal ada dua jenis saham yang paling umum dikenal oleh publik, yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preferred stock).
18
1) Saham biasa Saham biasa (common stock) adalah surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya diberi hak untuk mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RSUPSLB) serta berhak untuk menentukan membeli right issue (penjualan saham terbatas) atau tidak. Pemegang saham ini di akhir tahun akan memperoleh keuntungan dalam bentuk dividen. 2) Saham istimewa Saham istimewa (preferred stock) adalah surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupian, dolar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya akan memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk dividen yang akan diterima setiap kuartal (tiga bulan). Pihak yang memiliki saham akan memperoleh beberapa keuntungan sebagai bentuk kewajiban yang harus diterima. Menurut Fahmi (2012:88), keuntungan memiliki saham adalah : 1) Memperoleh dividen yang akan diberikan pada setiap akhir tahun. 2) Memperoleh keuntungan modal (capital gain), yaitu keuntungan pada saat saham yang dimiliki tersebut dijual kembali pada harga yang lebih mahal. 3) Memiliki hak suara bagi pemegang saham jenis saham biasa (common stock)
19
2.1.4 Harga Saham Harga saham merupakan nilai sekarang (present value) dari penghasilanpenghasilan yang akan diterima oleh pemodal dimasa yang akan datang. Dalam berinvestasi saham di pasar modal, hal penting yang perlu dilakukan oleh investor adalah menganalisis saham. Menurut Husnan (2009:282), analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik suatu saham, dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saham saat ini. Nilai intrinsik (NI) menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Terdapat beberapa pedoman yang digunakan dalam menganalisis saham, antara lain: 1) Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai undervalued (harga saham terlalu rendah), dan sebaiknya investor membeli atau menahan apabila saham tersebut telah dimiliki. 2) Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut overvalued (harga saham terlalu mahal), dan sebaiknya investor menjual saham tersebut. 3) Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi yang seimbang. Harga saham setiap waktu dapat berubah-ubah tergantung pada besarnya penawaran dan permintaan investor akan saham tersebut. Menurut Fahmi (2012:89), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan harga saham dapat berfluktuasi, antara lain: 1) Kondisi mikro dan makro ekonomi.
20
2) Kebijakan perusahaan dalam memutuskan untuk ekspansi (perluasan usaha), seperti membuka kantor cabang (brand office) dan kantor cabang pembantu (sub-brand office), baik yang dibuka di domestik maupun luar negeri. 3) Pergantian direksi secara tiba-tiba. 4) Adanya direksi atau pihak komisaris perusahaan yang terlibat tindak pidana dan kasusnya sudah masuk ke pengadilan. 5) Risiko sistematis, yaitu suatu bentuk risiko yang terjadi secara menyeluruh dan telah ikut menyebabkan perusahaan ikut terlibat. Prestasi kinerja perusahaan pada umumnya dicerminkan oleh harga sahamnya. Menurut Jogiyanto (2003:88) Harga saham adalah harga yang terjadi dipasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar saat ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar bursa. Harga saham dipengaruhi berbagai faktor, tingkat pengembalian ekuitas pemilik (ROE) dan laba per lembar saham (EPS) adalah sebagian dari faktorfaktor yang mempengaruhi harga saham. Kenaikan Return On Equity biasanya diikuti kenaikan dari harga saham perusahaan (Teguh Pujo Mulyono,1995:74 dalam ericktus.blogspot.co.id, 2011). Weston dan Brigham (2001:26) salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham adalah Laba per lembar saham (Earning per share). Seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar lembar saham (Earning per share) yang diberikan perusahaan akan memberikan
21
pengembalian yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk melakukan invesatsi yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat. Peningkatan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas modal yang diinvestasikan para pemegang saham akan memberikan pengaruh positif terhadap harga saham sampai pada batasan dimana tingkat pengembalian ekuitas pemilik (ROE) dan laba per lembar saham (EPS) dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada investor. Maka dari itu, tingkat pengembalian ekuitas pemilik dan laba per lembar saham menjadi alat ukur yang digunakan oleh para investor untuk memperkirakan kinerja perusahaan di masa depan. Weston dan Brigham ( 2001:26 ) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham adalah : 1) Laba per lembar saham (Earning Per Share/EPS) Seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat. 2) Tingkat Bunga Tingkat bunga dapat mempengaruhi harga saham dengan cara : a) Mempengaruhi persaingan di pasar modal antara saham dengan obligasi, apabila suku bunga naik maka investor akan menjual
22
sahamnya untuk ditukarkan dengan obligasi. Hal ini akan menurunkan harga saham. Hal sebaliknya juga akan terjadi apabila tingkat bunga mengalami penurunan. b) Mempengaruhi laba perusahaan, hal ini terjadi karena bunga adalah biaya, semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah laba perusahaan. Suku bunga juga mempengaruhi kegiatan ekonomi yang juga akan mempengaruhi laba perusahaan. 3) Jumlah Kas Deviden yang Diberikan Kebijakan pembagian deviden dapt dibagi menjadi dua, yaitu sebagian dibagikan dalam bentuk deviden dan sebagian lagi disisihkan sebagai laba ditahan. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, maka peningkatan pembagian deviden merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan dari pemegang saham karena jumlah kas deviden yang besar adalah yang diinginkan oleh investor sehingga harga saham naik. 4) Jumlah laba yang didapat perusahaan Pada umumnya, investor melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai profit yang cukup baik karena menunjukan prospek yang cerah sehingga investor tertarik untuk berinvestasi, yang nantinya akan mempengaruhi harga saham perusahaan. 5) Tingkat Risiko dan Pengembalian Apabila tingkat risiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan meningkat maka akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya
23
semakin tinggi risiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian saham yang diterima. Alwi (2003,87) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham atau indeks harga saham, antara lain: 1) Faktor Internal (Lingkungan mikro) a) Pengumuman
tentang
pemasaran,
produksi,
penjualan
seperti
pengiklanan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk, dan laporan penjualan. b) Pengumuman
pendanaan
(financing
announcements),
seperti
pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang. c) Pengumuman badan direksi manajemen (management-board of director announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen, dan struktur organisasi. d) Pengumuman pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi, laporan divestasi dan lainnya. e) Pengumuman investasi (investment annuncements), seperti melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan, penutupan usaha lainnya.. f) Pengumuman
ketenagakerjaan
(labour
announcements),
seperti
negoisasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya. g) Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba sebelum akhir tahun fiskal dan setelah akhir tahun fiskal, earning per
24
share (EPS) dan dividen per share (DPS), price earning ratio, net profit margin, return on assets (ROA), dan lain-lain. 2) Faktor eksternal (Lingkungan makro) Diantaranya antara lain : a) Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah. b) Pengumuman
hukum
(legal
announcements),
seperti
tuntutan
karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya. c) Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume atau harga saham perdagangan, pembatasan/penundaaan trading. d) Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya pergerakan harga saham di bursa efek suatu negara. e) Berbagai isu baik dari dalam negeri dan luar negeri.
2.1.5 Return On Equity (ROE) Return On Equity (ROE) adalah proksi dari rasio profitabilitas yang mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber dana yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas sekuritas (Fahmi, 2012:99). Apabila Return On Equity (ROE) meningkat maka akan mengakibatkan profitablitas
25
perusahaan meningkat, sehingga akan meningkatkan profitablitas yang dinikmati oleh pemegang saham. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih (Husnan, 2009:331). ROE banyak diamati oleh para pemegang saham dan para investor di pasar modal yang ingin membeli saham perusahaan yang bersangkutan, kenaikan ROE berarti terjadi kenaikan laba bersih pada perusahaan yang bersangkutan dan menyebabkan kenaikan harga saham perusahaan tersebut. ROE merupakan indikator bagi para pemegang saham dan investor untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden, baik dividen tunai atau dividen saham (Sartono, 2010:122). Seperti yang telah dijelaskan, salah satu alasan utama perusahaan beroperasi adalah menghasilkan laba yang bermanfaat bagi para pemegang saham, ukuran dari keberhasilan pencapaian alasan ini adalah angka Return On Equity (ROE) berhasil dicapai. Menurut Muhfiatun (2011), ROE merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba bersih yang mana besar kecilnya laba bersih ini berdampak pada besar kecilnya Earning Per Share yang akan diterima pemegang saham. Apabila penggunaan utang yang dilakukan oleh perusahaa meningkat maka mengakibatkan total aktiva perusahaan meningkat. Aktiva perusahaan digunakan oleh perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan yang tujuannya untuk menghasilkan laba. Maka dengan meningatkan aktiva perushaan diharapkan laba yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut akan meningkat pula. Dengan meningkatnya laba maka akan
26
mengakibatkan return atau pengembalian ekuitas (ROE) akan meningkat dan akan mengakibatkan EPS meningkat. Pada umumnya laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari penjualan investasi yang dilakukan oleh perusahaan dan berdasarkan Return On equity (ROE), dimana ROE akan memberikan sinyal yang positif maupun sinyal negatif pada pengungkapan laporan keuangan dan harga saham. Return On equity (ROE) yang tinggi akan mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan investor bahwa perusahaan mampu menghasilkan profitabilitas yang baik, yang pada akhirnya akan mengingkatkan kompensasi terhadap manajemen. Laporan keuangan yang mengungkap besarnya nilai Earning Per Share dapat memberikan sinyal positif atau negatif bagi pemegang saham. Jika hasil Earning Per Share (EPS) periode sebelumnya menghasilkan laba untuk setiap lembar sahamnya, maka akan memberikan sinyal positif terhadap investor. Sedangkan, Earning Per Share (EPS) akan memberikan sinyal negatif pada investor jika memperoleh kerugian untuk setiap lembar sahamnya (Nurrohman,2013). Semakin tinggi Return On equity (ROE) suatu perusahaan akan mengakibatkan semakin tinggi tingkat pengungkapan laporan keuangan tahunannya yang akan meningkatkan harga saham karena meningkatnya keyakinan investor kepada perusahaan (Butarbutar,2011).
2.1.6 Earning Per Share (EPS) Earning Per Share adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki (Fahmi,
27
2012:97). Pemodal sering kali memusatkan perhatian pada laba per lembar saham (Earning Per Share, EPS) dalam melakukan analisis. Angka EPS biasanya disajikan paling bawah dalam laporan rugi laba, dan karenanya sering disebut sebagai bottom line (Husnan, 2009:328). Meskipun beberapa perusahaan tidak mencantumkan
besarnya
EPS
perusahaan
bersangkutan
dalam
laporan
keuangannya, tetapi besarnya EPS dapat dihitung berdasarkan laporan rugi laba perusahaan yaitu dengan membagi antara laba bersih dengan jumlah saham perusahaan yang beredar (Tandelilin, 2010:374). Faktor Penyebab kenaikan atau peningkatan Earning Per Share (EPS) adalah sebagai berikut (Mustikawati, 2013) : 1) Laba bersih naik dan jumlah lembar saham biasa yang beredar tetap. 2) Laba bersih tetap dan jumlah lembar saham biasa yang beredar turun. 3) Laba bersih naik dan jumlah lembar saham biasa yang beredar turun. 4) Persentase kenaikan laba bersih lebih besar daripada persentase kenaikan jumlah lembar saham biasa yang beredar. 5) Persentase penurunan jumlah lembar saham biasa yang beredar lebih besar daripada persentase penurunan laba bersih. Sedangkan penurunan Earning Per Share (EPS) dapat disebabkan karena (Mustikawati, 2013) : 1) Laba bersih tetap dan jumlah lembar saham biasa yang beredar naik. 2) Laba bersih turun dan jumlah lembar saham biasa yang beredar tetap. 3) Laba bersih turun dan jumlah lembar saham biasa yang beredar naik.
28
4) Persentase penurunan laba bersih lebih besar daripada persentase penurunan jumlah lembar saham biasa yang beredar. 5) Persentase kenaikan jumlah lembar saham biasa yang beredar lebih besar daripada persentase kenaikan laba bersih. Digunakan Earning Per Share dalam penelitian ini karena Earning Per Share (EPS) menunjukkan laba bersih perusahaan yang siap dibagikan untuk semua pemegang saham perusahaan, dapat dikatakan pula bahwa Earning Per Share menunjukkan berapa besar return yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham. Earning Per Share juga mampu memberikan informasi kepada pihak luar (eksternal) seberapa jauh kemampuan perusahaan menghasilkan laba untuk tiap lembar saham yang beredar. Selain untuk menghitung seberapa jauh kemampuan perusahaan menghasilkan laba untuk tiap lembar saham yang beredar, Earning Per Share (EPS) dapat digunakan sebagai acuan untuk memprediksi harga saham dan return saham yang diperoleh satu tahun kedepan, dimana Earning Per Share (EPS) dapat memberikan sinyal positif maupun sinyal negatif. Earning Per Share memberikan sinyal positif jika hasil Earning Per Share (EPS) periode sebelumnya menghasilkan laba untuk setiap lembar sahamnya. Sedangkan, Earning Per Share (EPS) akan memberikan sinyal negatif pada investor jika memperoleh kerugian untuk setiap lembar sahamnya (Nurrohman,2013).
29
2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian biasanya disusun dengan menggunakan kalimat tanya (Sugiyono, 2013:93). Berdasarkan rumusan masalah dan penelitian-penelitian terdahulu, maka didapat hipotesis sebagai berikut :
1) Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Earning Per Share (EPS) Pada umumnya laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari pemberian kredit ataupun bunga yang dilakukan oleh perusahaan. Laba yang dihasilkan dari penggunaan sumber dana yang dimiliki berhubungan dengan definisi ROE yang menilai sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber dana yang dimiliki untuk mampu memberikan laba pada perusahaan. ROE yang tinggi mencerminkan perusahaan profitable dan akan memberikan sinyal yang positif pada investor untuk berinvestasi pada perusahaan. Ketertarikan investor untuk berinvestasi pada perusahaan akan mengakibatkan permintaan saham meningkat pada saat ketersediaan saham tetap, sehingga harga saham akan meningkat. ROE akan memberikan sinyal yang positif maupun sinyal negatif pada pengungkapan laporan keuangan dan harga saham. Return On equity (ROE) yang tinggi akan mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan investor bahwa perusahaan mampu menghasilkan profitabilitas yang baik, yang pada akhirnya akan mengingkatkan kompensasi terhadap manajemen. Laporan keuangan yang mengungkap besarnya nilai Earning Per Share akan memberikan sinyal positif atau negatif bagi pemegang
30
saham. Jika hasil Earning Per Share (EPS) periode sebelumnya menghasilkan laba untuk setiap lembar sahamnya, maka akan memberikan sinyal positif terhadap investor. Sedangkan, Earning Per Share (EPS) akan memberikan sinyal negatif pada investor jika memperoleh kerugian untuk setiap lembar sahamnya (Nurrohman,2013). Penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2013) mendapatkan hasil bahwa Return On Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap Earning Per Share (EPS). Hasil yang sama didapatkan juga oleh Pouraghajan (2013) dan Vedd et al. (2014) yang menyatakan bahwa Return On Equity (ROE) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham. Hal ini berarti semakin tinggi Return On Equity (ROE) suatu perusahaan, maka semakin tinggi harga per lembar saham yang dihasilkan. H1 : Return On Equity (ROE) secara signifikan berpengaruh positif terhadap Earning Per Share (EPS).
2) Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham Salah satu jenis rasio yang digunakan untuk megukur tingkat keuntungan atau profitabilitas suatu perusahaan adalah Return On Equity (ROE). ROE digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola modal dari pemegang saham untuk mendapatkan laba bersih. Menurut Chang et al. (2012) ROE yang terus meningkat menunjukkan bahwa manajemen memberikan pemegang saham keuntungan yang meningkat setiap tahun untuk investasi mereka. Keuntungan yang meningkat akan menarik perhatian investor untuk
31
berinvestasi pada perusahaan tersebut dan hal ini akan mempengaruhi meningkatnya harga saham. Begitu juga sebaliknya, apabila ROE menurun ini akan mempengaruhi minat investor dalam berinvestasi pada perusahaan tersebut dan akan mempengaruhi menurunnya harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Devi dan Badjra (2014), Hutami (2012), dan Hujran (2014) mendapatkan hasil bahwa Return On Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap harga saham. Hasil yang sama didapatkan juga oleh Khan dan Kanwal (2011), Ratih et al. (2014), dan Hutauruk et al. (2014) yang menyatakan bahwa Return On Equity (ROE) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham. Hal ini berarti semakin tinggi Return On Equity (ROE) suatu perusahaan, maka semakin tinggi harga saham yang dihasilkan. H2 : Return On Equity (ROE) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham.
3) Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap Harga Saham Salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur penilaian pasar suatu perusahaan adalah Earning Per Share (EPS). Menurut Fahmi (2012:97), EPS adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. EPS yang terus meningkat menunjukan bahwa pasar menilai postif perusahaan tersebut. Penilaian positif pada perusahaan akan menarik perhatian investor untuk berinvestasi dan hal ini akan mempengaruhi meningkatnya harga saham. Begitu juga sebaliknya, apabila
32
EPS menurun ini akan mempengaruhi minat investor dalam berinvestasi dan akan mempengaruhi menurunnya harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Bukit dan Achmad (2012), Manaje (2012) serta Dewi dan Suaryana (2013) mendapatkan hasil bahwa Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap harga saham. Hasil yang sama didapatkan juga oleh Sugiartiningsih (2004), Pasaribu (2008), Priatinah dan Prabandaru (2012), Silviana dan Rocky (2013), serta Menike dan Prabath (2014) yang menyatakan bahwa secara signifikan Earning Per Share berpengaruh positif terhadap harga saham. Hal ini berarti, semakin tinggi Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan akan meningkatkan harga saham suatu perusahaan. H3 = Earning Per Share (EPS) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham.
4) Peran Earning Per Share (EPS) dalam memediasi pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham Vedd et al. (2014) mengatakan bahwa Return On Equity (ROE) merupakan salah satu prediktor yang paling signifikan berpengaruh positif terhadap Earning Per Share (EPS). Penelitian yang dilakukan Hutauruk (2014), menemukan bahwa Return On Equity (ROE) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham. Penelitian yang dilakukan Shehzad dan Aisha Ismail (2014) menemukan hasil bahwa Earning Per Share (EPS) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham. Penelitian Wang et al. (2013) menunjukan bahwa Return On Equity (ROE) yang tinggi akan mengakibatkan
33
samakin tinggi pula harga saham suatu perusahaan yang sejalan dengan Earning Per Share yang semakin tinggi karena Return On Equity (ROE) yang meningkat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa meningkatnya Earning Per Share (EPS) akan sejalan dengan semakin meningkatnya Return On Equity (ROE) yang secara langsung akan mengakibatkan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut.
H4: Earning per share (EPS) mampu Memediasi Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham. Berikut disajikan model penelitian mengenai Peran Earning Per Share (EPS) dalam Memediasi Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013 dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1 Model Penelitian Peran Earning Per Share (EPS) dalam Memediasi Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013 Return On Equity (ROE)
H2
Harga Saham
(X1)
(Y1)
H1
H3 H4 Earning Per Share (EPS) (X2,Y2,M)
34