BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Tentang Model Pembelajaran 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Mills (dalam Suprijono, 2009: 45) bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak. Menurut (Pribadi, 2009 : 86) model adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola pikir. model merupakan interprestasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Misalnya pada kegiatan pembelajaran yang disebut model pembelajaran. Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007: 5), model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial da untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Menurut Arends (dalam Trianto, 2007: 5), “the term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system” model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dalam mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pedoman bagi para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar
Berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, di antaranya model pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2007 : 12) bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model di mana siswa belajar dan bekerja secara kolaboratif dalam suatu kelompok kecil yang heterogen. Menurut ( Amri & Ahmadi, 2010 : 90) pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu yang satu dengan yang lain dalam kelompok. Menurut Eggen & Kauchak (dalam Trianto, 2007 : 42) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok berdasarkan arahanarahan dari guru (Suprijono, 2009: 54). pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa dengan tujuan untuk mencapai hasil belajar secara kelompok. Secara umum pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran secara bersama-sama berdasarkan arahan-arahan guru sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif lebih menekankan keberhasilan seseorang karena keberhasilan orang lain. Roger dan Jhonson dalam (Suprijono, 2009: 58) menyebutkan 5 (lima) unsur dalam pembelajaran kooperatif; yakni: saling ketergantungan positif,
tanggung jawab individu, tatap muka (interaksi promotif), komunikasi antar anggota, dan penilaian proses kelompok. Model pembelajaran koopertif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar secara kelompok dapat berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Co-operative learning is characterised by positive interdependence with structured goals, a clear accountability for individual’s share of the group’s work through role assignment and regular rotation of the assigned role, heterogeneous ability grouping, sharing of leadership roles, sharing of the appointed learning task(s), aiming to maximise each member’s learning, maintaining good working relationship, process-orientation, teaching of collaborative skills, teacher observation of students’ interaction and structuring of the procedures and time for the processing (Pandya : 2011). Penerapan model pembelajaran koopertif belum dilakukan secara optimal, dan kenyataaan di lapangan guru membagi siswa ke dalam kelompok, kemudian memberi tugas tanpa arahan mengenai hal-hal yang harus dikerjakan. Kenyataan ini akan mengurangi minat dan motivasi siswa dalam belajar, merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dikerjakan sehingga kegiatan pembelajaran terkesan membosankan dan ribut. Hali ini dapat diatasi jika guru memahami dan menguasai langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran kooperatif. Menurut Suprijono (2009: 65), sintaks model pembelajaran kooperatif disajikan pada tabel 2.1 berikut.
Table 2.1 : Sintask Model Pembelajaran Kooperatif No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Fase
Kegiatan Guru Menjelaskan tujuan Fase 1: Present Goals and Set pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar Mempresentasikan informasi Fase 2: Present Information kepada peserta didik secara verbal Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang Fase3: Organize Student in to Learning tata cara pembentukan tim Teams belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien Membantu tim-tim belajar Fase 4: Assist Team Work and Study selama peserta didik mengerjakan tugasnya Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi Fase 5: Test On The Materials pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Mempersiapkan cara untuk Fase 6: Provide Recognition mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok Sumber: (Suprijono, 2009: 65) Model pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe, yakni: STAD
(Student Team Achievement Division), TGT (Team Game Tournament), Jigsaw, GI (Group Investigation), dan pendekatan struktural (NHT, TPS, dan lain-lain). 2.1.2 Model Pembelajaran Kooperetif Jigsaw Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diperkenalkan oleh Elliot Aronson. Menurut Arends (dalam Amri & Ahmadi, 2010: 94), pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi
belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Menurut Isjoni (2007: 54) pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling bekerja sama dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terdiri dari 2 kelompok yang dinamakan kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok ahli adalah kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu sebagai tugasnya dan kemudian dijelaskan kepada kelompok asal. Langkah- langkah model pembelajaran kooperatif Jigsaw (dalam Trianto, 2007: 56) adalah : Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatfi Jigsaw Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase 2 Menyajikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Kegiatan Guru Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan Membagi siswa atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-6 orang) yang disebut kelompok asal. - Memberikan materi pelajaran kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab (setiap anggota kelompok membaca materi yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya)
- Membimbing siswa membentuk kelompok ahli (anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam keompok ahli untuk mendiskusikan materi. - Membimbing kelompok ahli pada saat berdiskusi mengerjakan tugas - Membimbing setiap anggota kelompok ahli kembali kekelompok asal. (setiap anggota kelompok ahli bertugas mengajar temantemannya)
Fase 5 Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya Memberikan penghargaan maupun hasil belajar individu dan kelompok. Sumber: (Trianto, 2007: 57) langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Menurut Amri & Ahmadi, (180 : 2010) adalah sebagai berikut : 1) Siswa dikelompokkan kedalam 4 anggota tim; 2) Setiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda 3) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan 4) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan sub bab mereka. 5) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh. 6) Tim ahli mempresentasikan hasil diskusi 7) Guru memberi evaluasi 8) Penutup
Langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw dari kedua pendapat di atas pada dasarnya adalah sama, hanya kalimat penjelasannya yang berbeda Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut menurut Arends (dalam Amri & Ahmadi, 2010 : 96) Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Sumber: (Amri & Ahmadi, 2010: 96) Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tipe Jigsaw adalah sebagai berikut : 1) Menggunakan strategi tutor sebaya 2) Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok asal dan kelompok ahli 3) Dalam kelompok ahli peserta didik belajar bersama secara kooperatif menuntaskan topik yang sama sampai mereka menjadi “ahli” 4) Dalam kelompok asal setiap siswa saling “mengajarkan” keahlian masingmasing. Menurut saguni (2010) model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembelajaran Jigsaw yaitu: 1) Mempermudah guru dalam mengajar. 2) Siswa belajar bekerja sama dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan yang optimal.
3) Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat. Adapun kelemahan dari model pembelajaran jigsaw yaitu : 1) Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi. 2) Siswa yang memiliki kemampuan berfikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tim ahli. 3) Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. 4) Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran. Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran koopertif.
Dapat
dilihat
dari
langkah-langkah
pembelajarannya
model
pembelajaran ini berpusat pada siswa. Berbagai macam metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran misalnya metode demonstrasi, metode eksperimen, penugasan, tanya jawab dan lain sebagainya. Salah satu metode yang dapat di padukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw misalnya, metode eksperimen. 2.2 Tinjauan Tentang Metode Eksperimen Menurut Djamarah & Zain (2010 : 84) Metode eksperimen adalah cara penyajian materi pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dengan demikian, metode eksperimen dapat diartikan suatu cara penyajian materi dimana siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
Adapun langkah-langkah pembelajaran metode eksperimen adalah sebagai berikut: 1) Persiapan, yaitu guru menjelaskan metode eksperimen, menjelaskan terlebih dahulu materi yang akan di eksperimenkan , menyiapkan alat-alat yang diperlukan, menentukan langkah-langkah apa saja yang perlu dicatat dan variabel-variabel yang harus dikontrol; 2) Pelaksanaan: melaksanakan pembelajaran dengan metode eksperimen, mengumpulkan laporan, memproses kegiatan dan mengadakan tes untuk menguji pemahaman siswa. Menurut Dzamarah & Zain, (2010: 84) metode eksperimen mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : a.
Kelebihan metode eksperimen 1) Membuat siswa lebih percaya atas kesimpulan berdasarkan percobaannya 2) Membina siswa untuk membuat produk baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
b.
Kekurangan metode eksperimen 1) Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi 2) Memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh. 3) Menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan 4) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan. Uraian tentang model pembelajaran dan metode pembelajaran di atas, jika
tidak dilakukan dengan benar tentu akan berdampak pada hasil belajar siswa.
2.3 Tinjauan Tentang Hasil Belajar Menurut Suprijono (2009: 7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Sedangkan menurut Uno (2009 : 196) bahwa hasil belajar adalah perubahan dalam kapabilitas (kemampuan tertentu) sebagai akibat dari belajar. Selanjutnya menurut Dimyati dan Mudjiono (2009 : 3) bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dapat diartikan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh oleh siswa dari proses belajar yang dilihat dari perubahan perilaku secara keseluruhan. 2.4 Tipe-tipe Hasil Belajar Menurut Bloom (dalam Suprijono 2009: 6), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Kwartolo (2012) Harus diakui bahwa buah pemikiran tokoh Benjamin S. Bloom tentang domain kognitif pengetahuan/berpikir, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa, dan evaluasi. Seiring dengan perkembangan jaman, kemajuan pengetahuan dan teknologi, konsep tingkatan berpikir tersebut di atas mengalami perubahan. Lorin Anderson, seorang murid Bloom merevisi taksonomi Bloom tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dalam buku yang berjudul Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Menurut Krathwohl (dalam Amer, 2002) revisi domain kognitif adalah remember (mengingat), understand (memahami), apply (mengaplikasikan), analyze (menganalisis), evaluation (menilai) dan create (menciptakan/membuat).
Menurut Bloom (Soprijono, 2009: 7) Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Psikomotor mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Berikut diuraikan tipe hasil belajar ranah kognitif, Menurut Krathwohl (dalam Amer,
1.
2002).
Remember (mengingat), Retrieving relevant knowledge from long-term memory. usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan.
2. Understand (Memahami), Determining the meaning of instructional messages, including oral, written, and graphic communication. berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. 3.
Apply ( mengaplikasikan), Carrying out or using a procedure in a given situation. memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan.
4.
Analyze ( menganalisis), Breaking material into its constituent parts and detecting how the parts relate to one another and to an overall structure or purpose. memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan.
5.
Evaluate (mengevaluasi), Making judgments based on criteria and standards. memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada..
6.
Create (menciptakan), Putting elements together to form a novel, coherent whole or make an original product. meletakkan unsur-unsur secara bersamasama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Berikut diuraikan ranah afektif menurut Bloom dkk (dalam Dimyati &
Mudjiono, 2009 : 205). 1. menerima, merupakan tingkat terendah tujuan ranah afektif berupa perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif. 2. merespons, merupakan kesempatan untuk menaggapi stimulan dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan. 3. menilai, merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespons lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi. 4. mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya. 5. karakterisasi, merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan masingmasing nilai pada waktu merespons, dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan. Berikut diuraikan ranah psikomotor menurut Purwanto, (2009: 53).
1.
Persepsi (perseption), kemampuan membedakan suatu gejala dengan gejala lain.
2.
Kesiapan (set), kemampuan menempatkan diri untuk memulai suatu gerakan
3.
Gerakan terbimbing (guided response), kemampuan melakukan gerakan meniru model yang dicontohkan.
4.
Gerakan terbiasa (mechanism), kemampuan melakukan gerakan tanpa ada model contoh.
5.
Gerakan kompleks (adaptation), kemampuan melakukan serangkaian kegiatan dengan cara, urutan dan irama yang tepat.
6.
Kreativitas (origination), kemampuan menciptakan gerakan-gerakan baru yang tidak ada sebelumnya atau mengkombinasikan gerakan-gerakan yang ada menjadi kombinasi gerakan baru yang orosinal. Adapun hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah hasil belajar
pada ranah kognitif yaitu kemampuan pencapaian belajar siswa terhadap materi yang diajarkan, yang teridiri atas beberapa aspek atau tingkatan. 2.5 Tinjauan Tentang Cahaya 2.5.1 Pengertian Cahaya Menurut Krane, (2008: 77) cahaya yang selama ini diperlakukan sebagai suatu gejala gelombang, memiliki pula sifat yang dikaitkan denga partikel. Energinya tidak disebar merata pada muka gelombang, melainkan dilepaskan dalam bentuk buntelan-buntelan seperti partikel. Menurut Giancoli (2001: ) Seseorang dapat melihat benda dengan salah satu dari dua cara: (1) benda tersebut merupakan sumber cahaya, seperti bola lampu, dimana melihat cahaya yang
langsung dipancarkan dari sumbernya; atau (2), lebih umum, melihat benda dari cahaya yang dipantulkannya. 2.5.2 Model Cahaya Menurut Robertson (2013: 168) ada tiga macam model cahaya, yaitu pertama, model sinar dari cahaya merupakan model yang terbaik dan digunakan ketika mencoba menjelaskan mengenai lensa dan cermin, namun tidak menjelaskan ketika berkenaan dengan situasi dimana cahaya berpencar, ketika menambah dan mengurangkan cahaya, dan pada contoh lain. Kedua, model gelombang dari cahaya, menjelaskan observasi-observasi yang tidak dijelaskan dalam model sinar dari cahaya, yaitu gelombang akan menyebar ketika menghadapi rintangan. Model ini juga tidak menjelaskan tentang efek fotoeletrik. Hal ini sesuai dengan pendapat Krane, (2008: 97) pada efek fotoeletrik, permukaan sebuah logam disinari dengan berkas cahaya, dan sejumlah elektron terpancar dari permukaanya. Menurut teori gelombang cahaya, sebuah atom akan menyerap energi dari gelombang elektromagnetik datang yang sebanding dengan luasnya yang menghadap ke gelombang datang. Teori gelombang cahaya ini gagal menjelaskan fakta-fakta efek fotoeletrik. Ketiga, model partikel cahaya yang disebut foton. Model ini menjelaskan lebih banyak mengenai efek fotoelektrik. Sesuai dengan pendapat Einstein (dalam Krane, 2008: 99) energi radiasi elektromagnet bukannya diserap dalam bentuk aliran kontinu gelombang, melainkan dalam buntelan diskret (kuantum) kecil yang disebut foton. Menurut Giancoli (2001: 243) Model berkas cahaya telah berhasil dalam mendeskripsikan banyak aspek cahaya seperti pantulan, pembiasan, dan
pembentukan bayangan oleh cermin dan lensa. Karena penjelasan-penjelasan ini melibatkan berkas lurus dengan berbagai sudut, topi ini disebut optik geometri. 2.5.3 Pantulan; Pembentukan Bayangan Oleh Cermin Datar Menurut Giancoli (2001: 243) Ketika cahaya menimpa permukaan benda, sebagian cahaya di pantulkan. Sisanya diserap oleh benda (dan diubah menjadi energy panas) atau, jikan benda tersebut transparan seperti kaca atau air, sebagian lagi akan diteruskan. Untuk benda-benda yang sangat mengkilat seperti cermin berlapis perak, lebih dari 95 % cahaya bisa dipantulkan. Perhatikan gambar dibawah ini. Gambar 2.2 : Hukum Pantulan. (a) Berkas Cahaya Datang Dipantulkan Diatas Permukaan Datar, (b) Sudut Pandang Samping Atau Ujung
Sumber: Giancoli, (2001: 244) Ketika satu berkas cahaya sempit menimpa permukaan yang rata pada suatu sudut, kita definisikan sudut datang i, sebagian sudut dibuat berkas sinar dengan garis normal terhadap permukaan (“normal” berarti tegak lurus) dan sudut pantul r, sebagai sudut yang dibuat berkas sinar pantul dengan normal. Untuk permukaan yang rata sudut datang sama dengan sudut pantul. 2.5.4 Pembentukan Bayangan Oleh Cermin Sferis Menurut Giancoli, (2001: 248-252) Cermin lengkung yang umum berbentuk sferis, yang berarti cermin tersebut akan membentuk sebagian dari bola.
Cermin sferis disebut cembung jika pantulan terjadi pada permukaan luar bentuk sferis sehingga pusat permukaan cermin menggembung ke luar menuju orang yang melihat. Cermin dikatakan cekung jika permukaan pemantulannya ada pada permukaan dalam bola sehingga pusat cermin melengkung menjauhi orang yang melihatnya. Cermin cekung digunakan pada mobil, truk dan sepeda motor (kaca spion). Berkas 1 ditarik parallel dengan sumbu utama; dengan demikian berkas ini harus lewat sepanjang garis yang melalui F setelah pemantulannya. Gambar 2.3 : Sinar Istimewa Pertama
Sumber: Giancoli, (2001: 251) Berkas 2 ditarik melalui F, dengan demikian harus dipantulkan sedemikian rupa sehingga paralel dengan sumbu utama. Gambar 2.4 : Sinar Istimewa Kedua
Sumber: Giancoli, (2001: 251) Berkas 3 dipilih tegak lurus terhadap cermin, dengan demikian ditarik sehingga melalui C, pusat kelengkungan; berkas ini lewat sepanjang radius permukaan sferis, dan karena tegak lurus terhadap cermin akan terpantul kembali pada dirinya sendiri.
Gambar 2.5 : Sinar Istimewa Ketiga
Sumber: Giancoli, (2001: 251) Titik dimana berkas-berkas berpotongan adalah titik bayangan I’. Semua berkas yang dari titik benda yang sama akan melewati titik bayangan ini. Untuk menemukan ttik bayangan bagi semua titik benda, hanya ketiga berkas yang perlu digunakan. Titik bayangan selalu dapat ditentukan (paling tidak secara kasar) dengan menggambarkan ketiga berkas yang digambarkan diatas, walaupun ketepatan yang tinggi sulit
didapat. Adapun persamaan cermin
yang
menghubungkan jarak benda dan bayangan dengan panjang fokus f (dimana f = r / 2). +
=
… … … … … … … … … … … … … (1)
Sumber : Giancoli (2001: 252) 2.5.5 Indeks Bias Menurut Giancoli, (2001: 256) Laju cahaya dalam udara hampa adalah c = 2,99792458 x 108 m/det, yang biasa kita bulatkan c = 3,00 x 108 m/det. Laju ini berlaku semua gelombang elektromagnetik, termasuk cahaya tampak. Diudara, laju tersebut hanya sedikit lebih kecil. Pada benda transparan lainnya, seperti kaca dan air, kelajuan selalu lebih kecil dibandingkan di udara hampa. Sebagai contoh, di air cahaya merambat kira-kira denga laju ¾ c. Perbandingan laju cahaya
diudara hampa dengan laju v pada materi tertentu disebut indeks bias, n, dari materi tersebut; =
… … … … … … … … … … … … … (2) Sumber: Giancoli, (2001: 257)
Indeks bias ini tidak pernah lebih kecil dari 1 (artinya, n ≥ 1). Giancoli (2001: 256-257) 2.5.6 Pembiasan Hukum Snellius Menurut Giancoli, (2001: 257-258) Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium yang lainnya, sebagian cahaya datang dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang dan membentuk sudut terhadap permukaan (bukan hanya tegak lurus), berkas cahaya tersebut dibelokan pada waktu memasuki medium yang baru. Pembelokan ini disebut pembiasan cahaya. Perhatikan gambar dibawah ini yang menunjukan sebuah berkas yang merambat dari udara ke air. Gambar 2.6 : Pembiasan Cahaya Pada Indeks Bias Yang Berbeda
Giancoli, (2001: 258) Sudut 1 adalah sudut datang dan 2 adalah sudut bias. Perhatikan bahwa berkas dibelokan menuju normal ketika memasuki air. Hal ini selalu terjadi ketika berkas cahaya memasuki medium dimana lajunya lebih kecil. Jika cahaya merambat dari
satu medium di mana lajunya lebih besar berkas cahaya akan dibelokan menjauhi garis normal. Sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua medium dan pada sudut datang. Hubungan analisis antara 1 dan 2 ditemukan secara eksperimental pada sekitar tahun 1621 oleh Willebrord Snellius (1591-1626). Hubungan ini dikenal sebagai hukum Snellius dan dituliskan: … … … … … … … … … … (3) Sumber: Giancoli, (2001: 258) 2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini dilakukan oleh Hertiavi dkk, yang dilaksanakan di sekolah SMP Negeri 38 Semarang tahun ajaran 2008/2009 kelas VIIA yang berjumlah 38 siswa., dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP”. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang terlaksana dalam tiga siklus dengan tiga kali pertemuan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu . perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu, “Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa yang tergambar dari meningkatnya secara signifikan hasil belajar siswa.” Dari penelitian tersebut, dapat di lihat perbedaan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan melihat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang dibelajarkan dengan
menggunakan cooperative learning tipe Jigsaw berbasis eksperimen dengan (kelas eksperimen), dan kelas yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran koopertif jigsaw (kelas kontrol). Sedangkan penelitian tersebut adalah penelitian tindakan kelas, dengan melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah yang terlaksana dalam tiga siklus. 2.7 Kerangka Berfikir Untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa, maka seorang guru harus kreatif menerapkan model pembelajaran dalam proses pembelajaran. Siswa akan aktif apabila model pembelajaran yang digunakan diterapkan secara tepat pada materi yang diajarkan. Dengan demikian, melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis metode eksperimen diharapkan tujuan proses pembelajaran akan tercapai. Skema kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Guru
Cahaya
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Model Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Berbasis Metode Eksperimen
Model Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Hasil Belajar Gambar 2.7 Skema Kerangka Berfikir
2.8 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis metode eksperimen dan siswa yang dibelajarkan dengan model kooperatif tipe Jigsaw pada materi Cahaya.