BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1
Model Pembelajaran Cooperative Script Menurut Chotimah dan Dwitasari, (2009: 151) Cooperative script adalah
strategi pembelajaran yang mengatur interaksi peserta didik seperti ilustrasi kehidupan sosial peserta didik dengan lingkungannya secara individu. Misalnya dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Pada strategi pembelajaran cooperative script peserta didik bekerja berpasangan dan secara lisan mengiktisarkan bagian-bagian materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Pada model pembelajaran ini pasangan peserta didik bergantian peran sebagai pembicara dan pendengar. Tugas pembicara adalah menyampaikan konsep-konsep penting dari materi yang dipelajari atau kegiatan yang telah dilakukan, sedangkan tugas pen dengar adalah menyimak/mengoreksi/menunjukkan
ide-ide
pokok
dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. Cooperative script adalah metode pembelajaran yang mengembangkan upaya kerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Pada metode pembelajaran cooperative script siswa akan dipasangkan dengan temannya dan akan berperan sebagai pembicara dan pendengar. Pembicara membuat kesimpulan dari materi yang akan disampaikan kepada pendengar dan pendengar akan menyimak, mengoreksi, menunjukkan ide-ide pokok
Susanto (2013). Menurut Yahya, (2010) model
pembelajaran cooperative script adalah metode belajar dimana siswa bekerja
7
berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari Menurut Kustiningsih, (2013) cooperative script merupakan salah satu bentuk atau model
pembelajaran
kooperatif , dalam perkembangannya mengalami
perkembangan sehingga melahirkan beberapa pengertian dan bentuk yang sedikit berbeda satu
dengan yang lainya.
Pembelajaran
cooperative script
adalah
pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script
benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk
mengaktualisasikan
pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini. Menurut Saleh, (2010) cooperative script adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Menurut Muniroh, (2010: 30)
bahwa cooperative script adalah suatu
kesepakatan antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk berkolaborasi memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial siswa. Sintaks
langka-langkah model pembelajaran
cooperative script sebagai
berikut 1) guru membagi peserta didik untuk berpasangan, 2) guru membagikan
8
wacana/materi kepada setiap peserta didik untuk dibaca dan dibuat ringkasan, 3) guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar, 4) pembicara membaca-kan ringakasan
selengkap
mungkin
dengan
memasukan
ide-ide
pokok
dalam
ringkasannya. Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingatkan/menghapal ide-ide dengan menghubungkan materi sebelumnya dan materi lainnya, 5) bertukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, 6) guru dan peserta didik menyusun kesimpulan. Model pembelajaran cooperative script yang dilakukan dalam penelitian yakni 1) menulis topik pembelajaran di papan tulis, 2) menyampaikan tujuan pembelajaran, 3)
membagi siswa berpasangan (siswa A dan siswa B). Masing-
masing pasangan siswa mendapatkan LKS yang berbeda (siswa A mendapat LKS I dan siswa B mendapat LKS 2). LKS berisi materi dan pertanyaan yang berbeda. Masing-masing siswa mempelajari materi dan menjawab pertanyaan yang terdapat pada LKS masing-masing, 4) bersama siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. Apabila siswa A sebagai pembicara maka dia bertugas menyampaikan materi dan jawab pertanyaan yang terdapat pada LKS I dan seorang siswa B sebagai pendengar. Selanjutnya bertukar peran yang semula sebagai pembicara (siswa A) berperan sebagai pendengar dan yang semula sebagai pendengar (siswa B) berperan sebagai pembicara dan bertugas menyampaikan materi dan jawaban pertanyaan yang terdapat 9
pada LKS 2, 5) memintah salah satu pasangan untuk mempresentasikan hasil kegiatannya, 6) sebagai fasilitator dan motifator membimbing siswa melaksanakan diskusi kelas, 7) memberikan penguatan pada hasil diskusi, 8) membimbing siswa menyusun kesimpulan. Kelebihan pembelajaran cooperative script sebagai berikut a) Melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan peserta didik, b) Setiap peserta didik mendapat peran sebagai pembicara dan
sebagai
pendengar, c) Melatih mengungkapkan
kesalahan orang lain dengan lisan, a) Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu dan topik tertentu, b) Hanya dilakukan dua peserta didik (tidak melibatakan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas kepada dua peserta didik tersebut). Muniroh, (2010: 33) menjelaskan bahwa manfaat model pembelajaran cooperative script yang diungkapkan para ahli tersebut, dapat dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan manfaat pembelajaran cooperative script yaitu (1) dapat meningkatkan keefektifan pelaksanaan pembelajaran, dalam hal ini bahwa materi yang terlalu luas cakupannya dapat dibagikan kepada siswa untuk mempelajarinya melalui kegiatan diskusi, membuat rangkuman, menganalisis materi baik yang berupa konsep maupun aplikasinya, (2) dapat memperluas cakupan perolehan materi pelajaran, karena siswa akan mendapatkan transfer informasi pengetahuan dari pasangannya untuk materi yang tidak di pelajarinya di kelas, (3) dapat melatih keterampilan berfikir siswa, melalui kegiatan yang dirancang pada cooperative script, siswa akan dituntut untuk dapat menyelesaikan semua kegiatan dengan upaya efektif agar dapat menyelesaikan semua kegiatan dengan waktu yang telah disediakan. 10
Kelebihan model pembelajaran cooperative script yaitu 1) Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan, 2) Setiap siswa mendapat peran dalam diskusi, setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya, 3) Melatih siswa mengevaluasi hasil diskusi untuk diselesaikan Bersama. Kekurangan model pembelajaran cooperative script yaitu 1) Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu, 2) Membutuhkan waktu yang relatif lama. Berdasarkan teori di atas dapat diartikan bahwa model pembelajaran cooperative script adalah suatu model pembelajaran yang akan menimbulkan ide-ide pokok atau gagasan baru dari siswa itu sendiri sehingga akan menambah pengetahuan siswa terhadap materi yang diajarkan, serta akan terjadi interaksi antara siswa dengan siswa kemudian siswa dengan guru. Siswa satu dengan yang lainnya bersepakat untuk menjalankan peran masing-masing yaitu siswa yang berperan menjadi pembicara membacakan hasil pemecahan yang diperoleh beserta prosedurnya dan siswa yang menjadi pendengar menyimak dan mendengar penjelasan dari pembicara, mengingatkan pembicara jika ada kesalahan. 2.2
Hasil Belajar Menurut Hamid dan Haetami (2008: 2) hasil belajar siswa adalah merupakan
indikator atau gambaran keberhasilan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sehingga masalah hasil belajar siswa merupakan salah satu problem yang tidak pernah habis dibicarakan dalam dunia pendidikan. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain: strategi dan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam kelas, lingkungan belajar siswa, dan media pengajaran 11
yang digunakan oleh guru. Ketidak-tepatan model pembelajaran guru akan berakibat pada rendahnya motivasi dan aktivitas belajara siswa. Talipi (2012: 14) menjelaskan Hasil belajar merupakan puncak proses belajar, sedangkan belajar itu sendiri adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, dengan melewati pengolahan informasi menjadi kabilitas baru. Dalam proses belajar, siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajarnya. Hasil belajar juga diartikan sebagai hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar dan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses pembelajaran. Ada pengertian lain hasil belajar yaitu 1) perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar, 2) kemampuan aktul yang diukur secara langsung, 3) perubahan tingkah laku yang meliputi : ranah kognitif, efektif dan psikomotorik. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu bakat pelajar, pelajaran, kualitas pengajaran, dan kemampuan individu. Menurut Usman, (2011) hasil belajar adalah keberhasilan belajar siswa yang diukur berdasarkan pada besarnya rentang perubahan sebelum dan sesudah siswa mengikuti kegiatan belajar. factor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Secara garis besar ada dua factor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu a). Factor intern yakni factor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut factor individual. Menurut Slamento factor dibedakan menjadi tiga factor yaitu : factor jasmaniah, factor psikologis, dan factor kelelahan. b) Faktor ekstern yakni factor yang ada diluar
12
siswa atau factor social. Slameto menjabarkan lagi factor ini menjadi tiga factor yaitu factor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut Novita, (2012) hasil belajar adalah pengalaman yang dialami siswa dari suatu kegiatan belajar dan kesuksesan dari hasil belajar tersebut dapat diketahui melalui kegiatan penilaian.. Menurut Lumeta, (2013) hasil belajar adalah kemampuan baru yang didapatkan dari usaha dilakukan dalam aktifitas belajar. faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor dalam individu sedang belajar sedangkan faktor eksternal adalah faktor diluar individu Berdasarkan teori di atas dapat diartikan bahwa bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulangulang, dimana hasil belajar turut dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.Hasil belajar juga merupakan alat ukur untuk melihat kemampuan siswa terhadap materi yang diajarkan serta dikatakan puncak penilaian siswa terhadap proses belajar. 2.3
Hidrolisis Garam Menurut Watoni, (2012: 192) garam terbentuk dari sisa asam dan sisa basa.
Garam yang terbentuk dari reaksi antara asam kuat dengan basa kuat bersifat netral (pH =7) karena tidak mengalami hidrolisis. Namun, bila salah satu sisa asam atau basa berasal dari asam lemah atau basa lemah, maka akan terhidrolisis. 13
Sitorus, Cunayah dan Nurhayati, (2006: 235) hidrolisis adalah rekasi antara ion dengan air. Apabila suatu lautan didalam air bersifat asam atau basa maka terjadi hidrolisis oleh ion-ion garam yang dilarutkan. Garam merupakan zat hasil reaksi antara asam dan basa contohnya HA (asam) bereaksi dengan MOH (basa) maka terbentuk
MA (garam) dengan H2O (air). Berdasarkan asalnya garam dapat
dikelompokan menjadi empat golongan, yaitu: 1) garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat contoh; NaCl, NaSO4, KCl. 2) garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah contoh; NH4Cl, AgNO3, CuSO4. 3) garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat contoh; CH3COONa, KCn, CaS. 4) garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah contoh; NH4CN, Al2SO3, (NH4)2CO3. Johari dan rahmawati, (2009: 272) reaksi yang terjadi antara komponen garam, yakni kation yang berupa asam konjugasi kuat atau anion yang berupa basa konjugasi kuat dengan air merupakan reaksi kesetimbangannya yang disebut sebagai hidrolisis garam dengan tetapan kesetimbanganya yang disebut tetapan hidrolisis (Kh). Secara umum, hidrolisis garam didefinisikan sebagai berikut: “Hidrolisis garam adalah reaksi antara garam dengan air, dimana kation (BH+) dari garam (BHA) menyumbang ion H+ ke air dan anion (A-) dari garam (BHA) menerima ion H+ dari air. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat seperti NaCl tidak akan terhirolisis. Contoh yaitu BHA (garam) menghasilkan BH+ (kation) dengan
A-
(anion). Hal ini karena kation BH+ dan anion A- bersifat relatif lemah sehingga keduanya tidak dapat terhidrolisis. Akibat larutan garam bersifat netral (pH = 7). 14
Garam yang berasal dari basa kuat dan asam lemah seperti CH3COONa akan terhidrolisis. Hal ini karena anion A- bersifat relatif kuat sehingga dapat bereaksi dengan air melepas ion OH-. Akibatnya laruten bersifat basa (pH > 7). Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah seperti NH4Cl akan terhidrolisis. Hal ini karena kation BH+ bersifat relatif kuat sehingga dapat bereaksi dengan air melepaskan ion H3O+. Akibatnya larutan garam bersifat asam (pH < 7). Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah seperti NH4HC2O4, NH4CH3COO, dan NH4CN akan terhidrolisis. Hal ini karena kation BH+ dan anion A- bersifat relatif kuat sehingga keduanya dapat bereaksi dengan air melepas ion H3O+ (H+) dan ion OH- sifat asam basa dari larutan garam bergantung dari perbadingan kosentrasi ion H+ dan ion OH- tersebut (Johari dan rahmawati, 2009: 272) Purba, (2007: 254) Larutan garam ada yang bersifat asam, bersifat basa, atau bersifat netral. Sebagai contoh, larutan NH4Cl ternyata bersifat asam. Sifat larutan dapat dijelaskan dengan konsep hidrolisis. Hidrolisis merupakan istilah yang umum digunakan untuk reaksi zat dengan air (hidrolisis berasal dari kata hydro yang berati air dan lysis yang berati penguraian). Menurut konsep ini, komponen garam (kation atau anion) yang berasal dari asam lemah atau basa lemah bereaksi dangan air (terhidrolisis). Hidrolisis kation menghasilkan ion H3O+ (H+), sedangkan hidrolisis anion menghasilkan ion OH- . Johari dan Rahmawati (2004: 252) hidrolisis garam merupakan reaksi yang dapat balik (revelsibel) yang membentuk suatu kesetimbangan. Produk dari reaksi ini adalh suatu zat baru dan juga ion H+ atau OH-. Kosentarasi ion H+ atau OH- pada 15
kesetimbangan inilah yang menentukan apakah larutan bersifat netral, asam, atau basa. Kesetimbangan hidrolisis garam ditunjukan secara kuantitatif oleh tetapan hidrolisis (Kh). Nilai Kh terkait dengan Ka asam lemah atau Kb basa lemah. Tetapan hidrolisis dapat digunakan untuk menentukan pH larutan garam. Lukum (2005: 19) bila garam-garam dilarutkan dalam air, larutan tidak selalu bereaksi netral. Fenomena ini disebabkan karena sebagai dari garam berinteraksi dengan air sehingga dinamakan hidrolisis. Akibatnya ion H+ atau OH- tertinggal dengan berlebihan dalam larutan, sehingga larutan itu menjadi menjadi asam atau basa. Dalam larutan garam terdapat 4 kategori sifat garam yaitu 1) garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat, misalnya: NaCl, CaCl2. 2) garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat, misalnya : Na-asetat. 3) garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah, misalnya : NH4-asetat. 4) garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah, misalnya: CH3COONH4. Berikut ini disajikan contoh perhitungan pH larutan garam yang terhidrolisis yakni garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat misalnya CH3COONa. CH3COONa
CH3COO- + Na+ merupakan persamaan reaksi 1, H2O
adalah reaksi 2, CH3COO- + H+
H+ + OH-
CH3COOH adalah reaksi 3, yang menjadi reaksi
hidrolisis adalah reaksi 2 + 3 yaitu H2O
H+ + OH- dan CH3COO- + H+
CH3COOH
akan
H2O
kemudian
dijumlahkan
menjadi
CH3COO-
CH3COOH + OH- adalah reaksi 4. Dari reaksi 4 didapatkan
K=[CH3COOH][OH-]/[CH3COO-][H2O], sehingga K[H2O]= [CH3COOH][OH-]/
16
+
[CH3COO-] = KH. Tetapan hidrolisis dapat dihitung dari tetapan ionisasi asam asetat sebagai berikut,
jika
pembilang
dan
penyebut
pada
reaksi 5 dikali [H+] maka
KH=[CH3COOH][OH]/[CH3COO] × [H+]/[H+], Menjadi KH=[CH3COOH][H2O]/ [CH3COO-][H+], selanjutnya KH= [CH3COOH]/[CH3COO-][H+]×Kw [CH3COO-][H+]/[CH3COOH], maka
Ka =
KH=1/Ka×Kw atau KH =Kw/Ka. Dari
persamaan 4 reaksi hidrolisis di atas yaitu; CH3COO- + H2O
CH3COOH + OH-
dimana [CH3COOH] = [OH-] sehingga KH = [CH3COOH][OH-]/[CH3COO-] selanjutnya KH = [OH-][OH-]/[CH3COO-] maka terbentuk KH = [OH-]2/[CH3COO-]. Sehingga [OH-]2 = KH [CH3COO-] selanjutnya [OH-] = [CH3COO-] = [garam] = [C], maka [OH-] =
KH [CH 3COO _ ]
KH [C ] . Selanjutnya [OH-] =
Kw / Ka C sehingga [OH-] = (Kw/Ka.C)1/2 maka POH = ½ pKw + ½ pKa + ½ log C. Penentuan pH larutan garam menurut Sitorus, Cunayah dan Nurhayati, (2006: 235) menjelaskan bahwa sesuai dengan asal garamnya, maka garam dilarutkan ke dalam air akan terjadi 4 kemungkinan, yaitu: a) garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat jika dilarutkan kedalam air akan terionisasi secara sempurna contohnya garam dapur. NaCl terhidrolisis menjadi Na+ dan Cl- karena NaCl terbentuk dari NaOH dan HCl yakni basa kuat dan asam kuat maka didalam air tetap terurai menjadi ion-ion Na+, OH-, H+ dan Cl- sehingga didalam air terdapat ion OH- dan H+ yang sama banyaknya, akibatnya tidak mempengaruhi pH air tetap = 7 (netral) karena
17
garam dari asam kuat dan basa kuat tidak mengubah pH air dikatakan garam tidak mengalami hidrolisis. b) garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah contonya adalah NH4Cl. NH4Cl terhidolisi menjadi NH4+ dan Cl-, karena NH4Cl terbentuk dari NH4OH yakni basa lemah maka di dalam air NH4+ akan mengikat ion OH- dan hanya sebagian kecil saja yang tetap terurai (α <1) sedangkan HCl adalah asam kuat sehingga di dalam air tetap terurai menjadi H+ dan Cl-. Akibatnya di dalam air akan kelebihan ion H+ sehingga larutanya bersifat asam. Tetapan hidrolisis dan pH larutannya adalah Kh=Kw/Kb kemudian untuk menentukan pH larutan garam diketahui terlebih dahulu [H+]. Rumusnya adalah [H+] =
Kw Kb Mg dan mencari pH larutan garam = - log [H+]. Hal ini dapat diuraikan
bahwa Kh= tetapan hidrolisis, Kw= tetapan air, Kb= tetapan ionisasi basa, dan Mg= kosentarsi larutan garam. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat dari dalam air akan mengalami hidrolisis. Tetapan hidrolisis dan pH adalah Kh = Kw/Kb kemudian untuk menentukan [OH-] = Kw Ka Mg setelah itu menentukan POH = log [OH-] dan pH = 14 - POH. Dimana Kh tetapan hidrolisis, Kw tetapan air, Ka tetapan ionisasi asam, Mg kosentarasi larutan garam. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah bila dilarutkan dalam air akan mengalami hidrolisis sempurna karena baik kation maupun anionnya mengalami hidrolisis. Secara umum, penetuan pH larutan garam menurut Johari dan Rahmawati, (2009: 274) akan dibahas berdasarkan jenis garam yang terhidrolisis, yakni: Garam dari asam kuat dan basa lemah, garam dari asam lemah dan basa kuat, garam dari
18
basa lemah dan basa lemah. Hidrolisis garam dari asam kuat dan basa lemah hanya melibatkan rekasi antara komponen kation BH+ yang relati kuat berasal dari basa lemah, dengan air (H2O).
Contoh yaitu BH+ (Kation)
bereaksi dengan H2O (air)
terhidrolisis menjadi B (netral) dengan H3O+ (asam). Karena hidrolisis garam hanya melepas ion H3O+
atau H+, maka larutan garam akan bersifat asam (pH < 7).
Besarnya kosentrasi ion H+ yang dilepas dapat dihitung menggunakan persamaan tetapan hidrolisis Kh sama dengan kosentrasi B dikali dengan kosentrasi H+ dibagai kosentrsai BH kemudian untuk [H+] = Kh[ BH ] dan menentukan pH = - log [H+]. Hidrolisis garam dari asam lemah dan basa kuat hanya melibatkan reaksi antara komponen anion A- yang relatif kuat yang berasal dari asam lemah dengan air (H2O). Contoh A- (kation) bereaksi dengan H2O (air) terhidrolisis menjadi HA (nertal) dengan OH- (basa). Hidrolisis garam hanya melepas ion OH-, larutan garam akan bersifat basa (pH > 7). Besar kesentrasi ion OH- yang dilepas dapat dihitung menggunakan persamaan tetapan hidrolisis yakni Kh sama dengan kosentrasi HA dikali dengan kosentrasi OH- dibagi dengan kosentrasi A-. kemudian untuk [OH-] =
K h [ A ] sebelum menetukan pH harus terlebih dahulu mencari pOH
=
-log
[OH] setelah itu pH= 14-POH. Hidrolisis garam dari asam lemah dan basa lemah melibatkan reaksi antara komponen kation BH+ yang relatif kuat dari basa lemah dan komponen anoin A- yang relatif kuat dari asam lemah dengan air (H2O). Larutan garam dapat bersifat asam, basa, atau netral. Larutan garam dari asam lemah dan basa lemah bersifat Asam (pH < 7) jika Ka > Kb, Basa (pH > 7) jika Ka < Kb, Netral
19
(pH = 7) jika Ka = Kb Nilai pH larutan garam ini dapat di hitung dari nilai kosentarsi ion H+ yang ditentukan dari persamaan tetapan hidrolisis yakni Kh sama dengan kosentrasi HA dikali dengan kosentrasi B dibagi dengan kosentrasi A- dikali dengan kosentrasi BH+. Penurunan rumus pH larutan garam ini sedikit kompleks. Namun jika garam hanya terhidrolisis sedikit sekali, maka diperoleh persamaan berikut: [ H ] Kw Ka Kb kemudian untuk pH = - log [H+]. sifat asam, basa, netral suatu
larutan garam dari asam lemah dan basa lemah ditentukan oleh perbandingan Ka dan Kb. Karena Ka CH3COOH < Kb NH3, maka larutan dikatakan bersifat basa. Namun, karena perbandingan Ka dan Kb sangat kecil, pH larutan mendekati netral, maka larutan garam NH4CH3COO di anggap netral. Berdasarkan teori di atas dapat diartikan bahwa hidrolisi garam adalah suatu rekasi antara garam dari asam atau basa yang terurai dalam air menghasilkan ion H+ dan ion OH-, atau disebut yang dapat balik membentuk
suatu
kesetimbangan.
Kemudian pH larutan garam yang bersifat nertal = 7, asam < 7, dan basa > 7. Garam yang bersifat netral terionisasi sempurna tetapi tidak terhidrolisis. Garam yang bersifat basa dan asam terionisasi sebagian yakni terhidrolisis kemudian garam yang asam lemah dan basa lemah terhidrolisis total tetapi sifat larutannya tergantung pada tetapan ionisasi asam dan basa. 2.4
Penelitian yang Relevan Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian
yang menggunakan model pembelajaran cooperative script.
20
Penelitian yang dilakukan oleh Laili Subekti, Arif Maftukhin, R. Wakhid Akhdinirwanto. 2010/2011 mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo yang berjudul” Peningkatan Aktivitas Belajar IPA Melalui Model Cooperative Script pada Siswa SMP Negeri 1 Puring Kebumen. Hasil penelitian ini adalah 1) melalui model cooperative script dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA pada siswa SMP Negeri 1 Puring, 2) persentase aktivitas belajar siswa sebelum diterapkan model cooperative script adalah 58% meningkat menjadi 64% setelah diterapkan model cooperative script untuk siklus I. Pada siklus II aktivitas belajar siswa meningkat menjadi 71%. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Maksud Mustajab, Sriyono, Siska Desy Fatmaryanti. 2012/2013 mahasiswa universitas Mohammadiah Purworejo yang berjudul” Penerapan metode pembelajaran cooperative script untuk meningkatkan partisi belajar siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Karanggayam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Karanggayam tahun pelajaran 2012/2013. Partisipasi belajar siswa meningkat dari 57,02% pada pra siklus menjadi 64,91%
pada siklus 1 dan meningkat kembali menjadi 75,88% pada siklus 2.
Peningkatan partisipasi belajar siswa ikut berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dapat diketahui dari nilai rata-rata tes semester yang lalu sebesar 58 meningkat menjadi 71 pada tes akhir siklus 1 dan meningkat lagi menjadi 81 pada tes akhir siklus 2. Respon siswa pun sangat positif terhadap pembelajaran cooperative script. Respon siswa terhadap pembelajaran sebelumnya sebesar 66,8% sedangkan 21
respon siswa terhadap pembelajaran cooperative script sebesar 69% dan meningkat pada siklus 2 menjadi 75,4%. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Khayyizatul Muniroh. 2010. Seorang mahasiswa program studi Matematika Universitas Negeri Yokyakarta yang berjudul” implementasi pembelajaran dengan model cooperative script sebagai usaha untuk meningkatkan kreativitas dalam pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII MTs Wahid Hasyim Sleman Yokyakarta. Hasil penelitian menunjukan
bahwa
langkah-langkah pembelajaran dengan model cooperative script yang dapat meningkatkan kreaktifitas dalam pemecahan matematika kelas VIII A MTs wahid hasyim meliputi : (1) pembagian kelompok secara berpasangan, (2) pembagian soal matematika, (3) pengerjaan masalah secara individu, (4) penentuan peran sebagai pembicara dan pendengar, (5) penyampaian pemecahan masalah oleh pembicara kepada pendengar, (6) pertukara peran, siswa yang menjadi pembicara bertukar peran menjadi pendengar dan sebaliknya, (7) penyajian dan pembahasan hasil pemecahan masalah matematika, (9) menyimpulkan hasil pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi, kreativitas pemecahan masalah matematika meningkat dengan rata-rata persentase dari 63,33% menjadi 75%. Berdasarkan analisis angket, kreativitas pemecahan masalah matematika diketahui dari persentase jumlah siswa untuk setiap aspeknya meningkat dari siklus I ke siklus II yaitu (a) kemampuan menemukan fakta dari 22,72% menjadi 45,49%, (b) kemampuan menemukan masalah dari 33,85% menjadi 41,67%, (c) kemampuan menemukan gagasan dari 22,66% menjadi 33,68%, (d) kemampuan menemukan solusi dari 23,96% menjadi 53,47%, (e) implementasi 22
dari 46,88% menjadi 49,07%. Hasil TAS menunjukkan adanya peningkatan yaitu dari 56,78 pada TAS I menjadi 60,21 pada TAS II. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Sri Hayati Talipi. 2012. Seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Gorontalo yang berjudul” Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Script Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Stokiometri
Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 2 Gorontalo. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran cooperative script hasil belajar siswa kelas X-1 meningkat dari 48,28% pada siklus I menjadi 86,21% setelah siklus II. Berdasarkan penelitian yang relevan di atas maka persamaan dengan penelitian ini terletak pada model pembelajaran Cooperative script yang digunakan kemudian yang menjadi perbedaannya pada peningkatan aktivitas belajar siswa, partisi belajar siswa, kreativitas belajar siswa serta hasil belajar siswa pada materi yang berbeda dan lokasi penelitian yang berbeda pula. 2.5
Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teoritis yang telah diuraikan di atas,
hipotesis tindakan dalam penelitian ini“ jika diterapkan model pembelajaran cooperative script maka hasil belajar hidrolisis garam siswa kelas XI IPA2 SMA Negeri I Tapa dapat ditingkatkan. 2.6
Indikator Kinerja Pelaksanaan tindakan kelas ini dinyatakan berhasil apabila: 1) Jika hasil
pengamatan terhadap proses pembelajaran meliputi kegiatan guru dan siswa telah 23
mencapai 75%
atau lebih dengan kategori baik (B) atau sangat baik (SB) maka
kegiatan pembelajaran dinyatakan berhasil, 2) Jika 80 % dari seluruh siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 75 ke atas atau sama dengan 75 (sesuai KKM) dengan daya serap 80% maka tindakan pembelajaran dinyatakan berhasil.
24