BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori Peran teori sangat penting untuk menjelaskan fenomena dan merumuskan
suatu hipotesis penelitian. Penelitian ini menggunakan signalling theory (teori sinyal) sebagai grand theory, dengan teori pendukung yang menjelaskan secara lebih detail mengenai ERM disclosure, IC disclosure, nilai perusahaan, dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian terdahulu juga diperlukan untuk merancang konsep-konsep yang mampu menjelaskan objek penelitian yang diteliti. Penelitian ini juga didukung oleh beberapa penjabaran hasil penelitian-penelitian sebelumnya. 2.1.1 Signalling Theory (Teori Sinyal) Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan bagi keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakikatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran tentang keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan mengenai pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat, dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Menurut Jogiyanto (2000: 392), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan 15
16
keputusan investasi. Pengumuman yang mengandung nilai positif diharapkan dapat berdampak pada reaksi pasar pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Pengumuman informasi yang merupakan good news bagi investor akan berdampak pada perubahan dalam volume perdagangan saham. Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi financial yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi nonfinancial yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan tersebut. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Perusahaan yang ingin sahamnya dibeli oleh investor harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan. Teori Signal menjelaskan bahwa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal perusahaan. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dengan pihak eksternal. Pihak eksternal
17
kemudian menilai perusahaan sebagai fungsi dari mekanisme signalling yang berbeda-beda.
Kurangnya
informasi
pihak
luar
mengenai
perusahaan
menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan, dan kemungkinan lain pihak eksternal yang tidak memiliki informasi akan berpersepsi sama tentang nilai semua perusahaan. Pandangan seperti ini akan merugikan perusahaan yang memiliki kondisi yang lebih baik karena pihak eksternal akan menilai perusahaan lebih rendah dari yang seharusnya dan demikian juga sebaliknya. Signalling theory melandasi pengungkapan sukarela. Sinyal ini berupa informasi mengenai upaya yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang dapat menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat diminati investor dan pemegang saham khususnya jika informasi tersebut merupakan berita baik (good news). Manajemen juga berminat menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitasnya dan kesuksesan perusahaan meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan. Pengungkapan yang bersifat sukarela merupakan signal positif bagi perusahaan. Pengungkapan IC merupakan salah satu pengungkapan sukarela yang bisa menjadi sinyal positif bagi perusahaan kepada pengguna informasi keuangan. 2.1.2 ERM Disclosure Risiko merupakan situasi ketika terdapat ketidakpastian mengenai dampak yang terjadi, keuntungan maupun kerugian (Institute of Chartered Accountants in
18
England and Wales, 2002). Risiko yang dihadapi perusahaan dibagi menjadi risiko keuangan, risiko operasi, risiko teknologi, risiko integritas, dan risiko strategi (Linsley dan Shrives, 2006). Risiko keuangan merupakan risiko yang berkaitan dengan instrumen keuangan perusahaan seperti risiko pasar, kredit, likuiditas, serta tingkat bunga atas arus kas. Risiko operasi berkaitan dengan kepuasan pelanggan, pengembangan produk, pencarian sumber daya, kegagalan produk, dan lingkungan. Risiko teknologi berkaitan dengan akses, ketersediaan, dan infrastruktur. Risiko integritas berkaitan dengan kecurangan manajemen dan karyawan, tindakan ilegal, dan reputasi. Risiko strategi berkaitan dengan pengamatan lingkungan, industri, portofolio bisnis, pesaing, peraturan, politik dan kekusaan. Semua elemen yang terdapat dalam risiko harus dapat dikelola oleh perusahaan. Pengelolaan risiko dapat mempengaruhi tujuan perusahaan. Risiko harus dapat dikelola dengan baik sehingga risiko yang ada tidak berdampak buruk pada perusahaan, tetapi dapat membantu perusahaan dalam memahami ketidakpastian kondisi ekonomi. Pengelolaan atas risiko yang dihadapi perusahaan disebut dengan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah proses dan metode yang digunakan oleh perusahaan untuk mengelola risikonya yang berhubungan dengan pencapaian tujuan-tujuan perusahaan (Amran et al., 2009). Manajemen risiko yang dipilih setiap perusahaan umumnya berbeda satu sama lain, walaupun perusahaanperusahaan tersebut dalam industri yang sejenis yang mungkin menghadapi risiko yang serupa. Hal ini dikarenakan manajemen yang berbeda memiliki strategi pengelolaan, toleransi terhadap risiko, dan tujuan yang berbeda pula, sehingga
19
penting bagi investor untuk lebih memperhatikan kunci risiko bisnis dan pengelolaan risiko yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Lajili dan Zeghal (2005), kerangka kerja manajemen risiko melibatkan proses-proses sebagai berikut. 1) Mengidentifikasi, mengukur, dan menilai tipe atau jenis risiko yang mungkin dihadapi perusahaan. 2) Memilih metode atau tindakan strategis yang tepat untuk mengontrol risiko, termasuk menentukan pilihan untuk menghindari risiko, mengurangi risiko, atau memindahkan risiko ke pihak lain. 3) Memonitor dan mengawasi semua tindakan yang direncanakan untuk mengatasi risiko yang mungkin dihadapi. Pengungkapan merupakan penyampaian informasi yang bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Pengungkapan memiliki tiga konsep, yaitu pengungkapan yang cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full) (Ghozali dan Chariri, 2007). Pengungkapan yang cukup berarti mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan. Pengungkapan secara wajar menunjukkan tujuan etis agar saat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan, sedangkan pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya menyajikan semua informasi yang relevan (Ghozali dan Chariri, 2007). Linsley dan Shrives (2006), menyatakan bahwa perusahaan dikatakan telah mengungkapkan risiko jika pembaca laporan tahunan diberi informasi mengenai prospek, bahaya, kerugian, dan ancaman yang akan berdampak bagi perusahaan pada masa sekarang ataupun
20
dimasa mendatang. Penyampaian informasi mengenai risiko tersebut menjadi kebutuhan stakeholder. Beberapa peneliti menyatakan manfaat dan pentingnya pengungkapan risiko yaitu sebagai berikut. 1) Menyediakan transparansi yang lebih besar dan meningkatkan kepercayaan investor (Linsley dan Shrives, 2006; Abraham dan Cox, 2007; Latridis, 2008). 2) Memperbaiki image perusahaan dan memberi informasi kepada stakeholder mengenai kemampuan manajerial perusahaan dalam mengelola risiko (Latridis, 2008 dalam Hassan, 2009). 3) Dapat menentukan profil risiko perusahaan, estimasi nilai pasar, dan akurasi ramalan harga sekuritas bagi investor (Beretta dan Bozzolan, 2004). 4) Mengurangi asimetri informasi antara manajemen dan investor serta untuk mengurangi biaya pendanaan eksternal perusahaan (Bujaki et al., 1999 dalam Aljifri dan Hussainey, 2007). ERM disclosure dapat diartikan sebagai pengungkapan atas risiko-risiko yang telah dikelola perusahaan atau pengungkapan atas upaya perusahaan dalam mengendalikan risiko. ERM disclosure berpotensi memiliki manfaat untuk para analis, investor, dan stakeholders (Amran et al., 2009). Setiap perusahaan publik diwajibkan membuat laporan tahunan sebagai sarana pertanggungjawaban terutama kepada pemegang saham. Laporan tahunan (annual report) merupakan laporan yang diterbitkan oleh pihak manajemen perusahaan setahun sekali yang berisi informasi financial dan nonfinancial perusahaan yang berguna bagi pihak stakeholders untuk menganalisis kondisi perusahaan pada periode tersebut.
21
Informasi yang dimuat dalam laporan tahunan ini lebih dikenal dengan istilah pengungkapan laporan tahunan atau annual report disclosure. Ada dua pengungkapan dalam pelaporan keuangan tahunan yang telah ditetapkan oleh Bapepam No. Kep. 38/ PM/ 1996 kemudian direvisi dalam Bapepam Nomor Kep134/ BL/ 2006, dan berdasarkan ketentuan dari Ikatan Akuntansi Indonesia tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yaitu sebagai berikut. 1) Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yaitu informasi yang harus diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu negara. 2) Voluntary disclosure yaitu pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Perusahaan akan melakukan pengungkapan melebihi kewajiban pengungkapan minimal jika tidak ingin ketinggalan praktik-praktik pengungkapan kompetitif yang dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, dan merasa pengungkapan semacam itu akan dapat membantu menurunkan biaya modal. Perusahaan-perusahaan akan mengungkapkan lebih sedikit apabila merasa pengungkapan tersebut akan menampakkan rahasia kepada pesaing atau menampakkan sisi buruk perusahaan di depan berbagai pihak. Pengungkapan manajemen risiko perusahaan merupakan salah satu elemen dari informasi laporan nonfinancial perusahaan. Berdasarkan ERM framework yang dikeluarkan COSO, terdapat 108 item ERM disclosure yang mencakup delapan dimensi yaitu: (1) lingkungan internal, (2) penetapan tujuan, (3)
22
identifikasi kejadian, (4) penilaian risiko, (5) respon atas risiko, (6) kegiatan pengawasan, (7) informasi dan komunikasi, dan (8) pemantauan (Desender, 2007). Kedelapan komponen ini diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan yang meliputi tujuan strategis, operasional, pelaporan keuangan, maupun kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Berikut ini adalah komponen-komponen ERM. 1) Lingkungan internal (internal environment) Lingkungan internal sangat menentukan karakteristik dari sebuah organisasi dan memberi dasar bagi cara pandang terhadap risiko dari setiap orang dalam organisasi tersebut. Lingkungan internal ini termasuk, filosofi manajemen risiko dan risk appetite, nilai-nilai etika dan integritas. 2) Penentuan tujuan (objective setting) Tujuan perusahaan harus ada terlebih dahulu sebelum manajemen dapat mengidentifikasi
kejadian-kejadian
yang
berpotensi
mempengaruhi
pencapaian tujuan tersebut. ERM memastikan bahwa manajemen memiliki sebuah proses untuk menetapkan tujuan yang dipilih atau ditetapkan serta mendukung misi perusahaan dan konsisten dengan risk appetite-nya. 3) Identifikasi kejadian (event identification) Kejadian internal dan eksternal yang mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan harus diidentifikasi dan dibedakan antara risiko dan peluang. Peluang dikembalikan (channeled back) kepada proses penetapan strategi atau tujuan manajemen.
23
4) Penilaian risiko (risk assessment) Risiko
dianalisis
dengan
memperhitungkan
kemungkinan
terjadinya
(likelihood) dan dampaknya (impact), sebagai dasar bagi penentuan pengelolaan risiko tersebut. 5) Respon risiko (risk response) Manajemen memilih respon risiko untuk menghindar (avoiding), menerima (accepting), mengurangi (reducing), atau mengalihkan (sharing risk) dan mengembangkan satu set kegiatan agar risiko tersebut sesuai dengan toleransi (risk tolerance) dan risk appetite. 6) Kegiatan pengendalian (control activities) Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan diimplementasikan untuk membantu memastikan respon risiko berjalan dengan efektif. 7) Informasi dan komunikasi (information and communication) Informasi yang relevan diidentifikasi, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang memungkinkan setiap orang menjalankan tanggungjawabnya. 8) Pengawasan (monitoring) Keseluruhan proses ERM dimonitor dan modifikasi dilakukan apabila perlu. Pengawasan dilakukan secara melekat pada kegiatan manajemen yang berjalan terus-menerus, melalui evaluasi secara khusus, atau dengan keduanya. Badan
regulator
di
Indonesia
mengeluarkan
aturan-aturan
yang
mensyaratkan adanya informasi terkait risiko yang dilaporkan perusahaan dalam annual report, seperti yang tertuang dalam PSAK No. 60 (Revisi 2010) tentang
24
Instrumen Keuangan: Pengungkapan, yang menyebutkan bahwa informasi yang dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi jenis dan tingkat risiko dari instrumen keuangan harus diungkapkan. Pengungkapan informasi
tersebut
berupa
pengungkapan
kualitatif dan
pengungkapan
kuantitatif. Dalam pengungkapan kualitatif, entitas diwajibkan mengungkapkan eksposur risiko, bagaimana risiko timbul, tujuan, kebijakan dan proses pengelolaan risiko serta metode pengukuran risiko. Dalam pengungkapan kuantitatif, entitas diharuskan mengungkapkan risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar termasuk membuat analisis sensitivitas untuk setiap jenis risiko pasar. Peraturan lain yang mengatur tentang pengungkapan risiko adalah Keputusan Ketua Bapepam LK Nomor:
Kep-431/ BL/ 2012 mengenai
Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik, bahwa perusahaan diharuskan untuk menyajikan penjelasan mengenai risikorisiko yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha yang dihadapi perusahaan serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengelola risiko tersebut. Bank Indonesia juga memiliki ketentuan tersendiri terkait dengan permasalahan pengungkapan risiko seperti yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/ 14/ PBI/ 2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. Peraturan tersebut mengharuskan Bank untuk menyusun Laporan Tahunan paling kurang mencakup jenis risiko dan potensi kerugian (risk exposures) yang dihadapi Bank serta praktek manajemen risiko yang diterapkan Bank. Bagi Bank Umum Konvensional praktek manajemen risiko minimum mengenai risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko
25
strategik, risiko reputasi, risiko kepatuhan, dan risiko hukum. Perusahaan keuangan memiliki ketentuan yang lebih ketat terkait pengungkapan risiko daripada perusahaan nonkeuangan. Ketentuan yang membedakan keduanya yaitu selain harus memenuhi ketentuan PSAK 60 dan Keputusan Ketua Bapepam LK Nomor: Kep-431/ BL/ 2012, perusahaan keuangan juga diwajibkan memenuhi ketentuan minimum pengungkapan seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 14PBI/ 2012. Ketentuan lain yaitu perusahaan keuangan diwajibkan mengungkapkan keberadaan komite manajemen risiko, sedangkan perusahaan nonkeuangan hanya sekedar pada himbauan (Wardhana, 2013).
Kelonggaran
ketentuan
pengungkapan
risiko
pada
perusahaan
nonkeuangan menjadikannya cenderung untuk hanya menyajikan informasi risiko secara umum dan kurang terperinci. 2.1.3 IC Disclosure IC dapat didefinisikan sebagai jumlah dari yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, dan customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi. Banyak para praktisi yang menyatakan bahwa IC terdiri dari tiga elemen utama (Stewart, 1998; Sveiby, 1997; Saint-Onge, 1996; dan Bontis, 2000) yaitu sebagai berikut. 1) Human capital (modal manusia) Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Human capital merupakan sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit untuk diukur.
Human capital juga merupakan tempat
26
bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. 2) Structural capital atau organizational capital (modal organisasi) Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya sistem operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka IC tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. 3) Relational capital atau customer capital (modal pelanggan) Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis atau association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, yaitu yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat
27
sekitar. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut. Laporan keuangan dinilai gagal dalam menggambarkan luas cakupan nilai intangible asset (Lev dan Zarowin, 1999) sehingga memunculkan peningkatan asimetri informasi antara perusahaan dengan user (Barth et al., 2001). Model pelaporan bisnis yang lama menggunakan prinsip-prinsip yang hanya berdasarkan relevansi dengan pengukuran dan penilaian sumber daya modal fisik (pabrik, peralatan dan persediaan). Model tradisional semakin dianggap kuno ketika digunakan oleh pengguna informasi keuangan di era “Ekonomi Baru” karena gagal untuk memberikan dasar yang cocok untuk mengukur dan melaporkan sumber daya IC. Canibano et al. (2000) menyebutkan bahwa pendekatan yang pantas digunakan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan mendorong peningkatan IC disclosure. Galbraith dan Merrill (2001) mendukung pernyataan tersebut dan berpendapat bahwa informasi yang berkaitan dengan penciptaan kekayaan, khususnya sumber daya IC, dimasukkan dalam dokumendokumen seperti laporan keuangan dan laporan tahunan untuk lebih membantu investor dalam proses pengambilan keputusan di era “Ekonomi Baru”. IC didefinisikan sebagai sumber daya pengetahuan yang dimiliki perusahaan dalam bentuk karyawan, proses atau teknologi, dan pelanggan yang bisa digunakan perusahaan dalam proses penciptaan nilai bagi perusahaan. Singh dan Zahn (2007) dalam penelitiannya menggunakan indeks pengungkapan IC yang dikembangkan dari indeks penelitian sebelumnya oleh Beaulieu et al. (2002), dan Bukh et al. (2005). Indeks pengungkapan tersebut terdiri dari 81 item
28
yang membagi IC menjadi enam komponen yaitu karyawan, pelanggan, teknologi informasi, proses, riset dan pengembangan (R&D) serta pernyataan strategis. Saat ini, regulator umumnya gagal untuk membuat penyesuaian dalam model bisnis tradisional untuk mengkompensasi pelaporan IC agar dapat tumbuh signifikan. Pernyataan-pernyataan mengenai IC diidentifikasi oleh para praktisi dan akademisi sebagai alat penting bagi perusahaan dalam mengidentifikasi, mengelola dan melaporkan nilai IC (Zambon, 2003 dalam Singh dan Zahn, 2007). Penelitian pengungkapan IC masih dalam tahap perkembangan (Singh dan Zahn, 2007). Salah satu aliran penelitian pengungkapan IC berfokus pada tujuan pelaporan IC. Aliran ini pada dasarnya dikembangkan oleh praktisi dan masih bersifat normatif. Muncul dua pendapat mengenai tujuan pelaporan IC yaitu yang pertama adalah untuk meningkatkan efektivitas internal dari operasi perusahaan (Bukh et al., 2005), sedangkan pandangan yang kedua yaitu pandangan Amerika yang menunjukkan bahwa peran yang lebih penting adalah sebagai alat untuk mengurangi ketidakpastian diantara stakeholder ketika menilai perusahaan di era “Ekonomi Baru”. Bukh et al. (2005), sebagai pendukung pandangan Amerika menyatakan bahwa pengungkapan informasi tentang IC diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi, meningkatkan likuiditas pasar saham, dan meningkatkan permintaan efek yang diterbitkan oleh perusahaan. 2.1.4 Nilai Perusahaan Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Wahidawati, 2002). Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek
29
yaitu salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Harga pasar saham menunjukkan penilaian sentral disemua pelaku pasar, harga pasar saham merupakan barometer kinerja perusahaan. Menurut Nurlela dan Ishlahuddin (2008), nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi pemegang saham secara maksimum jika harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi keuntungan pemegang saham sehingga keadaan ini akan diminati oleh investor karena dengan permintaan saham yang meningkat menyebabkan nilai perusahaan juga akan meningkat. Nilai perusahaan dapat dicapai dengan maksimum jika para pemegang saham menyerahkan urusan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, seperti manajer maupun komisaris. Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Terdapat beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik karena dalam Tobin’s Q semua unsur hutang dan modal saham perusahaan dihitung, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh aset perusahaan. Memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja
30
yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004). Semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004). Nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai nilai wajar perusahaan yang menggambarkan persepsi investor terhadap emiten yang bersangkutan. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004), nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Menurut Keown et al. (2007), nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli diartikan sebagai harga pasar atas perusahaan itu sendiri. Harga pasar berarti harga yang bersedia dibayar oleh investor untuk setiap lembar saham perusahaan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan adalah merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang selalu dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham dan Houston, 2006). Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan sebab dengan nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan tingkat kemakmuran
31
pemegang saham juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan dimasa depan. Menurut Suharli (2006), ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk menilai perusahaan yaitu sebagai berikut. 1) Pendekatan laba antara lain dengan menggunakan metode rasio tingkat laba atau Price Earning Ratio (PER). 2) Pendekatan arus kas yaitu dengan menggunakan metode diskonto arus kas. 3) Pendekatan dividen antara lain dengan menggunakan metode pertumbuhan dividen. 4) Pendekatan aktiva antara lain dengan menggunakan metode penilaian aktiva. 5) Pendekatan harga saham. 6) Pendekatan Economic Value Added (EVA) Penelitian ini tidak membahas keseluruhan pendekatan di atas tetapi mencoba meneliti nilai perusahaan dengan pendekatan harga saham dengan menggunakan rasio Tobin’s Q karena perhitungan dengan menggunakan rasio Tobin’s Q lebih rasional mengingat unsur-unsur kewajiban juga dimasukkan sebagai dasar perhitungan. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005). Nilai perusahaan dalam beberapa literatur yang dihitung berdasarkan harga saham disebut dengan beberapa istilah berikut ini. 1) Price to Book Value (PBV) yaitu perbandingan antara harga saham dengan nilai buku saham.
32
2) Market to Book Ratio (MBR) yaitu perbandingan antara harga pasar saham dengan nilai buku saham. 3) Market to Book Assets Ratio yaitu ekpektasi pasar tentang nilai dari peluang investasi dan pertumbuhan perusahaan yang membandingkan antara nilai pasar aset dengan nilai buku aset. 4) Market Value of Equity yaitu nilai pasar ekuitas perusahaan menurut penilaian para pelaku pasar. Nilai pasar ekuitas adalah jumlah ekuitas (saham beredar) dikali dengan harga per lembar ekuitas. 5) Enterprise Value (EV) yaitu nilai kapitalisasi market yang dihitung sebagai nilai kapitalisasi pasar ditambah total kewajiban ditambah minority interest dan saham preferen dikurangi total kas dan ekuivalen kas. 6) Price Earnings Ratio (PER) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh pembeli apabila perusahaan itu dijual. 2.1.5 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, maka semakin banyak modal yang ditanam. Semakin banyak penjualan, maka semakin banyak perputaran uang. Semakin besar kapitalisasi pasar, maka semakin dikenal dalam masyarakat. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan karena dalam tahap ini arus kas perusahaan telah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif
33
lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang kecil. Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007), ukuran perusahaan yang besar menunjukkan perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Hal tersebut terjadi karena perusahaan-perusahaan yang memilki size yang cukup besar, umumnya sudah berada pada tahap maturity dan akan memiliki prospek pembagian dividen yang baik dimasa yang akan datang serta pangsa pasar relatif menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibanding pesaing utamanya. Investor akan merespon positif sehingga nilai perusahaan akan meningkat. Pada umumnya perusahaan dengan ukuran yang besar memilki total aktiva yang besar sehingga dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut dan akhirnya saham tersebut mampu bertahan pada harga yang tinggi. Pada umumnya perusahaan dengan size kecil sangat riskan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang menguntungkan dibandingkan dengan saham dengan size besar. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan, menunjukkan hasil yang konsisten yaitu berpengaruh positif signifikan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebinatoro (2007), dan Herawaty (2008) yang konsisten menemukan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, hal ini menunjukkan semakin besar perusahaan maka semakin baik nilai perusahaannya. Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang
34
tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak. Ukuran perusahaan dapat diproksikan ke dalam logaritma natural dari total aktiva (Brigham and Houston, 2001). 2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai pengaruh ERM disclosure pada nilai perusahaan
ataupun pengaruh IC disclosure pada nilai perusahaan masih sangat kurang dilakukan terutama di Indonesia. Perbedaan kondisi pasar modal dan perbedaan regulasi pada setiap lingkungan yang berbeda, perbedaan persepsi peneliti, serta data yang digunakan dapat berdampak pada hasil penelitian yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Hoyt et al. (2008) yang berjudul The Value of Enterprise Risk Management Evidence from the U.S Insurance Industry, bertujuan untuk mengukur tingkat penerapan program ERM pada perusahaanperusahaan tertentu dan kemudian menilai implikasi nilai dari program ini. Penelitian ini berfokus pada perusahaan asuransi Amerika Serikat untuk mengendalikan perbedaan yang mungkin timbul akibat perbedaan regulasi dan pasar dalam industri. Sampel ini terdiri dari 275 perusahaan asuransi yang beroperasi di setiap tahun selama periode 1995 sampai 2005. Peneliti menggunakan maximum-likelihood treatment effects framework untuk model pengujian determinan ERM dan efek ERM secara simultan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan analisis regresi dan menemukan hasil bahwa penggunaan ERM berhubungan secara positif dengan ukuran perusahaan dan kepemilikan institusional, dan berhubungan negatif dengan penggunaan
35
reasuransi dan leverage. Penelitian ini juga mengestimasi efek ERM terhadap Tobin’s Q, yaitu proksi standar untuk nilai perusahaan. Peneliti menemukan hubungan positif antara nilai perusahaan dan penggunaan ERM. Tahir dan Razali (2011) meneliti tentang hubungan antara ERM dan nilai perusahaan: bukti empiris dari perusahaan publik Malaysia yang terdaftar, dan penelitian ini didasarkan pada 528 perusahaan tahun 2007. Data penelitian diperoleh dari database OSIRIS. Tobin’s Q digunakan untuk mengukur nilai perusahaan. Hubungan yang dihipotesiskan antara nilai perusahaan dan ERM dianalisa dengan menggunakan analisis regresi OLS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model regresi adalah signifikan pada tingkat 1 persen dengan adjusted R-squared sebesar 0,654. Hasil empiris melaporkan bahwa ERM berhubungan positif dengan nilai perusahaan tetapi tidak signifikan. Penelitian yang menghubungkan antara komisaris independen, komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan sebagai variabel independen dengan pengungkapan ERM sebagai variabel dependen dilakukan oleh Putri (2013). Metode pemilihan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dari populasi yaitu perusahaan nonfinansial yang terdaftar di BEI tahun 2009-2011. Penerapan ERM diukur menggunakan indeks ERM. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan komisaris independen, komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Secara parsial komite manajemen risiko, reputasi auditor,
dan
konsentrasi
kepemilikan
berpengaruh
signifikan
terhadap
36
pengungkapan ERM, sedangkan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Widarjo (2011) menguji pengaruh modal intelektual dan pengungkapan modal intelektual pada nilai perusahaan dengan menggunakan sampel penelitian yaitu perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2007. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data arsip. Salah satu bentuk pengumpulan data arsip adalah data sekunder. Data yang dianalisis adalah prospektus perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari Pusat Data Bisnis dan Ekonomi (PDBE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada. Analisis data yang digunakan untuk menguji penelitian ini adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar yaitu calon investor tidak memberikan nilai yang lebih tinggi terhadap perusahaan yang memiliki modal intelektual yang tinggi. Belum adanya standar dalam pengukuran modal intelektual kemungkinan menyebabkan pasar belum mampu melakukan penilaian yang tepat atas modal intelektual yang dimiliki perusahaan. Kesimpulan kedua adalah pengungkapan modal intelektual berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan setelah penawaran umum saham perdana. Semakin tinggi pengungkapan modal intelektual maka semakin tinggi nilai perusahaan. Perluasan pengungkapan modal intelektual akan mengurangi asimetri informasi antara pemilik lama dengan calon investor, sehingga membantu
37
calon investor dalam menilai saham perusahaan dan dapat melakukan analisis yang tepat mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan oleh Boedi (2008), menguji perbedaan antara pengungkapan IC pada jenis industri lama dan industri baru, serta menguji pengaruh pengungkapan IC terhadap kapitalisasi pasar. Penelitian ini meneliti perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling didalam pengumpulan data. Perusahaan yang bergerak dibidang komputer, semi konduktor, software dan elektronik akan diklasifikasikan sebagai industri baru sedangkan jenis industri lainnya akan diberi kode sebagai industri lama. Data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan perusahaan yang menjadi sampel penelitian dari tahun 2002 sampai tahun 2006. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji beda independent sample t-test dan regresi berganda. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa dari lima hipotesis yang diajukan ada empat hipotesis yang diterima. Hipotesis yang diterima yaitu hipotesis 1a (terdapat perbedaan pengungkapan IC antara jenis industri), hipotesis 1b (terdapat perbedaan pengungkapan IC antara jenis industri lama dan industri baru), hipotesis 3 (terdapat pengaruh antara book value terhadap kapitalisasi pasar) dan hipotesis 4 (terdapat pengaruh antara Return on Asset (ROA) Difference terhadap kapitalisasi pasar). Terdapat satu hipotesis yang ditolak yaitu hipotesis 2 mengenai pengaruh pengungkapan IC terhadap kapitalisasi pasar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengungkapan IC tidak mempengaruhi besarnya nilai kapitalisasi pasar perusahaan, namun disisi lain ditemukan bahwa
38
pengungkapan IC dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang signifikan dan masing-masing industri juga mengalami hasil yang berbeda terutama untuk jenis industri baru dan industri lama. Jacub (2012) menguji pengaruh IC dan pengungkapannya terhadap nilai perusahaan. Populasi penelitian adalah perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI tahun 2006-2010 yaitu sejumlah sembilan perusahaan. Pemilihan sampel dilakukan dengan sensus karena seluruh populasi digunakan sebagai sampel. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IC dan pengungkapan IC berpengaruh posistif dan signifikan pada nilai perusahaan. Pengembangan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut. 1) Penelitian yang dilakukan oleh Tahir dan Razali (2011) meneliti tentang hubungan antara ERM dan nilai perusahaan: bukti empiris dari perusahaan publik Malaysia yang terdaftar, dan penelitian ini didasarkan pada 528 perusahaan tahun 2007. Proksi ERM yang digunakan dalam penelitian Tahir dan Razali (2011) adalah dummy. Hoyt et al. (2008) yang meneliti tentang implikasi nilai dari penerapan ERM, berfokus pada perusahaan asuransi Amerika Serikat. Sampel penelitian terdiri dari 275 perusahaan asuransi yang beroperasi di setiap tahun selama periode 1995 sampai 2005, dan proksi ERM yang digunakan adalah dummy. Pada penelitian ini, variabel independen yang dihubungkan dengan nilai perusahaan adalah ERM disclosure dan IC
39
disclosure karena penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat pengaruh masing-masing variabel independen tersebut terhadap nilai perusahaan melalui nilai Standarized Coefficient Betta pada masing-masing hubungan tersebut. Sampel penelitian yang digunakan adalah perusahaanperusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2010-2014 (pengamatan dalam penelitian ini dilakukan selama empat tahun). Penelitian ini berfokus pada perusahaan nonkeuangan untuk mengendalikan perbedaan yang mungkin timbul akibat perbedaan regulasi. Pada penelitian ini proksi ERM disclosure yang digunakan adalah indeks ERM disclosure. Proksi ini didasarkan pada proksi yang digunakan oleh Meizaroh dan Lucyanda (2011), yaitu perhitungan item-item pengungkapan menggunakan pendekatan dikotomi. Setiap item ERM yang diungkapkan diberi nilai 1, dan 0 apabila tidak diungkapkan. Setiap item akan dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan indeks ERM disclosure masing-masing perusahaan. Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol dengan tujuan untuk mengendalikan agar hubungan yang terjadi pada variabel dependen tersebut murni dipengaruhi oleh variabel independen bukan oleh faktor-faktor lain. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013), menghubungkan antara komisaris independen, komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan sebagai variabel independen dengan pengungkapan ERM sebagai variabel dependen. Metode pemilihan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dari populasi yaitu perusahaan nonfinansial yang
40
terdaftar di BEI tahun 2009-2011. Pada penelitian ini, ERM disclosure dan IC disclosure digunakan sebagai variabel independen yang diuji pengaruhnya pada nilai perusahaan. Sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2010-2014. Penelitian ini berfokus pada perusahaan nonkeuangan untuk mengendalikan perbedaan yang mungkin timbul akibat perbedaan regulasi. Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. 3) Widarjo (2011) menguji pengaruh modal intelektual dan pengungkapan modal intelektual pada nilai perusahaan dengan menggunakan sampel penelitian yaitu perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana pada tahun 1999 sampai 2007. Variabel dependen dalam penelitian Widarjo (2011) adalah nilai perusahaan, yaitu nilai pasar perusahaan pada hari pertama di pasar sekunder (initial market value). Nilai dari variabel ini diperoleh dengan mengalikan jumlah seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dengan harga penutupan per lembar saham pada hari pertama pasar sekunder (Hartono, 2006). Jacub (2012) menggunakan perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI tahun 2006-2010 sebagai populasi penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan sensus karena seluruh populasi digunakan sebagai sampel. Boedi (2008) menguji perbedaan antara pengungkapan IC pada jenis industri lama dan industri baru, serta menguji pengaruh pengungkapan IC terhadap kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar diukur dengan mengalikan harga pasar saham dengan jumlah saham yang beredar. Penelitian yang dilakukan oleh Boedi (2008), meneliti perusahaan-
41
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 2002 sampai 2006 yang terbagi menjadi jenis industri lama dan industri baru. Pada penelitian ini, proksi dari nilai perusahaan yang digunakan adalah Tobin’s Q yang membandingkan antara Market Value of all Outstanding Shares (MVS) ditambah nilai pasar hutang (debt) dengan total aset. Pada penelitian ini, sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2010-2014. Penelitian ini berfokus pada perusahaan nonkeuangan untuk mengendalikan perbedaan yang mungkin timbul akibat perbedaan regulasi. Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol.