BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1
Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory) Teori penetapan tujuan merupakan salah satu bagian dari teori motivasi
yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun1978. Teori penetapan tujuan menyatakan bahwa orang yang memiliki sasaran yang spesifik dan menantang berkinerja lebih baik dibanding dengan orang yang tidak memiliki sasaran jelas (Verbeeten, 2008). Teori penetapan tujuan berasumsi bahwa ada hubungan langsung antara sasaran yang spesifik dan terukur dengan kinerja. Jika manajer mengetahui apa sasaran mereka, manajer akan termotivasi untuk melakukan usaha yang lebih dan akhirnya akan meningkatkan kinerja (Locke dan Latham, 1990 dalam Nadhiroh 2010).
2.1.2
Anggaran
Pengertian Anggaran Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2011). Menurut Bastian (2006) anggaran merupakan rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan membiayainya dalam periode waktu tertentu. Alat penting untuk perencanaan dan pengendalian dalam suatu organisasi adalah
10
anggaran. Anggaran juga merupakan rencana keuangan perusahaan yang digunakan sebagai pedoman untuk menilai kinerja (Schiff dan Lewin, 1970), alat untuk memotivasi kinerja para anggota organisasi (Chow dkk, 1988), alat koordinasi dan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan dalam organisasi (Kenis, 1979), dan alat untuk mendelegasikan wewenang pimpinan kepada bawahan (Hofstede, 1968). Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diperoleh makna bahwa anggaran berisi rencana-rencana kerja, rencana keuangan yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
Kegunaan Anggaran Kegunaan pokok anggaran menurut Munandar (2010:10), yaitu sebagai berikut: 1) Sebagai Pedoman Kerja Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah sekaligus harus memberikan target-target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan instansi di waktu yang akan datang. 2) Sebagai Alat Pengkoordinasi Kerja Anggaran berfungsi sebagai alat pengkoordinasi kerja agar semua bagianbagian yang terdapat di dalam perusahaan harus dapat saling menunjang saling bekerja sama dengan manajemen untuk menuju sasaran yang telah ditetapkan, dengan demikian kelancaran jalannya instansi akan lebih terjamin.
11
3) Sebagai Alat Pengawasan Kerja Anggaran berfungsi pula sebagai tolak ukur sebagai alat pembanding untuk menilai (evaluasi) realisasi kegiatan instansi nanti dengan membandingkan antara apa yang tertuang dalam anggaran dengan apa yang dicapai untuk realisasi kerja instansi, dan dapat pula digunakan sebagai alat untuk mengetahui sebab-sebab penyimpangan antara anggaran dan realisasinya sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki instansi. Hal ini berguna untuk menyusun rencana (budget) selanjutnya secara lebih matang dan lebih akurat. Anggaran sebaiknya menjadi cetak biru keuangan mengenai bagaimana organisasi diharapkan untuk beroperasi. Dan menurut Ikhsan dan Ishak (2005), ada beberapa fungsi anggaran : 1) Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan. Sebagai hasil negosiasi antara anggota organisasi yang dominan, anggaran mencerminkan konsensus organisasional mengenai tujuan operasi untuk masa depan. 2) Anggaran merupakan cetak biru instansi untuk bertindak, yang mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi. 3) Anggaran bertindak sebagai suatu alat komunikasi internal yang menghubungkan beragam departemen atau divisi organisasi antara yang satu dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak.
12
4) Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur, anggaran berfungsi sebagai standar terhadap mana hasil operasi aktual dapat dibandingkan. 5) Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan organisasi. 6) Anggaran mencoba untuk mempengaruhi dan memotivasi baik manajer maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi. Anggaran
telah
menjadi
alat
manajemen
yang
diterima
untuk
merencanakan dan mengendalikan aktivitas organisasi. Anggaran diterapkan dengan berbagai tingkatan kerumitan dan keberhasilan oleh banyak organisasi bisnis dan nirlaba.
Jenis Anggaran Terdapat beberapa jenis anggaran yang diungkapkan Anthony dan Govindarajan (2005), meliputi: 1) Anggaran Operasi Adalah anggaran yang berisi pendapatan dan biaya-biaya dalam satu periode.
13
2) Anggaran Modal Anggaran modal menyatakan proyek-proyek modal yang telah disetujui, ditambah jumlah sekaligus untuk proyek-proyek kecil yang tidak memerlukan persetujuan tingkat yang lebih tinggi. 3) Anggaran Neraca Anggaran neraca menunjukkan implikasi neraca darikeputusan-keputusan yang tercakup dalam anggaran operasi maupun anggaran modal. 4) Anggaran Laporan Arus Kas Anggaran laporan arus kas menunjukkan berapa banyak uang yang dibutuhkan selama tahun tersebut yang akan dipasok oleh laba ditahan dan berapa banyak, jika ada, yang harus diperoleh dari pinjaman atau dari sumber-sumber luar lainnya.
Proses Penyusunan Anggaran Penyusunan anggaran dalam suatu organisasi biasanya dilakukan oleh departemen anggaran dan komite anggaran. Departemen anggaran menangani arus informasi dari sistem pengendalian anggaran. Komite anggaran yang terdiri dari anggota-anggota manajemen senior, meninjau dan menyetujui atau menyesuaikan masing-masing anggaran. Komite anggaran juga harus menyetujui revisi anggaran besar yang dibuat selama satu tahun. Menurut Siegel dan Marconi dalam Hehanusa (2003), ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran, yaitu:
14
1) Penetapan Tujuan Aktivitas Perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas ke dalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. 2) Implementasi Pada tahap implementasi, rencana formal tersebut digunakan untuk mengkomunikasikan
tujuan
dan
strategi
organisasi,
serta
untuk
memotivasi orang secara positif dalam organisasi. 3) Pengendalian dan Evaluasi Kinerja Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi sebagai elemen kunci dalam sistem pengendalian. Anggaran menjadi tolak ukur terhadap mana kinerja aktual dibandingkan dan berfungsi sebagai suatu dasar untuk melakukan manajemen berdasarkan pengecualian. 2.1.3 Penganggaran Sektor Publik Pengertian Anggaran Sektor Publik Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang (Mardiasmo, 2011). Menurut Mardiasmo (2011) anggaran sektor publik penting karena:
15
1) anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan
sosial-ekonomi,
menjamin
kesinambungan
dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat; 2) anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas; 3) anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung
jawab
terhadap
rakyat
sehingga
anggaran
publikmerupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada.
Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik Mardiasmo (2011) mengatakan anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal. 1) Anggaran operasional Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan seharihari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah “Belanja Rutin”.Belanja Rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menabah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut rutin karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang pada setiap tahun. 2) Anggaran modal
16
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja Investasi/Modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.
Prinsip-prinsip Anggaran Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2011), prinsip-prinsip anggaran sektor publik adalah sebagai berikut. 1) Otorisasi oleh Legislatif Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut. 2) Komprehensif Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non budgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif. 3) Keutuhan Anggaran Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum. 4) Nondiscretionary Appripriation
17
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien, dan efektif. 5) Periodik Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan maupun multi tahunan. 6) Akurat Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantongkantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran. 7) Jelas Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan. 8) Dipublikasi Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik Berdasarkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) No. 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, tahapan penyusunan APBD adalah sebagai berikut. 1)
Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
18
Daerah (RPJMD).RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. 2)
Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Berdasarkan RKPD, pemerintah daerah kemudian menyusun KUA. KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasari. Rancangan KUA disampaikan kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni sebelum tahun anggaran dan disepakati bersama oleh Pemda dan DPRD menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli.
3)
Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) Berdasarkan KUA yang telah disepakati, Pemda dan DPRD menyusun PPA.PPA disepakati paling lambat bulan Juli sebelum tahun anggaran. KUA dan PPA yang telah disepakati kemudian dituangkan kedalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh pihak kepala daerah dan pimpinan DPRD. Berdasarkan nota kesepakatan tersebut pemerintah daerah menerbitkan surat edaran tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat daerah (RKA-SKPD). Surat
19
edaran tersebut diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus sebelum tahun anggaran dimulai. 4)
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) Berdasarkan surat edaran yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, masingmasing SKPD kemudian menyusun RKA-SKPD. Surat edaran tersebut memuat arah dan kebijakan umum APBD, strategi dan prioritas APBD, standar biaya, standar pelayanan minimal, dan formulir RKASKPD.Formulir
RKA-SKPD
merupakan
dokumen
yang
memuat
rancangan anggaran unit kerja yang disampaikan oleh setiap unit kerja. RKA-SKPD memuat pernyataan mengenai: a.
Visi dan misi unit kerja;
b.
Deskripsi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) unit kerja;
c.
Rencana program dan kegiatan unit kerja beserta tolak ukur dan target kinerjanya.
RKA-SKPD kemudian disampaikan kepada tim anggaran pemerintah daerah untuk dievaluasi. Tim anggaran pemerintah daerah mengevaluasi dan menganalisis: a.
Kesesuaian antara rancangan anggaran unit kerja dengan program dan kegiatan berdasarkan yang direncanakan unit kerja;
b.
Kesesuaian program dan kegiatan berdasarkan tugas pokok dan fungsi unit kerja;
c.
Kewajaran antara anggaran dengan target kinerja berdasarkan Standar Analisa Biaya (SAB) yang telah diperhitungkan.
20
5)
Penyusunan RAPBD Rencana kerja dan anggaran masing-masing SKPD yang telah dievaluasi oleh tim anggaran pemerintah daerah selanjutnya dirangkum menjadi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
6)
Penetapan APBD Pemerintah daerah menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober sebelum tahun anggaran untuk dibahas.RABPD ditetapkan menjadi APBD setelah mendapatkan persetujuan bersama dari pemerintah daerah dan DPRD paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai.
2.1.4
Akuntabilitas Akuntabilitas dalam arti sempit dapat dipahami sebagai bentuk
pertanggungjawaban yang mengacu pada kepada siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggung jawab adan untuk apa organisasi (pekerja individu) bertanggung jawab. Dalam pengertian luas akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban
pihak
pemegang
amanah
(agent)
untuk
memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut
(Mahsun,
2006).
Akuntabilitas
adalah
pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
21
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo 2011). Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: 1) Akuntabilitas Vertikal (vertical accountability) Pertanggungjawaban pengelolaan
dana
vertikal kepada
adalah
otoritas
pertanggungjawaban
yang
lebih
tinggi,
atas
misalnya
pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. 2) Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountability) Pertanggungjawaban
horizontaladalah
pertanggungjawaban
kepada
masyarakat luas. Kearns (1994) dalam Sukhemi (2010) meneliti mengenai berbagai jenis akuntabilitas yang ada dalam sektor publik dan membaginya ke dalam 4 jenis, yaitu: 1) Akuntabilitas kepatuhan, yaitu akuntabilitas yang lebih menekankan pada kepatuhan organisasi publik dalam melakukan praktik pelayanan. 2) Akuntabilitas negosiasi, yaitu akuntabilitas yang lebih menekankan pada tawar-menawar karena adanya keinginan publik (public Interest) yang
22
sangat beraneka ragam, selain itu faktor politik dan keuangan juga turut menentukan akuntabilitas ini. 3) Akuntabilitas entrepreneurial atau diskresionari, yaitu akuntabilitas yang lebih menekankan pada kemampuan manajer publik untuk mempunyai pendekatan wiraswasta karena adanya tekanan dari pembayar pajak agar pemerintah meningkatkan pelayanan kepada publik. 4) Akuntabilitas antisipasi, yaitu akuntabilitas yang menekankan pada kemampuan manajer publik untuk mengantisipasi hal penting apa yang kemungkinan akan terjadi dan bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik kepada publik dengan menggunakan kemampuan antisipasi tersebut.
Lingkup Akuntabilitas Publik Beberapa bentuk dimensi pertanggungjawaban publik oleh pemerintah daerah disampaikan oleh Ellwood (1993) dalam Mardiasmo (2011). Menurutnya terdapat empat dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi organisasi sektor publik, yaitu: 1) Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
23
2) Akuntabilitas Proses Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi
akuntansi,
sistem informasi
manajemen, dan prosedur
administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan. 3) Akuntabilitas Program Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. 4) Akuntabilitas Kebijakan Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
24
2.1.5
Kejelasan Sasaran Anggaran Kenis (1979) mengatakan kejelasan sasaran anggaran disengaja untuk
mengatur perilaku karyawan. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan meyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini meyebabkan pelaksana anggaran tidak termotivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Locke dan Lathan (1990) menyatakan bahwa sasaran adalah apa yang hendak dicapai oleh karyawan. Jadi kejelasan sasaran anggaran akan mendorong manajer lebih efektif dan melakukan yang terbaik dibandingkan dengan sasaran yang tidak jelas. Menurut Steers dab Porter (1976) dalam Samuel (2008) bahwa dalam menentukan sasaran anggaran mempunyai karakteristik utama yaitu: 1) Sasaran harus spesifik bukan samar-samar. 2) Sasaran harus menantang namum dapat dicapai. Menurut Locke dan Latham (1990) agar pengukuran sasaran efektif ada 7 indikator yang diperlukan: 1) Tujuan, membuat secara terperinci tujuan umum tugas-tugas yang harus dikerjakan. 2) Kinerja, menetapkan kinerja dalam bentuk pertanyaan yang diukur. 3) Standar, menetapkan standar atau target yang ingin dicapai. 4) Jangka Waktu, menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan. 5) Sasaran Prioritas, menetapkan sasaran yang prioritas.
25
6) Tingkat Kesulitan, menetapkan sasaran berdasarkan tingkat kesulitan dan pentingnya. 7) Koordinasi, menetapkan kebutuhan koordinasi. Keterlibatan individu dalam penyusunan anggaran akan membuatnya memahami sasaran yang akan dicapai oleh anggaran tersebut, serta bagaimana akan mencapainya dengan menggunakan sumber yang ada. Selanjutnya targettarget anggaran yang disusun akan sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.
2.1.6
Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran
Pengertian Partisipasi Anggaran Menurut R.A Supriyono dalam Tendi Haruman dan Sri Rahayu (2007) partisipasi anggaran adalah manejer setiap pusat pertanggujawaban mempunyai kesempatan untuk meyelaskan dan memberikan mengenai anggaran yang akan disusun. Dalam menyusun anggaran harus diperhatikan implikasi atau keterlibatan aspek perilaku manusia. Kesuksesan anggaran hanya dapat dicapai ketika semua pelaksana secara simpatik mau membantu dalam melaksanakan anggaran. Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses organisasional, di mana para individual terlibat dan mempunyai pengaruh dalam pembuatan keputusan yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap para individu tersebut (Supomo dan Indriantoro, 1998). Dalam pengertian yang lebih luas, partisipasi merupakan inti dari proses demokratis dan oleh karena itu tidaklah alamiah jika diterapkan dalam struktur organisasi yang otoriter. Dalam konteks yang lebih spesifik, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses
26
dimana para individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan target anggaran (Brownell, 1982).
Partisipasi dalam Proses Penyusunan Anggaran Hampir semua studi mengenai partisipasi dalam proses manajemen menyimpulkan bahwa partisipasi menguntungkan organisasi. Namun, Becker dan Green (1962) menemukan bahwa ketika hal tersebut diterapkan dalam situasi yang salah, partisipasi dapat menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Secara garis besar, penyusunan anggaran dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) Top down approach (bersifat dari atas-ke-bawah) Dalam penyusunan anggaran ini, manajemen senior menetapkan anggaran bagi tingkat yang lebih rendah sehingga pelaksana anggaran hanya melakukan apa saja yang telah disusun. Tapi pendekatan ini jarang berhasil karena mengarah kepada kurangnya komitmen dari sisi pembuat anggaran dan hal ini membahayakan keberhasilan rencana anggaran. 2) Bottom up approach (bersifat dari bawah-ke-atas) Pada bottom up approach, anggaran sepenuhnya disusun oleh bawahan dan selanjutnya diserahkan atasan untuk mendapatkan pengesahan. Dalam pendekatan ini, manajer tingkat yang lebih rendah berpartisipasi dalam menentukan besarnya anggaran. Pendekatan dari bawah ke atas dapat menciptakan komitmen untuk mencapai tujuan anggaran, tetapi apabila
27
tidak dikendalikan dengan hati-hati dapat menghasilkan jumlah yang sangat mudah atau yang tidak sesuai dengan tujuan keseluruhan perusahaan. 3) Kombinasi top down dan bottom up Kombinasi antara kedua pendekatan inilah yang paking efektif. Pendekatan ini menekankan perlunya interaksi antara atasan dan bawahan secara bersama sama menetapkan anggaran yang terbaik bagi perusahaan. Partisipasi anggaran ini mempunyai dampak positif terhadap motivasi manajerial karena dua alasan: a)
Mengarah pada komitmen pribadi yang lebih besar untuk mencapai
cita-cita anggaran. b)
Hasil penyusunan anggaran partisipatif adalah pertukaran informsi
yang lebih efektif. Pembuat anggaran mempunyai pemahaman yang lebih jelas mengenai pekerjaan mereka melalui interaksi dengan atasan selama fase peninjauan dan persetujuan.
Manfaat Partisipasi Salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil adalah bahwa partisipasi menjadi terlibat secara emosi dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan. Partisipasi dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif yang lebih besar pada semua tingkatan manajemen. Rosidi (2000) dalam Wijayanti dan Solichatun (2005) menyatakan bahwa partisipasi penyusunan anggaran memiliki dua manfaat, yaitu :
28
1) Mengurangi ketimpangan informasi dalam organisasi 2) Menimbulkan komitmen yang lebih besar kepada para manajer untuk melaksanakan dan memenuhi anggaran.
2.1.7
Kinerja Manajerial
Pengertian Kinerja manajerial Kinerja manajerial adalah salah satu faktor yang dapat meningkatkan efektifitas organisasional. Menurut Mahoney et al. (1963) dalam Ahmad dan Fatima (2008) yang dimaksud dengan kinerja adalah kemampuan manajer dalam melaksanakan kegiatan manajerial, antara lain: perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pengaturan staf (staffing), negosiasi dan representasi. Secara keseluruhan, kinerja merupakan penghargaan, jika diartikan sebagai penyatuan tiga variabel yang saling berhubungan, yaitu perilaku (proses), hasil, dan pengeluaran.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja manajerial menurut (Amstrong dan Baron, 1998) antara lain : 1) Faktor Pribadi (keahlian, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen) 2) Faktor
Kepemimpinan
(kualitas
keberanian/semangat,
pedoman
pemberian semangat pada manajer dan pemimpin kelompok organisasi). 3) Faktor Tim/kelompok (sistem pekerjaan dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi).
29
4) Faktor Situasional (perubahan dan tekanan dari lingkungan internal dan eksternal).
Pengukuran Kinerja Menurut Junaidi (2002) untuk mengukur dan mengevaluasi, manajer menggunakan berbagai ukuran, baik keuangan maupun non keuangan. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian sasaran, tujuan, visi dan misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan ataupun proses pelaksanaan suatu kegiatan. Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja yang sebenarnya terjadi. Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan pekerja (manajerial) yaitu : 1) Performance Improvement, memungkinkan manajer atau pegawai untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja. 2) Compensation Adjustment, membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima reward ataupun sebaliknya. 3) Placement Decision, menentukan promosi atau transfer. 4) Training and Development Need, mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal. 5) Career planning and development, memandu untuk menentukan jenis karir yang dapat dicapai.
30
6) Staffing process deficiencies, mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai. 7) Informational
Inaccuracies
and
Job-Design
Error,
membantu
menjelaskan kesalahan apa saja yang telah terjadi dalam manajemen. 8) Equal employment opportunity, menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif. 9) External challenges, kinerja pegawai terkadang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan dan lain-lain. 10) Feedback, memberikan umpan balik bagi masalah kepegawaian atau bagi pegawai itu sendiri. 2.2
Rumusan Hipotesis Penelitian
2.2.1
Pengaruh Akuntabilitas terhadap Kinerja Manajerial Menurut Nordiawan (2011), pelaporan kinerja sangat penting karena
kinerja pemerintah daerah diukur dan dinilai melalui laporan kinerja, untuk itu dalam peningkatan kinerja pemerintah daerah, diperlukan adanya akuntabilitas manajerial dan akuntabilitas kinerja. Hal ini menegaskan dengan adanya akuntabilitas publik, pemerintah daerah memberikan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilaksanakan sehingga kinerja pemerintah daerah dapat dinilai baik oleh pihak internal, maupun pihak eksternal. Penelitian yang dilakukan Deki Putra (2013) yang menemukan bahwa akuntabilitas publik berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Padang. Selain itu Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Citra (2010) yang menyatakan bahwa partisipasi
31
penyusunan anggaran dan akuntabilitas berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kota Semarang. Selanjutnya Permata Sari dkk (2014) menemukan akuntabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kabupaten Buleleng. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis: H1 : Akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kota Denpasar.
2.2.2
Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Manajerial Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang
diharapkan, sehingga perencanaan angggaran daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran tersebut. Oleh karena itu, sasaran anggaran daerah harus dinyatakan secara jelas, spesifik dan dapat dimengerti oleh mereka yang bertanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakannya. Kenis (1979) menemukan bahwa pelaksana anggaran memberikan reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, peningkatan sikap karyawan terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan, jika sasaran anggaran dinyatkan secara jelas. Dengan demikian karakteristik sasaran anggaran dapat berimplikasi pada kinerja aparat pemerintah
32
daerah yang berpartisipasi baik dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran sesuai kebijakan umum APBD. Dengan adanya kejelasan sasaran anggaran kinerja suatu unit kerja organisasi dinilai baik secara finansial. Sasaran anggaran yang jelas akan memudahkan aparat untuk menyusun target-target anggaran. Selanjutnya target-target anggaran yang disusun akan sesuai dengan sasaran H2 : Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial SKPD Kota Denpasar.
2.2.3
Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial Supriyono (2004) mengungkapkan bahwa di Indonesia, hubungan antara
partisipasi anggaran dengan kinerja manajer mempunyai hubungan positif secara signifikan. Hal tersebut sejalan dengan teori motivasi yang menyebutkan bahwa seseorang bertindak karena adanya motivasi dari dalam dirinya untuk memenuhi kebutuhan. Manajer yang dilibatkan dalam proses penyusunan anggaran mempunyai kesempatan untuk menyumbangkan ide dan pengetahuannya, sehingga kebutuhan untuk aktualisasi diri terpenuhi. Penelitian Argyris (1952), Becker dan Green (1962), Merchant (1982), Chalos dan Poon (2000) mendukung hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Sedangkan Morse dan Reimer (1956), Milani (1975), Kenis (1979), Brownell dan Hirst (1986) dalam Sumarno (2005) menemukan bahwa partisipasi penyusunan anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Bryan dan Locke (1967) bahkan menyatakan anggaran mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
33
kinerja manajerial. Sehingga para peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial (Gul et. al, 1995). Beberapa studi menujukkan bahwa partisipasi anggaran lebih banyak membawa manfaat pada organisasi. Partisipasi anggaran terjadi karena adanya komitmen organisasi dari para karyawan dan rasa memiliki organisasi tersebut, maka para manajer tingkat bawah berkewajiban berpartisipasi dalam penyusunan anggaran SKPD. Namun demikian dalam partisipasi penyusunan anggaran terdapat keterbatasan, proses partisipasi dapat memberikan kekuatan, jika mendapat dukungan dari pemimpin bawah untuk diberikan kesempatan dalam menetukan atau menetapkan isi anggaran mereka, sebaliknya akan menjadi lemah ketika mereka tidak diberikan kesempatan untuk menetukan dan menetapkan isi anggaran. Dalam penelitian ini, akan dilakukan pengujian kembali hubungan tersebut dengan menarik hipotesis sebagai berikut : H3 : Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial.
34