BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Stewardship Theory Grand theory dalam Penelitian ini menggunakan Stewardship Theory, Teori stewardship menjelaskan mengenai situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu melainkan lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi (Donaldson, 1989 dan Davis, 1991). Teori ini mengambarkan tentang adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Sedangkan menurut berdasarkan asumsi
Etty Murwaningsari (2009) Teori stewardship
filosofis mengenai sifat manusia bahwa manusia dapat
dipercaya, bertanggung jawab, dan manusia merupakan individu yang berintegritas. Pemerintah selaku steward dengan fungsi pengelola sumber daya dan rakyat selaku principal
pemilik sumber daya. Terjadi kesepakatan yang terjalin antara
pemerintah (steward) dan rakyat (principal) berdasarkan kepercayaan, kolektif sesuai tujuan organisasi. Organisasi sektor public memiliki tujuan memberikan pelayanan kepada public dan dapat di pertanggungjawabkan kepada masyarakat (public). Sehingga dapat diterapkan dalam model kasus organisasi sektor public dengan teori stewardship. Menurut Putro (2013) teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik. Pemerintah akan
8
9
berusaha maksimal dalam
menjalankan pemerintahan untuk mencapai tujuan
pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Putro juga menjelaskan apabila tujuan ini mampu tercapai oleh pemerintah maka rakyat selaku pemilik akan merasa puas dengan kinerja pemerintah. Tabel dibawah ini mengenai asumsi dasar teori stewardship : Tabel 2.1.1 Asumsi Dasar Teori Stewardship Manager as Approach To Governance Model of humam behavior Managers Motivated by Manager-Principal Interst Structures That Owners Attitude The Principal-Manager Relationship Relly on
Stewards Sociological and psychological Collectivistic, Pro-organizational, trustworthy Principal objectives Covergence Facilitate and Empower Risk-Propensity Trust
sumber : Podrug, N (2011:406) 2.1.2 Stakeholder Theory Selain teori stewardship, teori lain yang mendasari penelitian ini ialah teori Stakeholder. Istilah Stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Standford Research Institute (RSI) pada tahun 1963 (Freeman, 1984). Freeman (1984) mendefinikan stakeholder sebagai “any group or individual who can affect or be affected by the achievement of an organization’s objective.” bahwa stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan organisasi. Stakeholder theory merupakan sekelompok orang, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun parsial yang memiliki
10
hubungan serta kepentingan terhadap organisasi (Putro, 2013). Dalam organisasi sektor public, sektor public memiliki cakupan yang lebih luas dan lebih beragam. Tabel 2.1.2 Stakeholder Sektor Publik dengan sektor swasta Stakeholder Sektor Publik Stakeholder Sektor Publik Stakeholder Eksternal Stakeholder Eksternal a. Masyarakat pengguna jasa public a. Bank sebagai kreditor b. Masyarakat pembayar pajak b. Serikat Buruh c. Perusahaan dan organisasi social c. Pemerintah ekonomi yang menggunakan d. Pemasok pelayanan public sebagai input atas e. Distributor aktivitas organisasi f. Pelanggan d. Bank Sebagai kreditor pemerintah g. Masyarakat e. Badan-badan Internasioanal, seperti h. Serikat dagang (trade union) Bank Dunia, IMF, ADB, PBB, dsb. i. Pasar modal f. Investor asing dan Country Analyst g. Generalisasi yang datang Stakeholder Internal Stakeholder Internal a. Lembaga negara (kabinet, MPR, a. Manajemen DPR/DPRD, dsb) b. Karyawan b. Kelompok politik (partai politik) c. Pemegang saham c. Manajer public (gubernur, bupati, direktur BUMN/BUMD) Pegawai penerintah
sumber : Mardiasmo (2002) Sedangkangkan Bryson (2001) mendefinisikan stakeholder ialah suatu individu, kelompok, atau organisasi apapun yang dapat melakukan klaim terhadap sumber daya atau hasil dari organisasi atau dipengaruhi oleh hasil itu. Keberhasilan dalam organisasi public maupun swasta ialah sejauhmana organisasi tersebut dapat menjamin kepuasan stakeholder
utama (masyarakat sebagai stakeholder utama).
Pemerintah selaku pemegang kekuasaan dalam roda pemerintahan harus menekankan aspek kepentingan rakyat selaku stakeholder (Putro,2013), Putro juga menekankan pemerintah harus mampu mengelola kekayaan daerah, pendapatan daerah serta yang
11
berupa asset daerah untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan isi dari UndangUndang Dasar 1945 pasal 33 yang menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang dikuasai pemerintah harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. 2.1.3 Akuntansi Sektor Publik Akuntansi sektor public didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat, yang berarti mekanisme teknis analisis dan analisis akuntansi yang ditetapkan pada pengelolaan dana masyarakat dilembaga-lembaga tinggi Negara dan departemendepartemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan social, maupun pada proyek-proyek kerja sama sektor public dan swasta (Bastian, 2002). Akuntansi sektor public memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Sektor public memiliki tujuan utama organisasi bukan untuk memaksimalkan laba melainkan member pelayanan
public (public service), misalnya: pendidikan, kesehatan
masyarakat, penegaan hukum, keamanan, transportasi public dan penyediaan barang kebutuhan public. selain memberikan pelayanan public organisasi sektor public juga memiliki tujuan lain yaitu tujuan financial. Mardiasmo (2002) menjelaskan adanya financial pada organisasi
sektor public mengenai usaha pemerintah untuk
meningkatkan peneriamaan Negara, peningkatan laba pada perusahaan- perusahaan milik negara atau milik daerah (BUMN atau BUMD), upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada sektor public tujuan financial
12
untuk memaksimalkan pelayanan public, karena untuk memberikan pelayanan public di perlukan dana. 2.1.4 Laporan Keuangan Sektor Publik Laporan keuangan sektor public merupakan representasi posisi keuangan dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas sector public. Mardiasmo (2009) mengemukakan bahwa adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas public menimbulkan implikasi pada manajemen sektor public untuk memberikan informasi kepada public, salah satunya adalah informasi akuntansi yang berupa laporan keuangan. Laporan Keuangan Daerah adalah bentuk tanggungjawab Pemerintah Daerah atas pelaksanaan APBD berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Govermental Accounting Standards Board (GASB) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Finacial Reporting menyatakan akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan dalam pemerintah. Akuntabilitas merupakan tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah. GASB juga menjelaskan keterkaitan akuntabilitas dan pelaporan keuangan sebagai berikut : …Accountability requires governments to answer to the citizenry to justify the raising of public resources and the purpose for which they are used. Governmental accountability is based on the belief that the citizenry has a “right to know,” a right to receive openly declared facts that may lead to public debate by the citizens and
13
their elected representatives. Financial reporting plays a major role in fulfilling government’s duty to be publicly accountable in a democratic society (par.56).
Bagi organisasi pemerintahan, tujuan umum akuntansi dan laporan keuangan adalah : 1. Untuk memberi informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban (accontability) dan pengelolaan (stewardship). 2. Untuk memberi informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional. 2.1.5 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menyatakan “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah”. Sedangkan Menurut Halim (2004) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu anggaran daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: rencana kegiatan suatu daerah beserta uraian secara rinci, adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,
14
jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, periode anggaran yaitu biasanya satu tahun. APBD ditetapkan dengan peraturan daerah yang di setujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 desember (id.wikipedia.org). APBD terdiri atas : a. Anggaran Pendapatan,terdiri atas 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. 2. Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU). 3. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. b. Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah di Daerah. c. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu di bayar kembali dan pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya. Dari kutipan di atas dapat di simpulkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APDB) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Selanjutnya Pemerintah Daerah
15
dan DPRD Menyusun Arah dan Kebijkan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD harus memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, serta bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum, belanja oprasi dan pemeliharaan dan Belanja Modal. 2.1.6 Belanja Daerah Menurut
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, belanja
daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran yang bersangkutan. Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh dari daerahnya sendiri maupun transfer dan bantuan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan sebagainya akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran daerah baik melalui pos belanja daerah maupun pengeluaran pembiayaan. Definisi lain belanja daerah yang dimaksud dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Dearah pasal 26 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah digunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten dan kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan undang-undang. Peraturan Mentri Dalam Negeri No.30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah menjalaskan Anggaran
16
Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya di singkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Sebagai rencana tahunan pemerintah daerah, maka dalam APBD tergambar semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah dalam kurun waktu satu tahun. Dalam belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas social dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan social. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui presentasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Permendagri (2007) tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan
Daerah Yang Sah. Sedangkan Belanja
Daerah dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Dalam Belanja tidak langsung untuk belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk gaji dan
17
tunjangan serta penghasilan lainnnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pada belanja masingmasing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Belanja pegawai di tambahkan pada rincian obyek gaji pokok PNS dam obyek belanja gaji dan tunjangan. Sedangkan Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Input belanja yang digunakan untuk menggangarkan belanja dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari jenis belanja pegawai dalam bentuk honorarium atau upah kerja, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Penyediaan anggaran yang harus dibayar mengukuti kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja, yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis barang yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Untuk memudahkan pemahaman mengenai kebijakan penyusunan APBD dapat dilihat dalam gambar 2.1.14 halaman 32. 2.1.7 Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset tetap atau inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta
18
meningkatkan kapasitas dan kualitas asset. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah jumlah. asset atau kekayaan organisasi sektor public, yang selanjutnya akan menambah anggaran oprasional untuk biaya pemeliharaan (Nordiawan, 2009: 50). Dalam SAP, belanja modal dapat dikatagorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu : 1. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau pembelian atau pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurangan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubung dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian atau peningkatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
19
pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian atau peningkatan pembangunan atau pembutan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian atau peningkatan pembangunan atau pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikatagorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. 2.1.8 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sukirno (2012), Pertumbuhan Ekonomi adalah tingkat kenaikan PDB atau PNB rill pada satu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun
20
sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi disamping dapat berdampak pada peningkatan pendapatan
perkapita,
pada
akhirnya
akan
berpengaruh
pada
pendapatan
pertumbuhan ekonomi yang ditujukan oleh angka PDRB atas dasar konstan 2000 merupakan salah satu indicator untuk melihat keberhasilan pembangunan (BPS, 2009). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini berhubungan dengan
kenyataan adanya pertambahan
penduduk. Bertambahnya penduduk maka menambah kebutuhan masyarakat akan sandang, pandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Infrastruktur dan sarana prasana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana di daerah memadai, maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara aman dan nyaman, yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitas yang semakin meningkat. Dengan adanya infrastukrur yang memadai, akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Sejalan dengan Indarti dan Sugiartiana (2012) semakin tinggi tingkat pertumbuhan perekonomian tentu akan mengakibatkan bertumbuhnya investasi modal swasta maupun pemerintah. Hal ini akan mengakibatkan pemerintah lebih leluasa dalam menyusun anggaran belanja modal. 2.1.9 Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sector pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli daerah. Tinggi rendahnya PAD suatu daerah menggambarkan kemandirian suatu daerah
21
otonom, sehingga tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah akan bantuan dana dari pemerintah pusat semakin rendah. Penerimaan PAD digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan daerah untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana daerah. Penyediaan prasarana dan sarana tentunya akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat, masyarakat yang sejahtera tentunya di indikasi dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Peningkatan ekonomi masyarakat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah diantaranya peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah dari usaha masyarakat. Semakin besar PAD maka semakin besar pula kembali dana yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana public yang kembali berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan seterusnya sehingga dapat meningkatkan PAD. Dengan PAD yang besar maka Belanja Modal dapat dibiayai sendiri melalui PAD tanpa harus menunggu bantuan Pemerintah Pusat, sehingga proses percepatan pembangunan, penyediaan fasilitas pelayanan public dapat terlaksana dengan cepat. Peningkatan dari kualitas layanan public akan mampu meningkatkan kontribusi public terhadap pembangunan melalui peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Menurut Halim (2004) potensi PAD masingmasing daerah adalah berbeda sehingga mempengaruhi kemandirian keuangan daerah. Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi potensi sumber-sumber PAD sebagai tolak ukur kemandirian daerah adalah sebagai berikut : 1. Kondisi awal suatu daerah (keadaan ekonomi dan social suatu daerah)
22
Struktur ekonomi dan social suatu masyarakat menentukan tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayanan public sehingga menentukan besar kecilnya keinginan
pemerintah
daerah
untuk
menetepkan
pungutan
untuk
meningkatkan kemandirian keuangan daerahnya. Tuntutan akan adanya pelayanan public yang ada di masyarakat industri dan jasa adalah lebih besar daripada tuntutan pada masyarakat agraris (berbasis pertanian). 2. Perkembangan PDRB perkapita rill Semakin tinggi PDRB perkapita rill suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi PDRB perkapita rill suatu daerah, semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut, sehingga daerah dapat lebih mandiri. 3. Pertumbuhan penduduk Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik akan meningkat pula dan kemandirian daerah juga dapat ditingkatkan. 4. Tingkat Inflasi Inflasi akan meningkatkan penerimaan PAD yang penetapannya didasarkan pada omzet penjualan, misalnya pajak hotel dan restoran. 5. Perubahan Peraturan Adanya peraturan-peraturan baru, khususnya yang berhubungan dengan pajak dan retribusi, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
23
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah membuka peluang yang lebih luas untuk meningkatkan PAD. 6. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan PAD. Adanya tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha peningkatan cakupan ini, yaitu a) menambah objek dan subjek pajak dan retribusi; b) meningkatkan besarnya penetapan; c) mengurangi tunggakan. 7. Penyesuaian tarif Peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijkan penyesuaian tariff. Untuk pajak atau retribusi yang tarifnya ditentukan secara tetap (flat) maka dalam penyesuaian tarif perlu mempertimbangkan laju inflasi. Kegagalan menyesuaikan tarif dengan laju inflasi akan menghambat peningkatan PAD. Dalam rangka penyesuaian tarif retribusi daerah, selain harus memperhatikan laju inflasi, perlu juga ditinjau hubungan antara biaya pelayanan jasa dengan penerimaan PAD. 8. Pembangunan Baru Penambahan PAD juga dapat diperoleh jika ditopang oleh pembangunan sarana dan prasarana baru, seperti pembangunan pasar, pembangunan terminal, pembangunan jasa pengumpulan sampah, dan lain lain. 9. Sumber Pendapatan Baru Adanya kegiatan usaha baru dapat mengakibatkan bertambahnya sumber pendapatan pajak atau retribusi yang sudah ada. Misalnya usaha persewaan laser disc, usaha persewaan computer atau internet dan lain-lain.
24
2.1.10 Dana Perimbangan Menurut Djaenuri (2012:100), pengertian mengenai dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenanangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Dengan demikian, sejalan dengan tujuan pokoknya, dana perimbangan dapat lebih memperdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembayaran yang adil, proporsional, rasioanl, transparan partisipatif, bertanggungjawab (akuntabel), serta memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah, “Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”. Dana perimbangan memiliki tujuan untuk mengurangi kesenjangan fiscal antar pemerintah daerah. Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). 2.1.11 Dana Alokasi Umum Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005 : 108) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan H.A.W. Wijaya (2007)
25
mengungkapkan bahwa dana alokasi umum menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan dimana formula dan perhitungannya ditentukan oleh Undang-Undang. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap daerah Otonom (Provinsi atau Kabupaten atau Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan . DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (id.wikipedia.org). Menurut Halim (2004 :160), “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisi. Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan Dana Alokai Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus ditetapkan pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan. Alokasi DAU : a. Dana Alokasi Umum untuk Provinsi dan Kabupaten Kota. b. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Neegeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN.
26
c. Proporsi DAU untuk daerah Provinsi dan untuk daerak kabupaten atau Kota ditetapkan sesuai dengan imbalan kewenangan antaran Provinsi dan Kabupaten atau Kota. 2.1.12 Dana Alokasi Khusus Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005 : 107) Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN, yang berarti bahwa besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya (Djaenuri, 2012:106). DAK digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan, peningkatan atau perbaikan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis panjang. Dalam keadaan tertentu DAK dapat membantu biaya pengoprasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 tahun. Sektor atau kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK adalah biaya administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai, dan biaya umum sejenis yang lain. Sektor atau kegiatan yang dapat dibiayai DAK ditetapkan oleh mentri teknis atau instansi terkait setelah melakukan konsultasi dengan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah sesuai dengan bidang tugas masingmasing. Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentatang dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Dana Alokasi Khusus digunakan untuk :
27
a. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas nasioanl. b. Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. 2.1.13 Dana Bagi Hasil Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005 : 108) “Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Dalam PP Nomor 55 Tahun 2005 menjelaskan tentang Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah hasil. Sumber Dana Bagi Hasil bersumber dari: 1. Pajak, terdiri dari: a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) c. Pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh 21 (WPOPDN) 2. Sumber Daya Alam yang berasal dari: a. Kehutanan b. Pertambangan Umum c. Perikanan d. Pertambangan Minyak Bumi e. Pertambangan Gas Bumi
28
f. Pertambangan Panas Bumi 2.2 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah tabel mengenai penelitian terdahulu yang dijadikan bahan acuan oleh penelitian dalam menyusun penelitian ini, tabel penelitian sebagai berikut: Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No 1
2
3
Nama Penelitian Sheila Ardian Nuarisa (2013)
Maryadi (2012)
Askam Tuasikal (2008)
Judul Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian
Pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadqp Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota Di Indonesia Tahun 2012
Independen : PAD, DAU dan DAK
Secara Parsial Variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.
Pengaruh DAU, DAK, PAD, dan PDRB terhadap Belanja Modal
Independen : DAU, DAK, PAD, dan PDRB
Dependen : Belanja Modal Independen : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah Dependen : Belanja Modal
Pendapatan Asli Daerah secara individu (parsial) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2012 namun dengan arah negative. Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah secara individu (parsial) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2012. Pendapan Asli Daerah,Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan, Luas Wilayah secara Bersama-sama (Simultan) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan kota di Indonesia tahun 2012.
Secara simultan, temuan penelitian menunjukan bahwa DAU, DAK, PAD, dan PDRB berpengaruh terhadap Belanja
29
Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota Di Indonesia
4
5
Dini Arwati, Novita Hadiati (2013)
I G A. Gede Wertianti dan A.A.N.B. Dwirandra (2013)
Dependen : Belanja Modal
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Dearah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat
Independen : Pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi pada Belanja Modal dengan PAD dan DAU sebagai Variabel Moderasi
Independen : Pertumbuhan Ekonomi
Dependen : Belanja Modal
Dependen: Belanja Modal Moderasi: PAD dan DAU
Modal pemerintah daerah kabupaten/Kota di Indonesia. Secara Parsial, hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU, DAK, PAD berpengaruh positif terhadap alokasi Belanja Modal daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Sementara PDRB tidak berpengaruh. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial pola manajemen pengeluaran pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, khususnya yang terkait dengan Belanja Modal, tidak terlalu mempertimbangkan PDRB sebagai salah satu determinan utama dalam alokasi belanja modal, rata-rata pemerintah daerah lebih mengutamakan transfer atau bantuan pemerintah pusat berupa DAU dan DAK. Pengujian secara parsial variable dependen yang digunakan dalam model menyimpulkan bahwa hanya Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Pertumbuhan Ekonomi serta Dana Alokasi Umum secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian Belanja Modal. Secara simultan seluruh variable independen (Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Dearah dan Dana Alokasi Umum) berpengaruh signifikan terhadap variable Belanja Modal Hasil uji parsial dari Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Hasil analisis selanjutnya PAD mampu meningkatkan pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal, namun berbeda dengan DAU, dimana DAU tidak mampu meningkatkan
30
pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota se-Jawa Tahun 2009-2012. Dalam SAP menjelaskan Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka memperoleh modal yang sifatnya menambah aset tetap, serta inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun periode akuntansi, di dalamnya meliputi pengeluaran untuk biaya pemeliharaan guna mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas asset. Belanja modal yang besar diharapkan akan memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi di daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan potensi-potensi penerimaan daerah. Besar kecilnya belanja modal akan ditentukan dengan besar kecilnya PAD serta semakin tinggi Dana Alokasi Umum di harapkan alokasi Belanja Modal juga akan meningkat, begitupun juga untuk Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. Kenyataan yang terjadi Porsi yang dialokasikan untuk belanja modal cukup rendah seharusnya pemerintah memperbaiki rendahnya penyerapan pada belanja modal. Pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena belanja modal memiliki peranan penting yaitu memiliki masa manfaat jangka panjang untuk memberikan layanan kepada public. Kondisi tersebut
31
menarik perhatian untuk diteliti karena salah satu tujuan pelaksanaan desentralisasi adalah meningkatkan efisiensi pengalokasian sumberdaya nasioanal maupun kegiatan pembangunan daerah serta memperbaiki keseimbangan fiscal antar daerah dan memastikan adanya pelayanan masyarakat yang berkualitas di seriap daerah. Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum
Belanja Modal
Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil
2.4 Hipotesis Dari Kerangka Pemikiran teoritis diatas, maka dapat diambil beberapa hipotesis sebagai berikut : H1 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Belanja Modal H2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal H3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Modal H4 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal H5 : Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Modal
32
H6 : Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Modal Gambar 2.1.14 Kebijakan Penyusunan APBD Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum Dana Perimbangan
Pengangaran Daerah
Dana Alokasi Khusus
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Dana Bagi Hasil
Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Tidak Langsung
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil
APBD
Angaran Belanja
Belanja Batuan Keuangan
Belanja Tak Terduga
Belanja Pegawai Belanja Lansung
Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
Pembiayaan Daerah
BM Tanah
BM Peralatan & Mesin
BM Gedung & Bangunan
BM Jalan, Irigasi & Jaringan
BM Fisik Lainnya