BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori Penelitian ini menggunakan kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian
teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory. Grand theory dalam penelitian ini adalah teori atribusi, model teoritis stres kerja dan coping theory. Supporting theory dalam penelitian ini adalah prosedur audit, penghentian prematur prosedur audit, tekanan waktu, tekanan ketaatan, lokus kendali dan komitmen profesional auditor. Kajian empiris dalam penelitian ini berasal dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. 2.1.1 Teori Atribusi Teori
atribusi
mempelajari
suatu
proses
bagaimana
seseorang
menginterpretasikan terjadinya suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya (Suartana, 2010:181). Teori atribusi menjelaskan tentang cara kita menilai individu secara berbeda, kita berupaya untuk menentukan apakah perilaku tersebut disebabkan secara internal atau eksternal (Robbins, 2008:177). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang dipengaruhi oleh kendali pribadi seorang individu, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang disebabkan karena sebab-sebab luar (Robbins, 2008:177). Ikhsan dan Ishak (2005:55) menjelaskan bahwa teori atribusi mempelajari tentang bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider yang berargumentasi
12
13
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan dan usaha, dan kekuatan eksternal (external forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar seperti kesulitan dalam pekerjaan (Ikhsan dan Ishak, 2005:55). Penyebab internal cenderung mengacu pada aspek perilaku individual, sesuatu yang telah ada dalam diri seseorang seperti sifat pribadi, persepsi diri, kemampuan, dan motivasi. Sedangkan penyebab eksternal lebih mengacu pada ingkungan yang mempengaruhi perilaku seseorang, seperti kondisi sosial, nilai sosial dan pandangan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori atribusi dapat digunakan sebagai dasar menemukan faktor eksternal dan internal penyebab mengapa auditor melakukan praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Variabel tekanan waktu dan tekanan ketaatan merupakan faktor eksternal, berupa kondisi situasional yang dihadapi auditor dalam melakukan prosedur audit. Sedangkan variabel lokus kendali eksternal dan komitmen profesional merupakan faktor internal yang dipengaruhi oleh karakteristik individual auditor. Dengan mengetahui faktor penyebab terjadinya praktik penghentian prematur atas prosedur
audit,
maka
diharapkan
faktor-faktor
pemicu
tersebut
dapat
diminimalisir, sehingga probabilitas auditor untuk melakukan praktik tersebut dapat berkurang. 2.1.2 Model Teoritis Stres Kerja Diadaptasi dari Gibson, et al. (1995:339) suatu stressors (penyebab stres) merupakan suatu kondisi yang dapat mengakibatkan individual merasakan stress
14
dan selanjutnya dapat berdampak pada konsekuensi stres (strain outcome). Stressors merupakan suatu kondisi atau keadaan yang dapat mempengaruhi proses atau kognitif individu sehingga individu merasakan stres.
Stressors
Stres
Konsekuensi
Gambar 2.1 Model Teoritis Stres Kerja (Gibson dan Donnelly, 1995)
Kejadian atau kondisi yang dihadapi individu dalam lingkungannya berpotensi sebagai stressor. Pada lingkungan kerja auditor di KAP, DeZoort dan Lord (1998:13) mengidentifikasi berbagai stressor yang timbul dari dalam organisasi KAP maupun dari luar organisasi KAP yang berpotensi menimbulkan individu auditor merasakan stres dalam pelaksanaan tugas audit. Stressor yang berasal dari dalam organisasi KAP meliputi kondisi seperti; keterbatasan waktu untuk penyelesaian program audit, konflik peran, ambiguitas peran, beban tugas yang berlebihan dan tuntutan dari sejawat atau dari atasan. Stressor yang berasal dari luar organisasi meliputi kondisi seperti: tuntutan klien, kompetisi pada pasar audit dan tuntutan ligitasi. Kondisi-kondisi tersebut berpotensi mempengaruhi sikap, intensi dan perilaku auditor dalam pelaksanaan audit yang selanjutnya berdampak pada kualitas audit (Otley dan Pierce, 1996:47). Pada penelitian ini fokus perhatian adalah stressors dari dalam organisasi KAP yaitu tekanan waktu yang dihadapi auditor untuk pelaksanaan program audit dan dilema yang dihadapi auditor dalam penerapan standar profesi auditor, dimana klien atau pimpinan
15
dapat saja menekan auditor untuk melanggar standar profesi, sebagai implikasi dari tekanan ketaatan yang dihadapi auditor. Gibson, et al. (1995:342) menyatakan stres sebagai suatu tanggapan yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik individual dalam menanggapi tuntutan permintaan lingkungan, situasi, atau kejadian yang menetapkan permintaan psikologis atau fisik berlebihan pada diri seseorang. Berdasarkan definisi tersebut, potensi seseorang akan mengalami stres ketika suatu kondisi lingkungan dirasakan menimbulkan permintaan yang dapat mengancam mereka, dimana permintaan tersebut melebihi kapasitas dan sumber daya yang mereka miliki. Suatu kondisi atau keadaan tertentu dapat mengakibatkan individu mengalami stres, namun kondisi atau keadaan yang sama belum tentu membuat orang lain mengalami stres. Konsekuensi stres mengacu pada sikap dan perilaku yang berhubungan dengan stimulus tekanan dan respon stres (Beehr, 1998). Model teoritis stres kerja yang diuraikan di atas, menyatakan stres yang dirasakan individu merupakan interaksi antara faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal (Kelley, 1990). Secara spesifik, teori ini menyatakan stres akan berdampak pada sikap, intensi dan perilaku yang dipengaruhi oleh karakteristik individual. Dengan perkataan lain, tingkat stres yang dirasakan serta tindakan yang dipilih individual untuk mengatasi stressors dipengaruhi oleh karakteristik individual. Hubungan antara stressor, stres dan konsekuensi stres seperti yang digambarkan pada model teoritis stres kerja di atas, dapat diadopsi sebagai kerangka teoritis untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku auditor dalam pelaksanaan program audit.
16
Anggaran waktu audit merupakan elemen penting dari mekanisme operasional dan sistem kontrol yang digunakan KAP dalam perencanaan dan monitoring suatu penugasan audit (Kelley, 1990). Oleh karena itu, anggaran waktu audit dapat mengakibatkan auditor merasakan tekanan dalam melaksanakan tugas audit yang selanjutnya mempengaruhi perilaku kerja mereka. Selain itu dalam menjalankan fungsinya, auditor juga mendapatkan tekanan dari atasan dan kliennya, sehingga auditor dihadapkan pada sebuah dilema penerapan standar profesi auditor. Klien atau pimpinan dapat saja menekan auditor untuk melanggar standar profesi auditor. Hal ini tentunya akan menimbulkan tekanan pada diri auditor untuk menuruti atau tidak menuruti kemauan klien maupun pimpinannya. Pada situasi ini auditor mengalami dilema, satu sisi jika auditor mengikuti keinginan klien maka ia melanggar standar profesi. Tetapi jika auditor tidak mengikuti klien maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya. 2.1.3 Coping Theory Coping theory berhubungan dengan tindakan adaptasi yang dilakukan oleh individu dalam merespon kondisi pengganggu yang terjadi di lingkungannya. Coping theory adalah suatu proses menangani permasalahan lingkungan, meningkatkan usaha untuk memecahkan permasalahan personal dan interpersonal, dan meminimumkan atau mentoleransi tekanan (stres). Lazarus dan Folkman (1984) mendefinisikan coping sebagai usaha-usaha kognitif yang digunakan untuk mengelola permintaan yang dinilai melebihi sumber daya dari orang tersebut. Proses yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dapat dilakukan
17
melalui dua proses yang terus menerus saling mempengaruhi dengan yang lainnya (Lazarus dan Folkman, 1984:14). Kedua proses tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, individu akan melakukan proses penilaian (appraisal), yaitu proses mengevaluasi konsekuensi dari suatu keadaan atau kejadian. Individu akan menilai sifat dari keadaan tertentu dan pentingnya bagi individu tersebut dan relevansinya. Proses penilaian awal ini disebut juga dengan penilaian primer (primer appraisal). Kedua, individu akan melakukan tindakan berbeda untuk mengatasi kondisi yang dihadapi, yang disebut dengan usaha penanggulangan masalah (coping efforts). Individu akan menggabungkan usaha-usaha kognitif (cognitive efforts) dan usaha-usaha perilaku (behavioral efforts), dimana keduanya dapat dikatakan sebagai usaha berfokus masalah (problem focused) atau usaha berfokus emosi (emotion focused) (Lazarus dan Folkman, 1984:16). Strategi penanggulangan mana yang dipilih oleh seseorang tergantung pada keyakinan individu atas kesempatan sukses yang lebih besar yang akan diperolehnya dalam menanggulangi masalah. Penanggulangan berfokus emosi (emotion focused coping) terjadi terutama ketika individu merasa memiliki kontrol yang terbatas pada suatu kondisi yang dihadapi, pada pihak lain penanggulangan berfokus masalah (problem focused coping) digunakan terutama ketika individu merasa memiliki kontrol yang besar pada kondisi yang dihadapinya (Lazarus dan Folkman, 1984:16). Keyakinan individu tentang kemampuan mereka dalam melakukan kontrol atas stressors dipengaruhi oleh karakteristik individual.
18
Tekanan waktu dan tekanan ketaatan menjadi kondisi pengganggu bagi auditor untuk menyelesaikan program audit sesuai dengan prosedur audit. Dalam hal ini, auditor akan melakukan penilaian atas pentingnya pemenuhan anggaran waktu, kecukupan anggaran waktu, dan kemampuan mereka untuk menyelesaikan prosedur audit dalam batas anggaran waktu serta konsekuensi yang akan timbul jika pelaksanaan program audit melampaui anggaran waktu. Selain tekanan waktu, auditor juga perlu memperhitungkan situasi yang menyebabkan terjadinya konflik kepentingan auditor dengan manajemen perusahaan dan atasan, sehingga situasi tekanan ketaatan yang menjadi salah satu dilema penerapan standar profesi auditor dalam pengambilan keputusannya dapat diatasi. Berdasarkan penilaian tersebut, auditor akan memilih strategi yang akan dilakukan dalam melaksanakan program audit dalam batas anggaran waktu dan dalam situasi tekanan ketaatan. Strategi penanggulangan mana yang dipilih individu auditor dalam penyelesaian tugas audit bergantung pada keyakinan individu auditor atas kemampuan mereka melakukan kontrol tekanan waktu audit dan tekanan ketaatan yang mereka alami, dalam hal ini kontrol tersebut dipengaruhi karakterisitik individual auditor. Mengacu pada coping theory, auditor yang meyakini dapat melakukan kontrol terhadap tekanan waktu dan tekanan klien kemungkinan cenderung memilih strategi penanggulangan berfokus masalah yang dapat diwujudkan melalui tindakan-tindakan seperti meminta tambahan anggaran waktu atau bekerja lebih sungguh-sungguh. Pada pihak lain, auditor yang meyakini bahwa mereka memiliki kemampuan yang terbatas dalam melakukan kontrol terhadap anggaran waktu audit dan tekanan ketaatan
19
kemungkinan cenderung memilih strategi penanggulangan berfokus emosi yang dapat diwujudkan melalui tindakan penyimpangan prosedur audit seperti melakukan prematur prosedur audit. Mekanisme penanggulangan mana yang dipilih oleh seseorang tergantung pada keyakinan individu atas kesempatankesempatan
sukses
yang
lebih
besar
yang
akan
diperolehnya
dalam
menanggulangi masalah (Lazarus dan Folkman, 1984:19). Pada penelitian ini karakteristik individual auditor yang dikaji adalah adalah lokus kendali eksternal dan komitmen profesional auditor terhadap profesinya. 2.1.4 Prosedur Audit Prosedur audit adalah rincian instruksi untuk pengumpulan jenis bukti audit yang diperoleh pada suatu waktu tertentu, saat berlangsungnya proses audit (Arens, et al., 2009:172). Auditor melakukan prosedur ini agar tidak terjadi penyimpangan dalam melakukan program audit. Standar pekerjaan lapangan ketiga menyebutkan bahwa beberapa prosedur audit yang harus dilaksanakan oleh auditor meliputi (Mulyadi, 2006:86) 1) Inspeksi Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Prosedur audit ini banyak dilakukan oleh auditor. Dengan melakukan inspeksi terhadap sebuah dokumen, auditor akan dapat menentukan keaslian dokumen tersebut. 2)
Pengamatan
20
Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang diamati auditor adalah karyawan, prosedur, dan proses.
3) Permintaan Keterangan Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan bukti dokumen. 4)
Konfirmasi Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
Disamping auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam standar tersebut,
auditor
melaksanakan
berbagai
prosedur
audit
lainnya
untuk
mengumpulkan bukti audit yang akan dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Prosedur audit ini sangat diperlukan bagi auditor agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif (Weningtyas, dkk., 2006:4). Kualitas dari auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam program audit. Prosedur audit yang digunakan dalam penelitian ini ialah prosedur audit yang dilaksanakan pada tahap perencanaan audit dan tahap pekerjaan lapangan yang telah ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) (Weningtyas, dkk., 2006:14). Prosedur audit yang dilaksanakan pada tahap
21
perencanaan audit dan tahap pekerjaan lapangan tersebut mudah untuk dilakukan praktik penghentian prematur, antara lain (Heriningsih, 2001:35):
1) Membangun Pemahaman Bisnis Industri Klien Auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di pihak auditor maupun klien. Pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan harus mencakup tujuan perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor, dan batasan perikatan. Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya atau lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien (PSA No.05 SA Seksi 310, 2001). 2) Pertimbangan Atas Pengendalian Intern Dalam Audit Laporan Keuangan Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai atas keandalan laporan keuangan, efektifitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh auditor untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan
22
keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan (PSA No.69 SA Seksi 319, 2001). 3) Pertimbangan Auditor Atas Fungsi Auditor Intern Klien Auditor intern bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi, dan informasi lain kepada manajemen entitas dan dewan komisaris, atau pihak lain yang setara wewenang
dan
tanggung
jawabnya
dengan
tetap
mempertahankan
objektivitasnya berkaitan dengan aktivitas yang diaudit. Tanggung jawab penting fungsi audit intern adalah memantau kinerja pengendalian entitas. Pada saat auditor berusaha memahami pengendalian intern, auditor harus berusaha memahami fungsi audit intern yang cukup untuk mengidentifikasi aktivitas audit intern yang relevan dengan perencanan audit (PSA No.33 SA Seksi 322, 2001). 4) Informasi Asersi Manajemen Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Asersi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, serta penyajian dan pengungkapan. Informasi asersi manajemen digunakan oleh auditor untuk memperoleh bukti audit yang mendukung asersi dalam laporan keuangan (PSA No.7 SA Seksi 326, 2001). 5) Prosedur Analitik Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari
23
hubungan antara data keuangan yang satu dengan data keuangan yang lainnya, atau antara data keuangan dengan data non keuangan. Tujuan dari dilakukannya
prosedur
analitik
adalah
membantu
auditor
dalam
merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya, sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi, serta sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit (PSA No.22 SA Seksi 329, 2001). 6) Konfirmasi Konfirmasi adalah proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mngenai asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Proses konfirmasi mencakup pemilihan unsur yang dimintakan konfirmasi, pendesainan permintaan konfirmasi, pengkomunikasian informasi kepada pihak ketiga yang bersangkutan, memperoleh jawaban dari pihak ketiga, serta penilaian terhadap informasi atau tidak adanya informasi yang disediakan oleh pihak ketiga mengenai tujuan audit termasuk keandalan informasi tersebut (PSA No.7 SA Seksi 330, 2001). 7) Representasi Manajemen Representasi manajemen (lisan maupun tertulis) merupakan bagian dari bukti audit yang diperoleh auditor, tetapi tidak merupakan pengganti bagi
24
penerapan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh dasar memadai bagi pendapat auditor atas laporan keuangan. Representasi tertulis bagi manajemen biasanya menegaskan representasi lisan yang disampaikan oleh manajemen kepada auditor, menunjukkan dan mendokumentasikan lebih lanjut ketepatan representasi tersebut, serta mengurangi kemungkinan salah paham mengenai yang direpresentasikan (PSA No.17 SA Seksi 333, 2001). 8) Pengujian Pengendalian Teknik Audit Berbantuan Komputer Penggunaan teknik audit berbantuan komputer harus dikendalikan oleh auditor untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan audit dan spesifikasi rinci teknik audit berbantuan komputer telah terpenuhi, serta tidak dimanipulasi (PSA No.59 SA Seksi 327, 2001). 9) Sampling Audit Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok tersebut. Sampling audit diperlukan oleh auditor untuk mengetahui saldo-saldo akun dan transaksi yang mungkin sekali mengandung salah saji. Auditor harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan (PSA No.26 SA Seksi 350, 2001). 10) Perhitungan Fisik
25
Perhitungan fisik berkaitan dengan pemeriksaan auditor melalui pengamatan, pengujian, dan permintaan keterangan memadai atas efektifitas metode perhitungan fisik persediaan atau kas dan mengukur keandalan atas kuantitas dan kondisi fisik persediaan atau kas klien (PSA No.7 SA Seksi 331, 2001). 2.1.5 Penghentian Prematur Prosedur Audit Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Tahun 2001 menyatakan bahwa untuk menghasilkan laporan audit yang berkualitas maka auditor harus melaksanakan beberapa prosedur audit. Prosedur audit merupakan serangkaian langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan audit. Dalam konteks auditing, manipulasi akan dilakukan dalam bentuk perilaku disfungsional. Perilaku disfungsional adalah perilaku karyawan yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi (Mulyadi, 2006:646). Donnelly, et al., (2003) menyatakan perilaku ini adalah alat bagi auditor untuk memanipulasi proses audit dalam upaya mencapai tujuan kinerja individual. Pengurangan kualitas audit yang dilakukan dari kegiatan ini mungkin dipandang sebagai pengorbanan bagi individu untuk bertahan dalam lingkungan audit. SAS No 82 menyatakan bahwa sikap auditor menerima perilaku disfungsional merupakan indikator dari perilaku disfungsional aktual. Beberapa perilaku disfungsional yang membahayakan kualitas audit yaitu: Underreporting of time, prematur sign off, altering or replacement of audit procedure. Penghentian prematur atas prosedur audit mengacu pada penghentian satu langkah (prosedur) audit yang penting dimana tidak dapat digantikan oleh langkah lainnya, tanpa melengkapi pekerjaan atau sama sekali menghilangkan langkah audit
26
(McNamara dan Liyanarachchi, (2005:6). Prematur Sign Off merupakan suatu keadaan yang menunjukkan auditor menghentikan satu atau beberapa langkah audit yang diperlukan dalam prosedur audit tanpa menggantikan dengan langkah yang lain (Sososutikno, 2003:121). Prematur Sign Off ini secara langsung mempengaruhi kualitas audit dan melanggar standar profesional. Shapeero, et al., (2003) menyimpulkan bahwa kegagalan audit sering disebabkan karena penghapusan prosedur audit yang penting dari pada prosedur audit tidak dilakukan secara memadai. Penghentian prematur atas prosedur audit membentuk perubahan perencanaan audit, yang berakibat pada tidak terkendalinya dan ketidaktahuan tingkat resiko audit yang sebenarnya dalam perikatan audit tersebut. Adanya prosedur audit yang dilangkahi atau dihentikan menyebabkan terjadinya kegagalan audit karena bukti yang ada tidak mencukupi (Kholidiah, 2014:13). 2.1.6
Tekanan Waktu Tekanan waktu merupakan suatu keadaan dimana auditor mendapatkan
tekanan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) tempatnya bekerja, untuk menyelesaikan audit pada waktu dan anggaran biaya yang telah ditentukan sebelumnya. Anggaran waktu merupakan hal yang sangat penting, karena menyediakan dasar untuk memperkirakan biaya audit, pengalokasian staf ke dalam pekerjaan audit, dan sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja auditor serta sangat diperlukan bagi auditor dalam melaksanakan tugasnya untuk dapat memenuhi permintaan klien secara tepat waktu dan menjadi salah satu kunci keberhasilan karir auditor di masa depan (Basuki dan Mahardani, 2006:205).
27
Auditor yang menyelesaikan tugas melebihi waktu normal yang telah dianggarkan cenderung dinilai memiliki kinerja yang buruk oleh atasannya atau sulit mendapatkan promosi. Tekanan waktu yang diberikan Kantor Akuntan Publik kepada auditornya bertujuan untuk mengurangi biaya audit (Weningtyas, dkk., 2006:7). Maka semakin cepat auditor melaksanakan program audit, akan semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan program audit. Keberadaan tekanan waktu ini memaksa auditor untuk menyelesaikan tugas secepatnya atau sesuai dengan anggaran waktu yang telah ditetapkan, sehingga hal ini dapat memicu auditor melakukan tindakan penyimpangan dengan melakukan penghentian prematur atas prosedur audit. Pelaksanaan prosedur audit seperti ini tentu saja tidak akan sama hasilnya bila prosedur audit dilakukan dalam kondisi tanpa tekanan waktu (Weningtyas, dkk., 2006:6). Tekanan waktu memiliki dua dimensi yaitu time budget pressure (keadaan dimana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun, atau terdapat pembatasan waktu dalam anggaran yang sangat ketat) dan time deadline pressure (kondisi dimana auditor dituntut untuk menyelesaikan tugas audit tepat pada waktunya) (Heriningsih, 2001:34). 2.1.7 Tekanan Ketaatan Tekanan ketaatan adalah jenis tekanan pengaruh sosial yang dihasilkan ketika individu dengan perintah langsung dari perilaku individu lain. Teori ketaatan menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang
28
diberikannya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan bentuk legitimasi power atau kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan karena ada posisi khusus dalam stuktur hierarki organisasi (Hartanto dkk. 2001:19). Menurut Jamilah dkk. (2007:10), tekanan ketaatan merupakan kondisi dimana seorang auditor dihadapkan pada sebuah dilema penerapan standar profesi auditor. Dalam hal ini tekanan ketaatan diartikan sebagai tekanan yang diterima oleh auditor junior dari auditor senior atau atasan dan entitas yang diperiksa
untuk
melakukan
tindakan
yang
menyimpang
dari
standar
profesionalisme. Intruksi atasan dalam suatu organisasi akan mempengaruhi perilaku bawahan karena atasan memiliki otoritas (Grediani dan Slamet, 2010). Tekanan ketaatan ini timbul akibat adanya kesenjangan ekspektasi yang terjadi antara entitas yang diperiksa dengan auditor telah menimbulkan suatu konflik tersendiri bagi auditor. Klien atau pimpinan dapat saja menekan auditor untuk melanggar standar profesi auditor. Hal ini tentunya akan menimbulkan tekanan pada diri auditor untuk menuruti atau tidak menuruti kemauan klien maupun pimpinannya. Oleh sebab itu, seorang auditor seringkali dihadapkan pada situasi dilema penerapan standar profesi auditor dalam pengambilan keputusannya. Kekuasaan klien dan pemimpin menyebabkan auditor tidak independen lagi, karena auditor menjadi tertekan dalam menjalankan pekerjaannya. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tekanan ketaatan auditor adalah tekanan yang diterima oleh auditor dalam menghadapi atasan dan klien untuk melakukan tindakan menyimpang dari standar profesi auditor.
29
Tekanan ketaatan dapat diukur dengan keinginan untuk tidak memenuhi keinginan klien untuk berperilaku menyimpang dari standar profesional dan menentang atasan jika dipaksa melakukan hal yang bertentangan dengan standar profesional dan moral (Jamilah dkk. 2007:8). 2.1.8
Lokus Kendali Lokus kendali adalah tingkat dimana individu meyakini bahwa mereka
adalah penentu nasib mereka sendiri dan menunjukkan sejauh mana individu mampu mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi dirinya (Robbins, 2008:132). Lokus kendali dibedakan menjadi dua tipe yaitu lokus kendali internal atau lokus kendali eksternal (Robbins, 2008:132). Lokus kendali internal adalah suatu kondisi dimana individu meyakini bahwa mereka dapat mengendalikan apa yang terjadi pada diri mereka . Lokus kendali eksternal adalah suatu kondisi dimana individu meyakini bahwa apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti nasib dan keberuntungan. Situasi dimana individu dengan lokus kendali eksternal merasa tidak mampu dalam mendapatkan dukungan kekuatan yang dibutuhkan untuk dapat bertahan dalam suatu organisasi, maka mereka akan memiliki potensi untuk mencoba memanipulasi rekan atau objek lainnya sebagai kebutuhan pertahanan mereka (Irawati dkk. 2005:930). Dalam literatur psikologi ditunjukkan beberapa perbedaan perilaku individual yang diakibatkan oleh lokus kendali individu. Perbedaan pertama adalah tanggung jawab atau konsekuensi dari suatu tindakan yang dilakukan, individu yang memiliki lokus kendali internal lebih bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan yang mereka perbuat dibandingkan dengan
30
individu dengan lokus kendali eksternal (Kartika dkk. 2008). Perbedaan kedua adalah dalam memandang keterkaitan dari suatu kejadian dengan kejadian berikutnya. Individu dengan lokus kendali internal memandang kejadian atau pengalaman adalah saling berkaitan dan mereka belajar dari pengalaman yang berulang, pada pihak lain individu yang memiliki lokus kendali eksternal cenderung memandang suatu kejadian atau pengalaman tidak berhubungan dengan kejadian berikutnya dan mereka tidak belajar dari pengalaman (Robbins, 2008:167). Perbedaan ketiga adalah dalam memandang suatu kondisi atau keadaan yang mereka hadapi. Individu yang memiliki lokus kendali internal cenderung memandang suatu keadaan atau kondisi sebagai peluang atau kondisi yang tidak menimbulkan tekanan (stres), pada pihak lain individu yang memiliki lokus kendali eksternal cenderung memandang suatu kondisi atau keadaan sebagai ancaman atau menimbulkan tekanan stres. Perbedaan terakhir adalah dalam hal menanggulangi tekanan. Dalam menanggulangi suatu kondisi atau keadaan yang dapat menimbulkan stres (stressors) individu yang memiliki lokus kendali internal cenderung menggunakan strategi berfokus-masalah yaitu dengan mengelola atau merubah tekanan, pada pihak lain indivdidu dengan lokus kendali eksternal cenderung menggunakan strategi berfokus emosi yaitu dengan menyerah pada masalah (Ress dan Cooper, 1992). Donnelly, et al. (2003) menyatakan bahwa terdapat penelitian yang menunjukkan hubungan positif yang kuat antara individu dengan lokus kendali eksternal dan kesediaan untuk melakukan manipulasi atau penipuan untuk mencapai tujuan pribadi. Dalam konteks auditing, manipulasi atau ketidakjujuran
31
pada akhirnya akan menimbulkan penyimpangan perilaku dalam audit. Perilaku yang dimaksud salah satunya dapat berbentuk praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Hasil dari perilaku ini adalah penurunan kualitas audit yang dapat dilihat sebagai hal yang perlu dikorbankan oleh individu untuk bertahan dalam lingkungan kerja audit. Pada penelitian ini, yang akan diuji adalah lokus kendali eksternal, yang menghasilkan dugaan bahwa makin tinggi lokus kendali eksternal, semakin mungkin mereka menerima perilaku peyimpangan dalam audit. Lokus kendali dapat digunakan untuk memprediksi seseorang, lokus kendali yang berbeda bisa mencerminkan motivasi dan kinerja yang berbeda. Dalam literatur akuntansi lokus kendali ditunjukkan memegang peran penting dalam menjelaskan perilaku akuntan dalam berbagai kondisi seperti penganggaran, pengambilan keputusan dalam dilemma etis, penerimaan perilaku disfungsional (Donnelly, et al., 2003). 2.1.9
Komitmen Profesional Auditor Komitmen auditor terhadap profesinya merupakan faktor penting yang
bepengaruh terhadap perilaku auditor dalam melakukan tugas audit. Kartika dkk. (2008:17) menjelaskan komitmen profesional merupakan tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut. Komitmen profesional didasarkan pada premis bahwa individu membentuk suatu kesetiaan terhadap profesi selama proses sosialisasi ketika profesi menanamkan nilai-nilai dan norma-norma profesi (Wijayanti, 2008:24). Komitmen profesional didefinisikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan individu terhadap suatu profesi (Aranya dan Ferris, 1984).
32
Komitmen seseorang terhadap profesinya diwujudkan dalam tiga karakteristik berikut: 1) suatu penerimaan atas tujuan-tujuan dan nilai-nilai profesi, 2) suatu kehendak yang kuat untuk melakukan usaha demi kepentingan profesi, dan 3) suatu keinginan untuk memelihara dan mempertahankan keanggotaan dalam profesi (Aranya dan Ferris, 1984). Dalam suatu asosiasi profesi ditekankan adanya tingkat komitmen yang setinggi-tingginya yang diwujudkan dengan kerja berkualitas sekaligus sebagai jaminan keberhasilan atas tugas yang dihadapinya (Kartika, dkk., 2008:19). Hal ini membuat komitmen profesional merupakan hal yang sangat penting bagi profesi akuntan publik, karena mempengaruhi auditor dalam pengambilan keputusan terhadap perilaku yang dijalankannya. Perbedaan dalam perilaku tidak etis yang dilakukan auditor dapat diakibatkan perbedaan komitmen setiap auditor terhadap profesinya. Pendidikan akuntan yang profesional tidak hanya menekankan pada skill dan knowledge saja, akan tetapi juga memerlukan adanya komitmen profesional (Indarto, 2011:10). Mengacu pada keberadaan komitmen profesional yang ditemukan pada profesi di luar akuntansi, Hall, et al. (2005) mengusulkan komitmen profesional multidimensi pada profesi akuntansi. Ketiga dimensi tersebut adalah, komitmen profesional afektif, komitmen profesional kontinu dan komitmen profesional normatif . Komitmen profesional afektif berhubungan pada sejauh mana individu ingin berada pada suatu profesi (Meyer, et al., 1993). Komitmen profesional afektif merupakan keterikatan emosional individu terhadap profesinya yang didasarkan atas identifikasi pada nilai dan tujuan profesi, serta keinginan untuk
33
membantu profesi mencapai tujuan-tujuan tersebut (Meyer, et al., 1993). Komitmen auditor terhadap profesinya dalam bentuk afektif dapat timbul sebagai akibat pertukaran pengalaman positif yang dirasakan dari profesi atau pengembangan keahlian profesional (Hall, et al., 2005). Komitmen profesional kontinu berhubungan dengan sejauh mana individu tetap berada pada suatu profesi (Hall, et al., 2005). Komitmen profesional kontinu merupakan bentuk komitmen seseorang terhadap profesinya yang didasarkan pada pertimbangan biaya yang terjadi jika seseorang meninggalkan profesi. Komitmen auditor terhadap profesinya dalam bentuk kontinu dapat timbul karena individu auditor membutuhkan investasi untuk memperoleh atau mendapatkan profesinya sebagai auditor, dan investasi tersebut akan hilang jika mereka meninggalkan profesi sebagai auditor, yang meliputi keahlian dibidang auditing, status, atau penghargaan (Hall, et al., 2005). Komitmen profesional normatif merupakan keterikatan individu dengan suatu profesi karena merasakan suatu kewajiban atau tanggungjawab untuk tetap berada pada suatu profesi. Meyer, et al. (1993) menyatakan komitmen profesional normatif berhubungan pada sejauh mana individu meyakini bahwa mereka harus tetap berada pada suatu profesi. Komitmen auditor terhadap profesinya dalam bentuk normatif dapat timbul ketika auditor memperoleh manfaat yang signifikan dari suatu profesi, atau karena adanya tuntutan dari kolega atau keluarga yang menekankan pentingnya tetap berada pada profesi (Hall, et al., 2005). Meskipun komitmen profesional multidimensi sudah diterima secara teoritis dalam profesi akuntansi, namun masih jarang penelitian yang menguji validitas
34
komitmen multidimensi pada profesi auditor di Indonesia. Smith dan Hall (2008) menguji keberadaan komitmen profesional multidimensi dengan sampel akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik di Australia. Hasil penelitian mereka menunjukkan, adanya dimensi terpisah komitmen profesional yaitu komitmen profesional afektif, kontinu dan normatif. Penelitian ini merupakan replikasi dan perluasan penelitian Smith dan Hall (2008). Replikasi dilakukan untuk menguji keberadaan dimensi terpisah komitmen profesional pada profesi auditor di Indonesia, sedangkan perluasannya adalah dengan menguji pengaruh dimensi komitmen profesional terhadap perilaku audit disfungsional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menginterpretasikan
kembali
hasil-hasil
penelitian
terdahulu tentang komitmen profesional yang bersifat unidimensional. 2.1.10 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian Weningtyas dkk. (2006:18) diketahui bahwa hanya 13%, yaitu sebanyak 79 responden yang berasal dari KAP yang berada di Jawa tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang melakukan penghentian prosedur audit. Prosedur yang paling sering ditinggalkan menurut responden penelitian Weningtyas dkk. (2006:18), adalah pemahaman terhadap bisnis klien. Pada penelitian ini dapat dibuktikan hubungan yang signifikan antara tekanan waktu, risiko audit, materialitas serta prosedur review dan kontrol kualitas terhadap penghentian prosedur audit. Hasil dari penelitian Weningtyas dkk. (2006:18) membuktikan bahwa tekanan waktu dan risiko audit berhubungan positif dengan penghentian prosedur audit, sehingga semakin besar tekanan waktu dan risiko audit yang dihadapi oleh auditor maka semakin besar pula kecenderungan auditor
35
melakukan perilaku penghentian prosedur audit. Sedangkan materilitas serta prosedur review dan kontrol kualitas berhubungan negatif terhadap perilaku penghentian prosedur audit, sehingga semakin rendah materialitas serta prosedur review serta kontrol kualitas maka perilaku penghentian prosedur audit semakin rendah. Hasil penelitian Indarto (2011) dengan jumlah responden sebanyak 71 auditor yang bekerja di KAP Semarang membuktikan bahwa prosedur yang paling sering ditinggalkan adalah pengurangan jumlah sampel sedangkan prosedur yang jarang ditinggalkan adalah prosedur konfirmasi. Hasil penelitian Indarto (2011) membuktikan bahwa tekanan waktu dan risiko audit memiliki pengaruh positif terhadap praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Prosedur review dan kontrol kualitas, komitmen organisasi, komitmen profesional, pengalaman audit, dan kesadaran etis memiliki pengaruh negatif terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian Imam dkk. (2011:138) dengan jumlah responden 78 auditor dari 100 KAP yang berlokasi di DKI Jakarta dapat diketahui bahwa sebesar 37,98% responden yang melakukan penghentian prematur atas prosedur audit. memperoleh hasil bahwa materialitas berpengaruh terhadap pengehentian prematur atas prosedur audit, sedangkan tekanan waktu, risiko audit, prosedur review, kontrol kualitas dan komitmen profesional tidak memiliki pengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian Kumalasari dkk. (2013:38) meneliti pengaruh penghentian prematur atas prosedur audit di KAP Surabaya membuktikan tekanan waktu dan materialitas berpengaruh positif
36
terhadap pengehentian prematur atas prosedur audit. Temuan penelitian ini, risiko audit memiliki pengaruh negatif sedangkan prosedur review dan kontrol kualitas tidak memiliki pengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian tentang hubungan tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan audit judgement dilakukan oleh Jamilah dkk (2007:17). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgement sedangkan kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgement. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto dkk. (2001:73) yaitu tekanan ketaatan berpengaruh signifikan terhadap audit judgement (Lampiran 2).