BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Teori Signal (Signalling Theory) Teori yang menjelaskan pentingnya pengukuran kinerja adalah teori
persignalan (signalling theory). Teori signal membahas bagaimana seharusnya signal-signal keberhasilan atau kegagalan manajemen (agen) disampaikan kepada pemilik (principal). Teori signal menjelaskan bahwa pemberian signal dilakukan oleh manajemen untuk mengurangi informasi asimetris (Jensen dan Meckling, 1976). Menurut Sari dan Zuhrotun (2006), teori signal (signaling theory) menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal. Dorongan tersebut timbul karena adanya informasi asimetris antara perusahaan (manajemen) dengan pihak luar, dimana manajemen mengetahui informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan pihak luar seperti investor dan kreditor. Kurangnya informasi yang diperoleh pihak luar tentang perusahaan menyebabkan pihak luar melindungi diri dengan memberikan nilai rendah untuk perusahaan tersebut. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetris, salah satu caranya adalah dengan memberikan signal kepada pihak luar berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya
14
sehingga dapat mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Laporan tentang kinerja perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan. Laporan keuangan yang mencerminkan kinerja baik merupakan signal atau tanda bahwa perusahaan telah beroperasi dengan baik. Signal baik akan direspon dengan baik pula oleh pihak luar, karena respon pasar sangat tergantung pada signal fundamental yang dikeluarkan perusahaan. Dengan demikian, bank harus terus memberikan sinyal positif kepada para nasabah dan masyarakat agar nasabah memperoleh keyakinan penuh dan jaminan keamanan terkait dana yang telah disimpan pada bank yang bersangkutan. Selain itu, salah satu bentuk sinyal positif yang dapat dilakukan oleh perusahaan perbankan adalah dengan terus memberikan promosi-promosi dan kerja nyata untuk membuktikan bahwa bank tersebut lebih unggul dari pesaingnya dan agar lebih dikenal oleh masyarakat luas.
2.1.2
Teori Laba Teori ini mengemukakan bahwa bunga ada karena adanya motif laba
(spread profit) yang ingin dicapai. Bank dan para pelaku ekonomi mau dan bersedia membayar bunga didasarkan atas laba yang akan diperolehnya. (Hasibuan, 1998). Teori laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi dkk (2004), besarnya laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber darimana penghasilan diperoleh serta beban yang dikeluarkan sebagai
15
beban perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang didapat lebih besar dari jumlah beban yang dikeluarkan dan dikatakan mengalami kerugian apabila sebaliknya. Menurut teori laba, tingkat keuntungan pada setiap perusahaan biasanya berbeda pada setiap jenis industri. Terdapat beberapa teori tentang laba yaitu : 1) Risk-Bearing Theory of Profit dibutuhkan perusahaan untuk masuk dan bertahan dibeberapa bidang yang memiliki risiko di atas rata-rata. 2) Frictional Theory of Profit, laba timbul sebagai akibat dari gesekan atau gangguan dari keseimbangan jangka panjang. 3) Monopoly Theory of Profit, beberapa perusahaan dengan kekuatan monopoli dapat membatasi output dan mengenakan harga yang tinggi dibandingkan dengan harga pada pasar persaingan. 4) Innovation Theory of Profit, laba ekonomi adalah imbalan karena pengenalan dari inovasi yang berhasil.
2.1.3
Bank Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan
UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Dendawijaya (2005 : 14), Bank merupakan badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang akan kredit baik dengan uang yang diterimanya dari orang lain maupun dengan
16
jalan mengeluarkan uang baru sebagai uang kertas atau uang logam. Sedangkan menurut Said et al., (2011), bank adalah bagian dari sistem keuangan, yang memainkan peranan dalam berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi suatu negara. Berdasarkan pengertian diatas, terdapat suatu misi bagi bank, yaitu meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Artinya bahwa dana-dana yang telah dihimpun bank dari masyarakat harus dialokasikan dan disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit agar usaha masyarakat dapat meningkat. Dengan meningkatkan laju dan pemerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan demikian, dapat disimpulkan peranan bank dalam masyarakat adalah : 1. Penghimpun dana masyarakat. 2. Penyalur dana dalam bentuk kredit. 3. Memperlancar dalam transaksi perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat. 2.1.3.1
Jenis- Jenis Bank Kegiatan utama bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dan
menyalurkan dana dari masyarakat tidak terlalu berbeda satu sama lain. Menurut Kasmir (2012:20) jenis-jenis bank dapat dibagi menjadi : 1)
Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya : Dalam Undang-undang Pokok Perbankan No. 14 tahun 1967 jenis
perbankan menurut fungsinya dibedakan menjadi : (1)
Bank Umum
(2)
Bank Pembangunan
17
(3)
Bank Tabungan
(4)
Bank Pasar
(5)
Bank Desa
(6)
Lumbung Desa
(7)
Bank Pegawai
(8)
Dan Bank jenis lainnya Kemudian menurut Undang-undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan
ditegaskan kembali dalam Undang-undang No.10 tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari dua jenis bank yaitu : (1)
Bank Umum, yaitu bank yang melaksnakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
(2)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2)
Dilihat dari segi kepemilikannya (1)
Bank Milik Pemerintah, dimana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.
(2)
Bank Milik Swasta Nasional, yaitu bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta
18
pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya diambil oleh swasta pula. (3)
Bank Milik Asing, merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu Negara.
(4)
Bank Milik Campuran, merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Dimana kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia.
3)
Dilihat dari segi status (1)
Bank Devisa, yaitu bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri dan transaksi keluar negeri lainnya.
(2)
Bank Non Devisa, yaitu bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.
4)
Dilihat dari segi cara menentukan harga (1)
Bank yang berdasarkan Prinsip Konvensional. Menetapkan bunga sebagai harga jual, menggunakan atau menerapkan berbagai biayabiaya dalam nominal atau persentase tertentu.
(2)
Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah. Menerapkan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain.
19
Berdasarkan jenis-jenis bank dapat dijelaskan bahwa bank terbagi kedalam beberapa bagian, hal ini dikarenakan spesifikasi bank dalam jalur lalu lintas keuangan. Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi, kepemilikan dan dari segi menentukan harga. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Kemudian kepemilikan perusahaan dilihat dari segi saham yang ada serta akta pendiriannya. Sedangkan dari menentukan harga yaitu antara bank konvensional berdasarkan harga dan bank syariah berdasarkan bagi hasil. 2.1.3.2
Fungsi Bank Menurut Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perbankan pasal 1 yaitu Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Dari Undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi pokok bank adalah sebagai berikut : 1)
Agent of Trust Sebagai lembaga kepercayaan, bank memiliki fungsi
financial
intermediatery yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan menyalurkan pada pihak yang membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur). Fungsi financial intermediatery ini akan dapat berjalan lancar apabila ada unsur kepercayaan (trust). Dalam hal ini masyarakat akan menyimpan dananya apabila dilandasi unsur kepercayaan dan
20
pihak bank sendiri akan menempatkan dan menyalurkan dananya kepada debitur atau masyarakat apabila dilandasi unsur kepercayaan juga.
2)
Agent of Development Sektor moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan
perekonomian
masyarakat.
Kedua
sektor
tersebut
berinteraksi
saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan bekerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kegiatan yang ditujukan untuk pembangunan perekonomian masyarakat, seperti kegiatan produksi, distribusi, investasi dan konsumsi barang dan jasa. 3)
Agent of Services Bank menawarkan berbagai macam jasa disamping dalam melakukan
kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank seperti transfer uang, inkaso, letter of credit, automated teller machine, money market, capital market, dll. Jasa-jasa yang ditawarkan tersebut erat kaitannya dengan kelancaran kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
2.1.4
Laporan Keuangan Menurut Fahmi (2012 : 22) mengemukakan bahwa laporan keuangan
merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi suatu perusahaan, dimana selanjutnya itu akan menjadi suatu informasi yang menggambarkan
21
tentang kinerja suatu perusahaan. Pada umumnya laporan keuangan itu terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi serta laporan perubahan ekuitas. Neraca menunjukkan/menggambarkan jumlah aset, kewajiban dan ekuitas dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Sedangkan perhitungan (laporan) laba rugi memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta beban yang terjadi selama periode tertentu, dan laporan perubahan ekuitas menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan ekuitas perusahaan. Sama seperti perusahaan nonbank, untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut. Laporan ini sangat berguna terutama bagi pemiliki, manajemen, pemerintah, dan masyarakat sebagai nasabah, guna mengetahui kondisi bank tersebut pada waktu tertentu. Setiap laporan yang disajikan haruslah dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Menurut Kasmir (2006 : 240) mengungkapkan bahwa laporan keuangan bertujuan untuk : a. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva dan jenis aktiva yang dimiliki. b. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah kewajiban dan jenis kewajiban. c. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah modal dan jenis-jenis modal.
22
d. Memberikan informasi keuangan tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah pendapatan bank. e. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah biaya yang dikeluarkan dan jenis jenis biaya. f. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah perubahan yang terjadi dalam aktiva, kewajiban, dan modal. g. Memberikan informasi keuangan tentang kinerja manajemen dalam suatu periode dari hasil laporan keuangan yang disajikan.
2.1.5
Analisis Laporan Keuangan Menurut Harahap (2009 : 190), analisis laporan keuangan berarti
menguraikan akun-akun laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data nonkuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas dan tingkat resiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Tantangan dari analisis adalah melakukan analisis dan mengintepretasikan rasio-rasio keuangan yang muncul (Hanafi dan Halim, 2009 : 5). Tujuan dari analisis laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan bersangkutan. Data keuangan tersebut
23
akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua periode atau lebih, dan analisa lebih lanjut sehingga akan dapat diperoleh data yang akan dapat mendukung keputusan yang akan diambil (Munawir, 2010:31). Berbagai langkah harus ditempuh dalam menganalisis laporan keuangan. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh menurut Prastowo (2002 : 53) adalah : 1)
Memahami latar belakang data keuangan perusahaan Pemahaman latar belakang data keuangan peruasahaan yang dianalisis mencakup tentang pemahaman bidang usaha perusahaan dan kebijakan akuntansi yang dianut dan diterapkan oleh akuntansi. Memahami latar belakang data keuangan perusahaan yang akan dianalisis merupakan langkah yang perlu dilakukan sebelum menganalisis laporan keuangan perusahaan.
2)
Memahami kondisi-kondisi yang berpengaruh pada perusahaan Selain latar belakang data keuangan, kondisi-kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap perusahaan perlu juga untuk dipahami. Kondisikondisi yang perlu dipahami mencakup informasi mengenai tren (kecendrungan) industri dimana perusahaan beroperasi, perubahan teknologi, perubahan selera konsumen, perubahan faktor-faktor ekonomi seperti perubahan pendapatan perkapita, tingkat bunga, tingkat inflasi dan pajak, dan perubahan yang terjadi di dalam perusahaan itu sendiri, seperti perubahan manajemen kunci.
24
3)
Mempelajari dan mereview laporan keuangan Kedua langkah pertama akan memberikan gamabaran mengenai karakeristik (profil) perusahaan. Sebelum berbagai teknik analisis diaplikasikan, perlu dilakukan review terhadapa laporan keuangan secara menyeluruh. Tujuan langkah ini adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah cukup jelas menggambarkan data keuangan yang relevan dan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
4)
Menganalisis laporan keuangan Setelah memahami profil perusahaan dan mereview laporan keuangan, maka dengan menggunakan berbagai metoda dan teknik analisis yang ada dapat menganalisis laporan keuangan serta dan mengintepretasikan hasil analisis tersebut (bila perlu disertai dengan rekomendasi).
2.1.6
Profitabilitas Ukuran suatu prestasi di perusahaan umumnya adalah dengan melihat
berapa besar laba yang dapat dihasilkan perusahaan tersebut. Semakin tinggi kemampuan menghasilkan laba atau profitabilitas perusahaan diasumsikan semakin kuat kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang kompetitif (Astuty, 2007). Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain, profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mencapai laba. Profit merupakan hasil kebijakan manajemen, maka kinerja perusahaan dapat diukur dengan profit.
25
Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan profitabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan selama periode akuntansi (Bringham dan Houston, 2009:304). Pada intinya profitabilitas suatu perusahaan merupakan gambaran yang mengukur seberapa mampu perusahaan menghasilkan laba dari proses operasional yang telah dilaksanakan untuk menjamin kelangsungan perusahaan di masa yang akan datang. Untuk mengukur profitabilitas dapat digunakan rasio Return on Assets. Untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan dengan melakukan berbagai alat analisis, tergantung dari tujuan analisisnya. Analisis profitabilitas memberikan
bukti
pendukung mengenai
kemampuan
perusahaan
untuk
memperoleh laba dan sejauh mana efektivitas pengelolaan perusahaan. Alat-alat analisis yang sering digunakan untuk analisis profitabilitas adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas (Profitability Ratio) merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukan dari laba yang dihasilkan dari penjualan atau dari pendapatan investasi (Kasmir, 2013:199). 2.1.6.1 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas Suatu perusahaan dalam menilai tingkat kinerja profitabilitasnya dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangannya dengan menganalisis dan menghitung
rasio-rasio
dalam
kinerja
26
keuangannya.
Pertumbuhan
nilai
perusahaan hanya bisa tercapai apabila profitabilitas perusahaan meningkat pada saat garis maksimum. Tujuan dari penggunaan rasio profitabilitas bagi suatu perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan menurut Kasmir (2012 : 196) yaitu: 1) Mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode tertentu. 2) Menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3) Menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4) Mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 5) Mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan. Manfaat Profitabilitas 1) Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode. 2) Mengetahui posisi laba tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu 4) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri maupun modal pinjaman.
2.1.7
Risk Deposit Ratio Rasio keuangan yang digunakan oleh bank dengan perusahaan nonbank
sebenarnya relatif tidak jauh berbeda. Perbedaannya terutama terletak pada jenis rasio yang digunakan untuk menilai suatu rasio yang jumlahnya lebih banyak. Hal
27
ini wajar saja karena komponen neraca dan laporan laba rugi yang dimiliki bank berbeda dengan laporan neraca dan laba rugi perusahaan nonbank. Bank merupakan perusahaan keuangan yang bergerak dalam memberikan layanan keuangan yang mengandalkan kepercayaan dari masyarakat dalam mengelola dananya. Risiko yang dihadapi bank jauh lebih besar ketimbang perusahaan nonbank sehingga beberapa rasio dikhususkan untuk memerhatikan rasio. Ada beberapa jenis rasio keuangan yang digunakan oleh bank, salah satunya rasio likuiditas bank. Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya saat ditagih. Dengan kata lain, bank dapat membayar kembali pencairan dana para deposannya pada saat ditagih serta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio ini, semakin likuid. Untuk melakukan pengukuran rasio ini, terdapat beberapa jenis rasio yang masing-masing memiliki maksud dan tujuan tersendiri. Adapun jenis-jenis rasio likuiditas adalah sebagai berikut : 1. Quick ratio Quick ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya terhadap para deposan (pemilik simpanan giro, tabungan, dan deposan) dengan harta yang paling likuid yang dimiliki oleh bank. Untuk menghitung quick ratio dapat menggunakan rumus sebagai berikut : Quick ratio =
πΆππ π ππ π ππ‘ πππ‘ππ πππππ ππ‘
x 100%
28
2. Investing Policy Ratio Investing policy ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajibannya kepada para deposannya dengan cara melikuidasi surat-surat berharga yang dimilikinya. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung investing policy ratio : Investing Policy Ratio =
ππππ’πππ‘πππ πππ‘ππ πππππ ππ‘
x 100%
3. Banking Ratio Banking ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank dengan membandingkan jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah deposit yang dimiliki. Makin tinggi rasio ini, tingkat likuiditas bank makin rendah karena jumlah dana yang digunakan untuk membiayai kredit makin kecil, demikian pula sebaliknya. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung banking ratio : Banking ratio =
πππ‘ππ πΏππππ πππ‘ππ π·ππππ ππ‘
x 100%
4. Asset to Loan Ratio Asset to loan ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah harta yang dimiliki bank. Makin tinggi tingkat rasio, menunjukkan makin rendahnya tingkat likuiditas bank. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung asset to loan ratio: Asset to loan ratio =
πππ‘ππ πΏππππ πππ‘ππ π΄π π ππ‘π
x 100%
29
5. Investment Portofolio Ratio Investment portofolio ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas dalam investasi pada surat-surat berharga. Untuk menghitung rasio ini, sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu securities yang jatuh waktunya kurang dari satu tahun, yang digunakan untuk menjamin deposito nasabah jika ada. 6. Cash ratio Cash ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likuid yang dimiliki bank tersebut. Rumus untuk menghitung cash ratio adalah : Cash ratio =
πΏπππ’ππ π΄π π ππ‘π πππππ‘ ππππ π΅πππππ€πππ
x 100%
7. Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Besarnya loan to deposit ratio menurut peraturan pemerintah maksimum adalah 110%. Rumus untuk menghitung loan to deposit ratio adalah : Loan to Deposit Ratio =
πππ‘ππ πΏπππ πππ‘ππ π·ππππ ππ‘ +πΈππ’ππ‘π¦
x 100
8. Pengukuran Risiko-risiko a. Investment Risk Ratio Investment risk ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur risiko yang digunakan untuk mengukur risiko yang terjadi
30
dalam investasi surat-surat berharga, yaitu dengan membandingkan harga pasar surat berharga dengan harga nominalnya. Makin tinggi rasio ini berarti makin besar kemampuan bank dalam menyediakan alat-alat likuid. Untuk mengetahui rasio, yang harus diketahui terlebih dahulu adalah harga pasar securities yang dibeli serta harga nominalnya. Rumus untuk menghitung investment risk ratio adalah : Investment risk ratio =
ππππππ‘ ππππ’π ππ ππππ’πππ‘πππ ππ‘ππ‘πππππ‘ ππππ’π ππ ππππ’πππ‘πππ
x 100%
b. Liquidity Risk Liquidity risk merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur risiko yang dihadapi bank apabila gagal untuk memenuhi kewajiban para deposaanya dengan harta likuid yang dimilikinya. Rumus untuk menghitung liquidity risk adalah : Liquidity risk =
πΏπππ’ππ π΄π π ππ‘π βπππππ‘ ππππ π΅πππππ€πππ πππ‘ππ π·ππππ ππ‘
x 100%
c. Credit Risk Ratio Credit risk ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur risiko terhadap kredit yang disalurkan dengan membandingkan kredit macet dengan jumlah kredit yang disalurkan. Rumus untuk menghitung credit risk ratio adalah : Credit risk ratio =
π΅ππ π·πππ‘π πππ‘ππ πΏππππ
x 100%
31
d. Deposit Risk Ratio Deposit risk ratio merupakan risiko yang menunjukkan kemungkinan kegagalan bank dalam memenuhi kewajiban kepada para deposannya diukur dengan jumlah permodalan yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Rasio ini digunakan untuk mengukur risiko kegagalan bank dalam membayar kembali deposannya (Kasmir, 2014:228).
2.1.8
Legal Reserve Requirement (LRR) Pemenuhan Giro wajib Minimum (GWM) atau reserve requirement atau
disebut statutory reserve sejak 2004 mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
No.7/49/PBI/2005.
Dalam
perkembangannya,
Bank
Indonesia
mengganti aturan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam valuta rupiah dan valuta asing. Namun tidak berselang lama, Bank Indonesia juga menerbitkan perubahan PBI No. 10/19/PBI/2008 melalui PBI No.10/25/PBI/2008. Oleh karena itu dalam menentukan Giro Wajib Minimum di Indonesia tidak lepas dari PBI tahun 2008 yang berlaku saat ini. Legal Reserve Requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia atau yang lebih dikenal juga dengan likuiditas wajib
32
minimum adalah sejumlah tertentu alat likuid yang harus tetap berada di bank untuk memenuhi likuiditas bank tersebut. Sebagai salah satu instrument utama untuk mengatur jumlah uang yang beredar penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar, jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya hanya 10%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat mengalirkan pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima perbankan. Dengan demikian angka multiplier uang dari sistem perbankan adalah 10. Bila rasio cadangan wajib diperbesar menjadi 20%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, sistem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar 80%. Angka multiplikasi uang dari sistem perbankan menurun menjadi 5, dengan demikian jumlah uang beredar di masyarakat akan berkurang. Sebaliknya yang terjadi bila pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Sebab penurunan rasio tersebut akan memperbesar angka multiplikasi uang, yang berarti akan meningkatkan jumlah uang beredar (Rahardja dan Manurung, 2008:249). Berdasarkan Peraturan BI No. 10/25/PBI/2008 tentang GWM bagi Bank Umum dalam rupiah dan valuta asing tanggal 23 Oktober 2008, primary reserve yang ditetapkan oleh Bank Indonesia minimal 5% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK), secondary reserves 2,5% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK), dan 1% dari total DPK untuk valuta asing.
33
2.1.9
Ukuran Perusahaan Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi menjadi 3 kategori yang
didasarkan kepada total asset perusahaan yaitu perusahaan besar (large firm), dan perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm) (Machfoedz, 1994). Menurut Sujianto (2001) dalam Ardi Murdoko Sudarmadji dan Lana Sularto (2007) menyatakan bahwa size (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan dikenal dalam masyarakat. Dari ketiga variabel ini, nilai aktiva lebih stabil dibanding dengan nilai kapitalisasi pasar dan penjualan dalam mengukur perusahaan. Penggunaan total aktiva sebagai alat ukuran perusahaan didasarkan pada penelitian Hasan dan Bashir (2003), Nugraheni dan Hapsoro (2007), dan Arini (2009). Menurut Jogiyanto (2001:195) ukuran perusahaan dapat ditentukan berdasarkan total aktiva perusahaan sesuai laporan keuangan terakhir perusahaan. Bagi perusahaan yang memiliki total aset yang besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan (maturity), sehingga aliran kas positif karena tidak banyak kebutuhan dana untuk investasi dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu relatif lama.
34
2.2
Penelitian Terdahulu Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
penelitian ini yaitu penelitian Sidik (2012) yang berjudul βAnalisis Pengelolaan Liquidity Risk, Credit Risk Ratio, Deposit Risk Ratio, Capital Ratio, Risk Asset Ratio Terhadap ROA (Pada 15 Bank Yang Berasset Diatas 1% Perbankan Nasional dengan Tahun Buku 2007-2011)β menyatakan bahwa Deposit Risk Ratio berpengaruh positif terhadap ROA. Selain itu adapun penelitian yang dilakukan oleh Husnah (2006) yang berjudul βAnalisis Penggunaan Dana Bank Loan to Deposit Ratio dan Saldo Giro 26 Wajib Minimum Pengaruhnya terhadap Rentabilitas PT. Bank Tabungan Negara (Persero) di Indonesia yang menyatakan bahwa GWM berpengaruh positif terhadap ROA. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Husnah, penelitian Mabruroh (2004) yang berjudul βManfaat dan Pengaruh Rasio Keuangan dalam Analisis Kinerja Keuangan Perbankanβ menunjukkan adanya pengaruh positif antara GWM terhadap ROA. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan Tiara Kusuma Hapsari (2011) yang berjudul β Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO, LDR, GWM, dan Rasio Konsentrasi terhadap ROA Studi Empiris Pada Bank Umum yang Listing di BEI 2005-2009β menyatakan bahwa GWM berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muthia (2014) yang berjudul βAnalisis
Pengaruh
Rasio
Keuangan
Terhadap
ROA
pada
Perbankan
Konvensional yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2012 menyatakan bahwa GWM tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
35
Hasil penelitian Nugraheni dan Hapsoro (2007) yang berjudul βPengaruh Rasio Keuangan Camel, Tingkat Inflasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakartaβ juga penelitian Arini (2009) yang berjudul βAnalisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, KAP, Likuiditas dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Kinereja Keuangan Bank Syariah Periode 2005-2008β mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap ROA. penelitian Alper et al. (2011) dalam Bank Specific And Macroeconomic
Determinants
of
Commercial
Bank
Profitability,
juga
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Namun, penelitian yang dilakukan Aremu dkk. (2013) yang berjudul β Determinants of Banksβ Profitability in Developing Economy Evidence from Nigerian Banking Industryβ menemukan bahwa ukuran bank tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank (ROA), studi pada bank di Nigeria. Begitupula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kosmidou (2008) serta Dietrich dan Wanzenreid (2009) yang mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap ROA. Secara ringkas, hasil penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu dapat disajikan dalam Tabel 2.1 berikut ini :
36
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul
Variabel Penelitian
Sidik (2012)
Analisis Pengelolaan Liquidity Risk, Credit Risk Ratio, Deposit Risk Ratio, Capital Ratio, Risk Asset Ratio Terhadap ROA (Pada 15 Bank Yang Berasset Diatas 1% Perbankan Nasional dengan Tahun Buku 2007-2011)
Liquidity Risk, Credit Risk Ratio, Deposit Risk Ratio, Capital Ratio, Risk Asset Ratio
Husnah (2006)
Analisis Penggunaan Dana Bank Loan to Deposit Ratio dan Saldo Giro 26 Wajib Minimum Pengaruhnya terhadap Rentabilitas PT. Bank Tabungan Negara (Persero) di Indonesia
Mabruroh (2004)
Manfaat dan Pengaruh Rasio Keuangan dalam Analisis Kinerja Keuangan Perbankan, 2004) Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO, LDR, GWM Dan Rasio Konsentrasi terhadap ROA (Studi Empiris Pada Bank Umum yang Listing di BEI (2005-2009
Tiara Kusuma Hapsari (2011)
37
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan Liquidity risk berpengaruh signifikan terhadap ROA, Credit Risk berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA, Deposit Risk Ratio berpengaruh positif terhadap ROA, Capital Ratio berpengaruh positif terhadap ROA dan Risk Asset Ratio berpengaruh negatif terhadap ROA ROA, GWM, LDR Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kredit dan saldo giro di BI memiliki pengaruh sebesar 33,4% terhadap rentabilitas, dan 66,6% dipengaruhi oleh variabel di luar penelitian. Namun, bila secara parsial, kredit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas. CAR, NPL, ROA, Kedelapan variabel ROE, LDR, BOPO, tersebut berpengaruh GWM, NIM positif terhadap kinerja perbankan CAR, NPL, BOPO, BOPO memiliki LDR, GWM Dan Rasio pengaruh negatif Konsentrasi signifikan terhadap ROA. Terdapat pengaruh positif antara LDR dan ROA, serta GWM dan ROA. Sedangkan variabel lain tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap ROA
Peneliti
Judul
Variabel Penelitian
Muthia (2014)
Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap ROA Pada Perbankan Konvensional yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 20102012
CAR, LDR, GWM, NIM, BOPO, ROA
Aremu (2013)
Determinants of Banksβ Profitability in Developing Economy: Evidence from Nigerian Banking Industry.
BOPO, LDR, Inflasi, ukuran perusahaan, CAR, ROA
Kusmidou (2008)
The Determinans of Bank Performance in China
ROA, Rasio biaya, Permodalan, Likuiditas, KAP, Total Aktiva Relatif, Total Aktiva.
Dietrich dan Wanzereid (2009)
What Determines The Profitability of Commercial Banks? New Evidence Fom Switzerland.
ROA, ROE, rasio biaya, permodalan, likuiditas, KAP, pertumbuhan DPK, pertumbuhan relatif bank, pajak, pertumbuhan PDB, kapitalisasi pasar, konsentrasi
Riska Irva Arini (2009)
Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, KAP, Likuiditas, dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah Periode 20052008
ROA, Ukuran Perusahaan, KAP, Likuiditas, dan Tingkat Suku Bunga.
Sumber : Data Sekunder yang diolah (2015)
38
Hasil Penelitian Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa CAR, LDR, GWM, NIM, dan BOPO secara simultan berpengaruh terhadap ROA. Namun secara parsial CAR, LDR, GWM, NIM dan BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa LDR, CAR, BOPO, inflasi dan ukuran perusahaan secara parsial tidak signifikan terhadap profitabilitas bank, Ukuran relatif perusahaan, rasio biaya berpengaruh negatif terhadap ROA. Permodalan, total aktiva, inflasi dan pertumbuhan PDB berpengaruh positif terhadap ROA. Modal dan pertumbuhan PDB berpengaruh positif tehadap ROA, ROE. Ukuran perusahaan, rasio biaya, pajak dan konsentrasi berpengaruh negatif terhadap ROA dan ROE Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap ROA. KAP dan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap ROA. variabel likuiditas tidak berpengaruh terhadap ROA.
2.3
Hipotesis Penelitian
2.3.1
Hubungan Risk dengan Profitabilitas Risk deposit ratio (risiko deposito) merupakan resiko yang menunjukkan
kemungkinan kegagalan bank dalam memenuhi kewajiban kepada para nasabah yang menyimpan dananya, diukur dengan jumlah permodalan yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Menurut Kasmir (2002 : 65) bahwa dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dapat berupa giro, tabungan dan deposito. Permasalahan modal adalah berapa modal yang harus disediakan oleh pemilik sehingga keamanan pihak ketiga dapat terjaga. Modal juga digunakan untuk menambah aktiva yang ada untuk menciptakan profit, modal yang terlalu besar akan dapat mempengaruhi jumlah perolehan laba. Modal yang terlalu kecil disamping akan membatasi kemampuan ekspansi bank juga akan mempengaruhi penilaian khususnya para deposan, debitur, dan pemegang saham. Semakin besar rasio ini maka kemungkinan bank bermasalah semakin kecil sehingga kemampuan bank dalam memperoleh laba akan semakin baik. Dengan kata lain semakin kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang diperoleh bank. Menurut Sharpe (1997 : 211) dan Ivana (2005 : 16), pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial
39
politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan. Hasil penelitian Sidik (2012) dalam Analisis Pengelolaan Liquidity Risk, Credit Risk Ratio, Deposit Risk Ratio, Capital Ratio, Risk Asset Ratio Terhadap ROA menyatakan bahwa Deposit Risk Ratio berpengaruh positif terhadap ROA. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut : H1 :
Risk deposit ratio berpengaruh positif terhadap profitabilitas pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.
2.3.2
Hubungan Legal Reserve Requirement dengan profitabilitas Terciptanya stabilitas moneter merupakan hal yang sangat diperlukan
dalam rangka mewujudkan kondisi perekonomian yang stabil. Untuk menciptakan stabilitas moneter diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan global yang berpotensi menimbulkan kekurangan likuiditas perbankan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai stabilitas moneter adalah melalui pengaturan likuiditas perbankan. Dalam melakukan pengaturan likuiditas perbankan, salah satu piranti moneter yang dapat digunakan adalah melalui penetapan kebijakan giro wajib minimum yang merupakan perbandingan antara saldo giro Bank yang wajib
40
ditempatkan pada Bank Indonesia ditambah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa SBI, SUN, dan/atau Excess Reserve terhadap dana pihak ketiga yang dimiliki Bank (Muthia, 2014). Legal Reserve requirement (LRR) adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum (GWM) berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank sentral atau lebih dikenal juga dengan likuiditas wajib minimum atau legal reserve requirement (LRR). Ketentuan LRR dibedakan dalam dua kategori perhitungan yaitu likuiditas wajib rupiah dan likuiditas wajib dalam valuta asing. Legal Reserve requirement (LRR) merupakan implicit tax bagi bank, karena bank komersial didorong untuk menyimpan asetnya di Bank Sentral yang merupakan non earning reserve (Ahmed, 1987). Berdasarkan hasil penelitian Husnah (2006) dan Mabruroh (2004) membuktikan adanya hubungan positif antara legal reserve requirement atau giro wajib minimum (GWM) dan ROA pada kasus perbankan di Indonesia. Sejalan dengan penelitian Husnah dan Mabruroh, penelitian yang dilakukan Tiara Kusuma Hapsari (2011) menyatakan bahwa GWM berpengaruh signifikan terhadap ROA. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Muthia (2014) menyatakan bahwa GWM tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Peningkatan pada GWM akan meningkatkan ketahanan bank terhadap krisis finansial, sehingga membuat perbankan nasional semakin kuat dan sehat. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut :
41
H2 :
Legal Reserve Requirement (LRR) berpengaruh positif terhadap
profitabilitas pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.
2.3.3
Hubungan ukuran perusahaan terhadap profitabilitas Ukuran perusahaan adalah rataβrata total penjualan bersih untuk tahun
yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian (Brigham dan Houston 2001:117). Sedangkan menurut Ferry dan Jones (dalam Sujianto, 2001), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rataβrata total penjualan dan rataβrata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari krediturpun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki probabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Selain itu, perusahaan besar dan mapan mudah masuk ke dalam pasar modal dan mampu menarik minat investor dibandingkan dengan perusahaan kecil (Hesti, 2010). Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap
42
perubahan yang mendadak. Oleh karena itu, memungkinkan perusahaan besar tingkat leveragenya akan lebih besar dari perusahaan yang berukuran kecil. Penelitian Alper et al. (2011) dalam Bank Specific And Macroeconomic Determinants of Commercial Bank Profitability menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Namun penelitian yang dilakukan Aremu dkk. (2013) yang berjudul β Determinants of Banksβ Profitability in Developing Economy Evidence from Nigerian Banking Industryβ menemukan bahwa ukuran bank tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank (ROA), studi pada bank di Nigeria. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut : H3 :
ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.
43