BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang uraian pemecahan masalah yang akan ditemukan pemecahannya melalui pembahasanpembahasan secara teoritis. Landasan teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini dalam memecahkan permasalahan yang ada adalah teori etika.
2.1.1 Teori Etika Menurut Sukrisno (2009) ada banyak teori etika yang berkembang, sehingga harus dibuat pembedaannya secara garis besar. Sukrisno membedakan teori etika sebagai berikut: 1) Teori Egoisme Teori ini menjelaskan bahwa tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Hal ini bertentangan dengan teori altruism, yaitu tindakan yang peduli pada orang lain atau lebih mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan diri sendiri. 2) Teori Utilitarianisme Menurut Velasquez (2006) utilitarianisme “A general term for any view that holds that actions and policies should be evaluated on the basis of the benefits and costs the will impose on society”. Dipelopori oleh David Hume, teori ini memandang bahwa suatu tindakan dikatakan baik jika memberi
14
manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Jadi ukuran baik buruknya tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, dan tujuan dari tindakan tersebut, apakah memberikan manfaat atau tidak. 3) Teori Deontologi (teori kewajiban) Dipelopori oleh Emmanuel Kant (1724 - 1804), teori deontologi adalah teori filsafat moral yang mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya. Etika deontologis juga sering disebut sebagai etika yang tidak menganggap akibat tindakan sebagai faktor yang relevan untuk diperhatikan dalam menilai moralitas suatu tindakan. 4) Teori Hak Teori ini berhubungan dengan teori kewajiban. Ada hak ada kewajiban. Dipelopori oleh Emmanuel Kant. Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia. 5) Teori Keutamaan Teori ini berangkat dari sifat - sifat atau karakter yang dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai sifat manusia utama. 6) Teori Etika Teonom. Teori ini mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Tuhan. Menurut Bosco dan Mittone (2007) yang meneliti bahwa penggelapan pajak oleh perusahaan dianggap tidak beretika lebih didasarkan karena moral bukan karena budaya. Moral lebih mandasari manusia merasa berdosa jika tidak
15
membayar pajak sesuai dengan yang seharusnya. Bosco menyoroti pandangan etika dari dua teori yaitu Kant dan Altruistic Approach. Penggelapan pajak dipandang dari teori etika sebagai berikut: 1) Teori Egoisme Jika dilihat dari teori egoisme, tindakan penggelapan pajak ini tidak bisa dikategorikan melanggar. Karena tindakan mementingkan diri sendiri bukan merupakan pelanggaran etika. Jadi perusahaan dan pegawai pajak dikategorikan tindakan mementingkan diri sendiri. 2) Teori Etika Hak dan Kewajiban (Emanuel Kant) Teori etika yang dikemukakan oleh Kant adalah teori hak dan kewajiban. Tepat sekali kalau masalah penggelapan pajak ini dikaitkan dengan teori hak dan kewajiban. Membayar pajak merupakan kewajiban perusahaan kepada negara, dan kewajiban negara untuk mempergunakan dana pajak dalam menyediakan fasilitas umum yang akan digunakan semua orang. Hak perusahaan untuk menikmati fasilitas umum yang disediakan oleh negara dan
hak
negara
menerima
pendapatan
pajak
untuk
membiayai
pembangunan. Penggelapan pajak berarti perusahaan tidak melakukan kewajibannya dengan baik, karena jumlah pajak yang dibayarkan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Dia menikmati fasilitas sama dengan perusahaan yang lain tetapi membayar pajaknya lebih kecil dari perusahaan lain. Jika pajak yang digelapkan digunakan untuk menyuap aparat pajak maka akan ada pelanggaran lagi, uang suap tersebut diterima oleh petugas yang semestiya bukan haknya, tetapi hak negara yang seharusnya digunakan
16
untuk masyarakat banyak tetapi karena dikorupsi petugas maka akan menjadi milik pribadi. Ada pelanggaran terhadap hak warga masyarakat yang lain. 3) Teori Etika Altruistik Altruistic approach (Bosco, 2007) adalah suatu tindakan yang peduli pada orang
lain
atau
mengutamakan
kepentingan
orang
lain
dengan
mengorbankan kepentingan dirinya. Perusahaan membayar pajak agar bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyatnya oleh negara. Kepentingan perusahaan dengan kepentingan negara secara umum lebih luas kepentingan negara, lebih banyak orang yang memanfaatkan dana tersebut dibandingkan jika tetap ada diperusahaan. Jika terjadi penggelapan pajak maka dana yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak, hanya dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Memperkaya diri sendiri, jika ada kesepakatan antara petugas dengan perusahaan untuk menggelapkan pajak. Petugas dan perusahaan melanggar etika karena mementingkan diri sendiri dibanding kepentingan banyak orang. 4) Teori Utilitarianisme Dalam teori utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu demi kemanfaatan bagi orang banyak adalah diperbolehkan. Pemerintah berhak menekan perusahaan untuk membayar pajak, karena dana yang terkumpul digunakan untuk kesejahteraan orang yang lebih banyak. Jika dikaitkan dengan penggelapan pajak maka dana pajak yang seharusnya diterima oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
17
rakyat tidak bisa terwujud. APBN yang sebagian besar dananya berasal dari pajak, karena adanya perusahaan yang melakukan tax avoidance dan tax evasion dana yang terkumpul tidak mencukupi. Berarti ada pelanggaran terhadap hak orang lain. Orang miskin dan anak-anak terlantar tidak bisa dibiayai oleh negara karena dananya digelapkan. 5) Teori Tindakan Utama Sifat utama dalam bisnis adalah kejujuran, kewajaran, kepercayaan, dan keuletan. Penggelapan pajak adalah merupakan tindakan yang tidak jujur, melanggar kepercayaan, dan bukan perbuatan wajar, baik yang dilakukan oleh wajib pajak maupun aparat pajaknya. Sehingga ketidaksesuaian ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etika. 6) Teori Etika Teonom Penggelapan pajak merupakan tindakan melanggar agama, karena dalam agama dianjurkan untuk memberikan yang kita punya untuk membantu sesama. McGee (2007) menjelaskan bahwa dalam berbagai agama (Islam, Hindu, Kristen, Katolik) pembayaran pajak diperbolehkan dan dianjurkan. Berarti jika tidak melakukan pembayaran pajak sesuai dengan yang seharusnya adalah tindakan tidak beretika, bertentangan dengan agama.
2.1.2 Pengertian Pajak Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang mengatur tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah kontribusi wajib
18
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur- unsur : 1) Iuran dari rakyat kepada rakyat Pihak yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang/jasa). 2) Sifatnya dapat dipaksakan. 3) Berdasarkan undang- undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang- undang serta atuaran pelaksanaanya. 4) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjukan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 5) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.3 Fungsi Pajak Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Berton (2007:12), pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu: 1) Fungsi Anggaran (budgetair) Fungsi anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai
19
dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. 2) Fungsi Mengatur (regulerend) Fungsi mengatur (regulerend) adalah suatu fungsi bahwa pajak- pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. 3) Fungsi Demokrasi Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintahan dan penggunaan demi kesejahteraan masyarakat. 4) Fungsi Redistribusi Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2007:22), sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi empat yaitu : 1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
20
2) Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. 3) Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. 4) Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkan kepada fiskus. Pelaksanaan official assessment system telah berakhir pada tahun 1967 yaitu dengan dikeluarkannya Undang- undang Nomor 8 Tahun 1967. Tahun 1967 sampai dengan 1983 masih menggunakan semi self assessment system dan witholding system secara penuh dalam sistem pemungutan pajak Indonesia yaitu dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang mulai berjalan pada 1 Januari 1984.
2.1.5 Pengertian Tindakan Penghindaran Pajak Definisi pajak menjelaskan bahwa pajak memiliki peran penting dalam membantu mendanai penyelenggaraan pemerintahan. Meskipun pajak memiliki manfaat sangat besar bagi negara, rupanya tak serta merta wajib pajak dengan
21
suka rela membayar pajaknya. Hal ini disebabkan oleh ciri khas pajak yang tidak memberikan imbal jasa atau kontra-prestasi langsung kepada pembayar pajak. Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang suka rela membayar pajak sehingga wajib pajak selalu berusaha meringankan beban pajaknya melalui beberapa cara penghindaran pajak seperti tax planning dan tax evasion (Mills, Erickso dan Maydew, 2008) dalam Nurul Farida et al (2014). Tax evasion adalah upaya penghindaran pajak secara ilegal seperti pembayaran pajak dengan cek kosong ataupun pembukuan ganda (double book keeping). Sedangkan tax planning adalah upaya penghindaran pajak melalui cara yang legal namun menyalahi esensi dari undang-undang perpajakan. Pemberian kewenangan kepada wajib pajak dalam menghitung sendiri kewajiban pajaknya melalui pemberlakuan self assessment system ini memiliki konsekuensi, yaitu petugas pajak khususnya yang berkaitan langsung dengan penggalian potensi memiliki tanggung jawab lebih besar dalam mengurangi praktik penghindaran pajak. Hal yang perlu dilakukan aparat pajak adalah dengan melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang lebih ketat. Salah satu hal penting yang harus selalu diawasi oleh petugas pajak adalah laporan keuangan wajib pajak. Heber (2010) dalam Mulyani (2013), mendefinisikan penghindaran pajak sebagai upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang (loopholes) yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga wajib pajak membayar pajak lebih rendah dari seharusnya.
22
Slemrod dan Yitzhaki (2012) dalam Puspita (2014), karakteristik yang membedakan penghindaran pajak dari penggelapan pajak (tax evasion) adalah legalitasnya. Sehingga disimpulkan bahwa penggelapan pajak adalah tindakan yang ilegal atau menyalahi peraturan yang berlaku. Sedangkan penghindaran pajak tidak melanggar pertauran yang berlaku, atau legal, namun menyalahi maksud sebenarnya dari peraturan yang ada. Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Puspita (2014) mengatakan bahwa tidak ada definisi penghindaran pajak yang dapat diterima secara universal. Penghindaran pajak sering diasosiasikan sebagai suatu rangkaian strategi perencanaan pajak. Semakin banyak celah peraturan yang dimanfaatkan, maka semakin agresif penghindaran pajaknya yang dilakukan perusahaan. Selanjutnya penelitian ini akan menggunakan istilah penghindaran pajak untuk mendefinisikan upaya perusahaan meminimalkan beban pajaknya secara luas. Peneliti mengalami kesulitan dalam mengukur penghindaran pajak secara langsung. Hal ini disebabkan segala informasi perpajakan seperti data pembayaran, surat pemberitahuan pajak masa maupun tahunan sifatnya rahasia. Dengan keterbatasan tersebut maka peneliti melakukan pengukuran atas penghindaran pajak menggunakan pendekatan tidak langsung yakni melalui laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan. Penghindaran pajak dalam penelitian ini diukur menggunakan proksi effective tax rate (ETR). Frank et al (2009) menggunakan proksi ETR untuk mengukur tingkat penghindaran pajak dalam penelitiannya karena dianggap dapat merefleksikan perbedaan tetap antara perhitungan laba buku dengan laba fiskal.
23
Selain ETR, penghindaran pajak juga dapat diproksikan dengan Book Tax Difference (BTD). Hubungan antara ETR dan BTD berkebalikan. Pada perusahaan dengan tingkat penghindaran pajak yang agresif, BTD cenderung tinggi dan ETR cenderung rendah. Effective tax rate (ETR) mengukur pembayaran pajak penghasilan perusahaan sebagai persentase dari keuntungan ekonominya (laba bersih komersial). Ketika perusahaan melakukan penghindaran pajak melalui pengalihan pendapatan ke luar negeri agar terbebas dari pajak, mengakui depresiasi asset lebih cepat dari penurunan aktual, atau mengklaim kredit pajak untuk pembelian usaha tertentu, maka saat itu penghasilan kena pajak akan jauh berada di bawah keuntungan ekonomi (laba sebelum pajak). Hal ini menyebabkan Effective tax rate (ETR) perusahaan berada di bawah tingkat pajak menurut hukum (Statutory Tax Rate). Semakin jauh Effective tax rate (ETR) suatu perusahaan dari Statutory Tax Rate, semakin banyak celah peraturan yang dimanfaatkan perusahaan, maka semakin agresif penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan. Hal ini menjadikan ETR sebagai proksi yang sering digunakan dalam mengukur tingkat penghindaran pajak. Hanlon dan Heitzman (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa karakteristik perusahaan telah sering dikaitkan secara empiris sebagai faktor determinan dari tindakan penghindaran pajak. Pada tahun 2014, Amy Fontanela dan Dwi Martani mengukur karakteristik perusahaan melalui lima faktor determinan penghindaran pajak yang terdiri dari likuiditas (Current Ratio), leverage (Debt to Equity Ratio), profitabilitas (Return On Asset), ukuran
24
perusahaan (Assets), dan kualitas laba (Earning Quality). Kemudian pada tahun 2015 muncul penelitian terbaru oleh Amanda Nguyen dari Australia yang membuktikan bahwa beban iklan juga merupakan faktor determinan penghindaran pajak perusahaan.
2.1.6 Pengertian Karakteristik Perusahaan Karakteristik perusahaan merupakan ciri khas yang melekat pada suatu perusahaan, yang dapat dilihat dari berbagai faktor antara lain jenis usaha, struktur kepemilikan, likuiditas, profitabilitas, ukuran perusahaan, dan sebagainya (Sidharta dan Christanti, 2007). Karakteristik perusahaan dalam penelitian ini akan dilihat dan diukur menggunakan lima faktor berikut ini: 1) Likuiditas. Likuiditas digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Munawir, 2002). Peneliti menggunakan current ratio sebagai proksi likuiditas perusahaan. Current ratio merupakan alat yang paling sering digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan melunasi hutang lancarnya. Perusahaan yang memiliki likuiditas buruk berarti memiliki hutang jangka pendek yang lebih besar dari aset lancarnya (Tunggal, 2005). Hal ini membuat perusahaan cenderung mengalami kesulitan dalam menanggung beban-beban keuangan perusahaan, termasuk salah satunya beban pajak yang dapat memicu perusahaan melakukan penghematan atas beban keuangan termasuk salah satunya melakukan penghindaran pajak.
25
2) Leverage. Riyanto (2011:375) menyebutkan leverage adalah penggunaan sejumlah asset atau dana oleh perusahaan dimana dalam penggunaan asset atau dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap. Penggunaan asset pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi pemegang saham. Peneliti menggunakan DER sebagai proksi leverage perusahaan. Sri Mulyani (2013) menyebutkan bahwa perusahaan yang menggunakan hutang akan memiliki beban bunga yang harus dibayar. Sedangkan dalam Peraturan perpajakan, yakni dalam pasal 6 ayat 1 angka 3 Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat dikurangkan terhadap penghasilan kena pajak perusahaan. Peraturan ini memiliki implikasi bahwa semakin besar beban bunga yang dimiliki perusahaan, semakin besar pengurang penghasilan kena pajak. Selain itu, perusahaan dengan leverage yang tinggi berarti memiliki hutang yang lebih banyak dibanding ekuitasnya. Hal ini dapat membuat perusahaan mengalami kesulitan dalam menanggung beban hutang berupa pokok dan bunga. Kesulitan menanggung beban hutang ini mampu menggiring perusahaan untuk melakukan penghematan beban pajak dengan cara melakukan penghindaran pajak. 3) Profitabilitas. Profitabilitas merupakan rasio yang sering digunakan untuk mengukur kinerja perusahaaan. Semakin tinggi profitabilitas, semakin baik kinerja perusahaan menggunakan asetnya untuk mendapatkan laba bersih. Hal ini disebabkan karena perusahaan dengan tingkat efisiensi yang tinggi dan memiliki
26
pendapatan yang tinggi cenderung menghadapi beban pajak yang lebih rendah. Perusahaan yang memiliki pendapatan tinggi berhasil memanfaatkan keuntungan dari adanya insentif pajak dan pengurang pajak yang lain (Darmadi, 2013). Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang baik memiliki kesempatan untuk memposisikan diri dalam tax planning yang dapat mengurangi beban pajak perusahaan (Chen et al. 2010). Peneliti menggunakan ROA sebagai proksi profitabilitas perusahaan. 4) Ukuran perusahaan. Richardson dan Lanis (2007) mengatakan bahwa semakin besar ukuran perusahaan semakin besar kecenderungan melakukan penghindaran pajak. Hal ini dibuktikan dengan adanya ETR yang rendah. Kecenderungan melakukan penghindaran pajak ini disebabkan karena perusahaan berukuran besar cenderung memiliki sumber daya lebih besar dibanding perusahaan yang berukuran kecil dalam melakukan pengelolaan beban pajak. Sumber daya manusia yang ahli dalam perpajakan misalnya, diperlukan perusahaan agar dalam pengelolaan pajak yang dilakukan perusahaan dapat maksimal untuk menekan beban pajaknya. Sedangkan perusahaan berukuran kecil tidak dapat optimal dalam mengelola pajaknya dikarenakan kekurangan sumber daya untuk memperoleh bantuan ahli perpajakan (Nicodeme: 2007) dalam Darmadi (2013). Peneliti menggunakan ln total asset sebagai proksi ukuran perusahaan. 5) Kualitas laba (earning quality). Kualitas laba merupakan indikator dari kualitas informasi keuangan. Kualitas informasi keuangan yang tinggi berasal dari tingginya kualitas pelaporan
27
keuangan. Bellovary et al. (2005) mendefinisikan kualitas laba sebagai kemampuan laba dalam merefleksikan kebenaran laba perusahaan dan membantu memprediksi laba mendatang, dengan mempertimbangkan stabilitas dan persistensi laba. Laba mendatang merupakan indikator kemampuan membayar deviden masa mendatang. Hanlon (2005) dalam Fontanela dan Martani (2014) mengemukakan bahwa perusahaan dengan book tax different yang besar memiliki persistensi laba yang rendah. Semakin buruk kualitas laba sebuah perusahaan maka semakin besar penghindaran pajak yang dilakukan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perusahaan tidak mampu menjaga kualitas laba operasional yang baik secara terus menerus sehingga terdesak untuk melakukan penghindaran pajak.
2.1.7 Pengertian Beban Iklan Beban iklan adalah beban yang dikeluarkan perusahaan sehubungan dengan segala kegiatan untuk mempromosikan dan memasarkan produk baik berupa barang maupun jasa. Amanda Nguyen (2015) menyebutkan bahwa perusahaan yang memiliki perhatian terhadap reputasinya, dicirikan dengan perusahaan yang memiliki beban iklan yang tinggi, memiliki kecenderungan yang lebih rendah dalam melakukan penghindaran pajak. Hal ini disebabkan perusahaan yang memiliki reputasi yang baik cenderung menjadi sorotan publik termasuk aparat pajak. Sehingga perusahaan lebih berhati-hati dan memilih menghindari kesalahan karena potensi untuk menghadapi pemeriksaan pajak cukup besar.
28
2.1.8 Penelitian Sebelumnya Amanda Nguyen (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Product Market advertising and Corporate tax Aggressiveness” mengungkapkan bahwa biaya non perpajakan yang timbul dari kerusakan potensi reputasi dan dampak politis dari pemberian label “poor corporate citizen” memberikan dampak signifikan terhadap aktifitas manajemen pajak pada perusahaan yang beriklan secara intensif. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa perusahaan yang beriklan secara intensif memiliki kecenderungan yang lebih rendah dalam melakukan perencanaan pajak yang ekstrim. Higgins dan Omer (2011) dalam penelitian yang berjudul “Does a Firm’s Business Strategy Influence it’s level of Tax Avoidance?” mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap penghindaran pajak. Sedangkan hutang memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap penghindaran pajak. JasonW Stanfield (2011) dalam desertasinya yang berjudul “Cash liquidity, holdings, and performance as determinants of corporate tax avoidance”meneliti mengenai pengaruh Quick Ratio dan Free Cash flow, Cash Holdings terhadap ETR.
Penelitiannya
menghasilkan
kesimpulan
bahwa
penghindaran
pajakmeningkat pada tingkat likuiditas yang rendah . Penelitian
Rawiwan
Koanantachai
(2013)
yang
berjudul
“Tax
Aggressiveness, Corporate Governance, and Firm value: An Empirical Evidence from Thailand” menghasilkan kesimpulan bahwa ROA berkorelasi negatif terhadap Penghindaran pajak yang diproksikan dengan ETR. Sementara Ketika
29
ukuran perusahaan yang diwakili dengan aset semakin tinggi, tingkat ETR semakin rendah. Penelitian tersebut mengambil objek perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Thailand selama tahun 2007 hingga 2011. Amy Fontanela dan Dwi Martani (2014) meneliti mengenai karakteristik perusahaan yang diukur menggunakan likuiditas (Current Ratio), leverage (Debt to Equity Ratio), profitabilitas (Return On Asset), ukuran perusahaan, dan kualitas laba (Earning Quality) terhadap Book Tax Difference (BTD) sebagai proksi tindakan penghindaran pajak pada seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2009 hingga 2012. Penelitian tersebut hanya berhasil membuktikan ukuran perusahaan, profitabilitas, dan earning quality berpengaruh signifikan terhadap BTD. Sedangkan likuiditas dan leverage tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap BTD. Penelitian ini terinspirasi dari penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada objek dan periode penelitian, serta penambahan variabel beban iklan yang belum banyak diteliti di Indonesia, namun beberapa kali diteliti diluar negeri terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pokok permasalahan yang akan diuji kebenarannya. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, teoriteori yang mendukung, dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
30
2.2.1 Pengaruh Likuiditas Pada ETR Menurut Suyanto dan Supramono (2012) likuiditas sebuah perusahaan diprediksi dapat mempengaruhi tingkat agresivitas pajak perusahaan. Dimana jika sebuah perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, maka bisa digambarkan bahwa arus kas perusahaan tersebut berjalan dengan baik. Dengan adanya perputaran kas yang baik maka perusahaan tidak enggan untuk membayar seluruh kewajibannya termasuk membayar pajak sesuai dengan aturan atau hukum yang berlaku. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki likuiditas buruk berarti memiliki hutang jangka pendek yang lebih besar dari aset lancarnya. Hal ini membuat perusahaan cenderung mengalami kesulitan dalam menanggung bebanbeban keuangan perusahaan, termasuk beban pajak sehingga membuat perusahaan melakukan penghematan atas beban keuangan termasuk salah satunya melakukan penghindaran pajak. Tindakan penghematan beban pajak ini menurut teori etika utilitarianisme dianggap melanggar etika, karena tidak adil jika perusahaan mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menggunakan fasilitas umum, namun tidak berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak. Dana pajak yang seharusnya diterima oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat tidak bisa terwujud. APBN yang sebagian besar dananya berasal dari pajak, karena adanya perusahaan yang melakukan tax avoidance dan tax evasion dana yang terkumpul tidak mencukupi. Berarti ada pelanggaran terhadap hak orang lain. ETR berbanding terbalik dengan tindakan penghindaran pajak, dimana semakin agresif tindakan penghindaran pajak maka semakin rendah
31
nilai ETR. Berdasarkan hal tersebut peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Likuiditas berpengaruh positif terhadap ETR. 2.2.2 Pengaruh Leverage Pada ETR Keown (2005) dalam Suyanto (2012) mendefinisikan leverage sebagai penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap (fixed rate of return) dengan harapan memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada biaya tetapnya sehingga akan meningkatkan pengembalian bagi pemegang saham. Opler dan Titman (2008) dalam Yuyetta (2009) telah membuktikan adanya kinerja yang buruk pada perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi dibandingkan kinerja pada perusahaan yang tingkat leverage nya lebih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Sari (2013) menyatakan bahwa leverage berpengaruh secara simultan terhadap tindakan pajak agresif. Perusahaan dengan leverage yang tinggi berarti memiliki hutang yang lebih banyak dibanding ekuitasnya. Hal ini dapat membuat perusahaan mengalami kesulitan dalam menanggung beban hutang berupa beban pokok maupun bunga. Kesulitan menanggung beban hutang ini mampu menggiring perusahaan untuk melakukan penghematan beban pajak dengan cara melakukan penghindaran pajak. Menurut teori etika hak dan kewajiban, membayar pajak merupakan kewajiban
perusahaan
kepada
negara,
dan
kewajiban
negara
untuk
mempergunakan dana pajak dalam menyediakan fasilitas umum yang akan digunakan semua orang. Hak perusahaan untuk menikmati fasilitas umum yang disediakan oleh negara dan hak negara menerima pendapatan pajak untuk
32
membiayai pembangunan. Tindakan penghindaran pajak berarti perusahaan tidak melakukan kewajibannya dengan baik, karena jumlah pajak yang dibayarkan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Perusahaan menikmati fasilitas sama dengan perusahaan yang lain tetapi membayar pajaknya lebih kecil dari perusahaan lain. ETR berbanding terbalik dengan tindakan penghindaran pajak, dimana semakin agresif tindakan penghindaran pajak maka semakin rendah nilai ETR. Berdasarkan hal tersebut peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Leverage berpengaruh negatif terhadap ETR. 2.2.3 Pengaruh Profitabilitas Pada ETR Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau nilai hasil akhir operasional perusahaan selama periode tertentu (Munawir: 2002). Sehingga dapat diprediksi bahwa perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas tinggi akan selalu mentaati pembayaran pajak. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas rendah akan tidak taat pada pembayaran pajak perusahaan guna mempertahankan asset perusahaan dari pada harus membayar pajak. Menurut teori etika altruistik kepentingan perusahaan dengan kepentingan negara secara umum lebih luas kepentingan negara, lebih banyak orang yang memanfaatkan dana tersebut dibandingkan jika tetap ada diperusahaan. Jika terjadi penggelapan pajak maka dana yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak, hanya dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Grupta dan Newberry (1997) dalam Yoehana (2013) menyatakan semakin tinggi nilai profitabilitas yang dimiliki perusahaan maka semakin rendah agresifitas
33
pajak yang dilakukan oleh perusahaan. ETR berbanding terbalik dengan tindakan penghindaran pajak, dimana semakin agresif tindakan penghindaran pajak maka semakin rendah nilai ETR.Berdasarkan hal tersebut peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap ETR 2.2.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan Pada ETR Higgins dan Omer (2011) mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan yang diwakili oleh nilai aset memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap penghindaran pajak. Semakin besar ukuran perusahaan yang diwakili oleh nilai asset, maka semakin besar kecenderungan perusahaan tersebut untuk melakukan penghindaran pajak secara agresif. Berdasarkan teori etika tindakan utama, sifat utama dalam bisnis adalah kejujuran, kewajaran, kepercayaan, dan keuletan. Penggelapan pajak adalah merupakan tindakan yang tidak jujur, melanggar kepercayaan, dan bukan perbuatan wajar, baik yang dilakukan oleh wajib pajak maupun aparat pajaknya. Sehingga ketidaksesuaian ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etika. ETR berbanding terbalik dengan tindakan penghindaran pajak, dimana semakin agresif tindakan penghindaran pajak maka semakin rendah nilai ETR. Berdasarkan hal tersebut peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap ETR 2.2.5 Pengaruh Kualitas Laba Pada ETR Hanlon (2005) dalam Fontanela dan Martani (2014) mengemukakan bahwa perusahaan dengan book tax different yang besar memiliki persistensi laba yang rendah. Book tax different adalah perbedaan laba menurut akuntansi dengan laba
34
menurut fiskal, dimana perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan dalam standar akuntansi dan aturan perpajakan. Pengakuan pendapatan dan biaya dalam akuntansi memperbolehkan metode akrual. Sedangkan menurut aturan perpajakan pendapatan dikategorikan menjadi: (1) pendapatan sebagai penambah penghasilan bruto; (2) pendapatan yang telah dipotong PPh final (tidak menambah penghasilan bruto); dan (3) pendapatan yang bukan objek pajak. Hanya pendapatan jenis pertama saja yang dapat dimasukkan kedalam laporan laba rugi fiskal dengan syarat pendapatan tersebut telah diterima. Demikian pula biaya, menurut aturan perpajakan, biaya dikategorikan sebagai biaya pengurang penghasilan (deductible expense) dan biaya non pengurang penghasilan (non deductible expense). Hanya biaya yang deductible saja yang boleh dimasukkan kedalam laporan laba rugi fiskal dengan syarat biaya tersebut sudah dibayarkan. Semakin buruk kualitas laba sebuah perusahaan maka semakin besar penghindaran pajak yang dilakukan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perusahaan tidak mampu menjaga kualitas laba operasional yang baik secara terus menerus sehingga terdesak untuk melakukan penghindaran pajak. Menurut teori etika keutamaan, sifat utama dalam bisnis adalah kejujuran, kewajaran, kepercayaan, dan keuletan. Penggelapan pajak adalah tindakan yang tidak jujur, melanggar kepercayaan, dan bukan perbuatan wajar, baik yang dilakukan oleh wajib pajak maupun aparat pajaknya. Sehingga ketidaksesuaian ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etika.
35
ETR berbanding terbalik dengan tindakan penghindaran pajak, dimana semakin agresif tindakan penghindaran pajak maka semakin rendah nilai ETR. Berdasarkan hal tersebut peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Kualitas laba perusahaan berpengaruh positif terhadap ETR 2.2.6 Pengaruh Beban Iklan Pada ETR Perusahaan yang memiliki perhatian terhadap reputasinya, dicirikan dengan perusahaan yang memiliki beban iklan yang tinggi, memiliki kecenderungan yang lebih rendah dalam melakukan penghindaran pajak. Hal ini disebabkan perusahaan yang memiliki reputasi yang baik cenderung menjadi sorotan publik termasuk aparat pajak. Sehingga perusahaan lebih berhati-hati dan memilih menghindari kesalahan karena potensi untuk menghadapi pemeriksaan pajak cukup besar (Nguyen, 2015). ETR berbanding terbalik dengan tindakan penghindaran pajak, dimana semakin agresif tindakan penghindaran pajak maka semakin rendah nilai ETR. Berdasarkan hal tersebut peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H6: Beban iklan berpengaruh positif terhadap ETR
36