BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang kita lakukan. Dengan kajian pustaka kita dapat mengetahui sejauh mana keaslian hasil dari penelitian yang kita lakukan. Kajian pustaka merupakan kegiatan mempelajari, memahami dan mengutip berbagai teori, pandangan, pendapat, pernyataan dari para ahli yang diperoleh dari berbagai sumber. Sumber yang paling baik dari suatu kajian pustaka adalah hasil-hasil penelitian terdahulu (Gorda, 1997: 27). Dalam penelitian mengenai Geguritan Darmakaya ini ada beberapa kajian pustaka yang akan diungkapkan. Kajian pustaka dalam penelitian ini yakni penelitian–penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang diteliti penulis saat ini. Kajian pustaka dalam penelitian ini yakni: 1. Purnami (2010) skripsi yang berjudul “Geguritan Maniguna Analisis Struktur dan Fungsi”. Penelitian yang dilakukan tersebut menguraikan tentang struktur karya sastra yang berbentuk puisi tradisional meliputi kode bahasa dan sastra, ragam bahasa, gaya bahasa dan struktur naratif seperti tema, tokoh dan penokohan, alur, latar dan amanat serta fungsi yang terkandung di dalam Geguritan Maniguna yaitu fungsi agama, fungsi etika dan fungsi sosial. Beberapa struktur formal yang ada pada
Geguritan Maniguna menjadi acuan dalam menganalisis struktur formal yang terdapat dalam Geguritan Darmakaya. 2. Yunitasari (2011) skripsi yang berjudul “ Geguritan Mituturin Pianak: Analisis Struktur dan Fungsi” yang membahas mengenai struktur formal mengenai geguritan ini yaitu adanya kode bahasa dan sastra, gaya bahasa dan ragam bahasa. Struktur naratif meliputi insiden, alur, tokoh dan penokohan, tema dan amanat. Analisis fungsi yaitu fungsi pendidikan yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: pendidikan mengenai kewajiban anak kepada masyarakat, pendidikan anak kepada orang tua, dan pendidikan anak kepada guru. Sehingga penelitian ini memberikan inspirasi dalam penelitian pada naskah Geguritan Darmakaya. Fungsi pendidikan yang terdapat dalam Geguritan Mituturin Pianak menjadi acuan dalam menganalisis fungsi yang terdapat dalam Geguritan Darmakaya, 3. Mahayani (2011) skripsi yang berjudul “Geguritan Dalem Sidhakarya: Analisis Struktur dan Fungsi” yang membahas mengenaistruktur forma dan struktur naratif Geguritan Dalem Sidhakarya. Struktur forma yang dibahas mengenai kode bahasa dan sastra, gaya bahasa dan ragam bahasa. Struktur naratif menguraikan mengenai insiden, alur, tokoh, latar, tema dan amanat. Analisis fungsi yang disampaikan dalam penelitian ini terdiri dari fungsi agama dan fungsi sosial. Fungsi agama meliputi filsafat, etika dan upacara sesuai dengan tiga kerangka agama Hindu. Fungsi sosial yaitu dapat ditunjukan dengan adanya interaksi
sosial masyarakat ketika mengikuti kegiatan matembang pada suatu kelompok. Sehingga penelitian Mahayani ini dapat dijadikan acuan dalam menganalisis struktur formal dan naratif yang terdapat dalam Geguritan Darmakaya. Ketiga kajian tersebut sangat membantu dan memberikan inspirasi dalam melakukan analisis terhadap Gegutitan Darmakaya serta sebagai pembanding teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Ketiga kajian tersebut sama-sama menggunakan teori struktural untuk mengetahui unsur-unsur yang membangun teks dan teori fungsional. 2.2 Konsep Konsep mempunyai fungsi untuk menyederhanakan arti kata atau pemikiran tentang ide–ide, hal–hal dan kata benda maupun gejala sosial yang digunakan, agar orang lain yang membacanya dapat segera memahami, maksudnya sesuai dengan keinginan penulis yang memakai konsep tersebut. (Mardalis. 1995: 46). Jadi konsep dapat berupa pemikiran yang berkaitan dengan permasalahan yang diambil. 2.2.1 Teks Luxemburg (1984: 86) mengidentifikasi teks sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, pragmatik merupakan satu kesatuan. Isi sangat berkaitan dengan konten dari sebuah teks. Teks yang baik harus mengungkapkan gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang ada dalam kehidupan. Gagasangagasan atau gambaran-gambaran tersebut dituangkan dalam bentuk bahasa yang berupa penceritaan. Lazimnya dalam bentuk drama dan prosa maupun untaian
kata-kata, lazimnya dalam bentuk puisi. Pengarang dalam menuangkan gagasangagasannya dapat secara eksplisit maupun implisit dalam menunjukkan isi sebagai pesan yang disampaikan dalam teks. 2.2.2 Teks Naratif Yang dimaksud dengan teks-teks naratif ialah semua teks yang tidak bersifat dialog dan yang isinya merupakan suatu kisah sejarah, sebuah deretan peristiwa. Tidak dibedakan antara roman, cerita pendek, dongeng, catatan harian, (auto-) biografi, anekdot, lelucon, roman dalam bentuk surat menyurat, cerita fantastik maupun realistik, Ramayana atau pun Arjuna Mencari Cinta. Yang termasuk jenis naratif tidak hanya sastra, melainkan juga setiap bentuk warta berita, laporan, dalam surat kabar atau lewat televisi, berita acara, sas-sus, dan sebagainya. Semua bentuk ungkapan dapat dianalisa dengan cara tertentu (Luxemburg,dkk 1984: 119). 2.2.3 Konsep Struktur Secara etimologi struktur formal berasal dari bahasa Latin yaitu structura forma yang berarti bentuk atau bangunan. Adanya unsur struktur dalam suatu karya sastra membentuk suatu totalitas dan membentuk suatu kesatuan yang utuh (Ratna, 2004: 91-92). Struktur dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu struktur forma dan struktur naratif. Struktur forma meliputi: kode bahasa dan satra, gaya bahasa, ragam bahasa, sedangkan struktur naratif meliputi: tema, tokoh, alur, insiden latar dan amanat (Marsono, 2011: 10). Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semenditel, dan semendalam
mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek karya sastra yang bersama– sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1998: 135). 2.2.4
Konsep Fungsi Berdasarkan hasil kajian struktur akan tampak bahwa unsur yang beraneka
ragam serta saling berkaitan yang terdapat dalam suatu karya sastra diberi fungsi dalam rangka suatu cerita sebagai keseluruhan. Kesatuan dan kebulatan karya sastra tersebut menjadi jelas. Fungsi sebuah teks sastra harus dilihat dalam kerangka berfikir yakni indah dan berguna sebagai tujuan dan fungsi karya sastra (Teeuw, 1984: 8). 2.3 Landasan Teori Sebagai sebuah penelitian ilmiah, penelitian sastra memerlukan landasan kerja berupa teori yang merupakan hasil perenungan yang mendalam, tersistem dan terstruktur terhadap gejala–gejala alam untuk mengarahkan penelitian, pemilihan teori haruslah relevan dengan tujuan penelitian (Chamamah, 1994: 20). Suatu objek akan melahirkan teori, sebaliknya teori memberikan berbagai kemudahan untuk memahami objek. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara teori dengan objek, maka yang dimodifikasi adalah teori, bukan objek (Ratna, 2004: 88). Luxemburg (1984: 36-38) menyatakan struktur adalah kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok gejala. Dengan kata lain bahwa struktur pada pokoknya berarti sebuah karya atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antar bagian dan keseluruhan. Hubungan itu tidak hanya bersifat positif seperti
kemiripan atau keselarasan, melainkan juga bersifat negatif seperti misalnya pertentangan atau konflik. Kesatuan-kesatuan struktural mencangkup setiap bagian dan sebaliknya bahwa setiap bagian menunjukan kepada keseluruhan. Prinsip dasar teori struktural adalah memandang unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Struktur atau sering juga disebut dengan komposisi atau susunan unsur cerita sebuah teks dapat dibagi ke dalam tiga bagian utama, yaitu (1) awal atau exordium merupakan suatu pengantar yang melukiskan situasi, alasan atau tujuan teks yang bersangkutan, (2) isi atau confirmation merupakan pemaparan lengkap mengenai fakta, cerita atau lukisan yang sebenarnya, (3) akhir atau peroration (Luxemburg, dkk1984: 100). Teori struktur seperti yang diungkapkan oleh Teeuw (1984: 154), “analisis struktur merupakan satu langkah atau alat dalam dalam proses pemberian makna dalam kajian ilmiah. Langkah tersebut tidak boleh dan juga tidak boleh ditiadakan atau dilampui”. Bertitik tolak dari pandangan Teeuw tersebut, bahwa dalam memahami karya sastra dari segi apa pun kita tidak boleh meniadakan strukturnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama–sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Dari dua pandangan tentang struktur di atas pada dasarnya memiliki kesamaan, teori struktural yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolaborasi dari beberapa pandangan di atas menggunakan kerangka kerja yang meliputi alur,
tokoh dan penokohan, tema dan amanat. Hal ini dilakukan untuk dapat memahami unsur–unsur yang membangun Geguritan Darmakaya. Selain
menggunakan
analisis
struktur,
dalam
analisis
ini
juga
menggunakan analisis terhadap fungsi dalam Geguritan Darmakaya. Maka dari itulah digunakan teori fungsi. Luxemburg (1984: 94) menyebutkan bahwa fungsi sebuah teks adalah keseluruhan sifat–sifat yang bersama–sama menuju tujuan yang sama serta dampaknya. Sastra tidak hanya mencerminkan kenyataan, juga turut membangun masyarakat dan hendaknya berperan sebagai guru. Karya sastra harus menjalankan fungsi didaktik, hendaknya tidak hanya membuka mata orang bagi kekurangan–kekurangan di dalam tata masyarakta, tetapi juga menunjukan jalan keluar. Damono (1978: 4) menyebutkan bahwa
karya
sastra berfungsi
mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Karya sastra dapat berfungsi sebagai pembaharu dan perombak, dan karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai hiburan belaka. Berpegangan pada pendapat ini, maka karya sastra tidak hanya memiliki fungsi sebagai sarana hiburan melainkan juga memiliki fungsi pendidikan. Jadi, dengan berpegangan dengan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa yang diharapkan dari pengarang dari dari pembuatan Geguritan Darmakaya ini agar pada nantinya masyarakat dapat membaca memahami dan memakai geguritan ini sebagai tutunan dalam bertingkah laku dan juga dapat difungsikan dimasyarakat, misalnya sebagi fungsi pendidikan yang dilihat dari kewajiban sebagai seorang dukun, kepada masyarakat yang meminta pertolongan kepada dirinya, yang tidak boleh sombong angkuh dan dalam melakukan
profesinya sebagai dukun, harus berpedoman pada ajaran sastra dan agama dalam mengobati setiap orang . Dari semua pendapat–pendapat para ahli di atas mengenai teori struktur dan fungsi, semua teori digunakan dalam analisis mengenai “Geguritan darmakaya Analisis Strukutur dan Fungsi” , karena saling melengkapi antara teori yang satu dengan yang lainnya, agar dapat memperoleh hasil yang baik.