BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan
konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang kita lakukan. Dengan kajian pustaka kita dapat mengetahui sejauh mana keaslian hasil dari penelitian yang kita lakukan. Kajian pustaka merupakan kegiatan mempelajari, memahami dan mengutip berbagai teori, pandangan, pendapat, pernyataan dari para ahli yang diperoleh dari berbagai sumber. Sumber yang paling baik dari suatu kajian pustaka adalah hasil-hasil penelitian terdahulu (Gorda, 1997 : 27). Dalam penelitian mengenai Teks Tutur Jong Manten ini ada beberapa kajian pustaka yang akan coba untuk diungkapkan. Tutur yang pada umumnya merupakan jenis teks nonnarasi (tidak bercerita) tentu memiliki struktur yang berbeda dengan teks narasi lainnya. Pengertian struktur pada dasarnya merupakan suatu unsur pembentuk. Jika jenisnya bukan naratif tentu saja tidak bisa dipaksakan untuk menggunakan struktur naratif sebagai dasar analisis. Dalam beberapa penelitian sebelumnya, tutur pernah dijadikan sebagai objek penelitian baik dalam bentuk buku maupun skripsi. Dalam bentuk buku, I Wayan Kardji pernah membahas mengenai tutur dengan judul Tutur,Penangkal Ilmu Hitam pada tahun 2006. Dalam buku ini diuraikan mengenai fungsi tutur dalam masyarakat baik dikalangan anak-anak, maupun orang dewasa. Di sini tutur
dibagi menjadi tiga bagian yakni, ada tutur nyata, tutur abstrak, dan tutur seputar ilmu hitam. Tutur nyata diasumsikan sebagai nasihat yang sering diungkapkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari, contohnya nasihat orang tua terhadap anaknya. Tutur abstrak merupakan tutur yang secara tidak langsung terdapat dalam suatu pustaka yang bisa di dapat oleh pembaca manakala membacanya. Selanjutnya tutur seputar ilmu hitam, membahas mengenai tutur yang didalamnya terdapat hal-hal yang berkaitan dengan ilmu-ilmu hitam, sepeti tutur ampel gading, dan sebagainya. Dibandingkan dengan analisis yang dilakukan terhadap Teks Tutur Jong Manten, pembahasan dalam buku ini sesuai dengan fungsi-fungsi yang dibahas dalam analisis, hanya saja sifatnya masih lebih abstrak, yang membedakan Teks Tutur Jong Manten dengan Tutur Penangkal Ilmu Hitam yaitu membahasa mengenai tutur secara mendetail dalam identifikasi tutur. Sulibra (2001), dalam tesisnya yang berjudul "Parikan Bubuksah Gagangaking Analisis Bentuk, Fungsi dan Makna". Pada penelitiannya beliau menggunakan enjambement sebagai salah satu untuk memenuhi kebutuhan konvensi pupuh, namun dalam analisis Teks Tutur Jong Manten, karena ini berupa tutur, penulis hanya mengidentifikasi Teks Tutur Jong Manten dalam khazanah kesusastraan Bali. Kemudian dalam penelitiannya menguraikan struktur isi yang terkadung di dalam Parikan Bubuksah Gagangaking, dapat dijadikan acuan dalam analisis ini. Struktur isinya mengikuti pendapat Luxemburg, struktur itu dibagi menjadi tiga bagian, dan di dalam struktur isinya menggunakan episode-episode. Penggunaan episode-episode inilah yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis struktur isi dari Teks Tutur Jong Manten, yang
membedakan Teks Tutur Jong Manten dengan penelitian sulibra pada bagian bentuknya yang membahas gaya bahasa. Wiriawan (2011), skripsinya yang berjudul ” Tutur Smarareka Analisis Struktur dan Fungsi", menguraikan tentang struktur yang membangun tutur Smarareka meliputi wariga, usada, mantra, upacara, upakara, gaya bahasa dan unsur tema, beserta sub-sub tema secara tersendiri. Sedangkan fungsi tutur tersebut dibagi dua yaitu fungsi pendidikan dan fungsi pengatur pranata masyarakat Bali. Yang membedakan dengan analisis ini yaitu Teks Tutur Jong Manten tidak mengklasifikasik unsur tema secara tersendiri, namun lebih memfokuskan dalam mengidentifikasi tutur, analisis struktur bentuk, struktur isi dan fungsi. Didalam Teks Tutur Jong Manten menguraikan tentang struktur bentuk (bahasa dan gaya bahasa), struktur isi di bagi menjadi episode-episode. Beberapa struktur yang membangun Tutur Smarareka, dapat dijadikan acuan dalam analisis ini. Sedangkan teori fungsi yang dipaparkan oleh Wiriawan bisa dijadikan acuan dalam analisis ini. Ketiga kajian tersebut sangat membantu dan memberikan inspirasi dalam melakukan analisis terhadap Teks Tutur Jong Manten serta sebagai pembanding teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Ketiga kajian tersebut samasama menggunakan teori struktural untuk mengetahui unsur-unsur yang membangun teks dan teori fungsional.
1.2
Konsep Konsep merupakan unsur-unsur pokok dari suatu pengertian. Definisi
batasan secara singkat dari sekelompok fakta, gejala atau definisi dari yang perlu diamati dalam proses penelitian (Suardhiyani,2011: 8). Konsep juga merupakan arah pemikiran yang menuntun peneliti menentukan metode yang akan digunakan dalam penelitian, adapun konsep yang akan diuraikan dalam penelitian ini di antaranya konsep teks, teks naratif, struktural dan fungsional. 2.2.1
Teks Luxemburg (1984: 86) mengidentifikasi teks sebagai ungkapan bahasa
yang menurut isi, sintaksis, pragmatik merupakan satu kesatuan. Isi sangat berkaitan dengan konten dari sebuah teks. Teks yang baik harus mengungkapkan gagasan-gagasan atau gambaran-gambaran yang ada dalam kehidupan. Gagasangagasan atau gambaran-gambaran tersebut dituangkan dalam bentuk bahasa yang berupa penceritaan. Lazimnya dalam bentuk drama dan prosa maupun untaian kata-kata, lazimnya dalam bentuk puisi. Pengarang dalam menuangkan gagasangagasannya dapat secara eksplisit maupun implisit dalam menunjukkan isi sebagai pesan yang disampaikan dalam teks. 1.2.2
Teks Naratif Yang dimaksud dengan teks-teks naratif ialah semua teks yang tidak
bersifat dialog dan yang isinya merupakan suatu kisah sejarah, sebuah deretan peristiwa. Tidak dibedakan antara roman, cerita pendek, dongeng, catatan harian, (auto-) biografi, anekdot, lelucon, roman dalam bentuk surat menyurat, cerita fantastik maupun realistik, Ramayana atau pun Arjuna Mencari Cinta. Yang
termasuk jenis naratif tidak hanya sastra, melainkan juga setiap bentuk warta berita, laporan, dalam surat kabar atau lewat televisi, berita acara, sas-sus, dan sebagainya. Semua bentuk ungkapan dapat dianalisa dengan cara tertentu (Luxemburg,dkk 1984: 119). 2.2.4
Struktur Secara etimologis struktur formal berasal dari bahasa Latin yaitu structura
forma, yang berarti bentuk atau bangunan (Ratna, 2006: 88). Dalam KBBI (1995:119) definisi bentuk adalah bangunan, gambaran, rupa atau wujud, sistem atau susunan. Di dalam Ensikopedia Indonesia edisi khusus (t.t.:449) pengertian bentuk adalah rupa indah yang menimbulkan kenikmatan artistik melalui serapan penglihatan dan penalaran. Bentuk indah dicapai dengan keseimbangan struktur artistik, keselarasan (harmoni) dan relevensi. Teks Tutur Jong Manten sebagai suatu susunan atau struktur bentuk oleh bahasa Teks Tutur Jong Manten dan gaya bahasa. Gaya bahasa (stile) adalah cara pengungkapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana
seorang
pengarang
mengungkapkan
sesuatu
yang
akan
dikemukakannya. Isi merupakan unsur yang termuat dan terkandung dalam bentuk. Isi memiliki pengertian sesuatu yang ada, termuat, terkandung dalam sesuatu, apa yang ditulis di dalamnya, inti atau bagian pokok dari sesuatu (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995: 388). Luxemburg, dkk(1984: 101) mengatakan bahwa teks memiliki tiga bagian utama, yaitu (1) bagian awal atau exordium, (2) isi atau confirmation, (3) akhir atau peroration.
Struktur adalah tata hubungan antara bagian-bagian suatu karya sastra; jadi, kebulatannya (Sudjiman, 1990: 75). Analisis struktur merupakan suatu langkah atau alat dalam proses pemberian makna dalam kajian ilmiah. Langkah tersebut tidak boleh dihilangkan dan tidak boleh ditiadakan atau dilampaui. 2.2.5
Fungsi Fungsi berkaitan dengan manfaat dan guna. Fungsi berarti hubungan aktif
antara objek dan tujuan dipakainya objek tersebut (Endraswara, 2008: 71). Apabila berbicara secara koheren tentang sastra, maka fungsi dan sifat sastra tidak dapat dipisahkan. Fungsi sastra pada dasarnya adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekanan emosi. Mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi tersebut (Wallek dan Warren, 1989: 24-36).
1.3
Landasan Teori Teori berasal dari kata theoria (bahasa latin). Secara etimologi teori berarti
kontemplasi terhadap kosmos yang realitas. Pada tataran yang lebih luas, dalam hubungannya dengan dunia keilmuan, teori berarti perangkat pengertian, konsep, proposisi, korelasi, dan telah teruji kebenarannya. Suatu objek akan melahirkan teori, sebaliknya teori memberikan berbagai kemudahan untuk memahami objek. Apabila terjadi ketidakseimbangan di antara teori dengan objek, maka yang dimodifikasi adalah teori, bukan objek. Teori tidak bersifat statis, tetapi dinamis (Ratna, 2006: 88-94). Menganalisis Teks Tutur Jong Manten dari segi struktur dan fungsi, maka teori yang digunakan sebagai dasar kajian adalah teori struktural dan fungsional.
2.3.1
Teori Struktural Prinsip dasar teori struktural memandang unsur-unsur karya sastra sebagai
satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam penelitian terhadap struktur karya sastra yang terpenting harus diperhatikan keutuhan karya sastra hendaknya dilihat di dalam konteks karya tersebut, karena bagian atau unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Dalam hubungan dengan hal tersebut, Sukada (1987: 45) berpendapat bahwa strukturalisme memberikan suatu cara berdisiplin untuk mulai dengan konteks dalam suatu karya sebagai langkah pertama, dan hanya sesudah analisis struktur itu bisa melangkah keluar dari teks ke dunia alamiah atau dunia sosial budaya yang merupakan konteks yang lebih luas. Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir-anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Jean Peaget (dalam Ratna, 2006: 84) menyebutkan bahwa struktualisme mengandung tiga hal pokok, yaitu (1) kesatuan sebagai suatu koherensi internal, (2) tranformasi, struktur tersebut sebagai pembentukan bahan-bahan baru secara terus menerus, (3) regulasi diri, yaitu bahwa struktur dapat mengadakan suatu perubahan dari dalam atau tidak memerlukan hal-hal yang di luar dirinya. Luxemburg (1984: 36-38) menyatakan struktur adalah kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok gejala. Dengan kata lain bahwa struktur pada pokoknya berarti sebuah karya atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu
keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antar bagian dan keseluruhan. Hubungan itu tidak hanya bersifat positif seperti kemiripan atau keselarasan, melainkan juga bersifat negatif seperti misalnya pertentangan atau konflik. Kesatuan-kesatuan struktural mencangkup setiap bagian dan sebaliknya bahwa setiap bagian menunjukan kepada keseluruhan. Prinsip dasar teori struktural adalah memandang unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Struktur atau sering juga disebut dengan komposisi atau susunan unsur cerita sebuah teks dapat dibagi ke dalam tiga bagian utama, yaitu (1) awal atau exordium merupakan suatu pengantar yang melukiskan situasi, alasan atau tujuan teks yang bersangkutan, (2) isi atau confirmation merupakan pemaparan lengkap mengenai fakta, cerita atau lukisan yang sebenarnya, (3) akhir atau peroration (Luxemburg, dkk1984: 100). Wellek dan Warren, (1989: 159) member batasan bahwa struktur dimasukkan ke dalam bentuk dan isi yang membangun estetik dari suatu karya sastra. Berdasarkan pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa struktur dari karya sastra terdiri dari bentuk dan isi. bentuk merupakan unsur-unsur yang dipakai oleh pengarang dalam menulis atau membangun karya sastra, sedangkan isi merupakan gagasan yang diekspresikan oleh pengarang dalam karya sastranya. Dalam analisis terhadapp Teks Tutur Jong Manten menggunakan teori struktural dengan memadukan pendapat Luxemburg, Wellek dan Warren sehingga dapat menguraikan unsur-unsur yang membangun teks tersebut, meliputi struktur bentuk dan struktur isi.
2.3.2
Teori Fungsional Ada beberapa pendapat tentang teori fungsi yang dikemukakan oleh para
ahli. Luxemburg (1984: 94) menyebutkan bahwa fungsi sebuah teks adalah keseluruhan sifat-sifat yang bersama-sama menuju tujuan yang sama serta dampaknya. Sastra tidak hanya mencerminkan kenyataan, juga turut membangun masyarakat dan hendaknya berperan sebagai guru. Karya sastra harus menjalankan fungsi didaktik, hendaknya tidak hanya membuka mata orang bagi kekurangan-kekurangan di dalam tata masyarakat, tetapi juga menunjukkan jalan keluar. Horace (dalam Wellek dan Warren, 1989: 25) berpendapat bahwa karya sastra berfungsi sebagai dulce (hiburan), dan utile (berguna/bermanfaat). Karya sastra berfungsi sesuai dengan sifatnya, kesenangan dan manfaat bukan hanya harus ada, melainkan harus saling mengisi. Kesenangan yang diperoleh dari sastra bukan seperti kesenangan fiksi lainnya, melainkan kesenangan yang lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan. Sedangkan manfaat adalah keseriusan, bersifat didaktis, keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetis, dan keseriusan persepsi. Teeuw (1984: 20) mengatakan bahwa sastra selalu berada dalam tegangan antar norma sastra dan norma sosial budaya. Hubungan antara karya sastra dengan norma sosial budaya bisa sebagai (a) afirmasi, (b) restorasi, (c) negasi. Afirmasi adalah menetapkan norma sosial budaya yang ada pada waktu tertentu. Sastra ini dianggap paling ideal dalam pengesahan atau pengukuhan terhadap norma sosial budaya suatu masyarakat atau kelompok. Sebagai retorasi adalah dalam pengertian sebagai ungkapan dari keinginan atau kerinduan akan norma yang sudah hilang. Negasi merupakan bentuk pemberontakan terhadap
norma yang sudah berlaku. Jadi telaah fungsional dalam analisis ini mengikuti pendapat Luxemburg, Teeuw, dan Wellek dan Warren.