BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori Landasan teori yang merupakan acuan pemikiran dalam pembahasan
masalah yang diteliti. Pada bab ini membahas mengenai teori yang mendasari analisis yang diambil dari berbagai literatur. 2.1.1
Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan merupakan salah satu cara untuk mengetahui
kinerja perusahaan dalam suatu periode Kasmir (2010:66). Menurut
Riyanto
(2003: 327) mengemukakan bahwa analisis laporan keuangan adalah dengan menghubungkan elemen-elemen dari berbagai aktiva satu dengan yang lainnya, elemen-elemen dari berbagai pasiva satu dengan lainnya serta menghubungkan elemen-elemen dari aktiva dan pasiva dalam neraca pada suatu saat tertentu akan dapat diperoleh banyak gambaran mengenai posisi atau keadaan finansial suatu perusahaan. Sawir mengemukakan bahwa laporan keuangan adalah media yang dapat dipakai unluk meneliti kondisi kesehatan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba ditahan, dan laporan posisi keuangan, (2001: 2).
11
2.1.2
Tujuan Laporan Keuangan Menurut Sawir (2005:2) , tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut: a) Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. b) Laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama oleh sebagian besar pemakainya, yang secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayaka kepadanya.
2.1.3
Komponen Laporan Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 1
(2007) menyatakan bahwa laporan keuangan lengkap terdiri dari komponen– komponen sebagai berikut: 1) Neraca Neraca atau balance sheet adalah laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu saat yang merupakan nilai perusahaan pada waktu tertentu. Neraca biasanya disajikan tiap akhir tahun, pertengahan tahun, atau kuartal pertama (Najmudin, 2011) 2) Laporan Laba Rugi
12
Laporan laba rugi atau income statement/profit and loss statement adalah laporan yang membandingkan pendapatan terhadap beban pengeluarannya untuk menentukan laba (atau rugi) bersih. Laporan ini memberikan informasi tentang hasil akhir (bottom line) perusahaan selama periode tertentu. Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran lain seperti imbalan investasi (return in investment) atau penghasilan per saham (earning per share). Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi atau laba yang diperoleh organisasi selama periode tertentu. 3) Laporan perubahan ekuitas Laporan perubahan ekutas yaitu laporan yang menunjukkan sebab–sebab perubahan ekuitas dari jumlah pada awal periode menjadi ekuitas pada akhir periode. 4) Laporan Arus Kas Arus kas berarti arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Perusahaan menyajikan arus kas dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan dengan cara yang paling sesuai dengan bisnis perusahaan tersebut.
Laporan
arus
kas
adalah
laporan
keuangan
yang
memperlihatkan penerimaan kas dan pengeluaran kas suatu peusahaan selama satu satu periode waktu. Arus kas dari aktiva perusahaan
13
merupakan jumlah arus kas untuk kreditor dan arus kas untuk pemegang saham. 5) Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan berisi informasi keuangan yang tidak dicantumkan dalam laporan keuangan tetapi informasi tersebut merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
2.1.4
Tingkat Kesehatan Bank Tingkat kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.. Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku (Triandaru dan Budisantoso, 2006:51). Tinjauan Tentang Kesehatan Bank Berdasarkan Pasal 29 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank wajib memelihara tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas, serta aspek lain yang berkaitan dengan usaha bank. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 6/23/DPNP/2004 tanggal 31 Mei 2004, penilaian tingkat kesehatan bank merupakan penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang
14
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian aspek permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap resiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas meterialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehatihatian (prudential banking) dalam dunia perbankan, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Adanya aturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat, sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Bank yang beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat diharapkan hanya bank yang betul-betul sehat.
2.1.4.1 Metode RGEC Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 dan PBI No. 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko antara lain diatur bahwa bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (selfassessment) tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko
15
(Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi, dengan cakupan penilaian meliputi faktor-faktor sebagai berikut: Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital) untuk menghasilkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank. Penentuan tingkat kesehatan bank dalam setiap faktor penilaian tingkat kesehatan bank ditetapkan peringkatnya berdasarkan hasil analisis yang komprehensif dan terstruktur dengan menggunakan indikator penilaian baik kuantitatif maupun kualitatif. Peringkat setiap faktor dikategorikan menjadi 5 kategori, yaitu peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih baik. Mengacu ke Surat Edaran Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, manajemen bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai tingkat kesehatan bank. Prinsip-prinsip umum penilaian tingkat kesehatan bank umum yang menjadi landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank adalah sebagai berikut: 1) Berorientasi Risiko Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada risiko-risiko bank dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja bank secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan risiko atau mempengaruhi kinerja keuangan bank pada saat
16
ini dan di masa yang akan datang. Dengan demikian, bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar permasalahan bank serta mengambil langkahlangkah pencegahan dan perbaikan secara efektif dan efisien. 2) Proporsionalitas Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Parameter/indikator penilaian tingkat kesehatan bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP/2011 merupakan standar minimum yang wajib digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank. Namun demikian, bank dapat
menggunakan
parameter/indikator
tambahan
yang
sesuai
dengan
karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai tingkat kesehatan bank sehingga dapat mencerminkan kondisi bank dengan lebih baik. 3) Materialitas dan Signifikansi Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi faktor penilaian tingkat kesehatan bank yaitu profil risiko, GCG, rentabilitas, dan permodalan serta signifikansi parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor dalam menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor. Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai mengenai risiko dan kinerja keuangan bank. 4) Komprehensif dan Terstruktur Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta difokuskan pada permasalahan utama bank. Analisis dilakukan secara terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar risiko dan antar faktor
17
penilaian
tingkat
kesehatan
bank
serta
perusahaan
anak
yang
wajib
dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-fakta pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend, dan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh bank.
2.1.4.2 Profil Risiko (Risk Profile) Risk Profile (profil risiko) menjadi dasar penilaian tingkat bank pada saat ini
dikarenakan setiap kegiatan
yang dilaksanakan
oleh bank
sangat
memungkinkan akan timbulnya risiko. Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 5/8/PBI/2003 pengertian manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Sedangkan definisi risiko menurut Ali (2006) adalah peluang atau kemungkinan terjadinya bencana atau kerugian sedangkan dalam perbankan resiko itu diartikan sebagai peluang dari kemungkinan terjadinya situasi yang memburuk atau bad outcome. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP/2011, penilaian faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam aktivitas operasional bank. Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Karakteristik risiko inheren bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas bank, industri dimana bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi.
18
Penilaian
kualitas
penerapan
manajemen
risiko
bertujuan
untuk
mengevaluasi efektivitas penerapan manajemen risiko bank sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Penerapan manajemen risiko bank sangat bervariasi menurut skala, kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat ditoleransi oleh bank. Dengan demikian, dalam menilai kualitas penerapan manajemen risiko perlu diperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP/2011, risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. a) Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko kerugian yang diderita bank karena debitur tidak melunasi kembali kewajibannya kepada pihak bank (Ali, 2006:199). Menurut Kamus Bank Indonesia risiko kredit adalah risiko yang timbul dalam hal debitur gagal memenuhi kewajiban untuk membayar angsuran pokok ataupun bunga sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kredit. Jadi, apabila debitur tidak dapat melunasi kewajibannya dan tidak dapat membayar bunga serta kewajiban-kewajiban lainnya maka bank sedang berhadapan dengan credit risk. Bank dapat menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit
19
bermasalah dari keseluruhan kredit yang diberikan oleh bank yang kolektibilitasnya kurang lancar, diragukan dan macet dari kredit yang diberikan secara keseluruhan. b) Risiko Pasar Risiko pasar atau yang disebut juga dengan Sensitivity to Market Risk atau bisa juga dengan sebutan Risiko Suku Bunga dalam Banking Book (Interest Rate Risk in Banking Book/IRRBB) adalah risiko kerugian bank yang dikarenakan selisih/gap tingkat suku bunga. Interest Rate Risk (IRR) merupakan salah satu model yang digunakan untuk mendeteksi secara umum sensitivitas bank terhadap pergerakan suku bunga. Rasio ini memperlihatkan risiko yang mengukur besaran bunga yang diterima oleh bank dibandingkan dengan bunga yang dibayar (Sawir, 2005). Sedangkan Menurut Ali (2006:132) risiko pasar terjadi karena pengaruh dari gejolak suku bunga, perubahan nilai saham, nilai tukar valas, dan perubahan nilai komoditas. Penilaian Risiko inheren atas Risiko Pasar, parameter/indikator yang digunakan adalah perhitungan rasio Interest Rate Risk (IRR). Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat suku bunga, nilai tukar yang beredar dan untuk mengukur sensitivitas aset dan liabilitas terhadap suku bunga (SE BI 13/24/DPNP/2011). c)
Risiko Likuiditas Menurut Kamus Bank Indonesia, risiko likuiditas adalah risiko bank
dimana tidak memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek yang dapat
20
diuangkan segera dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan deposan atau debitur. Risiko ini terjadi sebagai akibat kegagalan pengelolaan antara sumber dana dan penanaman dana atau kekurangan likuiditas/dana yang mengakibatkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya pada waktu yang telah ditetapkan (liquidity risk). Bank dianggap likuid jika bank memiliki cukup uang tunai atau asset likuid lainnya, memiliki kemampuan meningkatkan dana secara cepat dari sumber lainnya, serta memiliki penyangga likuiditas yang memadai untuk memungkinkan bank tersebut dapat memenuhi kewajiban pembayaran dan kebutuhan uang tunai yang mendadak (Darmawi, 2012:59). Jadi, likuiditas adalah keadaan yang berhubungan dengan persediaan uang tunai dan alat-alat likuid lainnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko likuiditas dengan menggunakan pengukuran Loan to Deposit Ratio (LDR) . LDR digunakan untuk mengukur perbandingan jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank, yang menggambarkan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana oleh masyarakat dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi LDR menunjukkan bahwa semakin rendah likuiditas bank karena terlalu besar jumlah dana masyarakat yang dialokasikan ke kredit.
21
d) Risiko Operasional Merupakan risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau sebagai akibat dari kejadian eksternal. Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan, atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Sumber risiko operasional dapat disebabkan antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal. Penilaian risiko inheren atas risiko operasional, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) karakteristik dan kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya manusia; (iii) teknologi informasi dan infrastruktur pendukung; (iv) fraud, baik internal maupun eksternal, dan (v) kejadian eksternal e)
Risiko Hukum Risiko hukum adalah risiko dari ketidakpastian tindakan atau tuntutan atau
ketidakpastian dari pelaksanaan atau interpretasi dari kontrak, hukum atau peraturan. Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai. Penilaian Risiko inheren atas Risiko Hukum, parameter/indikator yang digunakan adalah
22
(i) faktor litigasi; (ii) faktor
kelemahan
perikatan;
dan
(iii)
faktor
ketiadaan/perubahan
peraturan
perundang- undangan. f)
Risiko Stratejik Risiko stratejik adalah risiko yang disebabkan oleh adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. Risiko Stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Penilaian Risiko inheren atas Risiko Stratejik, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) kesesuaian strategi bisnis Bank dengan lingkungan bisnis; (ii) strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi; (iii) posisi bisnis Bank; dan (iv) pencapaian rencana bisnis bank. g) Risiko Kepatuhan Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakpatuhan suatu bank untuk melaksanakan perundang–undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber Risiko Kepatuhan antara lain timbul karena
23
kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum. Penilaian Risiko inheren atas Risiko Kepatuhan, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan, (ii) frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record ketidakpatuhan Bank, dan (iii) pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk transaksi keuangan tertentu. h) Risiko Reputasi Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak langsung (below the line) dan bersifat langsung (above the line). Penilaian Risiko inheren atas Risiko Reputasi parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait; (ii) pelanggaran etika bisnis; (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis Bank; (iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif Bank; dan (v) frekuensi dan materialitas keluhan nasabah.
2.1.4.3 Good Corporate Governance Corporate governance atau tata kelola perusahaan adalah sistem yang digunakan dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan (Ali, 2006:334). Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value
24
added) untuk semua stakeholder, dengan kata lain, GCG adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengatur dan
mengendalikan perusahaan, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Di Indonesia, istilah Good Corporate Governance (GCG) baru dikenal sejak tahun 1990an, yaitu semenjak bangkrutnya beberapa perusahaan raksasa dunia. Pada tahun 1997, krisis keuangan yang melanda di Indonesia juga turut menjatuhkan perekonomian salah satunya pada bidang perbankan.
Pedoman
Good Corporate Governance perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menyatakan bahwa krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997 bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum terlaksananya dilaksanakannya good corporate governance dan etika yang melandasinya. Hal ini membuat semakin banyak kalangan yang menyadari pentingnya penerapan Good Corporate Governance. Maka, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Perbankan Indonesia (PBI) Nomor 8/4/PBI/2006 yang mengatur tentang Good Corporate Governance yang dimaksudkan agar bank yang menerapkan Good Corporate Governance dapat meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No 13/1/2011 yang mewajibkan bank-bank di Indonesia memasukkan faktor Good Corporate Governance ke
25
dalam salah satu penilaian tingkat kesehatan bank, maka perusahaan sangat perlu untuk memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga stabilitas sistem perbankannya sehingga dapat memperoleh predikat penerapan tata kelola perusahaan yang sehat). Indikator penilaian GCG yaitu menggunakan bobot penilaian berdasarkan nilai komposit dari ketetapan Bank Indonesia menurut PBI No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penilaian terhadap faktor GCG dalam metode RGEC didasarkan ke dalam tiga aspek utama yaitu, governance structure, governance process, dan governance output. Governance stucture mencakup pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi serta kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite. Governance process mencakup fungsi kepatuhan bank, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi audit internal dan eksternal, penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal, penyediaan dana kepada pihak terkait dan dana besar, serta rencana strategis bank. Aspek terakhir governance output mencakup transaparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG yang memenuhi prinsip adalah sebagai berikut : a) Keterbukaan (Transparency) 1) Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya. 2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada halhal yang bertalian dengan visi, misi,
26
sasaran usaha dan strategi
perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank. 3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. 4) Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut b) Akuntabilitas (Accountability) 1) Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG. 2) Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam pengelolaan bank. 3) Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan, sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki reward and punishment system. c) Tanggung Jawab (Responsibility)
27
1) Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudential banking practices) dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku. 2) Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik) termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial. d) Independensi (Independency) 1) Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest). 2) Bank dalam mengambil keputusan harus obyektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun. e) Kewajaran (Fairness) 1) Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran. 2) Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholder untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
2.1.4.4 Rentabilitas (Earning) Analisis rasio rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Margaretha, 2009:61). Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat
28
ukur untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2003:119-120). Rasio rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba yang diperoleh perusahaan dengan aktiva atau modal yang diperlukan untuk menghasilkan laba tersebut (Riyanto, 2001). Secara keseluruhan rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu dengan total aktiva atau modal yang digunakan dalam operasi perusahaan. Bank dalam memperoleh laba atau keuntungan secara keseluruhan dengan modal yang dimiliki atau modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Salah satu tujuan utama suatu bank pada umumnya adalah untuk memperoleh keuntungan. Untuk mengukur kinerja suatu bank salah satu caranya adalah dengan mengukur kemampuan suatu bank untuk memperoleh keuntungan . Jadi, perlu diketahui apabila bank selalu mengalami kerugian dalam setiap kegiatan operasinya maka tentu saja lama-kelamaan kerugian tersebut akan menghabiskan modalnya. Menurut Kasmir (2008:197), analisis rasio rentabilitas memiliki tujuan yaitu untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu, untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang, untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu, untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan oleh perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
29
Menurut Surat Edaran No.13/24/DPNP/2011, penilaian faktor rentabilitas meliputi evaluasi terhadap
kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas,
kesinambungan (sustainability) rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat,
trend, struktur, stabilitas
rentabilitas bank, dan perbandingan kinerja bank dengan kinerja peer group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group, Bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki. Karakteristik bank dari sisi earnings atau rentabilitas adalah kinerja bank dalam menghasilkan laba dan kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa depan. Indikator penilaian rentabilitas adalah ROA (Return On Assets) dan NIM (Net Interest Margin). Berikut adalah pejelasan mengenai masing-masing indikator penilaian rentabilitas, yaitu : a. Return on Assets (ROA) ROA menujukkan keefisienan perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk memperoleh pendapatan. ROA menggambarkan kemampuan manajemen bank dalam seberapa efektif suatu bank mengelola asetnya untuk menghasilkan suatu keuntungan (Dietrich dan Gabrielle, 2010). ROA dihitung dengan menbagi laba sebelum pajak (laba bersih) dengan rata-rata nilai total aset selama satu periode ( Xuenzhi dan Dickson, 2012). Menurut Susan Irawati (2006:59), yang menyatakan bahwa Return On Assets adalah kemampuan suatu perusahaan (aktiva perusahaan) dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba operasi perusahaan
30
(EBIT) atau perbandingan laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan untuk menghasilkan laba dan dinyatakan dalam persentase. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset. b.
Net Interest Margin (NIM) NIM adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan (laba) yang
diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio NIM pun mengacu kepada pendapatan operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam praktiknya memiliki berbagai risiko, seperti risiko kredit (kredit bermasalah dan kredit macet), bunga (negative spread), kurs valas (jika kredit diberikan dalam valas), dan lain-lain. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih (Almilia dan Herdiningtyas 2005:15). Jadi semakin besar rasio ini maka akan semakin besar earning yang diperoleh bank dari pendapatan bunga.
2.1.4.5 Permodalan (Capital) Menurut Surat Edaran No.13/24/DPNP/2011 penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Perhitungan permodalan yang dilakukan bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban
31
penyediaan modal minimum bagi bank umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan permodalan, Bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan Profil risiko bank. Semakin tinggi risiko bank, semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko tersebut. Modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank disamping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter (Taswan, 2010:137). Menurut Taswan (2010:213) semakin besar penempatan dana pada aset berisiko tinggi, maka semakin rendah rasio kecukupan modal. Kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank untuk mengcover eksposur risiko saat ini dan mengatasi eksposur risiko di masa mendatang. Kasmir (2008:198) menjelaskan CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) yang dibiayai dari dana modal sendiri bank baik dari sumber- sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. CAR menurut Lukman Dendawijaya (2000:122) adalah Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumbersumber di luar bank, seperti dana dari masyarakat, pinjaman, dan lain – lain. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
32
2.2
Penelitian Terdahulu Pada penelitian – penelitian terdahulu analisis kesehatan Bank dengan
metode RGEC dan Metode CAMELS telah banyak digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank, diantaranya sebagai berikut : 1) Penilitian yang dilakukan oleh Keovongvichith (2011) mengenai analisis kinerja keuangan pada sektor perbankan di Laos periode 2005-2010 dengan menggunakan metode CAMEL, menemukan bahwa bank-bank komersial di Laos mengalami peningkatan secara finansial, termasuk tingkat kecukupan modal, kualitas aset yang baik dengan rendahnya tingkat NPL, peningkatan efisiensi manajemen dan profitabilitas serta likuiditas yang baik. 2) Pada penelitian yang dilakukan oleh Laghari, et.al (2011) mengenai kinerja dari National Bank of Pakistan (NBP) dan Muslim Commercial Bank (MCB) dengan indikator metode CAMELS, menemukan hasil bahwa kedua bank telah berhasil meningkatkan rasio ROA, ROE, dan rasio ROD pada tahun 2001. Hasil perhitungan rasio ROA, ROE, dan ROD pada MCB lebih tinggi dibandingkan dengan hasil perhitugan pada NBP. 3) Pada Penelitian yang dilakukan oleh Mannorahmah, et.al (2014) mengenai analisis pengukuran tingkat kesehatan bank dengan pendekatan metode RGEC pada PT Bank Centra Asia, Tbk., maka dapat disimpulkan bahwa Bank BCA merupakan bank yang layak bagi nasabah untuk dipercaya sebagai tempat penyimpanan dana karena BCA memiliki kategori bank yang sangat sehat, selain itu dari analisis rasio-rasio pengukuran yang telah dilakukan,
33
dapat menunjukkan bahwa profesional dan kredibilitas BCA sangat besar dalam hal menjaga kepercayaan yang telah diberikan nasabahnya. 4) Pada Penelitian yang disusun oleh Lasta, et.al (2014) mengenai analisis tingkat kesehatan PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk pada tahun 2011 sampai dengan 2013 yang diukur menggunakan pendekatan RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital) secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa BRI merupakan bank yang sehat bahkan dalam beberapa indikator menunjukkan bahwa BRI mendapatkan predikat bank yang sangat sehat. 5) Pada penelitian yang disusun oleh Yessi, et.al (2015) mengenai analisis tingkat kesehatan bank dengan pendekatan RGEC pada PT Bank Sinar Harapan Bali maka hasil penilaian Bank Sinar Harapan Bali dari tahun 2010 hingga 2012 dengan berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia (BI) No. 13/24/PBI/2012, mendapatkan predikat sehat. 6) Pada Penelitian Jeremiah Kevin Dennis Jacob (2013) yang dilakukan pada Bank umum milik pemerintah yang terdaftar dalam bursa efek Indonesia periode 2010-2011 menggunakan metode CAMEL meperlihatkan predikat bank yang sehat. 7) Penelitian yang disusun oleh Suabawa dan Wirawati yang dilakukan pada bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008, 2009, 2010 dan 2011 menggunakan metode CAMEL secara umum menunjukkan predikat bank yang
sehat. Bank Central Asia merupakan bank dengan tingkat
34
kesehatan terbaik dengan memperoleh skor tertinggi yaitu sebesar 30 pada tahun 2008, 2010, dan 2011. 8) Pada penelitian yang disusun oleh Santi Budi Utami (2015) yang telah dilakukan pada PT Bank Negara Indonesia Syariah periode 2012 sampai 2013 menggunakan metode RGEC menunjukkan predikat kesehatan bank tersebut memperoleh predikat sehat.
35