BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan Agronomi
Kopi (Coffea sp.) termasuk ke dalam jenis coffea, anggota dari famili Rubiaceae yang terdiri dari tiga spesies utama yakni coffea arabica, coffea canephora dan coffea liberica. Dari ketiga spesies tersebut terdapat banyak varietas yang merupakan hasil turunan klon-klon, kopi digolongkan dalam kelas dicotyledoneae. Berikut ini adalah klasifikasi dari tanaman kopi arabika : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rubiales
Family
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea arabica L.
(Bahri, 1996). Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan tingginya dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting. Kopi arabika mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman
lain. Tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang yang sifat dan fungsinya berbeda (Najiyati dan Danarti, 2004). Kopi arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi antara 1250-1850 m dari permukaan laut. Tanaman ini banyak terdapat di Ethiopia pada garis lintang belahan utara 6°-9o sampai daerah subtropis 24o pada garis lintang belahan selatan. Sebenarnya jenis arabika ini dapat hidup juga di dataran rendah sampai dataran yang lebih tinggi lagi, tetapi apabila ditanam di dataran yang lebih rendah atau lebih tinggi kurang produktif. Sebab jenis kopi arabika ini jika ditanam di dataran rendah di bawah 1000 m akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix. Sebaliknya, jika kopi arabika ini ditanam di dataran tinggi, yang lebih dari 1850 m, udara akan terlalu dingin sehingga akan banyak tumbuh vegetatif saja. Dan yang paling optimal bila tanaman ini ditanam pada ketinggian 1250-1850 m dari permukaan laut, dengan suhu sekitar 17°-21o C.
Ciri-ciri umum kopi arabika antara lain : •
Kopi arabika peka terhadap penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 m.
•
Kopi arabika hidup di daerah dataran tinggi dan sejuk.
•
Bentuk cabang tidak teratur, ruas batang agak pendek, cabang meliuk-liuk mendominasi.
•
Daun bulat telor dengan ujung runcing, permukaan dan tepi daun bergelombang.
•
Pohonnya tinggi agak melebar dengan daun rimbun menutupi batang
•
Buah yang masih muda bentuknya agak memanjang
•
Buah yang masak berbentuknya agak bulat dan warna merah hati
•
Pemasakan buah tidak serentak sehingga perlu dipanen secara bertahap
Ciri-ciri rasa kopi arabika : •
Memiliki rasa asam yang agak asam.
•
Rasa kopi arabika lebih lembut.
•
Memiliki rasa pahit yang dominan.
•
Memiliki kekental atau kepadatan saat di mulut.
•
Aromanya wangi kopi arabika seperti perpaduan bunga dan buah (Herman, 2008).
Kopi arabika berasal dari Ethiopia dan Abessinia. Kopi ini merupakan jenis pertama yang dikenal dan dibudidayakan, bahkan termasuk kopi yang paling banyak diusahakan hingga akhir abad ke-19. Setelah abad ke-19, dominasi kopi arabika menurun karena kopi ini sangat peka terhadap penyakit Hemileia vastatrix (HV), terutama di dataran rendah. Beberapa sifat penting kopi arabika, sebagai berikut :
a. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl dengan suhu sekitar 16°-20o C. b. Menghendaki daerah beriklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturutturut, tetapi sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun di musim kemarau). c. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. d. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/tahun), tetapi mempunyai kualitas, cita rasa dan harga relatif lebih tinggi dibandingkan kopi lainnya. Bila dikelola secara intensif, produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/tahun dengan rendeman sekitar 18%. Kopi beras yang dimaksud adalah kopi kering siap giling e. Umumnya berbuah sekali dalam setahun (Najiyati dan Danarti, 2004).
1. Tanah Selain menghendaki tanah gembur dan kaya bahan organik, kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu antara pH 5-6,5 untuk kopi arabika. Bila pH tanah kurang dari angka tersebut, tanaman kopi juga masih dapat tumbuh, tetapi kurang bisa menyerap beberapa unsur hara sehingga terkadang perlu diberi kapur. Sebaliknya, tanaman kopi tidak menghendaki tanah yang agak basa (pH lebih dari 6,5) sehingga pemberian kapur tidak boleh berlebihan (Najiyati dan Danarti, 20004). Tanaman kopi menghendaki reaksi yang agak masam dengan pH 5,5-6,5. Tetapi, hasil yang baik sering kali diperoleh pada tanah yang lebih asam, dengan catatan keadaan fisiknya baik. Pada tanah yang bereaksi lebih asam, dapat dinetralisasi dengan kapur tohor atau yang lebih tepat diberi pupuk. Pada umumnya tanah yang lebih asam kandungan mineralnya lebih rendah. Walaupun syarat-syarat yang berhubungan dengan tanah itu dapat dipenuhi dengan baik, tetapi perusahaan kopi belum tentu menguntungkan karena harus memperhatikan faktor lain, terutama iklim (AAK, 1991). 2. Iklim Faktor iklim besar sekali pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi. Faktor iklim mencakup : a. Daerah penyebaran, tinggi tempat dan suhu b. Curah hujan dalam satu tahun c. Angin d. Pengaruh iklim terhadap produksi tanaman (AAK, 1991). Kopi adalah salah satu jenis tanaman yang terdapat di daerah tropis dan subtropis yang membentang di sekitar garis ekuator dan dapat hidup pada dataran rendah sampai dataran
tinggi. Namun, hal ini tergantung dari jenis kopi itu sendiri. Tanaman kopi memerlukan musim kering maksimal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat. Sedangkan masa kering sesudah berbunga lebat sebisa mungkin tidak melebihi 2 minggu. Sehubungan dengan keadaan hujan di musim kemarau, maka daerah-daerah membedakan antara daerah basah dan daerah kering (Retnandari dan Tjokrowinoto, 1991). 2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi Turunnya produksi kopi arabika sepanjang tahun 2010 lalu hingga mencapai 40%, membawa dampak besar pada harga. Karena pasokan yang minim, harga kopi melonjak drastis. Untuk kopi arabika asalan saja, harganya kini telah mencapai Rp 44.000 hingga Rp 46.000 per kg dan ini merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah perkopian di Sumatera. Awal Desember 2010, harga kopi arabika biasa masih berkisar antara Rp 35.000 hingga Rp 36.000 per kg dengan harga ekspor US$4,6 per kg. Peningkatan harga lokal ini menyebabkan harga ekspor semakin bertahan menguat pada level harga US$5,5 sampai US$6 per kg. Peningkatan harga lokal dan ekspor diperkirakan masih terus berlanjut mengingat penurunan produksi akan berlangsung hingga tahun ini. Kondisi itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi pada negara penghasil kopi lainnya seperti Brazil dan Vietnam (Herman, 2008). Petani menggunakan sumber-sumber yang berbeda untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usahatani mereka dan pengetahuan baru itu dikembangkan tidak hanya oleh lembaga penelitian, tetapi juga oleh banyak pelaku yang berbeda. Untuk mengelola usahataninya dengan baik, petani memerlukan pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik seperti : hasil penemuan dari penelitian berbagai disiplin pengolahan usahatani dan teknologi produksi, pengalaman petani lain, situasi mutakhir dan perkembangan yang mungkin terjadi di pasaran input dan hasil-hasil produksi serta kebijakan pemerintah (Rahardi, 1995).
Di Indonesia, masa panen kopi jenis arabika mundur dari seharusnya mulai Oktober hingga Desember lalu. Namun, sampai sekarang masih sedikit lahan yang bisa dipanen. Mundurnya masa panen itu membuat kualitas kopi menurun ke grade rendah, terutama di daerah produksi Sumatera Utara. Meskipun begitu, importir mengalihkan permintaan khusus ke grade rendah karena menilai harga kopi arabika bertahan menguat itu terlalu tinggi sehingga mempengaruhi biaya produksi (Herman, 2008). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya pendapatan petani kopi arabika dalam usahatani kopi miliknya dikarenakan harga jual kopi di pasar relatif rendah yaitu Rp. 6667/kg. Suyanto (2008) menyimpulkan bahwa faktor harga meruupakan faktor dominan yang akan mempengaruhi perluasan tanaman kopi di Indonesia. Dengan kata lain, perubahan harga direspon oleh petani dengan respon jangka panjang keputusan investasi. 2.2 Landasan Teori
Jaringan diartikan sebagai suatu saluran yang menghubungkan suatu subsistem dengan berbagai subsistem lainnya yang memiliki keterkaitan erat antar subsistem-subsistem itu sendiri. Menurut Arsyad dkk. (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah “suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas. Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian”. (Soekartawi, 2005). Agribisnis merupakan sektor perekonomian yang menghasilkan dan mendistribusikan masukan bagi pengusaha tani dan memasarkan, mengolah serta mendistribusikan produk usahatani kepada pemakai akhir. Agribisnis dalam arti sempit yaitu hanya merujuk pada
produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian. Dewasa ini, pandangan tentang agribisnis yang secara umum dianggap tepat sudah semakin meluas. Dengan demikian, jaringan agribisnis dapat didefinisikan sebagai suatu saluran sektor perekonomian pertanian yang terdiri dari beberapa sektor atau subsistem yang mempunyai hubungan yang erat dalam menyalurkan hasil usahatani. Agribisnis dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu usahatani (on-farm) dengan industri hulu (up-stream) dan industri hilir (down-stream) pertanian. Secara garis besar, sistem dari agribisnis tersebut memiliki subsistem. Subsistem pertama adalah subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan barangbarang modal bagi pertania, seperti industri pembibitan/pembenihan hewan dan tumbuhan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak) dan industri agrootomotif (mesin dan peralatan pertanian) serta industri pendukung (Soekartawi, 2002). Kedua, subsistem usahatani atau pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi pertanian untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usahatani tanaman pangan dan holtikultura (Soekartawi, 2002). Ketiga, subsistem agribisnis hilir atau pengolahan (downstream agribusiness), yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer (agroindustri) menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finish product). Termasuk didalamnya industri makanan, industri minuman, industri barang-barang serat alam (barangbarang karet, polywood, pul, kertas dan bahan-bahan bangunan terbuat dari kayu, rayon, benang dari kapas atau sutera, barang-barang kulit tali dan karung goni), industri biofarmaka dan industri agrowisata dan estetika, termasuk kegiatan perdagangannya (Soekartawi, 2002).
Keempat, subsistem pemasaran, yakni kegiatan-kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian, baik segar maupun olahan, di dalam dan luar negeri. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan distribusi untuk memperlancar arus komoditas dari sentra produksi ke sentra konsumsi, promosi dan informasi pasar (Soekartawi, 2002).
INPUT PERTANIAN Bibit Unggul
Pupuk
Mesin dan Peralatan
Pengangkutan
Pestisida
Usahatani
Pemrosesan
Industrial
Bahan Pangan
Eceran
Pasar Swalayan
Restoran
Lembaga
Lainnya
Gambar: Sistem agribisnis dari hulu sampai hilir (Downey, 1987). Faktor produksi/input adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit,
pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen merupakan faktor produksi terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2005). Pengolahan hasil merupakan salah satu kegiatan yang cukup penting dari serangkaian kegiatan agribisnis. Hal ini disebabkan kegiatan pengolahan hasil memberikan beberapa manfaat dan keuntungan, seperti : meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen dan meningkatkan pendapatan produsen (Soekartawi, 2005). Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai dengan perpindahan hak miik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembagalembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran produk pertanian seperti : produsen/petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran (Sudiyono, 2004). Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin yang diperoleh pada masingmasing lembaga pemasaran yang terlibat berbeda pula (Sudiyono, 2004). Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi, maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik,
mengupayakan harga input yang rendah dan mengatur skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004). 2.3 Kerangka Pemikiran
Di dalam jaringan agribisnis para pelaku agribisnis melakukan proses atau fungsi pemasaran untuk menambah nilai bentuk sehingga akan mendapat nisbah margin. Jaringan agribisnis meliputi proses-proses yang dilakukan para pelaku agribisnis dimana pelaku agribisnis tersebut yaitu produsen, middleman, lembaga pemasaran, KUD setempat, tengkulak dan konsumen. Pada peredaran produk ke berbagai tempat proses distribusi hasil produk pertanian dilakukan dari sentra-sentra produksi ke berbagai tempat yang merupakan tempat penampung atau penjualan sehingga membentuk jaringan pemasaran produk. Pengelolaan usahatani kopi merupakan kemampuan petani bertindak sebagai penglola atau sebagai manajer dari usahataninya. Berusahatani merupakan suatu proses yang didalamnya terdiri dari himpunan input produksi atau faktor produksi seperti lahan, modal, tenaga kerja dan sarana produksi lainnya yang mendukung kegiatan usahatani sehingga menghasilkan output yang memuaskan. Dalam hal ini output merupakan hasil produksi yaitu kopi arabika biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering). Pemasaran produk pertanian cenderung sangat kompleks sehingga saluran distribusi produk lebih panjang dan mencakup lebih banyak perantara. Panjang pendeknya saluran pemasaran suatu barang niaga ditandai dengan berapa banyaknya pedagang perantara yang dilalui oleh barang niaga tersebut mulai dari produsen hingga ke konsumen tingkat akhir.
Analisis pemasaran menurut fungsi pemasaran dapat dilakukan dengan cara menentukan dengan jelas fungsi-fungsi pemasaran dan menggolongkan tiap jenis biaya pemasaran dan menentukan biaya persatuan pemasaran. Mata rantai tataniaga dimulai dari petani sebagai produsen yang menghasilkan biji kopi arabika. Petani menjual biji kopi arabika kepada pedagang pengumpul di desa. Kemudian biji kopi diolah melalui cara semi basah oleh pengumpul. Dari cara pengolahan ini dihasilkan kopi asalan (ready) yang siap disalurkan ke pedagang besar dengan kadar air 18% tanpa proses sortir. Oleh pedagang besar, kopi ready disortir atau dipilih secara manual dan akan dijual ke eksportir untuk disalurkan ke luar negeri. Dalam tataniaga yang dilakukan eksportir, biasanya kopi yang diperdagangkan dalam bentuk kopi ready dengan kadar air 12-13%. Setiap lembaga tataniaga yang berperan dalam perjalanan rantai tataniaga tersebut, masing-masing melakukan fungsifungsi tataniaga sehingga menyebabkan terdapatnya biaya tataniaga dimana semakin panjang rantainya, maka semakin tinggi biaya keseluruhan yang dikeluarkan sehingga semakin tinggi pula harga yang dibayarkan konsumen. Jika biaya tataniaga dapat ditekan, maka efisiensi pemasaran dapat terjadi.
Harga produk terbentuk dari fungsi pemasaran yang dilakukan sehingga menimbulkan perbedaan harga di tingkat pengecer dan petani. Keadaan pasar dibentuk dengan melihat posisi tawar petani terhadap pembeli sehingga dapat dilihat pasar produk pertanian cenderung ke arah monopsoni atau oligopsoni.
Skema Kerangka Pemikiran
Agribisnis
Kegiatan Pengadaan Input Produksi
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Produksi
Pengolahan
Pemasaran
Produk Bibit, Pupuk, Pestisida serta Mesin dan Peralatan Pertanian
Akhir
Petani / Produsen
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Perolehan Modal Middleman
Margin Pemasaran
Harga Pasar Keterangan : : menyatakan hubungan : menyatakan pengaruh
Pedagang Perantara
Konsumen Akhir
Tingkat Efisiensi Tataniaga
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori yang sudah dibuat, maka hipotesis yang akan diuji sebagai berikut : 1) a) Diduga produsen yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian memiliki tingkat produktivitas kopi arabika yang tinggi. b) Diduga middleman (pedagang perantara) yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian memiliki modal sendiri. c) Diduga harga kopi arabika yang terlibat dalam jaringan agribisnis di daerah penelitian cukup tinggi. d) Diduga masing-masing pihak yang terlibat dalam jaringan agribisnis kopi arabika memiliki hubungan langsung yang sangat erat dan tetap dalam upaya pemasaran kopi arabika ke konsumen akhir. e) Diduga bentuk produk kopi arabika yang dijual di daerah penelitian adalah biji merah (gelondong) dan biji putih (biji kering) untuk pedagang perantara (middleman) serta kopi bubuk untuk para konsumen. 2) Diduga saluran tataniaga yang terdapat dalam jaringan agribisnis kopi arabika di daerah penelitian memiliki margin pemasaran yang efisien bagi semua lembaga pemasaran yang terlibat.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Sampel
Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel yang dipilih benar-benar representatif. Adapun yang menjadi pertimbangannya adalah pertama, desa merupakan salah satu sentra tanaman kopi arabika. Kedua, luasan daerah panen kopi dimiliki langsung oleh petani setempat. Ketiga, dari hasil pra survey yang dilakukan peneliti, akses data ke wilayah ini mampu menyediakan data yang dibutuhkan.
3.2 Metode Penentuan Sampel Populasi penelitian adalah petani dan pedagang perantara kopi arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Berdasarkan data Dinas Perkebunan 2010, jumlah petani kopi arabika di wilayah penelitian adalah sebanyak 480 kepala keluarga. Sampel petani produsen ditetapkan secara puposive dengan pertimbangan teknis dan nonteknis di lapangan (Sinulingga, 2011). 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan petani dan pedagang yang menjadi sampel dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait seperti Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS),dan Koperasi Unit Desa (KUD). Adapun