BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan pustaka Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian. Pada saat ini tingkat kesejahteraan petani sedang menjadi perhatian utama, karena tingkat kesejahteraan petani diperkirakan makin menurun. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya tingkat kesejahteraan petani makin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah yang cenderung rendah pada saaat panen raya dan naiknya beberapa faktor input produksi usaha tani ( Wiryono, 1997 ). Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah nilai tukar petani (NTP). Nilai tukar petani adalah rasio indeks yang diterima petani dengan indeks yang dibayar petani. Nilai Tukar Petani diatas 100 berarti indeks yang diterima petani lebih tinggi dari yang dibayar petani, sehingga dapat dikatakan petani lebih sejahtera dibandingkan jika NTP di bawah 100. Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu : 1) NTP >100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2) NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraaan petani tidak mengalami perubahan. 3) NTP <100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya. Adapun kegunaan dari NTP adalah : 1) Dari indeks harga yang diterima petani (It) dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini juga digunakan sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian. 2) Dari kelompok konsumsi rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar petani (Ib), dapat digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan. 3) Nilai tukar petani mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam memproduksi. Hal ini terlihat bila dibandingkan kemampuan nilai tukarnya pada tahun dasar. Dengan demikian, NTP dapat dipakai sebagai salah satu indikator
dalam
menilai
tingkat
kesejahteraan
petani
( Badan Pusat Statistik, 2008 ).
Universitas Sumatera Utara
Besar kecilnya proporsi pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian akan mempengaruhi besar kecilnya kekuatan nilai tukar pertanian bagi petani yang berkaitan erat dengan peran pertanian dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga petani. Perbedaan peran proporsi pertanian selain dipengaruhi dan terkait menurut kelompok masyarakat, antara petani berlahan luas dengan berlahan sempit dan buruh tani, juga dipengaruhi oleh tingkat profitabilitas usaha pertanian, kekuatan/kemampuan pasar dan kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian mekanisme komplek dari sistem permintaan,penawaran, dan kebijaksanaan akan berpengaruh dalam pembentukan nilai tukar pertanian. Pembentukan harga tidak semata ditentukan oleh sektor pertanian, tetapi juga oleh perilaku sektor di luar pertanian baik sektor riil, fiskal, maupun moneter (Killick, 1983: Timmer dkk). Penelitian tentang nilai tukar petani di Indonesia relatif banyak dilakukan. Penelitian tersebut sebagian besar hanya melihat aspek nilai tukar komoditas pertanian. Analisis nilai tukar komoditas pertanian pernah dilakukan oleh Supriyati ( 2004 ) dalam penelitiannya yang berjudul “ analisis nilai tukar komoditas pertanian
( kasus komoditas kentang ) “ menjelaskan bahwa
dalam periode 1987 – 1998, tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung meningkat karena pertumbuhan
harga
kentang lebih besar dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal. Sebaliknya, di Sulawesi Selatan tingkat kesejahteraan petani kentang cenderung menurun. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan harga kentang lebih lambat dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal. Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh tingkat penerapan
Universitas Sumatera Utara
teknologi, harga sarana produksi, tingkat produktivitas, dan harga jual komoditas kentang. Harga kentang di tingkat produsen di tiga provinsi dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Penelitian Hendayana dan Tarigan ( 1995 ) menjelaskan bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap PDB nasional semakin menurun. Pangsa subsektor tanaman juga cenderung sering menurun, tetapi jumlah penurunannya lebih rendah daripada sektor pertanian secara keseluruhan. Nilai tukar sektor tanaman pangan sangat bergejolak dan mempunyai kecenderungan meningkat. Jumlah stok awal, PDB, nilai tukar dan pangsa subsektor pangan terhadap total PDB berpengaruh positif terhadap jumlah beras yang tersedia, sedangkan jumlah impor dan pangsa sektor industri terhadap PDB total berpengaruh negatif terhadap jumlah beras yang tersedia. Pada tahun 1950-an, Presbich dan Singer dalam ( Sarkar 1986 ) menyatakan bahwa harga komoditas primer cenderung menurun dan penurunan ini kemungkinan akan berlanjut terus. Adapun faktor yang mempengaruhi penurunan harga tersebut adalah : 1)
Rendahnya
elastisitas
pendapatan
dari
bahan
pangan
dasar
( Hukum Engle ). 2)
Perubahan teknologi dengan laju yang berbeda yang menguntungkan barang – barang produksi sektor manufaktur.
3)
Struktur pasar yang kurang kompetitif pada sektor manufaktur, yang mengarah kepada pasar monopoli.
( Hutabarat , 1995 )
Universitas Sumatera Utara
Menurut Presbich (1964),
penurunan nilai tukar
negara -negara pengekspor
produk pertanian pada tahun 1950-an dan 1960-an disebabkan oleh kegagalan negara – negara industri membagi kemajuan teknis kepada negara-negara pembeli barang industri. Sebagian besar manfaat perbaikan teknis dalam manufacturing dapat dinikmati oleh pekerja dalam bentuk upah yang lebih tinggi daripada disalurkan kepada konsumen dalam bentuk harga – harga yang lebih rendah ( Hutabarat, 1995). Menurut Simatupang ( 1992), penurunan nilai tukar barter sektor pertanian itu merupakan fenomena alamiah yang akan terjadi secara otomatis dalam suatu perekonomian yang mengalami pertumbuhan dimana kaitan antar sektor pertanian dengan industri pengolahan sangat rendah disebabkan oleh faktor – faktor : 1) Perubahan struktur ekonomi yang tumbuh bias ke sektor non pertanian. 2) Pembangunan agroindustri berjalan lambat. 3) Kemajuan teknologi pertanian yang dapat mendorong peningkatan produksi dengan pesat. 4) Perubahan struktur pasar, dengan kekuatan tawar menawar petani penjual produk pertanian semakin menurun relatif terhadap pembelinya. 5) Kebijakan pemerintah yang melindungi konsumen produk– produk pertanian. 6) Perubahan struktur demografi karena terjadinya urbanisasi. ( Hutabarat , 1995 ). Penelitian Saleh dkk (2000) dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian menjelaskan bahwa faktor harga berpengaruh besar terhadap nilai tukar penerimaan dan nilai tukar pendapatan. Nilai tukar penerimaan dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
tingkat penerapan teknologi , tingkat serangan hama/penyakit, musim/cuaca serta harga (baik harga saprodi maupun harga produk). Nilai tukar subsisten dipengaruhi
oleh besarnya tingkat pendapatan usaha pertanian dan tingkat
pengeluaran untuk konsumsi pangan. Pada penelitian ini nilai tukar komoditas pertanian diukur dengan menggunakan konsep nilai tukar penerimaan dan nilai tukar barter. Nilai tukar pendapatan diukur dengan konsep nilai tukar subsisten dan nilai tukar pendapatan total. Penelitian nilai tukar petani dilakukan oleh Rachmat ( 2000 ) menunjukkan bahwa dibandingkan kondisi pada tahun dasar, secara kumulatif dalam tahun 1987 – 1998 terjadi peningkatan NTP di 8 provinsi yaitu di Provinsi Bali, Sunbar, NTB, Sulsel, Kalsel, Sulut, dan D I Yogyakarta; dan penurunan NTP di provinsi Lampung, Sumut, Jatim, Jateng, dan Jabar. Pada masa krisis terjadi penurunan NTP padi dan sayuran sedangkan NTP palawija dan tanaman perkebunan rakyat meningkat. Lebih lanjut Rachmad ( 2000 ) menjelaskan bahwa daerah dengan pangsa komoditas padi tinggi menghasilkan NTP relatif konstan. Daerah dengan pangsa perkebunan dominan NTP cenderung menurun. Sedangkan daerah dengan pangsa konsumsi makanan tinggi menghasilkan NTP yang cenderung lebih rendah. Hasil penelitian Hutabarat ( 1995 ) menunjukkan Indeks NTP secara dominan dipengaruhi oleh indeks harga tanaman pangan dan harga konsumsi rumah tangga. Kemerosotan nilai tukar petani dan produk pertanian pada umumnya juga terjadi karena penurunan harga komoditas yang diproduksi dan dijual petani sementara harga barang industri yang dibeli petani meningkat. Sedangkan penelitian
Universitas Sumatera Utara
Hendayana & Tarigan ( 1995 ) yang berjudul “ dimensi perubahan nilai tukar dan faktor – faktor yang mempengaruhinya menjelaskan penurunan NTP lebih banyak terjadi karena menurunnya indeks harga yang diterima petani dari subsektor tanaman perdagangan rakyat.
Perubahan NTP padi di Sumatera Utara
dipengaruhi oleh produktivitas, harga gabah, konsumsi rumah tangga, dan luas garapan sawah petani. Penelitian NTP juga pernah dilakukan pada sektor perikanan. Penelitian Hadi & Sugiarto ( 2003 ) yang berjudul “ analisis nilai tukar nelayan di wilayah pesisir pantai utara Jawa (studi kasus wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan ) “ menjelaskan bahwa pendapatan keluarga yang diterima nelayan masih lebih besar dari pengeluaran. Hal tersebut menunjukkan NTN lebih dari satu, atau ada indikasi
bahwa nelayan
berpotensi untuk melakukan
investasi dengan
kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan faktor pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi, ketidakpastian hasil tangkapan, besarnya biaya operasional dan jenis ikan yang ditangkap dan harga yang diterima. Keadaan
nilai
tukar
sektor
pertanian
yang
tidak
menguntungkan
perlu diatur kembali agar sektor pertanian dapat melaksanakan peranannya dengan sebaik – baiknya. Arah pengaturannya ialah merangsang produksi, meningkatkan pendapatan rill dan taraf hidup produsen dan menimbulkan alokasi sumber daya yang menunjang pembangunan pertanian ( Anonimus, 1979 ).
Universitas Sumatera Utara
2.2
Landasan teori
Nilai tukar petani didefinisikan sebagai pengukur kemampuan tukar barang barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan dalam memproduksi hasil pertanian. Dengan demikian NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). It mencakup sektor tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat, sedangkan Ib mencakup kelompok konsumsi rumahtangga dan biaya produksi dan penambahan barang modal ( Departemen Pertanian , 2003 ). Indeks harga yang diterima petani (It) adalah perbandingan antara harga yang diterima petani pada tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar. Sedangkan perbandingan antara harga yang dibayarkan petani pada tahun berlaku dengan harga yang dibayarkan petani pada tahun dasar merupakan indeks harga yang dibayarkan petani (Ib). NTP ditentukan oleh interaksi antara empat unsur harga yang terpisah, yaitu harga output pertanian, harga input pertanian, harga luaran sektor industri perkotaan (non pertanian), dan harga masukan sektor nonpertanian. Pemerintah dapat mempengaruhi keempat harga-harga di atas dengan tujuan yang sangat khusus . Jika campur tangan pemerintah ini dikombinasikan, maka akan terbentuklah nilai tukar sektor pertanian/pedesaan terhadap sektor perkotaan atau industri. Oleh karena itu, nilai tukar petani dapat dipakai sebagai petunjuk tentang keuntungan di sektor pertanian dan kemampuan daya beli barang dan jasa dari pendapatan petani. Jika seandainya campur tangan pemerintah ini tidak
ada,
maka
nilai
tukar
akan
ditentukan
oleh
kekuatan
pasar
( Hendayana , 1995 ).
Universitas Sumatera Utara
Nilai Tukar Petani ( NTP ) berbeda menurut wilayah/provinsi karena adanya perbedaan inflasi ( laju pertumbuhan indeks harga konsumen ), sistem distribusi pupuk dan input-input pertanian lainnya dan juga perbedaan titik ekuilibrium pasar untuk komoditi-komoditi pertanian. Titik keseimbangan pasar itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan di wilayah tersebut. Dari sisi penawaran, faktor penentu adalah terutama volume dan kapasitas produksi (ditambah dengan impor kalau ada ), sedangkan dari sisi permintaan adalah terutama jumlah penduduk (serta komposisinya menurut umur dan jenis kelamin) dan tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita
( Hendayana, 1995 ).
Kecenderungan rendahnya NTP akan dapat mengurangi insentif petani dalam meningkatkan produktivitas pertanian secara optimal dalam jangka panjang. Kondisi demikian dapat mengurangi laju peningkatan produksi relatif terhadap laju peningkatan konsumsi dalam negeri, sehingga swasembada pangan terutama beras
yang
telah
tercapai
selama
ini
bisa
terancam
kelestariannya
( Hendayana, 1995 ). Berbagai fenomena perubahan situasi yang terjadi baik yang bersifat alami seperti gejolak produksi pertanian maupun gejolak yang terjadi akibat adanya distorsi pasar seperti penerapan kebijaksanaan yang disengaja, baik di sektor pertanian dan non-pertanian, ditingkat mikro maupun makro, akan mempengaruhi hargaharga yang pada gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar petani dan akan menjadi masukan penting bagi penyusunan program kebijaksanaan ke arah pembentukan nilai tukar yang diinginkan. Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan
Universitas Sumatera Utara
input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil produk pertanian seperti kebijaksanaan harga input dan output, subsidi, modal/perkreditan dan lainnya akan mempengaruhi nilai tukar petani secara langsung maupun tidak langsung ( Elizabeth dan Darwis , 2000 ). Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran ataupun tingkat pendapatan riil petani. Kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas dari kegiatan di luar sektor pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal ini akan berdampak ganda, tidak saja dalam peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non pertanian, tetapi juga diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan (menciptakan keseimbangan) pembangunan antar daerah, maupun antar wilayah serta optimalisasi sumberdaya nasional. Keragaman penerimaan, pengeluaran dan nilai tukar petani antar daerah dan waktu dipengaruhi oleh mekanisme pembentukan dalam sistem nilai tukar petani yang berbeda antar daerah dan antar waktu sebagai akibat dari keragaman sistem pembentukan penawaran dan penerimaan. Dari sisi penerimaan petani, keragaman antar daerah dan waktu terjadi berkaitan dengan keragaman sumberdaya dan komoditas yang diusahainya serta diversivikasi sumber pendapatan lain. Keragaman pengeluaran petani terkait dengan keragaman pola konsumsi petani antar daerah dan waktu (Supriyati, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Walaupun sebagai suatu konsep, nilai tukar sudah jelas dengan sendirinya, di dalam penelitian empiris besaran angka ini sangat tergantung kepada implikasi apa yang ingin dinilai. Sementara ini di Indonesia, baik secara konsepsional maupun dalam penelitian empiris, rumus nilai tukar yang sering digunakan yaitu: 1) Konsep barter: menunjukkan harga nisbi suatu komoditas tanaman terpilih yang dihasilkan petani terhadap barang niaga bukan-pertanian yang dibutuhkan petani dengan rumus matematis : NT =
Px × 100 Py
dimana : NT : Nilai tukar Px : harga atau indeks harga komoditas yang dihasilkan petani. Py : harga atau indeks harga komoditas yang dibeli petani.
2) Konsep faktor tunggal: yang menunjukkan pengaruh perubahan teknologi terhadap nilai tukar (1) dan dirumuskan sebagai: NT* = Ey × NT
NT*
: nilai tukar yang mengalami perubahan teknologi
Ey
: tingkat produktivitas komoditas pada waktu tertentu diukur sebagai nisbah nilai hasil dibagi biaya produksi yang dikorbankan per hektar untuk memperoleh hasil.
3) Konsep pendapatan: menyatakan nisbah nilai hasil yang diproduksi petani dengan nilai keluaran per hektar untuk memperoleh hasil, sehingga ditulis sebagai :
Universitas Sumatera Utara
NT =
Px.Qx × 100 Py.Qy
dimana : NT : nilai tukar Px : harga atau indeks harga komoditas yang dihasilkan petani Qx : jumlah komoditas yang dihasilkan petani Py : harga atau indeks harga komoditas yang dibayarkan petani. Qy : jumlah komoditas yang dibayarkan petani 4) Konsep subsisten: menyatakan nilai hasil komoditas yang dihasilkan petani yang mampu ditukarkan dengan sejumlah nilai barang yang diperlukan petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bersama rumah tangganya. Konsep ini dirumuskan sebagai berikut :
NT =
Px ⋅ Qx × 100 (PyQy) + (PzQz )
dimana : x : indeks harga komoditas yang dihasilkan petani y : indeks harga komoditas yang dibeli petani z : satuan komoditas yang dibeli petani guna memenuhi kebutuhan
hidupnya.
5) Konsep BPS: Nilai tukar yang dihitung oleh BPS ini lebih mendekati rumus nomor (4) yang mana indeks harga yang diterima dan indeks harga yang dibeli petani dihitung menurut metode Laspeyres. Sehingga besaran nilai tukar yang dipublikaskan oleh BPS dirumuskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
It × 100 Ib dan Pt × Pt − 1 Q0 × 100 lt = Pt − 1 P0 Q0
NT =
dimana : It
: indeks harga yang diterima petani
Ib
: indeks harga yang dibayar petani
Pt
: harga bulan ke-t;
P t-1 Q 0
: nilai konsumsi bulan ke t-1
P0 Q0
: nilai konsumsi tahun dasar
(Hendayana, 1995 ) 2.3
Kerangka Pemikiran
Kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian. Tingkat kesejahteraan petani sekarang ini menjadi perhatian utama dikarenakan tingkat kesejahteraan petani semakin lama semakin menurun. Adapun faktor –faktor yang menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan petani adalah semakin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah yang cenderung rendah pada saat panen raya,
dan naiknya beberapa faktor input
produksi . Usahatani merupakan suatu kombinasi yang tersusun dari faktor-faktor input produksi yang terdiri dari alam, tenaga kerja, modal, dan keahlian (skill). Faktorfaktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal
Universitas Sumatera Utara
untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting di antara faktor produksi yang lain. Hubungan antara faktor produksi ( input ) dan produksi ( output ) biasanya disebut dengan fungsi produksi. Beberapa input produksi seperti ketersediaan lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja disebut sebagai biaya produksi. Selain biaya produksi, hal yang berperan dalam pelaksanaan usahatani padi adalah proses produksi. Keduanya sangat berperan agar usahatani padi sawah dapat terlaksana. Proses produksi dipengaruhi oleh karakteristik petani padi sawah. Karakteristik petani padi sawah memiliki ciri meliputi umur, pendidikan,luas lahan yang dimiliki, dan pengalaman bertani. Proses produksi akan mendapatkan hasil produksi yang merupakan penerimaan yang diperoleh petani dari hasil penjualan. Penerimaan petani dari hasil penjualan dinamakan pendapatan petani. Pendapatan (income) adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pada akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang disebut dengan pendapatan usahatani. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan hubungan antara hasil pertanian yang dijual petani dengan barang dan jasa lain yang dibeli oleh petani. Secara konsepsional nilai tukar petani adalah mengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga petani dan keperluan dalam memproduksi barang-barang
Universitas Sumatera Utara
pertanian. Nilai tukar petani dibatasi sebagai nisbah antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Indeks harga yang diterima petani ( It) mencakup tanaman bahan makanan ( TBM ) yang merupakan indeks harga padi, palawija, sayur-sayuran, dan buah. Sedangkan indeks harga yang dibayarkan petani digunakan untuk konsumsi rumah tangga
( KRT ) yang merupakan fungsi dari indeks harga makanan,
perumahan, pakaian, aneka barang dan jasa , biaya produksi serta penambahan barang modal.
Universitas Sumatera Utara
SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN Petani Padi Sawah
Usaha Tani Padi Sawah
Faktor produksi •
Alam
•
Tenaga Kerja
•
Modal ( bibit , pupuk , peralatan , obat-obatan, tenaga kerja )
Proses Produksi
Hasil Produksi
Biaya Produksi
Penjualan
Pengeluaran Petani
Penerimaan Petani
Pendapatan Petani
Nilai Tukar Petani
Indeks Harga Yang
Indeks Harga Yang
Diterima Petani ( It)
dibayar Petani ( Ib)
Tanaman Bahan Makanan
Konsumsi Rumah Tangga
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah produktivitas, luas lahan, upah tenaga kerja, harga gabah, harga pupuk berpengaruh secara nyata terhadap nilai tukar petani.
Universitas Sumatera Utara