BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan salah satu dari rangkaian penelitian yang berguna untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai masalah strategi pengembangan daya tarik wisata telah dilakukan oleh para peneliti atau penulis sebelumnya yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan penelitian terdahulu sebagai pembanding dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Surya Wirawan (2009) dengan judul penelitian ”Pengembangan Daya Tarik Wisata Bahari Secara Berkelanjutan Di Nusa Lembongan Kabupaten Klungkung”. Sumber daya atau potensi wisata yang dimiliki di kawasan pesisir Pulau Nusa Lembongan adalah sebagai berikut : (1) panorama alam pantai yang menawan dengan hamparan pasir putih, ombak yang baik untuk para peselancar; (2) khasanah dan keunikan alam bawah laut; (3) hutan bakau (mangrove),; (4) karang pantai (clift ) di pesisir barat Nusa Lembongan (dream beach)); (5) hamparan budi daya rumput laut; (6) kehidupan komunitas nelayan; (7) fasilitas akomodasi, dan fasilitas lain di kawasan Nusa Lembongan. Penelitian Suryan Wirawan membahas tentang bentuk pengembangan daya tarik wisata bahari di Nusa Lembongan, peran stakeholders dalam pengembangan daya tarik wisata bahari di Nusa Lembongan dan manfaat pengembangan daya tarik wisata bahari bagi masyarakat , dunia usaha dan pemerintah.
8
9
Hasil
penelitian
Surya
Wirawan
menunjukan,
bahwa
bentuk
pengembangan daya tarik wisata bahari Nusa Lembongan adalah menitikberatkan pada penataan dan pengembangan infrastruktur dasar, diversifikasi aktivitas dan paket wisata serta fasilitas sanitasi yang mengacu pada ketentuan lingkungan dan berkelanjutan yaitu dengan merancang sistem zonasi yang dibagi ke dalam beberapa daerah peruntukan (zoning), yaitu : Zona Inti (Zona Konservasi Alam), Zona Buffer (Zona Penerimaan), Zona Pengembangan (Zona Aktivitas Wisata). Penelitian Surya Wirawan adalah pengembangan pariwisata bahari yang berkelanjutan, tetapi sama-sama menuju pariwisata alam, dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya lokal. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian Surya Wirawan dilakukan pada objek wisata yang sedang berkembang, dan berfokus pada paket wisata Bahari. Sedangkan penelitian ini berlokasi pada objek yang baru akan dikembangkan dan tidak hanya berfokus pada wisata bahari tetapi wisata alam, wisata budaya, wisata relegi dan spiritual. Manfaat dari penelitian diatas adalah sebagai dasar
pedoman dalam
pengembangan pariwisata di kawasan barat Pulau Nusa Penida sehingga pengembangannya pembangunan pariwisata menjadi terarah dan berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat lokal sangat diperlukan dalam pengembangan pembangunan pariwisata. Kartimin (2011) dengan judul penelitian “Strategi Pengembangan Pantai Brawa Sebagai Daya Tarik Wisata Berbasis Kerakyatan Di Kabupaten Badung”. Penelitian ini dikembangkan karena Pantai Berawa merupakan salah satu daya
10
tarik wisata yang memiliki potensi berupa pemandangan laut yang cukup indah, sunset, pasir putih yang landai yang bisa dijadikan sarana berjemur untuk wisatawan, dan untuk olah raga selancar (surfing). Pantai Berawa juga sudah memenuhi empat (4) komponen penting dalam industri pariwisata yang dikenal dengan istilah empat A, yaitu Attraction (atraksi wisata), Accesibility (akses untuk mencapai daerah wisata), Amenity (fasilitas dan jasa wisata), dan Ancillary (kelembagaan dan sumber daya manusia pendukung kepariwisataan). Dengan akses yang sangat mudah ini sangat memungkinkan Pantai Berawa bisa dikembangkan sebagai wisata alam. Hasil penelitian Kartimin menunjukan, bahwa potensi - potensi yang ada di Pantai Brawa harus memenuhi komponen pariwisata yang dikenal 4A (accessibility, attraction, amenity, dan ancilliary), setelah itu di buatkan strategi pengembangannya dengan menggunakan analisis SWOT dan menentukan program pengembangannya. Penelitian Kartimin adalah pengembangan pantai sebagai daya tarik wisata,
tetapi
sama-sama
menuju
pariwisata
alam
dilakukan
dengan
memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya lokal. perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian Kartimin dilakukan pada objek wisata yang sudah berkembang dan memenuhi syarat 4 A dan berfokus pada paket wisata pantai Berawa. Sedangkan penelitian ini berlokasi pada kawasan baru akan dikembangkan dan tidak hanya berfokus pada objek wisata alam tetapi berfokus pada wisata bahari, wisata budaya, wisata relegi dan spiritual.
11
Manfaat dari penelitian diatas dengan peneletian ini adalah bagaimana menerapkan strategi pengembangan daya tarik wisata dengan pendekatan 4A yang meliputi pengembangan produk, peningkatan keamanan, pengembangan sarana dan prasarana pariwisata, melakukan promosi, strategi pembentukan badan pengelola, dan strategi pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan daya tarik wisata di kawasan barat Pulau Nusa Penida. Penelitian yang dilakukan oleh Abdi Sucipta (2010), dengan judul penelitian ”Strategi Pengembangan Ekowisata Desa Blimbing Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan”. Upaya pengembangan daya tarik wisata Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, perlu dilakukan dengan pemanfaatan potensi ekowisata dan membenahi kekurangan-kekurangan yang ada, serta memanfaatkan berbagai peluang dan mengatasi berbagai kelemahan. Pengembangan DTW alam desa Belimbing perlu mengetahui pendapat masyarakatnya, pengusaha terkait dan pendukung pariwisata, pemerintah, dan wisatawan serta merumuskan strategi dan program pengembangannya. Data yang diperoleh dalam penelitian tersebut melalui observasi, wawancara dan angket, data dianalisis dengan pendekatan internal eksternal (I.E) dan analisis SWOT. Hasil penelitian Abdi Sucipta menunjukan, bahwa Pengembangan daya tarik ekowisata Desa Belimbing disesuaikan dengan prinsip dan kriteria pengembangan ekowisata. Sementara kegiatan wisata yang disesuaikan dengan acuan pengembangan ekowisata Desa Belimbing dengan cakupan sebagai berikut: trekking, cycling, camping, dan agrotourism.
12
Penelitian Abdi Sucipta adalah pengembangan trekking, cycling, camping, dan agrotouris sebagai daya tarik ekowisata dan sama-sama menuju pariwisata alam dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya lokal dan lokasi penelitiannya sama pada objek yang belum berkembang. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian Abdi Sucipta berfokus pada areal perdesaan dan areal persawahan sedangkan penelitian ini berfokus pada objek wisata wisata alam, wisata bahari, wisata budaya, wisata relegi dan spiritual sebagai daya tarik wisata. Dalam tesisnya Byczek (2010) yang berjudul “Community Based Ecotourism for a Tropical Island Destination , The Case of Jaringan Ekowisata Desa – a Village Ecotourism Network on Bali”. Studi kasus yang diangkat dalam penelitian Byczek adalah sejauh mana inisiatif ekowisata berbasis masyarakat. Penelitian ini menggunakan tiga (3) instrumen yaitu: observasi partisipan, surve masyarakat dan surve klien dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan di kombinasikan dengan konsep alternatif pariwisata yang terdiri dari Community Based Tourism (CBT) dan Communty Based Ecotorism (CBET). Hasil penelitian dari Byczek menunjukan, bahwa Jaringan Ekowisata Desa adalah salah satu di antara beberapa inisiatif yang telah didirikan dalam rangka mencari keuntungan dari pembangunan pariwisata bagi pemerintah, masyarakat lokal dengan tetap menjamin keberlanjutan ekonomi, ekologi dan sosial. Baik pariwisata massal maupun ekowisata merupakan kegiatan yang ramah lingkungan, dan praktek-praktek berkelanjutan juga dapat ditemukan dalam pariwisata massal.
13
Keempat desa tersebut sudah mampu membangun pariwisata di desa mereka sendiri dengan memanfaatkan potensi yang mereka milki dengan di bantu oleh Yayasan Wisnu. Usaha pariwisata mereka dengan mendirikan koprasi di masing - masing desa dan dari program JED
sebuah
bisa mendapatkan
keuntungan secara ekonomi, peningkatan aktivitas budaya, pelestarian lingkungan dan meningkatkan harga diri mereka terhadap potensi yang dimiliki. Manfaat dari penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sebagai rekomendasi terhadap pengembangan pariwisata di kawasan barat Pulau Nusa Penida dengan menerapkan konsep Community Based Ecotourism (CBET) dan Community Based Tourism (CBT) agar potensi
daya tarik wisata yang ada
berlanjut secara ekonomi, sosial dan keberlanjutan lingkungan.
2.2 Konsep Dalam suatu penelitian perlu penegasan batasan pengertian operasional dari setiap istilah atau konsep yang terdapat baik dalam judul peneltian, rumusan masalah penelitian, atau dalam tujuan penelitian. Pemberian definisi atau batasan operasional suatu istilah berguna sebagai sarana komunikasi agar tidak terjadi salah tafsir dan juga mempermudah dalam proses penelitian.
2.2.1 Strategi dan Pengembangan Daya Tarik Wisata Tregoe dan Zemmerman (1980 : 15) mendefinisikan strategi sebagai suatu kerangka
yang
membimbing
serta
mengendalikan
menetapkan sifat dan arah suatu organisasi.
pilihan-pilihan
yang
14
Menurut Stephanie dalam Husein (2001 : 31)
mendefinisikan strategi
merupakan suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, yang disertai penyusunan suatu cara atau tujuan yang dapat dicapai. Menurut Chandler dalam Rangkuti (2002 : 3) Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya tujuan jangka panjang. Program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Cristensen dalam Rangkuti (2002 :3) mendifinisikan strategi merupakan alat untuk mencapai keunggulan bersaing. Begitu pula halnya Porter dalam Rangkuti (2002 : 4) mendifinisikan strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna (Suwantoro, 1997: 88-89). Suwantoro (1997: 74) menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu: Pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata pedesaan (village tourism), gastronomi (culinary tourism), pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan lainnya. Menurut
Yoeti
(1997:
2-3),
pengembangan
pariwisata
perlu
memperhatikan beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu: 1)
Wisatawan (Tourist) Harus diketahui karakteristik dari wisatawan, dari negara mana mereka datang, usia, hobi, dan pada musim apa mereka melakukan perjalanan.
15
2) Transportasi Harus dilakukan penelitian bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata yang dituju. 3) Atraksi/obyek wisata Atraksi dan objek wisata yang akan dijual, apakah memenuhi tiga syarat seperti: a) Apa yang dapat dilihat (something to see), b) Apa yang dapat dilakukan (something to do), c) Apa yang dapat dibeli (something to buy). 4) Fasilitas pelayanan Fasilitas apa saja yang tersedia di DTW tersebut, bagaimana akomodasi perhotelan yang ada, restaurant, pelayanan umum seperti Bank/money changers, kantor pos, telepon/teleks yang ada di DTW tersebut. 5)
Informasi dan promosi Diperlukan publikasi atau promosi, kapan iklan dipasang, kemana leaflets/ brosur disebarkan sehingga calon wisatawan mengetahui tiap paket wisata dan wisatawan cepat mengambil keputusan pariwisata di wilayahnya dan
harus
menjalankan kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan wilayahnya, karena fungsi dan tugas dari organisasi pariwisata pada umumnya: (a) Berusaha memberikan kepuasan kepada wisatawan kedaerahannya dengan segala fasilitas dan potensi yang dimilikinya. (b) Melakukan koordinasi di antara bermacam-macam usaha, lembaga, instansi dan jawatan yang ada dan bertujuan untuk mengembangkan industri pariwisata.
16
(c) Mengusahakan memasyarakatkan pengertian pariwisata pada orang banyak, sehingga mereka mengetahui untung dan ruginya bila pariwisata dikembangkan sebagai suatu industri. (d) Mengadakan program riset yang bertujuan untuk memperbaiki produk wisata dan pengembangan produk-produk baru guna dapat menguasai pasaran di waktu yang akan datang. (6) Merumuskan kebijakan tentang pengembangan kepariwisataan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan secara teratur dan berencana. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan merupakan salah satu hal utama dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah. Berdasarkan
pengertian
tersebut
yang
dimaksud
dengan
strategi
pengembangan daya tarik wisata dalam penelitian ini adalah usaha-usaha terencana yang disusun secara sistimatis yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam usaha meningkatkan dan memperbaiki daya tarik wisata sehingga keberadaan daya tarik wisata itu lebih diminati oleh wisatawan.
2.2.2 Konsep Tentang Potensi Dan Daya Tarik Wisata Pendit (1999: 21) menerangkan bahwa potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata. Dengan kata lain, potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourist attraction) yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya.
17
Daya tarik atau atraksi wisata menurut Yoeti (2002:5) adalah segala sesuatu yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, seperti: (a) Natural attraction: landscape, seascape, beaches, climate and other geographical features of the destinations. (b) Cultural attraction: history and folklore, religion, art and special events, festivals. (c) Social attractions: the way of life, the resident populations, languages, opportunities for social encounters. (d) Built attraction: building, historic and modern architecture, monument, parks, gardens, marinas, etc. Pengertian Daya Tarik Wisata menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Bab I, pasal 5, menyebutkan sebagai berikut ”daya tarik wisata” adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sementara dalam Bab I, pasal 10, disebutkan kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan kemanan. Lebih lanjut Cooper dkk (1995: 81) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh sebuah daya tarik wisata, yaitu: 1) Atraksi (attractions), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan seni pertunjukkan. 2) Aksesibilitas (accessibilities) seperti transportasi lokal dan adanya terminal. 3) Amenitas atau fasilitas (amenities) seperti tersedianya
18
akomodasi, rumah makan, dan agen perjalanan. 4) Ancillary services yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisatawan seperti destination marketing management organization, conventional and visitor bureau.
2.2.3 Konsep Pembagunan pariwisata berkelanjutan Sejak dilakukan langkah-langkah untuk pengembangan pariwisata di Indonesia, maka kegiatan - kegiatan terencana dan terprogram yang dilakukan oleh pemerintah pada hakeketnya memang bertujuan untuk ‘berkelanjutan’ khususnya di bidang pariwisata misalnya, apa yang dimaksud dengan pembagunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkelanjutan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembagunan pariwisata agar dilestarikan untuk generasi mendatang (Ardika, 2003). Pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) adalah pariwisata yang dikelola mengacu pada pertumbuhan kualitatif, maksudnya adalah meningkatkan
kesejahteraan,
perekonomian
dan
kesehatan
masyarakat.
peningkatan kulitas hidup dapat dicapai dengan meminimalkan dampak negatif sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Lima hal yang harus diperhatikan dalam pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi yang sehat, 2) kesejahteraan masyarakat lokal, 3) tidak merubah struktur alam, dan melindungi sumber daya alam, 4) kebudayaan masyarakat yang tumbuh secara sehat, 5) memaksimalkan kepuasan wisatawan dengan memberikan pelayanan yang baik karena wisatawan pada umumnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.
19
Pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) pembangunan
pariwisata
yang
menekankan
pada
prinsip
pembangunan
berkelanjutan. WTO (1999:42), menekankan ada tiga hal penting dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu: 1. Quality. Sustainable tourism provides a quality experience for visitor, while improving the quality of the host community and protecting the quality of environment. 2. Continuity. Sustainable tourism ensures the continuity of the natural resources upon which it based and the continuity of the cultural of the host community with satisfying experience for visitors. 3. Balance. Sustainable tourism balances the need of the tourism industry, supporters of environment, and the local community. Konsep
pembagunan
pariwisata
berkelanjutan
berbasis
masyarakat
dikemukakan oleh Natori (2001) menekankan yakni: 1) terpeliharanya mutu dan berkelanjutan sumber daya alam dan budaya, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, 3) terwujudnya keseimbangan antara sumber daya alam dan budaya, 4) kesejahteraan masyarakat lokal serta kepuasan wisatawan. Berdasarkan pengertian tersebut konsep pengembangan pariwisata di kawasan barat Pulau Nusa Penida harus memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan aspek ekonomi agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang ada dapat dimanfaatkan untuk generasi mendatang.
20
2.3 Landasan Teori Dalam mengkaji permasahan yang berkaitan dengan penelitian strategi pengembangan potensi daya tarik wisata di kawasan barat Pulau Nusa Penida, diperlukan berbagai teori yang ada relevansinya dengan penelitian.
2.3.1 Teori Siklus Hidup Area Wisata Teori siklus hidup destinasi pariwisata dikemukakan oleh Butler pada tahun 1980 yang lebih dikenal dengan destination area lifecycle. Siklus hidup area wisata mengacu pada pendapat Buttler dalam Pitana (2005) terbagi atas tujuh fase yaitu: 1) Tahapan exploration yang berkaitan dengan discovery yaitu suatu tempat sebagai potensi wisata baru ditemukan baik oleh wisatawan, pelaku pariwisata, maupun pemerintah, biasanya jumlah pengunjung sedikit, wisatawan tertarik pada daerah yang belum tercemar dan sepi, lokasinya sulit dicapai namun diminati oleh sejumlah kecil wisatawan yang justru menjadi minat karena belum ramai dikunjungi. 2) Kedua, involvement phase (keterlibatan). Pada fase ini, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mengakibatkan sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus diperuntukkan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat lokal masih tinggi dan masyarakat mulai mengubah pola-pola sosial yang ada untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Di sinilah mulai suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata yang ditandai oleh mulai adanya promosi.
21
3) Ketiga, development phase (pembangunan). Pada fase ini, investasi dari luar mulai masuk serta mulai munculnya pasar wisata secara sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, advertensi (promosi) semakin intensif, fasilitas lokal sudah tersisih atau digantikan oleh fasilitas
yang benar-benar touristic
dengan standar internasional, dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan untuk menambahkan atraksi yang asli alami. Berbagai barang dan jasa impor menjadi
keharusan
termasuk
tenaga
kerja
asing
untuk
mendukung
perkembangan pariwisata yang pesat. 4) Keempat, consolidation phase (konsolidasi). Pada fase ini, peristiwa sudah dominan dalam strukrur ekonomi daerah dan dominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and franchise. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi berbagai fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan. 5) Kelima, stagnation phase (stagnasi). Pada fase ini, kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui di atas daya dukung sehingga menimbulekan masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kalangan industri sudah mulai bekerja berat untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki khususnya dengan mengharapkan repeater guests atau wisata konvensi/bisnis. Selain itu, atraksi buatan sudah mendominasi straksi asli alami (baik budaya maupun alam), citra awal sudah mulai meluntur, dan destinasi sudah tidak lagi popular. 6) Keenam, decline phase (penurunan). Pada fase ini, wisatawan sudah beralih ke destinasi wisata baru atau pesang dan yang tinggal hanya ‘sia-sia’, khususnya
22
wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah berlatih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah (a tourism slum) atau sama sekali secara total kehilangan diri sebagai destinasi wisata. 7) Ketujuh, rejuvenation phase (peremajaan). Pada fase ini, perubahan secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha dari berbagai pihak) menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini bisa terjadi karena adanya inovasi dalam pengembangan produk baru dan menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya belum dimanfaatkan. Siklus hidup pariwisata tersebut secara visual seperti pada Gambar 2.1
Time
23
Dalam kaitannya dengan penelitian, maka teori ini dimaksudkan untuk dapat dipakai dalam memetakan posisi dan fase Kawasan Barat Pulau Nusa Penida dalam siklus hidup area wisata, sehingga dapat di susun strategi pengembangan yang sesuai. 2.3.2 Teori Perencanaan Perencanaan (planning) adalah suatu kegiatan berpikir yang lingkupnya menyeluruh dan mencakup bidang yang sangat luas, kompleks, dan berbagai komponennya saling kait mengkait. Paturusi (2008: 8). Syarat-syarat perencanaan (Paturusi, 2008: 10): 1.
Logis, bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku.
2.
Luwes (fleksibel) dan tanggap mengikuti dinamika perkembangan.
3.
Objektif, didasari tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang bersistem dan ilmiah.
4.
Realitas, dapat dilaksanakan, memiliki rentang rencana: jangka panjang, menengah dan pendek. Untuk
mengoptimalkan
keuntungan
dari
pengembangan
pariwisata
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik dan matang. Tujuan ini hanya dapat dicapai jika direncanakan dengan baik dan terintegrasi dengan perencanaan pembangunan nasional secara keseluruhan. Ada delapan model pendekatan perencanaan pariwisata menurut Inskeep, yaitu: 1.
Pendekatan berkesinambungan, inkremental dan fleksibel (continuous, incremental and flexible approach). Pendekatan ini didasarkan pada kebijakan dan rencana pemerintah, baik secara nasional maupun regional.
24
Perencanaan pariwisata dilihat sebagai suatu proses berkesinambungan yang perlu dievaluasi berdasarkan pemantauan dan umpan balik dalam kerangka pencapaian tujuan dan kebijakan pengembangan pariwisata. 2.
Pendekatan sistem (system approach). Pariwisata dilihat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan (interrelated system), demikian halnya dalam perencanaan dan teknik analisisnya.
3.
Pendekatan menyeluruh (comprehensive approach). Pendekatan ini bisa juga disebut pendekatan holistik. Seperti pada pendekatan sistem seluruh aspek yang terkait dalam perencanaan pariwisata mencakup institusi, lingkungan dan implikasi sosial ekonominya dianalisis dan direncanakan secara menyeluruh.
4.
Integrated approach. Mirip dengan pendekatan sistem dan pendekatan menyeluruh. Pariwisata dikembangkan dan direncanakan sebagai suatu sistem yang terintegrasi baik ke dalam maupun ke luar.
5.
Pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (environmental
and
sustainable
development
approach).
Pariwisata
direncanakan, dikembangkan dan dikelola memperhatikan kelestarian lingkungan fisik dan sosial budaya. Analisis daya dukung merupakan bagian yang paling penting dalam pendekatan ini. 6.
Pendekatan swadaya masyarakat (community approach). Pendekatan yang melibatkan perencanaan,
yang
sebesar-besarnya
membuat
pengembangan pariwisata.
keputusan,
masyarakat pelaksanaan
mulai dan
dari
proses
pengelolaan
25
7.
Pendekatan implementasi (implementable approach). Kebijakan, rencana, rekomendasi dan rumusan pengembangan pariwisata dibuat serealistis mungkin dan dapat diterapkan. Rumusan perencanaan dibuat sejelas mungkin sehingga bisa dilaksanakan.
8.
Penerapan proses perencanaan yang sistematik (application of systematic planning process). Pendekatan yang dilakukan berdasarkan logika tahapan kegiatan.
Menurut Rangkuti (2003), perencanaan strategi merupakan kegiatan perusahaan untuk mencari kesesuaian antara kekuatan kekuatan internal perusahaan dan kekuatan - kekuatan eksternal (peluang dan ancaman) suatu pasar. Adapun kegiatannya meliputi pengamatan secara hati hati terhadap persaingan, peraturan tingkat inflasi, siklus bisnis, keungulan, dan harapan konsumen serta faktor–faktor lain yang dapat mengindentifikasi peluang dan ancaman. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan berebut peluang yang ada. Proses analisis, perumusan dan evaluasi-eveluasi strategi itu disebut perencanaan strategis. Tujuan utama perencanaan strategis, agar perusahaan dapat melihat kondisi-kondisi eksternal dan internal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahaan lungkungan eksternal. Proses penyusunan perencanaan strategis dilakukan melalui tiga tahap analisis yang di sajikan dalam Gambar 2.2
26
1. Tahap pengumpulan Data Evaluasi Faktor Eksternal Evaluasi Faktor Internal 2. Tahap Analisis
Matrik SWOT, Matrik Internal Eksternal 3. Tahap Pengambilan Keputusan
Gambar 2.2.Kerangka Formulasi Strategis (Rangkuti, 2003) 1. Tahap pengumpulan data. Pada
tahap
ini
dilakukan
kegiatan
pengumpulan
data,
pengklasifikasian data dan pra-analisis, yakni mengevaluasi faktor faktor internal, faktor-faktor eksternal dan matrik profil kompetetif. 2. Tahap analisis. Tahap analisis adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model model kuantitatif perumusan strategi. Model-model yang dapat dipergunakan adalah matrik SWOT, matrik internal - eksternal. 3. Tahap pengambilan keputusan. Tahapan setelah analisis adalah pengambilan keputusan, yaitu berupa
perumusan. Dangan melihat posisi kinerja dari perusahaan yang
diidentifikasi dari faktor eksternal dan faktor internal.
27
2.4. Model Penelitian Pengembagan suatu kawasan harus berdasarkan potensi yang ada, seperti potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan potensi dalam bentuk daya tarik wisata baik berupa daya tarik wisata alam dan budaya yang dimilki oleh suatu kawasan. Penelitian Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata di Kawasan Barat Pulau Nusa Penida dapat memberikan suatu solusi untuk memecahan permasalahan terjadinya ketimpangan pengembangan daya tarik wisata. Untuk melakukan kajian terhadap masalah ini, maka faktor-faktor yang menjadi kendala perlu dikaji aspek lingkungan eksternal dan internal terhadap objek daya tarik wisata yang ada di kawasan barat Pulau Nusa Penida. Seperti halnya sebuah kawasan, tentunya memiliki lingkungan yang dapat dipisahkan menjadi lingkungan bagian dari kawasan yang disebut lingkungan internal dan lingkungan bagian luar kawasan yang disebut lingkungan eksternal. Lingkungan internal terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan lingkungan eksternal terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (treath). Masing-masing kekuatan dan kelemahan pada lingkungan internal serta peluang dan ancaman pada lingkungan eksternal jika diidentifikasi terdiri atas faktor-faktor. Selanjutnya dengan bantuan alat analisis SWOT, maka dapat dibuatkan kombinasi faktor-faktor internal dan eksternal dalam bentuk matrik SWOT,
dari
matrik ini
dapat
dirumuskan
berbagai
alternatif strategi
pengembangan objek daya tarik wisata di kawasan barat Pulau Nusa Penida. Menurut Kottler (1996) dari alternatif strategi dapat dirumuskan programprogram yang merupakan operasionalisasi dari setiap strategi umum. Mengacu
28
kepada pendekatan pariwisata berkelanjutan akhirnya dari strategi umum atau pun program pengembangan dapat dibuat rekomendasi kepada instansi berwenang atau para stakeholder yang bergerak di bidang kepariwisataan dalam usaha menunjang pemerataan pembangunan kepariwisataan di Kawasan Barat Pulau Nusa Penida, seperti pada Gambar 2.3
Kepariwisataan Kabupaten Klungkung
Kawasan Barat Pulau Nusa Penida
Lingkungan Internal • Kekuatan • Kelemahan
1. 2. 3.
Masalah Potensi daya tarik wisata Kondisi Internal dan ekternal Strategi Pengembangan
Lingkungan Eksternal • Peluang • Ancaman
Matriks SWOT
Stakeholder Pariwisata
Strategi dan Program Pengembangan DTW
Gambar 2.3 Model penelitian Keterangan : DTW = Daya Tarik Wisata
DIPARDA Klungkung