BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Tentang Tunanetra a. Pengertian Tunanetra Secara harafiah tunanetra berasal dari dua kata, yaitu : (a). Tuna (tuno : Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikkan dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki dan (b). Netra (netro:Jawa) yang berarti mata. Jika diartikan, kata tunanetra adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang berarti adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata, baik anatomis dan atau fisiologis (Hadi, 2007:8). Pengertian Tunanetra ditinjau secara anatomis-fisiologis adalah rusaknya organ anatomi mata yang menyebabkan terganggunya fungsi penglihatan. Secara medis, tunanetra adalah kerusakan mata yang disebabkan oleh penyakit dan kelainan anatomi dan atau kelainan fungsi penglihatan, sehingga tunanetra perlu mendapatkan pengobatan pada mata dan atau diberikan koreksi pada fungsi penglihatannya (Hadi, 2007:11). Secara teknis, tunanetra adalah seseorang yang mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih kecil pada mata yang terbaik setelah dikoreksi dengan mempergunakan kacamata, atau ketajaman penglihatannya lebih baik dari 20/200 tetapi lantang pandangnya menyempit sedemikian rupa sehingga membentuk sudut pandang tidak lebih besar dari 20 derajat (Somantri, 2007:24). Tunanetra tidak hanya ditujukan kepada orang buta, tetapi juga mencakup mereka yang hanya mampu melihat secara terbatas sehingga cukup menghambat kepentingan hidup sehari-hari, terutama dalam belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi setengah melihat, low vision, atau rabun juga termasuk bagian dari kelompok anak tunanetra (Somantri, 2007 : 25).
9
10
Dari segi pendidikan, oleh Barraga dalam Hadi (2007 : 11) tunanetra diartikan sebagai suatu cacat penglihatan sehingga mengganggu proses belajar dan pencapaian belajar secara optimal sehingga diperlukan metode pengajaran, pembelajaran, penyesuaian bahan pelajaran, dan lingkungan belajar. Pendapat lain juga menyebutkan bahwa anak dalam proses belajar akan bergantung pada indera pendengaran (auditif), perabaan (tactual), dan indera lain yang masih berfungsi. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2013:6) dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra menyebutkan bahwa : Anak tunanetra secara umum diartikan adalah anak yang tidak dapat melihat (buta) atau anak yang tidak cukup jelas penglihatannya, sehingga walaupun telah dibantu dengan kacamata ia tidak dapat mengikuti pendidikan dengan menggunakan fasilitas yang umum dipakai anak awas. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tunanetra adalah seseorang yang mengalami kerusakan atau terganggunya daya penglihatan yang dapat mengganggu proses belajar, sehingga diperlukan metode pengajaran, pembelajaran diantaranya
termasuk
penggunaan
media,
penyesuaian
bahan
pelajaran dan lingkungan belajar yang mendukung sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak.
b. Penyebab Ketunanetraan Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Baik faktor dari dalam diri (internal) anak, maupun faktor dari luar anak (eksternal). Menurut Kosasih (2012:182) ketunanetraan dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal : 1) Faktor Internal, yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan kondisi bayi selama dalam kandungan. Kemungkinan ketunanetraan seorang anak bisa disebabkan oleh faktor gen (sifat
11
pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, virus, dan sebagainya. 2) Faktor eksternal, adalah faktor-faktor yang terjadi saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya, berupa kecelakaan, pengaruh alat bantu medis saat melahirkan sehingga sistem persyarafannya rusak, panas badan yang terlalu tinggi, kekurangan vitamin, bakteri dan virus trachoma. Menurut Mason yang dikutip dari Hadi (2007 : 12-13) menyebutkan bahwa penyebab ketunanetraan adalah : 1) Faktor genetik atau herediter : beberapa kelainan penglihatan bisa di dapat akibat diturunkan dari orang tua misalnya buta warna, albinism,retinitis pigmentosa. 2) Perkawinan sedarah : banyak ditemukan ketunanetraan pada anak hasil perkawinan dekat 3) Proses kelahiran : mengalami trauman pada saat proses kelahiran, lahir prematur, berat lahir kurang dari 1.300 gram, kekurangan oksigen, anak dilahirkan menggunakan alat bantu 4) Penyakit anak-anak yang akut sehingga berkomplikasi pada organ mata, infeksi virus yang menyerang syaraf dan anatomi mata, tumor otak yang menyerang pusat saraf organ penglihatan. 5) Kecelakaan tabrakan yang mengenai organ mata, benturan, terjatuh, dan trauma lain yang secara langsung atau tidak langsung mengenai organ mata; tersetrum aliran listrik, terkena zat kimia, terkena cahaya tajam. 6) Perlakuan kontinyu dengan obat-obatan : beberapa obat untuk penyembuhan suatu penyakit tertentu ada yang berefek negatif terhadap kesehatan mata, demikian juga penggunaan obat yang over dosis sangat berbahaya terhadap organ-organ lunak seperti mata.
12
7) Infeksi oleh binatang juga dapat merusak organ-organ selaput mata yang tipis, infeksi selaput mata akhirnya berkembang ke mata bagian dalam 8) Beberapa kondisi kota dengan suhu yang panas, menyebabkan udara mudah bergerak dan membawa bibit penyakit kering yang masuk ke mata, pada daerah kering bisa ditemukan penyakit mata jenis trachoma. Sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa Jendral Pendidikan Dasar Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2008 : 3) faktor penyebab ketunanetraan dilihat dari waktu terjadinya antara lain : 1) Pre Natal Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan perubahan anak dalam kandungan. a) Keturunan Keturunan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil
perkawinan
bersaudara,
sesama
tunanetra
atau
mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmenlosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini
sedikit
demi
sedikit
menyebabkan
mundur
atau
memburuk retina. b) Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat disebakan oleh : (1) Gangguan waktu ibu hamil (2) Penyakit menahun seperti TBC sehingga merusak sel-sel darah
tertentu
kandungan
selama
pertumbuhan
janin
dalam
13
(3) Infeksi yang dialami ibu hamil akibat terkena rubella dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistim susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang (4) Kurangnya gangguan
vitamin pada
mata
tertentu
dapat
sehingga
menyebabkan
hilangnya
fungsi
penglihatan 2) Post Natal Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain : a) Kerusakan pada mata atau syaraf mata pada waktu persalinan akibat benturan alat-alat atau benda keras b) Pada waktu persalinan c) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya : xerapthalmia, trachoma, catarac, glaucoma, dll. d) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakan. Dari pendapat tentang penyebab ketunanetraan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab ketunanetraan yaitu pre natal seperti keturunan, dan gangguan pertumbuhan anak saat masih dalam kandungan, faktor natal pada saat bayi dilahirkan mengalami trauma, lahir prematur, dan post natal yaitu mengalami kerusakan pada mata atau syaraf mata, mengalami penyakit mata yang disebabkan karena kecelakaan, terkena cairan bahan kimia dan sebagainya.
c.
Karakteristik Tunanetra Perilaku tunanetra pada mulanya merupakan ciri khas secara individu namun pada perkembangannya menunjukkan hampir semua tunanetra memiliki karakteristik yang hampir sama. Karakteristik anak tunanetra menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa Direktoral
14
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2008 : 5) ditinjau dari fisik, perilaku dan psikis, yaitu : 1) Fisik Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya : a)
Mata juling
b)
Sering berkedip
c)
Menyipitkan mata
d)
Kelopak mata merah
e)
Mata infeksi
f)
Gerakan mata tidak beraturan dan cepat
g)
Mata selalu berair
h)
Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata
2) Perilaku Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini, yaitu : a) Menutup dan melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan b) Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang membutuhkan indera penglihatan c) Berkedip lebih banyak dari biasanya atau cepat marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan d) Membawa bukunya ke dekat mata e) Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh f)
Menyipitkan mata atau mengernyitkan dahi
g) Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau tugas yang memerlukan penglihatan
15
h) Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata i)
Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan
3) Psikis Secara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Mental/ Intelektual Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra pada umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/ awas. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi, dan sebagainya. Mereka juga mempunyai emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, dan sebagainya. b) Sosial (1) Hubungan sosial pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain (2) Tunanetra
mengalami
perkembangan
kepribadian
hambatan dengan
dalam timbulnya
masalah, antara lain : (a) Curiga terhadap orang lain (b) Perasaan mudah tersinggung (c) Ketergantungan yang berlebihan Sedangkan karakteristik menurut Hadi (2007 : 23-25) ditinjau dari segi fisik dan psikis : 1) Karakteristik Fisik Ciri khas ketunanetraan dapat dilihat langsung dari keadaan organ mata secara anatomi, fisiologi maupun keadaan postur tubuhnya. a) Ciri khas fisik tunanetra buta Mereka yang tergolong buta, organ matanya biasanya tidak memiliki kemampuan normal, misalnya bola mata tidak pernah bergerak, tidak berkedip, tidak bereaksi.
16
b) Ciri khas tunanetra kurang penglihatan Tunanetra kurang lihat biasanya berusaha mencari rangsang, kadang perilaku tidak terkontrol, misalnya tangan selalu terayun, mengkedip-kedipkan mata, melihat benda terlalu dekat. 2) Karakteristik Psikis Ketidakmampuan yang berbeda antara tunanetra buta dengan tunanetra kurang lihat berpengaruh pada karakteristik psikisnya a) Ciri khas tunanetra buta Tunanetra buta tidak memiliki kemampuan menguasai lingkungan jarak jauh dan berssifat meluas pada waktu yang singkat. Ketidakmampuan ini mengakibatkan rasa khawatir, ketakutan dan kecemasan, kurang percaya diri, rasa curiga, tidak mandiri. b) Ciri khas Psikis tunanetra kurang lihat Tunanetra kurang lihat jika berada di kelompok tunanetra buta, dia akan mendominasi karena memiliki kemampuan lebih, namun bila berada diantara orang awas maka akan timbul perasaan renah diri. Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunanetra dapat dibedakan secara fisik dan psikis. Secara fisik dapat dilihat organ matanya dan secara psikis dapat dilihat dari kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, kurangnya kepercayaan diri, dan kurangnya kemandirian.
d.
Dampak Ketunanetraan Ketunanetraan memiliki dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyandangnya. Dampak secara langsung menyebabkan penyandang tunanetra tidak dapat menggunakan penglihatan dalam kegiatan sehari-hari. Sedangkan dampak secara tidak langsung sangat bergantung pada beberapa faktor, misalnya
17
seberapa berat ketunanetraan yang dialami, kapan ketunanetraan terjadi, serta bagaimana sikap keluarga dan masyarakat terhadap penyandang tunanetra tersebut. Dampak tidak langsung tersebut yang justru seringkali menimbulkan dampak negatif. Hilangnya indera penglihatan menurut Lowenfield dalam Hadi (2007:27) menimbulkan tiga keterbatasan, yaitu keterbatasan dalam hal luas dan variasi pengalaman, keterbatasan dalam hal bergerak, dan keterbatasan dalam hal interkasi dengan lingkungan. Disamping itu, dampak ketunanetraan dapat terjadi pada beberapa aspek, seperti aspek psikologis, aspek fisik atau aspek emosi dan sosial. 1) Dampak terhadap perkembangan motorik School
dalam
Hadi
(2007:28)
mengungkapkan
bahwa
perkembangan motorik anak tunanetra pada bulan-bulan awal tidak berbeda dengan anak awas. Tetapi perkembangan selanjutnya perkembangan motorik anak tunanetra tampak berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya stimulasi visual, ketidakmampuan menirukan orang lain, dan faktor lingkungan. Akibatnya, anak tunanetra kehilangan motivasi bergerak dan sering kali mengalami hambatan keterampilan fisik khususnya dalam menggunakan tubuhnya seperti koordinasi tangan dan motorik halus untuk mengenal lingkungan. 2) Dampak terhadap Perkembangan Kognitif Informasi yang diperoleh anak tunanetra tidak dapat diproses secara efisien, sehingga mengalami gangguan dalam kognitifnya (Jan
dalam Hadi, 2007:30). Banyak masalah yang berkaitan
dengan kurang atau lemahnya kognitif sehingga anak tunanetra harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan inderaindera lainnya untuk mempersepsi lingkungan. Perkembangan psikomotor menentukan perkembangan kognitif dan memperluas mental anak. Ekplorasi dengan kegiatan motorik terhadap benda-
18
benda di sekitar anak sangat merangsang perkembangan persepsi yang dapat membantu membentuk konsep. 3) Dampak terhadap Perkembangan Bahasa Pada umumnya hambatan penglihatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan secara umum tidak ada hambatan dalam bahasa anak tunanetra. Sebagaimana anak awas, anak tunanetra belajar katakata yang didengarnya meskipun kata-kata itu tidak terkait dengan pengalaman nyata dan tak bermakna baginya. Kalaupun anak tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat langsung dari ketunanetraannya melainkan terkait dengan cara orang lain memperlakukan anak tunanetra tersebut. 4) Dampak terhadap Keterampilan Sosial Orang tua mempunyai peran penting dalam perkembangan sosial anak. Perlakuan orang tua teradap anaknya yang tunanetra sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap ketunanetraan tersebut, dan emosi merupakan salah satu komponen dari sikap di samping dua komponen lainnya yaitu kognisi dan kecenderungan tindakan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan antara orang tua dan anak tersebut, hubungan ini pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak, sehingga anak menjadi rendah diri, murung, putus asa, tertekan, atau justru akan memunculkan rekasi yang positif. 5) Dampak terhadap Mobilitas Seseorang yang mengalami ketunanetraan berat dengan berbagai akan tidak memperoleh kesempatan yang baik untuk belajar keterampilan bergerak, sehingga tunanetra sering mengalami perkembangan gerak motoriknya terlambat. Best dalam Hadi (2007: 32) menggambarkan bahwa anak tunanetra tidak dapat dengan mudah memonitoring gerakannya dan juga kesulitan
19
memahami apa yang terjadi ketika mereka bergerak atau mengulurkan lengan/anggota badan, menekuk pinggang, atau berguling. Ketunanetraan menyebabkan kesulitan memperoleh pengalaman untuk membuat peta mental tentang lingkungannya. Motivasinya untuk menjelajah suatu lingkungan juga lemah karena tunanetra kebanyakan kesulitan dalam menyusun informasi kedalam peta mentalnya. Berdasarkan pendapat diatas, ketunanetraan dapat berdampak secara langsung dan tidak langsung. Dampak langsung yaitu tidak dapat
menggunakan
daya
penglihatannya
dalam
beraktivitas,
sedangkan dampak secara tidak langsung yaitu dapat mengganggu aspek-aspek motorik, kognitif, bahasa, sosial, dan mobilitas.
e. Pendidikan Anak Tunanetra Anak tunanetra adalah anak yang memiliki hambatan pada indera penglihatannya. Hal tersebut menyebabkan anak tunanetra mengalami kesulitan dalam mengakses informasi sehingga mengalami hambatan pula dalam proses pembelajaran. Tujuan Program Intervensi Pendidikan bagi anak Tunanetra yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991 Bab 2 Pasal 2 yaitu : Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengatahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan serta mengikuti pendidikan lanjut yang diperuntukkan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) salah satunya adalah anak tunanetra.
20
Anak yang mengalami gangguan daya penglihatan juga berhak memperoleh pendidikan. Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, Pasal 31 bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan”. Oleh karena itu, Pemerintah harus bisa memfasilitasi pembelajaran terhadap ABK salah satunya anak tunanetra. Fasilitas pembelajaran tersebut diharapkan dapat membantu pembelajaran anak tunanetra dan melatih kemandirian. Dalam
pengembangan
pengalaman
anak
tunanetra,
Meimulyani (dalam Media Pembelajaran Adapatif bagi Anak Berkebutuhan Khusus, 2013: 12) menyarankan tiga hal pengajaran bagi anak tunanetra, yaitu : 1) Kebutuhan akan pengalaman konkrit Kebutuhan
ini
nampak
karena
anak
tunanetra
harus
mengembangkan pengalaman yang sempit akibat kehilangan fungsi penglihatannya. Konsep apapun bagi tunanetra harus dikembangkan dengan spekulatif dan keberanian. Pengalaman apapun sangat penting untuk mengurangi khayalan verbal berlebih-lebih pada khayalan suasana alam dan suasana sosial. 2) Kebutuhan akan pengalaman terpadu Tanpa penglihatan kesan-kesan yang diperoleh lewat indera-indera lain tidak dapat diintegrasikan secara wajar, tetapi harus dengan cara khusus. Oleh karena itu memberikan pengalaman yang sistematis, bertahap, berulang-ulang sehingga terbentuk suatu kebiasaan untuk menangkap kesan terpadu itu. 3) Kebutuhan akan berbuat dan bekerja dalam belajar Dalam proses pembelajaran anak tunanetra memerlukan perolehan pengalaman secara langsung sehingga kebutuhan berbuat dan bekerja dalam belajar diperlukan untuk memperoleh informasi secara lebih lengkap.
21
Hal tersebut juga didukung oleh Hildayani (2006 : 8.9) bahwa “Anak-anak
yang mengalami gangguan penglihatan memiliki
kebutuhan mengalami sesuatu secara kongkrit dan mempraktekkan secara langsung apa yang dipelajari (learning by doing)”. Anak tunanetra membutuhkan praktik pembelajaran secara langsung untuk dapat mengakses informasi melalui hal-hal yang bersifat kongkrit. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan bagi anak tunanetra membutuhkan pengalaman konkrit dan mempraktekkan secara langsung dan berulang-ulang sehingga terbentuk suatu kebiasaan untuk menangkap kesan yang terpadu.
f. Model Layanan Pendidikan Anak Tunanetra Model layanan pendidikan anak tunanetra menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Biasa Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2004, 10) adalah pendidikan khusus dan terpadu, guru kunjung, pendidikan inklusif. 1) Pendidikan Khusus Sekolah
Luar
Biasa
adalah
lembaga
pendidikan
yang
menyelenggarakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. a) Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra, yaitu sekolah yang memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra b) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus dengan bermacammacam jenis kelamin seperti tunanetra, tunarungu, tunadaksa. 2) Pendidikan Terpadu Pendidikan terpadu adalah model penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah regular (SD, SMP, SMA, SMK) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan
22
(Kep Mendikbud No. 002/U/1986). Dalam pendidikan terpadu harus dipersiapkan : a) Seorang guru pembimbing khusus (Guru SLB) b) Sebuah ruang khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru pembimbing khusus yang berupa : (1) Bantuan untuk memahami dan menguasai materi pelajaran dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga (2) Pengayaan, agar ketika anak belajar di kelas bersamasama anak lainnya, anak tunanetra sudh siap menerima materi pelajaran (3) Rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya. 3) Guru Kunjung Dalam sistim Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model guru kunjung. Model guru kunjung ini adalah dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya, seperti: a) Tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari kemampuan mobilitas yang terbatas. b) Jarak rumah dari sekolah terlalu jauh c) Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan d) Menderita penyakit yang berkepanjangan
23
Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah Kurikulum Pendidikan Luar Biasa kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak. 4) Pendidikan Inklusif Pendidikan Inklusif adalah pendidikan regular yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa memerlukan pendidikan khusus pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistematis. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan No. 0491/U/1993 anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam satu sisim pendidikan yang sama.
Layanan pendidikan dalam
pendidikan inklusif memperhatikan : a) Kebutuhan dan kemampuan siswa b) Tempat pembelajaran yang sama bagi semua siswa c) Pembelajaran didasarkan pada hasil asesmen d) Tersedianya aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa merasa aman dan nyaman e) Lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa f)
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Berdasarkan pendapat tersebut, model layanan pendidikan bagi
anak tunanetra yaitu Pendidikan Khusus yang mencakup SLB untuk anak yang mengalami gangguan tertentu, dan SDLB-SMALB yang mencakup seluruh anak berkebutuhan khusus, Pendidikan Terpadu, Guru Kunjung serta Pendidikan Inklusif. Anak tunanetra dapat menempuh pendidikan berdasarkan model layanan pendidikan tersebut, anak.
berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masing-masing
24
2. Kajian Tentang Hasil Belajar Matematika a. Pengertian Hasil Belajar Ada
beberapa
pendapat
yang
mengemukakan
tentang
pengertian hasil belajar. Beberapa pendapat tersebut antara lain : Pengertian hasil belajar menurut Sudjana (2011 : 3) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Menurut Jihad dan Haris (2013:15) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani proses belajar. Menurut Purwanto (2014:38), hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran (ends are being attained). Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai bahan yang sudah diajarkan melalui proses belajar mengajar. Sedangkan Tirtonegoro (2001 : 43) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah penilaian usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk
simbol,
angka,
huruf
maupun
kalimat
yang
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut, Widyoko (2009 : 25) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan pembelajaran adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa bersifat non fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan, maupun kecakapan. Perubahan yang terjadi pada diri siswa dibedakan menjadi dua yaitu output dan outcome. Perubahan tersebut dinilai dari bentuk angka dan kalimat. Menurut Wingkel dalam Purwanto (2010 : 45) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aaspek perubahan itu mengacu pada taksonomi
25
tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson, dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dann psikomotor. Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat dari proses belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dinyatakan dalam belum skor.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang. Menurut teori Gestalt dalam Susanto (2013 : 12), mengungkapkan
bahwa
belajar
merupakan
suatu
proses
perkembangan. Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungan. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, yaitu siswa sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; myaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, dan keluarga. Sedangkan menurut Wasliman dalam Susanto (2013 : 12) hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interkasi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. 1) Faktor Internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal meliputi : kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
26
2) Faktor eksternal; faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk (2007 : 76-77) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut : 1) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. faktor internal meliputi : faktor jasmaniah dan faktor psikologis. 2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua, yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa (kecerdasan, motivasi, minat, dan lainlain) dan faktor eksternal yang berasal dari luar (keluarga, sekolah dan masyarakat).
c. Pengertian Matematika Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas, dalam Susanto 2013:184). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2005 : 723) matematika adalah ilmu bilangan, hubungan antara bilangan,
dan
prosedur
operasional
yang
digunakan
dalam
penyelesaian masalah mengenai bilangan. Menurut Ruseffendi dalam (Heruman, 2007 : 1) Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian
27
secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Soedjadi dalam Heruman (2007:1) hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Sedangkan James dan James dalam Ruseffendi (2005:42) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Berdasarkan pendapat diatas, maka matematika merupakan ilmu bilangan yang teridir dari berbagai konsep-konsep yang saling berhubungan serta terbagi ke dalam bidang aljabar, analisis dan geometri.
d. Tujuan Pembelajaran Matematika Tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam pedoman penyusunan KTSP di SD/ MI (Depdiknas, 2008 : 44-45) adalah agar peserta didik mempunyai kemampuan sebagai berikut : 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain yang diperoleh
28
5) Memiliki
sikap
menghargai
kegunaan
matematika
dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa terampil menggunakan matematika untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam pemecahan masalah yang runtut dan logis.
e. Ruang Lingkup Matematika Ruang lingkup matematika menurut Ebbut dan Straker dalam Marsigit (2006:8-9) materi pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan meliputi : 1) Fakta (facts) 2) Pengertian (concepts) 3) Keterampilan penalaran 4) Keterampilan algoritmik 5) Keterampilan menyelesaikan masalah matematika Sedangkan mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah Dasar Luar Biasa tunanetra (SDLB-A) meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) Bilangan 2) Geometri dan pengukuran 3) Pengolahan Data Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika bagi anak tunanetra kelas IV semester 2 yaitu :
29
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Standar Kompetensi Bilangan 5. Menjumlahkan dan mengurang-kan bilangan bulat
Kompetensi Dasar 5.1 5.2 5.3 5.4
Mengurutkan bilangan bulat Menjumlahkan bilangan bulat Mengurangkan bilangan bulat Melakukan operasi hitung campuran
6. Menggunakan pecahan 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya dalam pemecahan masalah 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan 7. Menggunakan lambang 7.1 Mengenal lambang bilangan Romawi 7.2 Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi bilangan Romawi dan sebaliknya Geometri dan Pengukuran 8. Memahami sifat bangun 8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang ruang sederhana dan sederhana hubungan antar bangun datar 8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus 8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan bangun datar simetris 8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar Berdasarkan ruang lingkup matematika tersebut, maka penting bagi siswa khususnya tunanetra untuk mempelajari materi penjumlahan pecahan, selain untuk menguasai materi tersebut juga akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
f. Pengertian Pecahan Ada beberapa pengertian tentang pecahan. Menurut Muhsetyo (2007 : 4) menyatakan bahwa pecahan pada prinsipnya menyatakan beberapa bagian dari sejumlah bagian yang sama. Seluruh jumlah bagian yang sama tersebut sama-sama membentuk satuan (unit). Sejalan dengan pendapat tersebut, Sulardi (2008: 141) menyatakan
30
bahwa pecahan adalah bagian dari sesuatu yang utuh. Pecahan ditunjukkan dengan daerah yang diarsir. Osman (2007: 110) mengemukakan bahwa bilangan yang menyatakan bagian sesuatu yang utuh atau satu kelompok disebut pecahan. Pembilang menunjukkan bilangan yang utuh yang dibagi, sedangkan penyebut menunjukkan banyak pembagian pecahan tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah suatu bagian yang utuh yang sama banyak yang terdiri dari pembilang dan penyebut. Dimana pembilang menunjukkan sebagai bilangan utuh yang dibagi dan penyebut menunjukkan pembagian pecahan tersebut.
g. Jenis-jenis Bilangan Pecahan Bilangan pecahan terdapat beberapa jenisnya, yaitu : 1) Pecahan Biasa 3 5 10
Pecahan biasa terdiri dari pembilang dan penyebut. Contoh : 4, 7, 19 2) Pecahan Campuran Pecahan campuran adalah bilangan pecahan yang terdiri dari 2
7
1
bilangan bulat, pembilang, dan penyebut. Contoh :1 3, 239, 312 4 3) Pecahan Desimal Pecahan desimal adalah bilangan yang didapat dari hasil pembagian. Contoh : Pecahan biasa
3 4
diubah menjadi pecahan desimal menjadi 3 : 4 =
0,75 4) Pecahan Persen Pecahan persen adalah bilangan yang habis dibagi 100 (seratus). Lambangnya adalah %. 8
Contoh: 8% artinya 100 ; 12,5% artinnya
12,5 100
31
h. Pembelajaran Matematika Materi Pecahan bagi Anak Tunanetra Pembelajaran Matematika menurut James dan James dalam Widiharto (2003: 3) menyatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain”. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan pembelajaran Matematika adalah suatu aktivitas yang disengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk mencapai tujuan melalui kegiatan penalaran. Pembelajaran matematika anak tunanetra merupakan proses penciptaan sistem lingkungan yang merupakan seperangkat peristiwa yang diciptakan dan rancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung, dan memungkinkan terjadinya anak tunanetra belajar matematika, sehingga terjadi perubahan perilaku atau keterampilan matematika ke arah yang lebih baik. Pada prinsipnya pembelajaran matematika anak tunanetra sama dengan pembelajaran matematika pada sekolah formal biasa. Hanya saja pada pembelajaran matematika anak tunanetra dibutuhkan beberapa pra syarat, yaitu: 1) Penggunaan huruf Braille ataupun gambar timbul untuk anak tunanetra dengan kategori buta 2) Pembesaran huruf atau tulisan untuk anak tunanetra dengan kategori low vision. 3) Penggunaan alat peraga atau media yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Memahami konsep seperempat, setengah, dan lain sebagainya merupakan salah satu contoh penggunaan pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga konsep pecahan sangat penting untuk dipelajari baik dari sisi ilmu matematika itu sendiri maupun dalam kehidupan sehari-hari. Namun membangun pemahaman konsep pecahan tidaklah mudah khususnya bagi siswa tunanetra karena pecahan bukan merupakan bilangan yang utuh. Oleh karena itu, pembelajaran
32
matematika materi pecahan bagi siswa tunanetra memerlukan alat peraga atau media yang konkret atau nyat, agar mereka mengetahui dengan sebenar-benarnya dan untuk memperkecil kemungkinan salah persepsi dalam melakukan penjumlahan pecahan.
3. Kajian Tentang Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad : 2007) Kustadi (dalam Media pembelajaran manual dan digital, 2011: 9) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna. Media pembelajaran adalah sarana untuk meningkatkan kegiatan proes belajar mengajar. Mengingat banyaknya bentuk-bentuk media tersebt, maka guru harus dapat memilihnya dengan cermaht, sehingga dapat digunakan dengan tepat. Dalam kegiatan belajar mengajar, sering pula pemakaian kata media pembelajaran digantikam dengan istilah-istilah seperti bahan pembelajaran (instructional material), komunikasi pandang-dengar (audio-visual communication), alat peraga pandang (visual education), alat peraga dan media penjelas. Briggs dalam Susilana (2008 : 5) berpendapat bahwa media merupakan alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Miarso dalam Susilana (2008 : 6) yang menyatakan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar.
33
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan alat yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan informasi sehingga lebih jelas dan konkret.
b. Manfaat Media Pembelajaran Media pembelajaran memiliki beberepa manfaat untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Manfaat media pembelajaran menurut Rosyada (2012 : 37) antara lain : 1) Sebagai Sumber Belajar Sumber belajar dapat dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan memungkinkan terjadinya proses belajar 2) Fungsi Semantik Yaitu kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik) 3) Fungsi Manipulatif Media memiliki dua kemampuan yaitu mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi. 4) Fungsi Psikologis Berupa fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, fungsi imajinatif, dan fungsi motivasi 5) Fungsi Sosio-Kultural Yaitu mengatasi hambatan sosio kultural antar peserta komunikasi pembelajaran Sadiman dalam Meimulyani (2013: 35) mengemukakan bahwa secara umum media pembelajaran memiliki manfaat sebagai berikut : 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka) 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera seperti:
34
a) Obyek terlalu besar bisa digantikan dengan realitas gambar, film bingkai, film, dan model b) Obyek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film dan gambar c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu high speed photography atau low speed photography. 3) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik sehingga dalam hal ini media berguna untuk : a) Menimbulkan kegairahan belajar b) Memungkinkan interkasi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya d) Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum, dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan dengan latar belakang guru dan siswa yang berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pembelajaran. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran yaitu membantu mengatasi berbagai macam hambatan diantaranya mengurangi sifat verbalisme, mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan tipe belajar siswa, mengatasi siswa pasif menjadi aktif, membantu mengatasi guru dalam memberikan pelayanan belajar kepada siswa, serta mempermudah siswa dalam belajar.
35
c. Mancam-macam Media Pembelajaran Menurut Suherman, dalam Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (2003 : 242) menjelaskan bahwa ada beberapa media yang dikenal dalam pembelajaran, antara lain : 1) Media non projected seperti : fotografi, diagram, sajian (display), dan model-model 2) Media projected seperti : slide, filmstrip, transparansi, dan komputer proyektor 3) Media dengar seperti : kaset, compact disk 4) Media gerak seperti : video, dan film 5) Komputer, multimedia 6) Media yang digunakan untuk belajar jarak jauh seperti radio dan televisi, serta internet (komputer) Lebih lanjut, Suherman mengelompokkan media ke dalam dua bagian, yaitu media sebagai pembawa informasi (ilmu pengetahuan) dan media yang sekaligus merupakan alat untuk menanamkan konsep seperti alat-alat peraga pendidikan matematika. Menurut Meimulyani dalam Media Pembelajaran Adapatif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (2013 : 39) macam-macam media pembelajaran yaitu: 1) Dilihat dari Jenisnya a) Media auditif, yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, dan piringan hitam b) Media visual, yaitu media yang mengandalkan indera penglihatan saja. Misalnya, film strip, slides, foto atau gambar. c) Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. 2) Dilihat dari Daya Liputnya a) Media dengan gaya liput luas dan serentak, contoh : radio dan televisi
36
b) Media dengan gaya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat, contoh : film c) Media untuk pengajaran individual, contoh : modul berprogram melalui komputer 3) Dilihat dari Bahan Pembuatannya a) Media Sederhana, yaitu media yang mudah diperoleh dan harganya murah, serta cara pembuatannya mudah. b) Media Kompleks,
yaitu
media
yang bahan dan alat
pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai. Berdasarkan pendapat tersebut, media blok pecahan termasuk dalam media non-projected dalam bentuk alat peraga pendidikan sedangkan dilihat dari bahan pembuatannya termasuk media sederhana yang mudah diperoleh, murah, serta mudah dibuat. Media blok pecahan ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak khususnya anak tunanetra.
d. Pengertian dan Fungsi Media Blok Pecahan Pengertian media blok pecahan menurut Sukayati dan Suharjana (2009:30-31) adalah media yang berbentuk dasar lingkaran, bisa dibagi sesuai dengan pecahan yang diinginkan. Adapun fungsi media blok pecahan adalah untuk menanamkan konsep (1) menyatakan pecahan ke bentuk lain yang ekuivalen; (2) menyederhanakana pecahan; (3) membandingkan dua pecahan; (4) melakukan operasi hitung pecahan. Terkait dengan fungsi media blok pecahan, lebih lanjut Sukayati dan Suharjana (2009 : 30-31) mengatakan bahwa alat peraga blok pecahan dapat digunakan untuk pembelajaran pecahan di kelas III, IV, V, VI SD dalam konsep materi pecahan, membandingkan pecahan senilai, penjumlahan, dan pengurangan pecahan. Media blok pecahan dapat mengkonstruksikan pecahan yang bersifat abstrak. Bahan yang
37
digunkan untuk membuat blok pecahan cukup terjangkau oleh karakteristik lingkungan sekitar. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa media blok pecahan merupakan media yang terbuat dari kardus atau kertas yang dapat dibentuk lingkaran. Bentuk lingkaran tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Untuk menunjukkan adanya pecahan bentuk lingkaran tersebut dapat diberi warna yang berbeda, diarsir. Bagian yang diberi warna yang berbeda atau diarsir merupakan bagian yang dijadikan pembilang sedangkan bagian utuh keseluruhan merupakan penyebutnya. Media blok pecahan bagi tunanetra dalam hal ini akan dibedakan dalam bentuk permukaannya yaitu halus dan kasar.
e. Tujuan Penggunaan Media Blok Pecahan Menurut Fatmawati (2011:20) ada beberapa tujuan penggunaan media blok pecahan, yaitu sebagai berikut : 1) Agar proses pembelajaran lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa 2) Media blok pecahan memungkinkan lebih sesuai diterapkan secara perorangan, sehingga para siswa dalam proses belajar berlangsung dengan menyenangkan 3) Media blok pecahan dimaksudkan agar komunikasi lebih mudah dipahami antara guru dan siswa, sebab siswa memahami dan mengerti tentang konsep abstrak matematika melalui media yang konkret. Berdasarkan pendapat diatas, diharapkan media blok pecahan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa tunanetra materi penjumlahan pecahan melalui proses pembelajaran yang lebih aktif, disesuaikan dengan kebutuhan anak, dan memudahkan komunikasi antara guru dengan siswa.
38
f. Cara Membuat Media Blok Pecahan Blok pecahan yang digunakan dibuat dengan semenarik mungkin agar peserta didik tertarik menggunakan media tersebut dan tertarik untuk mempelajari materi pecahan. Adapun cara pembuatan blok pecahan ada 2 cara menurut Fatmawati (2011 : 24) yaitu : 1) Dengan menggunakan triplek berwarna Triplek berwarna digunakan agar semua siswa dapat memperhatikannya dengan jelas. Selain itu guru harus menggunakan triplek yang dicat dengan warna yang berbeda agar blok berwarna yang dijadikan media pembelejaran dapat menarik perhatian siswa. 2) Dengan menggunakan karton berwarna Karton berwarna digunakan agar mudah digunting dan ditempelkan. Selain itu guru juga harus menggunakan karton dengan warna yang berbeda agar siswa dapat tertarik untuk belajar pecahan. Cara penerapannya sama dseperti triplek berwarna akan tetapi jika menggunakan kertas berwarna siswa dapat menggunting dan menempelkan kertas tersebut. Dalam penerapannya untuk siswa tunanetra dalam penelitian ini menggunakan kertas karton tebal. Namun, akan ada sedikit modifikasi, jika pada anak awas masing-masing pecahan dibedakan dengan warna, maka bagi anak tunanetra dibedakan melalui permukaan blok pecahan yaitu halus dan kasar menggunakan pasir/ manik-manik.
39
g. Langkah-langkah Menggunakan Blok Pecahan Menurut Amalia (2007:1) dalam memberikan penanaman konsep pecahan, langkah-langkah menggunakan blok pecahan dengan memodifikasi warna menjadi kasar dan halus, yaitu sebagai berikut : 1) Konsep Pecahan a) Lingkaran utuh digunakan untuk memperagakan bilangan 1
Gambar 2.1 Blok Pecahan Utuh b) Lingkaran yang dipotong menjadi 2 bagian sama digunakan untuk
memperagakan
konsep
½
an.
Masing-masing
melambangkan ½ dan dibaca setengah/ satu perdua/ seperdua. “1” disebut pembilang (merupakan 1 bagian potongan yang diperhatikan/ diambil). “2” disebut penyebut (merupakan banyaknya potongan yang sama dari yang utuh).
Gambar 2.2 Blok Pecahan
1 2
c) Lingkaran yang dipotong menjadi 4 bagian sama digunakan untuk memeragakan konsep pecahan 1/4 an. Bila mengambil 2 potong maka disebut 2/4 (dua per empat) dan bila mengambil 3 potong maka disebut ¾ (tiga per empat)
1 2 3
Gambar 2.3 Blok Pecahan 4; 4; 4
40
d) Peragaan dapat dilanjutkan untuk 1/3 an, 1/5an, 1/6 an, 1/7 an, 1/8 an, 1/9 an, 1/10 an.
Gambar 2.4. Blok Pecahan Berbagai Bagian
2) Memperagakan penjumlahan pecahan a) Penjumlahan pecahan yang penyebutnya sama. Contohnya ¼ + ¼ = 2/4
+
=
Gambar 2.5. Blok Pecahan Penjumlahan Pecahan Penyebut Sama b) Penjumlahan pecahan yang berpenyebut tidak sama. Contohnya ¼ + ½ = ¼ + 2/4 = ¾
+
=
Gambar 2.6 Blok Pecahan Penjumlahan Pecahan Penyebut Beda
41
h. Keunggulan Media Blok Pecahan Blok pecahan dipilih oleh sebagian orang sebagai media pembelajaran matematika khususnya materi pecahan, karena blok pecahan memenuhi syarat alat peraga yang diungkapkan oleh Ruseffendi, dkk (2005 : 230-231) yaitu ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga agar fungsi atau manfaat dari alat peraga tersebut sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran: 1) Sesuai dengan konsep matematika 2) Dapat memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real (nyata), gambar atau diagram dan bukan sebaliknya (mempersulit pemahaman konsep matematika) 3) Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat) 4) Bentuk dan warnanya menarik 5) Dari bahan yang aman bagi kesehatan siswa 6) Sederhana dan mudah dikelola 7) Ukurannya sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik dari siswa 8) Peragaan diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak 9) Bagi siswa karena alat peraga tersebut dapat dimanipulasi (dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dipasangkan, dan sebagainya) agar siswa dapat belajar secara aktif baik secara individual maupun kelompok 10) Bila mungkin alat peraga tersebut dapat bermanfaat banyak. Berdasarkan kriteria tersebut, maka media blok pecahan merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan materi pecahan kepada siswa tingkat dasar yang dalam penelitian ini adalah anak tunanetra untuk mempelajari matematika materi penjumlahan pecahan.
42
B. Kerangka Berpikir Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan kerangka berpikir sebagai berikut : Pembelajaran matematika materi penjumlahan pecahan
Anak tunanetra
Mengerjakan soal matematika materi penjumlahan pecahan belum menggunakan media blok pecahan
Pembelajaran matematika materi penjumlahan pecahan menggunakan media blok pacahan
Hasil belajarnya rendah
Mengerjakan soal matematika materi penjumlahan pecahan Hasil belajarnya meningkat
Gambar 2.7 Diagram Kerangka Berpikir
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan desain penelitian Single Subject Research (SSR) dalam rangka mengetahui efektivitas penggunaan media blok pecahan untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan pecahan siswa tunantera kelas IV di SLB A YKAB Surakarta.
C. Hipotesis Margono (2004:125) menjelaskan bahwa hipotesis berasal dari kata “hypo” dan “thesis”. Hipo berarti kurang dari, sedangkan tesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih sementara. Hipotesis merupakan suatu kemungkinan jawaban dari masalah yang diajukan. Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2009 : 109) yaitu jawaban sementara terhadap rumusan masalah, dimana rumusan masalah penelitian
43
telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Hipotesis dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Sementara Sudjana (2005 : 95) mengemukakan bahwa hipotesis merupakan asumsi atau dugaan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan suatu hal yang sering dituntut untuk melakukan pengecekan. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : media blok pecahan efektif meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan pecahan pada anak tunanetra kelas IV di SLB A YKAB Surakarta Tahun ajaran 2015/2016.