BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Pemahaman Kosakata Bahasa Jawa a. Pengertian Pemahaman Pemahaman merupakan suatu kemampuan yang mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Pemahaman berasal dari kata dasar paham yang berarti mengerti. Pemahaman merupakan suatu proses yang melibatkan proses berpikir untuk memperoleh pengetahuan yang banyak. Tingkat pemahaman setiap siswa berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena siswa memiliki tingkat kemampuan yang tidak sama dalam menerima dan memahami apa yang dipelajarinya. Seifert (2012: 151) mengatakan dalam bukunya bahwa pemahaman merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang sudah diingat lebih kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunaannya. Sisi lain, Suparno (2001: 7) menyebutkan pengertian pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti dari apa yang tersaji, kemampuan untuk menerjemahkan dari satu bentuk ke bentuk yang lain dalam kata-kata, angka, maupun interpretasi berbentuk penjelasan, ringkasan, prediksi, dan hubungan sebab-akibat. Pemahaman merupakan tahapan dari proses belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Gagne bahwa tahapan proses pembelajaran meliputi motivasi, pemahaman, pemerolehan, penyimpanan, pengingatan kembali, generalisasi, perlakuan, dan umpan balik (Suyono & Hariyanto, 2014: 93). Belajar pada tahap pemahaman merupakan belajar bermakna. Belajar merupakan pengembangan pribadi seseorang dari aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotor. Dalam pemahaman suatu materi juga dibutuhkan suatu proses, seperti yang sudah dikatakan oleh Gagne sebelumnya. Proses-proses
8
9 kognitif pada kategori memahami menurut Anderson dan Krathwohl (2010: 100) meliputi: 1) Menafsirkan Menafsirkan adalah mengubah satu bentuk gambaran informasi atau cerita menjadi bentuk lain. Misalnya memparafrasakan puisi Bahasa Jawa atau geguritan menjadi sebuah cerita. 2) Mencontohkan Mencontohkan merupakan menemukan atau memberi contoh atau ilustrasi tentang suatu pokok bahasan. Misalnya memberi contoh tentang macam-macam kosakata Bahasa Jawa. 3) Mengklasifikasikan Mengklasifikasikan merupakan menentukan
atau menggolongkan
sesuatu dalam satu kategori. Misalnya mengklasifikasikan kosakata umum, kosakata ungkapan, dan kosakata khusus Bahasa Jawa. 4) Merangkum Merangkum merupakan mengabstraksikan tema umum atau poin-poin pokok. Merangkum juga bisa diartikan meringkas. Misalnya menulis ringkasan pendek tentang suatu cerita dalam Bahasa Jawa. 5) Menyimpulkan Menyimpulkan merupakan membuat, menarik simpulan yang logis dari informasi
yang
diterima.
Misalnya
membaca
cerita
kemudian
menyimpulkan pesan yang ingin disampaikan dalam cerita Bahasa Jawa. 6) Membandingkan Membandingkan merupakan menentukan hubungan antara dua ide, dua objek, dan semacamnya. Misalnya membandingkan penggunaan unggahungguh Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. 7) Menjelaskan Menjelaskan merupakan membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem. Menjelaskan berarti menerangkan suatu maksud dengan bahasa sendiri. Misalnya menjelaskan maksud dari kosakata Bahasa Jawa dengan bahasa sendiri.
10 Pemahaman
merupakan
komponen
penting
dalam
dunia
pendidikan. Semua informasi yang dikaji oleh peserta didik akan mudah diterima apabila mereka memahami informasi tersebut. Pemahaman termasuk tahap pembelajaran pada aspek pengetahuan. Hal ini sesuai dalam Taksonomi Bloom. Bloom (1956) mengemukakan bahwa pemahaman adalah memahami makna, menyatakan data dengan kata sendiri, menafsirkan, ekstrapolasi, menerjemahkan (Suyono & Hariyanto, 2014: 169). Pendapat lain berasal dari Anderson dan Krathwohl (2010: 100) mengatakan bahwa memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman merupakan tahapan dalam proses belajar yang penting dalam pendidikan dan melibatkan kemampuan berpikir untuk mengerti, menangkap makna dan arti dari apa yang dipelajari serta menyatakan apa yang telah dipelajari dengan bahasa sendiri. Pemahaman berarti mengerti akan suatu maksud dan mampu menerangkan apa yang telah dipahami dengan bahasa sendiri.
b. Pengertian Kosakata Soedjito (1992: 1) mengungkapkan kosakata (perbendaharaan kata) dapat diartikan sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
Semua kata yang terdapat dalam bahasa. Kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang pembicara atau penulis. Kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan. Daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan secara singkat dan praktis. Pendapat lain Funk (1971: 1) berkata bahwa kosakata dapat dipakai
sebagai ukuran kepandaian seseorang. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang, luas pula
jangkauan
pengetahuan
Susilaningsih, 2012: 38-39).
orang
tersebut
(Ristanto,
Sukardi,
11 Kosakata merupakan hal yang mendasari penguasaan dari bahasa, karena kosakata sangat dibutuhkan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca serta menulis. Dalam bukunya, Nurhadi (1995: 330) mengatakan bahwa penutur bahasa yang baik adalah penutur yang memiliki kekayaan kosakata yang cukup, sehingga ia mampu berkomunikasi dengan penutur asli bahasa itu dengan baik. Serupa dengan Nurhadi, Keraf (2004: 21) menyebutkan bahwa semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. Mereka yang luas kosakatanya, dapat dengan mudah dan lancar mengadakan komunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, pengembangan serta pemahaman kosakata sangat penting dalam pengajaran bahasa. Semakin banyak kosakata yang dimiliki dan dipahami seseorang, maka semakin baik dan lancar dalam berkomunikasi dengan bahasa yang digunakan. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008: 757) menyatakan bahwa kosakata adalah perbendaharaan kata. Kosakata merupakan semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa, kekayaan kata yang dimiliki oleh seseorang pembicara atau penulis. Pengertian kata menurut Bloomfield (1933:178) adalah bentuk bebas yang paling kecil, yaitu kesatuan terkecil yang dapat diucapkan secara berdikari (Tarigan, 1995: 6). Hal yang senada diungkapkan Ningsih,dkk (2007: 61), kata adalah unsur atau bentuk bahasa yang paling kecil dan bermakna. Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan di berbagai bahasa. Dalam bukunya, Keraf (2004:21) mengutarakan, kata adalah alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Lain halnya dengan Nurhadi (1995: 305) berpendapat bahwa kata adalah kesatuan yang utuh yang mengandung arti atau makna. Jadi setiap kata memiliki makna tersendiri. Dalam berkomunikasi, jika pendengar kurang memiliki perbendaharaan kata maka tidak akan bisa memahami maksud yang ingin disampaikan oleh pembicara.
12 Peranan kata dalam suatu bahasa sangat penting, karena setiap kata yang disampaikan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan pasti mengandung suatu maksud, makna, serta gagasan dari seseorang untuk orang lain. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kosakata merupakan perbendaharaan kata, keseluruhan kata yang dimiliki seseorang yang terdapat dalam suatu bahasa dan memiliki makna tertentu. Kosakata ini memiliki peranan yang sangat penting dalam pengajaran bahasa, sebab penguasaan kosakata sangat berpengaruh terhadap keterampilan berbahasa. Semakin banyak kosakata yang dikuasai dan dipahami oleh seseorang maka orang tersebut akan mudah dan lancar dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang bersangkutan. Oleh sebab itu, setiap orang perlu memperluas perbendaharaan kata. Jadi, pengertian pemahaman kosakata adalah mengerti akan maksud dari suatu kata dan mampu menerangkan maksud dari suatu kata dengan bahasa sendiri.
c. Fungsi dan Jenis Kelas Kata Setiap kata memiliki makna dan fungsi berdasarkan peran masingmasing di dalam suatu bahasa. Peran tersebut sesuai dengan jenis kata tersebut serta penggunaannya dalam suatu kalimat. Terdapat beberapa fungsi yang melekat pada jenis kata atau kelas kata, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5)
Melambangkan pikiran atau gagasan yang abstrak menjadi konkret. Membentuk bermacam-macam struktur kalimat. Memperjelas makna gagasan kalimat. Membentuk satuan makna sebuah frasa, klausa, dan kalimat. Membentuk gaya pengungkapan sehingga menghasilkan karangan yang dapat dipahami dan dinikmati orang lain. 6) Mengungkapkan berbagai jenis ekspresi antara lain, berita, perintah, penjelasan, argumentasi, pidato, dan diskusi. 7) Mengungkapkan berbagai sikap, misalnya: setuju, menolak, dan menerima (Ningsih, dkk, 2007: 62). Penggolongan jenis kata diungkapkan oleh Ningsih, dkk (2007: 6269) dalam bukunya yakni verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjectival (kata sifat), pronominal (kata ganti), numeralia (kata bilangan), adverbial
13 (kata keterangan), interogativa (kata tanya), demonstrative (kata ganti penunjuk), artikula, preposisi (kata depan), konjungsi (kata sambung), dan fatis (kata penjelas). Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
beberapa
fungsi
dalam
suatu
kata,
fungsi
kata
adalah
mengungkapkan suatu gagasan, ide, maupun perasaan dan untuk menyampaikan suatu maksud.
d. Perluasan Kosakata Kosakata harus terus menerus diperbanyak dan diperluas, pertamatama sesuai dengan tuntutan usia yang semakin dewasa yang ingin mengetahui semua hal, kedua sesuai dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat yang selalu menciptakan kata-kata baru. Dalam hal ini, Keraf (2004: 65-66) mengutarakan proses tingkat perluasan kosakata, yaitu: 1) Masa Kanak-kanak Perluasan kosakata pada anak-anak lebih ditekankan kepada kosakata khususnya kesanggupan untuk nominasi gagasan-gagasan yang konkret. Pada masa ini, anak-anak ingin mengetahui tentang semua yang dilihat, dirasakannya atau didengarnya setiap hari. 2) Masa Remaja Pada waktu anak mulai menginjak bangku sekolah, proses perluasan kosakata masih berjalan terus ditambah dengan proses yang sengaja diadakan untuk menguasai bahasa dan memperluas kosakata. Proses yang sengaja diadakan ini adalah proses belajar, baik melalui pelajaran bahasa maupun melalui mata pelajaran lainnya. 3) Masa Dewasa Pada masa dewasa, proses perluasan kosakata berjalan lebih intensif karena sebagai seorang yang dianggap matang dalam masyarakat, ia harus mengetahui berbagai hal, bermacam-macam keahlian dan keterampilan, dan juga mampu berkomunikasi dengan anggota
14 masyarakat mengenai semua hal itu. Segala segi kegiatan dan kemasyarakatan harus disalurkan dan ditanggapi dengan bahasa. Kegiatan
komunikasi
dengan
menggunakan
suatu
bahasa,
seseorang memerlukan penguasaan kosakata dalam jumlah yang memadai. Penguasaan kosakata yang lebih banyak dapat mempermudah seseorang dalam menerima maupun menyampaikan informasi yang lebih luas dan kompleks. Oleh sebab itu setiap orang perlu memperluas kosakata suatu bahasa. Cara memperluas kosakata seseorang dapat dilakukan melalui proses belajar, melalui konteks, melalui kamus, melalui kamus sinonim dan thesaurus, dan dengan menganalisa kata (Keraf, 2004: 67). Hal ini senada dengan Achmadi (1988: 125) yang mengungkapkan cara tradisional untuk memperluas kosakata yaitu dengan cara membaca kamus serta melakukan studi formal yang bersifat sistematis, berstrategi, bermetode, dan bertujuan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan penguasaan kosakata seseorang didapat melalui sebuah proses yang berjalan secara kontinu sesuai tahapan dan proses seiring dengan perkembangan orang tersebut.
e. Pengajaran Kosakata Pengajaran kosakata pada pokoknya ialah mengajarkan penguasaan kosakata dengan maknanya. Namun penguasaan kata tidak hanya sebatas mampu menggunakan kata-kata pada kalimat akan tetapi juga menambahkan kata-kata baru dan memahami artinya serta menambahkan kata-kata baru tersebut ke dalam ingatan siswa. Nurhadi (1995: 330-332) menyampaikan beberapa cara melatihkan atau mengajarkan kosakata. Berikut uraiannya: 1) Tes Kloze Tes Kloze ialah salah satu jenis tes yang diberikan kepada pembelajar bahasa dengan jalan menutup kosakata tertentu dalam sebuah wacana. Istilah menutup sama dengan menghilangkan atau mengosongkan
15 kosakata tertentu yang harus diuji oleh siswa. Jadi, dalam tes ini guru menyediakan latihan soal berupa kalimat rumpang. 2) Anagram Anagram pengajaran kosakata yang dilakukan dengan cara pembelajar diminta untuk mengubah urutan huruf-huruf suatu kata sehingga membentuk suatu kata yang lain. Pelatihan ini mengajak siswa untuk menuliskan kosakata berdasar huruf yang telah tersedia. 3) Teka-teki Teka-teki adalah salah satu bentuk cara pengajaran kosakata. Teka-teki ini sama dengan permainan kata. Dalam permainan kata beraneka ragam jenisnya, guru memilih sesuai dengan situasi dan kondisi dan disesuaikan dengan bidang studi serta minat siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran kosakata dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara pengajaran kosakata yang dapat dilakukan adalah tes kloze, anagram, dan teka-teki.
f. Pengajaran Kosakata di SD Salah satu cara memperluas kosakata adalah melalui proses pembelajaran di sekolah dasar. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Keraf, yakni cara memperluas kosakata seseorang dapat dilakukan dengan melalui proses belajar, melalui konteks, melalui kamus, melalui kamus sinonim dan thesaurus, dan dengan menganalisa kata (2004: 67). Pembahasan sebelumnya sudah diterangkan dengan jelas bahwa kosakata memiliki peranan sangat penting dalam berkomunikasi. Semakin luas kosakata yang diketahui dan dipahami, maka semakin luas pengetahuan seseorang serta semakin lancar dalam berkomunikasi. Oleh sebab itu pengajaran kosakata perlu diperhatikan sejak dini. Pendidikan sekolah dasar menjadi pendidikan yang mendasar bagi anak untuk memperluas pengetahuannya. Setiap pembelajaran pada mata pelajaran tertentu pasti anak memperoleh kosakata yang baru, khususnya pada pelajaran Bahasa
16 Jawa yang biasanya anak-anak sulit untuk memahaminya. Padahal pelajaran Bahasa Jawa menjadi pelajaran mulok yang wajib diajarkan. Pada pelajaran Bahasa Jawa terdiri dari proses membaca, menulis, berbicara, serta mendengarkan dan pada setiap materi Bahasa Jawa yang disampaikan siswa dapat memperoleh kosakata yang baru. Jadi pada setiap proses materi pembelajaran Bahasa Jawa terdapat berbagai kosakata. Berikut data standar kompetensi serta kompetensi dasar Bahasa Jawa pada kelas V semester II berdasarkan kurikulum mata pelajaran muatan lokal (Bahasa Jawa) untuk jenjang SD/SDLB/MI dan SMP/SMPLB/MTs Negeri dan Swasta Provinsi Jawa Tengah (2010:15): Standar Kompetensi: 1. Mendengarkan Mampu mendengarkan dan memahami wacana lisan melalui pembacaan teks cerita rakyat dan tembang macapat. 2. Berbicara Mampu
mengungkapkan
pendapat
dan
perasaan
secara
lisan,
mendeskripsikan benda dan menanggapi persoalan faktual sesuai dengan unggah-ungguh. 3. Membaca Mampu membaca dan memahami teks cerita anak, membaca indah dan membaca huruf Jawa. 4. Menulis Mampu menulis laporan sederhana dalam ragam Bahasa Jawa tertentu dan menulis huruf Jawa. Kompetensi Dasar: 1. Mendengarkan 1.1 Mendengarkan cerita rakyat. 1.2 Mendengarkan tembang Mijil. 2. Berbicara 2.1 Mendeskripsikan benda di sekitar.
17 2.2 Menanggapi persoalan faktual menggunakan ragam bahasa yang santun. 3. Membaca 3.1 Membaca cerita anak. 3.2 Membaca indah (misalnya geguritan). 3.3 Membaca kalimat sederhana berhuruf Jawa yang menggunakan pasangan. 4. Menulis 4.1 Menulis laporan sederhana hasil pelaksanaan tugas. 4.2 Menulis kalimat sederhana berhuruf Jawa menggunakan pasangan. Peneliti lebih memfokuskan pada standar kompetensi membaca dan kompetensi dasar membaca cerita anak. Hal ini disebabkan karena dengan membaca siswa dapat lebih memahami suatu maksud atau pesan yang akan disampaikan oleh orang lain. Peneliti lebih memfokuskan untuk menggunakan kompetensi dasar membaca cerita anak karena untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
g. Penilaian Kosakata Nurgiyantoro (1985: 210) mengatakan penguasaan kosakata dapat dibedakan ke dalam penguasaan yang bersifat reseptif dan produktif, kemampuan untuk memahami dan mempergunakan kosakata (Nurgiyantoro, 2009: 213). Penguasaan kosakata seseorang dapat diukur atau dinilai dengan melakukan tes. Tes kosakata adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa terhadap kosakata dalam bahasa tertentu baik yang bersifat reseptif maupun produktif (Nurgiyantoro, 2009: 213). Nurgiyantoro juga menjelaskan mengenai hal yang harus diperhatikan dalam tes kosakata, yakni: 1) Bahan tes kosakata. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes kosakata adalah: a) Tingkat dan jenis sekolah
18 Faktor pertama yang perlu dipertimbangkan adalah subjek didik yang akan dites. Dalam hal ini peserta didik dapat berasal dari tingkat sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, atau kejuruan. b) Tingkat Kesulitan Kosakata Pemilihan
kosakata
yang
akan
diteskan
hendaknya
juga
memperhatikan tingkat kesulitannya. Tes kosakata harus sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Tes kosakata yang disajikan hendaknya tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sulit. c) Kosakata aktif dan pasif d) Kosakata umum, khusus, dan ungkapan. 2) Tingkatan tes kosakata a) Tes Kosakata Tingkat Ingatan Tes kosakata tingkat ingatan (C1) sekedar menuntut kemampuan siswa untuk mengingat makna, sinonim, atau antonim sebuah kata, definisi atau pengertian sebuah kata, istilah, atau ungkapan. b) Tes Kosakata Tingkat Pemahaman Tes kosakata tingkat pemahaman (C2) menuntut siswa untuk memahami makna, maksud, pengertian, atau pengungkapan dengan cara lain kata-kata, istilah, atau ungkapan yang akan diujikan. c) Tes Kosakata Tingkat Penerapan Tes kosakata tingkat penerapan (C3) menuntut siswa untuk dapat memilih dan menerapkan kata-kata, istilah, atau ungkapan tertentu dalam suatu wacana secara tepat, atau mempergunakan kata-kata tersebut untuk menghasilkan wacana. d) Tes Kosakata Tingkat Analisis Dalam tingkat ini, siswa dituntut untuk melakukan kegiatan kognitif yang berupa analisis, baik hal itu berupa analisis terhadap kosakata yang diujikan maupun analisis terhadap wacana (2009: 213-227).
19 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes kosakata terdiri dari tes reseptif yang berarti tes pemahamn kosakata dan tes produktif yang berarti tes dalam mempergunakan kosakata.
h. Pelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata (Keraf, 2001: 2). Depdiknas (2007: 318) mengartikan bahwa bahasa adalah media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan dengan menggunakan simbolsimbol yang disepakati bersama dalam masyarakat (Ristanto, Sukardi, & Susilaningsih, 2012: 38). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Komunikasi dapat menciptakan suatu hubungan, dengan berkomunikasi setiap orang dapat saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual.
Bahasa
merupakan
hal
yang
mendasar
dari
proses
berkomunikasi, agar proses komunikasi menjadi lancar maka harus menguasai bahasa yang dipergunakan. Menguasai bahasa berarti orang yang sedang mempelajarinya harus mampu menguasai keempat kemampuan dasar bahasa, yaitu; mendengar (listening), membaca (reading), menulis (writing) dan berbicara (speaking). Kosakata merupakan komponen yang paling penting di dalam mempelajari bahasa khususnya Bahasa Jawa. Perda Provinsi Jawa Tengah menjelaskan bahwa Bahasa Jawa adalah bahasa yang dipakai secara turun-temurun oleh masyarakat di daerah atau penutur lainnya, sebagai sarana komunikasi dan ekspresi budaya (Perda No. 9 Tahun 2012). Bahasa Jawa termasuk dalam bahasa daerah. Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Bahasa Jawa merupakan suatu warisan budaya daerah yang perlu dilestarikan. Perlindungan, pembinaan dan pengembangan bahasa, sastra, dan aksara Jawa dilaksanakan melalui pembelajaran di lingkungan pendidikan formal, non formal, sekolah,
20 keluarga dan masyarakat. Oleh sebab itu Bahasa Jawa dijadikan muatan lokal wajib di wilayah provinsi Jawa Tengah. Pelajaran Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, pemahaman budaya Jawa dan penyerapan nilai-nilai didalamnya, serta sikap positif terhadap bahasa sastra Jawa. Bahasa Jawa memiliki unsur-unsur fonem, morfem, kata, kalimat, wacana, kaidah, tata tulis, tata bahasa, tingkat tutur, varian, dialek, dan makna yang berada di daerah sesuai dengan perkembangan zaman. Bahasa Jawa mempunyai fungsi sebagai berikut (Perda Provinsi Jawa Tengah No. 9 Tahun 2012): 1) Sarana komunikasi dalam keluarga dan masyarakat di daerah; 2) Sarana pengungkapan dan pengembangan sastra dan budaya Jawa dalam bingkai keindonesiaan; 3) Pembentuk kepribadian dan peneguh jati diri suatu masyarakat di daerah; 4) Sarana pemerkaya kosakata bahasa Indonesia dan wahana pendukung dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Jawa dalam kurikulum muatan lokal (1994: 65), adalah sebagai berikut (Ristanto, Sukardi, & Susilaningsih, 2012: 38): 1) Peningkatan pemahaman dan penggunaan Bahasa Jawa. 2) Peningkatan kemampuan penguasaan kebahasaan untuk berkomunikasi. 3) Pengembangan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Jawa. 4) Peningkatan kemampuan menggunakan Bahasa Jawa untuk meningkatkan kemampuan intelektual. 5) Meningkatkan, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah dan termasuk salah satu mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di sekolah karena Bahasa Jawa merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan. Bahasa Jawa dijadikan
21 sebagai sarana komunikasi masyarakat suku Jawa. Kemampuan berbahasa Jawa perlu ditunjang oleh tingkat penguasaan kosakata Bahasa Jawa.
i. Kosakata Bahasa Jawa di Sekolah Dasar Kosakata merupakan perbendaharaan kata, keseluruhan kata yang dimiliki seseorang yang terdapat dalam suatu bahasa dan memiliki makna tertentu. Kosakata ini memiliki peranan yang sangat penting dalam pengajaran bahasa, sebab penguasaan kosakata sangat berpengaruh terhadap keterampilan berbahasa. Semakin banyak kosakata yang dikuasai dan dipahami oleh seseorang maka orang tersebut akan mudah dan lancar dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang bersangkutan. Berdasar pustaka di atas dapat diartikan pemahaman kosakata Bahasa Jawa adalah mengerti akan maksud dari suatu kata dalam Bahasa Jawa dan mampu menerangkan maksud dari suatu kata tersebut dengan bahasa sendiri. Pembahasan di atas menjelaskan bahwa pada setiap proses materi pembelajaran Bahasa Jawa terdapat berbagai kosakata. Baik pada proses membaca, menulis, berbicara, serta mendengarkan materi Bahasa Jawa yang disampaikan, siswa dapat memperoleh kosakata yang baru. Kata dalam Bahasa Jawa disebut tembung. Tembung berasal dari suku kata. Suku kata berasal dari huruf. Tembung bisa digunakan untuk menyusun kalimat (Tofani, Nugraha, t.tahun: 5). Kosakata terbagi menjadi 3 macam yakni: 1) Kosakata umum Kosakata umum merupakan kosakata yang umum atau sering digunakan sesuai fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut golongannya atau fungsinya dalam suatu kalimat tembung digolongkan menjadi 10 jenis, yaitu (Tofani, Nugraha, t.tahun: 5): a) Tembung Aran (Kata benda) Kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, benda, konsep, atau pengertian. Contoh: meja, montor, buku, sepatu, dsb. b) Tembung Kriya (Kata kerja)
22 Kata kerja adalah kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, proses, atau keadaan. Contoh: maca, turu, adus, mangan, dsb. c) Tembung Ganti (Kata ganti) Kata ganti adalah kata yang menggantikan kata benda atau kata yang dibendakan. Contoh: aku, kowe, bapak, ibu, dsb. d) Tembung Wilangan (Kata bilangan) Kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya suatu wujud atau konsep. Contoh: siji, loro, telu, papat, dsb. e) Tembung Sipat (Kata sifat) Kata sifat adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang. Contoh: ayu, loro, elek, kuru, dsb. f) Tembung Katrangan (Kata keterangan) Kata keterangan adalah kata yag memberi keterangan atau penjelasan pada kata lainnya. Contoh: ngisor, lor, kana, tengah, dhuwur, dsb. g) Tembung Seru (Kata seru) Kata seru adalah kata yang mengungkapkan rasa hati manusia seperti memperkuat rasa gembira, sedih , heran, jijik, dan lain-lain. Contoh: wah, aduh, ah, tulung, dsb. h) Tembung Sandhangan (Kata sandang) Kata sandang adalah kata tugas yang membatasi makna jumlah kata benda. Contoh: Sang, Hyang, Raden, Kyai, dsb. i) Tembung Panyambung (Kata sambung) Kata sambung atau kata hubung adalah kata yang menghubungkan kata, kalimat, atau paragraf. Contoh: sarta, lan, wusana, mulane, dsb. j) Tembung Pangarep (Kata depan) Kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur pembentuk preposisi. Contoh: saka, menyang, ing, sing, dsb.
23 2) Kosakata khusus Kosakata khusus adalah kata yang khusus dalam pemakaiannya dan terbatas ruang lingkupnya. Dalam Bahasa Jawa mempelajari tembung lan tetembungan (kosakata umum) diupayakan juga mempelajari kawruh lan kagunan basa (kosakata khusus). Mempelajari kawruh lan kagunan basa berguna supaya setiap orang mampu berlatih untuk rendah hati, bisa menghormati orang lain, dan bisa membangun budi pekerti yang baik karena luas ilmunya. Kawruh lan kagunan basa terdiri dari beberapa macam, diantaranya (Samidi, 2010: 19-41): a) Dasa Nama Yaitu sepuluh nama atau kata-kata yang sama artinya, sesuatu yang hanya satu tetapi namanya banyak. Dasa nama terbagi menjadi 3 macam yaitu (1) Dasa nama araning barang Contohnya adalah: (a) Nyawa: atma, atmaka, jiwa, badan, yatma, yatmaka, yitma, yitmaka, suksma, satmaka. (b) Bocah: larya, rarya, lare, rare, walaka. (2) Dasa nama araning kaanan Contohnya adalah: (a) Kondhang:
kaloka,
kawentar,
kasusra,
kaunang-unang,
kumbul, kaceluk. (b) Mati: lampus, lena, layon, lalis, pralaya, antaka, pralastra, ngemasi. (3) Dasa nama liyane Contohnya adalah: (a) Lanang: priya, kakung, jalu. (b) Angin: bayu, maruta, bajra, erawana, samirana, pawana. b) Kawruh Bab Aran Kawruh bab aran dalam Bahasa Jawa banyak macamnya, diantaranya adalah sebagai berikut:
24 (1) Kawruh arane tetuwuhan Kawruh arane tetuwuhan membahas mengenai kata sebutan dalam bab tumbuhan. Contohnya adalah sebagai berikut: (a) Wit krambil arane glugu (b) Wit pari arane damen (c) Godhong mlinjo arane so (2) Kawruh wayang Kawruh wayang membahas mengenai kata sebutan dalam bab pewayangan. Dalam hal ini akan dipelajari mengenai nama jenisjenis wayang, nama peralatan dalam pementasan wayang, dan nama-nama tokoh dalam pewayangan beserta kerajaan dan pusakanya. (3) Kawruh arane pagaweyan Kawruh arane pagaweyan membahas mengenai kata sebutan dalam bab macam-macam pekerjaan. Contohnya adalah sebagai berikut: (a) Dhalang: wong kang pagaweyane nglakokake wayang. (b) Guru: wong kang pagaweyane mulang ing sekolahan. (c) Pilot: wong kang pagaweyane nglakokake motor mabur. (4) Kawruh aran liya-liyane Kawruh bab aran yang lain adalah sebagai berikut: (a) Arane papan Arane papan membahas mengenai kata sebutan dalam bab nama-nama tempat. Contohnya adalah pelabuhan yaiku papane mandheg (leren) kapal. (b) Rasa pangrasa Rasa pangrasa membahas mengenai kata sebutan dalam bab apa yang dirasakan anggota tubuh. Contohnya adalah atine miri, sirahe mumet, boyoke pegel.
25 (c) Tembung kang nyethakake Tembung kang nyethakake membahas mengenai kata sebutan untuk menekankan suatu hal. Contohnya adalah turu mak les, melek mak byar, teka dhog. c) Kagunan Basa Kagunan basa dibagi menjadi 8 jenis yaitu: (1) Cangkriman Yaitu perkataan atau kalimat yang harus ditebak maksudnya. Contoh: (a) Sega sak kepel dirubung tinggi= salak (b) Pitik walik saba kebon= nanas (c) Embokne dielus-elus anake diidak-idak= andha (2) Wangsalan Wangsalan hampir sama seperti cangkriman, hanya saja batangannya sudah disampaikan dan suku kata pada batangan menjadi suku kata dari jawabannya. Contoh: (a) Jenang gula, kowe aja lali= gulali (b) Aja sok ngrokok cendhak, neges-neges bae= tegesan (c) Mbalung janur, gelema paring usada= sada (3) Purwakanthi Yaitu perkataan atau kalimat yang ada persamaan suara atau bahasanya pada akhir kata. Purwakanthi terbagi menjadi 3 macam: (a) Purwakanthi swara, contohnya adalah becik ketitik, ala ketara; gemi taberi, nastiti ngati-ati; sapa tlaten bakal panen. (b) Purwakanthi sastra, contohya adalah sluman slumun slamet, bobot bibit bebet, ruruh rereh ririh ing wewarahipun. (c) Purwakanthi sastra laku (4) Panyandra Yaitu perkataan yang digunakan untuk menggambarkan keadaan, yang biasanya dicandra adalah perangane awak, solah bawa, mangsa, dan wong ngombe.
26 (a) Candrane perangane awak, untuk menggambarkan keadaan anggota tubuh. Contohnya adalah drijine mucuk eri, pundhake nraju mas, bathuke nyela cendhani. (b) Candrane solah bawa, untuk menggambarkan keadaan pola tingkah laku seseorang. Contohnya adalah tandange kaya bantheng ketaton, trajange kaya srikatan nyaber walang, sesumbare kaya bedhahke jagad. (c) Candrane mangsa, untuk menggambarkan keadaan suatu masa pada setiap bulan. Contohnya adalah mangsa kasa, sesotya marca saking embanan (ing mangsa iki lumrahe walang padha ngendhog, para tani wiwit nandur palawija); mangsa karo, bantala rengka (ing mangsa iki lemah padha nela, wit randhu lan pelem padha semi). (d) Candrane wong ngombe, untuk menggambarkan keadaan orang
yang
sedang
mabuk.
Candrane
wong
ngombe
digambarkan mulai dari satu sloki sampai sepuluh sloki. (5) Pepindhan Yaitu perkataan atau kalimat yang menyebutkan suatu hal atau benda yang menjadi pijakan pembicaraan. Contohnya adalah paite kaya brotowali, baguse kaya Bathara Kamajaya, ayune kaya Dewi Ratih. (6) Saloka Yaitu perkataan atau kalimat yang sesuai dan penggunaannya memuat isi dari pepindhan. Dalam saloka yang menjadi subjek adalah nama hewan, tumbuhan, atau barang lain yang sifatnya menggambarkan keadaan manusia. Contohnya adalah asu belang kalung uwang (wong ala nanging sugih), gedhang apupus cindhe (kabegjan kang angel kalakone). (7) Isbat Yaitu perkataan atau kalimat yang sesuai dan penggunaannya memuat isi dari pepindhan serta menggambarkan ilmu ghaib.
27 Contohnya adalah kodhok ngemuli lenga (jiwane manungsa kudu bisa ngereh ragane). (8) Sanepa Yaitu perkataan atau kalimat yang sesuai dan penggunaannya memuat isi dari pepindhan serta bermakna mbangetake. Contohnya adalah dedege dhuwur kencur, polahe anteng kitiran pangandikane pait madu. 3) Kosakata ungkapan Ungkapan merupakan gabungan kata yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang membentuknya (Gunawan, 2014: 132). Dalam Bahasa Jawa yang termasuk dalam kosakata ungkapan adalah sebagai berikut: a) Tembung Entar (kata kiasan) Merupakan kalimat kiasan yang terdiri dari dua kata. Contoh: abang kupinge, bau suku, cilik atine. b) Tembung Saroja (tembung mbangetake) Merupakan gabungan dari dua kata yang memiliki arti sama atau hampir dan berfungsi untuk menekankan arti. Contoh: abang mbranang, babak bundhas, campur bawur. c) Tembung camboran Merupakan dua kata atau lebih yang digabung tetapi hanya memiliki satu arti. Tembung camboran dibedakan menjadi dua yaitu camboran wutuh dan camboran tugel. Contoh dari camboran wutuh adalah abang mbranang, jalu estri, anak bojo. Contoh dari camboran tugel adalah bangjo, budhe, dhekwur, kosik. d) Tembung Garba Merupakan dua kata atau lebih digabung, diringkas menjadi satu. Contoh: Aglis
:
age
+ gelis
Jalwestri :
jalu
+ estri
28 Kalokeng :
kaloka + ing
Kadya
kadi
:
Lumebeng :
+ kaya
lumebu + ing
e) Tembung Yogyaswara Merupakan dua kata atau lebih yang sama artinya atau hamper sama pengucapannya dan memuat arti laki-laki dan perempuan. Contoh: Hapsara-hapsari, Bathara-bathari, Bremana-bremani, Dewa-dewi, Putra-putri, Raseksa-raseksi, Siswa-siswi, Widadara-widadari, Yaksayaksi. f) Tembung Kawi Tembung Kawi sering disebut juga tembung Sansekerta. Tembung Kawi biasanya tidak digunakan dalam pertemuan umum, tetapi digunakan pada acara tertentu atau terdapat dalam geguritan. Berdasarkan
pembentukannya,
tembung
dibagi
menjadi
dua
golongan yaitu tembung lingga dan tembung andhahan (Lestari, 2009: 135). Tembung lingga adalah kata yang belum mendapat imbuhan sehingga belum berubah dari asalnya atau sering disebut kata dasar, sedangkan tembung andhahan adalah kata yang sudah berubah dari asalnya karena sudah mendapat imbuhan (ater-ater), sisipan (seselan), akhiran (panambang) atau sering dikenal dengan kata jadian. Bahasa Jawa juga terdapat kata ulang atau tembung rangkep. Tembung rangkep ada 3 macam, yaitu: 1) Dwipurwa Kata ulang yang terjadi karena pengulangan kata depan dari kata dasar. Contoh: bungah lara
bubungah
bebungah
lalara
lelara
2) Dwilingga a) Dwilingga padha swara Kata ulang utuh yang tidak berubah bunyi. Contoh: gedhe-gedhe, cilikcilik, dolan-dolan.
29 b) Dwilingga salin swara Kata ulang yang berubah bunyi. Contoh: mrana-mrene, wotak-watuk, tokan-takon. c) Dwilingga semu Contoh: andheng-andheng, ondhe-ondhe, undur-undur. 3) Dwiwasana Kata ulang yang mengulang di akhir kata. Contoh: cekakak, cengenges, jegeges. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa materi kosakata Bahasa Jawa di Sekolah Dasar sangat banyak, tetapi pada penelitian ini hanya mengajarkan beberapa saja karena terbatas waktu. Materi yang diajarkan pada penelitian ini yakni seluruh jenis kosakata umum Bahasa Jawa, kosakata khusus Bahasa Jawa (Kawruh Bab Aran), dan kosakata ungkapan Bahasa Jawa (Tembung Entar dan Tembung Saroja).
2. Hakikat Media Pembelajaran Word Wall a. Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran merupakan salah satu komponen penting yang menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti “perantara” atau “pengantar”. Kata kunci media adalah “perantara” (Musfiqon, 2012: 26). Sadiman, dkk (2006: 6) juga mengatakan media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Jadi dapat dikatakan, media berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim atau sumber pesan (sender/source) ke penerima pesan (receiver). Di dalam proses belajar mengajar penerima pesan adalah siswa, sedangkan pengirim pesan atau sumber informasi adalah guru. Guru menghadirkan media dalam pembelajaran, kemudian siswa terangsang menggunakan alat indera mereka untuk menerima pesan/informasi. Dalam hal ini media membawa pesan/informasi yang mengandung pembelajaran.
30 Penjelasan mengenai pengertian media dijelaskan Hamdani (2011: 243) dengan sangat jelas bahwa Media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Adapun media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Assosiation
For
Educational
Technology
(AECT,
1977)
mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi (Anitah, 2008: 4). Berbeda dengan pendapat Vriggs, 1997 (Anitah, 2008: 4) yang mengatakan bahwa media pada hakikatnya adalah peralatan fisik untuk membawa atau menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk didalamnya buku, video tape, slide suara, suara guru, atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian. Pendapat lain dari Gerlach & Ely (1971) mengemukakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun
kondisi
yang
membuat
siswa
mampu
memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap (Arsyad, 2011: 3). Pada dasarnya setiap media berfungsi untuk menyalurkan informasi dan sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pembelajaran tujuan yang dicapai adalah tujuan instruksional atau mengandung maksud pengajaran. Media yang digunakan dalam proses belajar mengajar dapat berupa peralatan serta seluruh komponen yang ada di lingkungan sekitar siswa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar. Hal ini serupa dengan pendapat Gagne (1970) (Sadiman, dkk. 2006: 6) menyatakan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar, perantara atau pengantar pesan dari guru ke siswa untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Media pembelajaran dapat berupa segala sesuatu yang dapat dipergunakan
untuk
merangsang
pikiran,
perasaan,
perhatian
dan
31 kemampuan atau keterampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
b. Fungsi Media Pembelajaran Media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut (Sadiman, dkk, 2006: 17-18): 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, seperti misalnya: a) Objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model. b) Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar. c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography. d) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto, maupun secara verbal. e) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain. f) Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain. 3) Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: a) Menimbulkan kegairahan belajar. b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan. c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. 4) Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus di atasi sendiri. Hal ini lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat di atasi dengan media pendidikan yaitu dengan kemampuannya dalam: a) Memberikan perangsang yang sama. b) Mempersamakan pengalaman. c) Menimbulkan persepsi yang sama.
32 Secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan untuk memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka), mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, serta membantu guru mengatasi masalah apabila latar belakang lingkungan guru dengan siswa terdapat perbedaan. Dalam proses pembelajaran, terdapat dua unsur yang sangat penting yakni metode pembelajaran dan media pembelajaran. Arsyad (2006: 15-16) mengungkapkan: Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran proses pembelajaran dan penyampaian isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Pendapat lain Musfiqon (2012: 35) mengatakan media pembelajaran berfungsi untuk: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Meningkatkan gairah belajar siswa. Meningkatkan minat dan motivasi belajar. Menjadikan siswa berinteraksi langsung dengan kenyataan. Mengatasi modalitas belajar siswa yang beragam. Mengefektifkan proses komunikasi dalam pembelajaran. Meningkatkan kualitas pembelajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media berfungsi untuk
menciptakan suasana belajar yang menarik sehingga membangkitkan motivasi belajar siswa dan siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan.
c. Jenis Media Pembelajaran Sadiman, dkk. (2006: 28-81) secara umum membagi media menjadi: 1) Media Grafis Media yang termasuk media visual, yakni pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Media visual
33 merupakan media pembelajaran yang menggunakan indera penglihatan. Media grafis meliputi: gambar/foto, sketsa, diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta/globe, papan flanel, papan buletin. 2) Media Audio Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan dalam lambang-lambang audity, berupa suara. Media audio meliputi: radio, alat perekam pita magnetik, dan laboratorium bahasa. 3) Media proyeksi diam Media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan media grafik dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Perbedaannya adalah pada media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan pada media proyeksi, pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran. Media proyeksi diam membutuhkan peralatan dalam penyajiannya. Media proyeksi diam meliputi: film bingkai, film rankai, overhead proyektor, proyektor opaque, tachitoscope, microprojection dengan microfilm. Lain halnya Bretz dan Yamin (2007: 204) membagi media menjadi tiga macam, yaitu suara (audio), media bentuk visual, dan media gerak (kinestetik). Media bentuk visual dibedakan menjadi tiga pula yaitu gambar visual, garis (grafis), dan simbol verbal (Musfiqon, 2012: 70). Hampir serupa dengan Anitah (2008: 7-56), dalam bukunya menejelaskan beberapa media yakni: 1) Media Visual Media visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya. Media ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: media visual yang tidak diproyeksikan dan media visual yang diproyeksikan. Beberapa media visual yang tidak diproyeksikan antara lain: gambar mati atau gambar diam, illustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta datar, realia dan model, berbagai jenis papan. Selanjutnya yang termasuk media visual yang
34 diproyeksikan adalah overhead projector (OHP), slide projector, filmstrip projector, opaque projector. 2) Media Audio. Jenis media audio yang dapat dipergunakan di dalam kelas adalah berbagai jenis alat rekaman seperti, open-reel tape recorder, cassette tape recorder, piringan hitam, radio, atau MP3. 3) Media Audio Visual Melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu
melainkan
sekaligus
dapat
mendengar
sesuatu
yang
divisualisasikan. Banyak sekali jenis media ini, misalnya: slide suara, dan telivisi. 4) Multimedia. Multimedia diartikan sebagai penggunaan berbagai jenis media secara berurutan maupun simultan untuk menyajikan suatu informasi. Beberapa jenis multimedia diantaranya: multimedia kits, hypermedia, hypertext, interaktif media, dan expert system. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum media pembelajaran dibagi menjadi 4, yaitu: 1) Media Audio Media audio merupakan suatu media pembelajaran yang menyampaikan pesan dari guru ke siswa melalui indera pendengaran. Media audio ditampilkan dalam bentuk suara atau bahasa, seperti memadukan elemen-elemen suara, bunyi, dan musik, yang mengandung nilai-nilai abstrak. Misalnya bahasa puitis, musik, suara yang merdu, dan lain-lain. Salah satu contoh media audio adalah radio. 2) Media Visual Media ini berkaitan dengan penglihatan. Media visual dapat digunakan untuk memperjelas materi pembelajaran melalui gambar, tulisan, serta bentuk visual lain. Media grafis juga termasuk media visual. Beberapa jenis media visual antara lain: gambar, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta datar, realia, model, bebgai jenis papan,benda nyata, dll.
35 3) Media Audio Visual Media audio visual merupakan perpaduan antara media audio dan media visual. Oleh sebab itu dalam penggunaan media audio visual, melibatkan alat indera penglihatan dan pendengaran. Contoh media audio visual dapat berupa video. 4) Multimedia Multimedia berarti penggunaan berbagai jenis media dalam suatu pembelajaran guna menyampaikan informasi atau pesan pembelajaran. Dengan kata lain multimedia adalah penggunaan berbagai media secara terpadu dalam menyajikan atau mengajarkan suatu topik mata pelajaran. Dalam penelitian ini, media yang digunakan adalah media Word Wall dan media ini termasuk dalam jenis media visual, karena media ini berupa papan pajangan dan melibatkan indera penglihatan.
d. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Salah satu yang termasuk dalam perencanaan pembelajaran adalah pemilihan media pembelajaran yang tepat. Media yang digunakan harus sesuai dengan apa yang ingin disampaikan, sebab tidak semua media dapat digunakan pada semua pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran yang tidak tepat kemungkinan dapat membingungkan siswa karena materi tidak tersampaikan dengan jelas. Oleh sebab itu pemakaian media harus tepat sehingga perlu memperhatikan serta mempertimbangkan beberapa faktor. Dalam bukunya Arsyad (2011: 75-76) mengungkapkan bahwa ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media, yakni: 1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
36 2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa. 3) Praktis, luwes, dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan di mana pun dan kapan pun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya , serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana. 4) Guru terampil menggunakannya. Media tidak mempunyai arti apa-apa jika guru belum dapat menggunakannya dalam proses pembelajaran sebagai upaya mempertinggi mutu dan hasil belajar. 5) Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. 6) Mutu teknis. Misalnya: visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang. Hal yang hampir serupa juga diungkapkan oleh Musfiqon (2012: 118-120), kriteria media yang perlu diperhatikan yakni: 1) Kesesuaian dengan tujuan. Pemilihan media hendaknya menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan tersebut. Kehadiran media dalam pembelajaran adalah untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. 2) Ketepatgunaan. Tepat guna dalam konteks media pembelajaran diartikan pemilihan media telah didasarkan pada kegunaan. 3) Keadaan peserta didik. Kriteria pemilihan media yang baik adalah disesuaikan dengan keadaan peserta didik baik keadaan psikologis, filosofis, maupun sosiologis anak. 4) Ketersediaan. Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran, media tersebut tidak dapat digunakan jika tidak tersedia. 5) Biaya
kecil.
Biaya
yang
dikeluarkan
untuk
memperoleh
dan
menggunakan media hendaknya benar-benar seimbang dengan hasil-
37 hasil yang akan dicapai. Pemilihan media pembelajaran juga mempertimbangkan aspek biaya. Pilih media yang murah dan sederhana tetapi hasilnya banyak dan bagus. Kalaupun harus memilih media yang mahal maka hasilnya harus lebih besar dan bagus. 6) Keterampilan guru. Apa pun media yang dipilih, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran. 7) Mutu teknis. Kualitas media jelas mempengaruhi tingkat ketersampaian pesan atau materi pembelajaran kepada anak didik Secara khusus, kriteria lainnya yang dapat digunakan untuk memilih media pembelajaran yang tepat mempertimbangkan faktor acces, cost, technology, interactivity, organization, dan novelty (ACTION). Penjelasan dari akronim tersebut sebagai berikut: 1. Acces, artinya kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam pemilihan media. Media yang diperlukan dapat tersedia, mudah, dan dapat dimanfaatkan siswa. 2. Cost, artinya pertimbangan biaya. Media yang akan dipilih atau digunakan, pembiayaannya dapat dijangkau. 3. Technology, artinya ketersediaan teknologinya dan kemudahan dalam penggunaannya. Media yang akan digunakan teknologinya harus tersedia dan mudah menggunakannya. 4. Interactivity, artinya media yang dipilih dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas, sehingga siswa akan terlibat baik secara fisik, intelektual dan mental. 5. Organization, artinya dalam memilih media pembelajaran tersebut secara organisatoris mendapatkan dukungan dari pimpinan sekolah. 6. Novelty, artinya aspek kebaruan dari media yang dipilih. Media yang dipilih tersebut memiliki nilai kebaruan, sehingga memiliki daya tarik bagi siswa (Hamdani 2011: 257). Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memilih media pembelajaran perlu memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya:
38 1) Tujuan pembelajaran Penggunaan
media
dalam
pembelajaran
dimaksudkan
untuk
mempermudah penyampaian materi pembelajaran. Oleh karena itu, media pembelajaran yang dipilih harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan. 2) Ketepatgunaan Media yang dipilih harus tepat guna dalam mendukung isi materi pembelajaran. Pertimbangan lainnya, sampai sejauhmana kedalaman materi yang harus dicapai, dengan demikian harus mempertimbangkan media apa yang sesuai untuk penyampaian materi tersebut sehingga media tersebut tepat digunakan untuk penyampaian materi yang bersangkutan. 3) Kepraktisan dan luwes Suatu media pembelajaran hendaknya harus praktis sehingga mudah untuk dipindahkan dan dibawa kemana-mana. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan di mana pun dan kapan pun. 4) Keadaan peserta didik Penggunaan media juga harus mempertimbangkan keadaan peserta didik. Dengan kata lain media pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan karakter peserta didik, supaya peserta didik mampu menggunakan media tersebut serta mampu menangkap maksud yang ingin disampaikan melalui penggunaan media tersebut. 5) Ketersediaan Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan dalam memilih media yang akan digunakan dalam pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan hendaknya harus tersedia di lingkungan sehingga mudah diperoleh. Jika media yang digunakan merupakan hasil produksi guru, maka bahan-bahan media tersebut harus tersedia. Apabila guru tidak mampu membuat, maka guru harus memilih alternatif lain yang tersedia di sekolah atau lingkungan sekitar.
39 6) Keterampilan guru Media pembelajaran yang dipilih harus bisa digunakan oleh guru. Guru harus terampil dalam menggunakan media yang dipilih sendiri. Keterampilan
guru
dalam
menggunakan
media
pembelajaran,
mempengaruhi tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. 7) Biaya penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran oleh karena itu penggunaan media pembelajaran juga harus mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan. Media pembelajaran yang dipilih hendaknya murah dan sederhana tetapi tetap dapat mencapai tujuan belajar. 8) Mutu teknis Setiap media pembelajaran yang digunakan harus memenuhi persyaratan berdasarkan jenis media tersebut sehingga media tersebut berkualitas untuk digunakan dalam pembelajaran. Kualitas media pembelajaran jelas mempengaruhi tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Pada penelitian ini digunakan media pembelajaran Word Wall dan sudah memperhatikan kriteria pemilihan media yang sudah diterangkan di atas. e. Media Pembelajaran Word Wall Media
pembelajaran
Word
Wall
termasuk
dalam
media
pembelajaran jenis visual. Cronsberry (2004: 3) mengatakan bahwa: A word wall is a group of words that are displayed on a wall, bulletin board, chalkboard, or whiteboard in a classroom. The words are printed in a large font so that they are easily visible from all student seating areas. These words are referred to continually throughout a unit or term by the teacher and students during a variety of activities. . Terjemahan dari kutipan tersebut adalah Word Wall merupakan sekumpulan kata yang diperlihatkan atau dipasang di dinding, papan bulletin, atau papan
40 tulis di dalam kelas. Kumpulan kata tersebut dicetak dengan ukuran huruf yang besar, sehingga dapat terlihat dengan jelas dari area tempat duduk siswa. Kumpulan kata ini akan dijadikan acuan secara terus-menerus dalam suatu bab oleh guru dan siswa selama kegiatan-kegiatan berlangsung. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Salah satu benda yang berhubungan dengan lingkungan yang kaya akan tulisan-tulisan adalah Word Wall, kumpulan kata yang ditampilkan secara visual pada kelas yang menyajikan sebuah poin petunjuk untuk dibahas. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Brabham & Villaume, 2001; Copper & Kiger, 2003 yang menyatakan bahwa “A word wall is a collection of highfrequency sight words that are age appropriate, classified into groups or categories, and is located on the wall of a classroom for children to easily see and learn (Jasmine & Schiesl, 2009: 302)”. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah Word Wall adalah kumpulan kata-kata yang dilihat dalam frekuensi tinggi yang sesuai usia, diklasifikasikan dalam kelompokkelompok kategori, dan ditempatkan di dinding kelas agar mudah dilihat dan dipelajari anak-anak (Jasmine & Schiesl, 2009: 302). Word Wall juga mengajarkan analisis kata untuk membangun kosakata dari suatu unit pembelajaran. Word Wall dapat digunakan untuk berbagai mata pelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Cronsberry (2004: 5) “…Ideally, key terms from a previous unit could be moved to another space in the room to remain available for visual reference throughout the course." Ketika terdapat keterbatasan ruang atau tempat, Word Wall mungkin perlu diubah, diganti, ataupun dipindah ke tempat atau ruang lain, sehingga tetap tersedia untuk referensi visual untuk seluruh mata pelajaran. Banyak sekali media pembelajaran yang sering dijumpai di sekolah, dari berbagai media pembelajaran yang ada, Word Wall sangat efektif digunakan oleh guru untuk membimbing siswa dalam memahami arti kata dan juga meningkatkan pemahaman kosakata siswa. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran Word Wall mendorong keaktifan partisipasi siswa. Penggunaan media Word Wall melibatkan siswa ketika
41 belajar kosakata, baik itu belajar menjelaskan kata, membandingkan konsepkonsep kunci lainnya, mengeja atau melafalkannya. Media pembelajaran Word Wall juga dapat meningkatkan antusiasme belajar siswa, karena media pembelajaran Word Wall dapat disajikan dalam berbagai bentuk kegiatan. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dengan media pembelajaran word wall disebut sebagai kegiatan Word Wall. Oleh sebab itu, Callella, 2001 mengatakan bahwa “Word Wall activities provide interactive ways to learn high-frequency words as they build word recognition by providing a visual and active engagement with words (Jasmine & Schiesl, 2009: 304)”. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah Kegiatan Word Wall memberikan cara interaktif untuk mempelajari kata berfrekuensi tinggi saat para siswa membangun kemampuan mengenali kata dengan memberikan keterlibatan aktif dengan kata (Jasmine & Schiesl, 2009: 304). Word Wall dapat disajikan dalam berbagai bentuk kegiatan, Cronsberry (2004: 7) menjelaskan berbagai kegiatan Word Wall adalah: 1) Mystery Word (Kata Misteri) 2) Visiting Word (Mengunjungi Kata) 3) Missing Word (Kata yang Hilang) 4) Quick Definition (Definisi Cepat) 5) Looking at Spelling (Lihat Lafalnya) Kegiatan Word Wall juga disampaikan oleh Jasmine & Schiesl (2009: 304-305), yakni: 1) Be the Teacher — students make up a quiz and quiz their partners • on the word wall words through a spelling test. 2) Guess That Word — students give hints to what word they are thinking of by describing the formation of the word. 3) Let’s Be Creative — students write a story that consists of as many word wall words as possible. 4) Letters in My First Name — students write their name vertically and then match two word wall words to each letter in their name. 5) Letters in Words — students pick ten word wall words and then find two or more words that have the same letter as the original word. 6) Rainbow Writing — students write the words from the word wall in different crayons focusing on the configuration of the word while writing.
42 7) Shape of Words — students focus on letter formation (tall, small, and dropped letters) in the word wall words and write the words that are tall, small, and dropped. 8) Word Wall Toss — student passes a beach ball to another student • and asks him or her to say and spell a word that is currently on the word wall. 9) Wordo — similar to Bingo, but with word wall words in the game squares. 10) Words in ABC Order — students pick ten words and place them in the correct alphabetic order. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah Kegiatan Word Wall 1) Jadilah guru—siswa membuat kuis dan menguji kata Word Wall dengan teman melalui ujian pelafalan/mengeja. 2) Tebak Kata—siswa memberikan petunjuk untuk kata yang mereka pikirkan dengan mendeskripsikan susunan kata yang dimaksud. 3) Mari Menjadi Kreatif—siswa membuat cerita yang terdiri dari kata Word Wall sebanyak-banyaknya. 4) Huruf di Nama Pertamaku—siswa menuliskan nama mereka secara vertikal dan kemudian menjodohkan dua kata Word Wall ke setiap huruf di nama mereka. 5) Huruf dalam Kata—siswa mengambil sepuluh kata dari Word Wall kemudian temukan dua atau lebih kata yang mempunyai huruf yang sama. 6) Menulis Pelangi—siswa menuliskan kata dari Word Wall dengan warna yang berbeda yang fokus pada susunan kata saat menulis. 7) Bentuk Kata—siswa fokus pada bentuk huruf (tinggi, kecil, huruf jatuh pada kata Word Wall dan menuliskan kata yang tinggi, kecil dan jatuh. 8) Lemparan Word Wall—siswa memberikan bola kepada siswa lainnya dan memintanya untuk mengatakan dan melafalkan/mengeja kata terbaru yang ada pada Word Wall. 9) Wordo—menyerupai Bingo, tetapi dengan kata Word Wall berbentuk kotak.
43 10) Kata dalam Urutan ABC—siswa mengambil sepuluh huruf dan meletakkannya pada susunan alfabet yang benar. Penjelasan mengenai media pembelajaran Word Wall yang lebih terperinci disampaikan oleh Cronsberry (2004: 3) 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Word Walls Provide an approach to meaningful teaching of vocabulary with an emphasis on student engagement and higher level thinking skills; Build vocabulary, thereby improving reading comprehension and writing style; Reinforce understanding of subject-specific terminology with a focus on students internalizing key concepts; Help students improve spelling and awareness of spelling patterns; Provide visual cues for students; Encourage increased student independence when reading and writing.
Terjemahan dari kutipan tersebut adalah Word Walls 1) Memberikan
pendekatan
untuk
pembelajaran
kosakata
dengan
menekankan pada keterlibatan siswa dan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi. 2) Membangun kosakata sehingga meningkatkan pemahaman membaca juga meningkatkan keterampilan menulis. 3) Menguatkan pemahaman pada istilah-istilah khusus pada topik tertentu dengan pemfokusan pada internalisasi konsep kunci yang dimiliki siswa. 4) Membantu siswa meningkatkan pengejaan atau pelafalan dan kesadaran pola pengejaan atau pelafalan. 5) Memberikan isyarat atau tanda visual bagi siswa. 6) Mendorong kemajuan siswa ketika membaca dan menulis. USAID menjelaskan bahwa Word Wall bermanfaat bagi guru dan juga siswa. Manfaat dari Word Wall adalah sebagai berikut: 1) Untuk mencari makna kata-kata tertentu melalui proses pembelajaran yang interaktif dan komunikatif. 2) Menambah pengetahuan siswa di dalam kelas. 3) Mendukung pengajaran kata kunci dan istilah dari unit yang sedang dipelajari. 4) Mempromosikan membaca dan menulis mandiri dengn menambah kosakata.
44 5) Menyediakan kata kunci visual dan referensi bagi pembelajar bahasa. 6) Membantu siswa mengingat hubungan kata dan konsep (2015: 125). Cronsberry (2004: 5) menjelaskan mengenai prinsip penggunaan media pembelajaran Word Wall yakni Vocabulary instruction using a word wall focuses on a small number of targeted vocabulary words that are key to student success in a unit and the course overall. Teachers decide whether to introduce new words weekly or to begin the unit by introducing all new vocabulary as an overview. The approach would depend on the focus of the word wall and the unit with which it coincides. The words selected for a word wall are addressed continually, using a wide variety of engaging activities. Terjemahan
dari
kutipan
tersebut
adalah
pembelajaran
kosakata
menggunakan Word Wall memusat pada sejumlah kecil kosakata yang menjadi sasaran atau target, yang merupakan kunci keberhasilan siswa pada unit materi secara keseluruhan. Guru menentukan apakah akan mengenalkan kosakata baru setiap minggunya atau memulai bab baru dengan mengenalkan semua kosakata baru sebagai sebuah gambaran umum. Pendekatan ini akan tergantung pada fokus Word Wall dan unit atau bab yang akan dipelajari. Kosakata yang dipilih untuk Word Wall, diberikan secara terus-menerus dengan menggunakan kegiatan yang bersifat melibatkan siswa. Prinsip penggunaan Word Wall juga dijelaskan oleh USAID (2015: 126), penggunaan dinding kata seringkali dibuat secara alfabetis dengan kata-kata yang diketik dan ditempel di dinding kata. Kata kunci atau istilah dalam unit tertentu dapat ditambah sedikit demi sedikit seiring pengajaran tersebut. Oleh sebab itu kata-kata dalam Word Wall harus diperbaharui terus menerus dan sebaiknya guru menampilkan Word Wall semenarik mungkin sehingga siswa tertarik dan menambah pembelajaran mereka. Hal ini sesuai dengan pengertian Word Wall menurut Marzano (2004) yang mengatakan bahwa dinding kata adalah pajangan kata kunci yang terorganisir dan terus menerus diperbaharui yang menyediakan referensi visual untuk siswa ketika mempelajari unit tertentu (USAID, 2015: 125).
45 Jackson dan Narvaez (2013: 44-47) dalam bukunya menyebutkan cara membuat Word Wall yakni: 1) Merencanakan Word Wall Pada langkah pertama siswa harus menentukan kosakata yang belum dipahami atau terdengar asing di telinga mereka. Setelah siswa menemukan kosakata yang baru bagi mereka, langkah selanjutnya adalah menulis kosakata tersebut pada selembar kertas. Kemudian siswa menggambar suatu objek yang sesuai dengan kosakata yang mereka pilih. Hal ini bermaksud untuk mempermudah siswa untuk mengingat makna kosakata tersebut. 2) Membuat Lembar Kerja Siswa Setelah membuat sketsa pada selembar kertas, siapkan lembar kerja siswa untuk mempresentasikan sketsa Word Wall. Siswa diberikan salinan Lembar Kerja yang mereka kerjakan pada saat Word Wall dibuat selama pelajaran berlangsung. 3) Pasang Word Wall Word wall dapat dipasang di pintu lemari atau pintu kelas, dinding kelas, jendela, atau digantungkan di langit-langit. 4) Buatlah dinding di kelas Setelah Word Wall dipasang, maka siaplah untuk membuat dinding di kelas. Siapkan dan susunlah materi-materi mengelilingi word wall. 5) Lengkapi Lembar Laporan Siswa dan Word Wall Lembar Kerja Siswa mencerminkan Word Wall yang telah dibuat. Setelah bagian Word Wall selesai, siswa mengisi bagianhubungan yang ada pada lembar kerja mereka. Langkah-langkah pembuatan Word Wall juga disampaikan oleh Cronsberry (2004: 5) bahwa: Ideas 1) Mount the words on construction paper or card stock and laminate them. 2) Colour code the words, either using coloured markers for lettering or coloured paper for mounting. Colour coding can be used in numerous ways, e.g., same colours can be used to highlight
46 homonyms, synonyms, parts of speech, frequently misspelled words, or categories. 3) Use a wall area that is visible to all students. If the word wall is to be used effectively, students need to be able to glance at the word wall from their desks while they are working. 4) Mount words on the wall in alphabetical order. Using alphabetical order makes it easier for students to skim the list and find words. 5) Make access to the words easy, e.g., use tape or tacks to mount the words so students can move individual words. Terjemahan dari kutipan tersebut adalah: 1) Tulis beberapa kosakata pada kertas atau kartu, kemudian laminating kertas atau kartu tersebut. 2) Tandailah dengan mewarnai kosakata tersebut, atau pasanglah dengan kertas berwarna. Coding warna dapat digunakan dalam berbagai cara, misalnya warna yang dapat digunakan untuk sorot homonim, sinonim, jenis kata, kata-kata yang sering salah dalam pengejaannya, dan sebagainya. 3) Gunakanlah area dinding yang terlihat oleh semua siswa. Jika Word Wall bisa digunakan dengan efektif, siswa harus mampu melihat Word Wall dari bangku mereka saat sedang bekerja. 4) Pasanglah kosakata tersebut pada dinding secara alfabetis. Cara alfabetis memudahkan siswa untuk melakukan skimming. 5) Buatlah akses mudah ke kata-kata tersebut, contoh: gunakan pita atau paku
untuk
memasang
kata-kata
tersebut
sehingga
siswa
memindahkannnya. Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran media Word Wall secara umum yaitu: 1) Guru harus menyiapkan papan Word Wall dan kartu Word Wall. 2) Siswa menuliskan kosakata pada kartu Word Wall. 3) Kartu Word Wall ditempel pada papan Word Wall. 4) Kartu disusun secara alfabetis. 5) Papan Word Wall dipajang di dinding kelas.
47 Dalam penelitian ini langkah pembelajaran dengan penggunaan media pembelajaran Word Wall dalam pelajaran Bahasa Jawa adalah sebagai berikut: 1) Guru mempersiapkan materi berupa bacaan cerita Bahasa Jawa dan membagikan lembar bacaan kepada siswa. 2) Guru mengajak siswa untuk membaca cerita yang disajikan kemudian menandai kosakata Bahasa Jawa yang sekiranya mereka anggap sukar atau tidak mengerti maksudnya. 3) Guru membagikan kartu Word Wall kepada siswa dan siswa menuliskan kosakata tersebut ke dalam kartu Word Wall. 4) Siswa menempelkan kartu mereka masing-masing ke papan Word Wall yang sudah tersedia. 5) Guru
bersama
siswa
membahas
kosakata
tersebut
kemudian
mengurutkannya secara alfabetis. 6) Guru memajang papan Word Wall yang berisi kosakata tersebut di dinding kelas. Langkah-langkah tersebut dapat dimodifikasi dengan berbagai macam kegiatan pembelajaran dan dengan berbagai variasi model pembelajaran, supaya kegiatan pembelajaran lebih menarik. Jackson dan Narvaez (2013: 45) menyampaikan As a result, walls are usually built across many days and are finished as a unit nears completion. Pembuatan Word Wall memakan waktu yang lama dan selesai mendekati akhir bab atau unit. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran Word Wall merupakan media pembelajaran jenis media visual yang berupa pajangan, berisi kata-kata yang terorganisir berdasar alfabet mengenai suatu mata pelajaran tertentu dan kata-kata tersebut diperbaharui secara terus menerus sesuai bab atau pembahasan yang sedang dipelajari. Media pembelajaran Word Wall juga memiliki kelebihan dan kekurangan, sama seperti media pembelajaran yang lainnya. Kelebihan dari media Word Wall adalah media ini dapat mendorong keaktifan partisipasi
48 siswa, meningkatkan kreatifitas siswa, dapat dipelajari siswa setiap hari, dan dapat meningkatkan antusiasme belajar siswa, karena media pembelajaran Word Wall dapat disajikan dalam berbagai bentuk kegiatan. Kelemahan dari media ini adalah butuh waktu yang lama dalam pembuatan Word Wall. Oleh karena, media Word Wall termasuk dalam media visual bentuk pajangan, maka juga memiliki kelemahan yakni membutuhkan tempat yang cukup luas untuk memajang media tersebut serta penulisan dalam Word Wall harus besar sehingga dapat terlihat oleh seluruh siswa yang berada di dalam kelas.
3. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian Peningkatan Pemahaman Kosakata Bahasa Jawa Melalui Media Pembelajaran Word Wall Pada Siswa Kelas V B SD Negeri Madegondo 01 Grogol Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/2106 adalah penelitian skripsi yang dilakukan oleh Yoga Dwija Wicaksana (2014) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Prediction Observation And Explanation Disertai Media Word Wall Untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Dan Kosakata Ilmiah Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 1 Boyolali Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran Prediction Observation and Explanation disertai media Word Wall dapat meningkatkan pemahaman materi dan kosakata ilmiah siswa kelas X-2 SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2012/2013. Data yang diperoleh menyebutkan bahwa terdapat kenaikan rata-rata nilai siswa mengenai pemahaman materi dari 79,88 ke 83,54 serta terjadi peningkatan mengenai hasil kosakata ilmiah yakni pada siklus 1 sebesar 91,67% (>90%) terjadi peningkatan 7,13% setelah diterapkannya media Word Wall seangkan pada siklus berikutnya kenaikan tidak terlalu besar yaitu 1,25%. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti. Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama menggunakan media pembelajaran Word Wall dalam pengajarannya, selain itu juga dgunakan untuk meningkatkan kosakata pada pelajaran tertentu. Perbedaan antara penelitian Yoga Dwija Wicaksana dengan penelitian yang diadakan oleh peneliti adalah variabel yang
49 ditingkatkan Yoga adalah pemahaman materi dan kosakata ilmiah, sedangkan peneliti meneliti peningkatan pemahaman kosakata Bahasa Jawa. Kemudian Yoga Dwija Wicaksana meneliti penggunaan media Word Wall dengan penggunaan model pembelajaran POE, sedangkan peneliti hanya meneliti media pembelajaran Word Wall saja. Perbedaan selanjutnya terletak pada subjek penelitian, Yoga Dwija Wicaksana meneliti siswa SMA X-2 sedangkan peneliti meneliti siswa SD kelas V. Penelitian selanjutnya adalah penelitian thesis Umi Nadhiroh (2010) yang berjudul “The Effectiveness Of Word Wall MediaIn Improving The Fifth Year Students’ Mastery On Vocabulary At SDN 04 Sumberbendo Pucanglaban Tulungagung”. Penelitian ini memperoleh hasil sebesar
. Nilai
sebesar
lebih besar daripada
dan (
) pada taraf signifikansi 0,05 (5%). Hasil penelitian ini menunjukkan penguasaan kosakata siswa meningkat dan sangat terlihat jauh lebih baik dibandingkan dari sebelum menggunakan Word Wall. Jadi pembelajaran kosakata menggunakan Word Wall merupakan tindakan yang efektif untuk meningkatkan penguasaan kosakata siswa. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan media Word Wall serta sama-sama untuk meningkatkan dalam bidang kosakata, sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan Umi Nadhiroh adalah thesis sedangkan peneliti adalah penelitian skripsi. Perbedaan selanjutnya adalah peneliti berusaha meningkatkan kosakata Bahasa Jawa sedang Umi Nadhiroh meneliti peningkatan kosakata Bahasa Inggris. Penelitian relevan selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang yang bernama Hening Dyah Wahyu Setyorini (2013). Penelitian ini berjudul Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Jawa Melalui Model Pembelajaran Mind Mapping Pada Siswa Kelas IVB SD Negeri Ngaliyan 01 Semarang. Penelitian ini dianggap relevan karena penelitian ini memiliki kesamaan pada variabel yang ditingkatkan mengenai kosakata Bahasa Jawa. Pnelitian ini menyimpulkan
bahwa
Model
pembelajaran
Mind
Mapping
dapat
50 meningkatkan penguasaan kosakata Bahasa Jawa kelas IVB SD Ngaliyan 01 Semarang. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan skor jumlah kata dalam karangan deskripsi Bahasa Jawa pada siklus I mendapat skor rata-rata 64,66 dengan ketuntasan belajar sebesar 63,88%, kemudian pada siklus II mendapat skor rata-rata 68 dengan ketuntasan belajar sebesar 75%, dan pada siklus III mendapat skor rata-rata 72,16 dengan ketuntasan belajar 83,33%. Penelitian yang
dilakukan
oleh
mahasiswi
UNNES
tersebut
terbukti
mampu
meningkatkan penguasaan kosakata Bahasa Jawa. Letak perbedaan antara penelitian yang dilakukan Hening Dyah Wahyu Setyorini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah variable peningkat Hening Dyah Wahyu Setyorini adalah model pembelajaran Mind Mapping sedangkan peneliti menggunakan media pembelajaran Word Wall. Subjek penelitian Hening Dyah Wahyu Setyorini adalah siswa SD kelas IV sedangkan subjek penelitian peneliti adalah siswa SD kelas V. Penelitian selanjutnya adalah penelitian Rietmadhan Ayun Prastiwi (2015) yang berjudul Peningkatan Kosakata Bahasa Jawa Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 2 Dlingo Dengan Membuat Kamus Pribadi. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa Daerah Universitas Negeri Yogyakarta ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Persamaannya terletak pada variabel yang ditingkatkan adalah kosakata Bahasa Jawa serta sama-sama menggunakan variabel peningkat berupa media pembelajaran. Perbedaannya adalah Rietmadhan Ayun Prastiwi menggunakan media kamus pribadi sedangkan peneliti menggunakan media pembelajaran Word Wall. Rietmadhan Ayun Prastiwi meneliti siswa SMP kelas VIII sedangkan peneliti meneliti siswa SD kelas V. Penelitian yang dilakukan Rietmadhan Ayun Prastiwi ini dapat disimpulkan bahwa dengan membuat kamus pribadi dapat meningkatkan penguasaan kosakata Bahasa Jawa pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 2 Dlingo. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata siswa pada saat pratindakan sebesar 6,42, meningkat menjadi 7,00 pada siklus I dan meningkat menjadi 7,88 pada siklus II, serta meningkat menjadi 8,03 pada siklus III.
51 B. Kerangka Berpikir Hasil belajar siswa kelas VB SD Negeri Madegondo Grogol Sukoharjo dalam mata pelajaran Bahasa Jawa masih rendah. Penggunaan Bahasa Jawa pada kelas VB SD Negeri Madegondo Grogol Sukoharjo juga belum lancar, sebagian besar siswa masih menggunakan bahasa campuran antara Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Rendahnya pencapaian hasil belajar siswa ini tidak lepas dari kurangnya pemahaman kosakata yang dimiliki siswa. Banyak siswa yang meremehkan pelajaran Bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan siswa merasa jenuh dan bosan saat pelajaran Bahasa Jawa berlangsung. Dalam pembelajaran guru belum menggunakan media untuk menunjang proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Jawa masih kurang. Penggunaan media pembelajaran dalam pelajaran Bahasa Jawa khususnya kosakata Bahasa Jawa perlu, karena dapat mempermudah siswa untuk memahami kosakata serta dapat membuat siswa lebih tertarik serta tidak jenuh selama pembelajaran. Berdasarkan fakta tersebut, diambil tindakan untuk meningkatkan pemahaman
kosakata
Bahasa
Jawa
adalah dengan
cara
melaksanakan
pembelajaran dengan media pembelajaran supaya pembelajaran menjadi lebih menarik serta mempermudah siswa dalam belajar. Salah satu media pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif yaitu dengan menggunakan media pembelajaran Word Wall. Melalui media pembelajaran Word Wall, setiap siswa diminta untuk memilih kata-kata sulit yang ditemukan dalam Bahasa Jawa berdasar bahan bacaan yang diberikan oleh guru. Dengan adanya media pembelajaran Word Wall tersebut, setiap siswa dapat memiliki kosakata dalam jumlah yang terus bertambah banyak karena kosakata tersebut terus menerus diperbaharui sesuai dengan materi yang diajarkan. Kegiatan aktif membaca, menemukan kata-kata yang tidak dimengerti artinya, dan menulis kata tersebut kemudian menempelkannya pada papan Word Wall serta membahas artinya secara bersama-sama dapat menimbulkan perubahan bertambahnya kosakata Bahasa Jawa sehingga terwujud peningkatan pemahaman kosakata Bahasa Jawa serta terjadi perubahan sikap belajar siswa yang menjadi
52 lebih baik. Upaya tersebut dicobakan dalam bentuk penelitian tindakan kelas dan pada kondisi akhir menunjukkan bahwa melalui penggunaan media pembelajaran Word Wall dapat meningkatkan pemahaman kosakata Bahasa Jawa. Pembelajaran belum Kondisi Awal
menggunakan media
Pemahaman kosakata Bahasa Jawa rendah
Siklus I Menggunakan media Word Tindakan
Wall dalam
Pembelajaran menggunakan media Word Wall
pembelajaran Bahasa Jawa Siklus II Refleksi dari siklus I Pembelajaran menggunakan media Word Wall
Dengan menggunakan media Word Wall dapat meningkatkan pemahaman Kondisi Akhir
kosakata Bahasa Jawa
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
53 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Penggunaan media Word Wall dapat meningkatkan pemahaman kosakata Bahasa Jawa pada siswa kelas VB SD Negeri Madegondo Grogol Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/2016”.