BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran a. Belajar Belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Aunurrahman,2009:35). Menurut Slameto (2010:2), “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil
pengalamannya
sendiri
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya.” Winkel (dalam Rachmawati, 2015:35) menjelaskan bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologi yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersifat konstan. Menurut Morgan (dalam Rachmawati, 2015:35) merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu melalui proses interaksi sehingga dapat menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, keetrampilan, dan perubahan tingkah laku. b. Pembelajaran Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Rachmawati, 2015:39).
9
10
Aunurrahman (2009:34) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Menurut Oemar Hamalik (2003:54) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersususn meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik dengan semua sumber belajar meliputi tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian yang saling terkait dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. 2. Aktivitas Belajar Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh dan mengumpulkan informasi melalui proses interaksi sehingga dapat menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, ketrampilan, dan perubahan tingkah laku. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat yaitu berbuat dalam hal mengubah tingkah laku. Oleh karena itu, dalam proses belajar diperlukan aktivitas siswa dalam melakukan interaksi sehingga siswa harus dapat berinteraksi dengan baik dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Rousseau (dalam Sardiman, 2014:96) memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Hal ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri. Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin terjadi. Montessori juga menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri dan membentuk pengetahuan sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang
11
lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didinya (Sardiman, 2014:96). Dimyati (2009:114) berpendapat bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran memiliki bentuk yang beraneka ragam, dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati diantaranya adalah kegiatan dalam bentuk membaca, mendengarkan, menulis, meragakan, dan mengukur. Contoh kegiatan psikis diantaranya adalah seperti mengingat kembali isi materi pelajaran pada pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki untuk
memecahkan
masalah,
menyimpulkan
hasil
eksperimen,
membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, dan lainnya. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa disekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang biasanya dilakukan di sekolah. Paul D. Dierich (dalam Sardiman, 2014:101) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8 kelompok, yaitu: a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, mengamati pekerjaan orang lain. b. Oral activities, yang termasuk di dalamnya misalnya menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. c. Listening activities, yang termasuk di dalamnya misalnya mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. d. Writing activities, yang termasuk di dalamnya misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. e. Drawing activities, yang termasuk di dalamnya misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram. f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. g. Mental activities, yang termasuk di dalamnya misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. h. Emotional activities, yang termasuk di dalamnya misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.
12
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan meliputi kegiatan fisik maupun mental yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Jenis-jenis kegiatan belajar yang akan diamati dalam penelitian ini adalah kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan menulis, dan kegiatan emosional. Pada penelitian ini aktivitas belajar siswa yang diharapkan dapat muncul pada proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Kegiatan Visual (Visual Activities) a) Siswa memperhatikan ketika guru menjelaskan (baik saat memberikan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menerangkan materi pembelajaran) b) Siswa memperhatikan ketika ada siswa lain yang bertanya atau memberikan pendapat. 2) Kegiatan Lisan (Oral Activities) a) Siswa bertanya kepada guru saat pembelajaran berlangsung. b) Siswa memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru. c) Siswa memberikan pendapat atau tanggapan atas jawaban siswa lain. d) Siswa berdiskusi memecahkan permasalahan yang diberikan pada kelompok. 3) Kegiatan Menulis (Writing Activities) a) Siswa menyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam kelompok. b) Siswa membuat rangkuman terkait dengan materi yang sudah dipelajari. 4) Kegiatan Emosional (Emotional Activities)
a) Siswa siap ketika diminta menjawab pertanyaan dari guru. b) Siswa bersedia ketika diminta ke depan kelas untuk presentasi maupun mengerjakan soal di papan tulis.
13
3. Kemampuan Koneksi Matematis Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dimana konsep-konsep dalam matematika harus dipelajari melalui urutan tertentu. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya (Suherman dkk, 2001:25). Menurut James (dalam Suherman, 2001:16) matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Tidak hanya konsep-konsep dalam matematika yang saling terhubung satu sama lain, melainkan konsep dalam matematika dengan kehidupan seharihari juga saling berkaitan. Keterkaitan inilah yang disebut koneksi matematis. Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:29) menetapkan lima standar proses daya matematis (mathematical power proses standarts) yang harus dimiliki siswa, yaitu meliputi: 1) Kemampuan pemecahan masalah (problem solving); 2) Kemampuan berkomunikasi (communication); 3) Kemampuan membuat koneksi (connection); 4) Kemampuan berargumentasi/penalaran (reasoning); 5) Kemampuan representasi (representation). Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan penting yang harus ditumbuhkembangkan oleh siswa di setiap jenjang pendidikan. Koneksi matematis mengharuskan siswa dapat melihat hubungan internal dan eksternal matematika. Hubungan internal matematika yaitu hubungan antar topik matematika sedangkan hubungan eksternal matematika yaitu hubungan antara matematika dengan disiplin ilmu lain dan kehidupan sehari-hari. Dapat diketahui bahwa kemampuan koneksi matematis merupakan kemampuan yang penting sebagaimana diungkapkan NCTM yaitu koneksi metematis diilhami karena ilmu matematika tidaklah terpartisi dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika merupakan satu kesatuan. Selain itu matematika juga tidak bisa terpisah dari ilmu selain matematika dan
14
masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Tanpa koneksi matematis maka siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah (NCTM, 2000:275). Kemampuan
koneksi
matematis
menurut
NCTM
(1989:146)
dikategorikan menjadi dua tipe yaitu modelling connections dan mathematical connections. Modelling connections merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul di dalam dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematiknya, sedangkan mathematical connections adalah hubungan antara dua representasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi. Keterangan NCTM tersebut mengindikasikan bahwa koneksi matematis terbagi kedalam tiga aspek kelompok koneksi, yaitu: aspek koneksi antar topik matematika, aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan aspek koneksi dengan dunia nyata. Dalam melakukan koneksi, siswa harus mengerti informasi yang baru diterima kemudian dikaitkan dengan informasi yang dimiliki sebelumnya. Siswa mengerti informasi baru berarti siswa mengerti permasalahan yang dihadapi, kemudian untuk mengatasi permasalahan tersebut siswa mencoba menggali pengetahuan awal yang berkaitan. Selain itu, siswa dapat mengembangkan dan mengoneksikan keterkaitan pengetahuan yang telah dimilikinya menjadi suatu informasi baru. Apabila siswa mampu mengaitkan ide-ide matematis maka pemahaman matematikanya akan semakin dalam dan bertahan lama karena mereka mampu melihat keterkaitan antara ide-ide matematis, dengan konteks antar topik matematis, dan dengan pengalaman hidup sehari-hari (NCTM, 2000:64). Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000:64), indikator untuk kemampuan koneksi matematika yaitu: 1) Mengenal dan menggunakan hubungan antara ide-ide matematika. Dalam hal ini, koneksi dapat membantu siswa untuk memanfaatkan konsep-konsep yang telah mereka pelajari dengan konteks baru yang akan dipelajari oleh siswa dengan cara menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya sehingga siswa dapat mengingat kembali tentang konsep
15
sebelumnya yang telah siswa pelajari, dan siswa dapat memandang gagasan-gagasan baru tersebut sebagai perluasan dari konsep matematika yang sudah dipelajari sebelumnya. 2) Memahami keterkaitan ide-ide matematika dan membentuk ide satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh. Pada tahap ini siswa mampu melihat struktur matematika yang sama dalam setting yang berbeda, sehingga terjadi peningkatan pemahaman tentang hubungan antar satu konsep dengan konsep lainnya. 3) Mengenal dan menerapkan matematika dalam kehidupan nyata. Konteks-konteks eksternal matematika pada tahap ini berkaitan dengan hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa mampu mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidupan sehari-hari (dunia nyata) ke dalam model matematika. Kemampuan siswa dalam mengkoneksikan keterkaitan antar topik matematika dan dalam mengkoneksikan antara dunia nyata dan matematika dinilai sangat penting, karena keterkaitan itu dapat membantu siswa memahami topik-topik yang ada dalam matematika. Siswa dapat menuangkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika. Hal ini dapat membantu siswa mengetahui kegunaan dari matematika. Bentuk kemampuan koneksi matematis dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Bentuk dan Indikator Kemampuan Koneksi Matematis No 1.
2.
Bentuk Kemampuan Indikator Koneksi Matematis Mengenal dan menggunakan Siswa mampu menuliskan ide-ide hubungan antara ide-ide matematika yang mendasari jawaban matematika. kemudian menghubungkan dengan ide baru. Memahami keterkaitan ide-ide Siswa mampu membentuk keterkaitan matematika dan membentuk ide-ide matematika sehingga menghaide satu dengan yang lain silkan suatu keterkaitan yang menyesehingga menghasilkan suatu luruh. keterkaitan yang menyeluruh.
16
3.
Mengenal dan menerapkan Siswa mampu mengkoneksikan matematika dalam kehidupan antara kejadian yang ada pada kehinyata. dupan nyata ke dalam model matematika dan mencari penyelesaiannya.
Rubrik penskoran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Rubrik Penskoran Kemampuan Koneksi Matematis Siswa No 1.
Bentuk Kemampuan Koneksi Matematis Mengenal dan menggunakan hubungan antara ide-ide matematika.
Level Skor 0
1
2 2.
Memahami keterkaitan ide-ide matematika dan membetuk ide satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh.
0
1
2 3.
Mengenal dan menerapkan matematika dalam kehidupan nyata.
0
1
2
Indikator Siswa tidak mampu menuliskan ideide matematika yang mendasari jawaban kemudian menghubungkan dengan ide baru. Siswa mampu menuliskan ide-ide matematika yang mendasari jawaban kemudian menghubungkan dengan ide baru tetapi salah. Siswa mampu menuliskan ide-ide matematika yang mendasari jawaban kemudian menghubungkan dengan ide baru dengan benar dan tepat. Siswa tidak mampu membentuk keterkaitan ide-ide matematika sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh. Siswa mampu membentuk keterkaitan ide-ide matematika sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh tetapi salah. Siswa mampu membentuk keterkaitan ide-ide matematika sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh dengan benar dan tepat. Siswa tidak mampu mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidupan nyata ke dalam model matematika dan mencari penyelesaiannya. Siswa mampu mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidupan nyata ke dalam model matematika tetapi tidak sampai penyelesaiannya. Siswa mampu mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidu-
17
pan nyata ke dalam model matematika dan mencari penye-lesaiannya dengan benar dan tepat. 4. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project a. Model Pembelajaran Menurut Arends (dalam Trianto, 2007:1) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial.
Model
pembelajaran
mengacu
pada
pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Joyce dan Weil (dalam Trianto, 2007:1) menyatakan bahwa: “Model of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing them selves, we are also teaching them how to learn”. Hal ini berarti bahwa model mengajar adalah model belajar. Dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu mereka juga mengajarkan bagaimana mereka belajar. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus, yaitu: (1) rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Trianto, 2007:5). Model
pembelajaran
adalah
rangkaian
dari
pendekatan,
strategi,meode, teknik, dan taktik pembelajaran. Model pembelajran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain,
18
model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran (Sutirman, 2013:22). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu kerangka yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. b. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project Penelitian Good dan Grouws (1979) dan Ebmeier (1983), dan lebih lanjut
Confrey
(1986),
memperoleh
temuan
bahwa
guru
yang
merencanakan dan mengimplementasikan pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project terbukti lebih sukses dibanding dengan menggunakan pendekatan tradisional (Setiawan, 2010:38). Menurut Convey (Krismanto, 2003:11) langkah langkah dari model pembelajaran Missouri Mathematics Project adalah sebagai berikut: 1) Review Guru dan siswa meninjau ulang apa yang telah tercakup pada pelajaran lalu, yaitu membahas pekerjaan rumah (PR), mencongak dan membuat prakiraan. 2) Pengembangan Guru menyajikan ide baru dan perluasan konsep matematika terdahulu. Siswa diberi tahu tujuan pelajaran yang memiliki “antisipasi” tentang sasaran pelajaran. Penjelasan dan diskusi interaktif antara guru dan siswa harus disajikan termasuk demonstrasi konkrit yang sifatnya piktorial atau simbolik. Pengembangan akan lebih bijaksana bila dikombinasikan dengan kontrol latihan untuk meyakinkan bahwa siswa mengikuti penyajian materi ini. 3) Kerja Kooperatif Siswa diminta merespon satu rangkaian soal dengan diamati oleh guru jika terjadi miskonsepsi. Pada latihan terkontrol ini respon setiap siswa sangat menguntungkan bagi guru dan siswa. Pengembangan dan latihan terkontrol dapat saling mengisi. Guru harus memasukkan rincian khusus tanggung jawab kelompok dan ganjaran individual berdasarkan pencapaian materi yang dipelajari.
19
4) Kerja Mandiri (seat work) Siswa diberi tes individu untuk latihan perluasan mempelajari konsep yang disajikan guru. 5) Penugasan / Pekerjaan Rumah (PR) Siswa diberi pekerjaan rumah (PR) yang digunakan untuk review pada pertemuan yang akan datang. 5. Strategi Pembelajaran REACT a. Strategi Pembelajaran Menurut Suherman (2001:6), strategi pembelajaran merupakan siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal. Suradji (2008:1) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran berhubungan dengan cara pemilihan kegiatan belajar mengajar yang paling efektif dan efisien dalam memberikan pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Disamping itu, Suradji juga menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dipilih guru atau dosen dalam proses belajar mengajar yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik menuju kepada tercapainya tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan siasat yang sengaja diciptakan oleh guru berhubungan dengan cara pemilihan kegiatan belajar mengajar yang paling efektif dan efisien dalam memberikan pengalaman belajar sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. b. Strategi Pembelajaran REACT Strategi pembelajaran REACT pertama kali diperkenalkan oleh Center for Occupation Research and Development (CORD) pada tahun 1999 di Amerika Serikat. Crawford (2001:2) menjelaskan bahwa strategi REACT merupakan strategi pembelajaran yang didasarkan pada
20
bagaimana siswa belajar untuk mendapatkan pemahaman dan bagaimana guru mengajarkan untuk memberikan pemahaman. Strategi REACT merupakan strategi pembelajaran berdasarkan pendekatan kontekstual yang terdiri atas lima unsur, masing-masing merupakan singkatan R dari Relating (menghubungkan/mengaitkan), E dari Experiencing (mengalami), A yaitu Applying (menerapkan), C dari Cooperating (bekerja sama) dan T yaitu Transferring (mentransfer). Teori belajar yang mendukung strategi pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring) adalah teori belajar konstruktivisme. Menurut pandangan konstruktivisme, dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri
dari
lingkungan
belajar
sehingga
diperoleh
pengalaman
penyelesaian masalah. Peran guru hanya membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Siswa harus membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan informasi dan pengetahuan awal yang dimilikinya. Selanjutnya CORD menjabarkan 5 strategi yang harus tampak pada strategi REACT, yaitu: a) Relating (menghubungkan) Relating (mengaitkan/menghubungkan) merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang paling kuat, sekaligus bagian dari konstruktivis
(Crawford,
2001:3).
Dalam
pembelajaran
siswa
menggunakan pengalaman sehari-hari sebagai pengetahuan awal, kemudian dikaitkan kedalam informasi baru atau persoalan yang akan dipecahkan. Jadi mengaitkan adalah belajar dengan pengetahuan awal yang dihubungkan dengan konsep baru. Dengan demikian, siswa dapat menghubungkan pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengalaman hidup yang pernah dialami. Guru menggunakan strategi relating ketika mereka mencoba menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa (Trianto, 2009: 109). Guru yang menggunakan strategi
21
relating memulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dapat dijawab oleh hampir semua siswa dari pengalaman hidupnya atau pengetahuan yang telah dimiliki, sebagai gambaran awal tentang materi yang akan dipelajari. Jadi pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan awal atau pengalaman siswa akan mendorong dalam mengaitkan informasi baru menjadi pengetahuan yang bermakna. b) Experiencing (mengalami/mencoba) Crawford (2001:5) mengemukakan bahwa experiencing adalah belajar
melalui
kegiatan
exploration
(penggalian),
discovery
(penemuan), dan invention (penciptaan). Dalam mempelajari suatu konsep, ada kemungkinan siswa belum mempunyai pengalaman langsung yang berkaitan dengan konsep tersebut. Pada experiencing guru harus memberikan kegiatan hands-on kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan siswa tersebut siswa dapat membangun pengetahuannya (Trianto, 2009: 109). Pengalaman langsung di kelas dapat mencakup penggunaan alat-alat pembelajaran secara terampil, kegiatan pemecahan masalah dan laboratorium. Ini berarti experiencing dapat dilakukan pada saat siswa mengerjakan LKS, latihan penugasan, dan kegiatan lain yang melibatkan aktivitas siswa dalam belajar. Dengan demikian, siswa yang mengalami secara langsung akan lebih mudah memahami suatu konsep. c) Applying (mengaplikasikan/menerapkan) Crawford (2001: 8) mendefiniskan strategi applying sebagai kegiatan belajar dengan menerapkan konsep yang telah dipelajari oleh siswa. Hal ini dapat dilakukan guru dengan memberikan motivasi kepada siswa pentingnya memahami konsep yang telah dipelajari siswa dengan cara memberikan tugas. Selanjutnya Crawford (2001:10) menjelaskan bahwa dalam strategi ini guru memberikan tugas yang menantang tetapi masuk akal dalam hal kemampuan siswa.
22
Strategi applying sebagai belajar dengan menerapkan konsepkonsep (Trianto, 2009: 109). Siswa dapat belajar menerapkan konsepkonsep ketika melaksanakan aktivitas pemecahan masalah, yaitu melalui soal-soal LKS, latihan penugasan, maupun kegiatan siswa dalam belajar. Untuk lebih memotivasi dalam memahami konsepkonsep, guru dapat memberikan latihan-latihan yang realistik, relevan, dan menunjukkan manfaat dalam suatu bidang kehidupan. d) Cooperating (bekerja sama) Cooperating (bekerja sama) menurut Crawford (2001:11) adalah belajar dalam konteks sharing, merespon, berkomunikasi dengan siswa lainnya untuk menyelesaikan suatu tugas. Bekerja sama antar siswa dalam kelompok akan memudahkannya menemukan dan memahami suatu konsep matematika, karena mereka dapat saling mendiskusikan masalah dengan temannya. Siswa akan lebih leluasa dan dapat mengajukan pertanyaan tanpa rasa malu. Mereka juga lebih siap menerangkan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran kepada siswa lainnya untuk merekomendasikan berbagai pendekatan pemecahan masalah soal bagi kelompok. Bekerja sama merupakan belajar dalam konteks saling berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan pelajar lainnya. Pengalaman dalam bekerja sama tidak hanya menolong untuk mempelajari suatu bahan pelajaran, hal ini juga secara konsisten berkaitan dengan penitikberatan pada kehidupan nyata dalam pengajaran kontekstual (Trianto, 2009: 109). Kegiatan merespon, saling bertukar pendapat dan berkomunikasi akan membantu siswa dalam mempelajari suatu konsep. e) Transferring (mentransfer) Transferring (mentransfer) bermakna bahwa mempelajari sesuatu dalam konteks pengetahuan yang telah ada, menggunakan dan memperluas apa yang telah diketahui. Mentransfer adalah strategi pembelajaran yang didefinisikan sebagai penggunaan pengetahuan
23
yang telah dimiliki dalam konteks baru atau situasi baru (Crawford, 2001: 14). Pembelajaran diarahkan untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan dengan menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya. 6. Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan Strategi REACT Langkah-langkah pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Kegiatan Pendahuluan 1. Guru menyiapkan kondisi kelas kemudian membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan mengecek kesiapan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Review: 2. Guru meninjau ulang materi yang telah dimiliki siswa yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. (Relating) 3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 4. Guru membangkitkan motivasi siswa dengan menyampaikan manfaat materi yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. (Relating) B. Kegiatan Inti Pengembangan: 1. Guru menjelaskan materi yang akan dipelajari dan melakukan tanya jawab kepada siswa. 2. Guru membimbing siswa dalam mengaitkan materi pelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. (Relating) Kerja Kooperatif: 3. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 siswa tiap kelompok.
24
4. Guru memberikan permasalahan dalam bentuk Lembar Kerja Kelompok
(LKK)
untuk
didiskusikan
dengan
kelompoknya.
(Experiencing, Applying, Cooperating) 5. Guru mengawasi jalannya diskusi dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan. 6. Guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Kerja Mandiri: 7. Guru memberikan tes individu kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. 8. Guru memberikan klarifikasi ataupun penguatan terhadap pekerjaan siswa. C. Kegiatan Penutup 1. Guru bersama siswa membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. 2. Guru meminta siswa membuat rangkuman mengenai materi yang telah dipelajari. Penugasan: 3. Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa mengenai materi yang telah dipelajari yang berhubungan dengan kehidupan nyata. (Transferring)
B. Penelitian yang Relevan Ada beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: Anis Wijayanti (2014) melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa pada Pokok Bahasan Segiempat melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) di Kelas VII F SMP Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014”. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan pendekatan CTL berhasil meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa pada akhir siklus II. Bentuk
25
kemampuan koneksi matematis mengenal dan menggunakan hubungan antara ideide matematika sebesar 78,13%. Bentuk kemampuan koneksi matematis memahami keterkaitan ide-ide matematika dan membentuk ide satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh sebesar 71,88%. Bentuk kemampuan koneksi matematis mengenal dan menerapkan matematika dalam kehidupan nyata sebesar 53,13%. Penelitian yang dilakukan oleh Anis Wijayanti adalah meningkatkan kemampuan koneksi matematis menggunakan pendekatan CTL. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu strategi dalam pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis yaitu strategi REACT. Penelitian yang dilakukan oleh Vita Heprilia Dwi Kurniasari (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dalam Meningkatkan Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Siswa Sub Pokok Bahasan Menggambar Grafik Fungsi Aljabar Sederhana dan Fungsi Kuadrat Pada Siswa Kelas X SMA Negeri Balung Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014” menyimpulkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa penerapan
model
pembelajaran
Missouri
Mathematics
Project
dapat
meningkatkan aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pada sub pokok bahasan menggambar grafik fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat. Hal ini terlihat pada hasil penelitiannya yaitu untuk aktivitas belajar siswa peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 3,8% dan ketuntasan belajar dari siklus I ke siklus II peningkatannya sebesar 11,11%. Persamaan penelitian ini dengan yang peneliti lakukan adalah meneliti tentang aktivitas belajar siswa melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project yang dikombinasikan dengan strategi pembelajaran REACT karena pada strategi REACT akan memberikan ruang kepada siswa untuk memunculkan kemampuan koneksi matematis siswa. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti akan menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa.
26
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah diuraikan di atas dapat disusun suatu kerangka berpikir guna memperoleh jawaban sementara atas kesalahan yang timbul. Penelitian ini diarahkan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis. Pada kondisi awal berdasarkan observasi awal di kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo, diperoleh informasi bahwa aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa rendah. Aktivitas siswa rendah karena proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. Guru belum banyak menerapkan inovasi dalam pembelajaran dan cenderung masih menggunakan strategi pembelajaran yang konvensional. Siswa hanya sebagai penerima informasi yang diberikan oleh guru sehingga kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Guru menjadi pusat ilmu dan informasi, sedangkan siswa hanya menerima dengan pasif transfer ilmu pengetahuan dan informasi dari guru. Pembelajaran matematika yang dilakukan guru seharusnya dapat memberikan kesempatan bagi siswa agar terlibat aktif sehingga siswa dapat mengungkapkan ide, gagasan, dan konsep matematika secara optimal. Pembelajaran yang demikian tidak memungkinkan terciptanya kondisi yang dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa terjadi karena siswa kesulitan dalam menghubungkan konsep dan prinsip dalam matematika ataupun memodelkan permasalahan sehari-hari dalam bentuk model matematika sehingga tidak dapat mencari penyelesaiannya. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa karena proses belajar mengajar berjalan kurang bermakna. Padahal kemampuan koneksi matematis mempunyai peranan penting dalam menunjang hasil belajar matematika dan mengembangkan pengetahuan siswa. Sejalan dengan permasalahan yang telah dipaparkan, salah satu upaya perbaikan proses pembelajaran yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan model dan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yaitu model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT.
27
Model pembelajaran Missouri Mathematics Project merupakan suatu alternatif untuk mengatasi pembelajaran yang bersifat konvensional. Dengan lima komponen model pembelajaran Missouri Mathematics Project yaitu review, pengembangan, kerja kooperatif, kerja mandiri, dan penugasan diharapkan siswa memperoleh kesempatan untuk melakukan berbagai aktivitas belajar dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajaran REACT merupakan strategi belajar berdasarkan teori belajar kontruktivisme yang dapat digunakan untuk mendorong siswa membangun pengetahuannya sendiri dengan mengaitkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Dengan melibatkan lima komponen utama REACT yakni Relating (R) atau mengaitkan, Experiencing (E) atau mengalami, Applying (A) atau menerapkan, Cooperating (C) atau bekerjasama dan Transferring (T) atau mentransfer diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Pada langkah review pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project, guru meninjau ulang materi yang telah dimiliki siswa dengan melakukan tanya jawab. Pada langkah ini terdapat komponen relating pada strategi REACT. Dengan melakukan metode tanya jawab kepada siswa dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga aktivitas siswa dapat meningkat. Aktivitas belajar yang diharapkan muncul pada langkah ini yaitu memperhatikan ketika guru menjelaskan materi, memperhatikan ketika ada siswa lain yang bertanya atau memberikan pendapat, berani bertanya kepada guru apabila ada hal yang belum dimengerti, memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru, siap ketika diminta menjawab pertanyaan dari guru serta bersedia ketika diminta ke depan kelas untuk pesentai atau mengerjakan soal di papan tulis. Dari komponen relating, siswa dapat mengkaitkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya sehingga salah satu bentuk kemampuan koneksi matematis diharapkan dapat tercapai yaitu mengenal dan menggunakan hubungan antara ide-ide matematika. Dari konsep awal yang dimiliki, siswa dapat mengkaitkannya dengan konsep baru yang akan dipelajari.
28
Pada langkah pengembangan pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project, guru menjelaskan materi yang akan dipelajari dengan metode tanya jawab kepada siswa. Dengan metode tanya jawab dapat memancing pengetahuan siswa sehingga siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar yang diharapkan muncul pada langkah ini yaitu memperhatikan ketika guru menjelaskan materi, memperhatikan ketika ada siswa lain yang bertanya atau memberikan pendapat, berani bertanya kepada guru apabila ada hal yang belum dimengerti, memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru, siap ketika diminta menjawab pertanyaan dari guru serta bersedia ketika diminta ke depan kelas untuk pesentai atau mengerjakan soal di papan tulis. Pada langkah ini masih terdapat komponen relating pada strategi REACT karena dalam menjelaskan materi yang akan dipelajari, guru masih mengkaitkannya dengan konsep-konsep terdahulu yang sudah dimiliki oleh siswa sehingga dapat untuk mencapai salah satu bentuk kemampuan koneksi matematis yaitu mengenal dan menggunakan hubungan antara ide-ide matematika. Dari konsep awal yang dimiliki, siswa dapat mengaitkannya dengan konsep baru yang akan dipelajari. Pada langkah kerja kooperatif pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project, guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kemudian memberikan suatu permasalahan dalam bentuk LKK kepada setiap kelompok. Pada langkah ini bertujuan agar siswa mampu bekerjasama dan dapat melakukan diskusi dengan siswa lain dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok tersebut. Aktivitas belajar yang diharapkan muncul pada langkah ini yaitu berdiskusi memecahkan permasalahan yang diberikan dengan teman kelompoknya, mengerjakan permasalahan yang diberikan dalam kelompok, memberikan pendapat atau tanggapan atas jawaban dari siswa lain. Pada langkah ini terdapat komponen experiencing, applying dan cooperating pada strategi REACT karena dalam langkah ini siswa dapat belajar dengan melakukan kegiatan penemuan dan eksplorasi dengan kelompoknya untuk memperdalam konsep dan prinsip yang dipelajari melalui strategi experiencing dan cooperating. Siswa akan belajar menemukan sendiri konsep pada materi yang akan dipelajari dengan pengalaman langsung dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan pada
29
LKK. Dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam lembar kerja diharapkan dapat mencapai bentuk kemampuan koneksi matematis yaitu mengenal dan menggunakan hubungan antara ide-ide matematika serta memahami keterkaitan ide-ide matematika dan membentuk ide satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh karena permasalahan yang diberikan mencakup indikator kemampuan koneksi matematis tersebut. Pada langkah kerja mandiri pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project, guru memberikan tes individu kepada siswa sebagai latihan dari materi yang telah dipelajari. Selain itu tes individu dapat mengukur sejauh mana penguasaan materi yang telah dipelajari. Pada langkah ini terdapat komponen applying pada strategi REACT karena siswa dapat menerapkan konsep-konsep dan pengetahuan yang mereka miliki setelah pembelajaran melalui tes tersebut. Pada langkah ini bentuk kemampuan koneksi matematis yaitu memahami keterkaitan ide-ide matematika dan membentuk ide satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh diharapkan dapat tercapai karena soal tes yang diberikan mencakup indikator kemampuan koneksi matematis tersebut. Pada langkah penugasan pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project, guru memberikan suatu tugas atau pekerjaan rumah yang harus dikerjakan siswa dirumah dan akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Pada langkah ini terdapat komponen transferring pada strategi REACT karena siswa dapat menggunakan pengetahuan yang mereka miliki dalam sebuah konteks baru dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan nyata. Tugas yang diberikan dapat memberikan ruang kepada siswa untuk memunculkan bentuk kemampuan koneksi matematis yaitu mengenal dan menerapkan matematika dalam kehidupan nyata. Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas belajar dan
30
kemampuan koneksi matematis siswa. Berikut ini disajikan bagan kerangka berpikir pada peneltian ini seperti Gambar 2.1.
1. Aktivitas belajar siswa masih rendah karena pembelajaran masih berpusat pada guru. 2. Kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah karena siswa masih kesulitan dalam menghubungkan konsep-kosep yang telah dimiliki dengan konsep yang baru ataupun menerapkan matematika dalam kehidupan
KONDISI AWAL
TINDAKAN Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT
KONDISI AKHIR
Langkah – langkah: 1) Review Guru melakukan apersepsi, motivasi, dan membahas pekerjaan rumah. (Relating) 2) Pengembangan Guru menyajikan ide baru dan perluasan konsep dari materi yang telah dipelajari dengan melakukan tanya jawab kepada siswa. (Relating) 3) Kerja Kooperatif Guru memberikan permasalahan kepada kelompok kepada setiap kelompok untuk dikerjakan dengan berdiskusi bersama teman kelompoknya. (Experiencing, Applying, Cooperating) 4) Kerja Mandiri Guru memberikan tes individu sebagai latihan dari materi yang telah dipelajari. (Applying) 5) Penugasan (PR) Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa. (Transferring)
Diduga melalui penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa.
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
31
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berpikir maka penulis merumuskan hipotesis tindakan bahwa dengan penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan strategi REACT dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa kelas VIII I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo.