7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Matematika tentang Pecahan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Karakteristik merupakan ciri atau tanda khusus yang membedakan suatu individu dengan individu yang lain. Siswa sekolah dasar pada umumnya berada pada rentang usia 6-12 tahun. Mereka memiliki karakteristik atau ciri yang berbeda dengan orang dewasa. Ciri ini dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangannya. Sobur (2011: 130) menyatakan berhubungan
bahwa
pertumbuhan
dengan
kehidupan
berarti
proses
jasmaniah
perubahan
individu,
yang
sedangkan
perkembangan merupakan proses perubahan yang berhubungan dengan hidup kejiwaan individu yang biasanya melahirkan tingkah laku. Pertumbuhan tercermin dalam perubahan fisik sedangkan perkembangan dapat terlihat dari kematangan biologis, kognitif, bahasa, mental, dan sosial. Pemahaman terhadap karakteristik siswa didik merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru. Dengan memahami karakteristik siswa yang unik dan beragam, diharapkan guru dapat menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan keadaan atau kondisi siswanya. Perkembangan siswa pada usia sekolah dasar merupakan tahap perkembangan yang penting bagi keberlanjutan tahap berikutnya. Pada masa ini siswa didorong untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal. Untuk itu, guru diharapkan dapat mengenal dan memahami karakteristik siswanya secara baik demi tercapainya tujuan pembelajaran. Siswa kelas IV SD Negeri Kajoran 2 berada pada rentang usia 9-11 tahun. Berdasarkan fase perkembangan Buhler, usia ini masuk dalam fase keempat
disebut
juga
sebagai
masa
menyelidik,
mencoba,
dan
bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan 7
8
rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi (Sobur, 2011: 132). Karakteristik siswa usia sekolah dasar secara umum menurut Basset, Jacka, dan Logan (1983) yaitu sebagai berikut: (1) mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri, (2) mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang, (3) mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru, (4) mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan, (5) mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, dan (6) mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar siswa-siswa lainnya (Sumantri dan Permana, 2001: 11) Berdasarkan beberapa pendapat mengenai tahapan perkembangan siswa dan karakteristiknya di atas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IV SD memiliki karakterisik yang berbeda dengan tahap perkembangan lain. Usia ini siswa mulai mampu menemukan konsep-konsep melalui kegiatan menyelidik, mencoba, dan bereksperimen yang didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi. Siswa juga sudah dapat berpikir secara logis tentang objek dan peristiwa, mampu mengklasifikasikan objek menurut ciri-ciri tertentu, dan dapat mengurutkan suatu dimensi tunggal. Dapat dikatakan bahwa siswa kelas IV SD sedang mengalami masa aktif, artinya dengan rasa ingin tahu yang tinggi membuat mereka harus banyak bergerak, berpikir, dan mengamati. Siswa pada usia ini menyukai hal-hal yang menarik, menantang, dan menyenangkan. Mereka membutuhkan sarana atau tempat dan perlakuan yang sesuai yang dapat memuaskan rasa ingin tahu mereka. Tempat terbaik untuk mengembangkan segala aktivitas kebutuhan siswa usia sekolah dasar ini adalah di lingkungan sekolah dengan pembelajaran yang
mampu
mendayagunakan
perkembangannya.
kemampuan
siswa
sesuai
tahapan
9
Jihad (2008: 149) berpendapat bahwa Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan pembelajaran Matematika yang berkaitan dengan dunia siswa (realita), menekankan siswa melakukan reinvention melalui penyajian situasi masalah dalam konteks. Jadi, pendekatan RME menekankan dengan dunia nyata siswa dan memanfaatkan berbagai kenyataan yang dialami siswa, sehingga siswa akan lebih mudah memahami pembelajaran yang dilakukan. Media konkret adalah media yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa) yang berupa sesuatu yang nyata, dapat dilihat, dipegang, didengar, dirasakan atau dialami langsung oleh siswa. Pada pembelajaran Matematika tentang pecahan, kompetensi yang harus dimiliki siswa di antaranya adalah menyatakan bagian dengan pecahan, membandingkan dan mengurutkan pecahan, menjumlahkan dan mengurangkan pecahan, serta menyelesaikan soal berhubungan dengan pecahan. Melalui pendekatan RME dengan media konkret akan meningkatkan ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan memicu siswa untuk berpikir logis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendekatan RME dengan media konkret dalam pembelajaran Matematika tentang pecahan sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar. b. Hakikat Belajar 1) Pengertian Belajar Tursan Hakim (Hamdani, 2011: 21) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain. Hal ini berarti peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan
seseorang
dalam
berbagai
bidang.
Apabila
tidak
mendapatkan kualitas dan kuantitas kemampuan, orang tersebut belum
10
mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan dalam proses belajar. Trianto (2012: 9) mengatakan belajar adalah perubahan tingkah laku karena adanya suatu pengalaman. perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan apresiasi. Adapun pengalaman dalam proses belajar adalah bentuk interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sedangkan Hamdani (2011: 21) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan, misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengar, meniru, juga siswa sendiri yang mengolah dengan bantuan guru. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh sebagai hasil pengalaman belajar yang berlangsung selama seumur hidup dan merupakan proses utama dalam pendidikan di sekolah. 2) Prinsip-prinsip Belajar Di atas telah diuraikan mengenai hakikat belajar. Dalam belajar terdapat prinsip-prinsip yang menyertainya. Dimyati dan Mudjiono (2013: 42-49) menjelaskan sedikitnya terdapat tujuh prinsip-prinsip belajar yaitu: a) Perhatian dan Motivasi Perhatian memiliki peranan penting dalam kegiatan belajar. Tanpa adanya perhatian dari siswa tidak mungkin terjadi belajar. Siswa perhatian jika bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi juga salah satu peran penting dalam kegiatan belajar. Motivasi yang dimiliki siswa akan mendorong dirinya melakukan kegiatan belajar. b) Keaktifan Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari
11
kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. c) Keterlibatan Langsung/Berpengalaman Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa. Belajar adalah mengalami, belajar tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. d) Pengulangan Belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang
terdiri
mengkhayal,
atas
daya
merasakan,
mengamat, berpikir,
menanggap,
dan
mengingat,
sebagainya.
Dengan
mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. e) Tantangan Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan ajar, sehingga timbullan motif untuk mengatasi hambatan itu. f) Balikan dan Penguatan Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Sebaliknya, siswa yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar lebih giat. g) Perbedaan Individual Siswa merupakan individu yang unik artinya setiap individu memiliki perbedaan satu sama lain. Perbedaan individual dapat diatasi dengan penggunaan pendekatan dan media belajar yang bervariasi.
Pakasi (Sobur, 2011: 235-237) juga menyebutkan prinsipprinsip dalam suatu proses belajar yaitu (1) belajar merupakan suatu interaksi antara siswa dan lingkungan, (2) belajar berarti berbuat, (3) belajar berarti mengalami, (4) belajar adalah suatu aktivitas yang
12
bertujuan, (5) belajar memerlukan motivasi, (6) belajar memerlukan kesiapan pada pihak siswa, dan (7) belajar bersifat integratif.
Pendapat lain menyebutkan prinsip-prinsip belajar siswa usia sekolah dasar menurut Majid (2014: 10) yaitu: a) Konkret Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari halhal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. b) Integratif Pada tahap usia sekolah dasar siswa memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. c) Hierarkis Pada tahapan usia sekolah dasar, cara siswa belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke halhal yang lebih kompleks sehingga perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antarmateri, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.
Badan
internasional
yang
menangani
masalah-masalah
pendidikan yaitu UNESCO (Sanjaya, 2008: 97-98) juga memberikan resep yang dikenal dengan empat pilar dalam belajar yang dapat dijadikan prinsip dalam membantu proses belajar siswa bagi guru yaitu learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar melakukan), learning to live together (belajar hidup berdampingan dan berkembang bersama), learning to be (belajar untuk menjadi manusia seutuhnya). Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa prinsip belajar yakni: (1) belajar memerlukan perhatian dan motivasi, (2) belajar berarti
13
mengalami, (3) belajar adalah aktivitas konkret, dan (4) belajar memerlukan interkasi. 3) Proses Belajar Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni (1) informasi, (2) transformasi, dan (3) evaluasi. Pada proses informasi pembelajar memperoleh sejumlah informasi. Pada proses transformasi pembelajar menganalisis informasi yang diperoleh. Selanjutnya pada fase evaluasi pebelajar memilih dan memanfaatkan atau menggunakan informasi yang sudah diperoleh (Nasution, 2011: 9). Proses belajar siswa sebagai bagian dari kurikulum dan pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Ini berarti dalam proses belajar akan melibatkan ketiga aspek ini untuk dialami secara bersama sehingga mengalami perubahan. Proses belajar kognitif mengakibatkan perubahan dalam kemampuan berpikir. Proses belajar afektif mengakibatkan perubahan pada kemampuan merasakan sehingga menimbulkan perwujudan sikap yang sesuai. Sedangkan proses belajar psikomotor memberikan hasil belajar berupa keterampilan. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual. Artinya, proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangan dan lingkungannya. Hal ini berarti dalam proses belajar, siswa melibatkan orang atau objek terdekat di lingkungan siswa selain melibatkan dirinya sendiri dalam proses belajar itu (Majid, 2014: 11-15). Proses belajar akan menjadi bermakna jika siswa mengalami, mengamati, menyelidiki, maupun mencoba langsung suatu pembelajaran. Berdasarkan uraian ini, guru sebagai sutradara dan fasilitator dalam kelas sebaiknya merancang proses pembelajaran dengan menggunakan metode, pendekatan,
model,
memungkinkan
siswa
maupun
media
mengalami
pembelajaran
proses
belajar
yang langsung
dapat dan
menimbulkan interaksi atau hubungan timbal balik dengan orang lain. Interaksi yang terjalin ini merupakan cerminan siswa mendapat aktivitas
14
afektif dan dapat memahami konsep secara lebih bermakna. Salah satu dari faktor yang mempengaruhi proses belajar di kelas yaitu motivasi. Salah satu motivasi yang dapat diupayakan yaitu dari guru. Bentuk motivasi dapat dilakukan dengan ucapan langsung, maupun dalam bentuk variasi tepuk-tepuk, nyanyian, jargon-jargon, dan dapat pula melalui media pembelajaran yang menarik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar adalah
suatu
bagian
dari
pembelajaran
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor yang melibatkan orang atau objek dengan mengalami, berinteraksi, aktif, dan memiliki motivasi untuk melakukan aktivitas belajar. c. Hakikat Pembelajaran Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 menyatakan, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Menurut Hamdani (2011: 71) pembelajaran adalah upaya guru dalam menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta antarsiswa. Sudjana (2009: 28) mengatakan bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah upaya guru untuk membelajarkan siswa yang tidak hanya sekadar menyampaikan pesan, namun juga merupakan kegiatan profesional pendidik untuk menggunakan keterampilan dasar mengajarnya agar tercipta lingkungan belajar yang
15
efektif dan efisien bagi peserta didik sehingga terjadi interaksi belajar yang optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran. d. Hakikat Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 1) Pengertian Pembelajaran Matematika Menurut Reys (Jihad, 2008: 152) Matematika diartikan sebagai telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Wahyudi (2015: 68) mengatakan Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antarkonsep dalam Matematika memiliki sifat yang sangat kuat dan jelas. Mengenai
Matematika,
Russefendi
(Heruman,
2007:
1)
menyatakan bahwa Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Oleh karena itu penguasaan terhadap Matematika mutlak dan konsep-konsep Matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini hal ini karena konsep-konsep dalam Matematika merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Suatu konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya dan akan menjadi dasar konsep-konsep selanjutnya, sehingga pemahaman yang salah pada suatu konsep akan berakibat pada kesalahan pemahaman terhadap konsepkonsep selanjutnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran Matematika merupakan usaha sadar yang dilakukan guru atau pendidik dalam rangka membelajarkan siswanya
16
melalui penalaran deduktif untuk mengkaji bahan kajian yang memiliki objek yang abstrak meliputi bilangan, kemungkinan, bentuk, alogaritma, dan perubahan yang memiliki pola dan urutan sehingga siswa memahami konsep tersebut. 2) Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Matematika a) Fungsi Pembelajaran Matematika Wahyudi (2015: 68) berpendapat bahwa fungsi pembelajaran Matematika untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat komunikasi melalui, simbol, grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan. Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan dan eksplorasi sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003: 6). Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi Matematika untuk membantu mengembangkan kemampuan bernalar dan sebagai alat komunikasi dalam menjelaskan suatu gagasan ataupun suatu konsep. b) Tujuan Pembelajaran Matematika Wahyudi (2015: 68) mengatakan tujuan pembelajaran Matematika adalah melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Dalam Tim Penyusun Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003: 6), tujuan pembelajaran Matematika adalah: (1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten; (2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi
dan penemuan
dengan
mengembangkan
pemikiran
17
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba; (3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; (4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan alasan. c) Teori Belajar Matematika Matematika sebagai salah satu ilmu yang dikaji di sekolah dasar memiliki beberapa teori belajar yang khusus. Wahyudi (2015: 8-19) menyebutkan beberapa teori belajar Matematika yaitu: a) Teori Bruner Menurut Bruner, belajar Matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur itu. Kemudian Bruner melukiskan tiga tahap perkembangan siswa yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pembelajaran Matematika
yaitu
(1)
tahap
enactive
(siswa
dalam
belajar
menggunakan objek secara langsung), (2) ikonic (siswa mulai menyangkut mental yang menggambarkan suatu objek), dan (3) simbolik (memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek. b) Teori Dienes Dienes menekankan betapa pentingnya memanipulasi objekobjek dalam bentuk permainan yang dilakukan siswa dalam laboratorium Matematika. Dienes mengemukakan enam tahap yang berurutan dalam belajar Matematika yaitu (1) permainan bebas, (2) permainan yang menggunakan aturan, (3) permainan mencari kesamaan sifat, (4) permainan dengan representasi, (5) permainan dengan simboliasi; dan (6) formalisasi.
18
c) Teori Bermakna Ausebel Menurut Ausebel, belajar akan bermakna (meaningful) bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa akan dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang sudah dimilikinya. Berdasarkan
teori-teori
tersebut
dapat
dikaitkan
dengan
penelitian ini, bahwa pembelajaran melalui pendekatan Realistic Mathematics Education dengan media konkret akan mengemas pembelajaran dengan menggunakan atau mengaitkan antara materi pelajaran dengan masalah realistik, dalam hal ini masalah yang dekat yaitu masalah yang benar-benar dialami manusia dalam kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan berbagai kenyataan yang dialami siswa, sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi dan pembelajaran akan menjadi bermakna bagi siswa. Jadi, dapat disimpulkan pendekatan Realistic Mathematics Education dengan media konkret ini sesuai dengan teori belajar matematika menurut Bruner dan Ausubel. e. Ruang Lingkup Matematika Kelas IV Sekolah Dasar Menurut Standar Kompetensi mata pelajaran Matematika untuk SD dan MI, bahwa ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. Bilangan membahas tentang kaidah konsep simbolisasi lambang bilangan dan perhitungan dasar sederhana yang banyak melibatkan media konkret dan media manipulatif lainnya. Geometri dan pengukuran lebih fokus membelajarkan siswa tentang konsep ruang dan ukurannya dengan perhitungan dasar yang sederhana menggunakan media konkret dan media manipulatif lainnya. Sedangkan Pengolahan data lebih banyak membahas tentang hakikat data, cara mengolah dan membaca data berdasarkan kaidah rasional dan ilmiah menggunakan data-data konkret dan data manipulatif. Dalam penelitian ini ruang lingkup Matematika yang dikaji yaitu materi pokok pecahan yang termasuk kategori bilangan.
19
Pada KTSP, standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Matematika kelas IV pada semester II yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Ruang Lingkup Matematika Kelas IV Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 5. Menjumlahkan dan 5.1 Mengurutkan bilangan bulat mengurangkan bilangan 5.2 Menjumlahkan bilangan bulat bulat 5.3 Mengurangkan bilangan bulat 5.4 Melakukan operasi hitung campuran 6. Menggunakan pecahan 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan dalam pemecahan masalah urutannya 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan 7 Menggunakan lambang 7.1 Mengenal lambang bilangan bilangan Romawi Romawi 7.2 Menyatakan bilangan cacah sebagai bilangan Romawi dan sebaliknya 8. Memahami sifat bangun 8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana dan ruang sederhana hubungan antar bangun 8.2 Menentukan jaring-jaring balok datar dan kubus 8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan bangun datar simetris 8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar Dari beberapa standar kompetensi di atas, peneliti akan meneliti standar kompetensi 6 yaitu menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Adapun kompetensi dasar dan indikatornya yaitu:
20
Tabel 2.2 Kompetensi Dasar dan Indikator Pecahan Kompetensi Dasar Indikator 6.1 Menjelaskan arti pecahan 6.1.1 Menjelaskan arti pecahan. dan urutannya 6.1.2 Menyatakan bagian dengan pecahan 6.1.3 Membandingkan nilai pecahan. 6.1.4 Mengurutkan nilai pecahan dari terkecil ke terbesar. 6.1.5 Mengurutkan nilai pecahan dari terbesar ke terkecil. 6.2 Menyederhanakan 6.2.1 Menentukan pecahan-pecahan berbagai bentuk pecahan senilai. 6.2.2 Menentukan pecahan dalam bentuk paling sederhana. 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.3.1 Menjumlahkan pecahan berpenyebut sama. 6.3.2 Menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama. 6.4 Mengurangkan pecahan 6.4.1 Mengurangkan pecahan berpenyebut sama. 6.4.2 Mengurangkan pecahan berpenyebut tidak sama. 6.5 Menyelesaikan masalah 6.5.1 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan pecahan menggunakan konsep penjumlahan pecahan. 6.5.2 Menyelesaikan masalah menggunakan konsep pengurangan pecahan. 6.5.3 Menyelesaikan masalah menggunakan konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan. Materi Pecahan di Kelas IV Sekolah Dasar Semester II 1) Menjelaskan Arti Pecahan dan Urutannya Pecahan menurut Muhsetyo, dkk (2008: 4.5) adalah suatu lambang yang memuat pasangan berurutan bilangan-bilangan bulat p dan q (q≠0), ditulis dengan
, untuk menyatakan nilai x yang memenuhi
21
hubungan p : q = x. Pada pecahan , p disebut pembilang dan q disebut penyebut pecahan tersebut. Berikut contoh pecahan dengan ilustrasi buah jambu yang dapat diiris.
Nilai setiap irisan buah jambu yang dibagi 2 adalah , 1 sebagai pembilang yaitu bagian dari yang utuh, sedangkan 2 sebagai penyebut yaitu bagian yang utuh. Pecahan yang satu dengan yang lainnya dapat dibandingkan dan diurutkan nilainya. Membandingkan pecahan dapat menggunakan potongan kertas atau gambar dengan melihat luas daerah yang merupakan bentuk visual pecahan tersebut.
dipotong menjadi
warna hijau lebih besar dari warna kuning. jadi Cara membandingkan pecahan juga dapat menggunakan garis bilangan, adalah sebagai berikut: Misal,
dan
22
Semakin ke kanan, nilainya semakin besar Jadi,
>
<
atau
2) Menentukan Pecahan Senilai dan Menyederhanakan Berbagai Bentuk Pecahan Pecahan-pecahan senilai memiliki nilai yang sama. Perhatikan gambar berikut yang menyatakan nilai pecahan yang sama.
Jika diperhatikan, bagian yang diarsir dari masing-masing lingkaran adalah sama. Maka dari itu pecahan-pecahan tersebut dinyatakan senilai. Perhatikan operasi berikut:
=
=
=
=
=
=
=
=
Sebuah pecahan tidak akan berubah nilainya jika pembilang dan penyebutnya dikalikan dengan bilangan yang sama.
=
=
=
=
=
=
=
=
Sebuah pecahan juga tidak akan berubah nilainya jika pembilang dan penyebutnya dibagi dengan bilangan yang sama. Karena setiap pecahan mempunyai pecahan lain yang senilai maka aturan penulisan pecahan yang baku adalah menggunakan pecahan yang paling sederhana.
23
Pecahan
merupakan bentuk paling sederhana dari pecahan-
pecahan , , , dan
karena
tidak dapat dibagi lagi dengan bilangan
yang sama. 3) Menjumlahkan Pecahan Penjumlahan pecahan dengan penyebut yang sama dilakukan dengan
menjumlahkan
pembilang-pembilangnya.
Sedangkan
penyebutnya tidak dijumlahkan. Contoh:
+ =
=
Sedangkan penjumlahan pecahan dengan penyebut yang tidak sama dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu dengan mencari KPK bilangan tersebut. Contoh:
+ = ….
Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 3 dengan KPK 6. Jadi,
+ =
+
= + =
4) Mengurangkan Pecahan Pengurangan pecahan dengan penyebut yang sama dilakukan dengan
mengurangkan
pembilang-pembilangnya.
Sedangkan
penyebutnya tidak dikurangkan. Contoh:
- =
=
Sedangkan pengurangan pecahan dengan penyebut yang tidak sama dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu dengan mencari KPK bilangan tersebut. Contoh:
- = ….
Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 3 dengan KPK 6.
24
Jadi,
- =
-
= - = =
5) Menyelesaikan Masalah Menggunakan Konsep Pecahan Contoh soal: Ibu Puji membuat sebuah kue yang cukup besar. Kue tersebut dipotong-potong menjadi 16 bagian yang sama besar. Pulang sekolah Puji mengajak Killa ke rumahnya. Puji dan Killa masing-masing makan 2 potong kue. Berapa bagian kue yang dimakan Puji dan Killa? Berapa bagian kue yang masih tersisa? Jawab: a. Kue dibagi menjadi 16 potong, kemudian Puji memakan 2 potong dan Killa juga memakan 2 potong Puji makan Killa makan +
bagian kue bagian kue
=
Jadi, kue yang dimakan Puji dan Killa adalah b. Kue yang dimakan Puji dan Killa adalah 1-
=
-
bagian.
bagian. Sehingga,
=
Jadi, kue yang masih tersisa adalah
potong.
f. Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Pecahan pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Berdasarkan beberapa paparan tentang karakteristik siswa kelas IV SD, hakikat pembelajaran, dan pembelajaran matematika di SD, mata pelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika kelas IV SD adalah suatu proses perubahan dari keadaan awal menuju ke arah keadaan yang lebih baik atau ke arah yang positif dengan melakukan interaksi antara siswa dan guru, yang merupakan usaha sadar dan terarah yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh guru untuk meningkatkan
25
pembelajaran Matematika tentang pecahan dengan menggunakan teori belajar yang memungkinkan siswa turut serta berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa serta hasil belajarnya pun akan mengalami peningkatan dan perubahan kapasitas ilmu yang dimiliki siswa kelas IV SD ke arah yang lebih baik pada pembelajaran Matematika yang akan tampak dari hasil belajar siswa mengenai menjelaskan arti pecahan dan urutannya, menyederhanakan
pecahan,
menjumlahkan
pecahan,
mengurangkan
pecahan, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan. 2. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Pendekatan dapat diartikan sebagai konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. (Solihatin, 2014: 3). Sedangkan menurut Huda (2013: 184) pendekatan pembelajaran bisa diartikan sebagai cara-cara yang ditempuh oleh seorang pembelajar untuk bisa belajar dengan efektif. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Sagala (2003: 8) pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pendekatan pembelajaran adalah cara-cara yang ditempuh oleh seorang pembelajar untuk bisa belajar dengan efektif dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Hasil belajar sangat ditentukan oleh proses yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. Dalam pembelajaran diperlukan adanya pendekatan. Penerapan pendekatan dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Pada umumnya siswa kelas IV masih berfikir konkret dan belum dapat menghadapi sesuatu yang abstrak, sehingga hendaknya guru menyajikan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung dan nyata bagi
26
siswa. Pada penelitian ini, pendekatan yang diterapkan yaitu pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) atau Pendidikan Matematika Realistik (PMR).
b. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) 1) Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Jihad (2008: 149) berpendapat bahwa Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan pembelajaran Matematika yang berkaitan dengan dunia siswa (realita), menekankan siswa melakukan reinvention melalui penyajian situasi masalah dalam konteks. Istilah realistik disini tidak selalu terkait dengan dunia nyata, tetapi penyajian masalah dalam konteks yang dapat dijangkau siswa. Konteks dapat dunia nyata, dunia fantasi, atau dunia Matematika formal asalkan nyata dalam alam pikiran siswa. Tarigan (2006: 4) berpendapat bahwa Pembelajaran Matematika Realistik merupakan pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran siswa yang bersifat realistik sesuai dengan tuntutan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang ditujukan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis dan jujur dengan berorientasi pada penalaran Matematika dalam menyelesaikan masalah. Sutarto Hadi (Wahyudi, 2015: 25) menyatakan bahwa, pendekatan
RME
menggabungkan
pandangan
tentang
apa
itu
Matematika, bagaimana siswa belajar Matematika, dan bagaimana Matematika harus diajarkan. Wahyudi (2015: 25) Pendekatan Realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan atau mengaitkan antara materi pelajaran dengan masalah realistik, dalam hal ini masalah yang dekat, yaitu masalah yang benar-benar dialami (aktivitas) manusia dalam kehidupan sehari-hari melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal. Wijaya Mathematics
(2012: Education
20-21) (RME)
mengemukakan merupakan
bahwa suatu
Realistic pendekatan
27
pembelajaran Matematika yang menggunakan permasalahan realistik. Suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real-world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah disebut relaistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran siswa. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari dunia nyata dan memanfaatkan berbagai kenyataan yang dialami siswa. Sehingga siswa akan lebih mudah memahami pembelajaran yang dilakukan. 2) Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) Treffers (Wijaya, 2005: 21-23) merumuskan lima karakteristik pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), yaitu: a) Penggunakan konteks Pada pembelajaran Matematika realistik lingkungan keseharian ataupun pengalaman yang dimiliki oleh siswa dapat dijadikan sebagai bahan materi belajar kontekstual bagi siswa sendiri; b) Penggunakan model untuk matematisasi progresif. Model digunakan sebagai jembatan penghubung dari pengetahuan dan Matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan Matematika tingkat formal; c) Pemanfaatan hasil kontruksi siswa Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan
kontruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan
pengembangan konsep Matematika; d) Interaktivitas Dalam
pembelajaran
Matematika
interaksi
diperlukan
dalam
mengembangkan kemampuan kognitif dan afektis siswa secara simultan;
28
e) Keterkaitan Pada satu pembelajaran Matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep Matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan). Menurut Gravemeijer (Wahyudi, 2015: 25-26), pembelajaran Matematika realistik memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Penggunaan konteks dari dunia nyata. b) Pendidikan Matematika realistik menekankan pentingnya eksplorasi fenomena kehidupan sehari-hari. Pengetahuan informal yang siswa peroleh dari kehidupan sehari-hari digunakan sebagai permasalahan kontekstual untuk dikembangkan menjadi konsep formal Matematika. c) Instrumen vertikal (penggunaan model-model). d) Pengembangan pengetahuan informal siswa menjadi konsep formal Matematika merupakan suatu proses yang bertahap. e) Kontribusi siswa (penggunaan produksi dan kontribusi). f) Siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan Matematika berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yanng disediakan guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-masing. g) Kegiatan interaktif (penggunaan interaktivitas). h) Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang penting dalam RME. Kegiatan belajar bersifat interaktif yang memungkinkan terjadi komunikasi, negosiasi,, penjelasan, bertanya, dan menanggapi pertanyaan maupun refleksi untuk mencapai bentuk pengetahuan formal. i) Keterkaitan topik (penggunaan keterkaitan). j) Pembelajaran suatu bahan Matematika terkait dengan berbagai topik Matematika secara terintegrasi. Struktur dan konsep Matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik haruslah dieksplorasi bermakna.
untuk
mendukung
terjadinya
pembelajaran
yang
29
Berdasarkan karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) dapat disimpulkan, bahwa penanaman suatu konsep tidak dapat dipindahkan dari satu orang ke orang lain secara langsung, akan tetapi memerlukan adanya proses belajar yang dapat mendorong seseorang untuk mengekspresikan pikirannya dalam mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan
pengalaman
yang
dialaminya.
Selain
pengalaman,
lingkungan siswa juga dapat dijadikan sebagai bahan materi belajar kontekstual. Penerapan pendekatan dapat dijadikan sebagai jembatan dalam mengkonstruksi pemikiran siswa dalam mengaitkan pengalaman dengan materi pelajaran yang akan dipelajarinya. 3) Kelebihan dan Kekurangan Realistic Mathematics Education (RME) Menurut Suwasono (Wahyudi, 2015: 33) terdapat empat kelebihan dalam pembelajaran Matematika realistik, yaitu : a) Pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional pada siswa tentang keterkaitan antara Matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan Matematika pada umumnya bagi manusia. b) Pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional pada siswa bahwa Matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksidan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang lain. c) Pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu persoalan atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menggunakan atau menemukan cara sendiri-sendiri, asalkan orang tersebut bersungguhsungguh dalam mengerjakan persoalan atau masalah tersebut. Selanjutnya, dengan membandingkan cara yang satu dengan cara yang lain dapat diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan.
30
d) Pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional pada siswa bahwa mempelajari Matematika, proses pembelajaran merupakan suatu hal yang utama, sehingga untuk menemukan sendiri konsep-konsep dari Matematika yang lain, dengan bantuan orang lain yang lebih memahami. Adapun kekurangan yang mungkin dijumpai diterapkannya pendekatan RME, antara lain : a) Upaya
mengimplementasikan
RME
membutuhkan
perubahan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktikkan. b) Upaya mendorong siswa agar mampu menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan atau masalah merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru. c) Dalam pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut, RME tidak selalu mudah untuk setiap topik Matematika yang dipelajari siswa, terlebih karena soal-soal itu harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara. d) Untuk kelas yang jumlah muridnya banyak dapat menimbulkan suasana yang gaduh dan ramai apabila pengendalian dari siswa kurang. e) Materi yang terdapat pada kurikulum yang berlaku cukup padat sehingga kendala waktu akan muncul.
Menurut Setyono (Wahyudi, 2015: 34) pendekatan RME juga mempunyai kelebihan dan kekurangan bila diterapkan pada anak SD. Kelebihan pendekatan RME yaitu : a) Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya. b) Suasana
dalam
proses
pembelajaran
menyenangkan
karena
menggunakan masalah dalam kehidupan nyata yang sudah dekat dengan siswa, sehingga siswa tidak merasa bosan.
31
c) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya. d) Memupuk kerja sama dalam kelompok. e) Melatih siswa untuk terbiasa mengemukakan pendapat. f) Melatih keberanian siswa karena siswa harus menjelaskan jawaban. g) Pendidikan budi pekerti, misalnya: kerja sama menghormati teman yang sedang bicara, dan sebagainya.
Sedangkan kekurangan pendekatan RME adalah : a) Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya. b) Membutuhkan waktu yang lama, terutama bagi siswa yang kemampuan awalnya rendah. c) Siswa yang pandai terkadang tidak sabar menanti temannya yang belum selesai. d) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu. e) Belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesulitan dalam memberi nilai. 4) Langkah-langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education Gravemeijer
(Tarigan,
2006:
5)
menyatakan
bahwa
Pembelajaran Matematika Realistik ada lima tahapan yang harus dilalui siswa yaitu: (1) penyelesaian masalah, (2) penalaran, (3) komunikasi, (4) kepercayaan diri, dan (5) representasi. Setyono (Wahyudi, 2015: 31) juga mengemukakan bahwa langkah-langkah pendekatan Realistic Mathematics Education ada 3, yaitu: a) Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki bebagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
32
b) Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri. c) Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara kelompok. Kemudian, setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih. Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran, siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk Matematika formal.
Langkah-langkah Realistik berdasarkan
pembelajaran
pada karakteristik
Pendidikan Pendidikan
Matematika Matematika
Realistik (PMR) yang dikemukakan oleh Wahyudi (2015: 31-32) yaitu: a) Memahami masalah kontekstual Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa, selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah tersebut terlebih dahulu. Masalah kontekstual yang dimaksud adalah masalah yang berkaitan dengan kegiatan/kejadian yang sering ditemui/dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: kegiatan jual beli, permainan, dan lain-lain.
33
b) Menjelaskan masalah kontekstual Langkah ini dilakukan apabila ada siswa yang belum memahami masalah yang diberikan. Jika semua siswa sudah memahami, langkah ini tidak diperlukan lagi. Pada langkah ini guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian tertentu yang dipakai siswa.
c) Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa secara kelompok atau individu menyelesaikan masalah kontekstual berdasarkan kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk yang telah disediakan. d) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Dengan kegiatan diskusi diharapkan muncul jawaban yang disepakati bersama, kemudian
guru
meminta
siswa
untuk
membandingkan
dan
mendiskusikan dengan jawaban temannya yang dibacakan di depan. e) Menyimpulkan Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama.
Langkah-langkah pelaksanaan Realistic Mathematics Education (RME) dapat disimpulkan, sebagai berikut: (1) pembelajaran dimulai dengan menyajikan masalah kontekstual kepada siswa, (2) guru memberikan penjelasan masalah kontekstual apabila siswa mengalami kesulitan menerjemahkan masalah tersebut, (3) siswa menyelesaikan masalah kontekstual, (4) siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan temannya, (5) menyimpulkan. Langkahlangkah Realistic Mathematics Educatin (RME) yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pendapat dari Wahyudi (2015: 31-32).
34
3. Media Konkret a. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Menurut Sutikno & Fathurrohman (Wahyudi, 2015: 42),
media dapat didefinisikan sebagai
sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik. Pengertian media juga disampaikan oleh Arsyad (2011: 4-5) yang menyatakan media sebagai komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Pendapat lain tentang definisi media disampaikan oleh Bouve (Sanaky, 2013: 3) media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu proses yang menggunakan asas pendidikan untuk mencapai keberhasilan belajar pada siswa dengan cara menginteraksikan antara siswa dengan pendidik di lingkungan belajar. Sanaky (2013: 5) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah sarana atau alat bantu pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan atau mengantarkan pesan sehingga siswa sebagai pembelajar terangsang perhatian, minat, motivasi, perasaan, dan pikirannya untuk belajar. b. Jenis-jenis Media Pembelajaran Anitah (2009; 128-185) berpendapat bahwa jenis-jenis media pembelajaran antara lain: 1) Media visual yang tidak diproyeksikan Media visual yang tidak diproyeksikan merupakan media yang sederhana tidak membutuhkan projektor dan layar untuk memproyeksikan perangkat lunak. Yang termasuk jenis media ini antara lain: (a) gambar
35
mati atau gambar diam, (b) ilustrasi, (c) karikatur, (d) poster, (e) bagan, (f) diagram, (g) grafik, (h) peta datar, (i) realia dan model, (j) berbagai jenis papan. 2) Media visual yang diproyeksikan Media ini merupakan suatu media visual, namun dapat diproyeksikan pada layar melalui suatu pesawar projektor. Yang termasuk jenis media ini antara lain: (a) overhead projector, (b) filmstrip, dan (c) opaque projector. 3) Media Audio Media audio merupakan media yang hanya dapat didengar. Media audio ini dibedakan antara media audio tradisional dan media auto digital. Media audio tradisional contonya: (a) audio kaset, (b) audio siaran, (c) telepon sedangkan media audio digital contohnya: (a) media optik, (b) audio internet, (c) radio internet. 4) Media audio visual Media audio visual merupakan media yang dapat dilihat sekaligus didengar. Jenis media ini di antaranya: (a) slide suara, dan (b) televisi. 5) Multimedia Multimedia saat ini sinonim dengan format computer-based yang mengombinasikan teks, grafik, audio, bahkan video kedalam satu penyajian digital tunggal dan koheren. Asyhar (2011: 44) berpendapat bahwa media dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu media visual, media audio, media audio visual, dan multimedia. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa secara umum ada empat jenis media pembelajaran yaitu media visual, media audio, media audio visual, dan multimedia. Pada penelitian ini menggunakan media benda konkret. Media benda konkret termasuk ke dalam media visual tidak diproyeksikan. c. Media Konkret
36
Dalam KBBI (2002: 588) konkret artinya nyata, benar-benar ada, (berwujud, dapat dilihat, diraba, dsb).
Selanjutnya, Asyhar (2011: 54)
berpendapat bahwa benda nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar atau dialami oleh peserta didik sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas ketika proses pembelajaran berlangsung, tetapi siswa dapat melihat langsung ke lokasi objek. Setyono (2007: 46) menyatakan, “Benda konkret atau benda nyata adalah benda-benda yang dapat dipegang, dilihat, dan dirasakan oleh anakanak.” Mengenai media konkret, Nazifah (2013: 5) berpendapat bahwa media konkret adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efisien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan. Kemudian Sanaky (2013: 12-128) mengatakan bahwa media konkret adalah alat yang paling efektif untuk mengikutsertakan berbagai indera. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media konkret adalah media yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa) yang berupa sesuatu yang nyata, dapat dilihat, dipegang, didengar, dirasakan atau dialami langsung oleh siswa. d. Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret 1) Kelebihan Media Konkret Menurut Nazifah (2013) keuntungan penggunaan media konkret dalam pembelajaran adalah : (a) membangkitkan ide-ide atau gagasangagasan yang bersifat konseptual sehingga mengurangi kesalahpahaman siswa dalam mempelajarinya, (b) meningkatkan minat siswa untuk memahami materi pelajaran, (c) memberikan pengalaman-pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri sendiri untuk belajar (d) dapat mengembangkan jalan pikiran yang berkelanjutan, (c) menyediakan
37
pengalaman-pengalaman yang tidak mudah didapat melalu materi-materi yang lain dan menjadikan proses belajar mendalam dan beragam. Sanaky (2013: 129) menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan benda-benda asli memegang peranan penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran, pembelajar juga dapat belajar langsung dan tidak hanya mendengar pengajar menjelaskan dengan monoton gambar yang ditampilkan pengajar. Asyhar (2011: 55) berpendapat, “Kelebihan dari media nyata ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan media benda konkret adalah: (a) memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa, (b) memperbaiki proses pembelajaran, (c) membangkitkan ide-ide yang bersifat konnseptual sehingga mengurangi kesalahpahaman siswa dalam memperlajarinya, (d) meningkatkan minat siswa untuk memahami materi pelajaran, (e) mengembangkan jalan pikiran yang berkelanjutan. 2) Kekurangan Media Konkret Menurut Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) media asli mempunya kekurangan: (a) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, (b)
penyimpanannya
memerlukan
ruang
yang
besar,
dan
(c)
perawatannya rumit. Selain itu kekurangan dari media konkret menurut Sanaky (2013: 29 adalah belajar menggunakan media konkret membutuhkan biaya yang lebih besar. Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media benda konkret memiliki beberapa kekurangan yaitu: (a) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, (b) penyimpanannya memerlukan ruang yang besar, dan (c) perawatannya rumit, (d) guru harus memahami cara enyampaikan dalam pembelajaran dengan baik, (e)
38
memperhatikan asal sumber benda yang digunakan untuk media, dan (f) biaya yang diperlukan cukup besar. e. Langkah Penggunaan Media Konkret Menggunakan benda nyata atau benda konkret dalam pembelajaran sering dianggap sebagai media paling baik, karena siswa akan memperoleh pengalaman nyata dengan tepat. Dengan menggunakan benda nyata sebagai media, siswa dapat menggunakan berbagai indera untuk mempelajari suatu objek. Siswa dapat melihat, meraba, mengamati, bahkan merasakan objek yang sedang dipelajari. Padmono (2011: 43-44) menjelaskan bahwa penggunaan benda nyata dalam pembelajaran dengan cara: (1) Memperkenalkan unit perlu metode khusus yang menarik perhatian anak, (2) menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak sekedar benda (misal benda batu cadas, kristal), (3) menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam berinteraksi dengan benda nyata), (4) melengkapi perbandingan, (5) unit akhir atau puncak. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Sudjana & Rivai (2010: 197-205) menjelaskan bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret antara lain: (1) meperkenalkan unit, (2) menjelaskan proses, (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan, (4) melengkapi perbandingan, (5) unit akhir atau puncak. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah penggunaan media konkret yaitu: (1) memperkenalkan unit, (2) menjelaskan proses, (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan, (4) melengkapi perbandingan, (5) unit akhir atau membuat kesimpulan. Langkah-langkah dalam penggunaan media konkret pada penelitian ini sesuai dengan pendapat Sudjana & Rivai (2010: 197-205). 4. Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan Media Konkret Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematicis Education (RME) dengan media konkret adalah suatu
39
cara, proses, inovasi pembelajaran yang dikombinasikan dengan menggunakan media yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa) yang berupa sesuatu yang nyata, dapat dilihat, dipegang, didengar, dirasakan atau dialami langsung oleh siswa. 5. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang sesuai dengan substansi yang akan diteliti. Fungsinya adalah untuk memposisikan penelitian yang sudah ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Tri Wahyuni (2015: 539) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul “Penggunaan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dengan Media Visual dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika di Kelas I SDN 1 Kuwarasan”. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang mengenal bangun datar sederhana pada setiap siklusnya. Sebelum tindakan (kondisi awal) nilai rata-rata siswa dalam pembelajaran Matematika hanya 51,25. Nilai rata-rata tersebut belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Persentase ketuntasan pembelajaran Matematika pada siklus I mencapai 42,21%, pada siklus II meningkat menjadi 70,84%, dan pada siklus III meningkat menjadi 90,69%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel
X1
yaitu pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) atau
Realistic Mathematics Education (RME) yang digunakan sebagai variabel bebasnya atau yang mempengaruhi. Selain itu, pada variabel Y atau variabel yang dipengaruhi juga sama yaitu tentang peningkatan pembelajaran Matematika. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel X2 yaitu pada penelitian ini adalah menggunakan media visual sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan media konkret. Disamping itu pada variabel Y atau variabel yang dipengaruhi juga berbeda yaitu terletak pada
40
materi ajar, pada penelitian ini mengkaji tentang materi mengenal bangun datar sederhana sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan mengkaji materi tentang pecahan. Khayati Amalin (2015: 181) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Media Benda Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Bangun Ruang pada Siswa Kelas V SDN Kalijambe tahun Ajaran 2014/2015”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan saintifik dengan media benda konkret dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang bangun ruang pada siswa kelas V SDN Kalijambe tahun ajaran 2014/2015”. Sebelum tindakan (kondisi awal) nilai rata-rata siswa dalam pembelajaran Matematika hanya 64,48. Pada siklus I siswa mendapat rata-rata 3,43 dengan persentase 85,83%. Siklus II meningkat rata-ratanya yaitu 3,57 dengan persentase 89,37%. Pada siklus III meningkat lagi, rata-rata menjadi 3,80 dengan persentase 95,00%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel X2 yaitu media konkret yang digunakan sebagai variabel bebasnya atau yang mempengaruhi. Selain itu, pada variabel Y atau variabel yang dipengaruhi juga sama yaitu tentang peningkatan pembelajaran Matematika. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel X1 yaitu pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan saintifik sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Disamping itu pada variabel Y atau variabel yang dipengaruhi juga berbeda yaitu terletak pada materi ajar, pada penelitian ini mengkaji tentang materi bangun datar sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan mengkaji materi tentang pecahan. Uzel (2006: 8) melakukan penelitian dengan judul “Attitudes of 7th Class Students Toward Mathematics in Realistic Mathematics Education”. Hasil analisa dari penelitian ini yaitu menunjukkan peningkatan minat belajar siswa terhadap Matematika dengan penggunaan Pendidikan Matematika Realistik. Dalam penelitian ini variabel yang sama dengan penelitian yang akan
41
dilakukan yaitu penggunaan Pendidikan Matematika Realistik. Sedangkan perbedaannya yaitu pada kajian yang diteliti. Pada penelitian ini meneliti tentang sikap siswa terhadap Matematika, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu untuk meningkatkan pembelajaran Matematika. Yenni B. Widjaya dan Andrẻ Heck (2003: 1) AMSTEL Institute University of Amsterdam yang berjudul “How a Realistic Mathematics Education Approach and Microcomputer-Based Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an Indonesian Junior High School”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami kemajuan melalui penerapan pendekatan RME. Selain itu, kegiatan pengajaran dan pembelajaran menjadi lebih baik dan bermakna.
B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema dan masalah penelitian, serta didasarkan pada kajian teoritis. Pada kondisi awal, pembelajaran Matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Kajoran 2 masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan dengan data hasil belajar rata-rata kelas Ulangan Tengah Semester yaitu 60,04 dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥70. Hal ini menunjukkan pembelajaran yang berlangsung masih kurang efektif karena siswa mencapai hasil di bawah nilai KKM. Pada saat pembelajaran berlangsung, antusias ataupun partisipasi siswa rendah. Kemampuan memahami konsep yang diajarkan belum optimal. Siswa mengalami banyak kesulitan. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya proses pembelajaran ini yaitu salah satunya adalah ketidaktepatan guru dalam memilih pendekatan, metode, maupun media belajar yang sesuai untuk menarik minat belajar siswa. Proses pembelajaran masih bersifat teacher-centered dimana guru menjelaskan materi, siswa duduk mencatat, dan mengerjakan soal latihan yang diperintahkan guru. Akibatnya interaksi siswa selama proses pembelajaran sangat kurang. Keadaan ini belum sesuai dengan pembelajaran yang diharapkan dalam KTSP yang menekankan kepada aktivitas siswa yang tinggi.
42
Berdasarkan masalah di atas, maka perlu adanya suatu pendekatan dan media pembelajaran yang cocok sehingga dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Kajoran 2. Penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dapat menjadi alternatif bagi guru dalam memberikan materi pelajaran Matematika kepada siswa. Hal ini dikarenakan, pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan yang menggunakan dunia nyata atau dunia yang mudah dipahami oleh siswa yang berkaitan dengan materi pembelajaran Matematika, serta memerlukan adanya keaktifan, kerja sama yang disertai dengan mengaitkan pengalaman dan imaginasi siswa dalam menciptakan pemahaman konsep agar pembelajaran menjadi bermakna. Selain pendekatan yang tepat, pemilihan media pembelajaran juga harus diperhatikan oleh guru. Salah satu jenis media yang paling efektif digunakan untuk mengikutsertakan berbagai indera dalam belajar dan membantu siswa memahami materi pelajaran yang diberikan guru yaitu media benda konkret atau nyata. Penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education dengan media konkret dapat dijadikan sebagai upaya peningkatan pembelajaran Matematika karena sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar khususnya kelas IV SD yang sedang berada pada tahap operasional konkret, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, senang bermain, mampu menemukan konsep-konsep melalui kegiatan menyelidik, mencoba, dan berkeksperimen. Melalui penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education dengan media konkret yang menggunakan masalah dalam kehidupan nyata, siswa dapat belajar lebih rileks karena suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan serta siswa tidak akan mudah lupa dengan pengetahuannya karena siswa membangun sendiri pengetahuannya, menumbuhkan sikap keberanian, kerja sama, dan mendorong siswa untuk menghormati pendapat teman. Jika penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education dengan media konkret dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Kajoran 2 tahun ajaran 2015/2016.
43
Penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education dengan media konkret dilaksanakan dalam III siklus, yang setiap siklusnya membahas materi pecahan. Pada siklus I disampaikan materi tentang pecahan dan urutannya. Media yang digunakan yaitu kertas lipat. Kemudian pada siklus II akan membahas materi pecahan senilai dan operasi penjumlahan. Media yang digunakan yaitu kertas lipat. Sedangkan pada siklus III akan membahas materi operasi pengurangan pecahan dan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Media yang digunakan pada siklus ini yaitu kertas lipat dan kue. Berikut merupakan bagan kerangka berpikir penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Kajoran 2 tahun ajaran 2015/2016.
KONDISI AWAL
Guru: Guru belum menerapkan pendekatan dan media pembelajaran yang relevan dengan materi pembelajaran. Guru belum menggunakan masalah yang ada di sekitar siswa. Guru tidak memanfaatkan benda-benda yang ada di lingkungan siswa
TINDAKAN
Guru menerapkan pendekatan RME dengan media konkret melalui lima langkah.
KONDISI AKHIR
Pembelajaran matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Kajoran 2 meningkat
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
Siswa: Siswa cepat bosan dan kurang memperhatikan penjelasan guru Hasil belajar matematika rendah yaitu nilai rata-rata ulangan tengah semester yaitu 60,04 dari KKM≥ 70 Siswa:
1. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran 2. Siswa terlatih bekerjasama 3. Menumbuhkan tanggung jawab 4. Meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran
44
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis tindakan yaitu “Jika penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan media konkret dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Kajoran 2 tahun ajaran 2015/2016”.