BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Keterampilan Menulis Narasi a. Pengertian Keterampilan Keterampilan adalah sesuatu yang pasti dimiliki oleh manusia. Setiap manusia memiliki keterampilan pada bidang tertentu yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dengan peserta didik dalam pembelajaran di sekolah harus memiliki berbagai keterampilan yang dapat membantunya dalam membantunya dalam mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Keterampilan merupakan serangkaian gerakan yang mempunyai ikatan sebagai stimulus terhadap ikatan berikutnya (Hamalik, 2012: 138). Dalam keterampilan beberapa aspek gerakan saling berhubungan satu sama lain dan saling mempengaruhi. Pengertian keterampilan menurut Sanjaya (2008: 7) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas yang dibebankan. Misalnya peserta didik hanya mungkin dapat melakukan pengamatan tentang mikroorganisme manakala ia memiliki keterampilan bagaimana cara menggunakan mikroskop sebagai alat. Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Syah (mengutip pendapat dari Reber, 1998) yang menyatakan keterampilan adalah kemampuan melakuan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu (2010: 117). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan merupakan kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas dengan baik, benar, dan teratur dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. b. Pengertian Menulis Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan dalam bahasa
Indonesia.
Menulis
menurut 7
Rukayah
(2013:
6)
dapat
8 didefinisikan sebagai proses pembelajaran aktif yang dijadikan kunci untuk meningkatkan komunikasi (baik tertulis maupun lisan) dan berpikir. Pengertian menulis menurut Andayani (mengutip dari pendapat Gie, 2002) menyamakan pengertian menulis dengan mengarang. Menulis dalam arti sempit adalah perbuatan huruf, angka, nama, sesuatu tanda kebahasaan apapun dengan sesuatu alat tulis pada suatu halaman tertentu. Dalam arti luas, menulis mempunyai arti sama dengan mengarang. Mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami (2009: 28). Menurut Tarigan (2008: 22) mengemukakan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut. Pengertian menulis menurut Abidin merupakan
kegiatan
mereaksi
artinya
(2012: 182) menulis menulis
adalah
proses
mengemukakan pendapat atas dasar masukan yang diperoleh penulis dari berbagai sumber ide yang tersedia. Sumber ide bisa saja adalah segala objek yang memberikan rangsangan penulis untuk menulis. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan aktivitas penulis berupa penyampaian gagasan, pengalaman, dan perasaan melalui lambang/tanda/tulisan yang bermakna sehingga mudah dipahami oleh pembaca. c. Pengertian Keterampilan Menulis Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang perlu dikuasai oleh peserta didik. Keterampilan menulis menurut Slamet (mengutip pendapat Byrne, 1979: 3) bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafik sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat, melainkan merupakan kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai
9 secara runtut, lengkap, dan jelas sehingga tulisan tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca (2008: 106). Untuk menguasai keterampilan menulis dibutukan proses belajar dan latihan. Andayani (2009: 29) mengemukakan bahwa seorang penulis harus menguasai tiga keterampilan dasar yaitu keterampilan berbahasa meliputi
keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan
kata, pemilihan kata, serta penggunaan kalimat yang efektif; keterampilan penyajian meliputi keterampilan dalam membentuk dan mengembangkan paragraf, keterampilan merinci pokok bahasan menjadi sub pokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis; keterampilan perwajahan meliputi keterampilan pengaturan tipe huruf, penjilidan, dan penyusunan tabel. Ketiga keterampilan tersebut saling menunjang dalam kegiatan menulis. Kegiatan menulis menurut Slamet (mengutip pendapat Hastuti, 1982: 1) merupakan kegiatan yang sangat kompleks karena dalam menulis melibatkan beberapa komponen yaitu adanya kesatuan gagasan, penggunaan kalimat yang efektif, paragraf disusun secara runtut, penggunaan ejaan yang baik dan benar, dan penggunaan kosakata (2008: 98). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis merupakan kemampuan seseorang dalam menuangkan pikiran, perasaan, kreativitas, dan pengalaman melalui bahasa
tulis
sehingga
dapat
dipahami
oleh
pembaca
dengan
memperhatikan beberapa komponen seperti penggunaan ejaan yang benar, penggunaan kalimat efektif, dan kosakata. d. Tujuan Menulis Menulis merupakan suatu cara berkomunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca. Setiap penulis mempunyai pikiran atau gagasan yang ingin disampaikan atau diturunkan kepada orang lain. Penyampaian pikiran atau gagasan penulis akan tersampaikan
10 jika penulis mengutarakannya dengan jelas dengan penggunaan kata dan struktur kata yang terorganisir. Maksud dan tujuan penulis adalah responsi atau jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca. Berdasarkan batasan ini, menurut Tarigan (2008: 24) dapat dikatakan bahwa tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan disebut wacana informatif, tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan disebut wacana persuasif, tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau mengandung tujuan estetik disebut wacana kesusastraan, dan tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif. Menurut Tarigan (mengutip dari penadapt Hartig, 1973: 309-311), tujuan penulisan suatu tulisan yaitu assigment purpose (tujuan penugasan), altruistic purpose
(tujuan altruistik), persuasive purpose (tujuan
persuasif), informational purpose (tujuan penerangan), self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri), creative purpose (tujuan kreatif), problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah). Penjelasan dari tujuan menulis adalah sebagai berikut: Pertama, assigment purpose (tujuan penugasan). Pada tujuan ini, tulisan ditujukan untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh seseorang. Misalnya, peserta didik yang mendapatkan tugas untuk menulis narasi, menulis pengumuman, menulis surat, dan menulis pantun maupun puisi. Kedua, altruistic purpose (tujuan altruistik). Dalam hal ini, tulisan bertujuan untuk menghibur para pembaca dan menuntun pembaca untuk memahami perasaan dan penalarannya sehingga membuat hidup pembaca lebih menyenangkan dengan adanya hasil karyanya itu. Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan suatu tulisan karena biasanya pembaca meyukai tulisan yang mempunyai daya artistik. Ketiga, persuasive purpose (tujuan persuasif). Tujuan penulisan ini bertujuan untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran pengungkapan ide dan gagasan yang diutarakan penulis. Keempat, informational purpose
11 (tujuan informasional, tujuan penerangan). Dalam penulisan ini seperti ini penulis bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca. Dengan membaca tulisan ini, maka pembaca dapat memperluas wawasan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Kelima, self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri). Tulisan yang bertujuan untuk menyatakan diri pengarang kepada pembaca. Keenam, creative purpose (tujuan kreatif). Pada tujuan ini, tulisan bertujuan untuk mencapai nilai artistik dan nilai kesenian. Ketujuh, problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah). Dalam tulisan seperti ini penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca sehingga dapat memecahkan masalah (2008: 25). Sejalan
dengan
pendapat
Tarigan,
Dalman
(2015:13)
mengungkapkan pendapatnya mengenai tujuan menulis yaitu pertama, tujuan penugasan. Penulis menulis karangan dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan kepadanya. Bentuk tulisan ini biasanya berupa makalah, laporan, ataupun karangan bebas. Misalnya, peserta didik ditugaskan untuk menulis karangan narasi, menulis pantun, menulis puisi, menulis surat, maupun menulis pengumuman. Kedua, tujuan estetis. Para penulis pada umumnya menulis dengan tujuan untuk menciptakan sebuah keindahan (estetis) dalam sebuah puisi, cerpen, maupun novel. Ketiga, tujuan penerangan. Tujuan utama penulis adalah memberi informasi kepada pembaca sehingga dapat memperluas wawasan pembaca baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, agama, sosial maupun budaya.Keempat, tujuan pernyataan diri. Penulisan ini bertujuan untuk pernyataan diri misalnya surat perjanjian maupun surat pernyataan. Kelima, tujuan kreatif. Dalam menulis dibutuhkan daya imajinasi secara maksimal terutama dalam penciptaan karya sastra seperti novel dan cerpen. Oleh karena itu, dalam menulis dibutuhkan kreativitas. Keenam,
12 tujuan konsumtif. Adakalanya suatu tulisan bertujuan untuk dijual dan dikonsumsi oleh para pembaca. Mendukung pendapat beberapa ahli di atas, Kusumaningsih, dkk. (mengutip pendapat Panuju, 2003: 28) menyatakan pendapatnya bahwa tujuan menulis sebagai berikut: Pertama, tujuan menghibur yaitu penulis menuliskan tulisannya yang bertujuan untuk menghibur dan mengurangi kesedihan pembaca. Kedua, tujuan meyakinkan dan berdaya bujuk yaitu tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca dan berdaya bujuk. Ketiga, tujuan penerangan yaitu penulis menuliskan tulisannya yang bertujuan untuk memberikan penerangan informasi kepada pembaca. Keempat, tujuan pernyataan diri yaitu tulisan yang dituliskan dengan tujuan memperkenalkan atau menyatakan diri. Kelima, tujuan kreatif yaitu penulisan ini bertujuan untuk mengarahkan tulisan pada pencapaian nilai-nilai artistik (2013: 69) Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, Abidin (2012: 187) menyatakan bahwa pembelajaran menulis mempunyai tujuan utama yaitu menumbuhkan kecintaan menulis, mengembangkan kemampuan peserta didik menulis, dan membina jiwa kreativitas para peserta didik untuk menulis. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dalam menulis adalah menyampaikan gagasan penulis kepada pembaca dalam bentuk tulisan yang bermakna kepada pembaca, menumbuhkan kreativitas, memberikan informasi, meyakinkan pembaca, serta menghibur pembaca. e. Tulisan yang Baik Tulisan yang baik dapat membuat pembaca memahami maksud dari penulis. Hasil berpikir yang dituangkan dalam tulisan dapat berawal dari pengetahuan, pengalaman, atau hasil pengamatan (Kusmana, 2014: 1). Tulisan yang baik adalah tulisan yang dapat mengomunikasikan
13 maksud penulis kepada pembaca. Apabila seorang penulis akan menyampaikan gagasannya, maka penulis harus menuliskannya secara jelas dan sistematis. Hal ini sejalan dengan pemikiran Tarigan (mengutip pendapat Morris, 1964: 706) tulisan yang baik merupakan komunikasi pikiran dan perasaan yang efektif dan tepat guna. Tulisan yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain jika penulis tahu apa yang harus dikatakan berarti penulis mengetahui pokok pembicaraan, jika penulis tahu bagaimana cara memberi struktur terhadap gagasan pikirannya, dan jika penulis tahu cara mengekspresikan dirinya melalui gaya penulisannya (2008: 7). Sebuah tulisan mengandung beberapa paragraf. Paragraf terdiri dari beberapa untaian kalimat yang mengungkapkan sebuah gagasan. Sejumlah kalimat dalam paragraf saling berhubungan satu sama lain. Paragraf yang baik menurut Slamet (2012: 176) memiliki beberapa persyaratan antara lain keterpaduan dan kekompakan. Kepaduan berarti keserasian antargagasan dalam paragraf serta hubungan kalimat antarparagraf. Kekompakan berarti mengatur hubungan antarkalimat yang diwujudkan oleh adanya bentuk kalimat yang cocok dalam paragraf berdasarkan kekompakan struktural (hubungan struktur kalimat) dan kekompakan leksikal (tanda hubung antakalimat). Dalam menghasilkan tulisan yang baik, penulis harus memenuhi asas-asas dalam menulis. Menurut Andayani (mengutip dari pendapat Gie, 2002) ada enam asas dalam menulis yaitu kejelasan (clarity), keringkasan (concisenes), ketepatan (correctness), kesatupaduan (unity), pertautan (coherence), dan penegasan (emphasis). Penjelasan mengenai asas-asas menulis sebagai berikut: Pertama, kejelasan (clarity). Tulisan yang baik adalah tulisan yang jelas dan benar sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran oleh pembacanya. Kejelasan berarti tidak samar-samar dan kabur sehingga penulisan gagasan tulisan akan tampak jelas oleh pembaca. Kedua, keringkasan (concisenes). Keringkasan maksdunya dalam tulisan tidak
14 diperlukan penghamburan kata, tidak terdapat gagasan yang diungkapkan berulang-ulang, serta disampaikan dengan padat dan jelas. Ketiga, ketepatan (correctness). Dalam penulisan seorang penulis harus memperhatikan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan kelaziman. Keempat, kesatupaduan (unity). Tulisan yang dituliskan harus memuat satu gagasan pokok (tema) dan tulisan yang tersusun atas beberapa paragraf tersebut harus sesuai dengan tema. Kelima, pertautan (coherence). Tulisan harus saling berkaitan satu sama lain dan berkesinambungan. Keenam, penegasan (emphasis). Dalam tulisan diperlukan
penonjolan
atau
penekanan
tertentu
agar
pembaca
mendapatkan kesan yang kuat terhadap suatu tulisan (2009: 32). Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang dapat mengomunikasikan maksud penulis kepada pembaca serta memenuhi kriteria penulisan seperti kekompakan, keterpaduan, dan asas-asas menulis seperti kejelasan (clarity), keringkasan (concisenes), ketepatan (correctness), kesatupaduan (unity), pertautan (coherence), dan penegasan (emphasis). f. Menulis sebagai Suatu Proses Kegiatan menulis adalah suatu kegiatan yang melalui tahapantahapan. Hal ini berarti bahwa melakukan kegiatan menulis tersebut tidaklah sekali jadi melainkan melalui beberapa tahapan (proses). Menurut Slamet (2008: 97) menulis mempunyai beberapa tahap yaitu tahap pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan). Penjelasannya sebagai berikut: Pertama, tahap pramenulis. Dalam tahap ini ditentukan hal pokok yang akan mengarahkan penulis dalam seluruh kegiatan penulisan itu. Kedua, tahap penulisan. Tahap penulisan dilakukan hal yang telah direncanakan yaitu mengembangkan gagasan dalam kalimat, paragraf, bab, atau bagian, sehingga selesai buram (draf) pertama, Ketiga, tahap
15 revisi. Dalam tahap ini penulis membaca atau menilai hasil tulisannya kemudian diubah dan diperbaiki menjadi lebih layak untuk dibaca. Sejalan dengan pendapat Slamet, Dalman (2015:14) mengatakan pendapatnya bahwa menulis terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap pascapenulisan. Penjelasannya sebagai berikut: Pertama, tahap persiapan. Tahap persiapan ketika penulis mempersiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumusakn masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, dan membuat penafsiran terhadap realitas yang dihadapinya. Kedua, tahap penulisan. Tahap penulisan yaitu menemukan ide pokok dan merancang kerangka karangan. Ketiga, tahap pascapenulisan. Tahap pascapenulisan yaitu tahap penyempurnaan berupa penyuntingan dan perbaikan tulisan yang telah dihasilkan. Berbeda dengan pendapat Slamet dan Dalman, Andayani (2009: 29) yang menyatakan pendapatnya bahwa aktivitas menulis dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap prapenulisan, tahap inkubasi, tahap inspirasi, dan tahap verifikasi. Penjelasan menegnai tahapan tersebut sebagai berikut: Pertama, tahap prapenulisan. Tahap ini meliputi pengumpulan informasi, perumusan masalah, penentuan fokus dan pengolahan informasi, penarikan tafsiran dan refleksi terhadap realitas yang dihadapi. Kedua, tahap inkubasi. Tahap inkubasi yaitu ketika penulis memproses informasi yang diperoleh sehingga menemukan jalan keluar. Ketiga, tahap inspirasi (insight). Tahap inspirasi yaitu tahapan ketika sudah menemukan gagasan pada pikiran penulis. Keempat, tahap verifikasi. Tahap verifikasi yaitu tahap pemeriksaan kembali hasil tulisan kemudian disusun sesuai fokus tulisan. Menurut pendapat Abidin (2012:184) menulis pada dasarnya adalah sebuah proses yang diproduksi melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut terdiri dari tiga tahapan yaitu
tahap pemerolehan ide, tahap
16 pengolahan ide, dan tahap pemroduksian ide. Penjelasan tahapan menulis secara lebih rinci sebagai berikut: Pertama, tahap pemerolehan ide. Pada tahap pemerolehan ide penulis mendayagunakan pengalaman
dalam
kehidupannya
untuk
mendapatkan ide. Kedua, tahap pengolahan ide. Dalam tahap ini penulis melibatkan kemampuan berpikirnya untuk menghasilkan tulisan yang dapat membujuk pembaca. Ketiga, tahap pemroduksian ide. Dalam tahapan ini penulis menghasilkan produk berupa tulisan dengan berbagai genre. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menulis ada beberapa tahapan yang perlu dilalui yaitu tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap pascapenulisan (revisi). g. Jenis-Jenis Tulisan Jenis-jenis tulisan menurut Pamungkas (2012: 58) dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu deskripsi, argumentasi, eksposisi, narasi, dan persuasi. Penjelasan dari jenis-jenis karangan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, deskripsi. Deskripsi merupakan tulisan yang melukiskan atau menggambarkan suatu objek atau peristiwa tertentu dengan kata-kata yang jelas dan terperinci sehingga si pembaca seolah-olah turut merasakan atau mengalami langsung apa yang dideskrpsikan penulisnya (Dalman, 2015: 94). Kedua, argumentasi. Argumentasi adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membuktikan kepada pembaca agar menerima sesuatu kebenaran sehingga pembaca meyakini kebenaran (Dalman, 2015: 138). Ketiga, eksposisi. Eksposisi adalah tulisan yang menjelaskan atau memaparkan pendapat, gaagsan, keyakinan yang memerlukan fakta yang diperkuat dengan angka, statistik, peta, grafik tetaoi tidak bersifat mempengaruhi pembaca (Dalman, 2015: 120). Keempat,
narasi.
Narasi
adalah
karangan
yang
berusaha
menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak-tanduk manusia
17 dalam sebuah peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke waktu, juga di dalamnya terdapat tokoh yang menghadapi suatu konflik yang disusun secara sistematis (Dalman, 2015: 106). Kelima, karangan persuasi. Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan untuk mempengaruhi perasaan pembaca agar pembaca yakin dan percaya tentang isi karangan tersebut dan mengikuti keinginan penulisnya (Dalman, 2015: 146). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis tulisan terdiri atas deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Jenis karangan yang akan diteliti adalah karangan narasi. h. Pengertian Narasi Jenis karangan terdiri dari lima jenis salah satunya yaitu narasi. Narasi adalah tulisan yang menceritakan sebuah kejadian. Naratif kebanyakan dalam bentuk fiksi seperti novel, cerpen, dongeng, dan sebagainya. Naratif tidak selamanya bersifat fiktif, ada juga naratif yang faktual (recount) seperti rangkaian sejarah, hasil wawancara naratif, transkrip interogasi, dan sebagainya (Zainurrahman, 2011: 37). Hal ini sejalan dengan pendapat Arroio (mengutip dari pendapat Smith, 1981, p. 228) yang menyatakan bahwa “ The word “narrative” has its roots in Latin, the narro means relate or tell. In general sense, narrative may be defined as “telling someone else that something happened. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa, kata " narasi " berasal dari bahasa Latin, yaitu narro yang artinya berhubungan atau memberitahu. Dalam arti umum, narasi dapat didefinisikan sebagai " memberitahu orang lain bahwa sesuatu terjadi " (2011: 94). Pengertian narasi menurut Slamet & Saddhono (2012: 180) adalah ragam wacan yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa dengan sasarannya
adalah memberikan gambaran sejelas-jelasnya
kepada
pembaca. Hal ini sejalan dengan pendapat Slamet & Saddhono, Keraf (2003: 136) menyatakan pendapatnya bahwa narasi adalah suatu bentuk
18 wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Pengertain narasi menurut Kusumaningsih, dkk. (mengutip pendapat dari Semi, 1995: 33) narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu (2013: 73). Hal ini sejalan dengan pendapat Dalman (2015: 106) yang menyatakan bahwa narasi adalah cerita yang mengisahkan tingkah laku manusia dalam sebuah peristiwa atau kejadian. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan bentuk karangan yang menuliskan rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu secara kronologis sehingga pembaca seolah-olah menyaksikan atau mengalami peristiwa itu. i. Jenis-Jenis Narasi Karangan narasi terdiri dari beberapa jenis. Menurut Keraf (2003: 135) narasi terdiri 2 jenis yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Berikut ini akan dijelaskan mengenai jenis-jenis narasi. Pertama, narasi ekspositoris (narasi faktual). Narasi ekspositoris adalah narasi yang memiliki sasaran berupa penyampaian informasi tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan tentang kisah
kehidupan
seseorang
(Dalman,
2015:111).
Dalam
narasi
ekspositoris, cerita yang dituliskan berupa cerita dengan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya satu orang yang diceritakan mulai dari kecil hingga saat terakhir dalam kehidupannya. Narasi ekspositoris bertujuan untuk memberikan informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu perluasan ilmu pengetahuan pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada pembaca atau pendengar. Runtut kejadian atau peristiwa yang
19 disajikan itu dimaksudkan untuk menyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca. Contoh narasi ekspositoris yaitu biografi, autobiografi, riwayat perjalanan. Kedua, narasi sugestif (narasi artistik). Narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan dengan merangsang daya khayal para pembaca sehingga pembaca dapat dengan leluasa mengimajinasikan cerita tersebut. Pembaca menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit. Semua objek dipaparkan sebagai suatu rangkaian gerak, kehidupan para tokoh dilukiskan dalam satuan gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu berubah dari waktu ke waktu. Makna yang baru akan jelas dipahami sesudah narasi itu selesai dibaca, karena ia tersirat dalam seluruh narasi itu. Dalam narasi sugetif ini, pengarang harus mampu menggambarkan atau mendeskripsikan perwatakan para tokoh dan menggambarkan latar cerita. Menurut Kusumaningsih (mengutip pendapat dari Semi, 1995: 32), sebagai suatu cerita, narasi akan menimbulkan kesan, baik berupa kesan isi maupun kesan esteik (2013: 73). Bahasa yang digunakan yaitu bahasa konotatif yang mengandung makna kias. Makna atau amanat yang disampaikan pengarangnya disampaikan dalam bentuk tersirat bukan tersurat. Oleh sebab itu, narasi sugetif ini lebih bersifat estetik atau artistik dan lebih enak untuk dibaca. Contoh narasi sugestif yaitu cerpen, novel dongeng. Berdasarkan perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif, maka dalam penelitian ini memfokuskan pada narasi sugestif karena akan
menggunakan media Pop Up Book yang merupakan
kumpulan gambar-gambar untuk memudahkan peserta didik dalam berimajinasi dalam bentuk tulisan narasi. j. Prinsip-Prinsip Narasi Dalam menulis sebuah karangan narasi perlu diperhatikan prinsipprinsip dasar narasi sebagai tumpuan berpikir bagi terbentuknya karangan
20 narasi. Prinsip-prinsip narasi menurut Dalman (mengutip pendapat dari Saparno dan Yunus, 2008) yaitu alur /plot, penokohan, latar dan titik pandang (2015:107). Penjelasan dari keempat prinsip tersebut, yaitu: Pertama, alur/plot. Alur/plot adalah rangkaian pola tindakan yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat dalam karangan narasi. Alur terdapat dibalik jalan cerita tetapi jalan cerita bukanlah alur. Jalan cerita hanyalah perwujudan dari alur cerita. Alur dengan jalan cerita memang tak dipisahkan, tetapi harus dibedakan. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi suatu kejadian ada karena sebabnya, dan alasan. Dalam cerita Roro Jonggrang menggunakan alur maju. Kedua, penokohan. Penokohan merupakan salah satu ciri khas narasi yang mengisahkan tokoh cerita bergerak dalam suatu rangkaian peristiwa dan kejadian. Tindakan, peristiwa, kejadian, itu disusun bersama-sama sehingga mendapatkan kesan atau efek tunggal. Misalnya, dalam cerita Malin Kundang. Dalam cerita ini, Malin Kundang adalah tokoh yang jahat sedangkan ibu Malin Kundang adalah orang yang baik. Ketiga, latar. Latar ialah tempat dan atau waktu terjadinya tindakan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Dalam karangan narasi terkadang tidak disebutkan secara jelas tempat tokoh berbuat atau mengalami peristiwa tertentu. Misalnya, latar dalam cerita Kancil dan Buaya di hutan. Keempat, titik pandang. Titik pandang dalam narasi menjawab pertanyaan tentang tokoh yang terlibat dalam narasi. Titik pandang yang dipilih pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Sependapat
dengan
Dalman,
Keraf
(2003:145)
menyatakan
pendapatnya mengenai komponen-komponen pembentuk narasi yaitu perbuatan, penokohan, latar, dan alur (plot). Penjelasan dari komponenkomponen tersebut sebagai berikut: Pertama, perbuatan. Perbuatan merupakan tindakan tidak akan muncul begitu saja. Perbuatan harus lahir dari suatu situasi. Situasi itu mengandung unsur-unsur yang mudah meledak atau mampu meledakkan
21 maksudnya setiap saat situasi dapat menghasilkan suatu perubahan yang dapat membawa akibat lebih lanjut. Kedua, penokohan. Penokohan merupakan unsur penting dalam narasi. Tokoh merupakan karakter yang ada dalam suatu cerita. Misalnya, dalam kisah Bawang Merah dan Bawang Putih. Bawang Merah digambarkan sebagai tokoh jahat sedangkan Bawang Putih digambarkan sebagai tokoh baik. Ketiga, latar atau setting. Latar setting adalah tempat atau pentas. Latar dapat digambarkan secara secara detail dan terperinci dapat pula digambarkan sketsa sesuai dengan fungsi dan peran pada perbuatan yang berlangsung. Misalnya, dalam kisah Kura-Kura dan Kelinci berlatarkan hutan. Keempat, alur (plot). Alur (plot) merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah. Alur mengatur tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, suatu insiden mempunyai hubungan dengan insiden lain, tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam tindakan-tindakan itu yang terikat dalam suatu kesatuan waktu. Berbeda dengan pendapat Zainurrahman (2011: 38) menyatakan bahwa struktur tulisan naratif meliputi orientasi, komplikasi, evaluasi, dan resolusi. Penjelasan struktur narasi secara lebih rinci sebagai berikut : Pertama, orientasi. Orientasi berfungsi sebagai tempat penulis untuk memperkenalkan latar atau setting serta memperkenalkan tokoh dalam cerita. Orientasi biasa menjadi tempat bagi penulis untuk menguraikan sebuah latar nelakang konflik yang terjadi dalam cerita lengakp dengan perwatakannya. Kedua, komplikasi. Komplikasi berfungsi untuk menyampaikan konflik yang terjadi dalam cerita. Komplikasi dianggap sebagai inti cerita karena karangan narasi tidak hanya menceritakan suau kejadian tetapi juga mengisahkan bagaimana tokoh menyelesaikan masalah.
22 Ketiga, evaluasi. Evaluasi merupakan rantai kejadian dalam komplikasi. Dalam evaluasi, penulis menggambarkan bagaimana perasaan, pemikiran, dan tindakan tokoh dalam menghadapi masalah. Keempat, resolusi. Resolusi berfungsi untuk menggambarkan upaya tokoh untuk memecahkan permasalahan dalam komplikasi dengan dasar dan alasan yang terdapat dalam evaluasi. Dengan adanya resolusi menyebabkan pembaca seperti merasakan apa yang terjadi dalam suatu cerita. Resolusi yang baik adalah resolusi yang menyelesaikan konflik dengan sempurna. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menulis narasi harus memperhatikan prinsip-prinsip yaitu: alur/plot, penokohan, latar (setting), dan titik pandang agar terbentuk sebuah karangan narasi yang baik. k. Keterampilan Menulis Narasi Keterampilan menurut pendapat Dalyono (2005: 214) keterampilan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otototot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga termasuk fungsi mental yang bersifat kognitif. Pengertian menurut Syah (mengutip pendapat dari Reber, 1998) keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu (2010: 117). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan merupakan kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas dengan baik, benar, dan teratur. Menulis menurut Rukayah (2013:6) dapat didefinisikan sebagai proses pembelajaran aktif yang dijadikan kunci untuk meningkatkan komunikasi (baik tertulis maupun lisan) dan berpikir. Berbeda menurut Andayani (mengutip dari pendapat Gie, 2002: 3) menyamakan pengertian
23 menulis dengan mengarang. Menulis dalam arti sempit adalah perbuatan huruf, angka, nama, sesuatu tanda kebahasaan apapun dengan sesuatu alat tulis pada suatu halaman tertentu. Dalam arti luas, menulis mempunyai arti sama dengan mengarang. Mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami (2009: 28). Keterampilan menulis menurut Slamet (mengutip pendapat Byrne, 1979: 3) bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafik sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat, melainkan merupakan kemampuan menuangkan buah pikiran kedalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara runtut, lengkap, dan jelas sehingga tulisan tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis merupakan kemampuan seseorang dalam menuangkan pikiran, perasaan, kreativitas, dan pengalaman melalui bahasa
tulis
sehingga
dapat
dipahami
oleh
pembaca
dengan
memperhatikan beberapa komponen seperti penggunaan ejaan yang benar, penggunaan kalimat efektif, dan kosakata (2008: 106). Narasi adalah tulisan yang menceritakan sebuah kejadian. Naratif kebanyakan dalam bentuk fiksi seperti novel, cerpen, dongeng, dan sebagainya. Naratif tidak selamanya bersifat fiktif, ada juga naratif yang faktual (recount) seperti rangkaian sejarah, hasil wawancara naratif, transkrip interogasi, dan sebagainya (Zainurrahman, 2011: 37). Menurut Kusumaningsih, dkk. (mengutip pendapat dari Semi, 1995: 33) menyatakan bahwa narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu (2013: 73). Hal ini sejalan dengan pendapat Dalman (2015:106) narasi adalah cerita yang mengisahkan tingkah laku manusia dalam sebuah peristiwa atau kejadian. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan bentuk karangan yang menuliskan
24 rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu secara kronologis sehingga pembaca seolah-olah menyaksikan atau mengalami peristiwa itu. Berdasarkan beberapa pengertian beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis narasi adalah kemampuan seseorang dalam menuangkan pikiran, perasaan, kreativitas, dan pengalaman dalam bentuk karangan secara runtut dengan menggambarkan sejelas-jelasnya kronologi suatu peristiwa sehingga pembaca seolah-olah menyaksikan peristiwa tersebut. l. Pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar Berdasarkan silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 maka peneliti akan mengadakan penelitian pada peserta didik kelas IV SD Negeri Serengan 2 Surakarta tahun ajaran 2015/2016 pada salah satu aspek bahasa yaitu menulis. Penelitian ini mengacu pada Standar Kompetensi (SK) :8. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk karangan, pengumuman, dan pantun anak. Pada Kompetensi Dasar (KD): 8.1 Menyusun karangan tentang berbagai topik sederhana dengan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma, dan lain-lain) dengan indikator pembelajaran menjelaskan
pengertian
narasi,
menyebutkan
unsur-unsur
narasi,
menjelaskan langkah-langkah menulis narasi, menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang ada, mengembangkan cerita berdasarkan kerangka dengan memperhatikan ejaan. Di sekolah dasar materi menulis narasi dibagi menjadi dua yaitu menulis narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris adalah narasi yang dituliskan guna menyampaikan informasi tentang kisah seseorang dan narasi sugestif merupakan narasi yang menggambarkan suatu rangkaian peristiwa sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Pada penelitan ini peneliti memfokuskan pada materi menulis narasi sugestif.
25 m. Penilaian Pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar Menulis merupakan aktivitas berbahasa paling akhir yang dikuasai peseta
didik
setelah
mendengarkan,
berbicara,
dan
membaca
Dibandingkan tiga kemampuan berbahasa yang lain, menulis adalah keterampilan yang paling sukar. Hal ini disebabkan menulis memerlukan penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi karangan. Teknik penilaian hasil karangan narasi dapat dilakukan dengan model penilaian yang dipergunakan pada program ESL (English as a Second Language) yang dikemukakan Nurgiyantoro (2010: 440). Dalam model ini, menggunakan model skala interval untuk tiap tingkat tertentu pada tiap aspek yang dinilai. Unsur-unsur penilaian dalam menulis menurut Nurgiyantoro (2010: 441) terdiri dari 5 aspek yaitu isi, organisasi, kosa kata, penggunaan bahasa, dan mekanik. Penjelasan lebih rinci mengenai 5 aspek yaitu : Pertama, isi. Isi mempunyai bobot 15 dengan dengan 4 deskriptor yang meliputi substansi dan pengembangan pokok pikiran tuntas, relevan dengan urutan cerita secara kronologis, fokus pada tema dan gambar, dan alur tepat. Kedua, organisasi. Organisasi mempunyai bobot 15 dengan 4 deskriptor yang meliputi urutan paragraf logis, keterpaduan paragraf, kelengkapan paragraf, dan koherensi paragraf. Ketiga, kosa kata. Kosa kata mempunyai bobot 10 dengan 4 deskriptor yang meliputi penggunaan kosa kata canggih, pemilihan kata dan ungkapan, penguasaan kosa kata, dan kosa kata bervariatif. Keempat, penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa mempunyai bobot 15 dengan 4 deskriptor yang meliputi efektivitas kalimat, ketepatan dalam susunan kalimat, makna kalimat jelas, dan penggunaan bentuk kebahasaan. Kelima, mekanik. Mekanik mempunyai bobot 5 dengan 4 deskriptor yang meliputi awal paragraf menjorok, ketepatan penggunaan huruf kapital, ketepatan penggunaan tanda baca, dan erapian dan keterbacaan tulisan.
26 Untuk lebih jelasnya tabel pedoman penilaian kemampuan menulis narasi terdapat dalam lampiran 10 halaman 164. 2. Hakikat Media Pop Up Book a. Pengertian Media Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang terletak ditengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat (Anitah, 2009: 4). Pendapat Anitah sejalan dengan Daryanto (2013: 5) yang mengungkapkan pendapatnya bahwa media merupakan alat dan bahan kegiatan pembelajaran. Sanjaya (2010: 205) menyatakan bahwa pengertian media meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat yang dapat mengantar pesan seperti Over Head Projector, radio, televisi, dan sebagainya. Software adalah isi program yang mengundang pesan seperti informasi yang terdapat pada transparasi atau buku serta cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain sebagainya. Berbeda dengan pendapat Sadiman, dkk. (mengutip pendapat dari AECT) media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi (2006: 6). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. b. Pengertian Pembelajaran Secara umum pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa. Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Inti dari pembelajaran adalah sebuah interaksi antar siswa, pendidik, dan lingkungan sehingga terjadi perubahan perilaku.
27 Pengertian pembelajaran menurut Majid (2013 : 5) pembelajaran adalah suatu konsep dari dua dimensi kegiatan (belajar dan mengajar) yang harus direncanakan dan diaktualisasikan, serta diarahkan pada pencapaian
tujuan
atau
penguasaan
sejumlah
kompetensi
dan
indikatornya sebagai gambaran hasil belajar. Pendapat ahli di atas diperkuat dengan pendapat dari Sudjana (Hosnan, 2014 :18) mengemukakan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan yang membelajarkan. Hosnan (2014: 18-19) menyimpulkan pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses interaksi komunikasi antara sumber belajar, guru, dan siswa. Interaksi komunikasi itu dilakukan baik secara langsung dalam kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung. Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan peserta didik beserta lingkungannya dalam bentuk kegiatan belajar mengajar pada suatu lingkungan belajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan pembelajaran. c. Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran digunakan untuk memudahkan guru dalam menyampaikan materi pada peserta didik. Media pembelajaran dapat didefinisikan sebagai alat bantu berupa fisik maupun nonfisik yang sengaja digunakan sebagai perantara antara guru dan peserta didik dalam memahami materi pembelajaran agar lebih efektif dan efisien (Musfiqon, 2012: 28). Sejalan dengan pendapat
Musfiqon,
Sukiman (2012: 29)
mengemukakan pengertian media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat, serta kemauan pesera didik. Pendapat Sukiman didukung oleh Sanjaya
28 (mengutip pendapat Rossi dan Breidle, 1996) yang menyatakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan seperti radio dan televisi (2010: 204). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat, serta kemauan pesera didik. d. Fungsi Media Pembelajaran Pengembangan media pembelajaran hendaknya diupayakan untuk memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimilki oleh media tersebut dan berusaha menghindari hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembelajaran. Menurut Sanjaya (2010: 208) fungsi dan peran media pembelajaran adalah menangkap suatu objek atau peristiwaperistiwa tertentu, memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu, menambah gairah dan motivasi belajar peserta didik, dan memiliki nilai praktis. Pendapat Sanjaya sejalan dengan Sadiman, dkk. (2006: 17) yang menyatakan bahwa media mempunyai beberapa fungsi yaitu pertama, memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). Kedua, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera (objek terlalu besar atau terlalu kecil dapat diganti dengan gambar, film, atau model). Ketiga, penggunaan media yang tepat dapat meningkatkan keaktifan peserta didik di kelas, dan keempat, memberikan persepsi dan pengalaman yang sama. Secara rinci fungsi media pembelajaran menurut Daryanto (2013: 10) meliputi menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau, mengamati benda/peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang, memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung
29 karena ukurannya yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu besar atau terlalu kecil, mengamati dengan teliti binatang yang sukar diamati secara langsung karena sukar ditangkap, dan mengamati peristiwa yang jarang terjadi atau bahaya untuk didekati, mengamati benda yang mudah rusak atau sukar diawetkan. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi media pembelajaran yaitu untuk memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka), memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek, memberikan persepsi dan pengalaman yang sama, serta menambah motivasi belajar peserta didik. e. Prinsip-Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran Dalam
menerapkan
media
pembelajaran,
guru
harus
memperhatikan prinsip-prinsip penggunaan media. Menurut Sanjaya (2010: 226) menyatakan bahwa prinsip-prinip yang harus diperhatikan agar media pembelajaran dapat membelajarkan peserta didik yaitu media yang digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran, media pembelajaran yang digunakan sesuai dengan materi pembelajaran, media pembelajaran sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi peserta didik, media yang digunakan harus memperhatikan efektivitas dan efisiensi, media pembelajaran yang digunakan sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya Berbeda dengan Sanjaya, menurut Daryanto (2013:12) prinsip pemilihan media meliputi empat landasan yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan teknologis, dan landasan empiris.Penjelasan lanasan tersebut sebagai berikut: Pertama,
landasan
filosofis.
Dalam
pmbelajaran
dengan
menggunakan media dapat memberikan pilihan kepada peserta didik untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya.
Kedua,
landasan
psikologis.
Kajian
psikologis
30 menyatakan baha peserta didik akan lebih mudah mempelajari hal yang bersifat konkret daripada abstrak. Ketiga, landasan teknologis. Teknologi pembelajaran meliputi proses kompleks yang melibatkan beberapa komponen (manusia, prosedur, ide, peralatan, organisasi) guna menganalisis masalah, mencari solusi permasalahan. Dalam teknologi pembelajaran, pemecahan masalah dilakukan dalam bentuk kesatuan komponen sistem pembelajaran yang telah disusun serta dikombinasikan sehingga menjadi sistem pembelajaran yang lengkap. Keempat, landasan empiris. Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran dengan karakteristik peserta didik dalam menentukan hasil belajar peserta didik. Artinya peserta didik akan mendapatkan keuntungan yang signifikan apabila penggunaan media pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan gaya belajar. Lain halnya dengan Anitah (2009: 82) menyatakan bahwa prinsipprinsip umum penggunaan media yaitu media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai sumber dana, guru memahami tingkat hierarki (sequence) dari jenis alat dan kegunaannya, pengujian media pembelajaran hendaknya berlangsung sebelum, selama, dan sesudah pemakainnya dalam pembelajaran, dan penggunaan multimedia akan menguntungkan dan memperlancar pembelajaran. Prinsip penggunaan media menurut Arsyad (2010:72) yaitu dalam pemilihan dan penggunaan media yaitu motivasi, perbedaan individual, tujuan pembelajaran, organisasi isi, persiapan sebelum belajar, emosi, partisipasi, umpan balik, penguatan, latihan dan pengulangan, dan penerapan. Penjelasan secara lebih rinci sebagai berikut: Pertama, motivasi. Dalam penggunaan media pembelajaran harus memberikan motivasi kepada peserta didik untuk melahirkan minat dalam mengolah informasi dari media tersebut. Kedua, perbedaan individual. Dalam penggunaan media pembelajaran guna penyampaian informasi
31 sebaiknya memperhatikan kemampuan antarindividu yang tidak sama. Keitga, tujuan pembelajaran. Penentuan tujuan pembelajaran dapat memudahkan guru dalam penggunaan media karena dapat memfokuskan pada materi yang hendak dicapai. Keempat, organisasi isi. Dalam penggunaan media pembelajaran ditampilkan secara terstruktur dan sistematis agar dapat memudahkan siswa dalam memahami informasi Kelima, persiapan sebelum belajar. Pesera didik sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang memadai agar sukses dalam penggunaan media pembelajaran. Keenam, emosi. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat menimbulkan respon emosional seperti takut, senang, empati, dan kasih sayang pada peserta didik Ketujuh, partisipasi. Media pembelajaran yang baik adalah media yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi. Kedelapan, umpan balik. Penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan umpan balik peserta didik selama pembelajaran yang dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar. Kesembilan, penguatan (reinforcement). Penggunaan media pembelajaran dapat memberikan penguatan bagi peserta didik untuk terus belajar. Kesepuluh, latihan dan pengulangan. Pelatihan dan pengulangan dilakukan agar guru terbiasa dalam menggunakan media dalam pembelajaran. Kesebelas, penerapan. Media membantu peserta didik dalam memahami materi pembelajaran yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam prinsip-prinsip pemilihan media antara lain media yang digunakan sesuai dengan tujuan pembelajaran, media yang digunakan sesuai dengan kemampuan guru, serta media yang digunakan sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi peserta didik.
32 f. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media merupakan kesatuan dari tujuan pembelajaran. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media menurut Arsyad (2010: 75) sebagai berikut: Pertama, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara umum yang mengacu pada tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kedua, tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Pemilihan media akan berjalan efektif apabila media dibuat sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Ketiga, praktis, luwes, dan bertahan. Dalam pemilihan media salah satu kriteria yang digunakan yaitu kepraktisan dan keluwesan dalam pembelajaran. Kepraktisan dan keluwesan media dapat mempermudah peserta didik dalam memahami materi pembelajaran. Media pembelajaran yang memiliki daya tahan yang kuat akan dapat digunakan lebih lama dalam pembelajaran. Keempat, ketrampilan guru dalam penggunaan. Kunci dari kesuksesan dalam penggunaan media pembelajaran adalah keterampilan guru dalam pengoperasiannya dalam pembelajaran. Jika guru terampil maka tujuan penggunaan media pembelajaran akan tecapai. Kelima, pengelompokan
sasaran.
Dengan
adanya
pengelompokan
seperti
perorangan, berpasangan, kelompok kecil, dan kelompok besar dapat membuat media pembelajaran lebih efektif dalam penggunaannya. Keenam, mutu teknis. Dalam pemilihan media pembelajaran harus mempertimbangkan mutu teknis agar media pembelajara tersebut dapat digunakan secara maksimal. Pendapat Arsyad sejalan dengan Sanjaya (2010: 224) yang mengungkapkan pendapatnya bahwa ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan media yaitu pemilihan media harus sesuai
33 dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, pemilihan media harus berdasarkan konsep yang jelas, pemilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, pemilihan media harus sesuai dengan gaya dan kemampuan guru, pemilihan media harus sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas, waktu yang tersedia untuk pembelajaran, serta biaya yang tersedia. Pendapat para ahli di atas didukung oleh Anitah (mengutip pendapat dari Gagne, dkk,1988) menyarankan bahwa dalam pemilihan media diperlukan adanya pertimbangan dari beberapa komponen yaitu variabel tugas, variabel pebelajar, lingkungan belajar, lingkungan pengembangan, ekonomi dan budaya, dan faktor-faktor parktis. Penjelasan secara lebih rinci sebagai berikut: Pertama, variabel tugas. Guru menentukan jenis kemampuan yang diharapkan dari peserta didik sebagai hasil pembelajaran. Guru disarankan untuk menentukan jenis stimulus yang diinginkan sebelum melakukan pemilihan media. Kedua, variabel pebelajar. Karakteristik peserta didik perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media walaupun belum ada kesepakatan karakteristik mana yang penting. Namun, guru menyadari bahwa para peserta didik mempunyai gaya belajar yang berbeda. Ketiga, lingkungan belajar. Lingkungan belajar pada tiap sekolah tidaklah sama. Maka dari itu dalam pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan hal ini. Lingkungan belajar meliputi besarnya biaya sekolah, ukuran ruangan kelas, kemampuan mengembangkan materi baru, ketersediaan radio, televisi, atau perlengakapan lainnya, kemampuan guru dan kesediaan untuk usaha-usaha mendesain pembelajaran, ketersediaan bahan-bahan buku ajar untuk pembelajaran individual. Keempat, lingkungan pengembangan. Lingkungan pengembangan misalnya ketersediaan waktu, pengembangan personil akan mempengaruhi penyajian. Kelima, ekonomi dan budaya. Dalam pemilihan media perlu mempertimbangkan ketersediaan sumber dana, peralatan yang tersedia serta sikap terhadap berbagai media mungkin berbeda antara penduduk
34 kota dengan desa. Keenam, faktor-faktor praktis. Faktor praktis misalnya besarnya kelompok yang ditampung dalam satu ruangan, jarak antara penglihatan dan pendengaran untuk penggunaan media, seberapa jauh media dapat mempengaruhi respon pebelajar atau kegiatan lain untuk kelengakapan umpan balik, serta penyajian sesuai respon pebelajar (2009: 80). Pendapat para ahli di atas sejalan dengan pendapat Sadiman, dkk. (2006: 85) yang menyatakan bahwa kriteria dalam memilih media yaitu media dikembangkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, efektivitas biaya dalam jangka waktu yang panjang, dan ciri khas yang dimilki tiap media pembelajaran. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria dalam pemilihan media yaitu pemilihan media harus sesuai dengan tujuan, sesuai dengan karaktersitik peserta didk, sesuai dengan gaya belajar peserta didik dan kemampuan guru, serta sesuai dengan kondisi lingkungan, waktu, biaya, efektivitas, dan efisiensi, variabel tugas (menentukan jenis kemampuan yang akan dikembangkan), variabel pebelajar (karaktersitik peserta didik), lingkungan belajar, lingkungan pengembangan, ekonomi dan budaya, serta faktor-faktor praktis (jumlah peserta didik, pengaruh media bagi peserta didik), serta keakraban guru terhadap media. g. Klasifikasi Media Pembelajaran Media pembelajaran terdiri dari berbagai jenis. Menurut pendapat Sanjaya (2010: 211) media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam tergantung dari sifatnya, kemampuan jangkuannya, cara atau teknik pemakaiannya. Penjelasan secara lebih rinci sebagai berikut: Pertama, dilihat dari sifatnya media dapat dibagi ke dalam media auditif, media visual, media audiovisual. Media auditif yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau media yang hanya memiliki unsur suara misalnya radio dan rekaman suara. Media visual yaitu media yang hanya
35 dapat dilihat saja tidak mengandung unsur suara seperti film slide, foto, lukisan, gambar, Pop Up Book dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis. Media audiovisual yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kedua, dilihat dari kemampuan jangkauannya media dapat dibedakan menjadi dua yaitu media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi dan media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu misalnya film slide, film, video, dan lain sebagainya. Ketiga, dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya media dibedakan menjadi dua yaitu media yang diproyeksikan seperti film, slide, transparansi, dan sebagainya dan media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya. Berbeda dengan pendapat Sanjaya, menurut Sadiman, dkk. (2006: 28) klasifikasi media pembelajaran ada tiga yaitu media grafis, media audio, dan media proyeksi diam. Penjelasan secara lebih rinci sebagai berikut: Pertama, media grafis. Media yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Ada beberapa jenis media grafik antara lain gambar/foto, sketsa, diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta, globe, papan flanel, dan papan buletin. Kedua, media audio. Media yang berkaitan dengan indera pendengaran. Ada beberapa jenis media audio yaitu radio, alat perekam pita, magetik, piringan hitam, dan laboratorium bahasa. Ketiga, media proyeksi diam. Media ini mempunyai persamaan dengan
media
grafik
dalam
arti
menyajikan
rangsngan
visual.
Perbedaannya terletak pada penyajiannnya, media grafik dapat secara langsung berinterkasi dengan pesan media yang bersangkutan sedangkan media proyeksi diam harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat
36 dilihat. Contoh media proyeksi diam antara lain film bingkai (slide), film rangkai
(film
strip),
overhead
proyekor,
proyektor
opaque,
microprojection dengan microfilm. Pendapat Sanjaya sejalan dengan pendapat Anitah (2009: 2) yang menyatakan pendapatnya bahwa
media pembelajaran diklasifikasikan
menjadi empat yaitu media visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia. Penjelasan mengenai klasifikasi media sebagai berikut: Pertama, media visual. Media visual juga disebut media pandang karena
seseorang
dapat
menghayati
media
tersebut
melalui
penglihatannya. Media ini dibedakan menjadi dua yaitu media visual yang tidak diproyeksikan dan media visual yang diproyeksikan. Media yang tidak diproyeksikan misalnya gambar mati/gambar diam, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta datar, realia dan model serta berbagai jenis papan. Media yang tidak dapat diproyeksikan misalnya Over Head Projector (OHP), slide projector (projektor film bingkai), filmstrip projector, Pop Up Book dan opaque projector. Kedua, media Audio. Media audio merupakan suatu media untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima pesan melalui indera pendengaran. Jenis audio yang dapat dipergunakan di dalam kelas adalah berbagai jenis alat rekaman seperti open-reel tape recorder, cassete tape recorder, piringan hitam, radio, atau MP3. Bentuk-bentuk program audio diantarannya yaitu program wicara, wawancara, diskusi, buletin berita, warta berita, program dokumenter, program feature dan majalah udara, dan drama audio. Ketiga,media audio-visual. Melalui media audio-visual seseorang dapat sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan. Media audio-visual misalnya slide suara dan telivisi. Keempat, multimedia. Multimedia diartikan sebagai penggunaan berbagai jenis media secara berurutan maupun simultan untuk menyajikan suatu informasi. Contoh multimedia dalam pendidikan dan pelatihan, slide yang disinkronkan
37 dengan audiotape, CD-ROM, World Wide Web, dan kenyataan yang sebenarnya. Dari beberapa pengelompokkan media yang dikemukakan di atas, Sukiman (2012: 46) mengungkapkan pendapatnya bahwa hingga saat ini belum terdapat suatu kesepakatan tentang klasifikasi media yang baku. Pengelompokan media yang sudah ada saat ini dapat memperjelas perbedaan tujuan penggunaan, fungsi, dan kemampuannya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam memilih media yang sesuai. Berdasarkan klasifikasi para pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran terdiri dari berbagai macam klasifikasi yaitu media berdasarkan sifatnya (auditif, visual, audiovisual, multimedia), media berdasarkan jangkauannya (media dengan daya liput luas dan daya liput terbatas), media berdasarkan teknik pemakaiannya (media yang diproyeksikan dan tidak diproyeksikan) Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pop Up Book termasuk ke dalam media visual karena media ini lebih fokus pada media pandang atau penglihatan dan tidak mengandung unsur suara. h. Pengertian Media Pop Up Book Dilihat dari sejarah perkembangannya, Pop Up diawali dengan konstruksi
yang
masih
sederhana.
Pada
masa
itu
teknik
ini
disebut movable book (buku bergerak) dengan melibatkan peran mekanis pada kertas yang disusun sedemikian rupa sehingga gambar bagian pada kertas tampak bergerak dan memiliki bentuk atau dimensi. Menurut Bluemel (2012: 1) Pop Up Book atau buku timbul adalah buku yang menawarkan adanya interaksi yang ditimbulkan dari gerakan yang menggunakan kertas yang dilipat, diputar, atau digeser. Media Pop Up Book merupakan sebuah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur tiga dimensi, buku Pop Up Book sekilas hampir sama dengan origami digeser (“Pembelajaran Literasi”, 2015:
38 123). Hendrix (2008: 41) merumuskan pengertian Pop Up Book sebagai berikut : A pop-up is some subset of possible device that occur in movable books. Movable books with pages contain devices that can be moved separately from the page itself either manually by reader, or automatically when the book is opened to the page (Hendrix, 2008: 41). Menurut Hendrix, (2008: 41) Pop Up Book adalah bagian dari buku yang dapat digerakkan. Buku yang dapat digerakkan ini terdiri dari bagian yang dapat digerakkan secara manual oleh pembaca atau ketika buku itu dibuka dan ditutup secara otomatis. Pendapat Hendrix sejalan dengan pendapat Van Dyk (2010: 19) yang mengemukakan pendapatnya mengenai Pop Up Book yaitu “Threedimensional figures spring to life in in Pop Up Books, rising from the surfece the pag.” Menurut Van Dyk (2010: 19) Pop Up Book adalah suatu bentik figur tiga dimensi yang terletak pada Pop Up Book yang muncul dari halaman buku. Pengertian Pop Up Book menurut Hanifah (mengutip dari pendapat Muktiono, 2003) menyatakan bahwa Pop Up Book adalah sebuah buku yang memiliki tampilan gambar yang bisa ditegakkan serta membentuk obyek-obyek yang indah dan dapat bergerak atau memberi efek yang menakjubkan (2014: 5). Mendukung dari kedua pendapat di atas, Ramawati (mengutip pendapat Dzuanda, 2011: 5-6) menjelaskan pengertian Pop Up Book sebagai sebuah buku yang memiliki unsur 3 dimensi dan dapat bergerak ketika halamannya dibuka. Sebuah buku yang memiliki tampilan gambar yang bisa ditegakkan serta membentuk obyek-obyek indah dan dapat bergerak atau memberi efek yang menakjubkan (2014:4) . Contoh Pop Up Book yang berkembang di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.
39
Gambar 2.1 Contoh Pop Up Book (Lestari, 2013) Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian Pop Up Book di atas dapat disimpulkan bahwa Pop Up Book adalah sebuah buku berbentuk figur tiga dimensi yang memiliki bagian timbul yang dapat bergerak baik secara manual oleh pembaca maupun secara otomatis ketika buku dibuka dan ditutup. i. Jenis-Jenis Pop Up Book Seorang ahli pembuat Pop Up Book, Birmingham (2006: 10) membagi jenis-jenis Pop Up Book berdasarakan mekanisme pembuatan antara lain: 1) Simple V-Folds; 2) Modifed V-Folds; 3) The V-Folds Pointing Forward; 4) Varying The V- Folds Angles; 5) The V-Folds with Added Cuts and Crases; 6) V-Folds with Projections; 7) Beaks, Noses, Mouth; 8) Varying Beaks Shapes; 9) Jaws; 10) Varying Jam Angles; 11) Sclupting V-Folds; 12) The V- Folds Glued Away From The Spine; 13) Bending Shapes; 14) V-Folds On Top V-Folds; 15) Combining V- Folds; 16) Multiple V-Folds; 17) The M-Folds; 18) Asyymetrical Mouths dan Beaks; 19) Asyymetrical Sloping Planes; 20) Swivelling Jaw; 21) Asymmetrical Extension; 22) Parallelogram; 23) Multiple Parallelograms; 24) Parallelogram Cut from The Base; 25) Parallelogram Stand Ups; 26) The Parallelogram Lifting The Folds; 27) V-Folds Lifting Parallelograms; 28) Zig Zag Folds; 29) Pop Up House; 30) Pyramid; 31) Two Parallel Sticikng Strips; 32) Solid Shapes; 33) Quadrilaterals; 34) Multiple
40 Quadrilaterals; 35) Slot Joints; 36) V-Fold with Jutting Arms; 37) The Basic Box; 38) Cylinder; 39) Aeroplanes; 40) Simple Moving Arm; 41) Folds on a Parallelogram; 42) Arm Moving Behind A Mask; 43) A turning Disc; 44) The Double 450 Fold; 45) Jack in the Box; 46) Structural Uses of 450 Folds; 47) Box Ends; 48) The Basic Pull-Strip; 49) Large Slide; 50) Through The Page Slide; 51) Slot Guided Slide; 52) Knee Mechanism; 53) Moving Image Behind the V-Folds; 54) Woven Dissolve; 55) Panel Dissolve; 56) Flap Lifts Away from Pull-Strip; 57) Flap Lifts Toward PullStrip; 58) Deck Chair Flap; 59) Two Flaps Lifted by One Pull-Strip; 60) Delayed Double-Actions Flaps; 61) A Flaps Slides Into View; 62) The Hub; 63) Rotating Window; 64) The Sliding Pivot; 65) The Pull-Bar; 66) Retracing Strip; 67)The Pivot Fixed; 68) Multiple Moving Arm; 69) Rocking Motion; 70) Articulated Images; 71) Articulated Pop-Up Image; 72) Swoop Movement; 73) Spirals; 74) Automatic Strip; 75) Bowing Shape; 76) Stage Set; 77) Shutter Scene; 78) Sawing Nois. Dari beberapa jenis Pop Up Book yang disebutkan, peneliti akan menggunakan Pop Up Book jenis Simple V-Folds. Contoh Pop Up tipe VFolds dapat dilihat pada Gambar 2.2. berikut ini.
Gambar 2.2 Pop Up Book tipe Simple V-Folds (Birmingham, 2006)
Jenis Pop Up Book ini merupakan jenis yang paling sederhana diantara jenis lainnya. Pada Pop Up Book jenis ini memiliki 4 titik sudut.
41 Pada bagian dasar, titik sudut A harus sama dan kurang dari 90 0 , pada titik B mencetak garis lurus B. Pusat lipatan berada di lipatan C dan membentuk vertikal dan pada sudut D membentuk 900. Sebagai dasar penutup Pop Up Book harus diposisikan di depan dasar agar tidak menonjol keluar ketika ditutup. Berikut ini merupakan contoh Simple VFolds yang terdapat pada gambar 2.2. Cerita yang berada dalam Pop Up Book terdiri dari berbagai jenis. Menurut Van Dyk (2010: 12) dalam artikelnya mengklasifikasikan Pop Up Book berdasarkan buku hiburan yang menyenangkan menjadi Novelty / Toys and Games, Fairy Tales, Adventure and Fantasy Stories. Penjelasan mengenai jenis-jenis Pop Up Book sebagai berikut: pertama, Toys and Games (mainan dan permainan). Penjelasan mengenai toys and games menurut Van Dyk (2010: 12) sebagai berikut: Most movable and pop-up books were created to entertain, and many of the great innovators designed books that still amuse us. The interactive elements of movables and pop-ups are much like playing a game. The amusement and delight of lift and pull mechanisms are all opportunities for the reader to participate. Van Dyk (2010: 12) menyatakan pendapatnya bahwa Pop Up Book diciptakan untuk menghibur pembaca dan didesain dengan gambar yang menghibur dan menarik sehingga hubungan Pop Up Book dengan pembaca seperti bermain sebuah permainan. Hiburan dan kesenangan dituangkan guna membuat pembaca terkesan. Kedua, fairy tales (cerita dongeng). Penjelasan fairy tales menurut Van Dyk (2010:13) menyatakan bahwa ,“A longstanding tradition and popular theme of movables and pop ups in the re-telling of fairy tales dan fables.” Van Dyk (2010: 13) menyatakan bahwa banyak buku dengan model Pop Up Book yang menceritakan tentang kisah dongeng atau fabel misalnya kisah Aladin, Pinokio, dan Cinderlla. Ketiga, adventure and fantasy stories (petualangan dan kisah khayalan). Penjelasan mengenai adventure and fantasy stories menurut Van Dyk (2010: 14) yaitu “Movable and pop-up book have also reflected the influence of popular culture and the mass media.” Menurut Van Dyk
42 (2010: 14) Pop Up Book mengisahkan tentang cerita lama yang telah berada di tengah-tengah masyarakat maupun cerita baru yang berada di berada di media massa. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan mekanisme pembuatan ada 78 jenis Pop Up Book dan yang akan digunakan oleh peneliti adalah jenis Pop Up Book Simple VFolds, berdasarkan jenis cerita Pop Up Book terdiri dari tiga macam yaitu toys and games, fairy tales,advanture and fantasy story, sedangkan berdasarkan mekanisme pembuatannya Pop Up Book terdiri dari berbagai jenis. j. Kelebihan dan Kekurangan Media Pop Up Book Setiap media pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan
dalam
penggunaannya
begitu
juga
dengan
media
pembelajaran Pop Up Book. Kelebihan media Pop Up Book adalah Menurut Van Dyk (2010: 6) Pop Up Book memiliki kelebihan khusunya dalam bidang pendidikan yaitu how better to explain (menjelaskan dengan lebih baik), teaching the basic (mengajar dasar), visualing the word around us (menggambarkan dunia di sekitar kita). Penjelasan secara lebih rinci sebagai berikut: Pertama, how better to explain (menjelaskan dengan lebih baik). Salah satu fungsi Pop Up Book menurut Van Dyk adalah untuk menjelaskan suatu materi secara lebih baik. Hal ini dikarenakan Pop Up Book terdiri dari gambar tiga dimensi yang dapat menggambarkan sesuatu yang akan dijelaskan dengan lebih rinci dan jelas. Pop Up Book dijadikan sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk mempermudah dan keefektifan dalam penyampaian materi pembelajaran. Kedua, teaching the basic (mengajar dasar). Media Pop Up Book dapat menjadi alternatif dalam mengajar dasar. Maksud mengajar dasar di sini adalah mengajarkan tentang dasar-dasar keterampilan. Keterampilan yang akan ditingkatkan pada penelitian ini adalah keterampilan menulis
43 narasi. Dengan adanya Pop Up Book yang disajikan dalam bentuk gambar timbul dan dapat bergerak dapat membuat pengalaman belajar yang lebih efektif, interaktif, dan mudah diingat sehingga dapat memudahkan peserta didik dalam memahami karangan narasi. Ketiga, visualing the word around us (menggambarkan dunia di sekitar kita). Media Pop Up Book yang disajikan dalam bentuk gambar akan menggambarkan keadaan di lingkungan sekitar secara lebih konkrit sehingga akan membantu peserta didik dalam mencari informasi yang dibutuhkan dalam pembelajaran menulis narasi. Kegunaan media Pop Up Book menurut Rahmawati (mengutip dari pendapat Bluemel dan Taylor, 2012) menyebutkan beberapa kegunaan media Pop Up Book adalah untuk menumbuh kembangkan kecintaan anak terhadap buku dan membaca, dapat menjembatani situasi kehidupan nyata dan simbol yang mewakilinya, dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, dapat membantu anak menangkap makna melalui perwakilan gambar yang menarik. Kelebihan media Pop Up Book menurut Glaister, B. (2012:3) yaitu Pop Up Book can help bridge the gap between the abstract world of literature, Pop Up Book popular with children, Pop Up Book have better quality literature, apply hands on learning : I hear dan I forget, I see and I remember, I do and I understand. Kelebihan dalam menggunakan Pop Up Book menurut Glaister (2012:3) yaitu Pop Up Book dapat membantu menjembatani kesenjangan antara dunia abstrak sastra dan dunia nyata atau benda-benda nyata, Pop Up Book populer dengan anak-anak, media Pop Up Book cocok untuk menerangkan tentang langkah-langkah atau instruksi, menerapkan pada pembelajaran : saya mendengar dan saya lupa , saya melihat dan saya ingat , saya lakukan dan saya mengerti. Media Pop Up Book juga memiliki kekurangan. Menurut Glaister, B. (2012: 3) kelemahan yang dimiliki media Pop Up Book yaitu these types of books can have low literary quality because the emphasis is often
44 on the Pop-Up elements, the story or textual content may be of lesser quality. In fact, children often ignore the text, and only deal with the Pop Up elements and also these books are fragile. Students need to treat them very gently. Kelemahan dalam menggunakan Pop Up Book menurut Glaister (2012: 3) yaitu jenis-jenis buku Pop Up Book terdiri dari teks dan gambar. Terkadang anak-anak hanya memperhatikan pada gambarnya saja sehingga mengabaikan teks yang mengandung sastra serta buku-buku ini rusak sehingga harus memperlakukan mereka dengan hati-hati. Dalam mengatasi kekurangan media Pop Up Book peneliti mendesain Pop Up Book dengan menggunakan kertas yang lebih tebal seperti kertas karton dan penyajian media Pop Up Book dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk gambar tanpa adanya teks sehingga peserta didik dapat mengarang sesuai imajinasinya. Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan penggunaan media Pop Up Book adalah mengajarkan anak-anak untuk lebih menghargai buku dan merawat bukunya dengan baik, mendekatkan hubungan antara orang tua dan anak, mengembangkan kreativitas anak, merangsang imajinasi anak, menambah pengetahuan hingga memberikan penggambaran suatu benda, dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan anak gemar membaca, Pop Up Book dapat membantu menjembatani kesenjangan antara dunia abstrak sastra dan dunia nyata atau benda-benda nyata, serta Dapat membantu anak menangkap makna melalui perwakilan gambar yang menarik Sedangakn kelemahan media Pop Up Book yaitu jenis-jenis buku Pop Up Book terdiri dari teks dan gambar, terkadang anak-anak hanya memperhatikan pada gambarnya saja sehingga mengabaikan teks yang mengandung sastra, buku-buku ini mudah rusak sehingga harus memperlakukan mereka dengan lembut
45 k. Cara Membuat Media Pop Up Book Pop Up Book merupakan buku yang membutuhkan keterampilan dalam membuatnya. Menurut Lestari (2013: 1) alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat Pop Up Book adalah kertas (origami, kado, dan fancy, bufallo/linen), gunting, cutter, pensil, lem, dan penggaris. Penjelasan secara lebih rinci sebagai berikut: Pertama, kertas origami digunakan untuk membuat pola-pola Pop Up. Kertas kado untuk menghias pola-pola kreasi Pop Up agar tampak lebih menarik. Dalam kreasi kartu Pop Up jenis kertas ini dipakai sebagai bahan pembuat kartu ucapan dan beberapa pola kreasi Pop Up . Kedua, gunting digunakan untuk menggunting pola-pola kreasi Pop Up yang telah digambar pada kertas. Ketiga, cutter digunakan untuk memotong bagian-bagian pada pola yang sulit dipotong dengan menggunakan gunting. Keempat, pensil digunakan untuk menggambar pola-pola kreasi Pop Up. Kelima, lem kertas digunakan untuk merekatkan potongan-potongan pola pada kartu ucapan. Keenam, penggaris digunakan untuk mengukur kertas-kertas yang hendak dipakai dalam kreasi Pop Up Cara membuat media Pop Up Book
(“Pembelajaran Literasi”
2015: 124) yaitu menyiapkan komponen rakitan kertas setelah siap kemudian menggambar bentuk yang akan dijadikan sebagai benda timbul kemudain digunting lalu menempelkan gambar pada sedikit bagian bawah kemudian dirikan sampai terlihat. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan Pop Up Book adalah kertas (origami, kado, fancy/bufallo/linen), gunting, cutter, pensil, lem, penggaris, dan penggaris berpola dan cara untuk membuat Pop Up Book yaitu menyiapkan komponen rakitan kertas, menggambar bentuk yang akan dijadikan sebagai
benda
timbul
kemudain digunting, dan
menempelkan gambar pada sedikit bagian bawah kemudian dirikan sampai terlihat.
46 l. Implementasi Media Pop Up Book dalam Pembelajaran Menulis Narasi di Sekolah Dasar Pop Up Book dapat digunakan dalam pembelajaran sebagai media guna mempermudah penyampian materi menulis karangan narasi. Tidak ada cara khusus dalam penggunaan Pop Up Book, hal yang terpenting adalah interaksi langsung pembaca dengan media Pop Up Book. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Dyk (2010: 9), “Movable and pop up book offer enticement to learn when they present a chance to interact by pulling tabs, turning wheels, and becoming part of the action.” Media Pop Up Book berisi bentuk tiga dimensi yang disajikan dengan gambar timbul yang dapat digerakkan ketika dibuka oleh pembaca. Dengan menggunakan media Pop Up Book dapat mempemudah peserta didik dalam pembelajaran menulis narasi. Safitri & Suparkun (mengutip dari pendapat Dzuanda, 2009: 2) menyatakan pendapatnya bahwa Pop Up Book mempunyai kemampuan untuk memperkuat kesan yang ingin disampaikan dalam sebuah narasi sehingga dapat lebih terasa. Tampilan visual yang lebih berdimensi membuat narasi semakin terasa nyata ditambah lagi dengan kejutan yang diberikan dalam setiap halamannya. Gambar dapat secara tiba-tiba muncul dari balik halaman atau sebuah bangunan dapat berdiri megah ditengahtengah halaman dengan cara pemvisualisasi ini, kesan yang ingin ditampilkan dapat lebih tersampaikan (2014: 2). Peningkatan keantusiasan peserta didik dalam menulis narasi dapat dirangsang dengan menggunakan media berupa Pop Up Book. Slamet (mengutip pendapat Hwang, 2005: 250) mengungkapkan bahwa penggunaan media yang menyediakan autentik lebih bermanfaat dalam meningkatkan kompetensi berbahasa peserta didik. Penggunaan media Pop Up Book ditujukan agar peserta didik dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi. Dengan media Pop Up Book peserta didik akan ditampilkan gambar yang lebih menarik dan terlihat lebih nyata. Dalam penerapannya media Pop Up Book diterapkan dengan
47 metode STAD (Students Team Achievement Division ). Menurut Suyatno (2009: 52) mengemukakan langkah pembelajaran STAD yaitu pertama, mengarahkan peserta didik untuk bergabung ke dalam kelompok; kedua, embuat kelompok heterogen (4-5) orang; ketiga, mendiskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolaboratif; keempat, mempresentasikan hasil kerja kelompok sehingga terjadi diskusi kelas; kelima, memberikan penguatan. Pendapat Suyatno sejalan dengan pendapat Sugiyanto yang mengemukakan bahwa langkah metode STAD menurut Sugiyanto (2009:45) adalah pertama, para peserta didik dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok; kedua, masing-masing tim terdiri dari4-5 orang; ketiga, tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik untuk menguasai bahan ajar melalui diskusi kelompok; keempat secara individual guru mengevaluasi penguasaan bahan ajar akademik; kelima, tiap peserta didik diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar. Berdasarkan langkah di atas maka pelaksanaan peningkatan keterampilan menulis melalui media Pop Up Book pada peserta didik kelas IV yang dilakukan peneliti yaitu pertama, guru mempersiapkan media Pop Up Book. Pop Up Book digunakan untuk kerja kelompok dan dalam pembelajaran berbeda-beda. Kedua, membuka pelajaran dengan apersepsi sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketiga, peserta didik memperhatikan penjelasan tentang penggunaan media Pop Up Book dalam pembelajaran menulis narasi. Dalam pembelajaran guru menggunakan Pop Up Book untuk memberikan contoh dalam merancang ide pokok paragraf dan menulis karangan narasi. Keempat, peserta didik membentuk kelompok beranggotakan 5-6 anak. Kelompok yang terbentuk akan diberi tugas untuk mendiskusikan lembar kerja yang diberikan. Kelima, peserta didik mengamati Pop Up Book yang telah dibagikan pada tiap kelompok Keenam, peserta didik menyusun sebuah karangan narasi berdasarkan ide yang telah ditentukan dari setiap gambar yang berada dalam Pop Up Book sesuai dengan tanda
48 baca dan ejaan yang benar. Ketujuh, peserta didik membacakan hasil karangannya di depan kelas kemudian guru memberikan penguatan dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. 3. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain : a. Penelitian Dewi Hasna Ambar Wati Wati (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi dengan Media Flip Chart pada Peserta Didik Kelas IVA SD Negeri Kateguhan 02 Tawangsari Sukoharjo tahun 2014/2015”. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan media Flip Chart dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi pada peserta didik kelas IV SD Negeri Kateguhan 02 Sukoharjo. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian dalam setiap siklus tindakan. Keterampilan menulis narasi peserta didik pada kondisi awal masih rendah yaitu perolehan nilai rerata sebesar 64,63 dengan persentase ketuntasan klasikal 33,33% atau 8 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Kondisi tersebut dapat ditingkatkan pada siklus I dengan perolehan rerata sebesar 70,88 dengan persentase ketuntasan klasikal 62,50% atau 15 peserta didik yang memperoleh
nilai di atas KKM. Pada siklus II hasil penelitian
meningkat yaitu perolehan nilai rerata 73,83 dengan persentase ketuntasan klasikal 70,83% atau 17 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Pada siklus III nilai rerata meningkat menjadi 78,33 dengan persentase ketuntasan klasikal 87,50% atau 21 peserta didik
yang
memperoleh nilai di atas KKM. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan pada siklus III dapat dikatakan berhasil. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Wati yaitu pada kesamaan variabel terikat tentang keterampilan menulis narasi. Perbedaannya terletak pada variabel bebas. Penelitian Wati menggunakan media Flip Chart, sedangkan penelitian ini menggunakan media Pop Up Book.
49 b. Penelitian Tri Wuriningtyas Wuriningtyas “Penggunaan
(2015)
Pendekatan
dalam
Whole
penelitiannya
Language
yang
untuk
berjudul
Meningkatkan
Keterampilan Menulis Narasi pada peserta didik Kelas IV SDN Banjarsari Teras Boyolali Tahun Ajaran 2014/2015.” Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan Whole Language dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi pada peserta didik kelas IV SDN Banjarsari Teras Boyolali. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian dalam setiap siklus tindakan. Keterampilan menulis narasi peserta didik pada kondisi awal masih rendah yaitu nilai rerata sebesar 66 dengan persentase ketuntasan klasikal 39,39% atau 13 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Kondisi tersebut dapat ditingkatkan pada siklus I dengan perolehan rerata sebesar 68,56 dengan persentase ketuntasan klasikal 51,52% atau 17 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Pada siklus II hasil penelitian meningkat yaitu perolehan nilai rerata 76,85 dengan persentase ketuntasan klasikal 72,72% atau 24 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Pada siklus III, nilai rerata meningkat menjadi 87,59 dengan persentase ketuntasan klasikal 87,88% atau 29 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan pada siklus III dapat dikatakan berhasil. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Wariningtyas yaitu pada kesamaan
variabel
terikat
tentang
keterampilan
menulis
narasi.
Perbedaannya yaitu pada variabel bebas. Penelitian Wariningtyas menggunakan pendekatan Whole Language, sedangkan penelitian ini menggunakan media Pop Up Book. c. Penelitian Desta Setyawan Setyawan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Media Pop Up Book untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada Peserta didik Kelas II SDN Wonoharjo Kemusu Boyolali Tahun Ajaran 2013/2014.” Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan media Pop Up Book dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada
50 peserta didik Kelas II SDN Wonoharjo Kemusu Boyolali. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian dalam setiap siklus tindakan. Keterampilan berbicara peserta didik pada kondisi awal masih rendah yaitu nilai rerata sebesar 63,73 dengan persentase ketuntasan klasikal 46,15% atau 12 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Kondisi tersebut dapat ditingkatkan pada siklus I dengan perolehan rerata sebesar 69,92 dengan persentase ketuntasan klasikal 73,08% atau 19 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Pada siklus II hasil penelitian meningkat yaitu perolehan nilai rerata 76,88 dengan persentase ketuntasan klasikal 88,46% atau 23 peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan pada siklus II dapat dikatakan berhasil. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Setyawan yaitu pada kesamaan variabel bebas tentang penggunaan media Pop Up Book. Perbedaannya yaitu pada variabel terikat. Penelitian Setyawan meningkatkan berupa keterampilan berbicara, sedangkan penelitian ini berupa keterampilan menulis narasi. B. Kerangka Berpikir Keterampilan menulis narasi pada peserta didik kelas IV SD Negeri Serengan 2 Surakarta masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil uji pratindakan yaitu terdapat 7 peserta didik (22,5%) yang dapat mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar >75 sedangkan 24 peserta didik (77,5%) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar >75. Penyebab rendahnya keterampilan menulis narasi adalah cara mengajar guru yang belum menggunakan media pembelajaran dan lebih mengandalkan LKS dan buku paket pada saat pembelajaran sehingga peserta didik cenderung pasif dan kurang antusias dalam pembelajaran. Dari kondisi awal tersebut maka diperlukan suatu tindakan yang akan dilakukan peneliti untuk mengatasi permasalahan menulis narasi yaitu dengan menerapkan media pembelajaran Pop Up Book. Media Pop Up Book dipilih karena media ini memiliki unsur tiga dimensi dan ada bagian yang dapat bergerak
51 sehingga dapat membuat anak-anak tertarik. Dengan adanya gambar timbul, pembelajaran akan terlihat lebih menarik dan menyenangkan sehingga peserta didik dapat mengembangkan imajinasinya dalam menulis karangan narasi. Pada kondisi akhir diharapkan terdapat peningkatan keterampilan menulis narasi pada peserta didik. Dalam penelitian ini, penulis menetapkan indikator kinerja secara klasikal sebesar 80%. Dari penjelasan di atas, penulis menyusun kerangka berpikir seperti pada Gambar 2.3 berikut.
Kondisi Awal
Pembelajaran cenderung menggunakan LKS dan buku paket
1. Keterampilan menulis narasi masih rendah 2. 77,5% peserta didik mendapat nilai di bawah KKM Siklus I Perencaaan Tindakan Observasi Refleksi
Tindakan
Pemberian tindakan dengan penggunaan media Pop Up Book dalam menulis narasi
Siklus II Perencaaan Tindakan Observasi Refleksi
Siklus III Perencaaan Tindakan Observasi Refleksi
Kondisi akhir
Melalui penggunaan media Pop Up Book keterampilan menulis narasi peserta didik meningkat
Gambar 2.3 Skema Kerangka Berpikir
52 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan pada kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, dapat dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Penggunaan media Pop Up Book dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi pada peserta didik kelas IV SD Negeri Serengan 2 Surakarta tahun 2015/2016.”